Upload
trinhnhu
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Gambar 1-5. Metode Penelitian dan Analisa Sampel
Variabel Kanan Kiri
Berat Ovarium (gr) 5,70±1,22 6,77±0,96
Jumlah Folikel Dominan (bh) 6,54±1,81 9,78±1,58
Jumlah CL (bh) 5,49±2,22 8,16±1.86
Seminar Nasional Sains dan Teknologi (SENASTEK-2015), Kuta, Bali, INDONESIA, 29 – 30 Oktober 2015
KAJIAN AKTIVITAS OVARIUM BABI BETINA HASIL PEMOTONGAN DI RPH TRADISIONAL
DI KABUPATEN BADUNGI.W. Suberata, N.L.G. Sumardani, N.M. ArtiningsihLab. Reproduksi Ternak; Fakultas Peternakan Universitas Udayana
Corresponding author: [email protected]
P.PNL.22
Metode PenelitianPada penelitian ini digunakan 100 buah ovarium dari 50 ekor babibetina yang dibagi dalam tiga kelompok bobot potong, yaitu bobotpotong kurang dari 90 kg, sama dengan 100 kg, dan lebih dari 100 kg.Variabel yang diamati adalah dimensi ovarium, jumlah folikel dancorpus luteum pada ovarium kanan dan kiri. Data yang diperolehdianalisis deskritif kuantitatif. Selain itu digunakan juga Uji t untukmengetahui perbandingan antara aktivitas ovarium kanan dan kiri.
Tabel 1. Data Percobaan
KesimpulanKesimpulan dari penelitian ini adalah status reproduksi babibetina yang dipotong di RPH tradisional cukup baik, danovarium kiri lebih aktif dari ovarium kanan.
Daftar Pustaka
Feradis. 2010. Reproduksi Ternak. Alfabeta. Bandung.
Hafez B, Hafez ESE. 2000. Reproductive Behavior. In: Hafez ESE, Hafez B, editor. Reproduction in farm Animals.7th Ed. USA: Williams & Wilkins.
Sihombing, D.T.H., 2006. Ilmu Ternak Babi. Ed.2. Gadjah Mada University Press. Bulaksumur, Yogyakarta 55281.
Steel., G.D., and J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika (terjemahan). PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Toelihere M.R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa. Bandung.
Ucapan Terima KasihTerimakasih kepada Universitas Udayana (FakultasPeternakan UNUD) atas dana Hibah Unggulan ProgramStudi, sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan denganbaik
PendahuluanOvarium merupakan organ reproduksi primer pada babi betina yangdapat menghasilkan sel telur dan hormon. Sel telur akan berkembangdi dalam ovarium sejalan dengan pertumbuhan folikel yangmembungkusnya (Hafez and Hafez, 2000). Bentuk dan ukuranovarium berbeda-beda menurut species dan fase siklus berahi ternakbetina. Selanjutnya setelah ovulasi, pada bagian ovarium yang terjadiovulasi akan terbentuk corpus haemoragicum dan corpus luteum(Toelihere, 1993; Feradis, 2010). Keberadaan folikel dominan dancorpus luteum pada ovarium merupakan penentu dari ada tidaknyaaktivitas ovarium, yang memiliki makna sejalan dengan bisa atautidaknya induk babi memproduksi anak atau bibit babi, dan kondisi inihanya ada pada babi betina yang mempunyai siklus reproduksinormal. Adanya folikel dominan dan corpus luteum pada ovariumdapat dijadikan petunjuk adanya tingkat aktivitas ovarium ataupunstatus reproduksi seekor babi betina.
Hasil dan PembahasanHasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata berat ovarium
kanan adalah 5,70±1,22 g dan ovarium kiri 6,77±0,96 g. Jumlah folikeldominan pada ovarium kanan rata-rata 6,54±1,81 buah sedangkanovarium kiri rata-rata 9,78±1,58 buah. Jumlah corpus luteum padaovarium kanan rata-rata 5,49±2,22 buah dan ovarium kiri 8,16±1.86buah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Toelihere (1993) yangmenyatakan bahwa ovarium babi berbentuk lonjong dan menyerupaibuah anggur karena banyaknya folikel dan atau corpus luteum, danberat ovarium mencapai 3,0 – 7,0 gram.
