Upload
kholid-rosyidi
View
65
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
MODEL KONSEPTUAL KEPERAWATAN
SISTER CALISTA ROY
DISUSUN OLEH :
SUBHAN
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
UNIVERSITAS AIRLANGGA FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
S U R A B A Y A
2 0 0 2
B A B I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Seiring dengan perkembangan jaman, manusia senantiasa berusaha untuk
meningkatkan derajat kesehatannya secara dominan. Hal ini terbukti dengan pesatnya
kemajuan IPTEK di bidang kesehatan dalam rangka memecahkan masalah kesehatan
yang dihadapi oleh penduduk dunia. Dan seiring itu system pelayanan keperawatan
di berbagai negara maju dan negara berkembang juga mengalami
kemajuan/perubahan.
Isitilah proses keperawatan dan kerangka kerjanya relatif baru. Pada tahun 1955
Hall memulai istilah proses keperawatan dan sejak itulah para ilmuwan keperawatan
menguraikan proses keperawatan secara ilmiah dengan berbagai pendapat. Weiden
Bach pada tahun 1963 menguraikan asuhan keperawatan menjadi 3 tahap yang
meliputi observasi, bantuan untuk pertolongan dan validasi. Later Knowles (1967)
mengatakan bahwa dalam praktek keperawatan menganjurkan 5 D yaitu discover
(menemukan), delve (menyelidiki), decide (memutuskan), do (melaksanakan) dan
discriminate (membedakan).
Selanjutnya Gabbie dan Lavin (1975) mengemukakan bahwa esensi dari model
- model keperawatan yang ada menggambarkan 4 konsep yang sama yaitu :
1. Orang yang menerima asuhan keperawatan.
2. Lingkungan (masyarakat).
3. Kesehatan (sehat/sakit, kesehatan dan penyakit).
4. Keperawatan dan perawat (tujuan/sasaran, peran dan fungsi).
Melihat gambaran di atas Penulis mencoba menganalisa dan mengaplikasikan model
konsep keperawatan yang dikemukakan oleh Sister Calista Roy (stress dan adaptasi
Roy) ke dalam system pelayanan keperawatan di Indonesia.
B. Masalah.
Dengan adanya ragam model model keperawatan dan dari masing – masing model
konseptual tersebut mempunyai gambaran inti yang sama (Gabbie & Lavin, 1975),
maka untuk mengaplikasikan model konsep keperawatan menurut Sister Calista Roy
ke dalam system pelayanan keperawatan di Indonesia, muncul berbagai masalah
antara lain :
1. Bagaimana cara menerapkan model konseptual secara optimal terhadap kasus
penyakit yang dialami oleh penderita?
2. Bagaimana strategi yang digunakan oleh perawat dengan adanya ragam
kultur/budaya masyarakat Indonesia?
3. Bagaimana peranan perawat, mengingat secara ratio antara jumlah
peawat dengan pasien di lapangan masih belum seimbang?
C. Tujuan.
1. Tujuan Umum.
Perawat Indonesia dapat menerapkan model konseptual keperawatan Sister
Calista Roy yang menggunakan pendekatan metode ilmiah dalam system
pelayanan kesehatan.
2. Tujuan khusus.
a.Mampu menyelaraskan dan mendefinisikan model konseptual Sister
Calista Roy.
b. Mampu memahami konsep dasar/asumsi dasar dalam model
konseptual stress dan adaptasi Roy.
c. Mampu menjelaskan komponen – komponen model konsep
keperawatan Sister Calista Roy.
d. Mampu menjelaskan karakteristik model konsep keperawatan Sister
Calista Roy.
e. Mampu menjelaskan hubungan model konsep keperawatan Sister
Calista Roy dengan proses keperawatan yang ada di Indonesia.
B A B II
TINJAUAN TEORI
A. Dasar Pengembangan Teori.
1. Filosofi
Sister Calista Roy mengembangkan model adaptasi dalam keperawatan pada tahun
1964. Model ini banyak digunakan sebagai falsafah dasar dan model konsep dalam
pendidikan keperawatan. Model adaptasi Roy adalah system model yang esensial
dalam keperawatan. Roy menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk biopsikososial
sebagai satu kesatuan yang utuh. Dalam memenuhi kebutuhan manusia selalu
dihadapkan berbagai persoalan yang kompleks. Dalam menghadapi persoalan
tersebut Roy mengemukakan teori adaptasi. Penggunaan koping atau mekanisme
pertahanan diri, berespon melakukan peran dan fungsi secara optimal untuk
memelihara integritas diri dari keadaan rentang sehat sakit dari keadaan lingkungan
sekitarnya. Jadi ada 5 faktor penting dari Roy adalah manusia, sehat, sakit,
lingkungan dan keperawatan yang saling terkait.
