Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 1
DAN 24 Februari s.d. 1 Maret 2020
KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL
I. Pasar Global
Pasar Saham. Wall Street jatuh ke titik terendah sejak krisis keuangan
global 2008 pada perdagangan saham pekan lalu. Indeks Dow Jones ditutup
melemah 12,36 persen ke level 25.409,40 pada perdagangan sepekan lalu,
indeks S&P 500 melemah 11,49 persen ke level 2.954,22, dan indeks Nasdaq
melemah 10,5 persen ke level 8.567,37. Pelemahan mingguan pada bursa saham
AS pada pekan lalu tersebut merupakan yang terdalam sejak krisis keuangan
global tahun 2008. Penyebab utamanya adalah kekhawatiran terhadap virus
corona yang telah menyebar luar di luar Tiongkok.
Pada pekan lalu, virus corona telah menyebar ke 63 negara. 86 ribu orang telah
terinfeksi dan sekitar 2.900 orang meninggal dunia. Beberapa negara di luar
Tiongkok telah melaporkan kasus kematian pertama akibat corona, antara lain
AS dan Australia. Sementara di Eropa, Italia menjadi negara dengan kasus
corona terbanyak, yaitu lebih dari 1.000 kasus dengan 29 diantaranya telah
meninggal dunia. Hingga pekan lalu ada 3 negara yang memiliki kasus corona
lebih dari 1.000, yaitu Tiongkok, Korea Selatan, dan Italia. World Health
Organization (WHO) pada pekan lalu telah meningkatkan status kasus corona
ini ke level tertinggi.
Dari AS sendiri, sebanyak 60 warga AS telah terkonfirmasi terkena corona. Selain
itu, pada akhir pekan lalu Gubernur California memberikan pernyataan bahwa
pihaknya sedang memantau 8.400 orang yang baru saja melakukan perjalanan
ke Asia dan terindikasi corona. Mencermati hal tersebut, investor di bursa saham
Indikator 28 Februari 2020 Perubahan (%)
WoW YoY Ytd
T1 ---- Nilai Tukar/USD ---- Euro 0.91 1.63 (3.13) (1.68) Yen 107.89 3.33 3.14 0.66
GBP 0.78 (1.11) (3.46) (3.42) Real 4.47 (1.90) (19.04) (10.96)
Rubel 66.89 (4.42) (1.48) (7.90) Rupiah 14,318.00 (4.06) (1.77) (3.26) Rupee 72.18 (0.75) (2.02) (1.12) Yuan 6.99 0.51 (4.45) (0.41) KRW 1,214.50 (0.44) (8.01) (5.04) SGD 1.39 0.33 (3.04) (3.51)
Ringgit 4.22 (0.56) (3.67) (3.03) Baht 31.56 0.27 (0.14) (5.32) Peso 50.90 0.09 1.56 (0.50)
T2 ----- Pasar Modal ------
DJIA 25,409.36 (12.36) (1.95) (10.96) S&P500 2,954.22 (11.49) 6.10 (8.56)
FTSE 100 6,580.61 (11.12) (6.98) (12.75) DAX 11,890.35 (12.44) 3.25 (10.25)
KOSPI 1,987.01 (8.13) (9.49) (9.59) Brazil IBrX 867.56 (8.13) (12.58) (13.30)
Nikkei 21,142.96 (9.59) (1.13) (10.63) SENSEX 38,297.29 (6.98) 6.77 (7.17)
JCI 5,452.70 (7.30) (15.37) (13.44) Hangseng 26,129.93 (4.32) (8.74) (7.31) Shanghai 2,880.30 (5.24) (2.06) (5.57)
STI 3,011.08 (5.34) (6.28) (6.57) FTSE KLCI 1,482.64 (3.17) (13.18) (6.68)
SET 1,340.52 (10.34) (18.93) (15.15) PSEi 6,787.91 (7.90) (11.91) (13.15)
T3 ------ Surat Berharga Negara ------ Yield 5 th, (FR 81) 6,12 48 n/a (26) Yield 10 th, (FR82) 6,57 37 n/a (16)
T4 ------ Komoditas ------ Brent Oil 49.67 (14.27) (23.67) (23.21)
CPO 2,357.00 (12.15) 23.08 (22.49) Gold 1,585.69 (3.51) 20.74 4.51 Coal 67.40 (0.74) (29.83) (0.44)
Nickel 12,255.00 (2.19) (6.09) (12.62) T5 ------ Rilis Data ------
GDP (qoq) AS Q4 : 2,1 Q3 : 2,1 Hong Kong Q4 : (0,3) Q3 : (0,4)
Jerman Q4 : 0,0 Q3 : 0,1 Kanada Q4 : 0,1 Q3 : 0,3 Peranis Q4 : (0,1) Q3 : 0,3
Manufacturing PMI Tiongkok Feb : 35,7 Jan : 50 CB Consumer Confidance AS Feb : 130,7 Jan : 130,4
Unemployment Change Jerman Feb : (10K) Jan : (4K)
Highlight Minggu Ini
Pada pekan lalu, bursa saham AS jatuh ke pelemahan mingguan terbesarnya sejak krisis global 2008. Dow Jones melemah 12,36 persen, S&P 500 melemah 11,49 persen, dan Nasdaq turun 10,5 persen. Penyebab utama pelemahan bursa saham AS adalah meningkatnya kekhawatiran investor terhadap penyebaran vírus corona di luar Tiongkok.
