41
TUGAS ADMINISTRASI KEBIJAKAN KESEHATAN ANALISA KEBIJAKAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA DISUSUN OLEH: KELOMPOK 2 1. ANDHY NOFALIZA (117032161) 2. CHRISTINE VITA GLORIA PURBA (117032162) 3. DELI SYAPUTRI (117032163) 4. FITRI DIAN NILA SARI (117032164) 5. HALIMAH FITRIANI PANE (117032165) PROGRAM STUDI PASCA SARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Kebijakan Jamsosnas Di Indonesia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kebijakan Jamsosnas Di Indonesia

Citation preview

Page 1: Kebijakan Jamsosnas Di Indonesia

TUGAS ADMINISTRASI KEBIJAKAN KESEHATAN

ANALISA KEBIJAKAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA

DISUSUN OLEH:KELOMPOK 2

1. ANDHY NOFALIZA (117032161)2. CHRISTINE VITA GLORIA PURBA (117032162)3. DELI SYAPUTRI (117032163)4. FITRI DIAN NILA SARI (117032164)5. HALIMAH FITRIANI PANE (117032165)

PROGRAM STUDI PASCA SARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

MAGISTER KESEHATAN LINGKUNGAN INDUSTRI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011/ 2012

Page 2: Kebijakan Jamsosnas Di Indonesia

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya semua kegiatan manusia itu memiliki resiko. Risiko adalah faktor

ketidakpastian dari suatu aktivitas yang kita lakukan baik dalam hubungan kerja maupun di

luar hubungan kerja. Pengertian lain dari risiko adalah potensi kehilangan atau kerugian.

Risiko dapat dibedakan atas tiga (3) hal: yaitu risiko finansial, risiko operasional dan risiko

murni.

Risiko murni atau risiko pasti (pure-risk) adalah potensi kerugian karena peristiwa

yang berulang-ulang seperti sakit dan kecelakaan menyusul adanya peristiwa yang tidak

berulang-ulang atau terjadi sekali secara alami seperti menjadi tua serta meninggal dunia.

Kemudian risiko murni yang dimaksud tidak berhubungan dengan peristiwa orang per

orangan melainkan bersifat kolektif dalam komunitas, karena dalam mekanisme

pengelolaannya diperlukan pemusatan risiko untuk keperluan mitigasi risiko secara merata.

Selain risiko-risiko murni sebagaimana disebutkan di atas, juga terdapat resiko sisa, yaitu

suatu risiko yang akan dihadapi komunitas tertentu apabila pemerintah memberlakukan

kebijakan kontrak kerja dan kebijakan pembatasan subsidi BBM. Komunitas tertentu yang

dimaksudkan adalah tenaga kerja sebagai penerima upah minimum yang bersifat rentan

miskin bisa jadi miskin, kemungkinan kehilangan pekerjaan yang berarti kehilangan

penghasilan. Penanganan risiko sisa sebaiknya tidak dikelola sendiri melainkan dialihkan

dalam skema asuransi sosial atau jaminan sosial agar penanganannya menjadi lebih efektif

dan pendanaannya dapat dipikul bersama atau dilakukan dengan gotong royong.

Dalam kontek ini, asuransi sosial atau jaminan sosial adalah sebuah sistem proteksi

bagi komunitas khususnya tenaga kerja melalui fungsi manajemen risiko yang antara lain

melakukan identifikasi, analisis dan mitigasi risiko untuk penanganan yang efektif terhadap

peristiwa-peristiwa sakit, kecelakaan, kematian prematur, pemutusan hubungan kerja (PHK)

sebelum usia pensiun dan PHK karena usia pensiun. Dengan kata lain, jaminan sosial adalah

skema preventif atau program pencegahan sebagai sistem yang tak berdiri sendiri. Karena

jaminan sosial sebagai sebuah sistem, maka diperlukan prasarana umum dan kesehatan yang

difasilitasi oleh pemerintah pusat dan pemerintah-pemerintah daerah serta operator yang

handal sebagai badan penyelenggara yang independen. Semua peristiwa, kecuali peristiwa

kematian, pada dasarnya dapat dicegah. Sifat pencegahan satu sama lain tidak sama. Sifat

pencegahan terhadap perisitwa sakit tak terstruktur, sedangkan pencegahan terhadap

peristiwa kecelakaan kerja bersifat terstruktur.

Page 3: Kebijakan Jamsosnas Di Indonesia

Adapun peristiwa PHK sebelum usia pensiun bisa jadi pasti dan tidak pasti tergantung

dari intervensi serikat pekerja. PHK sebelum usia pensiun dapat diatasi dengan penempatan

kerja melalui pasar tenaga kerja. Dengan memperkerjakan kembali tenaga kerja yang ter-

PHK, maka kepesertaan dalam sistem jaminan sosial khususnya ”Jaminan Sosial Tenaga

Kerja (Jamsostek)” dapat berkelanjutan hingga mencapai usia pensiun.

Apakah implementasi sistem jaminan sosial khususnya penyelenggaraan program

Jamsostek yang berdasarkan UU No 3 Tahun 1992 sudah sesuai kaidah, asas dan prinsip

yang berlaku secara universal? Maka dalam makalah ini akan dilakukan telaah terhadap

penyelenggaraan sistem jaminan sosial di Indonesia dengan melakukan analisis komparasi

terhadap penyelenggaraan sistem jaminan sosial di Amerika Serikat, Korea Selatan dan China

sebagai salah satu bentuk metodologi dalam penulisan makalah ini. Dalam telaah tersebut

akan diawali dengan deskripsi tentang filosofi, definisi, asas dan prinsip jaminan sosial yang

diadopsi dari UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Kemudian hasil dari analisis komparasi di ketiga negara tersebut dapat digunakan sebagai

salah satu masukan bagi pemerintah dalam menyempurnakan dan atau memperbaiki sistem

jaminan sosial di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah dari makalah ini yaitu,

bagaimanakah implementasi sistem jaminan sosial di Indonesia.

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui implementasi sistem jaminan sosial di Indonesia.

2. Untuk mengetahui

Page 4: Kebijakan Jamsosnas Di Indonesia

II. FILOSOFI, DEFINISI, ASAS, PRINSIP JAMINAN SOSIAL, TATA KELOLA DAN

BEBARA SARANA YANG DIPERLUKAN SEBAGAI PRASYARAT DALAM

PENYELENGGARAAN SISTEM JAMINAN SOSIAL

1. Filosofi Jaminan sosial

Jaminan sosial adalah sistem proteksi yang diberikan kepada orang per orang untuk

mencegah kemiskinan, karena risiko risiko sosial ekonomi yang kemungkinannya dapat

menimbulkan hilangnya pekerjaan. Karena itu, jaminan sosial sebagai salah satu pilar

kesejahteraan yang bersifat operasional.

Sistem jaminan sosial adalah lintas disiplin ilmu ekonomi, hukum, sosial dan ilmu

pemerintahan. Jaminan sosial dalam dimensi ekonomi adalah faktor investasi terhadap iuran

yang belum jatuh tempo dan faktor konsusmsi dalam bentuk pemberian manfaat tunai.

Kemudian jaminan sosial dalam dimensi hukum adalah bahwa implementasi jaminan sosial

berdasarkan UU jaminan sosial sebagai tindak-lanjut dari UUD 1945 yang berarti terkait

dengan hukum tata negara sedang pelanggaran terhadap UU jaminan sosial terkait dengan

hukum pidana. Operasionalisasi jaminan sosial dalam dimensi sosial adalah prinsip gotong

royong baik vertikal antar penghasilan yang berbeda maupun horizontal antar generasi.

