Upload
mchaeriah
View
640
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
KULTUR JARINGAN HIPOKOTIL KACANG HIJAU
LAPORAN PRAKTIKUM
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Praktikum Kultur Jaringan
Disusun Oleh:
Maulida Muslimatul Chaeriah
140410090092
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kultur jaringan merupakan salah satu metode perbanyakan tanaman
dengan cara vegetatif. Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk
mengisolasi bagian dari tanaman seperti sekelompok sel atau jaringan yang
ditumbuhkan dengan kondisi aseptik, sehingga bagian tanaman tersebut dapat
memperbanyak diri tumbuh menjadi tanaman lengkap. Kemampuan tersebut
disebut dengan “totipotensi”. Teknik kultur jaringan
memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan secara vegetatif. Berbeda dari
teknik perbanyakan tumbuhan secara konvensional, teknik kultur jaringan
dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam botol kultur dengan medium dan
kondisi tertentu. Karena itu teknik ini sering kali disebut kultur in vitro. In
vitro karena jaringan tersebut dibiakkan di dalam botol kultur dengan medium
dan kondisi tertentu. Metode perbanyakan tanaman secara in vitro dapat
dilakukan melalui tiga cara, yaitu melalui perbanyakan tunas dari mata tunas
apikal, melalui pembentukan tunas adventif, dan embriogenesis somatik, baik
secara langsung maupun melalui tahap pembentukan kalus. Tahapan yang
dilakukan pada kultur jaringan, yaitu: pembuatan media, inisiasi, sterilisasi,
multiplikasi, pengakaran, dan aklimatisasi (Pierik 1999).
Pengerjaan kultur jaringan harus dilihat tipe jaringan yang akan
digunakan. Beberapa tipe jaringan yang baik digunakan, tipe yang pertama
adalah jaringan muda yang belum mengalami diferensiasi dan masih aktif
membelah (meristematik) sehingga memiliki kemampuan regenerasi yang
tinggi. Jaringan tipe pertama ini biasa ditemukan pada tunas apikal, tunas
aksilar, bagian tepi daun, ujung akar, maupun kambium batang. Tipe jaringan
yang kedua adalah jaringan parenkima, yaitu jaringan penyusun tanaman
muda yang sudah mengalami diferensiasi dan menjalankan fungsinya. Contoh
jaringan tersebut adalah jaringan daun yang sudah berfotosintesis dan jaringan
batang atau akar yang berfungsi sebagai tempat cadangan makanan.
Media yang digunakan dalam kultur jaringan berbeda komposisinya
tergantung kebutuhan. Perbedaan komposisi media dapat mengakibatkan
perbedaan pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang ditumbuhkan
secara in vitro. Media Murashige dan Skoog (MS) sering digunakan karena
cukup memenuhi unsur hara makro, mikro dan vitamin untuk pertumbuhan
tanaman (Gardner 1991). Nutrien yang tersedia di media berguna
untukmetabolisme, dan vitamin pada media dibutuhkan oleh organisme dalam
jumlah sedikit untuk regulasi. Media MS tidak terdapat zat pengatur tumbuh
(ZPT) sehingga ZPT ditambahkan pada media (eksogen). ZPT atau hormon
tumbuhan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Penggunaan kultur jaringan mempunyai kelebihan yaitu mampu
memproduksi bibit yang seragam dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang
relatif singkat sehingga kultur jaringan sering dijadikan solusi sebagai metode
perbanyakan tanaman dan juga dapat digunakan sebagai suatu metode
penyimpanan plasma nutfah yang tidak membutuhkan tempat yang besar.
Keberhasilan dari kultur jaringan sangat bergantung dari ketepatan konsentrasi
nutrisi yang berada di dalam media kultur. Ketepatan konsentrasi ini
menyangkut pada ketersediaan nutrisi bagi eksplan tanaman. Kelebihan nutrisi
dari tanaman akan menyebabkan tanaman mengalami keracunan unsur hara.
