Upload
agries-sono-interista
View
262
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
KMB
Citation preview
KONSEP DASAR PENYAKIT DAN ASKEP KLIEN DENGAN
KOLESISTITIS DAN KOLELITIASIS
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I yang
diampu oleh :
Camelia, Skp. Mkep Sp MB
Ida Farida, M.Kes
Susmadi, Skp. Mkep.
Farial Nurhayati, M.Kep
Nieniek Ritianingsih, Skp. Mkep Sp MB
Oleh :
Afwini Laily (P17320313038)
Ani Fitriyani (P17320313011)
Ayu Selvia Pratidina (P17320313019)
Bagjalia Agustina (P17320313032)
Dela Wagenda (P17320313039)
Tingkat 2B
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN BOGOR
2014
KATA PENGANTAR
Bismillahirohmanirohim
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas Rahmat dan Hidayah-
Nya kami dapat menyelesaikan tugas Makalah dengan judul “Konsep dasar penyakit dan
askep klien dengan kolesistitis dan kolelitiasis”. Makalah ini disusun untuk memenuhi
salah satu syarat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I.
Keberhasilan kami dalam menyelesaikan tugas Makalah ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih.
Penulis berharap semoga amal baik yang diberikan mendapat balasan yang berlipat.
Aamiin
Kami mengharapkan saran, masukan, dan kritikan yang sifatnya membangun
demi kesempurnaan tugas Makalah ini untuk perbaikan dimasa yang akan datang.
Semoga tugas Makalah ini bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Bogor, September 2014
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...............................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG...........................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.......................................................................................2
C. TUJUAN................................................................................................................2
BAB II.................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..................................................................................................................3
A. KOLESISTITIS.....................................................................................................3
1. Pengertian...........................................................................................................3
2. Etiologi...............................................................................................................4
3. Patofisiologi........................................................................................................4
4. Tanda dan Gejala................................................................................................6
5. Tes Diagnostik....................................................................................................7
6. Penatalaksanaan..................................................................................................7
7. Komplikasi.........................................................................................................8
8. Tinjauan askep....................................................................................................9
B. KOLELITIASIS...................................................................................................16
1. Pengertian.........................................................................................................16
2. Etiologi.............................................................................................................16
3. Patofisiologi......................................................................................................17
4. Tanda dan Gejala..............................................................................................21
ii
5. Pemeriksaan Diagnostik...................................................................................21
6. Penatalaksanaan................................................................................................21
7. Komplikasi.......................................................................................................23
8. Tinjauan askep..................................................................................................24
BAB III..............................................................................................................................32
PENUTUP.........................................................................................................................32
A. KESIMPULAN....................................................................................................32
B. SARAN................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................34
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kasus kolesistitis ditemukan pada sekitar 10% populasi. Sekitar 90% kasus
berkaitandengan batu empedu; sedangkan 10% sisanya tidak. Kasus minoritas yang disebut
jugadengan istilah acalculous cholecystitis ini, biasanya berkaitan dengan pascabedah
umum,cedera berat, sepsis (infeksi berat), puasa berkepanjangan. Individu yang berisiko terkena
kolesistitis antara lain adalah jenis kelamin wanita, umurtua, obesitas, obat-obatan, kehamilan, dan
suku bangsa tertentu. Untuk memudahkan mengingat faktor-faktor risiko terkena kolesistitis,
digunakan akronim 4F (female, forty, fat, and fertile). Selain itu, kelompok penderita batu
empedu tentusaja lebih berisiko mengalami kolesistitis daripada yang tidak memiliki batu empedu.
Bagaimanakah batu empedu dapat menimbulkan kolesistitis? Batu empedu yangmenyumbat
saluran empedu akan membuat kandung empedu meregang, sehingga alirandarah dan getah bening
akan berubah; terjadilah kekurangan oksigen dan kematian jaringanempedu. Sedangkan pada kasus
tanpa batu empedu, kolesistitis lebih disebabkan oleh faktorkeracunan empedu (endotoksin) yang
membuat garam empedu tidak dapat dikeluarkan dari kandung empedu.
Kolelitiasis adalah adanya batu empedu dalam kandung empedu. Batu
empedu lebih sering ditemukan pada wanita dibanding laki-laki karena wanita
mempunyai faktor resiko, diantaranya adalah obesitas, kehamilan, dan pemakaian
alat kontrasepsi per oral.
Berdasarkan berbagai teori, ada empat penjelasan yang mungkin untuk
pembentukan batu empedu, yaitu: perubahan komposisi empedu, adanya peradangan
pada empedu, adanya proses infeksi, dan genetik.
Kolelitiasis mempunyai tanda dan gejala, yaitu rasa nyeri, ikterus, perubahan
warna urin dan feses dan defisiensi vitamin. Kolelitiasis dapat disembuhkan dengan
mengonsumsi obat seperti chenodiol dan menggunakan teknik Pelarutan batu
empedu dengan menggunakan monooktanion atau metil tertiet butil eter (MTBE).
Namun, tak jarang kolelitiasis harus diobati dengan cara pembedahan jika sudah
masuk dalam kategori kronis.
1
Berdasarkan masalah yang kompleks di atas, maka perlu dilakukan asuhan
keperawatan yang komprehensif mencakup biopsiko-sosiospiritual. Berdasarkan
masalah di atas, maka penulis tertarik untuk membahas masalah tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan kolesistitis?
2. Apakah yang dimaksud dengan kolelitiasis?
3. Bagaimana Etiologi dari kolesistitis dan kolelitiasis?
4. Apasajakah patofisiologi dari kolesistitis dan kolelitiasis?
5. Bagaimana tanda dan gejala dari kolesistitis dan kolelitiasis?
6. Apasajakah tes diagnostik untuk mengetahui penyakit kolesistitis dan kolelitiasis?
7. Bagaimana penatalaksanaan untuk penyakit kolesistitis dan kolelitiasis?
8. Apakah komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit kolesistitis dan
kolelitiasis?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan kolesistitis dan kolelitiasis?
