Upload
amy-singleton
View
35
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
referat mata merupakan salah satu syarat dalam menempuh kepanitraan mata pada pendidikan dokter umum.
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1LATAR BELAKANG
Katarak atau kekeruh pada lensa dapat terjadi akibat hidrasi lensa, denaturasi protein
lensa, presipitasi protein atau bahan lainnya sehubungan dengan proses degenerasi atau
bertambahnya usia. Katarak bisa terjadi di satu atau kedua mata biasanya berkembang
secara perlahan sehingga seringkali tidak disadari oleh penderitanya. Jumlah dan bentuk
kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi. Jika katarak hanya terjadi pada sisi
luar lensa mata, tidak ada perubahan penglihatan yang berarti. Tapi jika katarak terjadi
dekat pusat lensa, akan timbul gangguan penglihatan. Alasan mengapa katarak terjadi
seiring dengan bertambahnya usia tidak diketahui pasti, tetapi radiasi ultraviolet, terutama
dari matahari, dianggap berperan terhadap perubahan kimia pada lensa yang selanjutnya
menjadi katarak. Pada penelitian yang dilakukan Laurentina Mihardja, dkk (Gizi Indon
2008, 31(2):83-91) disebutkan bahwa radiasi ultra violet (UV) dapat mengeruhkan lensa
dengan membentuk fragmen kimia yang sangat reaktif yang disebut radikal bebas.
Selanjutnya radikal bebas ini akan merusak struktur lensa. Katarak berkembang dengan
lambat, penglihatan berangsur-angsur terganggu sampai gangguan tersebut menjadi
demikian parah. Faktor resiko lainnya seperti Diabetes Mellitus (DM), trauma, kebiasaan
merokok, Indeks Massa Tubuh (IMT) juga ikut serta dalam angka kejadian katarak.
Berdasarkan Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-1996
prevalensi katarak pada beberapa propinsi yang dapat mewakili Indonesia sebesar 7,3
persen. Prevalensi katarak pada kelompok usia 55-64 tahun sebesar 33,4 persen, dan
pada usia lebih 65 tahun 62,2 persen. Prevalensi katarak di daerah pedesaan 6,29 persen,
lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan 4,5 persen. Besarnya jumlah penderita
katarak di Indonesia diperkirakan berbanding lurus dengan jumlah penduduk usia lanjut.
Jumlah penderita akan meningkat seiring dengan terjadinya peningkatan usia lanjut.
Mengikuti kemajuan dan peningkatan suatu bangsa DM menjadi penyakit metabolik
yang berhubungan dengan perubahan life style dan merupakan faktor resiko katarak.
Beberapa penelitian menemukan bahwa penderita DM mempunyai kemungkinan
menderita katarak 1,6 kali lebih tinggi dari orang yang tidak DM. Penelitian lain
menemukan bahwa IMT yang kurang (< 18,5) memiliki kemungkinan terkena katarak 4,3
kali lebih tinggi dari yang memiliki IMT normal. Katarak dapat dicegah, ditunda,
diperlambat dan mungkin sembuh pada tahap awal dengan memperbaiki secara tuntas
penyebab penyakit dan/atau faktor resikonya. Selain itu prevalensi katarak di daerah
belum terlalu banyak khususnya di Kecamatan Plaju, Kota Palembang, Provinsi Sumatra
Selatan. Maka dari itu untuk mengetahui bagaimana prevalensi katarak dengan/tanpa DM
dan IMT, dan mencari bagaimana hubungan antara katarak dengan DM dan IMT ingin
melakukan penelitian dengan judul Prevalensi Katarak Senilis dan Hubungan Faktor
Resiko Diabetes Melittus dan Indeks Masa Tubuh di Kecamatan Plaju, Palembang
Tahun 2012.
1.2RUMUSAN MASALAH
Berapa prevalensi katarak senilis untuk Kecamatan Plaju pada tahun 2012 dan
hubunganya dengan Diabetes Melittus dan Indeks Massa Tubuh?
