31
Komplikasi Lokal 1. Mukokel Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul di dalam sinus. Kista ini paling sering ditemukan pada rhinosinusitis maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya. Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf didekatnya. Mukokel primer (atau disebut kista retensi) berkembang akibat hambatan duktus kelenjar saliva mayor, terutama pada sinus maksilaris. Mukokel sekunder disebabkan obstruksi ostium sinus sebagai komplikasi obstruktif dari rinosinusitis, polip, trauma, pembedahan, dan tumor. Nyeri kepala dan

Komplikasi sinusitis.docx

Embed Size (px)

DESCRIPTION

komplikasi dari sinusitis

Citation preview

Page 1: Komplikasi sinusitis.docx

Komplikasi Lokal

1. Mukokel

Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul di dalam sinus. Kista

ini paling sering ditemukan pada rhinosinusitis maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi

mukus dan biasanya tidak berbahaya. Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini

dapat membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat

bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata

ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan

dengan menekan saraf didekatnya.

Mukokel primer (atau disebut kista retensi) berkembang akibat hambatan

duktus kelenjar saliva mayor, terutama pada sinus maksilaris. Mukokel sekunder

disebabkan obstruksi ostium sinus sebagai komplikasi obstruktif dari

rinosinusitis, polip, trauma, pembedahan, dan tumor. Nyeri kepala dan

berkurangnya visus merupakan gejala tersering pada mukokel di sinus frontal,

dimana gejala berlangsung perlahan seiring membesarnya mukokel dalam

beberapa tahun.

Diagnosis ditegakkan bila dijumpai nyeri kepala bagian frontal dan

proptosis, serta bergesernya bola mata ke bawah atau ke atas. Nyeri hidung dan periorbita dalam

dapat ditemukan. Berbeda dengan sinusitis akut atau kronik,

obstruksi nasal dan rinorhea justru jarang didapat. Meskipun diagnosis dapat

diduga berdasarkan temuan klinis, pemeriksaan radiografi perlu dilakukan untuk

memperkuat analisis dan mengetahui letak dari mukokel. Pada pemeriksaan CT

scan, mukokel tampak sebagai massa hipodens. Massa dapat mengisi kavum

Page 2: Komplikasi sinusitis.docx

sinus. Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan

mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat.

Terapi umum mukokel adalah dengan mengangkat secara total mukokel,

dan umumnya melalui bedah terbuka. Saat ini, teknik endoskopik transnasal

digunakan untuk mengatasi komplikasi ini. Marsupialisasi mukokel, dibanding

mengangkat total, merupakan konsep terapi yang mementingkan kemampuan

mukosa sinus untuk kembali ke kondisi normal atau mendekati normal.

2. Osteomielitis dan Tumor Pott

12,13

Penyebaran infeksi melalui anyaman pembuluh darah ke tulang kranium

menyebabkan osteitis yang akan mengakibatkan erosi pada bagian anterior tulang

frontal. Gejala klinis tampak udem yang terbatas pada dahi di bawah kulit dan

penimbunan pus di superiosteum. Berlanjutnya kelainan ini akan menyebabkan

terjadinya suatu kondisi yang disebut Pott’s Tumor.

Tumor Pott merupakan massa tumor bundar yang tidak nyeri, pertama

kali diperkenalkan oleh Percival Pott pada tahun 1760. Infeksi yang masuk ke

sins frontalis dan menyebabkan osteomyelitis progresif di sana, pada akhirnya

akan membentuk abses subperiosteal perikranial anterior, abses periorbita, atau abses epidural.

Penumpukkan pus subperiosteal pada dahi tersebut akan

membentuk struktur berupa benjolan yang fluktuatif dan sembab (tumor Pott).

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan penunjang yang mendukung adalah CT scan dan MRI. Dapat pula

dilakukan bone scanning untuk melihat osteomyelitis.

