30
Karya Sastra Dan Perkembangan Anak Ketika akan menumbuhkan kegiatan apresiasi sastra anak- anak, kita perlu memahami tingkat perkembangan mereka terlebih dahulu. Pemahaman tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan ketika kita memilih bahan, memilih bentuk apresiasi yang dilaku-kan anak-anak, maupun ketika kita mengidentifikasi kegiatan tindak lanjut sejalan de-ngan kegiatan apresiasi sastra yang mereka lakukan. Kegagalan memahami tingkat perkembangan anak, juga berarti kegagalan dalam memahami kemampuan anak dalam meresepsi bahan, kegagalan dalam memahami minat dan motivasi anak, serta kegagalan dalam menentukan tingkat kesiapan anak pada umumnya. Kegagalan tersebut tentu akan berimplikasi pada kegagalan kegiatan apresiasi sastra yang dilakukannya. Pada Bab 1 ini akan dibahas perihal perkembangan anak ditinjau dari segi (1) perkembangan kognitif, (2) perkembangan bahasa, (3) perkembangan moral, (4) per- kembangan resepsi sastra anak, serta (5) manfaat apreiasi sastra bagi pekembangan ke- hidupan anak. Berdasarkan pemahaman butir-butir tersebut, diharapkan pembaca me- miliki dasar pemahaman dan keterampilan dalam memilih bacaan bagi anak-anak. Lebih dari itu, berdasarkan 1

KAARYA SASTRA DAN PERKEMBANGAN ANAK]

Embed Size (px)

Citation preview

Karya Sastra Dan Perkembangan Anak

Ketika akan menumbuhkan kegiatan apresiasi sastra anak-anak, kita perlu memahami

tingkat perkembangan mereka terlebih dahulu. Pemahaman tersebut dapat dijadikan

bahan pertimbangan ketika kita memilih bahan, memilih bentuk apresiasi yang dilaku-

kan anak-anak, maupun ketika kita mengidentifikasi kegiatan tindak lanjut sejalan de-

ngan kegiatan apresiasi sastra yang mereka lakukan. Kegagalan memahami tingkat

perkembangan anak, juga berarti kegagalan dalam memahami kemampuan anak dalam

meresepsi bahan, kegagalan dalam memahami minat dan motivasi anak, serta kegagalan

dalam menentukan tingkat kesiapan anak pada umumnya. Kegagalan tersebut tentu akan

berimplikasi pada kegagalan kegiatan apresiasi sastra yang dilakukannya.

Pada Bab 1 ini akan dibahas perihal perkembangan anak ditinjau dari segi (1)

perkembangan kognitif, (2) perkembangan bahasa, (3) perkembangan moral, (4) per-

kembangan resepsi sastra anak, serta (5) manfaat apreiasi sastra bagi pekembangan ke-

hidupan anak. Berdasarkan pemahaman butir-butir tersebut, diharapkan pembaca me-

miliki dasar pemahaman dan keterampilan dalam memilih bacaan bagi anak-anak. Lebih

dari itu, berdasarkan pemahaman isi uraian dalam bab ini diharapkan pembaca lebih

terdorong menggairahkan kegiatan apresiasi sastra bagi anak-anak sesuai dengan minat

dan tingkat kesiapan anak.

Perkembangan Kognitif Anak

Anak-anak, sebagaimana manusia pada umumnya juga memiliki perbendaharaan peng-

alaman dan pengetahuan yang mengarahkan aktivitas mereka dalam menanggapi diri

sendiri dan dunia luar. Perbendaharaan pengalaman dan pengetahuan yang mengarah-

1

1

Karya Sastra dan Perkembangan Anak

kan aktivitas anak-anak tersebut karakteristiknya berbeda-beda sesuai dengan tingkat

usia maupun kondisi lingkungan yang membentuknya. Ditinjau dari sudut pandang psi-

kologi kognitif, tingkat perkembangan tersebut dipilah menjadi 4 tahapan, yakni tahap

(1) sensori motor, (2) praoperasional, (3) operasional konkret, dan (4) operasi formal.

Penjelasan selengkapnya tentang tahap perkembangan tersebut dapat diringkaskan da-

lam tabel sebagai berikut.

TABEL 1:TINGKAT PERKEMBANGAN STRUKTUR KOGNITIF

Usia Tahap Perkembangan

Karakteristik

Lahir—2 tahun

2—7 tahun

7—11 tahun

11 tahun--

Sensori motor

Praoperasional

Operasional konkret

Operasi formal

Anak memiliki perbedaharaan pengetahuan yang diben-tuk berdasarkan tanggapan inderawi dan gerak tubuh.

Anak memiliki perbendaharaan pemahaman melalui pe-ngembangan kemampuan bahasanya berdasarkan tang- gapan inderawi yang bersifat konkret.

Anak telah mampu memikirkan kenyataan lewat per ben-daharaan bahasanya dengan melakukan pemilahan dan penentuan waktu yang didasarkan pada pengalaman yang bersifat konkret.

Anak telah mampu menyusun persepsi secara simbolik, melakukan proses berpikir secara logis, membuat antisi-pasi kemungkinan benar/salah secara hipotetis, serta me- nempuh kegiatan berpikir yang bersifat abstrak.

Pada tahap sensori motor, yakni sejak anak lahir sampai usia sekitar 2 tahun, anak be-

lum mampu berbicara. Meskipun demikian anak secara alamiah telah berusaha mema-

hami berbagai bentuk realitas, aktivitas, maupun bentuk-bentuk kebahasaan. Sebab

itulah meskipun tampak belum mengerti, kepada anak-anak perlu diperkenalkan gambar

dengan disertai cerita secara lisan. Aktivitas demikian akan merangsang pembentukan

persepsi dan kemampuan berbahasa anak, sekaligus juga merangsang aktivitas berpikir

anak.