Indeks dolar AS tercatat melemah sebesar 1,14 persen ke level 98,13, sementara yield US Treasury tenor 10 tahun turun tajam ke level 1,15 persen. Meningkatnya kekhawatiran investor terhadap penyebaran vírus corona menyebabkan permintaan terhadap safe haven asset meningkat
Harga minyak Brent kontrak berjangka acuan global melemah signifikan 14,27 persen dalam sepekan ke level US$49,67 per barel. Jatuhnya permintaan minyak akibat menurunnya aktivitas produksi di Tiongkok menjadi salah satu penyebab utamanya.
Dari pasar keuangan domestik, IHSG melemah 7,30 persen ke level 5.452,70 secara mingguan dengan investor non residen mencatatkan net sell sebesar Rp4,16 triliun dalam sepekan, yield SUN seri benchmark bergerak naik antara 22 hingga 50 bps. Sementara itu, nilai tukar rupiah melemah sebesar 4,06 persen terhadap dolar AS ke level Rp14.318.
Pekan lalu merupakan salah satu pekan paling berat dalam bursa saham global. Hampir seluruh bursa saham melemah cukup dalam. Tidak hanya di Asia, pelemahan juga terjadi di bursa saham AS dan kawasan Eropa. Bahkan, bursa saham AS mengalami pelemahan mingguan terburuk sejak krisis keuangan global tahun 2008. Sejumlah analis memperkirakan pelemahan masih akan terjadi dalam beberapa waktu ke depan karena sejumlah data ekonomi negara-negara maju yang akan dirilis diperkirakan kurang menggembirakan pasar. Selain itu data indeks PMI manufaktur dan non manufaktur Tiongkok menunjukkan pelemahan lebih dalam dibandingkan ketika terjadi krisis keuangan
global 2008.
Gambar 1. Pasar Saham Global
Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 2
KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL
Gambar 4. Slope US Yield curve dan Resesi
Gambar 2. Yield treasury AS tenor 10 tahun turun 32
bps pada hari Jumat (28/2)
AS melakukan aksi jual atau sell off besar-besaran. Selama sepekan lalu,
investor melakukan aksi jual sebesar US$3,2 triliun. Kekhawatiran investor
tersebut cukup beralasan mengingat penyebaran virus corona yang sudah
meluas seperti saat ini hingga mempengaruhi aktivitas bisnis di AS. Hal tersebut
didukung oleh pernyataan dari sejumlah perusahaan besar di AS yang
menyebutkan bahwa mereka tidak yakin dapat memenuhi target pertumbuhan
laba pada tahun 2020 ini karena adanya virus corona tersebut.
Dari kawasan Eropa, bursa saham FTSE 100 Inggris dan bursa saham DAX
Jerman jatuh cukup dalam pada perdagangan pekan lalu. Dalam sepekan,
bursa saham FTSE 100 di Inggris melemah sebesar 11,12 persen ke level
6.580,61. Sejalan dengan hal tersebut, bursa saham DAX di Jerman juga
melemah double digit sebesar 12,44 persen ke level 11.890,30. Pelemahan ini
mengikuti pelemahan yang terjadi di hampir seluruh bursa saham dunia akibat
meningkatnya kekhawatiran terhadap penyebaran virus corona.
