19
1 KEMAMPUAN VISUAL THINKING SISWA KELAS VII SMP DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN Tugas Akhir Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Universitas Kristen Satya Wacana Oleh : Fitri Pebri Liani 202013058 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2017

KEMAMPUAN VISUAL THINKING SISWA KELAS VII SMP DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN · 2018. 4. 20. · Setelah itu baru diselesaikan sampai tujuan dari permasalahan tersebut diselesaikan

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1

    KEMAMPUAN VISUAL THINKING SISWA KELAS VII SMP DALAM

    MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN

    Tugas Akhir

    Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

    pada Universitas Kristen Satya Wacana

    Oleh :

    Fitri Pebri Liani

    202013058

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

    FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2017

  • 2

  • 3

  • 4

  • 5

  • 6

    KEMAMPUAN VISUAL THINKING SISWA KELAS VII SMP DALAM

    MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN

    Fitri Pebri Liani, Helti Lygia Mampouw

    Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

    Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga

    Email: [email protected]

    Abstrak

    Visual thinking merupakan suatu proses berpikir yang bertujuan untuk menggambarkan dan menceritakan

    informasi secara jelas dengan mengaitkan ide-ide yang muncul. Kemampuan visual thinking berkaitan dengan

    kemampuan memahami masalah. Menurut Bolton, langkah-langkah visual thinking terdiri dari looking, seeing,

    imagining, dan showing & telling. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kemampuan visual thinking siswa

    kelas VII SMP dalam menyelesaikan soal cerita pecahan ditinjau dari perbedaan kemampuan matematika.

    Kemampuan matematika didasarkan pada nilai matematika Ulangan Akhir Semester 1 tahun ajaran 2016/2017.

    Subjek terdiri dari 3 siswa kelas VII SMP masing-masing 1 subjek pada kemampuan matematika tinggi, sedang

    dan rendah. Data berupa jawaban tertulis dan hasil wawancara dari penyelesaian soal cerita pecahan kategori

    mudah dan sulit. Diperoleh hasil bahwa subjek berkemampuan matematika tinggi dapat menyelesaikan soal

    cerita dan langkah-langkah visual thinking dengan baik. Subjek berkemampuan matematika sedang dan rendah

    belum bisa menyelesaikan soal cerita pecahan dan tidak dapat menghitung dengan benar sehingga kedua subjek

    tersebut belum bisa menyelesaikan langkah showing & telling, namun sudah bisa melewati langkah looking,

    seeing, dan imagining. Diharapkan penelitian ini menjadi salah satu acuan untuk memahami kemampuan visual

    thinking sehingga dapat meningkatkan kemampuan visual thinking siswa.

    Kata Kunci: Visual Thinking, Soal Cerita Pecahan

    PENDAHULUAN

    Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang terpenting untuk dipelajari karena

    banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang akan merasa mudah memecahkan masalah

    dengan bantuan matematika, karena sifatnya yang memberi kebenaran berdasarkan alasan logis dan

    sistematis. Materi matematika yang dipelajari pada tingkat sekolah menengah merupakan kelanjutan

    dari materi yang dipelajari pada saat tingkat sekolah dasar. Contohnya pada materi pecahan yang

    sudah diperkenalkan kepada siswa sejak kelas 1 SD yang akan dipelajari lebih dalam lagi di kelas VII

    SMP.

    Kelancaran dari materi sebelumnya akan mempermudah siswa dalam memahami materi

    pecahan seperti operasi hitung bilangan dan pengukuran. Contohnya merubah pecahan menjadi

    desimal, maka siswa harus mampu membagi dan mengalikan dengan lancar. Berdasarkan Kurikulum

    2013, mata pelajaran matematika materi pecahan pada tingkat sekolah dasar memuat kompetensi inti

    yaitu memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati (mendengar, melihat, membaca) dan

    menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan

    benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di sekolah.

    Secara umum, bilangan pecahan dapat dinyatakan dalam bentuk “ ”, dengan a dan b adalah

    bilangan bulat, b≠0, dan b bukan faktor dari a, bilangan a disebut pembilang dan b disebut penyebut

    (Jazuli: 2016). Contohnya: , , , dan lain sebagainya. Banyak kegiatan yang berhubungan dengan

    bilangan pecahan pada kehidupan sehari-hari seperti dalam membagi kue menjadi beberapa bagian,

    diskon yang ditawarkan di toko, pembelian gula, dan lain-lain. Pecahan melalui benda konkrit gambar

    dan lambangnya dapat dilihat pada gambar 1.

    1 bagian

    bagian bagian bagian

    Gambar 1. Contoh pecahan dalam bentuk gambar

    mailto:[email protected]

  • 7

    Permasalahan pecahan dalam matematika dapat disajikan dalam bentuk soal cerita. Bentuk

    soal tersebut mempunyai penyelesaian yang bertahap. Siswa terlebih dahulu memahami soal cerita,

    kemudian menarik kesimpulan obyek yang harus diselesaikan dan memisalkan dengan simbol-simbol.

    Setelah itu baru diselesaikan sampai tujuan dari permasalahan tersebut diselesaikan. Seringkali siswa

    masih mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal cerita pecahan. Menurut Piaget (Solso, dkk, 2007:369), siswa sekolah dasar masih berada pada tahap operasi

    konkrit (umur 7–11 tahun) dengan karakteristik kemampuan konservasi, kemampuan

    mengklasifikasikan dan menghubungkan pemahaman tentang angka, berpikir konkret, perkembangan

    pikiran tentang reversibilitas. Ketika mempelajari pecahan pada kelas VII, siswa sudah bergerak

    melampaui penalaran tentang pengalaman konkret, dan berpikir dengan cara yang lebih abstrak,

    idealis, dan logis karena sudah masuk pada tahap operasional-formal (11 tahun keatas) dengan

    karakteristik pikiran bersifat umum dan menyeluruh, berpikir proporsional, kemampuan membuat

    hipotesis, perkembangan idealisme yang kuat. Tingkat kesulitan soal materi pecahan yang dihadapi

    siswa pun akan berbeda sehingga memungkinkan banyaknya kesalahan yang dilakukan oleh siswa. Vale (Wiryanto, 2014) menemukan bahwa siswa akan lebih banyak berpeluang untuk

    melakukan kesalahan pada operasi pecahan jika pembelajaran materi pecahan hanya menitikberatkan

    pada menghafal rumus dan prosedur operasi tanpa ada perhatian yang cukup pada makna pecahan.