Pada usia 2—7 tahun atau tahap praoperasional, anak sudah bisa memahami

cerita sebagaimana dilisankan atau dibacakan orang tuanya. Pada tahap ini anak belum

bisa membedakan khayalan dengan kenyataan. Cerita yang didengarnya tergambarkan

2

Karya Sastra dan Perkembangan Anak

sebagai sesuatu yang seakan-akan sungguh-sungguh terjadi. Sementara pada usia 7—11

tahun, anak sudah mampu berbahasa dan mampu melakukan proses berpikir secara logis

dalam satu kategori hubungan saja, misalnya jika … maka ….Pada tahap perkembangan

ini anak sudah bisa membedakan fantasi atau khayalan dengan kenyataan. Meskipun

demikian anak sebenarnya belum mampu melakukan proses berpikir yang bersifat ab-

strak, misalnya memahami makna yang tersirat karena orientasi berpikir anak masih

berkaitan dengan fakta yang sifatnya konkret.

Pada usia 11—tahun ke atas, anak sudah mampu melakukan proses berpikir se-

cara logis. Pada tahap ini pun anak juga sudah mampu melakukan proses berpkir secara

abstrak sehingga anak sudah bisa diminta melakukan penafsiran berkenaan dengan mak-

na yang sifatnya tersirat. Pada sisi lain anak juga sudah bisa diminta melakukan per-

bandingan antara isi yang termuat dalam karya sastra dengan kenyataan dalam kehi-

dupan, antara wawasan salah satu pelaku dalam karya sastra dengan perilaku manusia

dengan kenyataan kehidupan. Berdasarkan perbandingan itu pun anak sudah bisa dimin-

ta memberikan pendapatnya dengan disertai alasan secara logis.

Anak yang usianya berbeda mengapresiasi karya sastra dengan bentuk tanggapan yang berbeda pula.

Penjelasan di atas memberikan gambaran bahwa tingkat perkembangan anak

menentukan tingkat kesiapan mereka dalam meresepsi karya sastra. Dalam penjelasan

Cullinan, The developmental level of the reader, thus, is a major factor when a selecting

3

Karya Sastra dan Perkembangan Anak

a good book (Cullinan, 1989:9). Sebagaimana penikmatan karya seni lain, misalnya seni

musik, seni tari, dan drama, penikmatan seni sastra juga sangat ditentukan oleh tingkat

perkembangan kemampuan berpikir dan tingkat perkembangan pengalaman hidup pe-

nikmatnya. Sebuah karya seni yang baik belum tentu bisa dinikmati semua orang. Begi-

tu juga sebuah karya sastra yang baik belum tentu bisa dinikmati anak-anak.

Meskipun demikian bukan berarti bahwa harus ada pengkhususan penyediaan

bahan bacaan secara ketat karena karya sastra pada dasarnya dapat direalisasikan pem-

baca dalam bentuk dan cara yang berbeda-beda. Ketika dua orang yang tingkat usianya

berbeda membaca buku cerita bergambar misalnya, anak yang usia nya lebih tinggi dan

telah mampu membaca akan menikmati cerita sebagaimana tertuang dalam tulisan se-

kaligus menikmati gambarnya. Sementara anak yang tingkat usianya lebih rendah akan

menikmati gambar dan sajian warna-warni pada gambar yang tampak atraktif. Hal itu

menunjukkan bahwa karya sastra bukan sekedar teks yang terpapar melalui kata-kata

dan kalimat, akan tetapi merupakan sebuah dunia yang dapat direalisasikan kembali

oleh pembacanya sesuai dengan modal pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya.

Dalam konsepsi Piaget, modal pengalaman dan pengetahuan merupakan bentuk

prior of knowledge dan prior of experience yang secara potensial dapat dimanfaatkan

untuk memahami sesuatu. Pemanfaatannya sangat ditentukan oleh schema, yakni ke-

rangka konsep yang terbentuk sewaktu akan meresepsi dan memahami sesuatu. Kerang-

ka konsep itu terbentuk bukan dari dalam pikiran pembaca, tetapi terbentuk berdasarkan

representasi atau penggambaran ulang dunia pengalaman dan pemahaman secara aku-

mulatif. Ketika membaca cerita yang disertai gambar buaya, kancil, dan kerbau, misal-

nya, dalam diri pembaca muncul berbagai pengalaman dan pemahaman berkenaan de-

ngan buaya, kancil, dan harimau sekaligus pemahaman yang berkaitan dengan kata-kata

dan kalimat. Akumulasi schema yang dirajut kembali untuk memahami sesuatu tersebut

diistilahkan schemata.

Ada dua kemungkinan bentuk penghubungan schemata. Kemungkinan pertama

adalah penghubungan secara asimilatif, kedua adalah penghubungan secara akomodatif.

Penghubungan secara asimilatif terjadi apabila dalam proses memahami sesuatu tersebut

schemata pembaca terbentuk sebagai modal yang siap dimanfaatkan untuk mendapatkan

4

Karya Sastra dan Perkembangan Anak

informasi atau pemahaman baru. Proses pemahaman berlangsung secara akomodatif

apabila schemata yang ada tersebut ternyata masih harus dimodifikasi agar dapat

digunakan untuk menemukan informasi atau pemahaman baru. Dalam proses modifikasi

dan penghubungan tersebut biasanya terjadi gejala ketidakseimbangan yang terwujud

dalam gejala, anak merasa bingung, anak bertanya kepada orang yang dianggap tahu,

ataupun memanfaatkan sejumlah sumber informasi lain yang terjangkau. Apabila gagal,

tentu saja informasi baru tersebut juga tidak akan mampu diperoleh.

Konsepsi di atas memberikan gambaran bahwa apabila kita ingin mendorong

perkembangan kognitif dan memperkaya schema anak, kita sebagai pembaca dewasa

harus selalu siap mendampingi kegiatan membaca sastra yang dilakukan anak-anak.