Hasil Uji t menunjukkan bahwa rata-rata jumlah folikel dominandan corpus luteum ovarium kiri nyata lebih banyak (P<0,05) dibandingovarium kanan. Ovarium kiri pada babi betina lebih aktif dari ovariumkanan, dimana hal ini dipengaruhi oleh aktifitas masing-masing sel didalam ovum (dinamika ovarium).
Persentase folikel dominan dan corpus luteum tertinggi terdapatpada babi kelompok bobot potong lebih dari 100 kg. Hal inimenunjukkan bahwa perkembangan organ-organ reproduksi ternakbabi betina sejalan dengan pertumbuhan dan pertambahan beratbadannya (Sihombing, 2006).
12 3
45
1
KAJIAN AKTIVITAS OVARIUM BABI BETINA HASIL PEMOTONGAN DI RUMAH POTONG HEWAN TRADISIONAL DI KABUPATEN BADUNG
I.W. Suberata, N.L.G. Sumardani, N.M. Artiningsih
Lab. Reproduksi Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Udayana Jl. P.B. Sudirman-Denpasar-Bali. Email: [email protected]
ABSTRAK
Siklus reproduksi pada babi betina yang normal ditandai dengan terbentuknya folikel dominan yang didalamnya terdapat oosit yang siap diovulasikan dan setelah ovulasi akan terbentuk corpus luteum pada bekas folikel yang mengalami ovulasi. Adanya folikel dominan dan corpus luteum pada ovarium dapat dijadikan petunjuk adanya tingkat aktivitas ovarium ataupun status reproduksi seekor babi betina. Pada penelitian ini digunakan 100 buah ovarium dari 50 ekor babi betina yang dibagi dalam tiga kelompok bobot potong, yaitu bobot potong kurang dari 90 kg, sama dengan 100 kg, dan lebih dari 100 kg. Variabel yang diamati adalah dimensi ovarium, jumlah folikel dan corpus luteum pada ovarium kanan dan kiri. Data yang diperoleh dianalisis deskritif kuantitatif. Selain itu digunakan juga Uji t untuk mengetahui perbandingan antara aktivitas ovarium kanan dan kiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata berat ovarium kanan adalah 5,70±1,22 g dan ovarium kiri 6,77±0,96 g. Jumlah folikel dominan pada ovarium kanan rata-rata 6,54±1,81 buah sedangkan ovarium kiri rata-rata 9,78±1,58 buah. Jumlah corpus luteum pada ovarium kanan rata-rata 5,49±2,22 buah dan ovarium kiri 8,16±1.86 buah. Hasil Uji t menunjukkan bahwa rata-rata jumlah folikel dominan dan corpus luteum ovarium kiri nyata lebih banyak (P<0,05) dibanding ovarium kanan. Persentase folikel dominan dan corpus luteum tertinggi terdapat pada babi kelompok bobot potong lebih dari 100 kg. Kesimpulan dari penelitian ini adalah status reproduksi babi betina yang dipotong di RPH tradisional cukup baik, dan ovarium kiri lebih aktif dari ovarium kanan. Kata kunci: ovarium, folikel, corpus luteum, babi betina, siklus reproduksi.
STUDY OF OVARIAN ACTIVITY OF SOWS IN TRADITIONAL SLAUGTERY HOUSE
I.W. Suberata, N.L.G. Sumardani, N.M. Artiningsih Lab. Animal Reproduction, Faculty of Animal Husbandry, Udayana University
Jl. P.B. Sudirman-Denpasar-Bali. Email: [email protected]
ABSTRACT The reproductive cycle in sows which normally characterized by the formation of a dominant follicle, and oocytes in which there are ready to ovulation and after ovulation will form the corpus luteum. The existence of a dominant follicle and corpus luteum of the ovary can be indicative of the ovaries activity level or reproductive status of the sows. In this study used 100 ovarian of 50 sow were divided into three groups of slaughter weight, the slaughter weight of less than 90 kg, equal to 100 kg and over 100 kg. The variables measured were the dimensions of the ovary, the number of follicles and corpus luteum of the ovary right and left. Data were analyzed quantitative descriptive. In addition it is also used t Test to determine the ratio between the right and left ovarian activity. The results showed that the average weight of right ovary were 5,70±1,22 g and left ovary were 6,77±0,96 g. The number of dominant follicles in the right ovary average of 6,54±1,81 follicles and the left ovary average 9,78±1,58 follicles. The number of corpus luteum in the right ovary average 5,49±2,22 CL and 8,16±1.86 CL in the left ovary. The results showed that the average number of dominant follicle and corpus luteum in left ovary more than right ovary (P <0.05). The percentage of the dominant follicle and corpus luteum is highest in the group of sows slaughter weight of more than 100 kg. The conclusion from this study is the reproductive status of sows at slaughtered is good, and left ovary more active than the right ovary. Keywords: ovarium, follicle, corpus luteum, sow, reproductive cycle.
