6
Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 1 DAN http://www.fiskal.kemenkeu.go.id Minggu I / Juni / 2018 Indikator 1 Juni ‘18 Perubahan (%) WoW YoY Ytd T1 ---- Nilai Tukar/USD ---- Euro 0,86 0,08 3,23 (2.97) Yen 109,54 (0,12) 0,78 2.80 GBP 0,75 0,37 3,44 (1.20) Real 3,68 (1,52) (12,57) (11.80) Rubel 52,58 0,02 (6,20) 10.42 Rupiah 13.896,00 1,62 (4,36) (2.52) Rupee 67,06 1,04 (4,07) (4.99) Yuan 6,42 (0,45) 5,72 1.33 KRW 1,074,95 0,27 4,18 (0.71) SGD 1,34 0,18 2,98 (0.27) Ringgit 3,98 0,06 7,04 1.67 Baht 32,05 (0,34) 5,88 1.61 Peso 52,58 0,02 (6,20) (5.47) T2 ---- Pasar Modal ---- DJIA 24,635,21 (0,48) 16,51 (0.34) S&P500 2,734,62 0,49 12,53 2.28 FTSE 100 7,701,77 (0,37) 2,09 0.18 Nikkei 12.724,27 (1,65) 0,47 (1.50) KOSPI 2,438,96 (0,89) 4,02 (1.16) Brazil IBrX 867,56 (0,50) (0,43) (11.65) MICEX 22.171,35 (1,24) 11,64 (2.61) SENSEX 26.370,98 (1,48) (1,51) (9.79) JCI 5,983,59 0,13 4,28 (5.85) Hangseng 30.492,91 (0,31) 18,15 1.92 Shanghai 3.075,14 (2,11) (0,89) (7.02) STI 3.427,51 (2,44) 5,92 0.72 FTSE KLCI 1.756,38 (2,28) (0,38) (2.25) SET 1.719,82 (1,23) 10,03 (1.93) PSEi 7.630,26 (0,23) (3,75) (10.84) T3 ----- Surat Berharga Negara ---- Yield 5 th, (FR 63) 6,69 27 n/a 78 Yield 10 th, (FR 64) 6,98 47 n/a 37 Kep, Asing* 38,00 11 n/a (182) T4 ----- Komoditas ----- Brent Oil 76,79 0,42 48,16 17.92 CPO 2.436,00 (0,69) (11,71) (0.33) Gold 1.293,40 (0,68) 2,17 (0.72) Coal 111,05 5,31 49,06 10.17 Nickel 15.445,00 4,50 74,72 21.04 T5 ----- Rilis Data ----- Consumer confidence AS Mei : 128 Apr : 125,6 GDP AS Q1 revised: 2,2 Q1 : 2,3 Manufacturing PMI Tiongkok Mei : 51,9 Apr : 51,6 Jerman Mei : 56,9 Apr : 56,8 Inggris Mei : 54,4 Apr : 53,9 AS Mei : 58,7 Apr : 57,3 Pending home sales AS Apr : -1,3 Ma r : 0,6 Nonfarm payrolls AS Mei : 223 ribu Apr : 159 ribu Unemployment Rate AS Mei : 3,8 Apr : 3,9 *) Data kepemilikan asing per 30 Mei 2018 I. Pasar Global Pasar Saham. Wall Street berfluktuasi dalam sepekan dan pada akhir pekan indeks Dow Jones mencatatkan pelemahan sebesar 0,48 persen secara mingguan, sebaliknya indeks S&P 500 mencatatkan kenaikan 0,49 persen. Pergerakan bursa saham Wall Street selama sepekan dipengaruhi oleh isu – isu yang bervariasi. Sentimen negatif muncul dari kekhawatiran atas perang Dagang setelah AS mengumumkan akan mengenakan tarif impor baja sebesar 25 persen dan tarif impor aluminium sebesar 10 persen dari Eropa, Kanada, dan Meksiko. Perdana Menteri Kanada kemudian bereaksi dengan mengumumkan akan mengenakan bea masuk balasan senilai USD12,8 miliar atas impor produk AS. Uni Eropa dan Meksika diperkirakan juga akan melakukan tindakan balasan serupa. Dari rilis data, indikator – indikator ekonomi utama AS menunjukkan perkembangan bervariasi. Rilis awal PDB Q1 2018 menunjukkan pertumbuhan sebesar 2,2 persen qoq, di bawah ekspektasi sebesar 2,3 persen qoq. Indeks kepercayaan konsumen bulan Mei, ADP Nonfarm Employment Change bulan Mei, dan penjualan rumah second bulan April juga menunjukkan capaian di bawah ekspektasi. Sebaliknya, indikator tingkat pengangguran bulan Mei, Nonfarm Payrolls bulan Mei, dan ISM Manufacturing bulan Mei menunjukkan capaian di atas ekspektasi. Angka tingkat pengangguran sebesar 3,8 persen pada bulan Mei merupakan level terendah dalam 18 tahun terakhir. Dari kawasan Eropa, bursa saham Eropa ditutup melemah secara mingguan atau merupakan pelemahan mingguan yang kedua kali sejak bulan Maret lalu. Pelemahan ini dipengaruhi oleh beberapa hal, pertama, tensi geopolitik di Italia yang masih tinggi. Partai populis euroskeptic Italia tidak akan membentuk pemerintahan koalisi, sehingga meningkatkan kemungkinan pemilihan umum baru. Namun, kekhawatiran dari Italia sedikit mereda pasca keberhasilan Italia menjual obligasi pemerintahnya tenor 5 tahun dan 10 tahun. Faktor kedua yang mempengaruhi pergerakan bursa saham Eropa selama sepekan adalah pengenaan tarif impor baja dan aluminium oleh AS dan yang ketiga adalah anjloknya saham perbankan pasca Wall Street Journal melaporkan Deutsche Bank bermasalah. Dari kawasan Asia, menyusul berbagai sentimen global, bursa saham Asia sebagian besar ditutup melemah dengan bursa saham Singapura dan Malaysia mengalami pelemahan paling dalam. Bursa saham Indonesia menjadi satu – satunya yang mencatatkan penguatan secara mingguan di kawasan. Pasar Uang. Indeks dolar AS berada pada level 94,16 pada akhir pekan (01/06) atau menguat sebesar 0,26 persen dalam sepekan terhadap enam mata uang utama dunia dari posisi 93,92 pada penutupan akhir pekan sebelumnya. Selama sepekan, indeks dolar AS bergerak dalam rentang 93,75 – 95,03 dan level 95,03 merupakan level tertinggi baru di 2018. Meskipun yield treasury AS (UST) tenor 10 tahun mengalami penurunan selama sepekan, indeks dolar AS tetap melanjutkan relinya. Sumber penguatan indeks dolar AS ini berasal dari rilis data Highlight Minggu Ini Wall Street volatile pasca pengumuman pengenaan tarif impor baja dan aluminium pada kelompok negara sekutu. Indeks dolar AS berada pada level 94,16 pada akhir pekan (01/06), naik dari pekan dengan ekspektasi pasar akan menguat. IHSG menguat 0,13 persen secara mingguan ke level 5.983,59 dengan posisi jual bersih investor non residen. Kurs Rupiah/USD menguat signifikan 1,65 persen secara mingguan. Bank Indonesia dalam RDG Tambahan pada Rabu (30/05) kembali menaikkan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps sebagai langkah pre-emptive, front-loading, dan ahead of the curve. Gambar 1. Indeks Bursa Saham Global