Adapun jaminan sosial dalam dimensi ilmu pemerintahan terkait dengan tata kelola,

tata pamong dan hubungan pelembagaan antara BPJS sebagai penyelenggara serta lembaga

pemerintah sebagai regulator yang sekaligus fasilitator terhadap penyelenggaraan jaminan

sosial yang berkelanjutan. Implementasi sistem jaminan sosial sarat dengan intervensi politik,

tekanan masyarakat dan kemauan politik pemerintah. Konsekuensi penyelenggaraan jaminan

sosial diperlukan pendanaan yang terus menerus, karena jaminan sosial sebagai program

permanen seumur hidup. Karena itu pendanaan sistem jaminan sosial melibatkan seluruh

pemegang kebijakan yang meliputi pemberi kerja, penerima kerja dan pemerintah. Perlu

dicatat, bahwa program jaminan sosial yang didanai oleh peserta tidak berarti tidak didanai

oleh pemerintah. Pemerintah berkewajiban mendanai program jaminan sosial apabila

penyelenggaraannya mengalami defisit karena krisis ekonomi.

Kunci sukses dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial adalah pelaksanaan

penindakan hukum yang efektif. Ketidak-konsistenan dalam penindakan hukum terjadi

karena terbatasnya anggaran pengawasan, terbatasnya kualitas pengawas tenaga kerja dan

terbatasnya kewenangan badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS). Sukses tidaknya dalam

implementasi sistem jaminan sosial tergantung dari kondisi ekonomi, situasi ketenaga-

kerjaan, kemampuan pemerintah dalam menciptakan lapangan pekerjaan, memberlakukan

upah memadai dan mengkondisikan kenyamanan kerja, karena prinsip bekerja berbasis pada

Page 5: Kebijakan Jamsosnas Di Indonesia

pekerjaan yang berkelanjutan. Karena itu, lapangan pekerjaan atau pekerjaan yang bersifat

tetap merupakan landasan yang kuat bagi BPJS dalam perluasan kepesertaan sistem jaminan

sosial yang efektif dan berkelanjutan.

2. Kesejahteraan Sosial

Kesejahteraan sebagaimana dijelaskan dalam filosofi jaminan sosial adalah

tercapainya kondisi keamanan ekonomi yang ditandai dengan terkendalinya inflasi dan

rendahnya tingkat pengangguran. Tercapainya keamanan ekonomi belum tentu

memperlihatkan adanya kemakmuran orang per orang. Indonesia pernah mengalami

keamanan ekonomi yang ditandai dengan tingginya pertumbuhan ekonomi dengan rata-rata

6-7% per tahun selama periode 1987-1996. Akan tetapi dengan tercapainya keamanan

ekonomi belum tentu berhasil dalam menyelenggarakan sistem jaminan sosial dengan

kepesertaan universal. Untuk mengetahui adanya kemakmuran orang per orang perlu dilihat

dari sukses dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial, karena dalam operasionalisasi

sistem jaminan sosial telah dilakukan pendataan perusahaan dan tenaga kerja termasuk

pendaftaran penduduk miskin dalam program bantuan sosial.

Menurut UU No 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, kesejahteraan sosial

adalah suatu kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar

dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi

sosialnya. Adapun pemahaman kesejahteraan sosial secara operasional adalah upaya yang

terarah, terpadu dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan

masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga

negara, yang meiliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, dan perlindungan sosial.

Implementasi kesejahteraan atau kesejahteraan sosial mengacu pada konsep ekonomi

dasar, yaitu teori preferensi, selera dan atau nilai ekonomi. Karena itu teori kesejahteraan

adalah interaksi dari preferensi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.

Secara esensi, program kesejahteraan sosial ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar

manusia dalam tiga (3) dimensi, yaitu material, spiritual dan sosial. Teori kesejahteraan

adalah konsep kebutuhan dasar bagi masyarakat yang membutuhkannya agar dapat

melaksanakan kembali fungsi-fungsi sosialnya. Jaminan sosial melakukan mitigasi risiko

dalam menetapkan besarnya kompensasi penghasilan dengan menetapkan besarnya income

substitute maksimal 2/3 dari penghasilan tenaga kerja yang masih aktif.

Page 6: Kebijakan Jamsosnas Di Indonesia

3. Definisi

Jaminan sosial sebagai pilar utama kesejahteraan sosial dalam implementasinya perlu

ditopang dengan berbagai persyaratan yang antara lain adanya lapangan pekerjaan,

terbentuknya pasar tenaga kerja yang independen dan fasilitas fasilitas lain untuk

memperlancar operasionalisasi program program jaminan sosial oleh badan badan

penyelenggara jaminan sosial. Beberika beberapa pengertian atau definisi tentang konsep

jaminan sosial sebagai acuan dalam merumuskan kebijakan sosial:

a. Pasal 3 UU No. 3/1992 tentang Jamsostek mendefinisikan jaminan sosial tenaga kerja

(Jamsostek) sebagai suatu proteksi bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang

sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan

sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan

kerja, sakit, hamil, hari tua dan meninggal dunia.

b. Rejda (1994) mendefinisikan bahwa jaminan sosial sebagai skema preventif bagi

komunitas yang bekerja terhadap peristiwa ketidakamanan ekonomi seperti inflasi,

flukstuasi kurs dan penganggutan sebagai akibat kebijakan publik yang bersifat ekspansif

sehingga menimbulkan penurunan daya beli masyarakat bahkan rentan miskin dan

miskin sama sekali. Karena itu diperlukan jaring pengaman sosial atau program

pemberdayaan untuk memulihkan kondisi masyarakat yang mengalami penurunan daya

beli.

c. Konstitusi ISSA 1998 mengartikan jaminan sosial sebagai suatu program perlindungan

dengan kepesertaan wajib yang berdasarkan UU Jaminan Sosial, kemudian dengan

memberikan manfaat tunai maupun pelayanan kepada setiap peserta beserta keluarganya

yang mengalami peristiwa-peristiwa kecelakaan, pemutusan hubungan kerja sebelum

usia pensiun, sakit, persalinan, cacat, kematian prematur dan hari tua.

d. Konvensi ILO 1998 memberikan pemahaman tentang jaminan sosial sebagai sistem

proteksi yang dipersiapkan oleh masyarakat (pekerja) itu sendiri bersama pemerintah

untuk mengupayakan pendanaan bersama guna membiayai program-program jaminan

sosial sebagaimana tertuang dalam seperangkat kebijakan publik yang pada umumnya

dalam bentuk UU Sistem Jaminan Sosial. Jika tidak, maka akan terjadi kemungkinan

hilangnya penghasilan atau bahkan hilangnya pekerjaan sebagai akibat adanya peristiwa

peristiwa sakit-persalinan, kecelakaan kerja, kematian prematur, PHK sebelum usia

pensiun, cacat sementara atau cacat tetap, hari tua dan penurunan penghasilan keluarga

karena dampak kebijakan publik.

Page 7: Kebijakan Jamsosnas Di Indonesia

e. Pasal 1 Ketentuan Umum UU No. 40/2004 tentang SJSN mendefinisikan jaminan sosial

sebagai salah satu bentuk perlindungan untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat

memenuhi kebutuhan hidupnya yang layak. Adapun SJSN itu sendiri sebagai suatu tata-

kelola penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara

jaminan sosial.

f. Purwoko (2006) menyatakan bahwa jaminan sosial sebagai salah satu faktor ekonomi

yang memberikan manfaat tunai kepada peserta sebagai pengganti penghasilan yang

hilang, karena peserta mengalami berbagai musibah seperti sakit, kecelakaan, kematian

prematur, pemutusan hubungan kerja sebelum usia pensiun dan hari tua.

Penyelenggaraan sistem jaminan sosial ini bersifat nasional sesuai UU Jaminan Sosial

dimana pendanaannya berasal dari iuran iuran peserta yang terdiri dari iuran pemberi kerja

dan pekerja. Adapun iuran yang belum jatuh tempo berfungsi sebagai tabungan dan atau

investasi sedang iuran yang telah jatuh tempo merupakan fungsi konsumsi.