Dalam pendampingan, kita selain dapat berperan sebagai nara sumber bagi anak, juga

berkewajiban mendorong minat anak untuk membaca berbagai ragam bacaan sejalan

dengan potensi yang dimiliki anak sesuai dengan tingkat perkembangannya. Melalui

cara demikian anak selain merasa mendapat teman dan sumber pembantu memecahkan

masalah, anak juga merasa mendapatkan perhatian.

Perkembangan Bahasa

Kemampuan anak memahami karya sastra juga sangat ditentukan oleh tingkat perkem-

bangan kemampuan berbahasanya. Ditinjau dari tingkat perkembangan bahasanya,

akhirnya terdapat anak yang (i) hanya dapat menikmati gambar, (ii) memahami cerita

berdasarkan gambar, (iii) memahami cerita berdasarkan gambar dan tulisan, (iv) me-

mahami isi ataupun cerita berdasarkan tulisan saja tetapi belum mampu menafsirkan

makna tersirat ataupun gagasan yang bersifat abstrak, dan (v) memahami isi ataupun

cerita berdasarkan tulisan saja sekaligus sudah mampu memahami makna tersirat mau-

pun gagasan yang bersifat abstrak.

Uraian di atas memberikan gambaran bahwa studi tentang perkembangan ba-

hasa anak memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan ke-

mampuan apresiasi sastra anak maupun pengalaman bersastra pada anak. Tiga hal po-

kok yang perlu diperhatikan dalam perkembangan bahasa anak ini adalah kenyataan

bahwa perkembangan bahasa anak pada dasarnya berlangsung secara natural seba-

5

Karya Sastra dan Perkembangan Anak

gaimana ciri interaksinya dalam kegiatan berbahasa dengan penutur lainnya. Dalam hal

ini pembacaan cerita memberi kesempatan kepada anak untuk memahami bunyi-bunyi

kebahasaan, memahami kata-kata, maupun kalimat. Masalah yang segera muncul dalam

hal ini adalah apabila bahasa dalam cerita yang dibacakan tidak sama dengan bahasa

yang biasa digunakan anak ketika berinteraksi dengan orang lain. Apabila hal itu terjadi,

kemungkinan pertama yang dipilih adalah bukan membacakan tetapi menceritakan kem-

bali dengan menggunakan bahasa yang dipahami anak. Kemungkinan kedua, kepada

anak tetap dibacakan ceritanya dengan disertai penjelasan sehingga penguasaan bahasa

anak pada bahasa yang berbeda juga bertambah.

Konsepsi kedua yang perlu diperhatikan adalah kenyataan bahwa memahami

bahasa bukan sekedar memahami kata-kata dan kalimat. Lebih dari itu memahami

bahasa juga merupakan proses memahami realitas sesuai dengan konteksnya. Dalam hal

inilah penggunaan gambar dalam bacaan memiliki peranan yang sangat penting karena

kalimat, Kerbau itu makan rumput di tengah sawah, misalnya, bagi anak yang belum

pernah melihat kerbau dan sawah tentunya sangat sulit memahami kalimat tersebut apa-

bila tidak disajikan gambar kerbau yang lagi makan rumput di sawah. Kosepsi ketiga

adalah kenyataan bahwa bahasa anak akan terus berkembang sejalan dengan aktivitas

dan kekayaan bentuk-bentuk interaksi yang dilakukan anak. Perkembangan bahasa anak

tersebut bukan hanya merujuk pada perkembangan kosakata dan penguasaan kalimat,

tetapi juga dalam menentukan sudut pandang, penguasaan gaya bahasa, maupun dalam

memahami dan menggunakan kiat berbahasanya.

Sebagaimana pada perkembangan kognitif, perkembangan bahasa anak juga

ditentukan oleh tingkat usianya. Berdasarkan tingkat usia tersebut, berorientasi pada

wawasan Smith dan Goodman, Rubin mengemukakan terdapatnya sejumlah fase

perkembangan bahasa anak yang meliputi tahap (1) random, (2) unitari, (3) perluasan,

(4) struktural, (5) otomatik, dan (6) kreatif (Rubin, 1995:27). Sebagaimana dapat

diperiksa pada tabel di atas, masing-masing jenis tahapan tersebut memiliki ka-

rakteristik yang berbeda-beda. Terdapatnya sejumlah karakteristik yang berbeda-beda

itu pada sisi lain juga berimplikasi pada kegiatan apresiasi sastra pada anak-anak. Pada

sisi lain perlu kepada anak-anak perlu juga dilakukan kegiatan apresiasi sastra yang

6

Karya Sastra dan Perkembangan Anak

mendorong terjadinya akomodasi guna meningkatkan kemampuan berbahasa dan daya

kognitif anak.

TABEL 2:TAHAP PERKEMBANGAN BAHASA

Usia Tahap Karakteristik

Lahir—12 bulan

12—24 bulan

24—48 bulan

48—60 bulan

60—72 bulan

72 bulan--

Random

Unitari

Perluasan

Struktural

Otomatik

Kreatif

Anak hanya mampu mengeluarkan bunyi sampai pada kemampuan me-lakukan babling, misalnya bunyi ma-ma-ma.

Menggunakan kata tertentu sebagai representasi kalimat, misalnya, makan sebagai representasi kalimat, Saya minta makan.

Kata-kata Pivot, yakni sebuah kata yang digunakan dalam berbagai relasi kalimat, misalnya Makan roti, Makan apel, Makan sup, dan sebagainya.

Anak mampu menggunakan bahasa dalam bentuk kalimat sederhana berpola Subyek-Predikat-Obyek (SPO), misalnya Saya minta roti.

Anak mampu menggunakan dan mengurutkan kalimat secara sitematis sekaligus sudah mampu mengoreksi kesalahan berbahasanya. Anak juga sudah mulai melakukan internalisasi sistem dan kaidah kebahasaan.

Anak mampu memahami dan menggunakan kata-kata dengan acuan pe-gertian yang bersifat abstrak. Anak juga telah mampu membuat ungkapan dan melakukan pemilihan kata dan kalimat secara kreatif.