Laporan Ekonomi dan Keuangan Mingguan...Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 3 III. Perekonomian Internasional Gambar 5 Dari AS, Conference Board (CB) Consumer Confidence

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 1

    DAN

    http://www.fiskal.kemenkeu.go.id Minggu I / Juni / 2018

    Indikator 1 Juni ‘18 Perubahan (%)

    WoW YoY Ytd

    T1 ---- Nilai Tukar/USD ---- Euro 0,86 0,08 3,23 (2.97) Yen 109,54 (0,12) 0,78 2.80

    GBP 0,75 0,37 3,44 (1.20) Real 3,68 (1,52) (12,57) (11.80)

    Rubel 52,58 0,02 (6,20) 10.42 Rupiah 13.896,00 1,62 (4,36) (2.52) Rupee 67,06 1,04 (4,07) (4.99) Yuan 6,42 (0,45) 5,72 1.33 KRW 1,074,95 0,27 4,18 (0.71) SGD 1,34 0,18 2,98 (0.27)

    Ringgit 3,98 0,06 7,04 1.67 Baht 32,05 (0,34) 5,88 1.61 Peso 52,58 0,02 (6,20) (5.47)

    T2 ---- Pasar Modal ----

    DJIA 24,635,21 (0,48) 16,51 (0.34) S&P500 2,734,62 0,49 12,53 2.28

    FTSE 100 7,701,77 (0,37) 2,09 0.18 Nikkei 12.724,27 (1,65) 0,47 (1.50)

    KOSPI 2,438,96 (0,89) 4,02 (1.16) Brazil IBrX 867,56 (0,50) (0,43) (11.65)

    MICEX 22.171,35 (1,24) 11,64 (2.61) SENSEX 26.370,98 (1,48) (1,51) (9.79)

    JCI 5,983,59 0,13 4,28 (5.85) Hangseng 30.492,91 (0,31) 18,15 1.92 Shanghai 3.075,14 (2,11) (0,89) (7.02)

    STI 3.427,51 (2,44) 5,92 0.72 FTSE KLCI 1.756,38 (2,28) (0,38) (2.25)

    SET 1.719,82 (1,23) 10,03 (1.93) PSEi 7.630,26 (0,23) (3,75) (10.84)

    T3 ----- Surat Berharga Negara ---- Yield 5 th, (FR 63) 6,69 27 n/a 78

    Yield 10 th, (FR 64) 6,98 47 n/a 37 Kep, Asing* 38,00 11 n/a (182)

    T4 ----- Komoditas ----- Brent Oil 76,79 0,42 48,16 17.92

    CPO 2.436,00 (0,69) (11,71) (0.33) Gold 1.293,40 (0,68) 2,17 (0.72) Coal 111,05 5,31 49,06 10.17

    Nickel 15.445,00 4,50 74,72 21.04 T5 ----- Rilis Data -----

    Consumer confidence

    AS Mei : 128 Apr : 125,6

    GDP AS Q1 revised: 2,2

    Q1 : 2,3

    Manufacturing PMI

    Tiongkok Mei : 51,9 Apr : 51,6

    Jerman Mei : 56,9 Apr : 56,8 Inggris Mei : 54,4 Apr : 53,9 AS Mei : 58,7 Apr : 57,3

    Pending home sales

    AS Apr : -1,3 Ma r : 0,6

    Nonfarm payrolls

    AS Mei : 223 ribu

    Apr : 159 ribu

    Unemployment Rate

    AS Mei : 3,8 Apr : 3,9

    *) Data kepemilikan asing per 30 Mei 2018

    I. Pasar Global

    Pasar Saham. Wall Street berfluktuasi dalam sepekan dan pada akhir pekan

    indeks Dow Jones mencatatkan pelemahan sebesar 0,48 persen secara

    mingguan, sebaliknya indeks S&P 500 mencatatkan kenaikan 0,49 persen.