Oleh karena itu, pembuatan larutan stock dan sterilisasi media dianggap
penting untuk diketahui sebagai sarana penenunjang kebutuhan informasi akan
kultur jaringan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum kultur jaringan ini adalah:
1. Mengetahui cara sterilisasi eksplan (hipokotil kacang hijau).
2. Mengetahui pertumbuhan hipokotil kacang hijau yang dikultur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kultur jaringan/Kultur In Vitro/Tissue Culture adalah suatu teknik untuk
mengisolasi, sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan bagian
tersebut pada nutrisi yang mengandung zat pengatur tumbuh tanaman pada
kondisi aseptik,sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan
beregenerasi menjadi tanaman sempurna kembali.
2.1 Teori Dasar Kultur Jaringan
a. Sel dari suatu organisme multiseluler di mana pun letaknya, sebenarnya
sama dengan sel zigot karena berasal dari satu sel tersebut (Setiap sel
berasal dari satu sel).
b. Teori Totipotensi Sel (Total Genetic Potential), artinya setiap sel memiliki
potensi genetik seperti zigot yaitu mampu memperbanyak diri dan
berediferensiasi menjadi tanaman lengkap.
2.1.1 Aplikasi Teknik Kultur Jaringan dalam Bidang Agronomi
a. Perbanyakan vegetatif secara cepat (Micropropagation).
b. Membersihkan bahan tanaman/bibit dari virus.
c. Membantu program pemuliaan tanaman (Kultur Haploid, Embryo
Rescue, Seleksi In Vitro, Variasi Somaklonal, Fusiprotoplas,
Transformasi Gen /Rekayasa Genetika Tanaman dll).
d. Produksi metabolit sekunder.
2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Regenerasi
1. Bentuk Regenerasi dalam Kultur In Vitro : pucuk aksilar, pucuk adventif,
embrio somatik, pembentukan protocorm like bodies, dll.
2. Eksplan
Bagian tanaman yang dipergunakan sebagai bahan awal untuk
perbanyakan tanaman. Faktor eksplan yang penting adalah
genotipe/varietas, umur eksplan, letak pada cabang, dan seks
(jantan/betina). Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagi eksplan
adalah pucuk muda, batang muda, daun muda, kotiledon, hipokotil,
endosperm, ovari muda, anther, embrio, dll.
3. Media Tumbuh, Di dalam media tumbuh mengandung komposisi garam
anorganik, zat pengatur tumbuh, dan bentuk fisik media. Terdapat 13
komposisi media dalam kultur jaringan, antara lain: Murashige dan Skoog
(MS), Woody Plant Medium (WPM), Knop, Knudson-C, Anderson dll.
Media yang sering digunakan secara luas adalah MS.
4. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman
Faktor yang perlu diperhatikan dalam penggunaan ZPT adalah
konsentrasi, urutan penggunaan dan periode masa induksi dalam kultur
tertentu. Jenis yang sering digunakan adalah golongan Auksin seperti
Indole Aceti Acid(IAA), Napthalene Acetic Acid (NAA), 2,4-D, CPA dan
Indole Acetic Acid (IBA). Golongan Sitokinin seperti Kinetin,
Benziladenin (BA), 2I-P, Zeatin, Thidiazuron, dan PBA. Golongan
Gibberelin seperti GA3. Golongan zat penghambat tumbuh seperti
Ancymidol, Paclobutrazol, TIBA, dan CCC.
5. Lingkungan Tumbuh
Lingkungan tumbuh yang dapat mempengruhi regenerasi tanaman
meliputi temperatur, panjang penyinaran, intensitas penyinaran, kualitas
sinar, dan ukuran wadah kultur.
2.2 Tahapan-Tahapan Kultur Jaringan
1. Pemilihan dan Penyiapan Tanaman Induk Sumber Eksplan
Sebelum melakukan kultur jaringan
untuk suatu tanaman, kegiatan yang
pertama harus dilakukan adalah
memilih bahan induk yang akan
diperbanyak. Tanaman tersebut harus
jelas jenis, spesies, dan varietasnya
serta harus sehat dan bebas dari hama
dan penyakit. Tanaman indukan
sumber eksplan tersebut harus dikondisikan dan dipersiapkan secara
khusus di rumah kaca atau greenhouse agar eksplan yang akan dikulturkan
sehat dan dapat tumbuh baik serta bebas dari sumber kontaminan pada
waktu dikulturkan secara in-vitro.