    Selain itu, kekomplekan karakteristik dan konsep pecahan membutuhkan tahapan pemahaman yang

    membuatnya tidak bisa dipahami dalam waktu yang relative singkat. Siswa dapat meminimalkan

    kesalahan dalam mengerjakan soal pecahan dengan menggunakan kemampuan visual. Kemampuan visual memang penting dalam menyelesaikan permasalahan matematika dan

    perlu dilatihkan kepada siswa. Modelminds (2012) menyebutkan 10 alasan visual thinking itu penting

    dalam memecahkan masalah yang kompleks yaitu: (1) Visual thinking membantu memahami masalah

    yang kompleks menjadi lebih mudah; (2) Hasil visualisasi masalah yang komplek, menjadi mudah

    dalam berkomunikasi dan bagi orang lain untuk menyelesaikannya; (3) Visual thinking membantu

    orang berkomunikasi lintas budaya dan bahasa; (4) Visual thinking membuat komunikasi dari sisi

    emosional menjadi lebih baik; (5) Visualisasi membantu memfasilitasi pemecahan non-linear; (6)

    Visualisasi dari masalah memungkinkan orang untuk berpikir bersama dengan setiap ide orang lain

    dengan menciptakan bahasa bersama; (7) Pemetaan visual dari sebuah masalah dapat membantu

    untuk melihat kesenjangan dari solusi dapat ditemukan; (8) Visualisasi membantu orang untuk

    mengingat, membuat ide konkrit dan menciptakan hasil yang lebih akurat pada akhirnya; (9) Visual

    thinking dapat memberikan gambaran sangat penting belajar dari kesalahan; (10) Visualisasi berfungsi

    sebagai motivasi yang besar mencapai tujuan. Siswa yang sudah terampil menggunakan visual thinking, maka akan dapat merasakan

    manfaatnya. Arcavi (2003:217) menegaskan bahwa visual thinking merupakan kemampuan, proses

    dan produk dari penciptaan, interpretasi, penggunaan dan refleksi atas gambar, image, diagram dalam

    pikiran yang direpresentasikan pada kertas atau dengan alat teknologi, dengan tujuan menggambarkan

    dan menceritakan informasi, memikirkan dan mengembangkan ide-ide yang sebelumnya tidak

    diketahui. Dalam kehidupan sehari-hari, secara sadar atau tidak ketika ditanya alamat suatu tempat

    akan lebih mudah menyampaikan informasi tentang alamat tersebut dengan menuangkannya dalam

    bentuk peta (gambar). Itu termasuk salah satu berpikir visual (visual thinking). Namun, Surya (2010) menemukan sebagian besar siswa SMP/MTs tidak dapat

    mempresentasikan (memvisualisasi pemikirannya) pada soal cerita matematika dan cenderung tidak

    dapat memecahkan soal matematika tersebut. Dalam penelitiannya, masih terdapat kesalahan pada

    jawaban tertulis siswa dalam mengerjakan soal cerita dengan cara merepresentasikan. Kesalahan

    tersebut dapat dilihat pada gambar 2.

  • 8

    a

    b

    Gambar 2. Kesalahan siswa dalam mengerjakan soal cerita dengan cara merepresentasikan pada

    gambar (a) siswa A, (b) siswa B

    Gambar 2, Siswa A tidak menjelaskan apa yang dijawab hanya berupa representasi gambar tanpa

    penjelasan banyak potongan pada seloyang kue bika Ambon. Kesalahan siswa B, muncul angka tanpa

    makna atau penjelasan dan proses tidak ada tanda “=” serta penempatan tanda “=” yang salah. Dari

    hasil jawaban tertulis kedua siswa tersebut dapat dilihat kemampuan visualisasi dalam memahami dan

    menggambarkan apa yang ada dipikiran siswa. Tampak bahwa dalam menvisualisasikan soal cerita

    masih dirasa sulit dan dapat memunculkan miskonsepsi yang mengakibatkan siswa mengalami

    kesalahan dalam menyelesaikan jawaban akhirnya.

    Melihat hal ini, maka penulis menjadikan salah satu dasar kemampuan visual thinking sebagai

    hal yang perlu diketahui sehubungan dengan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah,

    sehingga peneliti bermaksud mendeskripsikan kemampuan visual thinking siswa kelas VII Sekolah

    Menengah Pertama (SMP) dalam menyelesaikan soal cerita matematika pada materi pokok pecahan

    berdasarkan kemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah.

    METODE PENELITIAN

    Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan

    kemampuan visual thinking siswa kelas VII-C SMP Negeri 2 Kaliwungu dalam menyelesaikan soal

    cerita pecahan berdasarkan kemampuan matematika. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dalam

    bentuk tulisan-tulisan, gambar-gambar, rangkaian kata-kata, dokumen, dan bahasa tubuh. Data

    tersebut dikumpulkan oleh peneliti sebagai instrumen utama. Subjek terdiri dari 3 siswa yang dipilih

    berdasarkan nilai matematika Ulangan Akhir Semester 1 Tahun Ajaran 2016/2017 dengan rentang

    nilainya yaitu 85-93 kategori berkemampuan matematika tinggi, 70-75 kategori berkemampuan

    matematika sedang, dan 40-60 kategori berkemampuan matematika rendah. Rentang nilai tersebut

    disusun dengan batas atas nilai tertinggi siswa yaitu 93 dan batas bawah nilai terendah siswa yaitu 40.

    Ditinjau dari kurikulum 2006 siswa kelas VII SMP telah mempelajari materi tentang pecahan.