2
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Babi merupakan hewan yang telah dipelihara dan dikembangkan sejak dahulu untuk
tujuan memenuhi kebutuhan akan daging bagi umat manusia. Babi merupakan salah satu
komoditas ternak penghasil daging yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan karena
memiliki sifat-sifat dan kemampuan yang menguntungkan antara lain: laju petumbuhan yang
cepat, jumlah anak per kelahiran (litter size) yang tinggi, efisien ransum yang baik (70-80%),
dan persentase karkas yang tinggi (65-80%) (Siagian, 1999). Selain itu, babi mampu
memanfaatkan sisa-sisa makanan atau limbah pertanian menjadi daging yang bermutu tinggi.
Karakteristik reproduksinya unik bila dibandingkan dengan ternak sapi, domba dan kuda,
karena babi merupakan hewan yang memiliki sifat prolifik yaitu jumlah perkelahiran yang
tinggi (10-14 ekor/kelahiran), serta jarak antara satu kelahirann dengan kelahiran berikutnya
pendek (Sihombing, 2006).
Dalam usaha pengembangan dan peningkatan produktivitas babi, performans
reproduksi memegang peranan penting dikaitkan dengan usaha peningkatan produksi ternak
babi tersebut. Performans reproduksi babi betina sangat penting diketahui untuk
memudahkan mencapai tujuan tersebut, mengingat peranan induk babi dalam memproduksi
bibit babi sangat penting. Babi betina mampu menghasilkan anak sekitar 10-14 ekor per
kelahiran (Toelihere, 1993; Feradis, 2010). Hal ini berkaitan erat dengan kondisi organ
reproduksi babi betina, khususnya kemampuan dari aktivitas ovarium dalam memproduksi
sel telur.
Ovarium merupakan organ reproduksi primer pada babi betina yang dapat
menghasilkan sel telur dan hormon. Sel telur akan berkembang di dalam ovarium sejalan
dengan pertumbuhan folikel yang membungkusnya. Folikel akan tumbuh dari folikel
primordial, primer, sekunder, hingga mencapai folikel dominan dan folikel de Graaf, yang
siap diovulasikan (Hafez and Hafez, 2000). Selanjutnya setelah ovulasi, pada bagian ovarium
yang terjadi ovulasi akan terbentuk corpus haemoragicum dan corpus luteum (Feradis 2010).
Keberadaan folikel dominan dan corpus luteum pada ovarium merupakan penentu dari ada
tidaknya aktivitas ovarium, yang memiliki makna sejalan dengan bisa atau tidaknya induk
babi memproduksi anak atau bibit babi, dan kondisi ini hanya ada pada babi betina yang
mempunyai siklus reproduksi normal. Pada induk babi yang mengalami gangguan
reproduksi, khusunya gangguan folikulogenesis, maka tidak akan terbentuk folikel dominan.
3
Demikian juga halnya pada babi betina yang mengalami ganngguan ovulasi karena
kurangnya hormon Luteinizing Hormone (LH) tidak akan mencapai terbentuknya corpus
luteum di dalam ovariumnya.
Disamping itu juga, informasi tentang status reproduksi babi betina yang di potong di
beberapa Rumah Potong Hewan (RPH) tradisional di Kabupaten Badung, masih sangat
sedikit bahkan kurang, sehingga diperlukan penelitian untuk mengetahui status reproduksi
babi betina tersebut berdasarkan aktivitas ovarium.