Page 3: Komplikasi sinusitis.docx

Penanganan untuk kasus ini adalah dengan pemberian antibiotik

intravena, drainase abses, dan bila perlu debridement tulang. Pada beberapa

kasus, dapat dilakukan sinusostomi frontaal. Antibiotik intravena diberikan

selama 3 minggu, dilanjutkan dengan pemberian oral 3-5 minggu.

3. Otitis Media

12

Ruang telinga tengah dihubungkan ke faring melalui tuba Eustachii.

Terdapat banyak kesamaan kejadian klinis antara otitis media dan sinusitis. Bila

pada telinga tengah, tuba Eustcahii yang berperan penting sebagai ventilasi dan

drainase ke faring, maka pada sinus, yang berperan adalah ostium sinus.

Kesamaan lainnya adalah tipe mukosa yang sama antara telinga tengah dan sinus,

yaitu epitel pseudostratifikasi kolumnar bersilia. Tiga patogen mayor pada otitis

media dan sinusitis juga sama, yaitu S. Pneumoniae, H. Influenzae, M

catarrhalis.

Sinusitis hampir selalu disertai dengan rinitis, sehingga disebut

rinosinusitis. Pada keadaan inflamasi, akan terjadi edema mukosa dan

hipersekresi mukus, yang menyebabkan penumpukkan sekret di bagian faring.

Seringkali keadaan ini menyebabkan oklusi tuba Eustachii, yang selanjutnya

menyebabkan fungsi ventilasi dan drainase telinga tengah terganggu. Bila keadaan tersebut

menetap, maka akan terjadi efusi telinga tengah yang rentan

terinfeksi. Selanjutnya, akan terjadi otitis media sesuai dengan perjalanan

penyakitnya.

Penanganan awal otitis media adalah dengan membuka sumbatan tuba

Page 4: Komplikasi sinusitis.docx

Eustachii untuk normalisasi ventilasi dan drainase telinga tengah. Penanganan

lanjutan disesuaikan dengan sejauh mana proses penyakit berlangsung.

Pemberian antibiotik, kortikosteroid, dekongestan, dan antihistamin dapat

dilakukan. Tindakan bedah dilakukan pada kasus kronik, dan dilakukan

bersamaan atau setelah keadaan sinus diperbaiki.

2.6.2. Komplikasi Orbita dan Periorbita

1,13,14

Secara anatomi perbatasan daerah mata dan sinus sangat tipis : batas medial

sinus etmoid dan sfenoid, batas superior sinus frontal, dan batas inferior sinus

maksila. Sinusitis merupakan salah satu penyebab utama infeksi orbita. Pada era pre

antibiotik hampir 50 % terjadi komplikasi ke mata, 17 % berlanjut ke meningen dan

20 % terjadi kebutaan.

Komplikasi dapat melalui 2 jalur :

- Direk / langsung : melalui defisiensi kongenital ataupun adanya erosi pada

tulang barier terutama lamina papirasea.

- Retrograde tromboplebitis : melalui anyaman pembuluh darah yang berhubungan

langsung antara wajah, rongga hidung, sinus dan orbita.

Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang

tersering. Etmoiditis sering menimbulkan komplikasi ke orbita, diikuti sinusitis

frontal dan maksila. Komplikasi ke orbita dapat terjadi pada segala usia, tetapi pada anak-anak

lebih sering. Intervensi tindakan operatif lebih banyak dilakukan pada

anak-anak yang lebih besar dan dewasa. Pembengkakan orbita dapat merupakan

Page 5: Komplikasi sinusitis.docx

manifestasi ethmoidalis akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak

di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita.

Menurut Chandler et al, terdapat lima klasifikasi komplikasi orbita dan

periorbita pada sinusitis, yaitu:

1. Peradangan atau reaksi edema yang ringan (selulitis preseptal).

Peradangan atau selulitis preseptal menunjukkan infeksi yang terbatas di

kulit dan jaringan subkutan palpebra anterior hingga septum orbita. Kelainan ini

merupakan komplikasi orbita tersering (70% komplikasi sinusitis secara

keseluruhan) dan jarang parah. Kelainan ini dapat menyebabkan sumbatan vena

dan drainase limfatik akibat obstruksi sinus. Keadaan ini terutama ditemukan

pada anak, karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus

ethmoidalis sering kali merekah pada kelompok umur ini.