    Adapun subjek dengan kategori yang akan diteliti dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Pemilihan Subjek Berdasarkan Hasil UAS

    Inisial Subjek Nilai UAS Kategori Kemampuan Matematika

    T 93 Tinggi

    S 70 Sedang

    R 40 Rendah

    Data dikumpul dengan menggunakan empat metode, yaitu: tes tertulis, wawancara,

    pengamatan, dan dokumentasi. Metode tes tertulis menggunakan instrumen berupa soal-soal tes

    tertulis yang akan diujikan kepada subjek dan sudah memenuhi indikator. Setelah itu, dilakukan

    wawancara dengan instrumennya berupa pedoman wawancara yang nantinya akan membantu saat

    pelaksanaan wawancara. Dokumentasi juga diperlukan dalam pengumpulan data sebagai bukti telah

    dilakukannya penelitian serta dapat memperkecil kesalahan pada saat menganalisis data. Pengambilan

    data tes tertulis dilakukan dengan cara setiap subjek diberikan 2 paket soal yang setiap paketnya

    berisikan 2 soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang mudah dan yang sulit. Jarak antara paket

    satu dengan paket dua diberikan selang 2 minggu. Adapun indikator yang digunakan untuk

    mendeskripsikan subjek dengan kemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah dapat dilihat pada

    tabel 2.

  • 9

    Tabel 2. Indikator Soal*

    Langkah-

    langkah Definisi Indikator

    Looking

    Mengidentifikasikan masalah dengan aktivitas

    melihat dan membaca serta mengumpulkan

    informasi dalam suatu permasalahan

    Mencari tahu informasi yang ada

    pada soal.

    Seeing

    Mengerti dan memahami keterkaitan antara yang

    diketahui dan yang ditanyakan dengan aktivitas

    menyeleksi dan mengelompokkan serta

    merencanakan pemecahan masalah dalam suatu

    permasalahan

    Memahami apa yang diminta

    pada soal.

    Imagining

    Menentukan pola dengan aktivitas menggambarkan

    masalah serta menuliskan solusi pemecahan

    masalah dalam suatu permasalahan

    Mensketsa atau membuat coret-

    coretan dari apa yang diketahui

    pada soal sampai apa yang dicari.

    Showing

    &

    Telling

    Menjelaskan apa yang diperoleh dari permasalahan

    tersebut dan mempresentasikan hasilnya.

    Menyelesaikan perhitungan soal

    cerita pecahan.

    *) Diadaptasi dari langkah-langkah visual thinking menurut Bolton (Ariawan 2016)

    HASIL DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

    1. Kemampuan Visual Thinking Subjek Berkemampuan Matematika Tinggi (T) Subjek diberikan 2 soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang mudah dan yang sulit.

    Jawaban tertulis T dalam mengerjakan soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang mudah dapat

    dilihat pada gambar 3.

    Gambar 3. Jawaban tertulis T dalam mengerjakan soal cerita

    pecahan menggunakan bilangan yang mudah

    Jawaban tertulis T pada soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang mudah diawali dengan

    menuliskan yang diketahui yaitu ibu membeli 10 donat dibagikan kepada 4 anak. Langkah

    pekerjaannya yaitu . Jadi, kesimpulannya setiap anak memperoleh bagian.

    Looking. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk mencari tahu informasi yang ada

    pada soal. Hasil jawaban tertulis T menunjukkan yang diketahui pada soal “Ibu membeli 10 donat

    dibagikan kepada 4 anak”. Konsistensi ditunjukkan oleh T dari jawaban wawancara dimana T telah

    menyatakan bahwa “Ibu membeli 10 donat dibagikan kepada empat anaknya”. Hasil jawaban tertulis

    dan lisan ini menunjukkan bahwa T telah benar-benar paham informasi yang terdapat pada soal dan T

    telah memiliki kemampuan looking dengan baik.

    Seeing. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk memahami apa yang diminta pada

    soal. Hasil dari jawaban T pada saat wawancara menyatakan bahwa “Berapa bagian yang diperoleh

    setiap anak”. Hasil lisan ini menunjukkan bahwa T telah paham apa yang diminta atau ditanyakan

    pada soal dan T telah memiliki kemampuan seeing dengan baik.

    Imagining. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menggambarkan masalah pada

    soal. T diminta merepresentasikan 10 donat seperti apa. Berikut ini adalah representasi dan cuplikan

    wawancaranya.

  • 10

    P : Ini kan ibu membeli 10 donat. Sebelum kamu

    mengerjakan, apakah kamu membayangkan donatnya

    itu?

    T : Membayangkan.

    P : Bentuk donatnya tuh seperti apa to? Kalau boleh

    dicorat coret disini ya. (sambil memberikan selembar

    kertas).

    T : (menggambarkan 10 donat yang berbentuk lingkaran)

    P : Terus?

    T : Dibagi keempat anaknya. Setiap anak mendapat dua-

    dua. Dibagi empat kan dapatnya 2. Nah masih 2 dan

    dibagi lagi 4 mendapat setengah. (sambil menunjuk-

    nunjuk gambar).

    P : Mbaginya gimana?

    T : (menunjukkan cara membagi dua donat dengan

    membuat garis dipertengahan lingkaran yang

    dimisalkan donat sehingga menjadi bagian yang

    sama).

    P : Jadi ini, segini itu buat 1 anak? (sambil menunjuk

    bagian donat yang telah dibagi menjadi dua bagian

    yang sama).

    T : Ya, 1 anak.

    Gambar 4. Hasil representasi dari 10 donat dan wawancara dengan T

    Gambar 4, terlihat bahwa T merepresentasikan 10 donat dengan 10 lingkaran yang kemudian

    membagi 2 donat menjadi 4 bagian yang sama dengan menarik garis pada bagian tengah lingkaran.

    Sebelum mengerjakan soal, Ia membayangkan bentuk dari donat. Dari cara-caranya menjelaskan dan

    menggambarkan, Ia paham betul bagaimana cara untuk merepresentasikan melalui gambar. Tampak

    bahwa Ia menjelaskan dengan cepat dan tepat. Ia menjelaskan bahwa 10 donat diberikan setiap anak

    dua-dua kemudian ditambah sisanya setengah-setengah. Jadi, setiap anak mendapatkan bagian

    donat. Hasil representasi T menunjukkan bahwa T memiliki kemampuan imagining dengan baik dan

    kreatif.