Sebagaimana diketahui pada pekan lalu sejumlah negara di kawasan Eropa
telah melaporkan adanya kasus corona. Jerman, Inggris, Prancis, Spanyol, dan
Italia menjadi negara-negara di Eropa yang memiliki kasus corona paling
banyak. Bahkan, kasus corona di Italia telah menembus angka 1.000 kasus yang
mana merupakan kasus terbesar di kawasan Eropa dan menempati ranking 3
besar bersama Tiongkok dan Korea Selatan. Hal tersebut memicu investor di
kawasan Eropa menjadi sangat khawatir bahwa virus corona akan menginfeksi
kawasan tersebut secara cepat.
Dari kawasan Asia, seluruh indeks saham di bursa utama kawasan Asia
melemah dipicu oleh penyebaran virus corona yang meluas di luar
Tiongkok. Para investor sangat khawatir bahwa penyebaran virus corona ini
tidak dapat dikendalikan dan dapat menyebabkan gangguan pada
perekonomian Tiongkok cukup dalam.
Sejumlah analis memperkirakan dampak virus corona terhadap perekonomian
akan lebih buruk dibandingkan dengan dampak yang ditimbulkan oleh virus
SARS terdahulu. Bahkan, jajak pendapat yang dilakukan oleh Reuters
menyebutkan bahwa para ekonom memperkirakan pertumbuhan ekonomi
Tiongkok pada Q1-2020 hanya akan tumbuh sebesar 3,5 persen atau jauh lebih
rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Q4-2019 yang
sebesar 6,0 persen. Sejumlah ekonom juga memperkirakan bahwa dampak
yang ditimbulkan oleh corona ini mungkin akan sama dengan yang terjadi saat
krisis keuangan global 2008.
Pada perdagangan pekan lalu, indeks Nikkei Jepang melemah 9,59 persen ke
level 21.142,96, indeks Hangseng Hong Kong melemah sebesar 4,32 persen ke
26.12993, indeks Kospi Korea melemah 8,13 persen ke level 1.987,01, indeks
Shanghai Tiongkok melemah 5,24 persen ke level 2.880,30, indeks SET Thailand
melemah 10,34 persen ke level 1.340,52, dan indeks STI Singapura melemah
sebesar 5,34 persen ke level 3.011,08.
Pasar Uang. Indeks dollar AS berada pada level 98,13 pada akhir
perdagangan pekan lalu (28/2) atau melemah sebesar 1,14 persen dalam
sepekan terhadap enam mata uang utama dunia dari posisi 99,26 pada
akhir pekan sebelumnya (21/2). Permintaan dollar AS lesu karena investor
dan trader cenderung wait and see dan enggan mengambil risiko di tengah
ketidakpastian global akibat meningkatnya wabah virus corona. Selain itu,
indeks dollar AS melemah seiring meningkatnya ekspektasi investor bahwa
Federal Reserve (the Fed) akan memangkas suku bunga untuk mengimbangi
dampak penyebaran virus corona. Pada Jumat lalu, The Fed menyatakan bahwa
pihaknya akan bertindak sesuai kebutuhan untuk mendukung ekonomi
domestik dan terus memantau risiko yang ditimbulkan oleh virus corona.
Menurut FedWatch CME Group, harapan investor akan penurunan suku bunga
setidaknya 25 bps pada Maret meningkat menjadi 54,3 persen dibandingkan
33,2 persen pada Rabu (26/2). Kekhawatiran investor juga didukung oleh data
Indeks PMI manufaktur Tiongkok tercatat turun signifikan ke rekor terendah
35,7 pada Februari 2020 dari 50,0 pada Januari 2020. Aktivitas pabrik Tiongkok
Gambar 3. Fed Balance Sheet dan government bond
yields
Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 3
KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL
Gambar 6. Semua harga hard commodities yang
diamati melemah secara mingguan
Gambar 5. Harga minyak mentah Brent, minyak mentah
WTI, dan batubara ICE Newcastle melemah secara
mingguan
tersebut mengalami kontraksi tercepat dan meningkatkan kekhawatiran akan
resesi global.