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, yang

menunjukkan adanya edem palpebra, eritema, tenderness. Visus, reaksi pupil,

dan gerakan bola mata umumnya tidak terganggu. CT scan tidak dianjurkan pada

kelainan pada tahap ini, kecuali bila terdapat perubahan visus, gangguan refraksi,

ptosis, dan tanda-tanda selulitis post-septal lainnya.

Penatalaksanaan selulitis preseptal adalah dengan pemberian antibiotik

oral spektrum luas, elevasi kepala, kompres hangat, dan penanganan penyebab

yang mendasari. Meskipun antibiotik intravena merupakan terapi standar untuk

anak-anak sebelum adanya vaksinasi H.influenzae, antibiotik oral spektrum luas saat ini lebih

dianjurkan karena kasus yang ringan dan lebih aman. Pemberian

dekongestan hidung, mukolitik, dan irigasi saline dapat membantu drainase sinus.

Page 6: Komplikasi sinusitis.docx

2. Selulitis orbita

Selulitis orbita ditandai adanya proses infeksi yang meliputi bagian-

bagian di belakang septum orbita, termasuk tulang-tulang yang membentuk

kavum orbita. Isi orbita terlihat edem difus dengan sel-sel peradangan dan

plasma, bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita namun pus belum

terbentuk. Edem orbita disebabkan oleh peningkatan tekanan sinus venosus yang

menyebabkan transudasi cairan melalui dinding pembuluh ke orbita.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya edema palpebra, proptosis

ringan, dan kemosis. Nyeri orbita terjadi pada 85% pasien. Pada kasus berat,

gerak orbita menjadi sangat terbatas, meskipun visus belum terganggu. Apabila

diduga terjadi selulitis orbita, maka konsultasi ke ahli mata dapat dilakukan,

untuk meninjau kembali akuisitas visual, reaksi pupil, gangguan lapang

pandangan, melihat warna, motilitas ekstraokular, proptosis, posisi bola mata,

tekanan intraokular, dan keadaan saraf II. CT scan dengan kontras dapat

memperlihatkan adanya sejumlah jaringan edematous orbita.

Penanganan kasus ini adalah dengan pemberian antibiotik intravena dan

pemeriksaan imaging dilakukan untuk melihat sejauh mana kelainan mata terjadi.

Apabila antibiotik gagal (ditandai dengan hilangnya penglihatan secara progresif,

demam menetap selama 36 jam, keadaan klinis yang memburuk dalam 48 jam,

atau tidak ada perubahan apa pun selama 72 jam paska pemberian antibiotik), maka terapi

drainse bedah dapat dilakukan, yang memenuhi satu dari lima syarat

berikut:

- CT scan membuktikan adanya pembentukan abses

Page 7: Komplikasi sinusitis.docx

- Visus 20/60 (atau lebih buruk) pada evaluasi awal

- Komplikasi orbita berat (misalnya kebutaan atau hilangnya refleks pupil)

pada evaluasi awal

- Gejala orbita yang semakin berat meskipun mendapat terapi medik

- Tidak ada perbaikan selama 48 jam paska pengobatan medik.

3. Abses subperiosteal

Abses subperiosteal merupakan komplikasi sinusitis yang sering terjadi di

orbita superomedial atau inferomedial, yang berhubungan dengan sinusitis

etmoidalis. Abses berkembang setelah infeksi menembus lamina papirasea atau

melalui foramen etmoidalis anterio/posterior. Terkumpulnya cairan subperiosteal

yang meluas dapat menyebabkan kebutaan, yaitu sebagai akibat langsung

penekanan saraf II, peningkatan tekanan intraorbita, atau proptosis yang

menyebabkan peregangan saraf II. Dengan penanganan medik dan intervensi

bedah agresif sekalipun, sekitar 15-30% pasien akan mengalami sekuele

gangguan visus.