    Showing & Telling. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menjelaskan dan

    mempresentasikan hasil jawaban. T dapat menjelaskan bagaimana cara menyelesaikan soal yaitu

    dengan menuliskan model matematikanya terlebih dahulu. Cara menyelesaikannya pun sudah tepat,

    sehingga mendapatkan jawaban yang tepat. Berikut adalah cuplikan wawancaranya. P : Ini caranya sudah bener? Gimana ini caranya? (sambil menunjuk pekerjaannya).

    T : .

    P : Ini dapat dari mana? (sambil menunjuk pekerjaan subjek).

    T : 10 dibagi 4 kan 2 masih sisa diperkecil lagi .

    Hasil jawaban tertulis dan lisan menunjukkan bahwa T konsisten menjelaskan cara pengerjaannya

    yaitu 10 dibagi 4 sama dengan 2 masih sisa . Kemudian Ia memperkecil bentuknya menjadi .

    Kesimpulannya setiap anak mendapatkan bagian donat. Jadi, T telah memiliki kemampuan

    showing & telling dengan baik.

    Pada soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang sulit, cara T mengerjakan tidak jauh

    berbeda. Jawaban tertulisnya dapat dilihat pada gambar 5.

  • 11

    Gambar 5. Jawaban tertulis T dalam mengerjakan soal cerita pecahan

    menggunakan bilangan yang sulit

    Jawaban tertulis T pada soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang sulit diawali dengan

    menuliskan apa yang diketahui yaitu Budi dan Ani mempunyai 2 cokelat rasa Midi Merah dan rasa

    Almond. Budi menghabiskan rasa Almond, Ani menghabiskan rasa Midi Merah. Selanjutnya, Ia

    menyelesaikan dengan langkah . Jadi Budi dan Ani menghabiskan

    bagian cokelat.

    Looking. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk mencari tahu informasi yang ada

    pada soal. Hasil jawaban tertulis T menunjukkan yang diketahui pada soal. Konsistensi ditunjukkan

    oleh T dari jawaban wawancara dimana T telah menyatakan bahwa “Budi dan Ani mempunyai 2

    batang cokelat rasa Midi Merah dan Almond. Budi menghabiskan rasa Almond, Ani menghabiskan

    rasa Midi Merah”. Hasil jawaban tertulis dan lisan ini menunjukkan bahwa T telah benar-benar paham

    informasi yang terdapat pada soal dan T telah memiliki kemampuan looking dengan baik.

    Seeing. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk memahami apa yang diminta pada

    soal. Hasil dari jawaban T pada saat wawancara menyatakan bahwa “Berapa bagian dari keseluruhan

    cokelat yang telah mereka habiskan”. Hasil lisan ini menunjukkan bahwa T telah paham apa yang

    diminta atau ditanyakan pada soal dan T telah memiliki kemampuan seeing dengan baik.

    Imagining. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menggambarkan masalah pada

    soal. T diminta untuk merepresentasikan 2 cokelat batangan, rasa Almond dan rasa Midi Merah.

    Berikut ini adalah representasi dan cuplikan wawacaranya.

    P : Coba disketsakan 2 cokelat batangan itu

    seperti apa. (sambil memberikan selembar

    kertas)

    T : (menggambarkan 2 cokelat batangan

    dengan bentuk persegi panjang yang satu

    diberi tulisan Almond dan yang satunya

    Midi Merah)

    P : Berarti sempet membayangkan itu ya?

    T : Iya.

    Gambar 6. Hasil representasi dari 2 cokelat batangan dan wawancara dengan T

    Berdasarkan hasil wawancara, T sebelumnya membayangkan terlebih dahulu bentuk 2 cokelat

    batangan, sehingga ia merepresentasikan secara jelas. Ia merepresentasikan 2 cokelat batangan dengan

    bentuk 2 persegi panjang. Di situ juga terdapat keterangan rasa Almond dan Midi Merah. Berdasarkan

    representasinya, Ia mampu menggambarkan secara visual 2 cokelat batangan dan tidak menggunakan

    bantuan penggaris ketika menggambar. Jadi, T memiliki kemampuan imagining dengan baik dan

    kreatif.

    Showing & Telling. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menjelaskan dan

    mempresentasikan hasil jawaban. T dapat menjelaskan bagaimana cara mengerjakan soal yang telah

    diberikan. Caranya yaitu = = 1 = 1 . Berikut ini adalah cuplikan wawancaranya.

  • 12

    P : Terus cara mengerjakannya gimana?

    T : (sambil mengerjakan kembali dikertas yang telah diberikan). Kan Budi menghabiskan dan

    Ani menghabiskan Midi Merah dan itu ditambahkan sama dengan disamakan penyebutnya

    menjadi per enam. Sama dengan = 1 diperkecil 1 .

    P : Sama ya dengan yang ini? (sambil menunjuk pekerjaan subjek sebelumnya)

    T : Iya.

    P : Jadi kesimpulannya?

    T : Mereka menghabiskan bagian cokelat.

    P : Iya.

    Konsisten pada jawaban tertulis dan lisan menunjukkan bahwa T mampu menjelaskan secara rinci

    bagaimana proses pekerjaannya dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Ia juga mampu

    menyelesaikan soal cerita pecahan dengan menuliskan model matematikanya terlebih dahulu yang

    kemudian dikerjakan dengan menyamakan penyebutnya. Jadi, T memiliki kemampuan showing &

    telling dengan baik.

    2. Kemampuan Visual Thinking Subjek Berkemampuan Matematika Sedang (S) S diberikan 2 soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang mudah dan yang sulit. Jawaban

    tertulisnya pada soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang mudah dapat dilihat pada gambar 7.

    Gambar 7. Jawaban tertulis S dalam mengerjakan soal cerita

    pecahan menggunakan bilangan yang mudah

    Gambar 7. menunjukkan bahwa jawaban tertulis S dalam mengerjakan soal cerita pecahan

    menggunakan bilangan yang mudah yaitu langsung menuliskan angka pecahannya . Ia tidak

    menuliskan apa yang diketahui terlebih dahulu melainkan langsung menuliskan model

    matematikanya.