    Pergerakan bursa saham Wall Street selama sepekan dipengaruhi oleh isu – isu

    yang bervariasi. Sentimen negatif muncul dari kekhawatiran atas perang

    Dagang setelah AS mengumumkan akan mengenakan tarif impor baja sebesar

    25 persen dan tarif impor aluminium sebesar 10 persen dari Eropa, Kanada, dan

    Meksiko. Perdana Menteri Kanada kemudian bereaksi dengan mengumumkan

    akan mengenakan bea masuk balasan senilai USD12,8 miliar atas impor produk

    AS. Uni Eropa dan Meksika diperkirakan juga akan melakukan tindakan balasan

    serupa. Dari rilis data, indikator – indikator ekonomi utama AS menunjukkan

    perkembangan bervariasi. Rilis awal PDB Q1 2018 menunjukkan pertumbuhan

    sebesar 2,2 persen qoq, di bawah ekspektasi sebesar 2,3 persen qoq. Indeks

    kepercayaan konsumen bulan Mei, ADP Nonfarm Employment Change bulan

    Mei, dan penjualan rumah second bulan April juga menunjukkan capaian di

    bawah ekspektasi. Sebaliknya, indikator tingkat pengangguran bulan Mei,

    Nonfarm Payrolls bulan Mei, dan ISM Manufacturing bulan Mei menunjukkan

    capaian di atas ekspektasi. Angka tingkat pengangguran sebesar 3,8 persen

    pada bulan Mei merupakan level terendah dalam 18 tahun terakhir.

    Dari kawasan Eropa, bursa saham Eropa ditutup melemah secara mingguan

    atau merupakan pelemahan mingguan yang kedua kali sejak bulan Maret lalu.

    Pelemahan ini dipengaruhi oleh beberapa hal, pertama, tensi geopolitik di Italia

    yang masih tinggi. Partai populis euroskeptic Italia tidak akan membentuk

    pemerintahan koalisi, sehingga meningkatkan kemungkinan pemilihan umum

    baru. Namun, kekhawatiran dari Italia sedikit mereda pasca keberhasilan Italia

    menjual obligasi pemerintahnya tenor 5 tahun dan 10 tahun. Faktor kedua yang

    mempengaruhi pergerakan bursa saham Eropa selama sepekan adalah

    pengenaan tarif impor baja dan aluminium oleh AS dan yang ketiga adalah

    anjloknya saham perbankan pasca Wall Street Journal melaporkan Deutsche

    Bank bermasalah. Dari kawasan Asia, menyusul berbagai sentimen global, bursa

    saham Asia sebagian besar ditutup melemah dengan bursa saham Singapura

    dan Malaysia mengalami pelemahan paling dalam. Bursa saham Indonesia

    menjadi satu – satunya yang mencatatkan penguatan secara mingguan di

    kawasan.

    Pasar Uang. Indeks dolar AS berada pada level 94,16 pada akhir pekan (01/06)

    atau menguat sebesar 0,26 persen dalam sepekan terhadap enam mata uang

    utama dunia dari posisi 93,92 pada penutupan akhir pekan sebelumnya. Selama

    sepekan, indeks dolar AS bergerak dalam rentang 93,75 – 95,03 dan level 95,03

    merupakan level tertinggi baru di 2018. Meskipun yield treasury AS (UST) tenor

    10 tahun mengalami penurunan selama sepekan, indeks dolar AS tetap

    melanjutkan relinya. Sumber penguatan indeks dolar AS ini berasal dari rilis data

    Highlight Minggu Ini

    Wall Street volatile pasca pengumuman pengenaan tarif impor baja

    dan aluminium pada kelompok negara sekutu.

    Indeks dolar AS berada pada level 94,16 pada akhir pekan (01/06),

    naik dari pekan dengan ekspektasi pasar akan menguat.

    IHSG menguat 0,13 persen secara mingguan ke level 5.983,59 dengan

    posisi jual bersih investor non residen.

    Kurs Rupiah/USD menguat signifikan 1,65 persen secara mingguan.

    Bank Indonesia dalam RDG Tambahan pada Rabu (30/05) kembali

    menaikkan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps

    sebagai langkah pre-emptive, front-loading, dan ahead of the curve.

    Gambar 1. Indeks Bursa Saham Global

  • Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 2

    Gambar 2. Harga minyak mentah dan batubara mengalami penguatan mingguan

    rilis data tingkat pengangguran, Nonfarm Payrolls, dan ISM Manufacturing

    yang menunjukkan capaian melebihi ekspektasi. Optimisme atas pertemuan

    AS – Korea Utara yang kembali terjadwal dan meredanya perang dagang

    dengan Tiongkok sebelumnya mendorong penguatan dolar AS ke level

    tertinggi baru di 2018, tetapi kemudian terkoreksi menyusul pengumuman

    pengenaan tarif impor baja dan aluminium.