Terdapatnya hubungan yang erat antara perkembangan bahasa dengan kemam-

puan mengapresiasi sastra bukan berarti bahwa apresiasi sastra anak hanya berhubungan

dengan bahasa. Dalam kenyataannya apresiasi sastra anak juga juga dikondisi oleh gam-

bar, warna, ukuran buku, tulisan, bahkan sampai ke jenis kertas yang digunakan. Pada

tahap usia prasekolah sampai sekitar kelas 3 sekolah dasar misalnya, buku yang

disediakan untuk mereka adalah buku berukuran besar dengan disertai gambar yang

menarik. Buku demikian lazim disebut big-books ataupun buku bergambar. Dalam hal

demikian penggunaan gambar tersebut idealnya justru lebih bisa menggambarkan

sesuatu secara lebih konkret dan menarik dibandingkan dengan pemaparan secara ver-

bal. Penyampaian gambar itu pun seringkali tidak persis sama dengan kenyataan seba-

gaimana lazim ditemui anak. Gambar yang menarik perhatian itu misalnya gambar

anjing bertopi dan bercelana, gambar orang bertanduk, gambar kuda bersayap, dan se-

bagainya.

7

Karya Sastra dan Perkembangan Anak

Gambar yang atraktif dan di luar kebiasaan akan tampak lebih menarik dan membangkitkan perhatian anak.

Ketika mencermati gambar di atas misalnya, tersaji gambar seseorang yang tam-

pak gagah berani. Sosok tersebut menjadi tampak lebih perkasa karena menunggang se-

skor kuda yang tampak kuat, liar, dan demikian beringas. Gambar itu juga menjadi se-

makin menarik perhatian karena sosok orang itu berbeda dari manusia pada umumnya,

di kepalanya terdapat tanduk yang dalam pemahaman pembaca orang dewasa tanduk itu

sebenanrnya hanya bagian dari topi yang dikenakannya. Kudanya pun tampak berkaki

delapan sehingga lebih memberi kesan keperkasaan dan kemampuan kuda itu dalam

berlari. Gambar yang tampak menarik sehingga lebih mampu membangkitkan perha-

tian anak, dalam konteks yang lebih luas juga akan lebih membangkitkan imajinasi anak

dalam membayangkan suatu realitas.

Perkembangan Moral

8

Karya Sastra dan Perkembangan Anak

Membaca karya sastra ataupun mendengarkan cerita, bagi anak-anak merupakan suatu

hiburan. Sementara dalam sudut pandang orang dewasa, melalui kegiatan tersebut anak

diharapkan juga dapat menemukan berbagai ajaran dan nilai kehidupan yang bermanfaat

dalam memperkaya wawasan moralitas anak. Untuk mencapai hajat tersebut kita perlu

menyadari bahwa sebagaimana perkembangan kognitif dan perkembangan bahasa, wa-

wasan yang terkait dengan aspek moralitas itu juga memiliki fase-fase perkembangan

yang antara anak yang satu dan yang lain bisa saja berbeda-beda. Secara keseluruhan,

fase moralitas dalam kehidupan manusia idealnya memuat fase sebagai berikut.

TABEL 3:FASE PERKEMBANGAN MORAL

Tahap Karakteristik

Hukuman dan pujian

Visi instrumental

Penemuan identitas diri

Eksistensi diridan kekuasaan

Ketaatan pada kaidahdan hubungan sosial

Orientasi nilai universal

Anak belum memahami niali baik/buruk karena anak hanya berpusat pada kepenting- annya sendiri. Nilai yang perlu ditanamkan adalah nilai yang sifatnya konkret, misalnya cara makan dan duduk. Hukuman dan pujian pada anak akan mendorong tumbuhnya kesadaran tentang nilai baik dan buruk.

Kesadaran akan kepentingannya sendiri juga memberikan kesadaran terhadap ke- pentingan orang lain. Meskipun demikian anak lebih berfokus pada kepentingan sendiri sehingga perhatian terhadap kepentingan orang lain hanya menjadi alat bagi kepen- tingannya sendiri.

Anak ingin tampil sebagai sosok yang menyenangkan, berpikir tentang nilai baik dan buruk, memiliki orientasi hubungan interpersonal dan pembentukan rasa kebersamaan.

Tampil sebagai sosok dewasa yang ingin mendapatkan arti kehidupan, berorientasi pada pemahaman dan penghayatan prinsip kehidupan, pemenuhan kaidah sosial, dan pemi-likan peran di dalam lingkungan kehidupan.

Orientasi pada upaya memahami kaidah sosial yang berlaku dalam lingkungan kehidupan masyarakat agar bisa diterima kelompok masyarakat dan membentuk hubungan kerja sama secara sehat.

Orientasi pada pembentukan dan penghayatan nilai metafisis sebagai upaya peng-hayatan hidup yang ideal, kesetiaan pada prinsip, dan penyeimbangan diri dalam kehidupan.

Bertolak dari paparan dalam tabel di atas bisa dijelaskan bahwa pema-

haman nilai moral bagi anak-anak melalui kegiatan sastra pada dasarnya lebih

banyak merujuk pada penggambaran model yang tersajikan secara hidup, bukan

9

Karya Sastra dan Perkembangan Anak

melalui penjelasan secara langsung. Pemahaman nilai moral dalam hal ini bukan

berlangsung melalui pemikiran secara analitis melainkan melalui upaya imitsi

dan elaborasi. Pada imitasi anak membayangkan perilaku tokoh yang disukai

sehingga anak-anak bisa saja membayangkan dirinya sebagai tokoh Panji Laras,

misalnya, dengan berbagai pandangan dan perilakunya. Sementara pada elab-

orasi anak melakukan perbandingan antara realitas imitatif dengan kehidup-

annya sendiri maupun konteks kehidupan yang lebih luas. Gambaran demikian

menunjukkan bahwa penyediaan bacaan ataupun penyampaian cerita bagi anak-

anak perlu memperhatikan karakteristik tokoh dan antisipasi hadirnya bentuk-

bentuk imitasi dan elaborasi pada anak.