    Looking. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk mencari tahu informasi yang ada

    pada soal. Hasil dari jawaban S pada saat wawancara menyatakan bahwa “Ada 3 anak, Lala, Nila, dan

    Dodi, mereka membeli 5 buah tahu bulat”. Hasil lisan ini menunjukkan bahwa S paham informasi

    yang terdapat pada soal dan S telah memiliki kemampuan looking dengan baik.

    Seeing. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk memahami apa yang diminta pada

    soal. Hasil dari jawaban S pada saat wawancara menyatakan bahwa “Berapa bagian yang diperoleh

    setiap anak?”. Hasil lisan ini menunjukkan bahwa S telah paham apa yang diminta atau ditanyakan

    pada soal dan S telah memiliki kemampuan seeing dengan baik.

    Imagining. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menggambarkan masalah pada

    soal. S diminta untuk membuat coretan pada langkah ini. Menurutnya, 5 tahu bulat dapat digambarkan

    dengan 5 lingkaran. Berikut ini adalah representasi dan cuplikan wawancaranya.

    P : Terus ini membaginya gimana? Berarti? Satu orang

    dapetnya?

    S : Satu-satu. (sambil menunjuk 3 buah gambar tahu

    bulat)

    P : Terus masih?

    S : 2 dibagi 3.

    P : Untuk berapa orang?

    S : 3 (sambil menarik garis pada gambar sebanyak 3

    bagian).

    Gambar 8. Hasil representasi dari 5 tahu bulat dan wawancara dengan S Berdasarkan hasil representasinya, setelah menggambar 5 lingkaran S membagi 2 lingkaran menjadi 6

    bagian yang sama. Ia membagi 1 lingkaran menjadi 3 bagian dengan menarik garis tanpa bantuan

  • 13

    penggaris. Konsistensi ditunjukkan S pada saat wawancara, Ia membuat coret-coret dengan

    menggambarkan 5 tahu bulat. Kemudian Ia membagi tahu bulat agar sama dengan cara membagi satu-

    satu tahu bulat kepada 3 anak. 2 tahu yang tersisa dibaginya menjadi 6 bagian yang sama yaitu satu

    tahu bulat dibagi 3 bagian. Jadi, S mampu merepresentasikan soal tersebut sehingga memiliki

    kemampuan imagining dengan baik dan kreatif.

    Showing & Telling. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menjelaskan dan

    mempresentasikan hasil jawaban. S diminta menjelaskan bagaimana langkah pekerjaannya. Ia

    membutuhkan waktu yang lama untuk berpikir sehingga dapat menjawab pertanyaan yang diberikan.

    Berikut ini adalah cuplikan wawancaranya. P : Terus ini pekerjaanmu gimana?

    S : 5 dibagi 3.

    P : Dapetnya?

    S : .

    P : Caranya gimana to ini? Coba jelaskan. Ditulis disini (sambil memberikan selembar kertas

    pada subjek).

    S : (menghitung). 5 dibagi 3.

    P : Dapetnya?

    S : 2.

    P : Coba dicoret-coret dulu.

    S : (menghitung)

    P : 5 dibagi 3?

    S : .

    P : Duanya dapet dari mana?

    S : Turahan dari 5 bagi 3.

    P : Setiap anak mendapat?

    S : .

    Jawaban lisan S pada saat wawancara menunjukkan bahwa S menuliskan 5 dibagi 3 ke dalam model

    matematikanya menjadi . Sebelumnya jawaban pada tes tertulis adalah , namun setelah

    diwawancarai Ia menjawab . Ia selalu menjawab 5 dibagi 3 itu mendapat 2. Jawabannya berbeda

    karena salah menghitung. Ia membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menjawab dengan benar

    karena belum lancar dalam menghitung dan juga lupa cara menyelesaikan soal pecahan. Jadi, S belum

    memiliki kemampuan showing & telling dengan baik.

    S juga diberikan soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang sulit. Jawaban tertulisnya

    dapat dilihat pada gambar 9.

    Gambar 9. Jawaban tertulis S dalam mengerjakan soal

    cerita pecahan menggunakan bilangan yang sulit Jawaban tertulis S dalam mengerjakan soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang sulit yaitu

    langsung menuliskan model matematikanya tanpa menuliskan yang diketahui terlebih dahulu. Ia

    mengerjakan dengan cara .

    Looking. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk mencari tahu informasi yang ada

    pada soal. S tampak grogi dalam menjadi sehingga jawabannya seperti tidak nyambung dan salah

  • 14

    mengucapkan kata gram menjadi garam. Hasil dari jawaban S pada saat wawancara menyatakan

    bahwa “ dikurangi . itu gram permen untuk adiknya, dan sebelum diberikan pada adiknya

    dimakan gram terlebih dahulu”. Hasil lisan ini menunjukkan bahwa S paham informasi yang

    terdapat pada soal dan S telah memiliki kemampuan looking dengan baik.

    Seeing. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk memahami apa yang diminta pada

    soal. Hasil dari jawaban S pada saat wawancara menyatakan bahwa “Berapa sisa permen yang

    diberikan kepada adik”. Hasil lisan ini menunjukkan bahwa S telah paham apa yang diminta atau

    ditanyakan pada soal dan S telah memiliki kemampuan seeing dengan baik.

    Imagining. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menggambarkan masalah pada

    soal. S diminta untuk merepresentasikan permen seperti apa. Berikut ini adalah representasi dan

    cuplikan wawancaranya.

    P : Menurutmu permen ini gimana to bentuknya?

    S : (menggambarkan pada kertas yang telah diberikan).

    Gambar 10. Hasil representasi dari permen dan wawancara dengan S Menurut S, bentuk permen yang dimaksud dalam soal adalah seperti pada gambar 10. Berdasarkan

    hasil wawancara, Ia dapat membayangkan permen dan merepresentasikannya. Jadi, Ia mampu

    menggambarkan permen dan dapat merepresentasikan sesuai dengan kemampuan imagining yang ia

    miliki.

    Showing & Telling. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menjelaskan dan

    mempresentasikan hasil jawaban. S menjelaskan cara pekerjaannya yaitu . Ia belum bisa

    mengerjakan soal bentuk pecahan dengan angka yang sulit. Berikut ini adalah cuplikan

    wawancaranya. P : Jadinya gimana pekerjaannya?