Pasar Obligasi. Yield US Treasury tenor 10 tahun pada akhir pekan lalu
(28/2) ditutup di level 1,15 persen atau turun 32 bps bila dibandingkan
penutupan pekan sebelumnya di angka 1,47 persen. Tingkat imbal hasil UST
10 years menyentuh rekor terendah setelah para investor mengalihkan asetnya
ke safe haven asset karena kekhawatiran terhadap penyebaran virus corona
semakin meningkat. Saat ini, para investor memandang bahwa obligasi
pemerintah AS merupakan salah satu instrumen investasi yang paling aman di
tengah ketidakpastian perekonomian. Bahkan, US Treasury tenor 2 tahun pada
hari Jumat (28/2) lalu mengalami penurunan imbal hasil harian terbesar sejak
krisis keuangan global tahun 2008 dan menyentuh level di bawah 1 persen,
tepatnya 0,92 persen. Permintaan safe haven asset seperti US Treasury bond ini
membuat harganya meningkat dan menurunkan imbal hasilnya.
Pasar Komoditas. Harga minyak Brent kontrak berjangka acuan global
melemah cukup dalam pada perdagangan pekan lalu. Pada perdagangan
pekan lalu, harga minyak dunia melemah sebesar 14,27 persen ke level US$49,67
per barel. Pelemahan harga minyak mentah dipengaruhi oleh kekhawatiran
investor terhadap dampak yang ditimbulkan oleh virus corona terhadap
permintaan komoditas energi.
Bahkan, S&P Global Platts Analytics merevisi proyeksi permintaan minyak tahun
2020. Lembaga tersebut memperkirakan permintaan minyak akan turun 470 ribu
barel per hari dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya akibat adanya virus
corona yang menyebabkan proses produksi di Tiongkok terganggu. Sebagai
negara konsumen minyak terbesar di dunia, turunnya permintaan minyak
Tiongkok akan berpengaruh signifikan terhadap permintaan minyak global. Dari
sisi pasokan, OPEC+ akan melakukan pertemuan pada awal bulan Maret ini
untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam menghadapi
turunnya permintaan minyak.
Harga komoditas batu bara ICE Newcastle pada pekan lalu (28/2) ditutup
melemah 0,74 persen ke level US$67,4 per metriks ton dibandingkan dengan
penutupan pekan sebelumnya di level US$67,9 per metriks ton. Pelemahan
harga batu bara pada pekan lalu dipengaruhi oleh semakin meluasnya wabah
corona yang diperkirakan akan menurunkan permintaan batu bara. Wabah yang
menyebar di Tiongkok membuat konsumsi batu bara di enam pembangkit listrik
utama Tiongkok, termasuk China Huaneng Group dan China Datang menurun.
Mereka hanya membakar sekitar 400.000 ton batubara setiap hari, atau turun
sepertiganya dari konsumsi harian rata-rata pada lima tahun sebelumnya.
Dilansir dari Reuters, para analis memperkirakan dampak virus corona terhadap
perekonomian Tiongkok berpotensi memangkas angka pertumbuhan PDB
Tiongkok lebih dari 1 persen pada 2020 dan konsumsi listrik juga diperkirakan
turun signifikan. Tiongkok sangat mengandalkan batu bara sebagai pembangkit
listriknya, mencapai sekitar 60 persen dari total pembangkit listrik yang ada. Jika
permintaan terhadap listrik turun, maka terdapat potensi besar permintaan
terhadap batu bara juga akan mengalami penurunan.
Faktor lain yang menyebabkan harga batu bara melemah adalah kembali
beroperasinya perusahaan tambang batu bara Tiongkok yang dikendalikan oleh
pemerintah pusat dan ditargetkan kembali pada kapasitas lebih dari 95 persen.
Lu Junling, kepala departemen batu bara pemerintah Tiongkok, mengatakan
pada konferensi pers bahwa tingkat pembukaan kembali kapasitas untuk semua
perusahaan batubara telah mencapai 76,5 persen.
Dari dalam negeri, Kementerian Perdagangan berencana menerapkan aturan
kewajiban penggunaan kapal nasional untuk ekspor pada 1 Mei 2020. Akan
tetapi, aturan tersebut diprediksi tidak akan berjalan lancar dan justru akan
mengganggu aktivitas ekspor, terutama batu bara. Hal ini dikarenakan
ketersediaan jumlah kapal nasional tidak mencukupi. Asosiasi Pertambangan
Batubara Indonesia (APBI) menyatakan, berdasarkan data Kementerian
Gambar 7. Selain jagung yang tetap, harga soft
commodities melemah secara mingguan
Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 4
KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL
Perhubungan (Kemenhub), sepanjang tahun 2019 total pengapalan atau
shipment untuk ekspor batu bara sebanyak 7.645 kapal. Sementara, kapal
nasional yang digunakan hanya sekitar 1 persen. Jumlah kekuatan armada
muatan curah kering perusahaan pelayaran nasional hanya 182 unit kapal.