2. Asumsi Dasar.
Asumsi adalah pernyataan dari fakta – fakta atau anggapan yang
diterima sebagai dasar teori untuk konsep – konsep dari disiplin ilmu tertentu.
Beberapa model keperawatan menggambarkan asumsi dari adaptasi teori –
teori yang lainnya dari system teori yang lain (teori system, teori adaptasi
Nelsen dan fisiologi dari nilai – nilai manusia).
3. Pola Pengembangan Ilmu.
Pola pengembangan ilmu keperawatan adalah yang terkait dengan
keputusan – keputusan tentang komponen – komponen ilmu, filosofi tidak
didasarkan terhadap hal yang bersifat empiris, suatu keyakinan, merupakan
suatu pertanyaan yang terkait terhadap praktek keperawatan dana
mempengaruhi filosofi disiplin ilmu.
Model konsep Calista Roy didasarkan pada model adaptasi. Modelnya
merupakan contoh yang baik bagaimana ilmu itu diambil menjadi hal yang
unik dalam keperawatan. Hal ini merupakan kombinasi pemikiran yang
ditarik secara divergen seperti system. Stress dan adaptasi menurut Roy,
keberadaan manusia merupakan kumpulan biopsikososial yang berada di
dalam lingkungan.
Vocal residual, conceptual. Rangsangan pada manusia dan bersifat
utuh dan menimbulkan keutuhan – keutuhan yang terkait dengan model
adaptasi yang meliputi kebutuhan fisiologis, peran, fungsi dan interdependen
melalui 2 mekanisme adaptasi yaitu regulator dan cognator individu dapat
menunjukkan respon adaptasi yang berhasil dan gagal (respon tidak efektif
yang membutuhkan intervensi keperawatan).
Penekanan model Roy dikaitkan dengan kerja yang berkelanjutan,
dilanjutkannya ke pendidikan praktek dan penelitian serta diteruskan ke
perubahan – perubahan dalam model – model untuk memaksimalkan kejadian
empiris. Model Roy merupakan suatu system.
B. Komponen Model.
Roy dalam menyusun model konseptualnya didasari atas nilai – nilai sebagai
berikut :
1. Manusia.
Roy memandang manusia sebagai makhluk biopsikososial yang holistic
dalam segenap aspek individu dengan bagian – bagiannya berperan bersama
membentuk kesatuan ditambah manusia sebagai system yang berada dalam
interaksi yang konstan dengan lingkungan antara system dan lingkungan
terjadi pertukaran informasi, materi dan energi.
Ini menunjukkan system – system kehidupan sebagai system yang
terbuka. Sel adalah system kehidupan terbuka. Sel mempunyai substansi yang
harus mempertahankan dalam usaha memperbanyak diri. Keterbukaan system
selanjutnya menunjukkan pertukaran yang konstan dari informasi, materi dan
energi antara system dan lingkungan. Interaksi ini juga diterapkan pada
manusia. Interaksi konstan manusia dengan lingkungannya ditandai oleh
perubahan – perubahan interna dan eksterna, selanjutnya perubahan ini
mengharuskan manusia mempertahankan integritasnya yaitu adaptasi terus
menerus. Diagram di bawah digunakan Roy untuk menggambarkan system
adaptasi manusia.
Roy mengidentifikasi input sebagai stimulus. Stimulus ini adalah unit
dari informasi materi atau energi dari lingkungan atau dirinya sebagai respon.
Seiring dengan stimulus, tingkat adaptasi manusia berperan sebagai system
adaptasi. Tingkat adaptasi adalah jangkauan stimulus manusia yang dapat
mengadaptasikan responnya dengan usaha yang wajar.
Feed back
Diagram : Respon adaptasi
Gambaran dari manusia sebagai system adalah tingkah laku interna
maupun eksterna. Selanjutnya adaptasi manusia tersebut dapat diukur,
diamamti keluhan – keluhan subyektif yang merupakan umpan balik dari
system ini. Roy mengkategorikan hasil system sebagai respon adaptaif dan
inefektif. Respon adaptif adalah semua yang mengacu pada integritas
manusia yaitu semua tingkah laku yang tampak ketika manusia dapat
mengerti tentang tujuan hidup, tumbuh, produksi dan kekuasaan.