Perkembangan Resepsi Sastra Anak-Anak

Sewaktu mendengarkan atau membaca cerita, selama anak telah memahami ba-

hasa yang digunakan, anak akan berusaha menggambarkan realitas yang dide-

ngar atau dibacanya sesuai dengan schemata yang ada. Dalam hal demikian,

Schemata are not stored in isolation but are connected by intricate networks of

association (Mackenna, dan Robinson, 1997:24). Dengan kata lain pengaktifan

skemata pada diri pendengar atau pembaca senantiasa bersifat jamak karena

dalam proses memahami sesuatu yang didengar atau dibaca itu pendengar atau

pembaca akan menghubungkannya kembali dengan perbendaharaan pengalaman

dan pengetahuan secara asosiatif. Dalam hal demikian pemahaman terbentuk

melalui penghubungan antara sesuatu yang diketahui dengan sesuatu yang baru

sejalan dengan rekonstruksi yang dila-kukan oleh pendengar arau pembaca.

Ketika menghubungkan sesuatu yang telah diketahui dengan sesuatu

yang baru terjadi tanggapan yang bersifat eksploratif. Ketika anak mendengar

cerita Joko Kendil yang disampaikan ibunya, misalnya, pikiran anak tentu kem-

bali membayangkan sesuatu yang disebut kendil. Seandainya dalam skema anak

tidak terdapat pemahaman tentang kendil, maka sebutan Joko Kendil tidak akan

bermakna apa-apa. Tetapi bagi anak yang memiliki pemahaman tentang kendil,

10

Karya Sastra dan Perkembangan Anak

dalam kesadaran batinnya tumbuh eksplorasi berkenaan dengan kendil yang di-

hubungkannya dengan sosok manusia yang disebut sebagai Joko Kendil. Apabila

semula belum pernah muncul bayangan tentang manusia yang kecil, bulat, pen-

dek sebagaimana wujud kendil, setelah mendengar atau membaca cerita Joko

Kendil muncul gambaran baru yang semula tidak ada dalam perbendaharaan pe-

mahamannya.

Sejalan dengan pemaparan lakuan dan peristiwa yang didengar atau diba-

canya, anak juga berusaha menentukan siapa pelaku dalam cerita yang didengan

atau dibacanya. Sejalan dengan eksplorasi yang dilakukannya, anak juga akan

berusaha menggambarkan ciri sosok setiap pelaku dalam cerita yang dibacanya.

Apabila cerita tersebut disajikan denga disertai gambar, eksplorasi yang dilaku-

kan anak tidak terlalu rumit. Namun apabila cerita tersebut hanya didengar seca-

ra lisan, anak akan mengalami kesulitan. Sebab itulah dalam penyampaian cerita

secara lisan dituntut keterampilan pencerita memaparkan ceritanya secara hidup

dan kaya. Dengan cara demikian, asosiasi anak akan terbawa ke sebuah kenya-

taan yang seakan-akan sungguh ada dan terjadi. Secara emosional akhirnya anak

merasa sungguh-sungguh terlibat sehingga cerita yang didengar juga terasa lebih

menarik.

Bertolak dari penjelasan Rumelhart, Vacca dan Vacca (1997) mengemu-

kakan terdapatnya schema activation, yakni … the mechanism by which people

access what they know and match it to the information in a text. Pengaktifan

skema untuk membentuk pemahaman, sebagaimana telah disinggung di depan

bersifat asosiatif sekaligus bersifat jamak. Meskipun demikian, ketika muncul

berbagai gambaran dan berbagai ragam skema, tidak semuanya dibentuk dan di-

hubungkan dengan realitas baru yang akan dipahami. Dalam hal ini terjadi

proses yang disebut “the building blocks of cognition”. Dalam proses tersebut,

terjadi pemilihan satuan-satuan skema yang dianggap relevan dengan realitas,

peristiwa, maupun situasi baru yang akan dipahami sehingga membuahkan

makna dan pemahaman yang baru pula.

11

Karya Sastra dan Perkembangan Anak

Dalam proses pemahaman tersebut terdapat tiga kemungkinan cara

pemanfaatan schema. Pertama, pendengar atau pembaca memanfaatkan schema

yang ada itu untuk menemukan dan memilih berbagai gambaran yang relevan

dengan realitas yang mesti dipahami. Dalam proses tersebut pendengar ataupun

pembaca melakukan proses penggambaran dan pengambilan kesimpulan yang

disusun berdasarkan prediksi dan antisipasi. Proses tersebut idealnya dapat

mengisi teks yang didengar atau dibacanya yang semula hanya tampil sebagai

sebuah “bidang kosong” menjadi sebuah “dunia” yang menggambarkan kenya-

taan dan makna-makna tertentu. Dalam proses tersebut, anak-anak tentunya

sangat memerlukan bantuan, baik saat menyusun penggambaran, melakukan

identifikasi, maupun sewaktu membuat antisipasi.

Kedua, schema berperanan dalam proses pengorganisasian maupun re-

konstruksi pemahaman sehingga dapat membentuk pengertian-pengertian baru.

Dalam hal ini proses yang perlu dilakukan adalah membangkitkan dan meng-

ingat-ingat kembali pemahaman makna kata, hubungan makna kata, dan bentuk

persepsi yang mesti dibuahkan berdasarkan konteks penggunaannya. Sesuai de-

ngan terdapatnya proses tersebut, mendengarkan ataupun membaca mesti disi-

kapi sebagai kegiatan yang tidak bersifat linear, tetapi merupakan kegiatan yang

bersifat sirkular. Sebab itulah ketika menyampaikan atau membacakan cerita se-

cara lisan, kata, kalimat, ataupun gambaran peristiwa yang disampaikan selain

perlu diulang juga perlu ditanyakan kepada anak-anak, apakah mereka sudah

memahaminya? Melalui cara demikian, anak selain terbantu dalam memebentuk

satuan pemahaman, juga terbantu dalam memperkaya perbendaharaan ksoakata-

nya. Bentuk bantuannya tidak harus dalam bentuk penjelasan, tetapi bisa juga

melalui tanya jawab.