Berdasarkan hal tersebut diatas, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui status
reproduksi babi betina tersebut berdasarkan aktivitas ovarium, dan untuk menambah
informasi tentang status reproduksi babi betina yang dipotong pada RPH-RPH tradisional di
Kabupaten Badung.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ternak Babi
Babi merupakan hewan yang telah dipelihara dan dikembangkan sejak dahulu untuk
tujuan memenuhi kebutuhan akan daging bagi umat manusia. Secara umum, pemeliharaan
ternak babi relatif mudah karena babi mempunyai toleransi yang tinggi terhadap kondisi
iklim yang beragam, dan dapat memanfaatkan berbagai jenis sumber pakan, sehingga tidak
jarang babi diberi makan sisa-sisa makanan manusia atau berbagai jenis limbah. Selain itu,
babi merupakan hewan yang mampu menghasilkan banyak anak dalam setahun (prolifik)
dengan interval generasi yang lebih singkat, sehingga babi berpotensi sebagai ternak
komersial. Menurut Siagian (1999) bahwa ternak babi memiliki laju petumbuhan yang cepat,
jumlah anak per kelahiran (litter size) yang tinggi, efisien ransum yang baik (70-80%), dan
persentase karkas yang tinggi (65-80%).
Dalam usaha pengembangan dan peningkatan produktivitas babi, performans
reproduksi memegang peranan penting dikaitkan dengan usaha peningkatan produksi ternak
babi tersebut. Performans reproduksi tersebut meliputi: siklus estrus, tanda-tanda estrus, lama
kebuntingan, litter size, farrowing rate, umur sapih, dan berat sapih. Produktivitas seekor
induk babi ditentukan utamanya oleh jumlah anak yang lahir seperindukan (litter size) dan
oleh angka melahirkan anak (farrowing rate) dalam setahunnya. Makin tinggi litter size dan
farrowing rate dari seekor induk, dapat diharapkan makin tinggi pula produktivitasnya dalam
setahun atau selama umur reproduksi induk tersebut (Ardana dan Putra, 2008).
4
Menurut Toelihere (1993) dan Feradis (2010) bahwa seekor babi betina mencapai
pubertas pada umur 5-8 bulan dan umur dianjurkan untuk perkawinan pertama adalah 8-10
bulan. Sedangkan babi jantan dibiarkan mencapai umur 8-9 bulan sebelum dipakai untuk
mengawini babi betina. Babi betina memiliki siklus estrus rata-rata 21 hari dan lama estrus 2-
3 hari dengan angka ovulasi 10-20 sel telur. Lama kebuntingan pada babi rata-rata 114 hari
dan induk mengalami estrus kembali setelah 4-7 hari sesudah penyapihan.
2.2. Ovarium Ternak Babi
Organ reproduksi betina terdiri atas organ reproduksi primer dan organ reproduksi
sekunder. Organ reproduksi primer adalah ovarium, sedangkan organ reproduksi sekunder
adalah saluran reproduksi yang terdiri dari tuba fallopii (oviduct), uterus, serviks, vagina dan
vulva. Fungsi organ sekunder ini adalah menerim dan menyalurkan sel-sel kelamin jantan
dan betina, memberi makan dan melahirkan individu baru (Toelihere, 1993).
Ovarium adalah alat reproduksi primer karena berfungsi sebagai penghasil sel telur
(ovum) dan hormon (estrogen dan progesteron). Ukurannya sangat bergantung pada umur
dan status reproduksi betina, sedangkan bentuknya bervariasi sesuai dengan species. Dua
komponen pada ovarium yang sangat penting adalah folikel dominan dan korpus luteum
(Adelin, 2001).
Sel telur akan berkembang di dalam ovarium sejalan dengan pertumbuhan folikel
yang membungkusnya. Folikel akan tumbuh dari folikel primordial, primer, sekunder, hingga
mencapai folikel dominan dan folikel de Graaf, yang siap diovulasikan (Hafez and Hafez,
2000). Selanjutnya setelah ovulasi, pada bagian ovarium yang terjadi ovulasi akan terbentuk
corpus haemoragicum dan corpus luteum (Feradis 2010). Keberadaan folikel dominan dan
corpus luteum pada ovarium merupakan penentu dari ada tidaknya aktivitas ovarium, yang
memiliki makna sejalan dengan bisa atau tidaknya induk babi memproduksi anak atau bibit
babi, dan kondisi ini hanya ada pada babi betina yang mempunyai siklus reproduksi normal.
Induk babi yang mengalami gangguan reproduksi, khusunya gangguan folikulogenesis, maka
tidak akan terbentuk folikel dominan.