Dari sisi usia kapal pun dinilai tak memadai. Untuk kapal Panamax, ukuran
kapal maksimum yang dapat melintasi Kanal Panama, Indonesia hanya
memiliki 18 unit kapal dan mayoritas usia kapal di atas 20 tahun.
Dari komoditas CPO, harga CPO berjangka kontrak acuan di Bursa
Malaysia Derivatives Exchange pekan lalu melemah sebesar 12,15
persen. Pekan lalu, harga CPO ditutup turun ke level 2.357 Ringgit/ton pada
Jumat (28/2) dari penutupan pekan sebelumnya di level 2.683 Ringgit/ton.
Pelemahan harga CPO pada pekan lalu utamanya dipengaruhi oleh
meningkatnya kasus baru corona di luar Tiongkok yang semakin menekan
permintaan CPO. Menurut perusahaan AmSpec Agri Malaysia, ekspor CPO
Malaysia pada 1-25 Februari 2020 turun sebesar 3 persen menjadi 981.073
ton dari 1.011.515 ton pada bulan sebelumnya. Di sisi lain, Malaysian Palm Oil
Board (MPOB) memperkirakan ekspor CPO Malaysia pada 2020 akan turun ke
level 17,4 juta ton yang dipengaruhi oleh penurunan impor India dan
Tiongkok. Sementara itu, produksi pada 2020 diperkirakan mencapai 20,2 juta
ton dan pasokan diperkirakan menyentuh angka 2,3 juta ton.
II. Pasar Keuangan Domestik
IHSG melemah 7,30 persen pada perdagangan minggu lalu ke level
5.452,70 dan diperdagangkan di kisaran 5.288,37 – 5.863,12. Investor non
residen mencatatkan net sell pada perdagangan pekan lalu, dengan total
mencapai Rp4,16 triliun dan tercatat jual bersih sebesar Rp4,76 triliun
secara mtd dan Rp4,72 triliun secara ytd. Nilai rata-rata
transaksi perdagangan harian selama sepekan terpantau naik dari level
Rp6,11 triliun ke level Rp7,07 triliun pada pekan lalu.
Dari pasar SBN, yield SUN seri benchmark pada Jumat (28/2) bergerak
naik antara 22 hingga 50 bps dibandingkan posisi Jumat
(21/2). Berdasarkan data setelmen BI tanggal 26 Februari 2020, kepemilikan
investor non residen turun Rp15,07 triliun (1,4 persen) dibandingkan posisi
Jumat (21/2), dari Rp1.068,89 triliun (38,14 persen) ke Rp1.053,82 triliun (37,38
persen).
Nilai tukar Rupiah melemah sebesar 4,06 persen pada sepekan lalu di
level 14.318 per US$. Secara year to date Rupiah tercatat melemah sebesar
3,26 persen terhadap US$. Tekanan terhadap nilai tukar Rupiah relatif
meningkat signifikan selama sepekan lalu, sebagaimana tercermin dari
perkembangan spread harian antara nilai spot dan non deliverable forward 1
bulan yang bergerak naik dalam rentang Rp155 sampai Rp295 per US$, lebih
tinggi dibanding spread Rp69 sampai Rp178 per US$ pada pekan
sebelumnya. Pekan lalu, Rupiah diperdagangkan di kisaran 13.770 – 14.318
per US$. Secara ytd, rata-rata penutupan harian Rupiah berada di level
Rp13.750 per US$.
III. Perekonomian Internasional
Dari kawasan AS, Ekonomi AS tumbuh moderat pada kuartal IV-2019. Data
Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB) AS pada kuartal IV-2019 tercatat tumbuh
2,1 persen (qoq), didukung oleh tagihan impor yang lebih kecil. Meskipun
pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2019 tidak direvisi atau sejalan dengan
ekspektasi pasar, belanja konsumen AS tercatat melambat lebih dari yang
dilaporkan sebelumnya. Selain itu, terdapat downgrade untuk investasi bisnis
dan pengeluaran pemerintah. Ekonomi AS menghadapi beberapa hambatan
pada awal tahun 2020 seiring dengan kasus virus corona yang telah
mengguncang pasar keuangan.
Sementara itu, Indeks Keyakinan Konsumen (Consumer Cofidence)
Conference Board berada di level 130,7 pada Februari atau naik dari 130,4 di
bulan sebelumnya, tetapi masih berada di bawah ekspektasi di level 132.