    Pasar Obligasi. Yield treasury AS (UST) tenor 10 tahun berada pada level 2,917

    persen pada akhir pekan (01/06), turun dibanding posisi pekan lalu yang

    sebesar 2,931 persen. Penurunan UST ini merefleksikan stance kebijakan the

    Fed yang lebih moderat. Salah satu indikator utama pasar tenaga kerja AS yang

    dipantau the Fed, yaitu rata – rata upah per jam. Agar inflasi mencapai target

    the Fed, rata – rata upah per jam ini diharapkan bisa secara konsisten tumbuh

    sebesar 0,3 persen sebulan. Pada kenyataannya, rilis bulan Mei menunjukkan

    angka persis 0,3 persen. The Fed masih menunggu perkembangan selanjutnya

    untuk mengonfirmasi angka ini dan sejauh ini kenaikan suku bunga the Fed

    diperkirakan akan terjadi sebanyak 3 kali di 2018.

    Pasar Komoditas. Di awal pekan, harga minyak mentah global menguat

    tipis dibandingkan posisi Jumat (25/5), Brent menguat 0,42 persen ke level

    USD76,42 per barel. Penguatan harga minyak didorong oleh penurunan

    jumlah cadangan minyak mentah mingguan AS. Pergerakan harga minyak

    mentah di sepanjang pekan juga diwarnai oleh pandangan pelaku pasar yang

    meragukan komitmen OPEC untuk melakukan pemangkasan produksi di 2018

    ini.

    Harga acuan batubara ICE Newcastle menguat 5,31 persen ke level 111,05,

    merupakan posisi tertinggi sejak Februari 2018. Penguatan tersebut didorong

    oleh mengetatnya pasokan batubara global di tengah kebutuhan untuk

    menyuplai pembangkit listrik di Tiongkok.

    Harga komoditas CPO mengalami pelemahan di tengah ekspektasi

    kenaikan ekspor dari Malaysia dan Indonesia. Dari sisi permintaan, di bulan

    Ramadhan terjadi kenaikan permintaan dari negara-negara yang mayoritas

    berpenduduk muslim. Namun, untuk negara-negara seperti Tiongkok, India,

    Uni Eropa, dan AS mencatatkan adanya penurunan permintaan. Secara total,

    tingkat permintaan global atas CPO mengalami penurunan.

    II. Pasar Keuangan Domestik

    Pada penutupan pekan, IHSG kembali menguat 0,13 persen secara

    mingguan ke level 5.983,59 di tengah posisi jual bersih investor non

    residen, imbal hasil SBN seri benchmark turun antara 31 hingga 58 bps

    dengan posisi kepemilikan investor non residen yang mengalami

    penurunan mingguan secara nominal namun meningkat secara

    persentase, dan nilai tukar Rupiah terapresiasi 1,65 persen ke level

    Rp13.895 per USD.

    IHSG tercatat menguat 0,13 persen secara mingguan ke level 5.983,59 dan

    diperdagangkan di kisaran 5.934,80 – 6.095,83 pada pekan ini. Investor

    nonresiden membukukan jual bersih sebesar Rp165,44 miliar pada pekan ini

    dan tercatat jual bersih Rp40,33 triliun secara ytd. Nilai rata-rata transaksi

    perdagangan harian selama sepekan naik ke level Rp12,28 triliun dari pekan

    sebelumnya yang sebesar Rp8,29 triliun.

    Dari pasar SBN, yield SUN seri benchmark bergerak turun antara 31 s.d.

    58 bps dalam sepekan. Berdasarkan data setelmen BI per 30 Mei 2018,

    kepemilikan nonresiden atas SBN tercatat sebesar Rp830,49 T, turun

    dibandingkan pekan sebelumnya yang mencapai Rp832,08. Namun demikian,

    secara persentase kepemilikan non residen meningkat dari 37,99 persen

    terhadap total outstanding ke level 38,00 persen secara mingguan.

    Nilai tukar Rupiah menguat signifikan sebesar 1,65 persen secara

    mingguan namun secara ytd masih mengalami pelemahan 3,13 persen,

    berada di level Rp13.896 per USD. Tekanan terhadap nilai tukar Rupiah relatif

    terjaga pada pekan ini, sebagaimana tercermin dari perkembangan spread

    harian antara nilai spot dan non deliverable forward 1 bulan yang stabil. Pekan

    ini Rupiah diperdagangkan di kisaran 13.875 – 14.095 per USD.

    Gambar 3. Pasar keuangan Indonesia menguat secara

    mingguan seiring kembali masuknya investor non residen

    Gambar 4. Tekanan terhadap Rupiah relatif mereda dalam

    sepekan terakhir pasca kenaikan suku bunga kebijakan moneter

  • Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 3

    III. Perekonomian Internasional

    Dari AS, Conference Board (CB) Consumer Confidence AS pada bulan Mei

    2018 tercatat sebesar 128, lebih tinggi dari posisi April sebesar 125,6 namun

    lebih rendah dari konsensus analis yang memperkirakan level 128,2. Hal ini

    mengindikasikan bahwa optimisme konsumen masih tinggi sehingga belanja

    konsumen AS diperkirakan masih akan tinggi ke depan. Nonfarm payrolls AS

    untuk bulan Mei 2018 tercatat mengalami kenaikan menjadi sebesar 223 ribu,

    lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar

    159 ribu. Selain itu, tingkat pengangguran juga mengalami penurunan menjadi

    sebesar 3,8 persen, atau yang terendah yang sejak April 2000. Hal ini

    menunjukkan terjadinya penguatan pada pasar tenaga kerja di AS.