Diagnosis kelainan ini memerlukan evaluasi oftalmologik. Secara klinis

abses subperiosteal dicurigai bila pada pasien dengan selulitis orbita, mengalami

proptosis dan gangguan lapang pandang yang semakin berat, akibat peningkatan

tekanan intraorbita. Kehilangan persepsi warna merah/hijau dapat mendahului

penurunan visus. Penanganan dan penentuan pendekatan pembedahan masih merupakan

kontroversi. Meskipun pemberian antibiotik intravena dapat dimulai pada tahap

awal, beberapa ahli THT tetap menganjurkan drainase sinus secepatnya.

Beberapa penelitian menunjukkan adanya kasus abses subperiosteal yang

Page 8: Komplikasi sinusitis.docx

responsif terhadap pengobatan konvensional, terutama pada anak-anak yang lebih

muda, karena virulensi kuman lebih rendah. Kriteria inklusi untuk pengobatan

medikamentosa adalah usia lebih muda dari 9 tahun, tidak terdapat sinusitis

frontalis, lokasi abses di medial, tidak terbentuk gas abses, ukuran abses kecil,

bukan kasus berulang, tidak terdapat gangguan saraf optik dan retina, dan tidak

terdapat infeksi gigi.

Berdasarkan kriteria Oxford, maka tindakan bedah ditunda dan diberikan

penanganan konservatif, bila memenuhi seluruh kriteria:

- Visus, reaksi pupil, dan keadaan retina normal

- Tidak ada oftalmoplegia

- Tekanan intraokular kurang dari 20 mmHg

- Proptosis maksimal 5 mm

- Ukuran abses maksimal 4 mm.

Drainase operatif dilakukan bila terjadi penurunan visus, defek pupil,

demam yang berlangsung selama 36 jam, klinis yang memburuk dalam 48 jam,

atau tidak ada perbaikan setelah pemberian obat-obatan. Pendekatan bedah yang

digunakan pada kasus ini meliputi pendekatan eksternal, endoskopik, dan

kombinasi. Etmoidektomi eksternal dapat dilakukan untuk drainase abses. Pada

anak-anak, sebaiknya dilakukan pendekatan endoskopik untuk menghindari perdarahan dan

inflamasi mukosa akut. Teknik endoskopik meliputi

etmoidektomi, skeletonizing lamina papiracea, drainase orbita. Drainase

transkarankular merupakan salah satu contoh pendekatan kombinasi yang

diperkenalkan oleh Pelton pada tahun 1996. Dengan cara ini, dilakukan insisi di

Page 9: Komplikasi sinusitis.docx

area antara karankula dan lipatan semilunar. Periosteum orbita diinsisi tajam dan

dibuka untuk mengeluarkan abses. Pendekatan ini dapat diterapkan pada dinding

medial orbita pada sisi lamina papiracea.

4. Abses orbita

Terjadinya komplikasi ini menunjukkan sekuele dari sinus paranasal yang

berkembang progresif akibat keterlambatan diagnosis dan terapi, atau akibat

kondisi imunologi yang buruk. Abses orbita dapat terjadi di dalam atau di luar

otot, ketika selulitis orbita berubah menjadi kumpulan pus. Pada keadaan ini, pus

telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap ini disertai

dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius.

Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis

konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin

bertambah.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa proptosis, kemosis,

oftalmoplegia total, dan gangguan visus, yang berlangsung progresif menuju

tahap kebutaan irreversibel. Substansi purulen dapat keluar secara spontan

melalui kelopak mata. CT scan menunjukkan gambaran infiltrasi difus intraconal

dan ekstraconal. Gambaran radiologik dapat menunjukkan proptosis masif, dilatasi ekstraokular,

dan pembentukan gas. Pada MRI, didapatkan gambaran

jaringan nekrotik.