Gambar 9. Tekanan terhadap Rupiah lebih tinggi
dibanding pekan sebelumnya
Gambar 8. Pasar Keuangan Indonesia sepekan: Rupiah
terdepresiasi, IHSG melemah, dan yield SBN seri
benchmark naik
Gambar 10. Nilai tukar mata uang Asia yang diamati
bervariasi terhadap dolar AS secara mingguan
Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 5
KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL
Gambar 12. PDB Jerman stagnan pada Q4 2020
Gambar 13. Inflasi inti Singapura melambat tajam pada
Januari ke level terendah dalam empat tahun
Angka ini masih yang tertinggi sejak September 2019 yang didasari penilaian
konsumen atas kondisi bisnis dan pasar kerja saat ini, dan merupakan
indikator utama untuk memprediksi pengeluaran konsumen yang berperan
penting dalam aktivitas ekonomi AS.
Dari kawasan Eropa, Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Jerman
stagnan di kuartal-IV 2019 diakibatkan pengurangan aktivitas ekspor. Ekspor
Jerman bergantung pada sektor manufaktur yang tertahan oleh perlambatan
ekonomi global serta ketidakpastian bisnis terkait perselisihan tarif dan
gejolak Brexit. Kantor Statistik Federal mencatat penurunan ekspor sebesar
0,2 persen (qoq).
Sementara itu, Presiden Bank Sentral Eropa (ECB) Christine Lagarde
menyerukan pemerintah zona Euro agar menggunakan anggaran mereka
untuk mendorong pertumbuhan di tengah pelambatan perekonomian zona
Euro. Lemahnya perdagangan internasional telah menyeret sektor
manufaktur zona Euro ke dalam resesi dalam beberapa bulan terakhir. Lebih
lanjut, wabah virus corona berisiko menimbulkan gangguan lebih lanjut.
Dari kawasan Asia Pasifik, Kinerja manufaktur Tiongkok anjlok ke level
terendah sejak krisis finansial 2008 karena penyebaran wabah virus corona
yang belum menunjukkan tanda mereda hingga saat ini. Biro Statistik
Nasional mencatat Purchasing Managing Index (PMI) manufaktur Tiongkok
terperosok ke level 35,7 pada Februari 2020 dari level 50 pada Januari 2020.
Inflasi inti (core inflation) Singapura melambat tajam pada Januari ke level
terendah dalam empat tahun di angka 0,3 persen (yoy), lebih rendah dari
catatan di Desember 2019 sebesar 0,6 persen (yoy), disebabkan rendahnya
harga retail dan jasa layanan yang kemungkinan masih akan bertahan
seiiring tekanan dari epidemi virus corona yang masih membayangi
perekonomian Singapura.
IV. Perekonomian Domestik
Likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) meningkat
pada Januari 2020. Posisi M2 pada Januari 2020 tercatat Rp6.046,7 triliun
atau tumbuh 7,1 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan
pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 6,5 persen (yoy). Akselerasi
pertumbuhan M2 disumbang oleh kenaikan seluruh komponennya, baik
komponen uang beredar dalam arti sempit (M1), uang kuasi, maupun surat
berharga selain saham. Uang beredar dalam arti sempit (M1) meningkat, dari
7,4 persen (yoy) pada Desember 2019 menjadi 7,9 persen (yoy) pada Januari
2020, terutama disebabkan oleh pertumbuhan uang kartal. Uang kuasi pada
Januari 2020 juga meningkat sebesar 6,8 persen (yoy), lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 6,1
persen (yoy). Peningkatan juga terjadi pada surat berharga selain saham, dari
26,5 persen pada bulan sebelumnya menjadi 31,8 persen (yoy) pada Januari
2020.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga tengah menyiapkan kebijakan stimulus
untuk menjaga pertumbuhan perekonomian nasional sebagai kebijakan
countercyclical dalam mengantisipasi down-side risk dari penyebaran virus
corona. Stimulus tersebut yaitu 1) Relaksasi pengaturan penilaian kualitas
asset kredit dengan plafon sampai dengan Rp10 M, hanya didasarkan pada
satu pilar yaitu ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga, terhadap
kredit yang telah disalurkan kepada debitur di sektor yang terdampak
penyebaran virus corona (sejalan dengan sektor yang diberikan insentif oleh
Pemerintah), 2) Relaksasi pengaturan restrukturisasi kredit yang disalurkan
kepada debitur di sektor yang terdampak penyebaran virus corona (sejalan
dengan sektor yang diberikan insentif oleh Pemerintah), dan 3) Relaksasi
pengaturan ini akan diberlakukan sampai dengan satu tahun setelah
ditetapkan, namun dapat diperpanjang bila diperlukan.