C. TUJUAN
Agar mahasiswa dan mahasiswi dapat mengetahui:
1. Pengertian Kolesistitis dan kolelitiasis
2. Etiologi dari kolesistitis dan kolelitiasis
3. Patofisiologi dari kolesistitis dan kolelitiasis
4. Tanda dan gejala dari kolesistitis dan kolelitiasis
5. Tes diagnostik dari kolesistitis dan kolelitiasis
6. Penatalaksanaan untuk penyakit kolesistitis dan kolelitiasis
7. Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari kolesistitis dan kolelitiasis
8. Asuhan keperawatan pada pasien dengan kolesistitis dan kolelitiasis
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. KOLESISTITIS
1. Pengertian
Kolesistitis adalah inflamasi kandung empedu (Suzanne C. smeltzer dan
Brenda G. bare. 2001 : 2004).
Kolesistitis adalah inflamasi dinding kandung empedu yang disertai keluhan
nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas badan (prof. dr. H.M. Sjaifoellah Noer:
1996)
Kolesistitis
adalah radang
kandung empedu yang
merupakan reaksi
inflamasi akut dinding
kandung empedu
disertai keluhan nyeri
keluhan perut kanan
atas, nyeri tekan dan
panas badan.
Dikenal dua klasifikasi yaitu akut dan kronis (Brooker, 2001).Kolesistitis
Akut adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya merupakan akibat
dari adanya batu empedu di dalam duktus sistikus, yang secara tiba-tiba
menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa. Kolesistitis Kronis adalah peradangan
menahun dari dinding kandung empedu, yang ditandai dengan serangan berulang
dari nyeri perut yang tajam dan hebat.
2. Etiologi
Penyebab terjadinya kolesistitis adalah statis cairan empedu, infeksi kuman
dan iskemia dinding kandung empedu. Bagaimana stasis di duktus sistitis dapat 3
menyebabkan kolesistitis dalam belum jelas. Banyak factor yang berpengaruh seperti
kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang merusak
lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.
Umumnya kolesistitis disebabkan oleh batu empedu, Sekitar 95% penderita
peradangan kandung empedu akut, memiliki batu empedu. Sumbatan batu empedu
pada duktus sistikus menyebabkan distensi kandungan empedu dan gangguan aliran
darah dan limfe bakteri komensal kemudian berkembang biak. Penyebab lain adalah
kuman-kuman seperti escherichia coli, salmonella typhosa, cacing askaris atau
karena pengaruh enjim-enjim pankreas.
Selain factor-faktor di atas kolesistitis dapat terjadi juga pada pasien yang
dirawat cukup lama dan mendapat nutrisi secara parentesal pada sumbatan karena
keganasan kandung empedu, batu disaluran emepedu atau merupakan salah satu
komplikasi penyakit lain seperti demam tipoid dan IOM (Prof. dr. H.M. Sjaifaoellah
Noer).
3. Patofisiologi
Umumnya penyebab dari kolesistitis di
bagi dalam 2 tipe :
Kolesistitis Kalkulur
Kolesistitis ini
disebabkan oleh batu
empedu, sumbatan batu
empedu pada duktus sistikus
getah empedu yang tetap
berada dalam kandungan
empedu akan menimbulkan
suatu reaksi kimia terjadi otolisis serta oedema dan pembuluh darah dalam
kandung empedu akan terkompresi sehingga suplai vaskulernya terganggu sebagai
kontekuensinya akan terjasi gangguan pada kandung empedu di sertai perfurasi
bakteri kurang berperan dalam kolesistitis akut meskipun demikian infeksi
4
sekunder oleh escherichia coli, salmonella typhosa dan kuman enterik lainnya
terjaid pada sekitar 40% pasien.
Ada 2 tipe utama batu empedu: batu yang terutama tersusun dari pigmen
dan batu yang terutama tersusun dari kolesterol.
Batu pigmen kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tak
terkontinyugasi dalam emepdi mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga
terjadi batu. Batu ini bertanggung jawab atas sepertiga dari pasien-pasien batu
empedu di Amerika Serikat. Resiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar
pada pasien sirosis, hemolisis dan infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapat
dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi.
Batu kolesterol bertanggung jawab atas sebagian besar kasus yaitu emedu
lainnya di Amerika Serikat. Kolesterol yang merupakan unsure normal pembentuk
empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam
empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung
menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintosis asam empedu dan
peningkatan sintesis kolesterol dalam hati : keadaan ini mengakibatkan
supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar dari getah
empedu, mengendap dan membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh
kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan berperan
sebagai irisan yang meyebabkan peradangan dalam kandung empedu.
Kolesistitis Akalkulur
Implamasi kandung empedu akul tanpa adanya obstruksi oleh implamasi
kolesistitis akalkullur. Timbul sesuah tindakan bedah mayor, trauma berat dan
luka bakar, faktor-faktor lain berkaitan dengan tipe kolesistitis ini mecakup
obstruksi duktus sistikus akibat torsi infeksi primer bakterial pada kandungan
empedu dan transfusi darah yang di biakan berkali-kali. Kolesistitis alkalkulus di
perkirakan terjadi akibat perubahan cairan dan elektrolit serta aliran darah
regional dalam sirkulasi viseral.
5
Pathway:
4. Tanda dan Gejala
a. Gangguan pencernaan, mual dan muntah
b. Nyeri perut kanan atau kadang-kadang hanya rasa tidak enak di epigastrium.
c. Yang khas yaitu : Nyeri yang menjelar ke bahu atau subskapula.
d. Demam dan ikterus (bila terdapat di duktus koledokossiskur).
e. Gejala nyeri perut bertambah bila makan banyak lemak. Pada pemeriksaan fisik
di dapat tanda-tanda lokal seperti nyeri tekan dan depan muskulus kadang-
kadang kandung empedu yang membengkak dan diselubungi umentum dapat
6
teraba nyeri tekan di sertai tanda-tanda perironitis lokal tanda murphi terjadi bila
inspirasi maksimal terhenti pada penekanan perut ke atas.
5. Tes Diagnostik
Pemeriksaan untuk mengetahui adanya radang pada kandung empedu atau
kolesistitis adalah :
Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Sebaiknya dilakukan secara rutin dan sangat bermanfaat untuk
memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan
saluran empedu ekstra hepatic. Nilai kepekatan dan ketetpatan USG mencapai 90
– 95%.