Definisi atau pemahaman tentang konsep jaminan sosial sebagaimana dikemukakan di

atas mengandung kesamaan esensi, yaitu suatu skema proteksi yang ditujukan untuk tindakan

pencegahan khususnya bagi masyarakat yang memiliki penghasilan terhadap berbagai risiko /

peristiwa yang terjadi secara alami seperti sakit, kecelakaan, kematian prematur, PHK

sebelum usia pensiun dan hari tua. Timbulnya peristiwa tersebut dapat mengakibatkan

hilangnya sebagian atau keseluruhan penghasilan masyarakat. Karena itu, diperlukan

pendanaan secara bersama antara pemberi kerja atau perusahaan, penerima kerja atau pekerja

dan pemerintah. Keunikan dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial adalah bahwa

pemerintah disamping sebagai regulator, juga bertindak sebagai fasilitator termasuk terlibat

dalam pembiayaan program apabila diperlukan karena adanya krisis ekonomi. Pemerintah

tidak boleh menyelenggarakan sistem jaminan sosial termasuk program bantuan sosial yang

didanai dari APBN kecuali sebagai regulator dan fasilitator, karena terkait prinsip tata kelola

pemerintahan yang baik.

4. Asas, Tujuan, Prinsip dan Tata Kelola Penyelenggaraan

Setelah kita memahami beberapa definisi sistem jaminan sosial yang digunakan

sebagai acuan dalam merumuskana kebijakan jaminan sosial, maka berikut ini dipaparkan

asas, tujuan, prinsip dan tata-kelola penyelenggaraan sistem jaminan sosial agar dapat

dipertanggungjawabkan secara terbuka kepada anggota masyarakat sebagai komponen

pemangku kepentingan yang terbesar.

Page 8: Kebijakan Jamsosnas Di Indonesia

a. Asas-asas jaminan sosial mencakup kemanusiaan, manfaat dan keadilan. Asas

kemanusiaan adalah asas yang berhubungan dengan martabat manusia bahwa untuk

menjunjung harga diri manusia diperlukan sistem jaminan sosial sebagai hak dasar bagi

seluruh penduduk. Hak dasar bagi seluruh penduduk untuk memperoleh jaminan sosial

dinyatakan dalam pasal-pasal 28-h dan Pasal 34 UUD 1945 yang selanjutnya ditindak-

lanjuti dengan Pasal 2 UU No 40/2004 tentang SJSN. Adapun asas manfaat jaminan

sosial biasanya berupa pemberian nilai tunai dan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan

dasar hidup yang layak seperti pangan, sandang, papan dan kebutuhan medis dasar.

Pemberian manfaat jaminan sosial berasaskan keadilan dalam arti bahwa manfaat yang

diberikan berlaku bagi seluruh warga negara kaya, hampir miskin atau miskin, karena

jaminan sosial bersifat permanen seumur hidup. Ketiga asas tersebut merupakan

landasan dalam implementasi sistem jaminan sosial berkelanjutan.

b. Agar terwujud penyelenggaraan sistem jaminan sosial yang berkelanjutan, maka jaminan

sosial diselenggarakan secara nasional dengan membentuk BPJS indenpenden yang

berdasarkan UU Jaminan sosial. Hal ini karena jaminan sosial memberikan kepastian

jaminan bagi masyarakat agar tercapai pemenuhan kebutuhan dasar hidup yang layak

secara merata sebagai amanat pada pasal 28-h dan 34 UUD 1945.

Secara empirik, tujuan diselenggarakannya sistem jaminan sosial disamping untuk

mematuhi asas hak asasi manusia, juga dimaksudkan untuk minimalisasi tingkat korupsi.

Tingkat korupsi di negara negara maju seperti Jerman, Belanda, Swiss, Australia dan

Inggris relatif rendah karena adanya sistem jaminan sosial yang berkesinambungan. Di

negara negara tersebut berlaku jaminan kesehatan yang bersifat universal an jamainan

pensiun seumur hidup sebagai salah satu program jaminan sosial yang berkelanjutan.

Dalam hal ini, negara melalui pemerintah yang sah memberikan kepastian jaminan bagi

seluruh warga negara manakala mengalami sakit dan pensiun dijamin adanya kepastian

pendapatan.

c. BPJS yang berwenang menyelenggarakan sistem jaminan sosial harus mematuhi

sembilan (9) prinsip UU No 40/2004 tentang SJSN, agar dapat dipertanggungjawabkan

secara terbuka kepada publik Adapun kesembilan prinsip UU SJSN tersebut bersifat

universal seperti prinsip-prinsip (i) gotong royong, (ii) kepesertaan wajib, (iii) nirlaba,

(iv) keterbukaan, (v) akuntabilitas, (vi) portabilitas, (vii) dana amanah, (viii) konservatif

dan (ix) pengembalian hasil investasi kepada peserta. Dari kesembilan prinsip tersebut,

prinsip nirlaba merupakan kekhasan bagi BPJS bahwa yang dimaksud dengan mematuhi

Page 9: Kebijakan Jamsosnas Di Indonesia

prinsip nirlaba terkait dengan bentuk badan hukum BPJS sebagaimana seharusnya

(Purwoko, 2010).

d. Dengan menggaris-bawahi fungsi pemerintah baik pemerintah pusat maupun

pemerintah-pemerintah daerah, yaitu sebagai regulator dan fasilitator, maka

penyelenggaraan sistem jaminan sosial menjadi kewenangan BPJS. Artinya adalah

bahwa penyelenggaraan sistem jaminan sosial yang didanai sendiri oleh masyarakat

bukan merupakan kewenangan pemerintah pusat dan tidak juga menjadi kewenangan

pemerintah daerah. Karena kewenangan BPJS begitu menentukan dalam memberikan

kepastian jaminan sebagaimana mengacu pada amanat Pasal-pasal 28-h dan 34 UUD

1945, maka penyelenggaraannya secara teori di luar kapasitas BUMN Persero yang

tunduk dengan UU No 40/2007 tentang Perseroan Terbatas dalam artian tanggung jawab

pemerintah sebagai pemegang saham menjadi terbatas, menyalahi prinsip jaminan sosial

dan amanat Pasal 28-h dan 34 UUD 1945 (Purwoko, 2010).

Selanjutnya prinsip jaminan sosial yang hakiki adalah gotong royong, maka dalam

pembayaran manfaat berlaku model anggaran. Karena itu diperlukan pendanaan bersama

antara perusahaan, tenaga kerja dan pemerintah. Pemerintah perlu menyiapkan anggaran

jaminan sosial untuk mengantisipasi timbulnya krisis ekonomi seperti peristiwa PHK

sebelum usia pension dan wabah penyakit.

5. Alasan sistem jaminan sosial diselenggarakan secara nasional dengan UU

Sebagaimana dijelaskan dalam tata kelola penyelenggaraan sistem jaminan sosial

bahwa implementasi sistem jaminan sosial dilakukan secara nasional oleh BPJS yang

independen berdasarkan UU Jaminan Sosial. Adapun alasan teknis mengapa sistem jaminan

sosial diselenggarakan secara nasional adalah sebagai berikut:

a. Pada dasarnya jaminan sosial ditujukan untuk proteksi dasar bagi seluruh rakyat

sehingga diperlukan penyelenggaraan secara nasional.

b. Adanya mobilitas penduduk lintas batas, mutasi tenaga kerja lintas sektoral dan

urbanisasi masyarakat lintas wilayah yang memungkinan penyelenggaraan secara

nasional untuk memenuhi prinsip portabilitas.

c. Penyelenggaraan jaminan sosial secara nasional dapat menjamin pelayanan kesehatan

lintas wilayah. Pembayaran manfaat pensiun dilakukan di mana saja, karena bekerja bisa

di mana saja, karena iuran pensiun dikelola secara nasional di cabang-cabang BPJS yang

tersebar di seleuruh daerah.

Page 10: Kebijakan Jamsosnas Di Indonesia

d. Implementasi jaminan sosial secara nasional sangat memudahkan dalam

penyelenggaraan jaminan seumur hidup termasuk menjamin eksistensi prinsip gotong

royong baik vertikal maupun horizontal yang merupakan kekhasan sistem jaminan sosial.