Gambar 13. Inflasi Tiongkok bulan Maret 2019 tumbuh 2,3
persen yoy atau yang tertinggi dalam 5 bulan
Gambar 11. PDB AS tumbuh 2,1 persen qoq pada Q4 2019
Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 6
KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL
dalam. Dow Jones secara mingguan melemah 3.583 poin atau
12,36 persen. Pelemahan mingguan ini merupakan yang
terburuk sejak krisis keuangan global pada Oktober 2008.
Pelemahan mingguan terparah sejak 2008 juga dialami
S&P500 dan Nasdaq yang masing-masing melemah 11,49
persen dan 10,5 persen dalam sepekan lalu.
Kondisi yang sama juga terjadi di bursa saham DAX Jerman
dan FTSE 100 Inggris. Dua bursa saham utama di kawasan
Eropa ini telah melemah sebesar masing-masing 12,44 persen
dan 11,12 persen. Di kawasan Asia kondisinya tidak lebih baik.
Bursa saham SET Thailand dan Nikkei Jepang menjadi dua
bursa saham utama yang melemah paling dalam selama
sepekan lalu, yaitu masing-masing sebesar 10,34 persen dan
9,59 persen. IHSG sendiri dalam sepekan lalu melemah sebesar
7,30 persen.
Ke depan, sejumlah analis memperkirakan bahwa tekanan di
sektor keuangan masih akan terjadi. Ada 2 pemicu utama.
Pertama adalah kasus kematian pertama di AS yang
diperkirakan akan menambah tekanan pada pasar saham AS
dan global. Kedua, para analis juga memperkirakan sejumlah
data ekonomi global yang sudah dan akan dirilis pada pekan
depan menunjukkan angka yang kurang menggembirakan.
Salah satu contohnya adalah data PMI sektor manufaktur dan
non-manufaktur Tiongkok bulan Februari yang baru saja dirilis
tercatat pada level masing-masing 35,7 dan 29,6. Angka
tersebut turun sangat dalam apabila dibandingkan dengan
periode sebelumnya, bahkan lebih rendah bila dibandingkan
dengan periode ketika krisis keuangan global terjadi pada
tahun 2008. (RF)
Pengarah: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Penanggung Jawab: Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Penyusun: Kindy Rinaldy Syahrir, Alfan Mansur, Pipin Prasetyono, Adya Asmara Muda, Nurul Fatimah, Indah Kurnia JE, Ari Nugroho Tajuk: Kindy Rinaldy Syahrir Sumber Data: Bloomberg, Reuters,
CNBC, The Street, Investing, WSJ, CNN Money, Channel News Asia, BBC, New York Times, BPS, Kontan, Kompas, Media Indonesia, Tempo, Antara News
Dokumen ini disusun hanya sebatas sebagai informasi. Semua hal yang relevan telah dipertimbangkan untuk memastikan informasi ini benar, tetapi tidak ada jaminan bahwa informasi tersebut akurat dan lengkap serta tidak ada kewajiban yang timbul terhadap kerugian yang terjadi atas tindakan yang dilakukan dengan mendasarkan pada laporan ini. Hak cipta Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan.
IMF dan World Bank telah
menutup Spring Meeting
yang diselenggarakan
sepanjang minggu lalu. Para
pembuat kebijakan
menyampaikan pesan
mengenai kekhawatiran
yang bercampur dengan
optimisme prospek ekonomi
ke depan. Para Menteri
Keuangan dunia mengakhiri
pembicaraan di Washington
DC yang memadukan
kekhawatiran terhadap
keadaan ekonomi dunia
yang bergerak melambat
saat ini dengan keyakinan
akan segera pulih.
Pergeseran tren yang
menjauh dari pengetatan
kebijakan moneter oleh
bank sentral, kebijakan
stimulus baru-baru ini di
Tiongkok dan meredanya
ketegangan perdagangan
menjadi harapan bahwa
perlambatan ekonomi akan
berlangsung tidak terlalu
lama meskipun tidak ada
yang memperkirakan
momentum booming baru.