Penanganan abses yang berkembang adalah dengan drainase operatif pada

sinus dan abses. Drainase endoskopik abses pada medial orbita dilakukan seperti

pada abses subperiosteal. Insisi periorbita dilakukan untuk penyaliran abses

Page 10: Komplikasi sinusitis.docx

intraorbita. Etmoidektomi posterior diindikasikan bila terdapat kelainan di etmoid

posterior dan abses yang meluas hingga ke apeks orbita. Tindakan ini dilakukan

dengan kerjasama dengan ahli mata.

5. Trombosis sinus kavernosus

Komplikasi ini merupakan akibat perluasan infeksi dari kavum sinonasal

(sfenoid > ethmoid > frontal), atau dari bagian sepertiga tengah wajah. Sindrom

dapat terjadi sebagai komplikasi dari selulitis orbita. Perluasan ini dipermudah

oleh sinus kavernosus yang bebas anastomosis dan tidak terdapat sistem katup

vena, sehingga infeksi dapat terjadi secara retrograd dari arah superior dan

inferior vena oftalmika.

Diagnosis komplikasi ini relatif sukar, meskipun penting untuk

membedakannya dengan selulitis atau abses orbita, karena dalam perjalanan

penyakitnya akan terjadi keadaan yang mengancam jiwa. Tanda klinis yang

terpenting adalah gangguan orbita bilateral, kemosis dan oftalmoplegia yang

progresif, kelainan retina berat, demam melebihi 40

o

C ,dan protrasi. Tanda klinis

yang sering terlihat pada trombosis sinus kavernosus berkaitan dengan struktur

anatominya, yaitu adanya kerusakan langsung saraf III hingga VI, dan gangguan

aliran vena dari orbita dan mata. Stasis aliran vena akan menyebabkan papiledema, perdarahan

retina, dan kehilangan penglihatan. Perluasan infeksi ke

sinus kavernosus kontralateral (melalui sinus interkavernosus) umumnya terjadi

dalam 24 – 48 jam setelah infeksi pertama terjadi. Trombosis karotid dapat

Page 11: Komplikasi sinusitis.docx

mengikuti komplikasi ini, dan berakibat serangan stroke, empiema subdural,

abses otak, atau meningitis.

Secara patognomonik, trombosis sinus kavernosus terdiri dari :

- Oftalmoplegia.

- Kemosis konjungtiva.

- Gangguan penglihatan yang berat.

- Kelemahan pasien.

- Tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus kavernosus yang berdekatan

dengan saraf kranial II, III, IV dan VI, serta berdekatan juga dengan otak.

Penanganan meliputi pemberian antibiotik intravena dosis tinggi yang

mampu melewati sawar darah otak dan secara langsung dapat membunuh

sebagian besar kuman patogen. Terapi empiris dapat mencakup pemberian

nafcilin, ceftriaxone, metronidazol, atau vankomisin. Pemberian antibiotik

biasanya selama 3-4 minggu, atau selama 6-8 minggu bila komplikasi

intrakranial terjadi.

Intervensi bedah dilakukan untuk drainase sinus yang terkena. Observasi

dilakukan sehubungan dengan risiko terjadinya sepsis, trombosis, dan perluasan

infeksi. Pemberian antikoagulansia bertujuan untuk mencegah progresivitas

trombosis, mengingat kejadian ini sukar diprediksi. Banyak penelitian

membuktikan efektivitas pemberian antikoagulansia dan jarang sekali pemberian tersebut

menyebabkan komplikasi perdarahan. Pemberian heparin bersama

antibiotik terbukti menurunkan angka morbiditas secara bermakna. Pemberian

kortikosteroid masih belum ditetapkan sebagai terapi tambahan yang efektif.