Penyelenggaraan sistem jaminan sosial yang bersifat nasional untuk memenuhi

prinsip gotong royong memastikan adanya kepesertaan yang bersifat wajib dengan UU

Jaminan sosial. Kepesertaan jaminan sosial yang bersifat wajib harus dengan UU jaminan

sosial dikarenakan oleh:

a. Jaminan sosial adalah bukan barang dagangan melainkan sebagai hak dan kewajiban

masyarakat, perusahaan bahkan negara melalui pemerintah yang sah.

b. Kepesertaan wajib dalam sistem jaminan sosial ditujukan untuk memenuhi prinsip

gotong royong vertikal dan horizontal. Hal ini merupakan prinsip dasar jaminan sosial

untuk terus meningkat perluasan kepesertaan sebagai satu satunya kinerja bagi sukses

tidaknya BPJS.

c. Sistem jaminan sosial adalah skema publik yang ditujukan untuk memberikan

kompensasi hilangnya sebagian atau keseluruhan penghasilan masyarakat sebagai akibat

peristiwa kecelakaan, sakit, PHK sebelum usia pensiun, hari tua dan kematian prematur.

d. Program jaminan sosial didanai dari iuran peserta yang dipotong dari upah/gaji, bahwa

iuran peserta tersebut sebagai komponen pajak yang akan dikembalikan kepada peserta

pada saat tidak bekerja lagi karena usia pensiun. Kemudian jaminan sosial ditujukan

untuk pencegahan kemiskinan di hari tua karena adanya pemusatan resiko secara

nasional.

6. Fasilitas-fasilitas yang diperlukan sebagai prasyarat bagi Penyelenggaraan Sistem Jaminan

Sosial

Penyelenggaraan sistem jaminan sosial disamping memperhatikan asas, prinsip dan

tata kelola yang baik, juga diperlukan beberapa fasilitas untuk memperluas kepesertaan dan

memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta. Penyelenggaraan sistem jaminan sosial

perlu ditopang dengan keberadaan sektor formal dan bursa tenaga kerja sebagai fasilitas

umum menyusul rumah sakit sebagai fasilitas kesehatan.

a. Sektor Formal

Sektor formal adalah badan hukum yang terdafatar di Kementerian yang terkait

dengan bidang usahanya dengan memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), karena

memperkerjakan tenaga kerja untuk memproduksi barang dan jasa dengan imbalan upah/ gaji

yang diterima secara reguler. Pengusaha dan tenaga kerja disamping sebagai peserta sistem

Page 11: Kebijakan Jamsosnas Di Indonesia

jaminan sosial, juga sebagai pembayar pajak dan sekaligus berfungsi sebagai investor

khususnya untuk kegiatan investasi langsung seperti penyertaan modal untuk menciptakan

lapangan pekerjaan sebagaimana diperlihatkan dalam panah 1 dan panah 4 (lihat Bagan 1).

Pajak merupakan penerimaan negara yang dapat digunakan sebagai sumber dana

pembangunan seperti bursa tenaga kerja, rumah sakit, pharmasi dan pengadaan peralatan

medis (lihat panah 2). Bursa tenaga kerja yang berfungsi untuk penempatan kerja baru

maupun untuk penempatan keambali bagi tenaga kerja yang ter PHK sebelum usia 55 tahun

berdampak terhadap pertambahan kepesertaan, menyusul fungsi rumah sakit dan farmasi

untuk mempermudah penyelenggaraan sistem jaminan sosial sebagaimana diperlihatkan

dalam panah 3. Kegiatan investasi langsung juga dapat memperluas kesempatan kerja, karena

penyertaan modal dapat berarti perluasan usaha atau ekspansi bisnis sehingga berhubungan

dengan perekrutan tenaga kerja baru untuk memperbesar porsi sektor formal (lihat panah 5).

Perekrutan tenaga-kerja baru sebagai hasil dari kegiatan investasi langsung pada dasarnya

merupakan potensi penambahan kepesertaan sistem jaminan sosial (lihat panah 6 Bagan 1).

Hubungan antara sektor formal yang terdiri dari para pengusaha dan tenaga kerja dan sistem

jaminan sosial adalah sebagai hubungan kemitraan dimana iuran mengalir dari sektor formal

secara reguler sebagaimana dipaparkan dalam panah 7 dan sistem jaminan sosial melakukan

pengelolaan dana serta pencatatan / penerbitan kartu identitas untuk disampaikan kepada

peserta (lihat panah 8 Bagan1).

b. Fasilitas-fasilitas Umum dan Kesehatan

Fasilitas umum selain bursa tenaga kerja seperti pembangunan jalan, sarana

komunikasi umum dan transportasi publik diperlukan untuk mempermudah penyelenggaraan

sistem jaminan sosial, misalnya untuk perluasan kepesertaan tenaga kerja baru. Hubungan

timbal balik secara tidak langsung antara kegiatan investasi langsung dan sistem perpajakan

begitu nyata (lihat panah 9). Kemudian hubungan timbal baik antara kegiatan pembangunan

fasilitas fasilitas dan penambahan tenanga kerja sektor formal begitu signifikan (lihat panah

10). Hubungan timbal balik antara penerimaan pajak dan jumlah tenaga kerja memiliki

korelasi yang kuat terhadap penambahan penerimaan pajak (lihat panah 11), kemudian

hubungan timbal balik antara kegiatan investasi langsung terhadap pembangunan fasilitas

kesehatan yang mencakup pembangunan rumah sakit, pengadaan peralatan medis,

penyediaan laboratorium dan farmasi adalah untuk perekrutan tenaga medis dan atau sebagai

sebagai salah satu kegiatan investasi komersial di bidang kesehatan (lihat panah 12).

Page 12: Kebijakan Jamsosnas Di Indonesia

Sumber: Purwoko (2006)

Page 13: Kebijakan Jamsosnas Di Indonesia

III. PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL

A. Penyelenggaran Jaminan Sosisal di Indonesia

Sistem jaminan sosial telah lama diperkenalkan di Indonesia seperti program pensiun

bagi Anggota ABRI (sekarang TNI-Polri) dan PNS Departemen Pertahanan & Keamanan

(sekarang Kementerian Pertahanan) sejak tahun 1967 yang berdasarkan UU No 6/1966.

Menyusul pengenalan program pensiun bagi PNS terjadi pada tahun 1970 yang berdasarkan

pada UU No 11/1969. Metode pembiayaan program program pensiun tersebut berdasarkan

sistem anggaran (pay as you go) dari APBN sedangkan iuran TNI-Polri dan PNS sebesar

4,75% dari gaji pokok terhadap program pensiun merupakan suplemen, karena iuran PNS

yang terakumulasi setelah dibayarkan secara berkala hanya menyumbang 10% dari manfaat

pensiun yang dibayarkan kemudian sisanya yang sebesar 90% berasal dari APBN.

Program pensiun bagi pegawai negeri tersebut memenuhi prinsip portabilitas

(berkelanjutan sampai pensiun ahli waris). Sementara sistem jaminan sosial bagi karyawan /

pegawai sektor swasta juga telah lama berlaku wajib, yaitu pada tahun 1978 berdasarkan PP

No. 3/1977 tentang asuransi sosial tenaga kerja (Astek). Kemudian program Astek

diamendemen dalam UU No. 3/1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek). Tujuan

dari amendemen program Astek menjadi program Jamsostek adalah untuk memperluas

kepesertaan agar seluruh tenaga kerja baik sektor formal maupun sektor informal

mendapatkan akses perlindungan dalam program Jamsostek.

Akan tetapi hingga berlakunya UU No. 40/2004 tentang SJSN, masih belum seluruh

tenaga kerja khususnya sektor formal dilindungi, karena kepesertaan tenaga kerja sektor

formal dalam program Jamsostek masih belum mengalami perubahan yang signifikan. Hal ini

bukan kesalahan PT Jamsostek, karena Jamsostek tidak memiliki kewenangan investigasi dan

penindakan hukum. Tantangan dalam penambahan kepesertaan Jamsostek terkait dengan

kebijaksanaan ketenaga-kerjaan yang membolehkan penarikan dana JHT oleh peserta

Jamsostek karena PHK sebelum usia pensiun sepanjang memiliki masa kepesertaan 5 tahun.