Skintigrafi saluran empedu
Mempergunakan zat radioaktif HIDA atau ggn TC6 Iminodiaretic acid
mempunyai niai sedikit lebih rendah dari USG tapi teknik ini tidak mudah.
Terlihatnya gambaran duktus koledokus tenpa adanya gambaran kandung empedu
pada pemeriksaan kolesistografi oral atau scintigrafi sangat menyokong
kolesistitis akut.
Pemeriksaan CT scan abdomen.
Kurang sensitive dan biayanya mahal tapi mampu memperlihatkan adanya
abses perikolestik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan
USG.
6. Penatalaksanaan
Pengobatan yang biasa dilakukan adalah pembedahan
Kolesistektomi bisa dilakukan melalui pembedahan perut maupun melalui
laparoskopi. Penderita yang memiliki resiko pembedahan tinggi karena keadaan
medis lainnya, dianjurkan untuk menjalani diet rendah lemak dan menurunkan
berat badan.
Penatalaksanaan pendukung dan diet
Istirahat yang cukup
1) Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda.
7
2) Berikan diit makanan cair rendah lemak dan karbohidrat
3) Pemberian buah yang masak, nasi / ketela, daging tanpa lemak, kentang yang
dilumatkan, sayuran yang tidak membentuk gas, roti,kopi atau teh.
4) Hindari telur, krim, daging babi, gorengan, keju dan bubu-bumbu berlemak.
Farmakoterapi
1) Diberikan asam ursodeoksikolat (uradafalk) dan kerodeoksikolat (chenodical,
chenofalk digunakan untuk melarutkan batu empedu radiolusen yang
berukuran kecil terutama terbentuk dari kolesterol
2) Mekanisme kerja ursodeoksikolat dan konodeoksikolat adalah menghambat
sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi desaturasi getah
empedu.
3) Diperlukan terapi selama 6 hingga 12 bulan untuk melarutkan batu empedu
dan selama terapi keadaan pasien dipantau terus.
4) Dosis yang efektif bergantung pada berat pasien, cara terapi ini umumnya
dilakukan pada pasien yang menolak pembedahan atau yang dianggap terlalu
beresiko untuk menjalani pembedahan.
5) Obat-obatan tertentu lainnya seperti estrogen, kontrasepsi oral, klofibrat dan
kolesterol makanan dapat menimbulkan pengaruh merugikan terhadap cara
terapi ini.
7. Komplikasi
a. Demam tinggi, menggigil, peningkatan jumlah leukosit dan berhentinya gerakan
usus (ileus) dapat menunjukkan terjadinya abses, gangren atau perforasi kandung
empedu.
b. Serangan yang disertai jaundice (sakit kuning) atau arus balik dari empedu ke
dalam hati menunjukkan bahwa saluran empedu telah tersumbat sebagian oleh
batu empedu atau oleh peradangan.
c. Jika pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan kadar enzim amilase,
mungkin telah terjadi peradangan pankreas (pankreatitis) yang disebabkan oleh
penyumbatan batu empedu pada saluran pankreas (duktus pankreatikus).
8
8. Tinjauan askep
a. Pengkajian
1) Anamnesa, meliputi:
Pada anamnesa yang perlu di kaji nama, umur pasien, jenis kelamin, alamat,
pendidikan/pekerjaan, dan penanggungjawab pasien.
2) Keluhan utama
Pada keluhan utama penyakit kolisistitis klien biasanya mengeluh nyeri pada
perut bagian kanan dan suhu badan meningkat.
3) Riwayat Penyakit sekarang
Pada riwayat penyakit sekarang saat didata klien mengeluh nyeri pada perut
bagian kanan atas seperti ditusuk-tusuk, nyeri dirasakan menjalar pada
pinggang belakang bagian atas dan pundak atau scapula, nyeri dirasakan terus
menerus dan biasanya berkurang bila klien istirahat.
4) Riwayat kesehatan masa lalu
Pada pengkajian ini perawat menanyakan riwayat penyakit klien sebelumnya.
5) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum, keadaan klien, tingkat Kesadaran, tanda-tanda vital.
b) Sistem Penginderaan
Biasanya system penginderaan tidak mengalami gangguan misalnya
penglihatan (mata) indera penciuman (hidung), indera perasa (lidah) dan
indera pendengaran (telinga). Semuanya berfungsi dengan baik
c) Sistem Pernapasan
bentuk hidung simetris, biasanya pola nafas tidak tergangu,
d) Sistem Kardiovaskuler
Tekanan darah dan tekanan nadi, auskultasi bunyi jantung.
e) Sistem Integumen
Kulit : Warna kulit dan tugor kulit
Rambut : Warna rambut.
f) Sistem Genetalia dan Urinaria
Bentuk tidak ada kelainan, pengeluaran uruin bisanya normal.
9
g) Sistem Muskulo Skeletal
Bentuk ekstremitas atas dan bawah apakah ada pembengkakan, bentuk dan
panjang simetris, tonos otot baik, tidak ada oedema. Klien biasanya mudah
lelah dan cape bila melakukan aktivitas.
h) Sistem Pencernaan
Mulut : biasanya Bibir lembab, tidak lesi, pergerakan lidah baik,
pergerakan uvula baik saat mengatakan “ah” reflek menelan baik.
Abdomen : Bentuk abdomen simetris, bising usus 5 – 6 kali/menit, klien
biasanya mengeluh adanya nyeri tekan pada perut bagian kanan atas.
Klien mengeluh tidak nafsu makan dan perasaan perut penuh dan mual.
b. Analisa Data
Symptom Etiologi Problem
DS :
Pasien mengeluh badannya
terasa panas dan kepalanya
pusing
DO:
Suhu tubuh > 380C
Bibir pecah-pecah
Keringat banyak keluar.
Nadi > 100x/menit
Muka tampak merah
Invasi kuman ke dalam
tubuh
↓
Melakukan proses
peradangan
↓
Bakteri melepas endokrin
merangsang tubuh untuk
melepas zat pathogen dan
oleh leukosit.
↓
Impuls disampaikan ke
hypothalamus bagian
thermoregulator melalui
ductus trofacicus
↓
Suhu tubuh meningkat
Gangguan
keseimbangan suhu
tubuh hyperthermia
DS : Kantong empedu Gangguan pemenuhan
10
Pasien merasakan cemas
terhadap penyakitnya.