Page 12: Komplikasi sinusitis.docx

2.6.3. Komplikasi Intrakranial

1-2,14,15

Sinusitis yang tersering menyebabkan komplikasi intrakranial adalah sinusitis

frontalis, diikuti sinusitis ethmoidalis, sfenoidalis, dan maksilaris. Komplikasi

intrakranial dapat terjadi pada infeksi sinus yang akut, ekaserbasi akut ataupun

kronik. Komplikasi ini lebih sering pada laki-laki dewasa, diduga ada faktor

predileksi yang berhubungan dengan pertumbuhan tulang frontal dan meluasnya

sistem anyaman pembuluh darah yang terbentuk. Beberapa jalur untuk terjadinya

infeksi ini antara lain:

- Secara langsung melalui defek atau erosi tulang.

- Secara hematogen melalui anyaman pembuluh darah.

Beberapa tahap komplikasi intrakranial yang dikenal:

1. Meningitis.

15

Meningitis merupakan komplikasi intrakranial tersering dari sinusitis.

Sinusitis frontal jarang menyebabkan meningitis tetapi seringkali karena infeksi

sekunder dari sinus etmoid dan sfenoid. Lapisan arakhnoid pada dewasa relatif

lebih resisten terhadap invasi langsung bakteri, namun pada anak-anak infeksi

dapat lebih mudah menyebar karena jaringan yang masih immatur. Infeksi dari

Page 13: Komplikasi sinusitis.docx

sinus paranasalis dapat pula menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang

berdekatan, seperti melalui dinding posterior sinus frontalis atau

melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.

Gejala-gejala tampak jelas: adanya demam, sakit kepala, tanda rangsang

meningeal, kejang, diikuti kesadaran menurun sampai koma. Kelemahan saraf

kranial sering pula terjadi, dan yang paling menonjol adalah gangguan

pergerakan bola mata.

Penanganan awal untuk meningitis adalah pemberian antibiotik spektrum

luas secara intravena, yang dapat menembus sawar darah otak. Terapi

pembedahan dilakukan bila terapi konvensional tidak berhasil dalam 48 jam

pengobatan, dengan catatan pasien masih dalam keadaan stabil. Sekuele

neurologik dapat terjadi pada pasien ini, berupa gangguan kejang dan kelemahan

sensorineural. Kehilangan pendengaran terjadi pada 25% pasien dengan

komplikasi meningitis.

2. Epidural abses

Abses epidural merupakan komplikasi kedua tersering dari sinusitis.

Komplikasi ini lebih sering mengikuti sinusitis frontal, yang kemungkinan

disebabkan banyaknya komunikasi vena dan renggangnya duramater. Pada

kelainan ini didapatkan timbunan pus di antara duramater dan ruang kranium

yang sering tampak pada tulang frontal dimana duramater melekat longgar pada

tulang dahi. Mikroorganisme tersering yang membentuk abses adalah

Staphylococcus aureus dan Streptococci. Gejala sangat ringan, tanpa ada gangguan neurologi,

ada nyeri kepala

Page 14: Komplikasi sinusitis.docx

yang makin lama dirasakan makin berat dan sedikit demam. Diagnosis dapat

diperkuat dengan pemeriksaan CT scan kepala dan MRI.

Penanganan abses epidural adalah dengan pemberian antibiotik intravena

dosis tinggi dan drainase sinus dan abses, meskipun beberapa ahli menyatakan

pembedahan tidak diperlukan bila abses berukuran kecil.

3. Subdural empiema

Abses atau empiema subdural merupakan komplikasi intrakranial

tersering ketiga dari sinusitis. Apabila komplikasi ini terjadi, maka angka

mortalitasnya cukup tinggi, yaitu 25-35%. Sekitar 30% pasien yang sembuh,

menunjukkan adanya gangguan neurologik. Abses ini seringkali merupakan

komplikasi dari sinusitis frontalis, karena barier anatomi yang kurang baik, maka

empiema dapat meluas dengan cepat hingga menyelubungi korteks dan masuk ke

area interhemisfer. Kelainan ini umumnya unilateral. Mikroorganisme penyebab

tersering adalah Streptococci.