Roy menggunakan isitilah mekanisme koping untuk menjelaskan
proses pengendalian manusia sebagai system adaptasi. Roy menggunakan
mekanisme yang disebut regulator dan cognator sebagai sustu system dari
system adaptasi.
Subsistem regulator mempunyai komponen sistm input, proses dan
ouput. Stimulus output mungkin berasal dari dalam manusia. Penghubung –
penghubung system regulator adalah kimia, neural atau endokrin. Respon
otonomi yang merupakan respon – respon saraf bagian otak dan spinal
dihasilkan sebagai output. Tingkah laku dalam subsistem regulator, jaringan
dan organ target dibawah kontrol endokrin juga menghasilkan tingkah laku
regulator. Akhirnya Roy menunjukkan respon psikomotor dari system saraf
pusat sebagai pusat system regulator.
Sub system yang lain adalah sub sistem cognator. Rangsangan ke
subsistem cognator juga berasal dari luar dan dalam. Ouput dari subsistem
regulator dapat diumpan balik merangsang subsistem cognator. Proses –
proses pengendalian cognator dihubungkan ke fungsi yang lebih tinggi dari
otak yaitu persepsi atau pengolah informasi yang berhubungan dengan proses
interna dari perhatian yang dipilih, ditunjukkan dan ingatan. Pemecahan
masalah dan pembuatan keputusan adalah proses mencari bentuk.
Dalam mempertahankan integritas manusia, regulator dan cognator
INPUT:
Stimulus tingkat
adaptasi
PROSES :
Koping mekanisme,
regulator, cognator
INPUT :
Stimulus tingkat
adaptasi
OUTPUT :
Adaptasi respon
inefektif
sering dianggap berperan bersama – sama. Tingkat adaptasi dari system
manusia dipengaruhi oleh pertumbuhan individu dan pemakaian dari
mekanisme koping. Dalam gambaran lebih lanjut tentang proses interna
manusia sebagai subsistem adaptasi, Roy menjelaskan system efektor atau
model adaptasi yang terdiri dari 4 efektor :
a. Model adaptasi fisiologis, terdiri dari :
- oksigenasi
- nutrisi
- eliminasi
- aktivitas dan istirahat
- sensori
- cairan dan elektrolit
- integritas kulit
- fungsi saraf
- fungsi endokrin dan reproduksi
b. Konsep diri.
Menunjukkan pada nilai, kepercayaan, emosi, cita – cita serta perhatian
yang diberikan untuk mengetahui keadaan fisik sendiri.
c. Fungsi peran.
Menggambarkan hubungan interaksi perorangan dengan orang lain yang
tercermin pada peran pertama, kedua dan seterusnya.
d. Model ketergantungan.
Mengidentifikasi nilai manusia, cinta dan keseriusan. Proses ini terjadi
dalam hubungan antar manusia dengan individu dan kelompok.
2. Tujuan Keperawatan.
Roy mendefinisikan tujuan keperawatan sebagai peningkatan dari respon adaptasi
keempat model adaptasi. Kondisi seseorang ditentukan oleh tingkat adaptasinya,
apakah berespon secara positif terhadap rangsang interna atau eksterna. Tingkat
adaptasi ditentukan oleh besarnya rangsangan baik fokal, kontekstual maupun
residual. Yang dimaksud dengan tiga rangsang tersebut adalah :
a. Fokal stimuli
Rangsangan yang segera dihadapi oleh manusia dan merupakan tingkatan
yang paling tinggi dari perubahan atau kelainan.
b. Kontekstual stimuli
Semua rangsangan dari manusia baik interna maupun eksterna dapat
diamati, diukur atau subyektifitasnya yang dilaporkan secara obyektif
oleh pasien.
c. Residual stimuli.
Rangsangan yang membentuk karakteristik dari seseorang sesuai dengan
stuasi atau tidak, hal ini sulit untuk dimulai.
3. Konsep kesehatan.
Roy mengidentifikasi sebagai status dan proses dari keadaan yang
digabungkan dari manusia yang diekspresikan sebagai kemampuan untuk
menentukan tujuan hidup, berkembang, tumbuh dan produksi serta
memimpin.