DO :
Sering bertanya tentang
penyakitnya dan proses
pengoatannya kepada
perawat.
Pasien tampak gelisah
Wajah pasien tampak
murung
terinfeksi oleh virus
↓
Terjadi proses
peradangan,
pembengkakan dan
dipenuhi oleh sel-sel
radang lymfosit.
↓
merangsang serabut saraf
reseptor nyeri untuk
mengeluarkan enzim
bradikinin dan serotinin.
↓
Nyeri dipersepsikan
Peradangan pada kantong
empedu
↓
Menimbulkan penurunan
gerak peristaltik usus
↓
Nafsu makan menurun
kebutuhan sehari-hari
DS :
Pasien merasakan cemas
terhadap penyakitnya.
DO :
Sering bertanya tentang
penyakitnya dan proses
pengobatannya kepada
perawat.
Pasien tampak gelisah
Kurang pengetahuan
pasien tentang
penyakitnya dan proses
perubahannya.
↓
Merupakan stressor bagi
pasien
↓
Pasien menjadi cemas
Gangguan rasa aman
cemas.
11
Wajah pasien tampak
murung
DS :
Pasien mengeluh mudah
lelah dan capai bila
melakukan aktivitas.
DO :
Ekstremitas nampak
lemas dan reflek tonus otot
(-)
Aktivitasnya dibantu
keluarga.
Peradangan pada kantung
empedu
↓
Menimbulkan nyeri pada
abdomen
↓
Pasien sering terjaga
↓
Gangguan istirahat tidur
Adanya nyeri pada perut
bagian kanan atas
↓
Menimbulkan persepsi
pasien untuk takut banyak
bergerak
↓
Atropi otot
↓
Lemah dan capai
↓
ADL menurun
Gangguan pemenuhan
ADL
c. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan keseimbangan suhu tubuh : Hyperthermi sehubungan dengan
adanya proses infeksi oleh virus.
2) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan adanya
penurunan nafsu makan.
12
3) Gangguan rasa aman cemas sehubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang penyakitnya.
4) Gangguan pemenuhan ADL sehubungan dengan adanya atropi otot.
d. Intervensi
Dx 1.
Intervensi Rasional
Observasi tanda-tanda vital
Berikan kompres dingin atau alkohol
pada lipatan paha, leher, ketiak.
Anjurkan untuk banyak minum.
Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat.
Mendeteksi secara dini tanda-tanda
tilik.
Mempercepat penurunan suhu tubuh.
Menjaga keseimbangan cairan di dalam
tubuh.
Mengembalikan suhu tubuh menjadi
normal.
Dx 2.
Intervensi Rasional
Kaji kemampuan mengunyah,
menelan makanan.
Auskultasi bising usus dan catat bila
terjadi penurunan bising usus.
Timbang berat badan
Berikan makanan dalam porsi sedikit
tapi sering.
Beri kesempatan untuk
mengekspresikan perasaanya
Menentukan pilihan cara pemberian
jenis makanan.
Menentukan pemberian makanan dan
mencegah komplikasi.
Mendeteksi perkembangan berat badan.
Memudahkan proses pencernaan dan
toleransi pasien terhadap nutrisi.
Mengetahui sejauhmana pasien
memerlukan penjelasan tentang
penyakitnya.
13
Dx 3.
Intervensi Rasional
Beri penjelasan pada pasien tentang
penyakitnya dan perawatan.
Ajarkan pasien untuk meningkatkan
koping mekanisme, dengan cara
berdoa
Kaji waktu dan lamanya tidur
Jelaskan pentingnya istirahat dan
tidur bagi kesehatan.
Anjurkan pasien untuk tidur pada saat
tenang.
Ciptakan lingkungan yang tenang dan
motivasi pada pasien lain untuk
menciptakan suasana tenang pada
jam istirajat tidur.
Mengetahui sejauh mana pasien
memerlukan penjelasan tentang
penyakitnya.
Mengurangi rasa kecemasan pasien
tentang penyakitnya.
Menghilangkan kecemasan yang
dialami pasien
Mengetahui arti pentingnya tidur untuk
kesehatan.
Istirahat tidut klien nyaman.
Menciptakan kondisi yang nyaman
pada kamar istirahat klien.
Dx 4.
Intervensi Rasional
Beri penjelasan untuk mau
menggerakan tubuhnya.
Beri latihan aktivitas ringan
Anjurkan untuk melakukan
aktivitasnya secara mandiri.
Menghilangkan rasa takut pasien untuk
bergerak.
Mengembalikan fungsi otot
Membiasakan pasien aktivitasnya
sehari-hari secara mandiri.
14
e. Implementasi
Sesui intervensi.
f. Evaluasi keperawatan
1) Melaporkan nyeri terkontrol, berkurang atau hilang
2) Menunjukkan keseimbangan cairan yang adekuat
3) Melaporkan mual muntah hilang
4) Menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan dan prognosis
15
B. KOLELITIASIS
1. Pengertian
Menurut Ignatavicius, 1991, kolelitiasis adalah gangguan yang paling umum
dari saluran empedu. Kolelitiasis adalah adanya batu empedu dalam kandung empedu
(Black, 1997). Kolelitiasis adalah batu empedu yang biasanya terbentuk dari kandung
empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu (Brunner &
Suddarth, 2002). Kolelitiasis adalah pembentukan batu, juga disebut batu, di dalam
kantung empedu atau sistem saluran empedu (Lewis dkk, 2000).
Kolelitiasis adalah kalkulus/kalkuli, batu empedu biasanya terbentuk dalam
kandung empedu dan unsur-unsur padat yang membentuk dan komposisi yang sangat
bervariasi baru empedu tidak lazim di jumpai pada anak-anak dan dewasa muda tetapi
insidennya semakin sering pada individu berusia di atas 40 tahun. Sesudah itu
insidens kolelitiasis semakin meningkat hingga suatu tingkat yang diperkirakan
bahwa pada usia 75 tahun satu dari tiga orang akan memiliki batu empedu.