Berarti kebutuhan hari tua tidak terpenuhi dan tenaga kerja yang ter-PHK yang tak

tersalurkan lagi akan memasuki sektor informal sehingga menambah jumlah sektor informal

menjadi besar dari tahun ke tahun. UU SJSN masih belum dapat diimplementasikan

walaupun sudah berlaku, karena UU tersebut harus ditindak-lanjuti dengan UU BPJS yang

saat sekang masih menunggu pengesahan RUU BPJS menjadi UU BPJS. Perlu digarisbawahi

bahwa problem mendasar dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial di Indonesia adalah

terbatasnya kesempatan kerja di sektor formal dan masalah penduduk miskin. Ada beberapa

Page 14: Kebijakan Jamsosnas Di Indonesia

masalah pokok yang sangat mendasar, sehingga menyulitkan dalam membangun sistem

jaminan sosial yang inklusif sebagai berikut:

a. Masalah kemiskinan menunjukkan bahwa 1/3 penduduk Indonesia miskin (76/230)

menyusul kesempatan kerja lebih dari 70% berada di sektor informal di tahun 2009.

b. Rendahnya upah minimum secara nasional yang hanya sebesar USD 2 per hari akan

menyulitkan dalam penetapan iuran jaminan sosial yang disarankan berkisar antara 14-

17% upah.

c. Adanya range upah yang sangat mencolok yaitu 1:160, misalnya gaji Gubernur BI

sebesar Rp 160 juta akan tetapi masih ada tenaga kerja BUMN dengan gaji Rp 1 juta per

bulan.

d. Keterbatasan pengawasan dan penindakan hukum dalam penyelenggaraan program

Jamsostek. Salah satu penyebabnya adalah tidak ada lagi perekrutan pegawai

pengawasan perburuhan yang menanganai pelanggaran terhadap program Jamsostek.

e. Masalah bentuk badan hukum badan penyelenggara jaminan sosial yang sekarang

berlaku kurang pas / kurang sesuai prinsip prinsip UU SJSN.

Salah satu penyebab kemiskinan di Indonesia adalah bahwa kebijakan jaminan sosial

dalam periode 1970-1990an tidak disiapkan secara terintegrasi dengan perluasan kesempatan

kerja di sektor formal. Karena itu sistem jaminan sosial di Indonesia di periode itu cenderung

eksklusif. Penyelenggaraan sistem jaminan sosial yang bersifat eksklusif utamanya di negara-

negara berkembang di Asia hanya berkonsentrasi pada kepesertaan tenaga kerja sektor formal

secara parsial. Penyelenggaraan sistem jaminan sosial secara parsil sesungguhnya

bertentangan dengan asas dan prinsip prinsip jaminan sosial. Secara konstitusi, jaminan sosial

memiliki asas kemanusiaan, asas manfaat dan asas keadilan sedangkan prinsip prinsip

jaminan sosial yang utama meliputi gotong-royong, kepesertaan wajib, nirlaba, portabilitas

dan akuntabilitas.

Asas kemanusiaan adalah terpenuhinya hak atas pekerjaan untuk mendapatkan

penghasilan yang layak. Asas manfaat pada dasarnya menjamin setiap warga negara untuk

mendapatkan akses pelayanan kesehatan dan pekerjaan untuk kelangsungan hidupnya. Asas

keadilan pada prinsipnya mengupayakan pengembangan sistem jaminan sosial inklusif yaitu

menuju kepesertaan universal.

Kepesertaan jaminan sosial yang bersifat universal adalah keikutsertaan seluruh

warga negara secara wajib ke dalam sistem jaminan sosial agar memudahkan dalam

melakukan mitigasi risiko. Kepesertaan universal telah diadopsi di Korea, Thailand dan

China.

Page 15: Kebijakan Jamsosnas Di Indonesia

Jaminan sosial adalah skema publik yang ditujukan untuk memberikan perlindungan

dasar sebagai amanat Pasal 28-H dan Pasal 34 UUD 1945. Amanat tersebut selanjutnya

ditindak-lanjuti dengan UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Jaminan sosial pada prinsipnya dapat diselenggarakan melalui pendekatan fiskal akan tetapi

dengan cakupan/program yang terbatas. Karena itu tujuan utama dalam penyelenggaraan

jaminan sosial diupayakan dengan pembiayaan bersama dalam bentuk iuran perusahaan,

masyarakat dan pemerintah. Jaminan sosial diperlukan untuk mengantisipasi adanya

peristiwa peristiwa sosial ekonomi yang kemungkinannya dapat menimpa masyarakat seperti

sakit-persalinan, kecelakaan kerja, kematian prematur, PHK dan hari tua. Dengan jaminan

sosial terciptalah ketenangan kerja dan kepastian manfaat untuk kelangsungan hidup.

Kelima peristiwa tersebut adalah risiko murni yang dapat menimpa setiap anggota

masyarakat yang memungkinkan hilangnya sebagian atau keseluruhan penghasilan. Karena

itu diperlukan SJSN sebagai sistem jaminan sosial inklusif dalam arti memperluas

kepesertaan universal yang bersifat wajib agar memperingan pelayanan kesehatan dan

program jaminan hari tua. Hal ini mengacu pada prinsip jaminan sosial yang antara lain:

kepesertaaan wajib dan gotong royong. Dengan memperhatikan prinsip jaminan sosial

tersebut, maka bentuk badan hukum BPJS yang sekarang berlaku ”persero negara” perlu

disesuaikan dengan bentuk badan hukum BPJS yang sesuai dengan prinsip prinsip jaminan

sosial. Karena bentuk badan hukum BPJS yang sekarang sebagai persero menempatkan

kedudukan pemerintah yang terbatas karena sebagai pemegang saham BUMN Persero.

Page 16: Kebijakan Jamsosnas Di Indonesia

B. Penyelenggaran Jaminan Sosisal di Berbagai Negara

Program jaminan sosial dikelompokkan ke dalam lima program besar, yaitu (a)

program hari tua, cacat dan ahli waris; (b) program sakit dan persalinan; (c) program

kecelakaan; (d) program sementara tidak bekerja dan (e) program bantuan keluarga. Program

hari tua, cacat dan ahli waris terkait dengan penyelenggaraan pensiun (manfaat pasti) yang

memberikan manfaat berkala sampai pencari nafkah utama meninggal dunia kemudian

beralih ke pensiun janda/ duda hingga sampai ke anak yang dikenal dengan istilah pensiun

ahli waris. Pensiun cacat berlaku bagi setiap tenaga kerja yang mengalami cacat total tetap

sebagai akibat dari kecelakaan yang terkait dengan hubungan kerja. Bagi tenaga kerja yang

mengalami cacat total tetap sebagamana ditetapkan dengan preskripsi dokter spesialis

kecelakaan kerja akan mendapatkan manfaat pensiun berkala seumur hidup sekalipun masa

kepesertaan kurang dari 20 tahun.

Program sakit dan persalinan adalah program pencegahan atas gangguan kesehatan

yang diberikan kepada setiap tenaga kerja beserta keluarganya dalam bentuk konsultasi

dokter umum/keluarga, konsultasi dokter spesialis sesuai rujukan, pharmasi, pemeriksaan

laboratorium, pemeriksaan persalinan dan layanan rawat inap termasuk layanan gawat

darurat. Layanan medis dalam sistem jaminan sosial ini tidak meliput kosmetik, kecuali

segala macam sakit secara alami.

Program kecelakaan yang dikaitkan dengan hubungan kerja berdasarkan sistem

jaminan sosial yang meliputi layanan-layanan medis, pemeriksaan laboratorium, penetapan

cacat sementara / cacat tetap dan pemberian rehabilitasi seperti alat bantu dan ortopedi. Selain

pelayanan medis, juga berlaku pemberian manfaat tunai khususnya tunjangan sementara tak

mampu bekerja karena kecelakaan yang terkait dengan hubungan kerja atau hal lain. Adapun

yang dimaksud dengan program sementara tidak bekerja adalah program asuransi

pengangguran (unemployment insurance) bagi tenaga kerja yang terkena PHK sebelum usia

pensiun. Program ini tidak sama dengan pesangon (severance pay) yang memberikan manfaat

sekaligus sesuai Pasal 156 UU No 13/2003. Program sementara tidak bekerja memberikan

manfaat berkala sampai dengan maksimal 1 tahun atau memberikan santuan sampai dengan

tenaga kerja yang terkena PHK dipekerjakan kembali melalui bursa tenaga kerja. Program

bantuan keluarga sebagai skema bantuan sosial merupakan skema berbasis pajak. Program

bantuan keluarga ini tidak dengan sendirinya diberikan kepada setiap anggota keluarga

kecuali yang keluarga miskin. Program bantuan keluarga ini diberikan sesuai permohonan

yang akan dilakukan secara selektif oleh BPJS.