Hormon yang dihasilkan oleh ovarium adalah estrogen dari sel-sel folikel dan
progesteron dari sel-sel corpus luteum. Hormon ini berperan penting dalam menyiapkan alat-
alat reproduksi untuk kebuntingan dan memelihara kebuntingan sampai melahirkan anak.
Proses produksi hormon ovarium dikendalikan oleh hormon gonadotropin dari hipofise
seperti: FSH, LH, LTH atau prolaktin yang merangsang pertumbuhan folikel, menyebabkan
5
ovulasi dan pembentukan corpus luteum serta menyebabkan corpus luteum bersekresi
(Djanuar, 1985). Pada induk babi yang mengalami gangguan reproduksi, khusunya gangguan
ovulasi karena kurangnya hormon Luteinizing Hormone (LH) maka tidak akan mencapai
terbentuknya corpus luteum di dalam ovariumnya.
Bentuk dan ukuran ovarium berbeda-beda menurut species dan fase siklus berahi
ternak betina. Pada babi, ovarium berupa gumpalan anggur, folikel-folikel dan corpus luteum
menutupi jaringan-jaringan ovarial dibawahnya. Bagian ovarium yang tidak bertaut pada
mesovarium menonjol kedalam cavum abdominalis. Pada permukaan inilah folikel ovarii
menjulang keluar. Menurut Toelihere (1993) dinyatakan bahwa ovarium babi berbentuk
lonjong dan menyerupai buah anggur karena banyaknya folikel dan atau corpus luteum. Berat
ovarium mencapai 3,0 – 7,0 gram. Folikel babi secara normal berdiameter 8,0 – 12,0 mm,
dan corpus luteum berkisar 10,0 – 15,0 mm. Lokasi ovarium pada babi kira-kira sama dengan
sapi, dan karena ligamentum lata yang panjang menyebabkan lokasi ovarium di dalam rongga
perut pada babi-babi betina tua sangat bervariasi. Ovarium babi hampir seluruhnya ditutup di
dalam bursa ovarii oleh mesosalpinx.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Persiapan Sampel
- Ovarium babi diperoleh dari beberapa RPH yang ada di Kabupaten Badung dan
selanjutnya dibawa langsung ke Laboratorium menggunakan medium NaCl fisiologis
(0,9%) dalam waktu yang tidak lebih dari satu jam.
- Jumlah ovarium yang digunakan adalah 100 buah yang diperoleh dari 50 ekor babi
betina.
- Ovarium yang diambil tersebut masih bersatu dengan organ reproduksi lainnya
sehingga harus dipisahkan menggunakan gunting dan pisau preparat.
- Ovarium tersebut dikelompokkan berdasarkan bobot badan babi yang telah ditandai
sebelumnya pada saat pengambilan sampel di RPH.
- Pengelompokan bobot badan babi betina meliputi: kelompok umur kurang dari 90 kg,
90-100 kg, dan diatas 100 kg. Umur babi diprediksi berdasarkan informasi dari
pemilik ternak.
6
3.2. Variabel yang Diamati
- Setiap pasang ovarium ditempatkan pada petridish yang berisi medium NaCl
fisiologis.
- Variabel yang diamati meliputi: berat ovarium, jumlah folikel dominan corpus luteum
pada ovarium.
- Berat ovarium diketahui dengan cara menimbang setiap ovarium menggunakan
timbangan digital.
- Jumlah folikel dominan dan corpus luteum dihitung secara langsung pada permukaan
ovarium.
3.3. Analisis Data.
Data yang dikumpulkan selanjutnya ditabulasikan, dan dianalisis menggunakan
analisis deskritif kuantitatif. Perbandingan antara ovarium kanan dan kiri menggunakan uji t
(T-test) menurut Steel dan Torrie (1993) dan Sudijono (2008).
Gambar 1. Diagram alir penelitian
Pengambilan sampel di RPH
Pemilahan ovarium dari organ reproduksi lainnya
Pengolahan sampel di Laboratorium
Pemilahan sampel berdasarkan kelompok BB < 90 kg ; 90-100 kg ; > 100 kg
Pemisahan ovarium kanan dan kiri
Pengukuran
Folikel dominan Corpus luteum
Analisis Data
7
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Rumah Potong Hewan
Penelitian ini dilaksanakan secara bertahap, yang diawali dengan penentuan lokasi
pengambilan sampel ovarium babi di rumah potong hewan, yang dikelola secara
mandiri/tradisional. Berdasarkan hasil survey di wilayah Kabupaten Badung, yang meliputi
Badung Utara, Timur, Selatan, dan Barat, maka diperoleh data bahwa tempat-tempat
pemotongan ternak babi tersebut lebih dominan berada di wilayah Badung Utara dan Barat.