    Dari kawasan Eropa, Inflasi Eropa pada bulan Mei 2018 sebesar 1,9 persen

    yoy. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan bulan April yang

    sebesar 1,2 persen dan lebih tingi dibandingkan dengan prediksi analis sebesar

    1,6 persen. Kenaikan ini didorong oleh kenaikan inflasi yang terjadi di Jerman

    dan Prancis.

    Dari kawasan Asia Pasifik, Manufacturing PMI Tiongkok untuk bulan Mei

    2018 yang tercatat sebesar 51,9, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya

    yang sebesar 51,4. Kenaikan tersebut dipicu oleh kenaikan produksi

    kendaraan. Hal ini menunjukkan adanya penguatan sektor manufaktur negara

    tersebut. Ekonomi India untuk Q1 tumbuh sebesar 7,7 persen, lebih tinggi dari

    kuartal sebelumnya yang sebesar 7,0 persen. Pertumbuhan tersebut

    merupakan yang tercepat dalam 7 kuartal terakhir. Kenaikan ini terjadi dipicu

    oleh performa sektor pertanian, maunfaktur dan jasa.

    IV. Perekonomian Domestik

    Rapat Dewan Gubernur (RDG) Tambahan Bank Indonesia pada tanggal 30 Mei

    2018 memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25

    bps menjadi 4,75%, suku bunga Deposit Facility (DF) sebesar 25 bps menjadi

    4,00%, dan suku bunga Lending Facility (LF) 25 bps menjadi 5,50%, berlaku

    efektif tanggal 31 Mei 2018. Kebijakan ini sebagai langkah pre-emptive, front-

    loading, dan ahead of the curve Bank Indonesia untuk memperkuat stabilitas

    khususnya stabilitas nilai tukar terhadap perkiraan kenaikan suku bunga AS

    yang lebih tinggi dan meningkatnya risiko di pasar keuangan global. Bank

    Indonesia meyakini kondisi ekonomi Indonesia secara keseluruhan cukup baik

    dan kuat. Tekanan terhadap stabilitas sejak awal Februari lebih karena tren

    kenaikan suku bunga AS dan meningkatnya ketidakpastian global akibat

    perubahan kebijakan AS dan sejumlah risiko geopolitik. Ke depan, Bank

    Indonesia akan terus mengkalibrasi perkembangan baik domestik maupun

    global untuk memanfaatkan masih adanya ruang untuk kenaikan suku bunga

    secara terukur.

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberi keleluasaan untuk profesi analis

    dengan tidak lagi membatasi coverage emiten atau jumlah emiten yang

    ditangani oleh para analis. Dalam rumusan sebelumnya, OJK membatasi

    bahwa satu analis harus menangani 12 emiten. Saat mewacanakan satu analis

    12 emiten, otoritas beralasan bahwa laporan keuangan perusahaan selalu

    dirilis setiap tiga bulan atau 12 minggu sekali. Dengan kata lain, satu emiten

    akan dikerjakan oleh analis dalam waktu 1 minggu. Terdapat kelebihan dan

    kekurangan dari rencana kebijakan tersebut. Kelebihannya adalah analis bisa

    leluasa melakukan analisis karena tidak dibatasi oleh regulasi. Adapun

    kekurangannya adalah sekuritas akan menuntut analis untuk kerja lebih keras

    sehingga ada kemungkinan analis tidak memahami sektor tertentu karena

    besarnya tuntutan dari perusahaan sekuritas.

    Bank Dunia memberikan pinjaman sebesar USD300 juta ke Indonesia untuk

    meningkatkan prasarana dan pelayanan dasar yang relevan dengan pariwisata,

    memperkuat hubungan eknomi lokal dengan kepariwisataan dan menarik

    investasi swasta ke Indonesia. Tiga lokasi yang akan memanfaatkan pinjaman

    Bank Dunia, yakni Lombok di Nusa Tenggara Barat, segitiga Borobudur-

    Yogyakarta-Prambanan di Jawa Tengah, dan Danau Toba di Sumatra Utara.

    Gambar 5 Kinerja ekonomi AS selama Q1 2018 diperkirakan akan

    menahan kenaikan suku bunga the Fed tidak terlalu agresif

    Gambar 7. Kinerja sektor manufaktur Tiongkok bulan Mei

    melebihi ekspektasi

    Gambar 6. Inflasi di Kawasan Eropa bulan Mei mendekati

    target Bank Sentral Eropa sebesar 2 persen

    Gambar 8. Kenaikan suku bunga kebijakan BI untuk

    mendukung Rupiah

  • Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 4

    Pesan yang disampaikan oleh Bank Indonesia pun berbeda untuk

    masing-masing kenaikan. Dalam kenaikan 25 bps pertama, Bank

    Indonesia menyiratkan pesan bahwa kebijakan tersebut

    merupakan respons yang diperlukan atas perkembangan dan

    faktor eksternal. Sebagai langkah stabilisasi jangka pendek,

    kenaikan suku bunga acuan ditujukan untuk menjaga besarnya

    interest rate differential setelah the Fed menaikkan suku bunga

    acuan sebesar 25 bps pada bulan Maret yang selanjutnya diikuti

    kenaikan suku bunga di banyak negara. Terjaganya nilai tukar

    Rupiah dan interest rate differential diharapkan mampu membawa

    masuk kembali modal asing ke pasar keuangan domestik atau

    setidaknya menahan arus modal keluar dari pasar keuangan

    Indonesia.