1.3TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan Umum:
Mendapatkan prevalensi katarak, faktor resiko yang mempengaruhi untuk
Kecamatan Plaju.
1.3.2 Tujuan Khusus:
a. Untuk mengetahui gambaran kesehatan mata responden di wilayah
Kecamatan Plaju.
b. Untuk mengetahui gambaran prevalensi katarak di wilayah Kecamatan
Plaju.
c. Untuk mengetahui gambaran prevalensi katarak senilis di wilayah
Kecamatan Plaju.
d. Untuk mengetahui gambaran faktor resiko yang paling banyak
mempengaruhi katarak di wilayah Kecamatan Plaju.
e. Untuk mengetahui gambaran prevalensi katarak dengan diabetes melittus
di wilayah Kecamatan Plaju.
f. Untuk mengetahui gambaran prevalensi katarak dengan indeks masa tubuh
di wilayah Kecamatn Plaju.
g. Untuk mengetahui gambaran hubungan katarak dengan diabetes melittus.
h. Untuk mengetahui gambaran hubungan katarak dengan indeks masa tubuh.
1.4MANFAAT PENELITIAN
1. Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar S.Ked.
2. Dengan penelitian ini dapat diketahui data penderita katarak di Kecamatan Plaju.
3. Dapat diketahui faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap angka kejadian
katarak.
4. Dapat dibuat kebijakan yang dapat mengurangi angka kejadian katarak dengan faktor
risiko yang berpengaruh di kecamatan Plaju.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KATARAK
2.1.1 Definisi
Katarak adalah keadaan perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan
tembus cahaya menjadi keruh dapat menyebabkan terjadinya katarak kongenital,
katarak pada anak-anak atau dewasa muda, dan katarak pada usia lanjut (diatas 50
tahun) atau katarak senilis yang bisa dikarenakan akibat hidrasi (penambahan
cairan) lensa, denaturasi protein lensa, trauma, presipitasi protein atau bahan
lainnya sehubungan dengan proses degenerasi atau bertambahnya usia.
Katarak bisa terjadi di satu atau kedua mata biasanya berkembang secara
perlahan sehingga seringkali tidak disadari oleh penderitanya. Jumlah dan bentuk
kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi. Jika katarak hanya terjadi pada
sisi luar lensa mata, tidak ada perubahan penglihatan yang berarti. Tapi jika
katarak terjadi dekat pusat lensa, akan timbul gangguan penglihatan. Penderita
katarak tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh
menyebabkan cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang
kabur pada retina.
2.1.2 Etiologi
Penyebab pasti katarak sampai sekarang belum diketahui. Banyak dikatakan
perubahan lensa pada usia lanjut menjadi penyebab kejadian katarak
Lensa adalah struktur bikonveks yang transparan dibungkus oleh capsula
transparan. Lensa terletak di belakang iris dan di depan corpus vitreum serta
dikelilingi processusciliaris. Lensa tidak memiliki pembuluh darah dan inervasi
syaraf sehingga bergantung sepenuhnya pada humor aquosus sebagai pemberi
makanan dan mengakut hasil-hasil metabolism. Lensa terdiri dari kapsula elastik,
epithelium kuboideum, dan fibrae lentis. Fungsi dari lensa sebagai merefreksikan
cahaya, akomodasi dan dapat mengatur kejernihannya sendiri. Multifaktor yang
dapat menyebabkan katarak:
a. Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan pengaruh genetik
b. Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuat mempunyai efek
buruk terhadap serabu-serabut lensa.
c. Faktor imunologik
d. Gangguan metabolisme umum
e. Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi, gangguan
permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya matahari.