Page 17: Kebijakan Jamsosnas Di Indonesia

TABEL 1. DASAR HUKUM PENYELENGGARAAN SISTEM JAMINAN SOSIAL

Sumber: US Social Security Administration (2009)

Dalam Tabel 1 disebutkan bahwa program pensiun yang memberikan manfaat berkala

seumur hidup berlaku di AS yang berdasarkan UU tahun 1935 tentang sistem jaminan sosial

dengan kepesertaan wajib bagi setiap perusahaan yang memperkerjakan 1 orang. Program

pensiun semacam ini juga diberikan di Korea dan Cina, kecuali Indonesia melaksanakan

pembayaran manfaat hari tua secara sekaligus dalam JHT Jamsostek walaupun program JHT

tersebut sesuai Pasal 14 UU No. 3/1992 dapat ditransformasi ke dalam pensiun berkala.

Program hari tua yang diselenggarakan Jamsostek meliput program asuransi kematian

sebagai asal usul berlakunya program tabungan wajib yang dikaitkan dengan asuransi

kematian. Dasar hukum program pensiun ini beragam, yaitu ada yang dikaitkan dengan

sistem jaminan sosial seperti UU tahun 1935 di AS; UU tahun 1953 tentang jaminan sosial di

Cina dan UU No. 3/1992 di Indonesia termasuk UU No 40/2004 tentang SJSN. Dasar hukum

program pensiun di Korea difokuskan pada UU pensiun jaminan sosial tahun 1973 yang

diamendemen menjadi UU tahun 1986 dan UU tahun 2007 tentang penyelenggaraan program

pensiun.

Program sakit dan persalinan diselenggarakan di AS, Korea dan Cina termasuk

Indonesia dengan kepesertaan yang bersifat opsi. Program sakit diatur dalam UU tahun 1965

tentang asuransi kesehatan sosial yang diamendemen dua (2) kali yaitu UU tahun 1972 dan

UU tahun 2003. UU asuransi kesehatan sosial tahun 1965 meliput seluruh tenaga kerja

termasuk kepesertaan lanjut usia atau pensiunan, sedangkan UU tahun 1972 memperluas

cakupannya untuk kepesertaan penyandang cacat terlepas terkait dengan kecelakaan kerja

atau tidak dan UU tahun 2003 memperinci tentang preskripsi / resep obat dokter. Dasar

Page 18: Kebijakan Jamsosnas Di Indonesia

hukum penyelenggaraan program sakit di Korea berlaku UU tahun 1976 tentang asuransi

sakit menyusul berlakunya UU tahun 1999 tentang asuransi kesehatan sosial dan UU 2007

tentang perawatan medis jangka panjang. Kemudian dasar hukum penyelenggaraan program

sakit di Cina berdasarkan UU tahun 1953 tentang jaminan kesehatan bagi tenaga kerja tetap

menyusul berlakunya UU tahun 1986 tentang pengaturan jaminan kesehatan bagi tenaga

kerja kontrak dan UU tahun 2007 tentang jaminan kesehatan bagi tenaga kerja usaha mandiri

di perkotaan. Program jaminan kecelakaan kerja pada umumnya memiliki kesamaan dan

diselenggarakan di AS, Korea, Cina dan Indonesia.

Program asuransi pengangguran diselenggarakan di AS berdasarkan UU tahun 1935

tentang sistem jaminan sosial akan tetapi dibiayai dengan pajak sebesar 0,8% upah, kemudian

di Korea berdasarkan UU tahun 1993 tentang jaminan sosial dan di Cina berdasarkan UU

tahun 1999 tentang jaminan sosial. Tujuan penyelenggaraan asuransi pengangguran di Cina

untuk mengantisipasi tingginya PHK sebelum usia pensiun sebagai konsekuensi penerapan

ekonomi pasar sejak tahun 2000. Namun Indonesia masih belum menyelenggarakan program

asuransi pengangguran dan sebagai gantinya diberlakukan program pesangon sebagaimana

diatur dalam Pasal 156 UU No.13/2003 tentang Ketenaga-kerjaan. Karena UU Ketenaga-

kerjaan tersebut masih masih dinilai memberatkan pengusaha, maka dalam hal terjadinya

PHK sebelum usia pensiun berhak menarik JHT-Jamostek sepanjang memiliki masa

kepesertaan sampai dengan lima tahun.

TABEL 2. IURAN SISTEM JAMINAN SOSIAL SEBAGAI % UPAH

Sumber: US Social Security Administration (2009)

Tabel 2 menjelaskan mengenai ragam iuran sistem jaminan sosial sebagai persentase

upah. Iuran program hari tua di AS ditetapkan sebesar 12,4% dengan bagian pendanaan yang

sama antara perusahaan dan tenaga kerja, kemudian Korea sebesar 9% dengan bagian

Page 19: Kebijakan Jamsosnas Di Indonesia

pendanaan yang sama. Iuran program hari tua di Cina ditetapan maksimal 20% dari upah

yang menjadi beban perusahaan, kemudian tenaga kerja diwajibkan mengikuti program

tabungan wajib dengan iuran sebesar 8% upah. Program hari tua di Indonesia ditetapkan 6%

upah dengan perincian 4% beban perusahaan dan 2% beban tenaga kerja. Program hari tua

mencakup jaminan hari tua (JHT) yang dikaitkan dengan asuransi kematian dengan iuran

sebesar 0,3% sehingga iuran JHT sendiri ditetapkan sebesar 5,7% upah. Iuran program sakit

dan persalinan di AS ditetapkan 2,9% upah dengan paro pendanaan yang sama antara

perusahaan dan tenaga kerja. Iuran program sakit di Korea ditetapkan lebih tinggi dari AS

sebesar 5,0*% upah dengan bagian pendanaan yang sama antara perusahaan dan tenaga kerja.

Selanjutnya iuran program sakit di Cina ditetapkan sebesar 8% yang terdiri dari 6% iuran

beban perusahaan dan 2% iuran menjadi tanggungan tenaga kerja, menyusul iruan program

sakit yang berlaku di Indonesia dalam JPK Jamsostek ditetapkan sebesar 6% yang

sepenuhnya menjadi tanggungan perusahaan. Hampir semua negara menerapkan pendanaan

bersama dalam membiayai program sakit, kecuali Indonesia. Adapun iuran program

kecelakaan berlaku sama dengan iuran antara 0,7-1,6% upah yang menjadi beban perusahaan.

Iuran program sementara tidak bekerja ditetapkan sebesar 1,75% di Korea dan 3% di Cina,

sedangkan iuran program sementara tak bekerja di AS ditetapkan 0,8% upah tetapi

dibebankan pada pajak badan perusahaan yang sepenuhnya dibiayai oleh perusahaan.