Ketiga, schema berfungsi dalam proses perluasan pemahaman, baik da-

lam bentuk perbandingan, penilaian, maupun penghubungan yang diperoleh de-

ngan bentuk-bentuk pemahaman sebelumnya. Pembangkitan schema itu bisa

tumbuh berdasarkan mekanisme berpikir anak, bisa juga distimulasi melalui per-

12

Karya Sastra dan Perkembangan Anak

nyaan, penyampaian perbandingan, pemberian kesempatan memberikan penda-

pat, dan sebagainya.

Berdasarkan uraian di atas bisa dipahami bahwa intensitas proses yang

ditempuh anak maupun karaktristik dan tingkat keterlibatan kita dalam memban-

tu proses apresiasi sastra anak-anak berbeda-beda. Salah satu faktor pembeda

yang sangat menentukan adalah usia dan tingkat perkembangan siswa. Bertolak

dari uraian Cullinan (1989), pembedaan itu mesti diorientasikan pada perbedaan

tingkat resepsi esteteis anak-anak yang secara umum dapat diklasifikasikan seba-

gai berikut.

Usia 0--2 tahun:

Pada usia tersebut anak dapat diibaratkan sebagai lembar kertas putih yang ter-

buka. Pada usia tersebut anak belum mampu berbahasa. Peranan orang tua

apabila dihubungkan dengan kegiatan apresiasi sastra adalah pada upaya me-

numbuhkan kemampuan menanggapi realitas, menggunakan bunyi-bunyi keba-

hasaan, dan menggerakkan keterampilan motorik anak. Pada usia tersebut, orang

tua selain dapat memberikan mainan yang memiliki warna atraktif maupun bu-

nyi-bunyian, orang tua seyogyanya juga sering menyampaikan kata-kata ataupun

nyanyian yang memiliki ritme bunyi tertentu, misalnya puk-ami-ami belalang

kupu, adik makan nasi kalau malam minum susu.

Usia 2—4 tahun

Pada usia tersebut orang tua sudah bisa memulai menyampaikan cerita secara

lisan ataupun membacakan cerita. Apabila cerita tersebut dibacakan, sangat baik

apabila cerita yang dibacakan itu dilengkapi dengan gambar sehingga selain

membacakan orang tua juga dapat menghubungkan kata ataupun peristiwa yang

dibacakan dengan gambar yang tersaji dalam cerita. Cerita yang disampaikan

baru cerita yang berfokus pada seorang pelaku utama dan pada satu peristiwa.

Melalui kegiatan ini anak selain diajari berkenalan dengan realitas juga diajar

memahami kosakata. Sambil bercerita orang tua juga dapat mengemukakan pe-

13

Karya Sastra dan Perkembangan Anak

tunjuk tertentu yang secara konkret berkaitan dengan kehidupan sehari-hari

anak, misalnya cara minum, cara makan, kegiatan mandi, dan sebagainya.

Usia 5—7 tahun

Pada tahap ini anak sudah mampu membaca. Meskipun demikian dampingan

orang tua masih sangat diperlukan. Bentuk pedampingan itu sangat diperlukan

dalam konteks elaborasi, misalnya dalam bentuk pertanyaan, siapa, mengapa,

dan bagaimana seandainya. Pada sisi lain, orang tua juga dapat memancing pen-

dapat dan penilaian anak terhadap tokoh, peristiwa, maupun bentuk perilaku pa-

ra tokoh. Buku yang dibaca anak seyogyanya jenis big-book jenis buku ber-

gambar dalam ukuran besar dengan warna-warni yang menyolok. Dari proses

elaborasi tersebut diharapkan tumbuh dialog antara anak dengan orang tua mau-

pun antara anak dengan jalan pikirannya sendiri.

Usia 7—9 tahun

Anak sudah mulai bisa memahami cerita secara episodik karena anak sudah bisa

membuat akumulasi satuan cerita, menyusun rangkaian cerita, menentukan ciri

hubungan pelaku yang satu dan yang lain, serta memahami hubungan pelaku de-

ngan latar belakang cerita yang berupa empat maupun waktu. Pada tahap ini

anak juga sudah mulai bisa menikmati ungkapan dan paduan bunyi dalam puisi.

Sewaktu membaca cerita maupun puisi orang tua diharapkan bisa menjadi pen-

damping dalam bentuk menanyakan tokoh yang disukai dan tidak disukai, me-

nanyakan alasannya, membandingkan peristiwa dalam cerita apabila dibanding-

kan dengan kehidupan sehari-hari, serta meminta pendapat dan tanggapan anak

dengan dengan disertai alasan secara logis.

Usia 9—12 tahun

Pada tahap ini anak sudah mampu memahami makna tersirat maupun jalinan

hubungan secara logis. Anak juga sudah terampil membedakan antara fantasi de-

ngan kenyataan. Sebab itulah apabila pada tahap usia sebelumnya anak lebih

banyak memperhatikan cerita binatang maupun fantasi dalam bentuk dongeng,

14

Karya Sastra dan Perkembangan Anak

pada tahap ini anak sudah mulai memiliki perhatian pada cerita fiksi realistik,

cerita petualangan, maupun cerita misteri.

Usia 12—14 tahun

Pada tahap ini anak secara ktif sudah mampu menghubungkan gambaran pelaku

dengan keberadaan dirinya sendiri dihubungkan dengan posisinya dalam kehoi-

dupan. Anak juga sudah mampu menghubungkan isu-isu dalam kehidupan de-

ngan peristiwa yang tergambarkan dalam karya sastra. Pusat perhatian terhadap

cerita juga sudah bersifat ganda sehingga anak sudah mampu memahami cerita

dalam bentuk novel dengan plot ganda. Kegandaan perhatian juga ditunjukkan

oleh kemampuan anak dalam membaca karya sastra sekaligus sambil menggam-

barkan apa yang dibaca apabila dihubungkan dengan kehidupan secara konkret.