f. Trauma mata, infeksi
g. Degenerasi Lensa
1. Kapsula elastic, yang membungkus struktur
o Menebal dan kurang elastik (1/4 dibanding anak)
o Mulai presbiopia
o Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
o Terlihat bahan granular
2. Epithelium kuboideum, yang terbatas pada permukaan anterior lensa
o Makin tipis
o Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat
o Tinggi sel epitel berkurang dan lebarnya bertambah
o Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
3. Fibrae lentis (Serat lensa), yang dibentuk dari ephitelium kuboideum pada
equator lentis.
o Lebih irregular
o Pada korteks jelas kerusakan serat sel
o Brown sclerotic nucleus, sinar UV lama kelamaan merubah protein
nucleus (histidin, triptofan, metionin, sistein, dan tirosin) lensa
o Korteks tidak berwarna karena :
Kadar as. Askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi
Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda
2.1.3 Epidemiologi
Katarak merupakan penyebab kebutaan di dunia saat ini yaitu setengah dari 45
juta kebutaan yang ada. 90% dari penderita katarak berada di negara berkembang
seperti Indonesia, India dan lainnya. Di Asia Tenggara Indonesia menjadi negara
paling tinggi menderita katarak sekitar 1,5%. Katarak juga merupakan penyebab
utama kebutaan di Indonesia, yaitu 50% dari seluruh kasus yang berhubungan
dengan penglihatan
Prevalensi katarak senilis cendrung meningkat sesuai bertambahnya usia. Pada
kelompok usia 60 tahun, diperkirakan separuhnya mengalami kekeruhan lensa dan
pada kelompok usia 80 tahun/lebih tua, hampir seluruhnya mengalami kekeruhan
lensa. Berdasarkan Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun
1993-1996 prevalensi katarak pada beberapa propinsi yang dapat mewakili
Indonesia sebesar 7,3 persen. Prevalensi katarak pada kelompok usia 55-64 tahun
sebesar 33,4 persen, dan pada usia lebih 65 tahun 62,2 persen. Prevalensi katarak
di daerah pedesaan 6,29 persen, lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan 4,5
persen.
2.1.4 Faktor resiko
Katarak adalah penyakit degeneratif yang dipengaruhi oleh berbagai macam
faktor, baik faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik yang
berpengaruh seperti factor usia, jenis kelamin, etnis dan faktor genetik, sedangkan
factor ekstrinsik yang berpengaruh seperati faktor panjanan kronis terhadap ultra
violet, infla merah atau sinar matahari, derajat sosial ekonomi, status pendidikan,
status kesehatan, faktor lingkungan, merokok, alcohol, nutrisi, multivitamin dan
myopia.
a. Usia
Katarak sinilis merupakan penyakit idopatik, umumnya terjadi pada
usia diatas 50 tahun, prevalensinya cendrung bertambah sesuai dengan
penambahan usia. Penelitian yang dilakukan Laurentia Mihardja dkk
menunjukkan usia 55 tahun/lebih tua beresiko menderita katarak 30,6 kali
lebih tinggi dibandingankan dengan usia kurang dari 55 tahun.
Penelitian lain melaporkan pada usia 55-64 tahun didapatkan hampir
40% dengan kekeruhan lensa dan 5% dengan katarak penuh,. Pada usia 65-74
tahun didapatkan 70% dengan kekeruhan lensa dan 18% dengan katarak
penuh. Pada usia 75-84 tahun lebih dari 90% dengan kekeruhan pada lensa
dan hamper separuhnya dengan katarak penuh.
b. Jenis Kelamin
Pada penelitian beberapa negara melaporkan bahwa katarak banyak
terjadi pada wanita. Di India didapatkan 51% penderita katarak adalah
wanita. Namun hal ini mungkin berhubungan dengan faktor lain. Faktor lain
tersebut adalah relative kurang baiknya secara umum akses kesehatan
terhadap wanita di suatu negara. Selain itu perlu juga memperhitungkan
angka harapan hidup yang lebih tinggi pada wanita di beberapa negara
c. Diabetes Mellitus
Diabettes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada
DM berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau
kegagalan organ tubuh, terutama mata, gunjal,saraf, jantung dan pembuluh
darah. Adanya peningkatan metabolism glucose dalam lensa, menyebabkan
penimbunan sorbitol yang dianggap berhubungan dengan perubahan osmotic,
dan akhirnya menyebabkan kekeruhan lensa.