Rally pasar saham yang kini
terjadi cukup mengundang
optimisme tentang prospek
pertumbuhan untuk berbalik
"menguat." Direktur
Pelaksana IMF Christine
Lagarde tetap
memperingatkan dunia
berada pada "saat yang
Tajuk Minggu Ini:
Corona Keluar Tiongkok, Bursa Saham Global Melemah
Pada pekan lalu, bursa saham dunia dilanda kecemasan. Virus
corona yang awalnya hanya menyebar di Tiongkok, saat ini telah
menyebar ke 63 negara. Data terakhir menyebutkan bahwa lebih
dari 86 ribu orang terinfeksi, dan 3 ribu orang meninggal dunia
akibat virus tersebut. Dalam sepekan terakhir, penyebarannya
dilaporkan cukup luas ke luar Tiongkok. Sebagai contoh, Amerika
Serikat telah melaporkan kematian pertama akibat corona akhir
pekan lalu. Pun demikian dengan Australia, di waktu yang hampir
bersamaan juga melaporkan ada warganya yang meninggal akibat
virus tersebut.
Di Timur Tengah, Iran menjadi negara dengan kasus corona
terbanyak, yaitu 593 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 43
orang. Dari Eropa, Italia menjadi negara dengan kasus corona
terbanyak yaitu lebih dari 1.000 orang terinfeksi dan 29 orang
meninggal dunia. Hal tersebut menjadikan Italia menjadi salah satu
dari tiga negara yang memiliki lebih dari 1.000 kasus corona
bersama Tiongkok dan Korea Selatan. Di Afrika, kasus corona
terkonfirmasi pertama kali di Nigeria, negara dengan penduduk 200
juta jiwa. Menyikapi hal tersebut, pada pekan lalu World Health
Organization (WHO) meningkatkan status virus corona ke level
tertinggi.
Kondisi ini tentu saja membuat investor khawatir. Bila awalnya yang
terdampak adalah bursa saham di kawasan Asia, saat ini dampaknya
sudah merembet ke hampir seluruh bursa saham. Bahkan pada
pekan lalu, hampir seluruh bursa saham di dunia melemah cukup
dalam karena aksi jual besar-besaran atau sell off. Oleh karena itu,
pekan lalu bisa disebut sebagai salah satu pekan yang berat bagi
bursa saham dunia. Sebagai contoh bursa saham AS, bila pada dua
pekan sebelumnya masih menguat, pada pekan lalu jatuh cukup
Pengarah: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Penanggung Jawab: Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Penyusun: YG Nugroho Agung Wijoyo, Risyaf Fahreza, Indah Kurnia JE, Ari Nugroho, Zerah Aprial Pasimbong Sumber Data: Bloomberg, Reuters, CNBC, The Street, Investing, WSJ, CNN Money, Channel News Asia, BBC, New York Times, BPS, Kontan, Kompas, Media Indonesia, Tempo, Antara News Dokumen ini disusun hanya sebatas sebagai informasi. Semua hal yang relevan telah dipertimbangkan untuk memastikan informasi ini benar, tetapi tidak ada jaminan bahwa informasi tersebut akurat dan lengkap serta tidak ada
kewajiban yang timbul terhadap kerugian yang terjadi atas tindakan yang dilakukan dengan mendasarkan pada laporan ini. Hak cipta Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan.
Gambar 14. Bursa Saham Global Melemah Signifikan dalam sepekan
-12.36%
-11.49%
-11.12%
-10.34%
-9.59%
-8.13%
-7.30%
-5.34%
-5.24%
-4.32%
-3.17%
DowJones
S&P500
FTSE100
SET
Nikkei
KOSPI
JCI
STI
Shanghai
Hangseng
KLCI
Gambar 15. Indeks PMI Tiongkok (Feb) Melemah Lebih Dalam
Dibandingkan dengan GFC 2008
25
30
35
40
45
50
55
60
65
1/1/05
8/1/05
3/1/06
10/1/06
5/1/07
12/1/07
7/1/08
2/1/09
9/1/09
4/1/10
11/1/10
6/1/11
1/1/12
8/1/12
3/1/13
10/1/13
5/1/14
12/1/14
7/1/15
2/1/16
9/1/16
4/1/17
11/1/17
6/1/18
1/1/19
8/1/19
PMIManufacturingChina PMINon-ManufacturingChina
Sumber: Boomberg, diolah Sumber: Boomberg, diolah