Lingkungan tanaman induk yang lebih higienis dan bersih dapat
meningkatkan kualitas eksplan. Pemeliharaan rutin yang harus dilakukan
meliputi: pemangkasan, pemupukan, dan penyemprotan dengan pestisida
(fungisida, bakterisida, dan insektisida), sehingga tunas baru yang tumbuh
menjadi lebih sehat dan dan bersih dari kontaminan. Selain itu pengubahan
status fisiologi tanaman induk sumber eksplan kadang-kadang perlu
dilakukan seperti memanipulasi parameter cahaya, suhu, dan zat pengatur
tumbuh. Manipulasi tersebut bisa dilakukan dengan mengondisikan
tanaman induk dengan fotoperiodisitas dan temperatur tertentu untuk
mengatasi dormansi serta penambahan ZPT seperti sitokinin untuk
merangsang tumbuhnya mata tunas baru dan untuk meningkatkan
reaktivitas eksplan pada tahap inisiasi kultur.
2. Inisiasi Kultur
Tujuan utama dari
propagasi secara in-vitro
tahap ini adalah
pembuatan kultur dari
eksplan yang bebas
mikroorganisme serta
inisiasi pertumbuhan baru
(Wetherel, 2008). Pada tahap ini mengusahakan kultur yang aseptik atau
aksenik. Aseptik berarti bebas dari mikroorganisme, sedangkan aksenik
berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam tahap
ini juga diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan akan menginisiasi
pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan dilakukannya
pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat,untuk
perbanyakan (multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya (Wetherel,
2008).
Untuk mendapakan kultur yang bebas dari kontaminasi, eksplan
harus disterilisasi. Sterilisasi merupakan upaya untuk menghilangkan
kontaminan mikroorganisme yang menempel di permukaan eksplan.
beberapa bahan kimia yang dapat digunakan untuk mensterilkan
permukaan eksplan adalah NaOCl, CaOCl2, etanol, dan HgCl2.
Kesesuaian bagian tanaman untuk dijadikan eksplan, dipengaruhi
oleh banyak faktor. Tanaman yang memiliki hubungan kekerabatan dekat
pun, belum tentu menunjukkan rspon in-vitro yang sama (Wetherel,
2008). Penggunaan eksplan yan tepat merupakan hal penting yang juga
harus diperhatikan pada tahap ini. Umur fisiologis dan ontogenetik
tanaman induk, serta ukuran eksplan bagian tanaman yang digunakan
sebagai eksplan, merupakan faktor penting dalam tahap ini. Bagi
kebanyakan tanaman, eksplan yang sering digunakan adalah tunas pucuk
(tunas apikal) atau mata tunas lateral pada potongan batang berbuku.
Namun belakangan ini, eksplan potongan daun yang dulunya hanya
digunakan untuk tanaman-tanaman herba, seperti violces, begonia,
petunia dan tomat, ternyata dapat digunakan juga untuk tanaman-
tanaman berkayu seperti Ficus lyrata, Annona squamosa, dan melinjo.
Eksplan yang dapat digunakan untuk memperbanyak tanaman Anthurium
sendiri diantaranya adalah tunas pucuk, daun, tangkai daun muda,
tangkai bunga, spate, spandik, biji, ruas batang dan anther.
Umur fisiologis dan umur ontogenetik jaringan tanaman yang
dijadikan eksplan juga berpengaruh terhadap potensi morfogenetiknya.
Umumnya, eksplan yang berasal dari tanaman juvenile mempunyai daya
regenerasi tinggi untuk membentuk tunas lebih cepat dibandingakan
dengan eksplan yang berasal dari tanaman yang sudah dewasa.
Masalah yang sering dihadapi pada kultur tahap ini adalah
terjadinya pencokelatan atau penghitaman bagian eksplan (browning).
Hal ini disebabkan oleh senyawa fenol yang timbul akibat stress mekanik
yang timbul akibat pelukaan pada waktu proses isolasi eksplan dari
tanaman induk. Senyawa fenol tersebut bersifat toksik, menghambat
pertumbuhan atau bahkan dapat mematikan jaringan eksplan.