    Dalam kenaikan 25 bps yang kedua pada 30 Mei 2018, pesan

    utama yang disampaikan Bank Indonesia adalah kebijakan

    preventif dalam horizon yang lebih panjang dengan tujuan

    memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah. Dengan kata lain, Bank

    Indonesia lebih mengambil posisi preventif atau preemptive atas

    perkiraan kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat yang

    kemungkinan naik hingga empat kali pada tahun ini sekaligus

    potensi peningkatan risiko di pasar keuangan. Dengan demikian,

    interest rate differential yang terjaga antara 7-DRRR dengan Fed

    Fund Rate meskipun nantinya the Fed mengambil kebijakan

    penaikan suku bunga acuan sebesar 25 bps pada FOMC Meeting

    pada 12-13 Juni 2018 akan membuat aset-aset keuangan domestik

    tetap menarik dan menguntungkan bagi investor asing. Posisi Bank

    Indonesia yang bersifat antisipatif juga menunjukkan komitmen

    Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas pasar keuangan dan

    fundamental perekonomian domestik secara keseluruhan seiring

    arah perekonomian global menuju keseimbangan baru.

    Pengakuan atas fundamental perekonomian Indonesia yang kuat

    sekaligus bauran kebijakan yang kredibel berasal dari lembaga

    rating Standard and Poor’s (S&P) yang

    mempertahankan sovereign credit rating Indonesia di BBB-

    (investment grade) dengan outlook stabil pada Kamis (31/5).

    Sebelumnya, S&P mengerek rating utang Indonesia ke

    level investment grade pada 19 Mei 2017. Dalam pernyataannya,

    S&P melihat kinerja fiskal Pemerintah terus membaik dengan

    beban utang Pemerintah yang stabil. Dari sisi eksternal, current

    Perekonomian Dunia Menuju New Normal, Bank Indonesia Kembali Naikkan Suku Bunga Acuan

    Hingga akhir Mei 2018, Rupiah telah melemah 2,52 persen point-to-point, IHSG tercatat melemah 5,85 persen, dan imbal hasil

    SBN seri benchmark tenor 10 tahun tercatat naik 73 bps.

    Bank Indonesia dalam RDG Tambahan pada Rabu (30/05) kembali menaikkan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate

    sebesar 25 bps sebagai langkah pre-emptive, front-loading, dan ahead of the curve.

    Standard and Poor’s (S&P) yang mempertahankan sovereign credit rating Indonesia di BBB- (investment grade)

    dengan outlook stabil.

    Tingkat pengangguran di AS turun menjadi 3,8 persen atau sama dengan posisi bulan April 2000. Memasuki bulan terakhir Q2 2018, kondisi pasar keuangan

    domestik masih diliputi tekanan yang bersumber dari dinamika

    perekonomian dunia yang tengah menuju arah keseimbangan

    baru atau a new normal. Pemulihan perekonomian Amerika Serikat

    yang diikuti oleh peningkatan inflasi mendorong the Fed untuk

    melanjutkan normalisasi kebijakan moneter dengan menaikkan

    suku bunga acuannya yang diperkirakan hingga 4 kali dalam tahun

    2018. Hal ini memicu penguatan dolar AS terhadap hampir seluruh

    mata uang dunia. Selain itu, kebijakan fiskal Pemerintah AS yang

    ekspansif yang disertai pemotongan pajak pribadi dan korporasi

    telah menyebabkan kenaikan imbal hasil US Treasury seiring

    dengan perkiraan pelebaran defisit fiskal AS. Selain dari

    perkembangan kebijakan AS, dinamika perekonomian global juga

    banyak dipengaruhi oleh potensi perang dagang antara AS dan

    Tiongkok, eskalasi geopolitik Timur Tengah dan perkembangan

    ketegangan semenanjung Korea. Kombinasi hal-hal tersebut

    menciptakan tekanan bagi pasar keuangan negara berkembang

    yang ditandai dengan pelemahan mata uang dan arus modal

    keluar (capital outflow).

    Hingga akhir bulan Mei 2018, tercatat Rupiah telah melemah 2,52

    persen point-to-point dibandingkan posisi akhir tahun 2017 atau

    secara rata-rata, Rupiah terdepresiasi 2,53 persen year-to-date.

    Dari pasar saham, IHSG tercatat melemah 5,85 persen year-to-date

    dengan capital outflow mencapai Rp40,33 triliun. Sementara dari

    pasar SBN, imbal hasil SBN seri benchmark tenor 10 tahun tercatat

    naik 73 bps dalam periode Januari-Mei 2018 dengan total Rp5,66

    triliun keluar dari pasar SBN. Kondisi ini menunjukkan kuatnya

    tekanan eksternal terhadap pasar keuangan domestik mengingat

    dalam periode yang sama di tahun 2017, pasar keuangan domestik

    ditandai dengan besarnya capital inflow, terutama ke pasar SBN.

    Tercatat dalam periode Januari hingga Mei 2017, capital inflow di

    pasar saham dan pasar SBN masing-masing mencapai Rp21,69

    triliun dan Rp90,34 triliun dengan IHSG tercatat naik sebesar 8,33

    persen, yield SBN tenor 10 tahun turun 101 bps dan Rupiah

    menguat 1,11 persen point-to-point.

    Merespon kuatnya tekanan eksternal terutama dampaknya ke

    volatilitas nilai tukar Rupiah, Bank Indonesia mengambil kebijakan

    penaikan suku bunga 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 50 bps

    masing-masing 25 bps pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) 16-17

    Mei 2018 dan 25 bps dalam RDG Tambahan pada 30 Mei 2018.

  • Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 5

    Gambar 10. Ekspor, Impor, CAD & Rupiah

    account deficit Indonesia diproyeksikan akan menyempit dalam

    beberapa tahun ke depan, yang mencerminkan permintaan global

    yang stabil dan harga komoditas yang lebih tinggi. Selain itu,

    perumusan kebijakan Indonesia telah efektif dalam mendukung

    keuangan pemerintah yang berkesinambungan dan pertumbuhan

    ekonomi yang berimbang. Afirmasi dari S&P ini dapat menjadi

    tambahan tenaga bagi pasar keuangan domestik dengan

    memperkuat keyakinan investor terhadap prospek ekonomi

    Indonesia di tengah ketidakpastian global yang terus berlanjut.

    Dari pasar keuangan global, pasar ekuitas global utama

    membukukan keuntungan yang solid pada minggu terakhir Mei

    2018, sementara dolar AS dan imbal hasil obligasi US Treasury

    cukup tinggi karena pertumbuhan lapangan kerja Amerika Serikat

    (AS) terbukti lebih kuat di bulan Mei daripada yang diperkirakan

    pasar. Indeks S&P500 ditutup naik naik 1,1 persen setelah

    sebelumnya melemah 1,6 persen pada awal pekan yang berakhir

    pada 1 Juni 2018, di tengah kekhawatiran tentang dampak global

    dari perkembangan politik Eropa dan berakhir naik 0,5 persen

    untuk minggu ini. Pasar ekuitas Eropa juga ditutup lebih tinggi

    dengan Euro Stoxx 600 naik 1 persen pada penutupan pekan untuk

    mengurangi kerugian dalam seminggu menjadi 1,1 persen dari

    sebanyak -2,3 persen hingga Kamis (31/05).

    Tingkat pengangguran di AS turun menjadi 3,8 persen atau sama

    dengan kondisi bulan April 2000, yang merupakan level terendah

    sejak Desember 1969. Pertumbuhan lapangan pekerjaan baru di AS

    tercatat 223.000 pada bulan Mei atau lebih kuat dari ekspektasi

    pasar yang sebesar 190.000. Meskipun tingkat pengangguran

    turun menyamai posisi terendah multi-dekade dan lebih jauh di

    bawah proyeksi median komite kebijakan the Fed (FOMC) untuk

    tingkat 'long run' di 4,5 persen, pertumbuhan pendapatan hanya

    tumbuh rata-rata per jam 0,3 persen dalam sebulan dan 2,7 persen

    sepanjang tahun di mana walau keduanya lebih tinggi daripada

    yang diantisipasi pasar tetapi masih berada di bawah level tertinggi

    baru-baru ini sebesar 2,8 persen.

    Sektor jasa swasta kembali berkontribusi pada sebagian besar

    pertumbuhan pekerjaan (171.000), meskipun masih ada

    peningkatan dalam sektor-sektor penghasil barang termasuk

    konstruksi (25.000) dan manufaktur (18.000). Secara keseluruhan,

    pertumbuhan lapangan kerja berlanjut pada 1,6 persen sepanjang

    tahun - sebagian besar sejalan dengan laju tahunan baru-baru ini

    setelah melambat secara umum selama beberapa tahun terakhir

    dari tingginya baru-baru ini 2,3 persen hingga tahun 2015 hingga

    Februari 2015.

    Indeks manufaktur ISM AS - indikator aktivitas PMI ayang

    mendasari berbagai indeks serupa secara global tercatat naik pada

    bulan Mei atau kembali mendekati level tertinggi dalam 14 tahun

    pada bulan Februari 2018 dan berada pada salah satu tingkat yang

    paling ekspansif (di atas 50) dalam 20 tahun terakhir. Hal ini

    didukung oleh penguatan dari sub-indeks utama, termasuk

    produksi dan new orders. Kenaikan indikator new orders

    mencerminkan kekuatan domestik sementara sub-indeks pesanan

    ekspor baru turun lebih lanjut pada bulan Mei meskipun masih

    menunjukkan tingkat ekspansi yang solid.

    Indikator ‘tekanan’ dalam indeks ISM manufaktur terus meningkat.

    Khususnya, sebagai indikator tekanan inflasi, indikator harga yang

    dibayarkan telah mencapai level tertinggi sejak April 2011. Tekanan

    pada kapasitas juga terjadi seiring indikator backlog yang

    menunjukkan kenaikan tertinggi sejak April 2004, sementara

    indikator waktu pengiriman kembali naik setelah sempat melambat

    tahun lalu setelah gangguan aktivitas terjadi ketika bencana angin

    topan menghantam AS bagian selatan.

    Pasar terus mencatat kekhawatiran tentang tarif yang mendasari

    harga untuk produk-produk baja. Produsen kini mencari sumber-

    sumber alternatif pasokan di luar negara-negara yang

    kemungkinan akan dikenakan tarif (dengan survei yang dilakukan

    sebelum pengumuman pekan lalu bahwa tarif baja dan aluminium

    akan diimplementasikan pada UE, Kanada dan Meksiko).