Hal ini dimungkinkan karena wilayah Badung Utara masih didominasi adanya lahan
pertanian, sehingga adanya limbah-limbah hasil pertanian tersebut dapat dimanfaatkan
sebagai pakan ternak. Demikian pula dengan wilayah Badung Barat, yang berbatasan
langsung dengan Kabupaten Tabanan, yang juga merupakan wilayah pertanian terluas di
Bali, petani/peternak juga memelihara ternak babi dan ternak-ternak lainnya, dimana pakan
ternak dapat diperoleh dengan mudah dan murah dari limbah-limbah hasil pertanian tersebut.
Oleh karena itu, pengambilan sampel ovarium babi di rumah potong tradisional/mandiri lebih
diarahkan pada wilayah Badung Utara dan Badung Barat.
Pengambilan sampel ovarium dilakukan pada 50 ekor induk babi (100 ovarium).
Pengambilan sampel ovarium juga dilakukan bertahap, mengingat jumlah ternak babi betina
yang dipotong tidak secara serentak dalam jumlah besar, dan juga ternak babi yang dipotong
di dominasi oleh ternak jantan kastrasi. Hal lain juga yang menyebabkan pengambilan sampel
secara bertahap adalah jadwal pemotongan ternak babi yang dilakukan di rumah potong
hewan tradisional/mandiri tersebut tidak teratur atau tidak secara rutin, tergantung pada
jumlah pesanan yang masuk, dan ada tidaknya hari raya adat/agama yang berlangsung. Oleh
karena itu, pengambilan sampel dilakukan secara bertahap, sampai dengan tujuh kali
pengambilan sampel, seperti yang tercantum dalam jadwal pengambilan sampel di bawah ini
(Tabel 1):
Tabel 1. Jadwal Pengambilan Sampel (ovarium babi betina)
No. Tanggal Jumlah Induk (ekor) 1 15 Mei 2015 5 2 19 Mei 2015 5 3 9 Juni 2015 3 4 19 Juni 2015 5 5 9 Juli 2015 5 6 13 Juli 2015 16 7 23 Juli 2015 11 8 Total 50
8
Pemilihan dan pengelompokan sampel dilaksanakan berdasarkan bobot badan (bobot
potong) induk tersebut, yaitu: < 90 kgm (A); 90-100 kg (B); >100 kg (C).
Gambar 1. Suasana pada salah satu rumah potong hewan – sampel organ reproduksi babi
Berat Ovarium
Pengamatan ovarium dilaksanakan di Lab. Reproduksi Ternak dan Lab. Tekhnologi
Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana, di Denpasar, di bantu oleh dua orang
mahasiswa, seperti yang tampak dalam gambar di bawah ini:
Gambar 2. Pengamatan ovarium babi – Folikel dan Corpus Luteum
Dari hasil pengamatan diperoleh hasil sebagaimana disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Rataan hasil pengamatan ovarium babi betina
Pengamatan Klp Kanan Kiri Berat ovarium (gr) A
B C
4,42 ± 0,45 5,85 ± 0,60 6,84 ± 0,88
5,74 ± 0,56 6,92 ± 0,91 7,65 ± 0,96
Rataaan 5,70 ± 1,22 6,77 ± 0,96 Jumlah Folikel (bh) A
B C
4,87 ± 1,12 6,27 ± 2,18 8,47 ± 2,41
8,13 ± 2,64 9,93 ± 2,63
11.27 ± 2,25b Rataan 6,54 ± 1,81 9,78 ± 1,58 Jumlah Corpus Luteum (bh) A
B C
3,00 ± 1,06 6,20 ± 1,52 7,27 ± 1,62
5,93 ± 1,94 9,33 ± 1,91 8,93 ± 1,86
Rataan 5,49 ± 2,22 8,06 ± 1,86 Keterangan: A: Bobot induk < 90 kg; B: Bobot induk 90-100 kg; C: Bobot induk > 100 kg
9
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan berat ovarium tertinggi terdapat pada
kelompok babi betina yang berbobot > 100 kg (Tabel 2). Hal ini mungkin disebabkan oleh
tingkat aktivitas ovarium tertinggi tercapai pada umur > 7 bulan dengan bobot > 100kg. Pada
periode ini, organ reprodukais telah berkembang dan siap untuk bereproduksi secara
sempurna. Menurut Toelihere (1993) dinyatakan bahwa ovarium babi berbentuk lonjong dan
menyerupai buah anggur karena banyaknya folikel dan atau corpus luteum. Berat ovarium
mencapai 3,0 – 7,0 gram. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ovarium kiri
umumnya lebih berat dbandingkan dengan ovarium kanan. Hal ini merupakan indikasi bahwa
aktivitas ovarium kiri lebih aktif dibandingkan dengan aktifitas ovarium kanan.