3. Multiplikasi atau Perbanyakan Propagul
Tahap ini bertujuan untuk
menggandakan propagul atau
bahan tanaman yang
diperbanyak seperti tunas atau
embrio, serta memeliharanya
dalam keadaan tertentu
sehingga sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya. Pada
tahap ini, perbanyakan dapat dilakukan dengan cara merangsang
terjadinya pertumbuhan tunas cabang dan percabangan aksiler atau
merangsang terbentuknya tunas pucuk tanaman secara adventif, baik
secara langsung maupun melalui induksi kalus terlebih dahulu. Seperti
halnya dalam kultur fase inisiasi, di dalam media harus terkandung
mineral, gula, vitamin, dan hormon dengan perbandingan yang
dibutuhkan secara tepat (Wetherel, 2008). Hormon yang digunakan untuk
merangsang pembentukan tunas tersebut berasal dari golongan sitokinin
seperti BAP, 2-iP, kinetin, atau thidiadzuron (TDZ).
Kemampuan memperbanyak diri yang sesungguhnya dari suatu
perbanyakan secara in-vitro terletak pada mudah tidaknya suatu materi
ditanam ulang selama multiplikasi (Wetherel, 2008). Eksplan yang dalam
kondisi bagus dan tidak terkontaminasi dari tahap inisiasi kultur
dipindahkan atau disubkulturkan ke media yang mengandung sitokinin.
Subkultur dapat dilakukan berulang-ulang kali sampai jumlah tunas yang
kita harapkan, namun subkultur yang terlalu banyak dapat menurunkan
mutu dari tunas yang dihasilkan, seperti terjadinya penyimpangan genetik
(aberasi), menimbulkan suatu gejala ketidak normalan (vitrifikasi) dan
frekuensi terjadinya tanaman off-type sangat besar.
4. Pemanjangan Tunas, Induksi, dan Perkembangan Akar
Tujuan dari tahap ini adalah untuk membentuk akar dan pucuk tanaman
yang cukup kuat untuk dapat bertahan hidup sampai saat dipindahkan dari
lingkungan in-vitro ke lingkungan luar. Dalam tahap ini, kultur tanaman
akan memperoleh ketahanannya terhadap pengaruh lingkungan, sehingga
siap untuk diaklimatisasikan (Wetherel, 2008). Tunas-tunas yang
dihasilkan pada tahap multiplikasi di pindahkan ke media lain untuk
pemanjangan tunas. Media untuk pemanjangan tunas mengandung
sitokinin sangat rendah atau tanpa sitokinin. Tunas tersebut dapat
dipindahkan secara individu atau berkelompok. Pemanjangan tunas secara
berkelompok lebih ekonomis daripada secara individu. Setelah tumbuh
cukup panjang, tunas tersebut dapat diakarkan. Pemanjangan tunas dan
pengakarannya dapat dilakukan sekaligus atau secara bertahap, yaitu
setelah dipanjangkan baru
diakarkan. Pengakaran tunas in-
vitro dapat dilakukan dengan
memindahkan tunas ke media
pengakaran yang umumnya
memerlukan auksin seperti NAA
atau IBA. Keberhasilan tahap ini
tergantung pada tingginya mutu
tunas yang dihasilkan pada tahap
sebelumnya. Disamping itu, beberapa perlakuan yang disebut hardening
in vitro telah dilaporkan dapat meningkatkan mutu tunas sehingga planlet
atau tunas mikro tersebut dapat diaklimatisasikan dengan persentase yang
lebih tinggi. Beberapa perlakuan yang bisa dilakukan sebagai berikut:
a. Mengondiskan kultur di tempat yang pencahaannya berintensitas lebih
tinggi (contohnya 10000 lux) dan suhunya lebih tinggi.
b. Pemanjangan dan pemanjangan tnas mikro dilakukan dalam media
kultur dengan hara mineral dan sukrosa lebih rendah dan konsentrasi
agar-agar lebih tinggi.
5. Aklimatisasi
Dalam proses perbanyakan
tanaman secara kultur jaringan,
tahap aklimatisasi planlet
merupakan salah satu tahap kritis
yang sering menjadi kendala
dalam produksi bibit secara masal. Pada tahap ini, planlet atau tunas
mikro dipindahkan ke lingkungan di luar botol seperti rumah kaca , rumah
plastik, atau screen house (rumah kaca kedap serangga). Proses ini disebut
aklimatisasi. Aklimatisasi adalah proses pengkondisian planlet atau tunas
mikro (jika pengakaran dilakukan secara ex-vitro) di lingkungan baru
yang aseptik di luar botol, dengan media tanah, atau pakis sehingga
planlet dapat bertahan dan terus menjadi bibit yang siap ditanam di
lapangan. Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa dikatakan
berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan
keberhasilan yang tinggi.