Usia 14 tahun—ke atas

Pada tahap ini anak sudah mulai berusaha menemukan identitas diri di tengah

kelompok kehidupannya. Anak juga berusaha memahami bentuk-bentuk hu-

bungan personal yang dianggap tepat dan memberikan rasa aman dalam perga-

ulan. Bacaan yang menggambarkan hubungan interpersonal, kesetiaan, kebera-

nian, dan berbagai sosok ideal lain merupakan bacaan yang menarik perhatian

anak. Anak-anak juga mulai berusaha menemukan sendiri nilai-nilai kehidupan

yang dianggap relevan dengan konteks kehidupannya secara kritis.

Manfaat Apresiasi Sastra bagi Anak

Bertolak dari uraian di atas dapat diperoleh gambaran bahwa terbentuknya minat dan

kemampuan apresiasi sastra anak idealnya terbentuk dan terkembangkan sejak dini.

Pembentukan dan pengembangan sejak dini tersebut nilai manfaatnya bukan sekedar

berkaitan dengan pengembangan minat dan apresiasi sastra anak. Dalam konteks yang

lebih luas, pembentukan dan pengembangan apresiasi sastra pada anak itu juga ber-

manfaat dalam pengenalan realitas, pengembangan kemampuan berbahasa, pengem-

15

Karya Sastra dan Perkembangan Anak

bangan memahami bentuk-bentuk hubungan so-sial, maupun pengembangan kemam-

puan memahami diri sendiri dan orang lain. Secara psiko-logis aktivitas mengapresiasi

sastra tersebut juga akan mengasah kepekaan emosi, mengem-bangkan daya imajinasi,

dan memperkaya schema anak.

Stewig (1980) sevara lebih detil mengemukakan jawaban pertanyaan, Why liter-

ature for children? Sebagaimana pembaca sastra pada umumnya, anak-anak mengapre-

siasi karya sastra juga untuk mendapatkan kesenangan. Kesenangan tersebut dalam

dunia anak-anak bisa diperoleh lewat pengamatan gambarnya, permainan paduan bunyi,

gambaran tokoh, peristiwa, ataupun isi dalam karya sastranya. Terdapatnya perbedaan

tingkat usia dan tingkat perkembangan sebagaimana dikemukakan di atas, sangat me-

nentukan bentuk-bentuk kesenangan yang diperoleh anak. Anak usia 2 tahun misalnya,

mendapatkan kesenangan lewat gambar, sementara anak usia 12 tahun akan mendapat-

kan kesenangan, selain lewat gambar juga lewat sesuatu yang dicitrakan, lewat peris-

tiwa, maupun rangkaian ceritanya.

Pada anak-anak yang telah mampu menguasai bahasa sebagaimana digunakan

dalam penceritaan, kegiatan mengapresiasi sastra akan membawa anak keluar dari ru-

tinitas kesehariannya. Bagi Stewig, A second reason why children read is to escape

from present situations (Stewig, 1980:18). Dalam kondisi demikian, anak akan bertin-

dak sebagai pengamat kehidupan sebagaimana tertuang dalam teks yang didengar atau

dibacanya. Anak akan mendapatkan gambaran berbagai kemungkinan pemecahan masa-

lah berkenaan dengan sejumlah pertanyaan yang bisa jadi diam-diam sering mengung-

kungnya tetapi tidak pernah terungkapkan kepada orang tua maupun orang lain pada

umumnya.

Alasan lain mengapa anak mengapresiasi sastra bisa juga karena keinginan men-

dapatkan pemahaman tentang orang lain maupun kehidupan pada umumnya. Dorongan

demikian terjadi karena anak-anak umumnya berusaha untuk menempatkan dirinya

secara tepat dalam relasi dengan orang lain maupun berbagai kenyataan yang diha-

dapinya secara tepat. Dalam kesadaran batin anak juga tumbuh rasa ingin tahu tentang

bagiamana ciri orang dewasa, bagaimana ciri anak-anak yang berada di luar lingkung-

annya, bagaimana gambaran Bali, gambaran kota Jakarta, dan sebagainya. Sebab itulah

16

Karya Sastra dan Perkembangan Anak

penyediaan atapun penyampaian teks sastra bagi anak seyogyanya juga memper-hatikan

kualitas informasi isi sekaligus kemudahan informasi tersebut untuk dipahami anak.

Melalui karya sastra yang diapresiaisinya, anak-anak juga ingin memahami

kosakata, ungkapan, kalimat maupun berbagai bentuk penggunaan bahasa dalam kon-

teks maupun ciri hubungan yang berbeda-beda. Pada anak-anak usia 12 tahun ke atas,

melalui bacaan sastra mereka belajar mengenal berbagai bentuk “bahasa gaul” maupun

bahasa Indonesia dialek Jakarta. Dalam hal demikian tidak mengherankan apabila anak-

anak tersebut memiliki sejumlah penulis favorit yang dalam pandangan orang dewasa

bisa jadi masih luput dari perhatian. Selain itu, melalui kegiatan puisi anak-anak akan

mendapatkan contoh berbagai bentuk ungkapan yang dianggap ringkas, indah, dan tidak

memberi kesan murahan. Dalam hal demikian tidak mengherankan apabila mereka akan

memanfaatkan ungkapan dalam puisi itu saat mereka menulis buku harian, menulis su-

rat untuk teman, maupun ketika melakukan pembicaraan dengan teman.