    S : 4 kali 4, 16. Ditambah 7.

    P : Ditambah berapa?

    S : Ditambah 1. 17…

    P : 17 per?

    S : 4.

    P : Terus ini? (sambil menunjuk pekerjaan subjek).

    S : Dikurang. Ini dikurang hasilnya 64. (sambil menunjuk pekerjaannya)

    P : Dapet 64 dari mana?

    S : (diam sejenak).

    P : Disini aja coret-coretannya. (sambil memberikan kertas pada subjek).

    S : (sambil corat coret). 17 dikurang 7, 7. Ehh, 17 dikurangi 7………..

    P : Ini kan . 64 ini dapet dari mana? (sambil menunjuk pekerjaan subjek). Kok ini bisa

    16?

    S : (diam sejenak).

    P : Ini coret-coretannya ini gimana caranya? (sambil menunjuk pekerjaan subjek).

    S : Salah. Ini salah. (sambil menunjuk pekerjaannya).

    P : Ohh. Terus? Ini kan jadi 16? Terus ininya kamu dapet 64 dari mana? (sambil menunjuk

    pekerjaan subjek).

    S : Ini bagi ini kali ini. (sambil menunjuk pekerjaannya).

    P : Terus ini?

    S : 16 bagi 8, 2. Dikali 7, 14.

    P : Hasilnya jadi?

    S : (sambil menghitung) .

    P : Ohh gitu. Hasil pekerjaanmu ini dengan ini kenapa berbeda? (sambil menunjuk pekerjaannya).

    S : Salah hitung.

    Dalam menjelaskan pekerjaannya, S tampak bingung dan masih sulit dalam menghitung. Sebelumnya,

    Ia mendapatkan hasil , namun setelah diwawancarai mendapatkan hasil . Ia terbilang masih

  • 15

    lamban dalam menghitung, dan masih salah-salah sehingga mendapatkan hasil yang salah juga.

    Dalam mengerjakan soal bentuk pecahan pun Ia lupa caranya, ketika diminta untuk mengingat tetap

    masih bingung. Konsistensi jawaban tertulis dan lisan yang menghasilkan jawaban yang salah

    menunjukkan bahwa S belum memiliki kemampuan showing & telling dengan baik.

    3. Kemampuan Visual Thinking Subjek Berkemampuan Matematika Rendah (R) R diberikan 2 soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang mudah dan yang sulit.

    Jawaban tertulisnya dalam mengerjakan soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang sulit dapat

    dilihat pada gambar 11.

    Gambar 11. Jawaban tertulis R dalam mengerjakan soal cerita

    pecahan menggunakan bilang yang sulit Jawaban tertulis R dalam mengerjakan soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang sulit adalah

    . Ia tidak menuliskan apa yang diketahui terlebih dahulu, namun langsung menuliskan

    bentuk pecahannya. Cara mengerjakan soal bentuk pecahannya yaitu dengan menjumlahkan langsung

    bagian pembilang dengan pembilang dan penyebut dengan penyebut sehingga mendapatkan hasil .

    Looking. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk mencari tahu informasi yang ada

    pada soal. Sebelumnya, R diminta untuk membaca soal. Hasil dari jawaban R pada saat wawancara

    menyatakan bahwa “Budi dan Ani mempunyai 2 cokelat rasa Midi Merah dan Almot. Budi

    menghabiskan bagian cokelat, Ani menghabiskan bagian cokelat”. Hasil lisan ini menunjukkan

    bahwa R paham informasi yang terdapat pada soal dan R telah memiliki kemampuan looking dengan

    baik.

    Seeing. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk memahami apa yang diminta pada

    soal. Hasil dari jawaban R pada saat wawancara menyatakan bahwa “Berapa bagian dari keseluruhan

    cokelat yang telah mereka habiskan”. Hasil lisan ini menunjukkan bahwa R telah paham apa yang

    diminta atau ditanyakan pada soal dan R telah memiliki kemampuan seeing dengan baik.

    Imagining. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menggambarkan masalah pada

    soal. R merepresentasikan 2 cokelat batangan dengan bentuk 2 persegi panjang. Berikut ini adalah

    representasi dan cuplikan wawancaranya.

    P : Cokelat batang tuh seperti apa to?

    R : (menggambarkan 2 cokelat batangan dengan bentuk persegi

    panjang yang satu diberi tulisan Almond dan yang satunya Midi

    Merah).

    Gambar 12. Hasil representasi dari 2 cokelat batangan dan wawancara dengan R Berdasarkan hasil representasi, R menggambarkan 2 persegi panjang dengan memberi keterangan rasa

    cokelat yaitu Midi Merah dan Almond. Ia masih bingung membagi bagian cokelat batangan. Namun,

    Ia dapat merepresentasikan bentuk dari 2 cokelat batangan. Jadi, R memiliki kemampuan imagining

    dengan baik dan kreatif.

    Showing & Telling. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menjelaskan dan

    mempresentasikan hasil jawaban. R menjelaskan langkah pekerjaannya yaitu . Berikut

    ini adalah cuplikan wawancaranya.

  • 16

    P : Terus gimana caranya? Tolong jelaskan caramu ini.

    R : yang dihabiskan Ani yang Midi Merah (sambil menunjukkan gambarnya) ditambah cokelat

    yang dimakan Budi rasa Almot.

    P : Terus kenapa ini dijumlahkan? (sambil menunjuk pekerjaan subjek)

    R : Dijumlahin keseluruhan yang dimakan.

    P : Ohh karena itu. Terus itu caranya gimana?

    R :

    P : Ini yang atas dijumlahkan, yang bawah dijumlahkan. Kalau pecahan itu langsung dijumlahkan

    gitu? Itu penyebutnya yang mana to?

    R : (diam sejenak)

    Hasil dari jawaban tertulis dan lisan menunjukkan bahwa R belum memiliki kemampuan showing &

    telling dengan baik. R masih bingung dengan jawabannya. Ia lupa cara mengerjakan soal pecahan

    sehingga langsung menjumlahkan pembilang dengan pembilang dan penyebut dengan penyebut. Jadi,

    Ia mendapatkan hasil yang belum benar.