Tahap ini merupakan tahap kritis karena kondisi iklim mikro di
rumah kaca, rumah plastik, rumah bibit, dan lapangan sangatlah jauh
berbeda dengan kondisi iklim mikro di dalam botol. Kondisi di luar botol
bekelembaban nisbi jauh lebih rendah, tidak aseptik, dan tingkat intensitas
cahayanya jauh lebih tinggi daripada kondisi dalam botol. Planlet atau
tunas mikro lebih bersifat heterotrofik karena sudah terbiasa tumbuh
dalam kondisi berkelembaban sangat tinggi, aseptik, serta suplai hara
mineral dan sumber energi berkecukupan.
Disamping itu tanaman tersebut memperlihatkan beberapa gejala
ketidak normalan, seperti bersifat sukulen, lapisan kutikula tipis, dan
jaringan vaskulernya tidak berkembang sempurna, morfologi daun
abnormal dengan tidak berfungsinya stomata sebagai mana mestinya.
Strutur mesofil berubah, dan aktifitas fotosintesis sangat rendah. Dengan
karakteristik seperti itu, palanlet atau tunas mikro mudah menjadi layu
atau kering jika dipindahkan ke kondisi eksternl secara tiba-tiba. Karena
itu, planlet atau tunas mikro tersebut diadaptasikan ke kondisi lngkungan
yang baru yang lebih keras. Dengan kata lain planlet atau tunas mikro
perlu diaklimatisasikan.
2.3 Kacang Hijau
Klasifikasi
Kingdom Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas Rosidae
Ordo Fabales
Famili Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus Phaseolus
Spesies Phaseolus radiatus L.
2.4 Pertumbuhan Tumbuhan
Secara umum pertumbuhan dan pekembangan pada tumbuhan diawali
untuk stadium zigot yang merupakan hasil pembuahan sel kelamin betina
dengan jantan. Pembelahan zigot menghasilkan jaringan meristem yang akan
terus membelah dan mengalami diferensiasi.
Diferensiasi adalah perubahan yang terjadi dari keadaan sejumlah sel,
membentuk organ-organ yang mempunyai struktur dan fungsi yang berbeda.
Terdapat 2 macam pertumbuhan, yaitu:
1. Pertumbuhan Primer
2. Pertumbuhan Sekunder
2.4.1 Pertumbuhan Primer
Terjadi sebagai hasil pembelahan sel-sel jaringan meristem primer.
Berlangsung pada embrio, bagian ujung-ujung dari tumbuhan seperti akar
dan batang.
Embrio memiliki 3 bagian penting, yaitu:
1. tunas embrionik yaitu calon batang dan daun
2. akar embrionik yaitu calon akar
3. kotiledon yaitu cadangan makanan
Embryo sebagai calon individu ini disebut Pro merristem yang nanti akan
membentuk Meristem Primer.
Sedang meristem primer ini nanti akan membentuk Jaringan Dewasa dan
Khusus Jaringan dewasa (Kambium) bisa lagi bersifat meristematik lagi ,
sehingga disebut Meristem sekunder , Maeristem lagi yang kedua
Embrio Tumbuhan
Pertumbuhan tanaman dapat diukur dengan alat yang disebut
auksanometer.
Letak meristem:
1. Meristem apikal di ujung untuk pertumbuhan memanjang
2. Meristem lateral pada kambium untuk pertumbuhan melebar
3. Meristem interkalar pada Ruas untuk melebarkan jarak antar ruas.
1. Daerah pembelahan ( Meristematis) Sel-sel di daerah ini aktif
membelah (meristematik).
2. Daerah pemanjangan ( Elongasi) Berada di belakang daerah
pembelahan.
3. Daerah diferensiasi Bagian paling belakang dari daerah pertumbuhan.
Sel-sel mengalami diferensiasi membentuk akar yang sebenarnya serta
daun muda dan tunas lateral yang akan menjadi cabang.