2. Etiologi
Pada umumnya batu empedu dapat di bagi menjadi 3 tipe :
1. Tipe Kolesterol
2. Tipe Pigmen Empedu
3. Tipe Campuran
Beberapa faktor resiko terjadinya batu empedu, antara lain : Jenis kelamin,
umur, hormon wanita, infeksi (Kolesistitis) kegemukan pantat, faktor genetik.
16
Terjaidnya batu kolesterol adalah akibat gangguan hati yang mengekstresikan
kolesterol berlebihan hingga kadarnya di atas nilai kritis kelarutan kolesterol dalam
empedu. Sedangkan tipe pigmen biasanya akan mengakibatkan proses
hemolitik/infestasi. Escherichia coli atau ascaris lumbricoides ke dalam empedu yang
dapat mengubah bilirubin bebas yang mungkin dapat menjadi kristal kalsium bilirun.
3. Patofisiologi
Metabolisme abnormal kolesterol dan garam empedu memainkan peran
penting dalam pembentukan batu empedu. Faktor terkait dapat mencakup hal berikut:
supersaturasi empedu dengan kolesterol, kekurangan garam empedu secara berlebih,
penurunan pengosongan kandung empedu, perubahan dalam konsentrasi empedu atau
stasis empedu dalam kandung empedu (Ignatavicius, 2006).
Kebanyakan batu empedu (80%) disebabkan oleh kolesterol,
ketidakseimbangan campuran dan komposisi batu empedu. Kelebihan kolesterol bisa
diakibatkan oleh obesitas, kalori tinggi, makanan yang tinggi kolesterol.
Kelambatan atau pengosongan yang tidak sempurna dari kandung empedu
menyebabkan kolelistiasis, karena kelambatan pengosongan kandung empedu
menyebabkan peningkatan konsentrasi kolesterol yang beresiko membentuk batu
empedu. Penyumbatan batu pada saluran empedu menyebabkan distensi dan
peningkatan tekanan dibelakang batu tersebut. Hal ini menyebabkan biliary kolik
biliary (Rasa nyeri yang hebat pada daerah epigastrium dan quadran kanan atas perut)
bisa juga ampai radius punggung dan scapula kanan atau bahu. Nyeri sering tiba-tiba
17
dating durasinya 30 menit sampai 5 jam dan juga sering diikuti dengan rasa mual dan
muntah. Penyumbatan pada saluran biasanya menyebabkan refluks ke hati
menyebabkan jaundice, nyeri, dan kemungkinan kerusakan hati.
Black, 1997, menambahkan ada tiga tipe utama batu empedu, yaitu:
a. Batu pigmen, kemungkinan terbentuk bila pigmen tak terkonjugasi dalam empedu
mengalami presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Resiko terbentuknya
batu semacam ini semakin besar pada pasin sirosis, hemolisis dan infeksi
percabangan bilien.
b. Batu kolestrol. Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu
bersifat tidak larut dalam air kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu
dan lestin (forfolitid) dalam empedu batu empedu akan terjadi penurunan sistesis
asam empedu dan peningkatan sistesis kolesterol dalam hati. Keadaan ini
mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar
dari getah empedu, mengendap dan membentuk batu. Getah empedu yang jenuh
oleh kolesterol merupakan prediposisi untuk timbulnya batu empedu dan berperan
sebagai iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu.
c. Batu campuran. Batu campuran dapat terjadi akibat kombinasi antara batu pigmen
dan batu kolesterol atau salah satu dari batu dengan beberapa zat lain seperti
kalsium karbonat, fosfat, dan garam empedu.
Penyebab terjadinya penyakit batu empedu belum dipahami dengan baik.
Berdasarkan berbagai teori, ada empat penjelasan yang mungkin untuk pembentukan
batu empedu, yaitu:
18
a. Perubahan komposisi empedu. Perubahan komposisi ini membentuk inti, lalu
lambat laun menebal dan mengkristal. Proses pengkristalan dapat berlangsung
lama, bisa sampai bertahun-tahun dan akhirnya akan menghasilkan batu empedu.
b. Adanya peradangan pada empedu. Peradangan empedu dalam kandung empedu
dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia, dan
pengedapan beberapa unsur konstituen empedu seperti kolesterol, kalsium,
bilirubin.
c. Adanya proses infeksi. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan
sebagian dalam pembetukan batu, melalui peningkatan deskuamasi sel dan
pembentukan mukus. Mukus meningkatkan viskositas dan unsur seluler atau
bakteri dapat berperanan sebagai pusat presipitasi. Adanya proses infeksi ini
terkait mengubah komposisi empedu dengan meningkatkan reabsorpsi garam
empedu dan lesitin.
d. Genetik. Salah satu faktor genetik yang menyebabkan terjadinya batu empedu
adalah obesitas karena orang dengan obesitas cenderung mempunyai kadar
kolesterol yang tinggi. Kolesterol tersebut dapat mengendap di saluran
pencernaan juga di saluran kantung empedu, yang lama kelamaan akan berubah
menjadi batu empedu.
19
Pathway:
20
4. Tanda dan Gejala
Kelainan ini frekwensinya meningkat sesuai bertambahnya. Umur mungkin tanpa
gejala, mungkin pula terdapat gejala-gejala seperti :
a. Perasaan penuh di epigastrium
b. Nyeri yang samar pada kuadran kanan atas abdomen
c. Rasa nyeri dan kolik biler di sertai demam
d. Ikterus
e. Perubahan warna urin dan feses
Eksresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna sangat gelap
feser yang tidak lagi di warnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu dan
biasanya pekat di sebut : Clay – Clored”.
f. Defisiensi vitamin
Obstruksi aliran empedu yang mengganggu absorpsi vitamin A, D, E dan K yang
larut lemak.
5. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan;
a. Pemeriksaan sinar X abdomen
b. Ultra sonografi
c. Tomografi komputer
d. Pemeriksaan pencitraan radionuklida atau koles kintografi
e. Kolesistografi
f. Kolangiopankreatografi retrograd endoskopik (ERCP)
g. Kolangiografi Transhepatik perkutan
6. Penatalaksanaan
a. Nonbedah (Ignatavicius, 1991)
1) Terapi diet
Diet rendah lemak dilakukan untuk mencegah datangnya nyeri
kembali. Hindari vitamin yang larut lemak seperti vitamin A, D, E, K.