    Sejalan dengan kenaikan imbal hasil obligasi US Treasury,

    ekspektasi pasar atas prospek tingkat kebijakan Fed telah pulih

    setelah sempat turun tajam awal pekan lalu di tengah kekhawatiran

    Gambar 9. Indeks ISM Manufaktur AS Gambar 10. Ekspektasi Pasar terhadap Fed Fund Rate

    Sumber: Reuters

    Sumber: Reuters

  • Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 6

    Pengarah: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Penanggung Jawab: Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Penyusun: Kindy Rinaldy Syahrir, Ronald Yusuf, Alfan Mansur, Munafsin Al Arif, Nurul Fatimah, Pipin Prasetyono- didukung oleh Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Sumber Data: Bloomberg, Reuters, CNBC, The Street, Investing, WSJ, CNN Money, Channel News Asia, BBC, New York Times, BPS, Kontan, Kompas, Media Indonesia, Tempo, Antara News,

    Bisnis Indonesia, Vibiznews Dokumen ini disusun hanya sebatas sebagai informasi. Semua hal yang relevan telah dipertimbangkan untuk memastikan informasi ini benar, tetapi tidak ada jaminan bahwa informasi tersebut akurat dan lengkap serta tidak ada kewajiban yang timbul terhadap kerugian yang terjadi atas tindakan yang dilakukan dengan mendasarkan pada laporan ini. Hak cipta Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan.

    bahwa perkembangan politik Eropa dapat menyebabkan gejolak

    krisis Euro dengan konsekuensi global. Pasar kini kembali ke

    priced-in terhadap ekspektasi tiga kenaikan suku bunga Fed tahun

    ini, termasuk kenaikan pertama pada bulan Maret sebagaimana

    tersirat oleh median proyeksi FOMC dan masih ada peluang

    kenaikan keempat. Pasar sepenuhnya priced-in untuk kenaikan

    suku bunga berikutnya yang akan disampaikan pada pengumuman

    kebijakan Fed yang akan datang pada 14 Juni 2018.

    Bertentangan dengan ekspektasi pasar, penurunan tingkat

    pengangguran AS menjadi 3,8 persen jauh di bawah tingkat laju

    inflasi non pengangguran atau nonaccelerating inflation rate of

    unemployment (NAIRU) seperti yang diperkirakan oleh OECD

    (bahkan diberikan beberapa revisi ke bawah baru-baru ini ke

    perkiraan mereka) seperti yang ditunjukkan oleh gambar 11 di

    bawah ini dan di bawah tingkat 'jangka panjang' sebesar 4,5 persen

    sesuai dengan estimasi median peserta komite kebijakan FOMC

    Federal Reserve AS pada pembaruan proyeksi terakhir mereka

    pada bulan Maret. Dalam keadaan seperti itu The Fed biasanya

    lebih suka menaikkan suku bunga kebijakannya setidaknya

    mendekati tingkat 'jangka panjang' untuk mencegah kenaikan

    inflasi yang berlebihan.

    Tingkat suku bunga kebijakan Fed saat ini dalam kisaran 1,5 persen

    hingga 1,75 persen jauh di bawah perkiraan FOMC tentang tingkat

    jangka panjang di 2,875 persen (yang secara umum telah

    berkurang dalam beberapa tahun terakhir dari perkiraan hingga

    awal 2014 sebesar 4 persen). Namun ketidakpastian yang terus

    berlanjut di antara pembuat kebijakan Fed mengenai NAIRU

    menggambarkan tekanan inflasi melambat untuk merespon

    penguatan yang sedang berlangsung di pasar tenaga kerja.

    Perkiraan The Fed tentang tingkat pengangguran jangka panjang

    juga semakin berkurang dari kisaran 5,2-5,8 persen pada Desember

    2013 ke central tendency 4,3-4,7 persen seperti pada pembaruan

    proyeksi terakhir mereka di bulan Maret.

    Proyeksi median FOMC pada Maret untuk tingkat pengangguran di

    bawah tingkat 'jangka panjang' pada tingkat 3,8 persen pada 2018

    saat ini sudah tercapai dan diperkirakan 3,6 persen pada 2019 dan

    2020. Tingkat pengangguran saat ini sama dengan tingkat

    pengangguran pada bulan April 2000, yang merupakan terendah

    sejak Desember 1969 (ketika itu 3,5 persen, tepat di atas terendah 3,4

    persen selama tahun 1960-an). Tingkat 'setengah pengangguran'

    (termasuk mereka yang bekerja paruh waktu yang ingin bekerja lebih

    banyak jam) juga turun menjadi 7,6 persen di bawah pra-GFC pada

    level 7,9 persen pada bulan Desember 2006 atau yang terendah sejak

    Mei 2001 dan juga di bawah GFC tertinggi di atas 17 persen.

    Saat ini pertumbuhan penghasilan per jam rata-rata mengalami

    penguatan sebesar 2,7 persen sepanjang tahun dan tampaknya

    memiliki dampak inflasi terbatas mengingat bahwa kondisi tersebut

    berada di bawah level tertinggi baru-baru ini sebesar 2,8 persen dan

    masih di bawah tingkat pra-GFC.

    Hal ini mengingat bahwa rata-rata penghasilan per jam dapat

    dipengaruhi oleh perubahan komposisi pekerjaan antara pekerjaan

    membayar lebih tinggi dan lebih rendah. Indeks biaya tenaga kerja

    pada kuartal I 2018, yang belum menghitung perubahan komposisi

    dan merupakan ukuran upah yang disukai the Fed, tercatat

    pertumbuhan tahunan yang diperkirakan sebesar 2,7 persen

    sepanjang tahun. Hal ini merupakan pertumbuhan tercepat

    sepanjang tahun sejak kuartal III 2008. Namun hal ini terlalu singkat

    dari tingkat umumnya sebelum GFC yang melebihi 3 persen.

    Gambar 11. Tingkat Pengangguran AS dan NAIRU Gambar 12. Tingkat Pertumbuhan Tenaga Kerja dan PDB AS

    Sumber: Reuters Sumber: Reuters