4. Konsep lingkungan.
Roy mendefinisikan keadaan lingkungan secara khusus yaitu semua
keadaan, kondisi dan pengaruh dari sekeliling dan perasaan lingkungan serta
tingkah laku individu dan kelompok.
5. Arah tindakan.
Aktivitas perawatan direncanakan oleh model sebagai peningkatan respon adaptasi
atas situasi sehat atau sakit. Sebagai batasan adalah pendekatan yang merupakan
tindakan perawat memanipulasi stimuli fokal, kontekstual dan residual yang
menyimpang pada manusia. Rangsangan fokal dapat dirubah tetapi perawat dapat
meningkatkan respon adaptasi dengan memanipulasi rangsangan kontekstual dan
residual. Perawat dapat mengantisipasi kemungkinan respon sekunder yang tidak
efektif pada rangsangan yang sama pada keadaan tertentu. Perawat juga dapat
menyiapkan manusia untuk diantisipasi dengan memperkuat regulator, cognator dan
mekanisme koping.
B A B III
PROSES KEPERAWATAN
Sebagai dasar dalam melaksanakan proses keperawatan, Roy berpendapat
bahwa pasien harus dipandang sebagai manusia yang utuh (pandangan yang
menyeluruh) baik dari aspek biologis, psikologis dan spiritual. Di samping itu pasien
pun harus dipandang sebagai suatu system yang dapat hidup melalui interaksi yang
konstan dengan lingkungannya.
A. Hubungan Teori Roy dengan Proses Keperawatan.
Model adaptasi Roy menawarkan standar untuk mengembangkan atau
melaksanakan proses keperawatan melalui elemen – elemen Roy meliputi :
1. Pengkajian tingkat pertama (I).
Tahap ini ditujukan untuk menentukan sekumpulan tingkah laku sebagai
system adaptasi yamg berhubungan dengan empat model adaptasi melalui
pendekatan yang sistematis dan menyeluruh (holistic) kemudian perawat
mengklarifikasi menjadi fokus pembahasan/penanganan.
2. Pengkajian tingkat kedua (II).
Sebagai kelanjutan dari pengkajian tingkat pertama, perawat menganalisa
masalah – masalah keperawatan yang muncul dari gambaran tingkah laku
klien sebagai respon yang tidak spesifik atau mengidentifikasi respon yang
adaptif setelah diberi dorongan oleh perawat. Hal lain yang menjadi perhatian
perawat pada tahap ini adalah mengumpulkan data tentang rangsangan
kontekstual dan residual yang menyimpang kemudian mengklarifikasikan
tentang etiologi masalah yang muncul tersebut.
3. Perumusan diagnosa keperawatan
Roy menganalisa tiga metode pembuatan diagnosa keperawatan dengan cara
sebagai berikut : (a) memakai tipologi diagnosa yang dikembangkan oleh Roy
dan dihubungkan dengan empat model adaptasi dari Roy, (b) merumuskan
diagnosa dengan mengobservasi tingkah laku sepanjang rangsangan masih
berpengaruh, (c) kesimpulan satu atau lebih model adaptasi yang
berhubungan dengan respon yang sama.
4. Penentuan tujuan keperawatan.
Tujuan adalah akhir tngkah laku pasien yang akan dicapai. Hal tersebut
tergambar dalam tingkah laku pasien yang menunjukkan resolusi dari
masalah adaptasi. Tujuan jangka panjang menggambarkan akhir dari masalah
adaptasi dan kemungkinan kemampuan pada tujuan lain (hidup, tumbuh,
reproduksi, dan kekuasaan). Tujuan jangka pendek merupakan tujuan yang
diharapkan dari tingkah laku klien setelah memanipulasi penyebabnya,
pendorong dan rangsangan sisa seperti keadaan tingkah laku klien yang
menunjukkan koping – koping cognator dan regulator. Tujuan ini sebaiknya
dibuat sesuai kemampuan klien.
5. Intervensi keperawatan.
Pelaksanaan perawatan direncanakan dengan tujuan mengubah atau
memanipulasi stimuli foka,l, kontekstual dan residual. Intervensi mungkin
juga difokuskan pada kemampuan koping individu atau zone adaptasi
sehingga seluruh rangsangan sesuai dengan kemampuan individu untuk
beradaptasi.