21
2) Farmakologi
Obat-obatan yang digunakan untuk penderita batu empedu biasanya
adalah asam ursodeoksilat (urdafalk) dan kenodioksilat (chenodiol dan
chenofalk), yang digunakan untuk melarutkan batu empedu yang berukuran
kecil dan terutama tersusun oleh kolesterol. Mekanisme kerjanya adalah
menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi
desaturasi getah empedu. Batu yang sudah ada dapat dikurangi besarnya, batu
yang kecil dilarutkan dan batu yang baru dicegah pembentukannya.
3) Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy (ESWL).
Prosedur noninvasif ini menggunakan gelombang kejut berulang yang
diarahkan kepada batu empedu di dalam kandung empedu dengan maksud
memecah batu tersebut menjadi sejumlah fragmen. Gelombang kejut tersebut
dihasilkan dalam media cairan oleh percikan listrik, yaitu piezoelektrik, atau
oleh muatan elektromagnetik. Energi ini disalurkan ke dalam tubuh lewat
rendaman air atau kantong yang berisi cairan.gelombang kejut yang
dikonvergensikan tersebut diarahkan kepada batu yang akan dipecah. Setalah
batu dipecah secara bertahap, pecahannya akan bergerak spontan dari kandung
empedu dan dikeluarkan melalui endoskop atau dilarutkan dengan pelarut atau
asam empedu yang diberikan per oral.
4) Bedah (Ignatavicius, 1991)
Koledokoskopi
Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk
mengeluarkan batu. Setelah batu dikeluarkan biasanya dipasang sebuah
kateter ke dalam duktus tersebut untuk drainase getah empedu sampai edema
mereda.
Penatalaksanaan bedah menurut Black, 1997:
a) Kolesistektomi
Merupakan salah satu prosedur bedah yang paling sering
dilakukan. Dalam prosedur ini, kandung empedu diangkat setelah arteri
dan duktus sistikus diligasi.
b) Endoskopi
22
Dilakukan lewat luka insisi yang kecil atau tusukan melalui
dinding abdomen. Pada prosedur kolesistektomi endoskopik, rongga
abdomen ditiup dengan gas CO2 untuk membantu pemasangan endoskop
dan menolong dokter bedah melihat struktur abdomen
c) Kolesistostomi perkutan
Kolesistostomi dilakukan dengan cara penusukan sebilah jarum
yang halus lewat dinding abdomen dan tepi hati ke dalam kandung
empedu dengan dipandu oleh USG atau pemindai CT dengan pemberian
anestesi lokal terlebih dahulu. Getah empedu diaspirasi untuk memastikan
bahwa penempatan jarum telah adekuat, dan kemudian sebuah kateter
dimasukkan ke dalam kandung empedu untuk dekompresi saluran
empedu.
d) Bedah kolesistostomi
Kolesistostomi dilakukan apabila kondisi pasien tidak
memungkinkan untuk dilakukan operasi yang lebih luas atau bila reaksi
inflamasi yangakut membuat sistem billier tidak jelas. Bedah ini dilakukan
dengan cara kandung empedu dibuka melalui pembedahan, batu serta
getah empedu atau cairan yang purulen dikeluarkan, dan kateter untuk
drainase diikat dengan jahitan kantong tembakau (Brunner & Suddarth,
2002).
7. Komplikasi
Kolik bilier
Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu
yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat dari tersumbatnya saluran oleh
batu (Ignatavicius, 2006).
Black, 1997, menambahkan beberapa komplikasi dari kolelitiasis, yaitu:
1) Kolesistitis
Kolesistitis adalah peradangan pada kandung empedu akibat dari adanya batu
kandung empedu.
2) Kolangitis
23
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu.
3) Koledokolitiasis
Koledokolitiasis adalah adanya batu pada saluran empedu.
8. Tinjauan askep
a. Pengkajian
1) Riwayat:
Data pengkajian yang berhubungan dengan kolelitiasis termasuk dibawah ini :
a. Riwayat kesehatan : riwayat kesehatan sekarang meliputi nyeri di kuadran
atas kana perut, hal ini berhubungan dengan makanan, lamanya/durasi,
lokalisasi, mual dan muntah atau gejala lainnya; penyakit kronis seperti
diabetes, sirosis, atau peradangan pada perut; diet saat ini; menggunakan
alat kontrasepsi oral atau kemungkinan kehamilan.
b. Pengkajian fisik : berat badan sekarang; warna kulit dan sclera; pengkajian
abdomen termasuk palpasi pada permukaan perut; warna urin dan feses.
Menurut Ignatavicius, 1991, pengkajian riwayat klien meliputi:
a) Kaji informasi tambahan dapat diperoleh jika ada keluarga klien
sebelumnya yang mengalami batu empedu.
b) Tanyakan klien apakah ada manajemen medis paliatif (kontrol diet dan
obat-obatan) atau apakah pernah dilakukan intervensi bedah.
c) Minta klien untuk menjelaskan kegiatan setiap harinya atau rutinitas untuk
menentukan bagaimana gaya hidupnya
d) Kaji tingkat pengetahuan klien terhadap proses diagnostik dan adanya
alergi terhadap obat-obatan tertentu, misalnya analgesik (Black, 1997)
Lewis, 2007 menambahkan hal-hal yang perlu dikaji, yaitu:
a) Sejarah kesehatan masa lalu: obesitas, infeksi, kanker, puasa yang luas,
kehamilan
b) Riwayat kesehatan masa lalu: kehamilan, obesitas, penggunaan KB per
oral.
24
c) Riwayat pembedahan atau perawatan lainnya: pembedahan perut
sebelumnya.
2) Pemeriksaan Fisik:
a) Kaji kondisi fisik pasien: adanya kelemahan hingga sangat lemah,
takikardi, diaforesis, wajah pucat dan kulit berwarna kuning, perubahan
warna urin dan feses (Ignatavicius, 1991).
b) Kaji adanya nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau
bahu kanan, mual dan muntah, gelisah dan kelelahan (Black, 1997).
c) Kaji perubahan gizi-metabolik: penurunan berat badan, anoreksia,
intoleransi lemak, mual dan muntah, dispepsia, menggigil, demam,
takikardi, takipnea, terabanya kandung empedu (Lewis, 2007)
3) Pemeriksaan diagnostik:
Ultrasonografi digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis kolelitiasis dan
membedakan antara obstruktif dan non obstruktif ikterus (Ignatavicius, 1991).