TABEL 3. KEPESERTAAN SISTEM JAMINAN SOSIAL

Sumber: US Social Security Administration (2009)

Tabel 3 mengillustrasikan ragam kepesertaan tenaga kerja yang meliputi: a. Tenaga

kerja yang menerima upah secara regular pada sektor formal (TKUR), b. tenaga kerja usaha

mandiri (TKUM), c. tenaga kerja perusahaan kerata api (TKKA), d. tenaga kerja sector

industri dan perdagangan (TKIP) dan tenaga kerja sektor publik seperti karyawan BUMN

Page 20: Kebijakan Jamsosnas Di Indonesia

Perum (TKSP). Kepeseertaan program hari tua yang bersifat wajib di AS, Korea dan Cina

hanya berlaku bagi TKUR dan TKUM sedangkan kepesertaan program Jamsostek yang

meliputi program hari tua, kematian, kesehatan dan keckelakaan kerja pada umumnya

merupakan tenaga kerja yang menerima upah pada sektor formal. Kepesertaan program sakit

dan persalinan berlaku bagi TKUR dan TKKA, sedangkan kepesertaan program sakit di

Korea bersifat universal dalam arti keseluruhan penduduk menyusul Cina yang meliputi

petani dalam kepesertaan program sakit. Ada perbedaan perlakuan antara TKUR dan petani

di Cina. TKUR mengiur 2% upah dan perusahaan mengiur 6% sehingga berjumlah 8%

kepada BPJS, sedangkan iuran bagi para petani ditetapkan secara datar sebesar 20 Yuan/

tahun dan pemerintah provinsi mengiur sebesar 40 Yuan per tahun yang dibayarkan kepada

BPJS. Sementara kepesertaan program sakit dan persalinan berdasarkan opsi, bahwa

perusahaan yang telah menyelenggarakan program sakit lebih dulu sebelum tahun 1993

dikecualikan. Kepesertaan program JPK Jamsostek yang bersifat opsi merupakan salah satu

bentuk toleransi regulasi yang tidak dibernarkan untuk program wajib.

TABEL 4. BENTUK BADAN HUKUM BPJS DAN PEMBINA / PENGAWAS

Sumber: US Social Security Administration (2009)

Tabel 4 menginformasikan mengenai bentuk bentuk badan hukum BPJS seperti

bentuk badan hukum publik yang otonom (BHPO) dan bentuk badan hukum publik yang

semi otonom (BHPSO). Ada pemikiran baru perlunya membentuk badan hukum wali amanat

(Tripartite Board of Trustee) sebagai BPJS program hari tua yang didanai sepenuhnya oleh

peserta, karena melakukan praktek pengelolaan dana amanah, karena itu berlaku prinsip

nirlaba dalam penyelenggaraannya. Walaupun belum ada UU Wali Amanat, tidak berarti

tidak bisa dibentuk badan wali amanat. Badan wali amanat dapat dinyatakan dalam

Ketentuan UU BPJS. Adapun perbedaan yang mendasar antara BHPO dan BHPSO adalah

Page 21: Kebijakan Jamsosnas Di Indonesia

bahwa BHPO adalah salah satu lembaga negara yang melaksanakan fungsi sebagai regulator

dan memiliki program publik akan tetapi tidak dapat melaksanakannya sendiri seperti

Kementerian-Kementerian, sedangkan BHPSO adalah sebagai badan hukum kuasi yang

independen memiliki kapasitas penyelenggaraan suatu program publik seperti jaminan sosial

(Purwoko, 2010). Sebagai contoh Kementerian Pendidikan Nasional sebagai BHPO memiliki

program pendidikan tinggi, tetapi tidak bisa menyelenggarakan sendiri. Karena itu program

pendidikan tersebut diselenggarakan oleh PTN sebagai salah satu BHPSO. Contoh berikutnya

mengenai BHPSO adalah Australia Centre-link sebagai BPJS yang berwenang

menyelenggarakan program jaminan sosial dan sekaligus berwenang melakukan pengawasan

terhadap peserta atau penerima manfaat jaminan sosial apabila ditemukan kebohongan,

walaupun Australia memiliki Kementerian Jaminan Sosial (Commonwealth Ministry for

Family and Community Service Affairs). Kedua badan hukum publik tersebut sama sama

dibentuk dengan UU dan bertanggung-jawab secara langsung kepada Presiden.

Sebagaimana dilihat dalam Tabel 4 bahwa BPJS-BPJS di AS berkonsentrasi pada

penyelenggaraan program seperti lembaga admiistrasi jaminan sosial (LAJS) sebagai BPJS

untuk program hari tua dan sakit. Untuk program kecelakaan kerja dan program sementara

tak bekerja diselenggarakan oleh kantor program kompensasi pekerjaan (KPKP) serta kantor

program jaminan pekerjaan (KPJP). Departemen-departemen yang terkait dengan regulasi

program di AS meliputi Departemen Keuangan, Departemen Kesehatan dan Departemen

Perburuhan. Nampak BPJS di Korea mengikuti jejak AS, yaitu meliputi Lembaga jaminan

pensiun nasional (LJPN) yang menyelenggarakan program hari tua menyusul lembaga

asuransi kesehatan nasional (LAKN) sedangkan BPJS program kecelakaan kerja dan program

sementara tak bekerja adalah kantor program kompensasi pekerjaan (KPKP) dan kantor

program jaminan pekerjaan (KPJP). Akan tetapi hanya ada satu (1) regulator di Korea yaitu

Departemen Kesehatan, Kesehatan dan Keluarga (DKKK). Adapun BPJS di Cina pada

dasarnya sama dengan Indonesia yaitu BPJS per kepesertaan seperti Lembaga asuransi sosial

(LAS) dan Jamsostek. Perlu diketahui, bahwa bentuk bentuk badan hukum BPJS baik di AS,

Korea maupun Cina adalah sebagai bentuk badan hukum publik yang semi otonom, kecuali

Jamsostek – Indonesia sebagai BUMN Persero.

Page 22: Kebijakan Jamsosnas Di Indonesia

TABEL 5 PERSYARATAN MENDAPATKAN MANFAAT-MANFAAT

Sumber: US Social Security Administration (2009)

Sebagaimana dilihat dalam Tabel 5, bahwa program hari tua dan program sementara

tak bekerja di AS jauh lebih baik dibandingkan di Korea dan Cina. Manfaat pensiun TK

ditetapkan USD 2323 / bulan sehingga dapat memenuhi hari tua, sedang manfaat pensiun

keluarga ditetapkan sebesar USD 4065 / bulan jauh lebih baik. Demikian halnya Korea yang

mengikuti jejak AS walau manfaat pensiun yang ditetapkan 400.000-640.000 won setara

USD 400-640 / bulan. Walaupun manfaat pensiun di Korea masih belum signifikan

dibandingkan dengan manfaat pensiun AS akan tetapi program pensiun di Korea telah

berlaku wajib bagi seluruh tenaga kerja, sementara tidak ada data dan informasi tentang

manfaat pensiun di Cina.

Page 23: Kebijakan Jamsosnas Di Indonesia

V. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

a. Risiko murni adalah potensi kerugian, karena adanya peristiwa yang berulang-ulang

seperti sakit dan kecelakaan menyusul adanya peristiwa yang terjadi sekali secara alami

seperti menjadi tua serta meninggal dunia. Penanganan risiko tersebut sebaiknya tidak

dikelola sendiri, melainkan dialihkan dalam skema asuransi sosial atau jaminan sosial agar

lebih efektif karena pendanaannya dapat dipikul bersama atau dilakukan dengan gotong

royong antara perusahaan dan tenaga kerja.

b. Kesejahteraan adalah suatu kemakmuran yang masih harus ditindaklanjuti dengan

implementasi sistem jaminan sosial. Tercapainya kesejahteraan biasanya ditandai dengan

keamanan ekonomi, yaitu terkendalinya tingkat inflasi dan rendahnya tingkat

pengangguran. Jaminan sosial adalah sistem proteksi yang ditujukan untuk mencegah

kemiskinan orang per orang, karena adanya peristiwa-peristiwa sakit, kecelakaan,

kematian prematur, PHK sebelum usia pensiun dan hari tua yang memungkinkan

hilangnya pekerjaan dengan sendirinya hilangnya penghasilan.

c. Teori kesejahteraan adalah konsep kebutuhan dasar bagi masyarakat yang

membutuhkannya agar dapat melaksanakan kembali fungsi-fungsi sosialnya. Jaminan

sosial melakukan mitigasi risiko dalam menetapkan besarnya kompensasi penghasilan

(income substitute) dengan menetapkan besarnya income substitute maksimal 2/3 dari

penghasilan tenaga kerja yang masih aktif.

d. Secara teori, jaminan sosial adalah suatu skema proteksi yang ditujukan untuk tindakan

pencegahan khususnya bagi masyarakat yang memiliki penghasilan terhadap berbagai

risiko / peristiwa yang terjadi secara alami seperti sakit, kecelakaan, kematian prematur,

PHK sebelum usia pensiun dan hari tua. Keunikan dalam penyelenggaraan sistem jaminan

sosial adalah bahwa pemerintah disamping sebagai regulator, juga bertindak sebagai

fasilitator termasuk terlibat dalam pembiayaan program apabila diperlukan karena adanya

krisis ekonomi.

e. Sistem jaminan sosial sebagai program publik yang berdasarkan UU Jaminan Sosial

adalah hak dan kewajiban masyarakat, perusahaan serta negara melalui pemerintah yang

sah. Karena itu, implementasi sistem jaminan sosial mengacu pada asas, prinsip dan tujuan

serta tata kelola penyelenggaraan. Penyelenggaraan sistem jaminan sosial berpedoman

pada kaidah yang berlaku secara universal, yaitu pemusatan risiko (pooling of risk) untuk

penyebaran risiko melalui subsidi silang dalam program, antar kepesertaan dan antar

generasi yang tersebar di berbagai daerah.