Risiko katarak dilaporkan tinggi pada penderita DM, kadar gula darah
normal tinggi, kerusakan ginjal, dan penggunaan steroid. Penderita DM
menderita katarak 1,6 kali lebih sering, terjadi pada usia lebih muda, dan
lebih cepat memburuk dibandingkan orang yang tidak DM.
d. Indeks Massa Tubuh
Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan indikator yang paling sering
digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan kurang,
normal, lebih dan obes pada orang dewasa dengan cara menghitung berat
badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi dalam meter kuadrat (m2).
Klasifikasi IMT berdasarkan WHO
Klasifikasi IMT (kg/m2)Berat Badan Kurang < 18,5
Kisaran Normal 18,5 – 24,9Berat Badan Lebih > 25
Pra-Obes 25,0 – 29,9Obes Tingkat I 30,0 – 34,9Obes Tingkat II 35,0 – 39,9Obes Tingkat III > 40
Tabel 1.Klasifikasi IMT berdasakan WHO
Penelitian terakhir menunjukkan IMT < 18,5 (gizi kurang)
mempunyai kemungkinan menderita katarak 4,3 kali dibanding responden
dengan status gizi normal.
2.1.5 Jenis katarak senilis
a. Berdasarkan stadiumnya katarak senilis dibagi menjadi
1. Insipient
2. Imatur
3. Matur
4. Hiperatur
Table 2. Perbedaan stadium katarak sinilis
b. Berdasarkan letak anatomi kelainan dibagi menjadi
1. Kortikal
2. Nuklear
3. Subkapsula
c. Berdasarkan gejala Klinis:
1. Katarak insipient
Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menujuu korteks anterior
dan posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat didalam korteks
2. Katarak intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degenerative
menyerap air.
Masuknya air ke dalam celah lensa menyebabkan lensa menjadii bengkak dan
besar yang akan mendorong iris sehiingga bilik mata menjadi dangkal.
Pencembungan lensa akan memberikan penyulit glaucoma.
3. Katarak imatur
Sebagian lensa keruh atau katarak. Katarak yang belum negenai seluruh lapis
lensa. Pada katarak imatur dapat berambah besar lensa akibat meningkatnya
tekanan osmotic. Pada saat lensa mencembung akan dapat meimbulkan
hambatan pupil, sehingga terjadi glaucoma sekunder.
4. Katara matur
Kekeruhan telah terjadi pada selurh masa lensa. Kekeruhan ini bias akibat
deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen tidak
dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali pada
ukuran normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan
mengakibatkan kalsifikasi kensa
5. Katarak hipermatur
Katarak yang telah mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras
atau lembek dan mencair. Bila proses katrak berjalan lanjut dan disertai
dengan kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak
dapat keluar, maka akan memperlihatkan bentuk sebagai kantong susu
disertai nucleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat
(katarak morgagni)
2.1.6 Gejala Klinis
a. Distrorsi Penglihatan, penglihatan yang semakin kabur dan penglihatan tidak
jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
b. Pada stadium insipient, pembentukan katarak penderita mengeluh penglihatan
jauh yang kabur dan penglihatan dekat mungkin sedikit membaik, sehingga pasien
dapat membaca lebih baik tanpa kacamata (“second sight”).
c. Pada stadium insipient terjadi miopia ini disebabkan oleh peningkatan indeks
refraksi.
d. Peka terhadap sinar atau cahaya.
e. Dapat melihat dobel pada satu mata.
f. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
g. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
2.1.7 Cara mendiagnosis
Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pemeriksa awam sampai
menjadi cukup padat (matur atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan.