Pemeriksaan diagnostik tambahan menurut LeMone, 2000, yaitu:
a) Darah lengkap : Menunjukkan WBC (sel darah putih) tinggi akibat infeksi
dan peradangan
b) Kadar bilirubin serum diukur untuk memastikan obstruksi adanya dalam
sistem saluran empedu
c) X-ray perut, yang disebut plat datar, dilakukan untuk batu yang
divisualisasikan ke layar monitor.
d) Kolesistogram oral dilakukan dalam situasi darurat.
e) Gallbladder nonacute scan, juga disebut HIDA scan, dilakukan melalui
teknik kedokteran nuklir untuk menilai kolesistitis akut
4) Psikososial:
25
Klien dengan kolelitiasis menunjukkan banyak ekspresi emosional seperti
perasaan takut akan nyeri, cemas akan prosedur diagnostik atau pembedahan
dan biaya (Ignatavicius, 1991).
Pengkajian psikososial menurut (LeMone, 2000):
a) Kaji kecemasan terkait dengan operasi tertunda.
b) Kaji ketakutan yang belum diketahui dan pembedahan.
c) Dorong verbalisasi adanya rasa kekhawatiran.
d) Berikan dukungan emosional kepada klien dan keluarga.
e) Berikan informasi tentang pengalaman bedah.
f) Minimalkan stimulus eksternal.
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa menurut (Ignatavicius, 1991) adalah:
1) Potensi untuk infeksi yang berkaitan dengan resiko obstruksi di saluran
empedu kandung empedu
2) Potensi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan risiko gangguan pada
saluran empedu
3) Potensi untuk pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan bedah insisi
menyakitkan, penurunan gerakan diafragma, atau kecemasan
4) Potensi untuk infeksi yang berkaitan dengan pemasangan T-tabung dengan
invasi bakteri peritonium
Diagnosa keperawatan terkait kolelitiasis menurut (Black, 1997):
1) Nyeri berhubungan dengan penegangan kandung empedu
2) Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan muntah dan penghisapan
nasogastrik.
3) Resiko injuri berhubungan dengan sisa obat prosedur endoskopi untuk
menghilangkan batu.
Menurut (LeMone dkk, 2000):
1) Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d insisi bedah.
2) Gangguan pertukaran gas b.d. insisi bedah abdomen (jika dilakukan bedah
kolesistektomi tradisional).
26
3) Gangguan nutrisi b.d. nyeri, mual, muntah.
c. Perencanaan dan Implementasi
1) Nyeri berhubungan dengan penegangan kandung empedu
a) Berikan analgesik, biasanya adalah meperidin. Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa morfin memungkinkan menyebabkan kejang sfingter
Oddi dari meperidine
b) Beri analgesik lain (mungkin diberikan), seperti nitrogliserin yang
diberikan secara sublingual.
c) Beri situasi yang nyaman; posisi fowler. Posisi Fowler menurunkan
tekanan pada kandung empedu yang meradang
d) Ajarkan teknik relaksasi
e) Pengurangan asupan makanan dan cairan selama nyeri akut.
Mengosongkan perut mengurangi jumlah makanan yang memasuki
duodenum dan stimulus untuk kontraksi kandung empedu, sehingga nyeri
berkurang.
f) Diskusikan hubungan antara asupan lemak dan rasa sakit. Ajarkan cara
untuk mengurangi asupan lemak. Lemak memasuki duodenum memulai
kontraksi kandung empedu, menyebabkan rasa sakit ketika batu empedu
yang ada dalam saluran
2) Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan muntah dan penghisapan
nasogastrik.
a) Beri cairan iv sesuai intruksi
b) Kaji kondisi klien untuk manifestasi dari dehidrasi: keringnya membran
mukosa, turgor kulit buruk, dan eliminasi urin kurang dari 30 ml/jam.
3) Resiko injuri berhubungan dengan sisa obat prosedur endoskopi untuk
menghilangkan batu.
a) Cek kondisi kesadaran pasien sebelum pemberian makanan per oral
b) Jika pasien masih dalam pengaruh anestesi, pasang side rel pada tempat
tidur
27
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Klien dengan penyakit kandung empedu yang parah dapat menyebabkan
ketidakseimbangan nutrisi yang berhubungan dengan anoreksia, nyeri dan
mual setelah makan, dan aliran empedu yang mengubah penyerapan lemak
dan vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E, K) dari usus.
a) Kaji status nutrisi, termasuk riwayat diet, tinggi dan berat badan.
Meskipun obesitas, klien dengan penyakit kandung empedu mungkin
memiliki diet seimbang atau mungkin memiliki kekurangan vitamin
spesifik, dan vitamin yang larut dalam lemak
Contoh makanan tinggi lemak
produk olahan susu (misalnya,. krim, es krim, keju)
Doughnuts, goreng
Alpukat
Sosis, bacon, hot dog
krim
Kebanyakan kacang (mis,. pecan, kacang mete)
keripik jagung dan keripik kentang
Butter dan minyak goreng
Makanan yang digoreng (e, g,. burger keju, hamburger, kentang goreng)
Selai kacang
coklat,permen
b) Mengevaluasi hasil laboratorium, termasuk bilirubin serum, albumin,
glukosa, dan kadar kolesterol. Laporkan hasil abnormal ke penyedia
perawatan primer. Bilirubin serum dapat menunjukkan gangguan bilirubin
dapat menunjukan status nutrisi. Intoleransi glukosa dan
hiperkolesterolemia merupakan faktor risiko untuk cholelithiasis
c) Kunjungi ahli diet atau ahli gizi untuk konseling diet untuk menurunkan
berat badan sehat dan mengurangi episode nyeri. rendah karbohidrat,
rendah lemak, diet tinggi-protein mengurangi gejala kolesistitis.
Sementara kontraindikasi lemah dan sangat-rendah kalori diet,
pengurangan asupan kalori dan peningkatan tingkat aktivitas berat
28
d) Berikan suplemen vitamin seperti yang diperintahkan. Klien yang tidak
menyerap lemak dengan baik karena aliran empedu terhambat mungkin
memerlukan suplemen vitamin yang larut dalam lemak.