    Pada soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang sulit, langkah pekerjaan R tidak jauh

    berbeda caranya. Jawaban tertulisnya dapat dilihat pada gambar 13.

    Gambar 13. Jawaban tertulis R dalam mengerjakan soal

    cerita pecahan menggunakan bilangan yang sulit Gambar 13. Jawaban tertulis R dalam mengerjakan soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang

    sulit menunjukkan cara mengerjakannya yaitu . Jadi, permen yang Kitty berikan pada

    adiknya adalah sebanyak gram. Ia menggunakan cara yang sama ketika mengerjakan soal cerita

    pecahan dengan angka yang sulit sebelumnya yaitu langsung mengurangkan bagian pembilang

    dengan pembilang dan penyebut dengan penyebut.

    Looking. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk mencari tahu informasi yang ada

    pada soal. Sebelumnya, R diminta untuk membaca soal. Hasil dari jawaban R pada saat wawancara

    menyatakan bahwa “Kitty membeli gram permen untuk adiknya. Tetapi Kitty sebelumnya

    diberikan kepada adiknya, Kitty telah memakan gram”. Hasil lisan ini menunjukkan bahwa R paham

    informasi yang terdapat pada soal dan R telah memiliki kemampuan looking dengan baik.

    Seeing. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk memahami apa yang diminta pada

    soal. Hasil dari jawaban R pada saat wawancara menyatakan bahwa “Berapa sisa permen yang ia

    berikan pada adiknya”. Hasil lisan ini menunjukkan bahwa R telah paham apa yang diminta atau

    ditanyakan pada soal dan R telah memiliki kemampuan seeing dengan baik.

    Imagining. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menggambarkan masalah pada

    soal. R merepresentasikan permen dengan bentuk oval. Berikut ini adalah representasi dan cuplikan

    wawancaranya.

    P : Terus permennya seperti apa?

    R : (menggambar permen).

    P : Ini berapa jumlahnya?

    R : .

    Gambar 14. Hasil representasi dari permen dan wawancara dengan R

  • 17

    Hasil representasi dan lisan R pada saat wawancara menunjukkan bahwa R dapat menggambarkan

    permen sesuai dengan bayangannya. Ia memberikan keterangan gram pada gambar tersebut. Jadi,

    R memiliki kemampuan imagining dengan baik dan kreatif.

    Showing & Telling. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menjelaskan dan

    mempresentasikan hasil jawaban. R menjelaskan bagaimana cara mengerjakan soal dan mendapatkan

    hasil yaitu dengan cara langsung mengurangkan pembilang dengan pembilang dan penyebut dengan

    penyebut. Berikut ini adalah cuplikan wawancaranya. P : Terus caramu ini gimana ini? (sambil menunjuk pekerjaan subjek).

    R : Kan diambil . 7 diambil 1 gak bisa diambil sini satunya. (sambil menunjuk

    pekerjaannya).

    P : Ohh gitu? Jadinya gimana?

    R : (sambil mengerjakan kembali pada kertas yang telah diberikan).

    P : Gimana?

    R : 7 diambil 1 gak bisa. Satunya dipinjemin 4.

    P : Terus?

    R : 11 diambil 7 masih 4. 8 diambil 4 gak bisa, empatnya dipinjemin satunya. Disini

    (sambil menunjukkan pekerjaannya) jadi 14 diambil 8 masih 6. Yang 4 ini tinggal 2

    kak. (sambil menunjuk pekerjaannya)

    P : Gitu? Hmm. Dulu pelajaran pecahan caranya begitu diajarinnya?

    R : (menganggukkan kepala).

    Konsistensi dari jawaban tertulis dan lisan R menunjukkan bahwa R belum memiliki kemampuan

    showing telling dengan baik. R mengerjakan bentuk pecahan secara langsung dan meminjam angka

    didepannya karena tidak bisa dikurangkan. Pemikirannya ketika mengerjakan soal tersebut yaitu

    sehingga mendapatkan hasil yang belum benar.

    PEMBAHASAN

    Hasil subjek dalam penelitian ini kemudian dianalisis berdasarkan indikator visual thinking.

    Adapun hasil analisis subjek dengan kemampuan tinggi, sedang, dan rendah pada setiap indikatornya

    adalah sebagai berikut.

    Looking. Menurut Bolton (Ariawan, 2016), looking yaitu siswa mengidentifikasikan masalah

    dengan aktivitas melihat dan membaca serta mengumpulkan informasi dalam suatu permasalahan.

    Hasil dari penelitian ini, subjek dengan kemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah dapat

    menyebutkan informasi apa saja yang terdapat pada soal cerita pecahan yang diberikan. Jadi, ketiga

    subjek tersebut sudah memenuhi indikator looking.

    Seeing. Subjek dengan kemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah mampu

    memahami soal cerita pecahan. Pertanyaan yang terdapat pada soal cerita pecahan tersebut dapat

    disebutkan oleh ketiga subjek. Hal tersebut sejalan dengan pengertian seeing menurut Bolton

    (Ariawan 2016), yaitu siswa mengerti dan memahami keterkaitan antara yang diketahui dan yang

    ditanyakan dengan aktivitas menyeleksi dan mengelompokkan serta merencanakan pemecahan

    masalah dalam suatu permasalahan.

    Imagining. Cara merepresentasikan soal cerita pecahan oleh subjek dengan kemampuan

    matematika tinggi, sedang, dan rendah berbeda-beda. Ketiga subjek tersebut merepresentasikan sesuai

    dengan pemikirannya masing-masing. Namun pada intinya mereka sudah mampu merepresentasikan

    soal cerita pecahan. Hal tersebut juga dipengaruhi dengan tingkat kreativitasnya. Siswa dengan

    kemampuan tinggi cenderung memiliki tingkat kreativitas yang lebih tinggi dari pada siswa yang

    berkemampuan rendah. Sedangkan tingkat peningkatannya tidak menunjukkan hubungan yang linier

    bahwa siswa yang berkemampuan tinggi akan mengalami peningkatan kreativitas yang lebih banyak

    dibandingkan siswa yang berkemampuan rendah. (Akhmad Jufriadi, dkk: 2014).