Kemungkinan yang lain, anak-anak senang mengapresiasi karya sastra karena

merasa bahwa dengan membaca karya sastra mereka juga mendapatkan sejumlah pe-

ngetahuan. Melalui karya sastra mereka mungkin bisa mendapatkan gambaran tentang

ciri kehidupan kelompok , ras, maupun suku yang berbeda. Melalui karya sastra mereka

juga mendapatkan gambaran tentang kehidupan binatang, kehidupan satwa di hutan,

maupun kehidupan “tempoe doeloe”sebagaimana tergambarkan lewat cerita rakyat atau-

pun cerita sejarah yang dibacanya. Apabila cerita yang dibaca itu dalam bentuk biografi,

anak-anak juga akan mendapatkan gambaran kehidupan tokoh yang secara tidak lang-

sung dapat djadikan teladan dalam perjalanan hidupnya.

Ringkasan

Lima hal pokok yang perlu dipahami dari uraian di atas adalah perihal (1) perkem-

bangan kognitif, (2) perkembangan bahasa, (3) perkembangan moral, (4) perkembangan

resepsi sastra anak, dan (5) manfaat apreiasi sastra bagi pekembangan kehidupan anak.

Ditinjau dari segi perkembangan kognitif, sejak lahir sampai usia sekitar 11 tahun, anak

akan melalui sejumlah tahap perkembangan struktur kognitif meliputi tahap (i) lahir—2

17

Karya Sastra dan Perkembangan Anak

tahun:sensori motor, (ii) 2—7 tahun: praoperasional, (iii) 7—11 tahun:operasional kon-

kret, dan (iv) 11 tahun—ke atas:operasi formal.

Ditinjau dari perkembangan bahasanya, perkembangan bahasa anak meliputi ta-

hap (i) random, (ii) unitari, (3) perluasan, (4) struktural, (5) otomatik, dan (6) kreatif. Pada

tahap random anak hanya mengeluarkan bunyi-bunyi tak bermakna. Pada tahap unitari

anak sudah mulai menguasai kata-kata tertentu. Setelah memasuki tahap perluasan, anak

mulai bisa menyusun kata-kata menjadi kalimat sederhana melalui kata-kata Pivot. Tahap

struktural ditandai oleh kemampuan anak menggunakan kalimat dalam struktur kalimat

sederhana. Sementara tahap otomatik ditandai oleh kemampuan anak menyusun kalimat

secara sistematis sekaligus mengoreksi sendiri kesalahan kalimat yang dibuatnya. Dan

terakhir adalah tahap kreatif, yang ditandai oleh kemapuan anak menggunakan kata-kata

dengan acuan makna yang bersifat abstrak maupun dalam memahami dan menggunakan

ungkapan.

Tahap perkembangan struktur kognitif maupun tahap perkembangan bahasa

sangat menentukan tingkat kesiapan, bentuk minat terhadap karya sastra, motif kegiatan

apresiasi sastra, serta bentuk-bentuk kegiatan apresiasi sastra yang dilaksanakan. Ditinjau

dari motif dan minat tersebut, kita juga bisa menghubungkannya dengan tingkat perkem-

bangan moral mereka. Ditinjau dari tingkat perkembangan moralnya, anak-anak umum-

nya berada pada tingkat (i) hukuman dan pujian, dalam arti anak belum memahami nilai

baik dan buruk sehingga kualitas suatu perbuatan hanya dihubungkan dengan ada tidak-

nya pujian dan hukuman, (ii) visi in- strumental, dalam arti perhatian anak selain masih

terpusat pada upaya memenuhi kepen-tingannya sendiri juga telah memiliki perhatian

pada kepentingan orang lain meskipun hanya dijadikan alat menemukan rasa aman, dan

(iii) penemuan identitas diri, yakni anak sudah mulai menyadari hubungan antara penam-

pilan diri dengan kualitas hubungan secara interpersonal maupun dalam hubungan sosial.

Ditinjau dari perkembangan resepsi sastra anak, perkembangan struktur kognitif

dan perkembangan bahasa anak sangat menentukan tingkat perkembangan resepsi sastra

anak. Ditentukan demikian karena kemampuan kognisi dan berbahasa anak dapat diiba-

ratkan sebagai modal anak dalam melakukan “transaksi” dengan karya sastra yang dide-

ngar ataupun dibacanya. Dalam hal ini, resepsi sastra anak pada dasarnya sangat beragam.

18

Karya Sastra dan Perkembangan Anak

Anak mungkin cukup menyenangi sajian gambar atau mimik pencerita karena memang

baru sampai di situlah tahap kemampuannya. Sementara pada tahap berikutnya anak

dengan bantuan gambar ataupun penjelasan orang dewasa sudah mulai mampu memahami

suatu obyek dan peristiwa. Kemampuan tersebut terus berkembang sampai anak bisa me-

mahami rangkaian peristiwa sebagai sebuah cerita, membedakan ciri pelaku, memahami

ungkapan, memahami nilai yang bersifat abstrak, dan seterusnya.

Latihan

1. Kemukakan kembali dan jelas tahap-tahap perkembangan struktur kognitif anak

dan relevansinya dengan kegiatan apresiasi sastra anak!

2. Kemukakan kembali dan jelas tahap-tahap perkembangan bahasa anak dan rele-

ansinya dengan kegiatan apresiasi sastra anak!

3. Ditinjau dari segi perkembangan moral, tahap perkembangan moral apa saja yang

dilalui anak-anak dan apa relevansi pemahaman tahap perkembangan moral itu de-

gan kegiatan apresiasi sastra anak?

4. Berdasarkan ciri perkembangan struktur kognitif, perkembangan bahasa, dan per-

embangan moral ada sejumlah ciri resepsi sastra yang dilakukan anak. Apa saja ciri

resepsi yang dimaksud? Jelaskan!

5. Tunjukkan contoh (a) big-book, (b) cerita bergambar, dan (c) cerita pendek untuk

anak-anak! Setelah itu berikan penjelasan mengapa buku tertentu dinyatakan sesuai

untuk anak usia tertentu dengan disertai alasan yang jelas!

19