Katarak pada stadium dini, dapat diketahui melalui pupil yang dilatasi
maksimum dengan oftalmoskop, kaca pembesar atau slit lamp. Dengan torch atau
slit lamp terlihat buram/keruh putih keabu-abuan di oblique illumination.
Kekeruhan putih keabu-abuan dapat dilihat dalam pencahayaan miring oleh senter
atau slit lamp di bagian optik. Oftalmoskop berguna sebagai indikator penting
gejala klinik katarak. Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan
semakin padatnya kekeruhan lensa, hingga reaksi fundus hilang. Dengan
oftalmoskop pada jarak sekitar 15 cm akan terlihat sebagai daerah gelap pada
siluet terhadap refleks merah di daerah pupil. Kekeruhan ini juga terlihat saat
dilakukan retinoscopy.
Derajat klinis pembentukan katarak dinilai terutama dengan uji ketajaman
penglihatan Snellen.
2.1.8 Tatalaksana
Katarak senilis penanganannya harus dilakukan pembedahan atau operasi.
Tindakan bedah ini dilakukan bila telah ada indikasi bedah pada katarak senil,
seperti katarak telah mengganggu pekerjaan sehari-hari walapun katarak belum
matur, katarak matur, karena apabila telah menjadi hipermatur akan menimbulkan
penyulit (uveitis atau glaukoma) dan katarak telah telah menimbulkan penyulit
seperti katarak intumesen yang menimbulkan glaucoma. Ada beberapa jenis
operasi yang dapat dilakukan, yaitu:
a. ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction), atau operasi katarak intrakapsula
1. Pembedahan menggunakan mikroskop dan pemakaian alat khusus
sehingga penyulit tidak banyak
2. Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul.
3. Dapat dilakukan pada zonula zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan
mudah putus
4. Tidak menyebabkan katarak sekunder dan merupakan tindakan
pembedahan yang sangat lama popular.
5. Kontraindikasi pada pasien kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai
ligament hialoidea kapsular.
6. Penyulit yang dapat terjadi astigma, glaucoma, uveitis, endoftalmitis,
dan pendarahan
b. ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) atau operasi katarak
ekstrakapsula
1. Pembedahan mengeluarkan isi lensa dengan memecahkan atau merobek
kapsul lensa anterior sehingga mata lensa dan korteks lensa dapat keluar
melalui robekan tersebut.
2. Termaksud dalam golongan ini ekstrasi linear, aspirasi dan irigasi
3. Indikasi dilakukan pembedahan
o Katarak muda
o Pasien dengan kelaianan endotel
o Perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular
o Kemungkinan akan dilakukan bedah glaukoma
o Mata dengan predisposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca
o Mengalami ablasi retina
o Mata dengan sitoid macula edema
o Pasca bedah ablasi
o Mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti
prolaps badan kaca
4. Penyulit yang dapat timbul terjadinya katarak sekunder
5. Jenis-jenis ECCE
o ECCE konvensional
o SICS (Small Incision Cataract Surgery)
o Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification)
Fekoemulsifikasi merupakan bentuk ECCE yang terbaru dimana
menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan nucleus
sehingga material nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi ±
3 mm11.
2.1.9 Komplikasi
a. Komplikasi katarak mulai dari gangguan penglihatan sampai kebutaan.
b. Komplikasi pembedahan katarak antara lain:
1. Ruptur kapsul posterior
2. Glaukoma
3. Uveitis
4. Endoftalmitis
5. Perdarahan suprakoroidal
6. Prolap iris
2.2 STRUKTUR GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI KECAMATAN PLAJU
Kecamatan Plaju merupakan salah satu daerah yang berada di Palembang, Sumatra
Selatan. Secara geografis Kecamatan Plaju berada pada 2o 59’ Lintang selatan, 104o 47’
Bujur Timur. Kecamatan Plaju terdiri dari 7 kelurahan dengan total penduduk 79.096
jiwa.