    Showing & Telling. Sesuai kemampuan matematikanya, subjek dengan kemampuan

    matematika tinggi dapat menyelesaikan masalah yang terdapat pada soal cerita pecahan dengan lancar

    dan benar. Subjek dengan kemampuan matematika sedang dan rendah masih kesulitan dalam

    menghitung karena kedua subjek tersebut belum lancar dalam perkalian, pembagian, penjumlahan,

    dan pengurangan matematika. Dalam menjawab pertanyaan, kedua subjek tersebut tidak dapat

    menyelesaikan permasalahan yang ada sehingga pada tahap ini belum bisa tercapai indikatornya. Hal

  • 18

    tersebut sejalan dengan hasil penelitian Surya (2010) yang menemukan kesalahan dalam jawaban

    tertulis siswa dalam mengerjakan soal cerita dengan cara merepresentasikan pada gambar.

    PENUTUP

    Temuan penelitian ini, didapatkan bahwa subjek dengan kemampuan matematika tinggi dapat

    menyelesaikan langkah-langkah visual thinking dengan baik. Ia dapat menyebutkan informasi

    (looking) dan memahami pertanyaan yang dimaksud pada soal cerita pecahan (seeing), dapat

    menggambarkan setiap objek dalam soal dan merepresentasikan caranya (imagining), dan dapat

    menyelesaikan soal cerita pecahan sesuai aturan yang digunakan pada operasi bentuk pecahan

    (showing & telling). Selanjutnya untuk subjek berkemampuan matematika sedang dan rendah sudah

    bisa mencari informasi yang berada pada soal cerita pecahan (looking), dapat memahami pertanyaan

    yang dimaksud pada soal cerita pecahan (seeing), dan dapat menggambarkan atau merepresentasikan

    soal cerita pecahan (imagining). Pada langkah penyelesaian soal cerita pecahan (showing & telling),

    kedua subjek tersebut belum bisa mengerjakan dengan lancar ketika menggunakan bilangan yang sulit

    sehingga terdapat kesalahan pada jawaban akhir.

    Subjek dengan kemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah ketika membaca soal

    masih terbilang lamban, banyak kata-kata yang hilang. Subjek dengan kemampuan matematika

    sedang dan rendah masih kesulitan dan belum lancar dalam hal menambah, mengurang, membagi,

    dan mengalikan angka. Kedua subjek tersebut juga belum lancar dalam menyelesaikan soal pecahan.

    Saran bagi peneliti lain, penelitian ini menarik untuk diteliti karena masih banyak siswa yang

    mengalami kesulitan dalam merepresentasikan dan menjawab soal cerita matematika. Pilihlah materi

    yang lain agar visual thinking dapat terlihat lagi secara mendalam. Bagi siswa, kemampuan visual

    thinking perlu diasah lagi sehingga dapat mempermudah dalam menyelesaikan matematika yang

    kompleks. Selanjutnya bagi guru, perhatikan konsep yang diberikan kepada siswa apakah sudah

    tersampaikan dengan baik dan benar karena banyak siswa yang belum mengerti materi pecahan

    namun sudah dianggap bisa dan lanjut pada materi selanjutnya.

    DAFTAR PUSTAKA

    Solso, dkk. 2007. Psikologi Kognitif. Jakarta: Erlangga.

    Sugiyono. 2013. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Hlm: 83.

    Arbayani, Syari. dkk. 2014. Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS Berbantuan Wingeom untuk

    Meningkatkan Kemampuan Visualisasi Siswa di SMA Negeri 1 Pulau Laut Timur. Prosiding

    Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema

    “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP Universitas Negeri

    Malang.

    Archavi A. 2003. The Role of Visual Representations in the learning of mathematics Educational

    Studies in Mathematics.

    Ariawan, Rezi. 2016. Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Visual Thinking Disertai Aktivitas Quick

    On The Draw Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Suska Journal of

    Mathematics Education Vol. 2, No. 1, Hlm 20 – 30.

    Djaelani, Aunu Rofiq. 2013. Teknik Pengumpulan Data dalam Penelitian Kualitatif Vol. 20, No 1.

    Jufriadi, Akhmad dan Hena Dian Ayu. (2014). Meningkatkan Kreativitas dan Pemahaman Pecahan

    Melalui Penerapan Strategi Open Ended Problem Bersetting Kooperatif. Seminar Nasional

    Penelitian, Universitas Kanjuruhan Malang, Vol. 2, No 1, Hlm 574.

    Novrini, P. Siagian, dan E. Surya. 2015. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berorientasi

    Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Visual Thinking dalam

    Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas VIII SMP. Jurnal Paradikma, Vol. 8, No 3, Hlm

    84-97.

    Presmeg, N. 1986. Visualization and Mathematical Giftedness Educational Studies in Mathematics,

    Vol. 17 (3), 297-311.

    Scristia. 2013. Visual Thinking Matematis dalam Discovery Learning. Prosiding SNMPM Universitas

    Sebelas Maret Vol. 1, Hlm 75-84.

    Surya, E. 2010. Visual Thinking dalam Memaksimalkan Pembelajaran Matematika Siswa Dapat

    Membangun Karakter Bangsa, Jurnal ABMAS, Media Komunikasi dan Informasi Pengabdian

    Kepada Masyarakat, Th 10, No 10.

  • 19

    _. 2013. Peningkatan Kemampuan Representasi Visual Thinking pada Pemecahan Masalah Matematis

    dan Kemandirian Belajar Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kontekstual Universitas

    Pendidikan Indonesia.

    _.Visual thinking dalam Memaksimalkan Pembelajaran Matematika, op.cit

    Wiryanto. 2014. Representasi Siswa Sekolah Dasar dalam Pemahaman Konsep Pecahan (Jurnal

    Pendidikan Teknik Elektro) Vol. 03 Hlm 593 – 603.

    Jazuli, Akhmad. 2016. Bilangan pecahan, (Online), http://kakajaz.blogspot.co.id diakses tanggal 3

    Februari 2016

    http://kakajaz.blogspot.co.id/