5) Risiko infeksi
Sebuah kantong empedu akut meradang dapat menjadi nekrotik dan
pecah, melepaskan isinya ke dalam rongga perut. Sementara infeksi yang
dihasilkan merupakan infeksi lokal, peritonitis terjadi dari iritasi kimia dan
kontaminasi bakteri dari rongga peritoneal,
Pecahnya kandung empedu menyebabkan terlepasnya isi kantong empedu ke
dalam perut sehingga menjadi buncit. Segera laporkan perubahan ini ke dokter
Setelah kolesistektomi terbuka (laparotomi), risiko infeksi paru yang
signifikan karena sayatan perut yang tinggi.
a) Pantau tanda-tanda vital termasuk suhu setiap 4 jam. Segera melaporkan
perubahan tanda vital atau elevasi suhu. Takikardia, peningkatan
frekuensi napas, atau suhu tinggi dapat menunjukkan proses infeksi.
b) Kaji perut setiap 4 jam dan sesuai indikasi (misalnya, ketika tingkat nyeri
perubahan tiba-tiba). Peningkatan nyeri tekan abdomen atau kaku,
boardlike perut dapat menunjukkan pecahnya kantong empedu dengan
peritonitis
c) Membantu batuk dan napas dalam atau menggunakan spirometer insentif
setiap 1 sampai 2 jam saat terjaga. Sayatan perut tahan dengan selimut
atau bantal selama batuk. Sayatan perut tinggi dari kolesistektomi terbuka
mengganggu batuk efektif dan nafas dalam, meningkatkan risiko
atelektasis dan pernapasan infeksi seperti pneumonia.
d) Posisi fowler dan mendorong ambulasi sebagaimana yang diperbolehkan.
Posisi Fowler dan berambulasi mempromosikan ekspansi paru dan
saluran napas clearance, reducting risiko infeksi pernapasan.
e) Berikan antibiotik seperti yang diperintahkan. Antibiotik dapat diberikan
sebelum operasi untuk mengurangi risiko infeksi dari isi kantong empedu
29
yang terinfeksi, dan dapat dilanjutkan setelah operasi untuk mencegah
infeksi
Perencanaan dan implementasi menurut LeMone dkk, 2000:
1) Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d insisi bedah.
a) Jika terapi diet tidak efektif, beri obat yang diresepkan seperti
nitrogliserin.
b) Jika nyeri tidak teratasi dengan metode lain atau dengan obat, beri
analgesia narkotik sesuai dengan yang diresepkan
c) Monitor peningkatan suhu setiap 4 jam dan bantu klien untuk posisi
fowler
2) Gangguan pertukaran gas b.d. insisi bedah abdomen (jika dilakukan bedah
kolesistektomi tradisional).
a) Ajarkan teknis napas dalam dan batuk efektif minimal 2 jam sekali
b) Gunakan spirometer insentif setiap jam saat terjaga, dan mulai pergerakan
setidaknya empat kali sehari.
c) Berikan analgesia yang tepat untuk klien pasca operasi
3) Gangguan nutrisi b.d. nyeri, mual, muntah, dengan intervensi menurut
(Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2003):
a) Ajarkan klien untuk menghindari lemak pada diet mereka.
b) Tanyakan kebiasaan makan klien
c) Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
d) Timbang berat badan sesuai indikasi
e) Berikan kebersihan oral sebelum makan
d. Evaluasi
Hasil yang diharapkan meliputi bahwa klien:
1) Menyatakan bahwa rasa sakit berkurang dan atau hilang, tidak menunjukkan
manifestasi dari infeksi seperti demam atau peningkatan nyeri di perut, tidak
30
menunjukkan manifestasi perubahan perfusi jaringan, seperti peningkatan
nyeri di perut, kembung, atau hipotensi (Ignatavicus, 1991).
2) Menurut (Black, 1997), evaluasi yang diharapkan adalah klien sembuh tanpa
kesulitan dalam waktu sekitar 3 sampai 5 hari setelah operasi (lebih pendek
dengan operasi laparoskopi)
31
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Kolesistitis
Kolesistitis adalah reaksi inflamasi dinding kandung empedu yang disebabkan
oleh batu empedu, yaitu pada duktus sisiskus yang menyebabkan distensi kandung
empedu dan gangguan aliran darah dan limfe.
Kolesistitis dibagi dalam 2 tipe, yaitu :
a. Kolesistitis kalkulus dan
b. Kolesistitis akalkulus
Adapun tanda dan gejala kolesistitis, yaitu :
a. Gangguan pencernaan, mual dan muntah
b. Nyeri pada kuadran kanan atas dari epigastrium yang menjelar ke batu atau
subskapula.
c. Demam dan ikterus
2. Kolelitiasis
Kolelitiasis adalah kalkulus atau kalkuli yang terbentuk dalam kandung
empedu pada umumnya dibagi menjadi 3 tipe :
a. Tipe kolesterol
b. Tipe pigmen empedu
c. Tipe campuran.
Faktor resiko terjadinya batuempedu antara lain : Jenis kelamin, umur,
hormon wanita, infeksi, kegemukan.
a. Perasaan penuh di epigastrium
b. Nyeri yang samar pada kuadran kanan atas
c. Demam
d. Perubahan warna urine dan feces
32
B. SARAN
Untuk kasus kolesistitis dan koletiasis diharapkan penatalaksanaan keperawatannya
difokuskan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi yang adekuat dan pemenuhan kebutuhan
istirahat tidur. Dengan diawasinya kedua masalah tersebut maka gangguan lain secara
tidak langsung akan berkurang dan teratasi.
Apabila kolelitiasis atau kolesistitis sudah kronis maka tindakan medis yang
dilakukan adalah cara operasi dengan tujuan mengatasi gangguan rasa nyaman nyeri.
33
DAFTAR PUSTAKA
http://obral-askep.blogspot.com/2009/04/asuhan-keperawatan-klien.html
http://www.medicinestuffs.com/2013/10/kolesistitis-diagnosis.html
http://www.medicinestuffs.com/2013/10/kolesistitis-cholecystitis-bagian.html
http://sibawellbercerita.blogspot.com/2013/06/asuhan-keperawatan-sistem-pencernaan.html
34