6. Evaluasi.
Proses keperawatan dilengkapi dengan evaluasi, tujuan tingkah laku
dibandingkan dengan tingkah laku keluaran seseorang. Penyusunan kembali
terhadap tujuan dan intervensi berdasarkan evaluasi data.
B. Hubungan Teori dan Praktek Keperawatan.
Menurut Roy proses keperawatan meliputi pengkajian pertama, pengkajian kedua,
diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. Jadi antara teori dan
praktek keperawatan ada hubungannya yang akan kita bahas di bawah ini.
1. Physiologic mode.
a. Oksigenasi (oxygenation).
- kekurangan oksigen (hypoxia)
- shock
- kelebihan oksigen (overload)
b. Kebutuhan nutrisi (nutrition).
- kekurangan nutrisi (malnutrition).
- mual – mual (nausea).
- muntah (vomiting)
c. Eliminasi (elimination)
- konstipasi (constipation)
- diare (diarrhea)
- buang air besar tidak terasa (incontinence)
- retensi BAK (urinary retention).
d. Aktivitas dan istirahat (activity and rest).
- aktivitas fisik yang tidak adekuat (inadequate physical
activity).
- potensial kerusakan jaringan
- istirahat tidak cukup
- tidak bisa tidur (insomnia).
- kurang tidur (sleep deprivation)
- istirahat yang berlebihan.
e. Integritas kulit (skin integrity).
- gatal (itching)
- kulit kering (skin dry)
- luka karena tekanan (pressure sores)
2. Model konsep diri (self concept mode).
a. Gambaran diri (physical self)
- penurunan konsep seksual
- perilaku seksual yang agresif
- kehilangan anggota badan
b. Konsep diri (personal self)
- Cemas (anxiety)
- tak berdaya (powerlessness)
- perasaan bersalah (guilt)
- rasa rendah diri (low self esteem)
3. Model fungsi peran (role function mode)
a. Transisi peran (role trantition)
b. Kehilangan peran (role distance)
c. Konflik peran (role conflict)
d. Kegagalan peran (role failure).
4. Model ketergantungan (interdependence mode).
a. Cemas karenaa perpisahan (separation anxiety).
b. Kesepian (loneliness).
B A B IV
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Setelah melakukan eksplorasi terhadap model konseptual Sister Calista Roy maka
Penulis dapat membuat kesimpulan sebagai berikut :
1. Model konseptual Sister Calista Roy menekankan pola asuhan pada adaptasi
sehat atau sakit
2. Model konseptual Sister Calista Roy terbagi dalam 5 elemen dasar yaitu
manusia, tujuan perawatan, lingkungan, konsep kesehatan dan arah tindakan.
3. Model konseptual Sister Calista Roy dalam proses keperawatan terdiri 6
elemen yaitu :
a. Pengkajian pertama.
b. Pengkajian kedua.
c. Diagnosa keperawatan.
d. Penentuan tujuan
e. Intervensi.
f. Evaluasi.
B. Saran.
Setelah pelaksanaan eksplorasi model konseptual Sister Calista Roy Penulis
dapat memberikan saran sebagai berikut :
1. Model konseptual Sister Calista Roy cukup baik untuk diterapkan
pada pasien yang menghadapi gangguan psikologis.
2. Model konseptual Sister Calista Roy perlu diujicobakan pada ruang
geriatric, bangsal jiwa dan bangsal umum dengan masalah psikologis.
3. Model konseptual Sister Calista Roy mungkin perlu diujicobakan
pada rumah sakit jiwa di negara Indonesia dalam rangka meningkatkan
asuhan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marillyn E, et.al, (1989), Psychiatrics Care Plants : Guidelines for Client
Care, F.A. Davis Company, Philadelphia.
Gaffar Jumadi La Ode, (1999), Pengantar Keperawaan Profesional, EGC, Jakarta.
George, Julia B, (1990), Nursing Theories : The Basic for Professional Nursing
Practice, Practice Hall International Inc, New Jersey.
Gordon, Majory, (1992), Manual of Nursing Diagnosis, Mosby Years Book, St.
Louis.
Henderson, Virginia, (1990), Nursing Models A Major Steps Towards : Professional
Autonomy, Mosby Years Book, New York.
Mediana, Dwidiyanti, (1998), Aplikasi Model Konseptual Keperawatan, Akper
Depkes, Semarang.