Page 24: Kebijakan Jamsosnas Di Indonesia

f. Prinsip jaminan sosial yang hakiki adalah gotong royong dan kepesertaan wajib menurut

UU Jaminan Sosial. Oleh sebab itu, penyelenggaraan sistem jaminan sosial dilakukan

secara nasional yang bertujuan memberikan proteksi dasar bagi seluruh rakyat melalui

mitigasi riskio. Pertimbangan adanya mobilitas penduduk lintas batas, mutasi tenaga kerja

lintas sektoral dan urbanisasi masyarakat lintas wilayah yang memungkinan

penyelenggaraan secara nasional untuk memenuhi prinsip portabilitas.

g. Penyebab kepesertaan jaminan sosial yang bersifat wajib harus dengan UU jaminan sosial

yaitu karena UU Jaminan Sosial pada prinsipnya mengatur asas, prinsip, tujuan, program,

BPJS dan Dewan Pengawas. Berarti jaminan sosial bukan barang dagangan melainkan

sebagai hak dan kewajiban masyarakat, perusahaan bahkan negara melalui pemerintah

yang sah. Kepesertaan wajib dalam sistem jaminan sosial ditujukan untuk memenuhi

prinsip gotong royong vertikal dan horizontal. Hal ini merupakan prinsip dasar jaminan

sosial untuk terus meningkat perluasan kepesertaan sebagai satu satunya kinerja bagi

sukses tidaknya BPJS.

h. Sebagaimana dimaklumi bersama, bahwa penyelenggaraan sistem jaminan sosial di

samping memperhatikan asas, prinsip dan tata kelola yang baik, juga sarat dengan

berbagai fasilitas untuk memperluas kepesertaan dan memberikan pelayanan kesehatan

kepada peserta. Penyelenggaraan sistem jaminan sosial perlu ditopang dengan keberadaan

sektor formal sebagai penyumbang terhadap pajak penghasilan dan bursa tenaga kerja

yang berfungsi untuk penempatan kerja yang efektif memungkinkan untuk perluasan

kepesertaan tenaga kerja baru.

i. Adapun permasalahan yang mendasar dalam implementasi sistem jaminan sosial

mencakup lima masalah pokok yang sangat mendasar sebagai berikut: a) Masalah

kemiskinan menunjukkan bahwa 1/3 penduduk Indonesia miskin (76/230) menyusul

kesempatan kerja lebih dari 70% berada di sektor informal di tahun 2009; b) Rendahnya

upah minimum secara nasional yang hanya sebesar USD 2 per hari akan menyulitkan

dalam penetapan iuran jaminan sosial yang disarankan berkisar antara 14-17% upah; c)

Adanya range upah yang sangat mencolok yaitu 1:160, misalnya gaji Gubernur BI sebesar

Rp 160 juta akan tetapi masih ada tenaga kerja BUMN dengan gaji Rp 1 juta per bulan; d)

Keterbatasan pengawasan dan penindakan hukum dalam penyelenggaraan program

Jamsostek. Salah satu penyebabnya adalah tidak ada lagi perekrutan pegawai pengawasan

perburuhan yang menanganai pelanggaran terhadap program Jamsostek; e) Masalah

bentuk badan hukum badan penyelenggara jaminan sosial yang sekarang berlaku kurang

sesuai dengan prinsip-prinsip UU SJSN.

Page 25: Kebijakan Jamsosnas Di Indonesia

j. Pemaparan sistem jaminan sosial di beberapa negara yang meliputi Amerika Serikat (AS),

Korea Selatan (Korea), Republik Rakyat Cina (Cina) dan Indonesia ditujukan untuk

analisis komparasi yang hasilnya merupakan masukan bagi pemerintah Indonesia untuk

melakukan penyesuaian atau pembaruan dalam sistem jaminan sosial yang bersifat

inklusif. Sengaja dipaparkan AS sebagai negara federasi agar diketahui bagaimana

implementasi sistem jaminan sosial berjalan sesuai kaidah yang berlaku secara universal,

menyusul Korea dan Cina sebagai negara kesatuan termasuk Indonesia. Jaminan sosial tak

mengenal status bentuk negara atau pemerintahan, karena implementasi sistem jaminan

sosial ditujukan oleh, dari dan untuk rakyat.

2. Saran

a. Sebagaimana diamati dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial khususnya di AS dan

Korea adalah bahwa adanya kordinasi kebijakan terutama kebijakan perluasan kesempatan

kerja menyusul adanya jaminan pekerjaan sehingga memungkinkan untuk perluasan

kepertaan tenaga kerja. Selain itu, implementasi sistem jaminan sosial di kedua negara

tersebut juga ditopang dengan keberadaan pasar tenaga kerja untuk penempatan kerja

menyusul pelatihan kerja dan kewenangan BPJS untuk melakukan penindakan hukum

sendiri. Penindakan hukum merupakan kegiatan operasional BPJS sebagai suatu terapi

agar meningkatkan kesadaran dan tingkat kepatuhan para peserta terhadap program

jaminan sosial yang bersifat wajib menurut UU Jaminan Sosial.

b. Karena itu, untuk sukses dalam penyelenggaraan program Jamsostek menyusul

implementasi SJSN sambil menunggu pengesahan RUU BPJS menjadi UU BPJS

diperlukan tiga hal sebagai opsi pertama, yaitu (a) ciptakan lapangan pekerjaan di sektor

formal yang menjadi tanggung-jawab pemerintah, (b) hapus sistem kontrak kerja karena

merugikan tenaga kerja khususnya dalam kepesertaan program Jamsostek dan (c) berilah

jaminan pekerjaan bagi tenaga kerja sektor formal atau berilah jaminan usaha bagi UKM.

Selain tiga (3) hal di atas sebagai opsi pertama, juga disampaikan solusi sebagai saran

tindak yang mencakup dua (2) hal sebagai opsi kedua, yaitu (a) lakukan transformasi

sektor informal ke sektor formal antara 5-10% agar terjadi perimbangan antara komposisi

sektor formal dan sektor informal menjadi 40:60 serta (b) lakukan transformasi JHT

Jamsostek ke program pensiun sebagai langkah awal untuk implementasi Pasal 39 UU No

40/2004 tentang program Pensiun SJSN.

Page 26: Kebijakan Jamsosnas Di Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

______Konvensi ILO No 102 / 1952, Geneva,

______UU No 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek

______UU No 40 Tahun 2004 tentang SJSN

______UU No 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial

Purwoko, Bambang, (2006), ”Teori jaminan sosial, program dan sistem

penyelenggaraannya: suatu analisis empirik”, program pelatihan dasar jaminan sosial

untuk Kantor Menko Kesra 28 Juli 2006,

Purwoko, Bambang, (2010), “Sistem jaminan sosial di Asia Tenggara: suatu kebijakan sosial

dalam analisis komparasi”, bahan kuliah umum disampaikan pada Program Studi

MPKP FEUI pada tanggal 6 Desember 2010,

Rejda, George E, (1994), “Social insurance and economic security”, Prentice Hall, New

Jersey, USA, Bp.8-12-10