Jumlah Folikel dan Corpus Luteum
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum jumlah folikel dominan dan
corpus luteum pada ovarium kiri babi betina lebih banyak dibandingkan dengan ovarium
kanan untuk semua kelompok bobot badan babi betina yang dipotong (Tabel 2). Dari hasil
analisa menunjukkan bahwa kelompok babi betina dengan bobot badan < 90 kg (A), 90-100
kg (B), dan > 100 kg (C) mempunyai jumlah folikel dominan ovarium kiri yang nyata lebih
banyak (P< 0,05) dibandingkan dengan jumlah folikel dominan pada ovarium kanan.
Sedangkan untuk jumlah corpus luteum pada ovarium kiri nyata lebih banyak (P<0,05)
dibandingkan dengan jumlah corpus luteum pada ovarium kanan. Hal ini dimungkinkan oleh
tingginya aktivitas ovarium pada babi betina tersebut.
Banyaknya jumlah folikel dominan tidak sejalan dengan banyaknya jumlah corpus
luteum yang dihasilkan. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya folikel dominan yang tidak
berhasil diovulasikan sehingga jumlah corpus luteum berkurang. Hal ini sejalan dengan
pendapat Cambell et al. (2000) yang menyatakan bahwa banyaknya folikel yang mengalami
atresia sebelum berkembang sampai dewasa dan rusaknya dinding folikel dapat menunda
terjadinya ovulasi.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa rataan jumlah folikel dominan dan corpus
luteum terbesar pada ovarium kiri yang menandakan bahwa ovarium kiri lebih aktif
dibandingkan dengan ovarium kanan. Dan secara keseluruhan (berat ovarium, jumlah folikel
dominan, dan jumlah corpus luteum) tertinggi pada babi betina dengan bobot badan > 100 kg
10
yang menindikasikan bahwa sistem reproduksi pada kelompok babi betina tersebut telah
mampu bereproduksi dengan baik.
Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menganalisa ovarium babi betina, untuk mengetahui
lebih dalam lagi tentang aktivitas ovarium babi betina dari kajian biomolekuler.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih kepada Universitas Udayana (Fakultas Peternakan UNUD) atas dana penelitian
hibah Unggulan Program Studi, sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Adelin, T.E. 2001. Pola Estradiol dan Progesteron Serum pada Tikus yang Disuperovulasi dikaitkan dengan Kinerja Reproduksi selama Kebuntingan. Disertasi Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Ardana, I.B dan D.K.H. Putra. 2008. Ternak Babi Manajemen Reproduksi, Produksi dan Penyakit. Udayana University Press. Denpasar.
Campbell NA, Reece JB, dan Mitchell LG. 2000. Biologi. Erlangga, Jakarta.
Djanuar, R. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Feradis. 2010. Reproduksi Ternak. Alfabeta. Bandung.
Hafez B, Hafez ESE. 2000. Reproductive Behavior. In: Hafez ESE, Hafez B, editor. Reproduction in farm Animals.7th Ed. USA: Williams & Wilkins.
Siagian H. Pollung. 1999. Manajemen Ternak Babi, Diktat Kuliah Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sihombing, D.T.H., 2006. Ilmu Ternak Babi. Ed.2. Gadjah Mada University Press. Bulaksumur, Yogyakarta 55281.
Steel., G.D., and J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika (terjemahan). PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sudijono, A. 2008. Pengantar Statistika Pendidikan. Raja Grafindo. Jakarta.
Toelihere M.R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa. Bandung.