Gejala nyeri kepala hebat, ada tanda-tanda iskemik/infark korteks seperti

hemiparesis, hemiplegi, paralisis nervus facialis, kejang, peningkatan tekanan

intrakranial, demam tinggi, lekositosis, dan akhirnya kesadaran menurun. Pada

keadaan yang mengancam, penanganan bersifat emergensi karena deteriorasi

yang begitu cepat. Gejala meningitis dapat terlihat, defisit neurologi fokal dalam

berbagai derajat akan muncul sesuai dengan area abses. CT Scan dan MRI dapat

membantu menegakkan diagnosis. Penanganan meliputi pemberian antibiotik intravena dosis

tinggi dan

drainase operatif dari sinus dan abses. Pemberian steroid dan antikonvulsi secara

Page 15: Komplikasi sinusitis.docx

rutin disesuaikan dengan keadaan penderita.

4. Abses intraserebral

Abses intraserebral dapat terjadi dan paling sering pada lobus frontal dan

frontoparietal, karena disebabkan sinusitis frontal yang menyebar secara

retrograde, septik emboli dari anyaman pembuluh darah. Namun, dapat pula

infeksi menyebar dari sinus ethmoidalis dan sfenoidalis.

Gejala umum berupa demam, nyeri kepala, mual-muntah, letargi, dan

gejala-gejala lain sehubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial. Bila

abses timbul perlahan, gejala neurologi tak jelas tampak, bila edem terjadi di

sekitar otak, tekanan intrakranial akan meningkat, gejala-gejala neurologi jelas

tampak, ancaman kematian segera terjadi bila abses ruptur. Diagnosis diperkuat

dengan pemeriksaan MRI dan CT scan.

Penanganan untuk komplikasi ini adalah dengan pemberian antibiotik

dosis tinggi dan drainase operatif dari sinus dan abses. Pemberian kortikosteroid

dan antikonvulsi dapat dibenarkan.

5. Trombosis Sinus Venosus (Sinus Sagitalis Superior dan Sinus Kavernosus)

Infeksi yang meluas ke sinus sagitalis superior dan sinus kavernosus

dapat terjadi secara retrograd dari tromboflebitis sinus frontalis. Trombosis sinus

kavernosus telah dibicarakan pada bahasan sebelumnya. Trombosis sinus

sagitalis superior umumnya berkaitan dengan komplikasi lain seperti abses

subdural, abses epidural, atau abses intraserebral. Derajat keparahan bergantung pada luasnya

trombosis dan sumbatan

pembuluh darah. Oklusi akut sinus dural biasanya berimplikasi buruk dan dapat

Page 16: Komplikasi sinusitis.docx

memicu edema serebral masif, kongesti vena, dan infark. Pasien dapat merasa

sangat nyeri, demam tinggi yang meningkat tajam, tanda meningeal positif, atau

sejumlah komplikasi neurologik serius lainnya. Seringkali, pasien dengan

trombosis sinus dural menunjukkan gejala yang ringan, karena oklusi yang

inkomplit atau adanya sistem kolateral. Gambaran yang lebih jelas adalah dengan

MRI menggunakan kontras gadolinium, MR angiogram dan venogram yang

menunjukkan sejauh mana proses berlangsung.

Penanganan meliputi pemberian antibiotik intravena dosis tinggi dan

drainses sinus paranasal. Pemberian antikoagulansia sistemik diberikan hingga

pemeriksaan radiologik yang memadai membuktikan bahwa trombus telah

teratasi. Penanganan utama untuk trombosis sinus akut masih kontroversial.

Bedah rekonstruksi dilakukan pada kasus yang berat dan luas. Dapat pula

dilakukan trombektomi terbuka yang dikombinasikan dengan terapi trombolisis

endovaskular, misalnya dengan pemberian urokinase atau streptokinase ke sinus

sagitalis superior melalui kateter yang melewati burr-hole kraniotomi. Teknik

serupa yang terbukti efektif adalah dengan pemberian agen trombolitik

bersamaan dengan venografi melalui vena femoralis.