BAB III
METODE
Dalam praktikum ini, metode yang digunakan meliputi:
1. Sterilisasi eksplan hipokotil kacang hijau
- Bagian hipokotil dari kecambah kacang hijau dipotong kecil-kecil.
- Kemudian dilakukan pencucian dengan air mengalir.
- Setelah dicuci, eksplan direndam dala larutan khlorox (bayclean) selama
10 menit.
- Kemudian hipokotil kacang hijau direndam dalam air yang berisi Tween.
- Lalu dibilas 3 kali dengan akuades
- Hipokotil kacang hijau ditempatkan dalam wadah tertutup
- Hipokotil kacang hijau siap dikulturkan dalam laminar
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Hasil yang didapat dari pengkulturan hipokotil kacang hijau ini adalah
sebagai berikut:
Hari ke-1
Eksplan baru dikultur ke dalam
medium.
Hari ke-7
Eksplan masih belum tumbuh dan
medium terkontaminasi.
4.2 Pembahasan
Kultur jaringan merupakan teknik memperbanyak tanaman dengan
memperbanyak jaringan mikro tanaman yang ditumbuhkan in vitro menjadi
tanaman yang sempurna dalam jumlah yang tidak terbatas (Dwidjoseputro, 1986).
Dasar dari kultur jaringan ini adalah teori totipotensi sel yang berbunyi “setiap sel
organ tanaman akan mampu tumbuh menjadi tanaman yang sempurna jika
ditempatkan di lingkungan yang sesuai. Tujuan dari teknik ini adalah untuk
memperbanyak tanaman dengan waktu yang lebih singkat. Tanaman yang
dibudidayakan pada praktikum kali ini yaitu padi, tembakau, jarak, nenas,
dan Cryssan.
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur
jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang
akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral,
vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar,
gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga
bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur
jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada botol-botol
kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya
dengan autoklaf (Dwidjoseputro, 1986). Pelaksanaan teknik ini memerlukan
berbagai prasyarat untuk mendukung kehidupan jaringan yang dibiakkan. Yang
paling esensial adalah wadah dan media tumbuh yang steril. Media adalah
tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang mendukung
kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang diperlukan
jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya. Apabila melakukan gerakan-
gerakan selama bekerja di dalam laboratorium, akan mengakibatkan timbulnya
suatu awan debu yang hampir tidak tampak. Debu tersebut mengandung spora
yang sangat besar jumlahnya. Bila spora ini kontak dengan media kultur yang
digunakan dalam pekerjaan tersebut, spora akan tumbuh dengan cepat. Spora
dalam beberapa hari akan tumbuh menjadi koloni yang terlihat oleh mata biasa
(Wetherel, 2008). Untuk membuat media dengan jumlah zat seperti yang
ditentukan, diperlukan penimbangan dan penakaran bahan secara tepat (Rahardja
1988).
Pada praktikum ini, eksplan yang digunakan adalah eksplan hipokotil
kacang hijau. Tingkat keberhasilan yang didapat adalah 0%. Eksplan yang
dikulturkan tidak hidup karena mengalami kontaminasi oleh berbagai macam
jamur. Kontaminasi oleh berbagai macam jamur disebabkan oleh sterilisasi yang
kurang sempurna sehingga mikroba-mikroba yang ada didalam maupun disekitar
eksplan berkembang biak di dalam media. Sterilisasi yang kurang sempurna
kemungkinan besar terjadi pada saat eksplan akan ditanam di dalam botol kultur.
Pada saat eksplan akan ditanam, dilakukan sterilisasi bahan tanam dengan
menggunakan alkohol 70%. Perendaman yang terlalu cepat dapat menyebabkan
mikroba yang ada masih terbawa di sekitar permukaan eksplan sehingga
peristiwa kontaminasi tidak dapat dihindarkan. Eksplan kacang hijau
terkontaminasi oleh jamur dan bakteri, pada kontaminasi jamur terlihat hifa putih
hingga hitam (jenis yang berbeda) muncul pada media ataupun pada bahan tanam.
Kontaminasi yang terjadi disebabakan oleh faktor media ataupun bahan tanam
yang sterilisasinya kurang sempurna, karena tidak disterilisasi oleh sinar UV.
Sterilisasi yang kurang sempurna ini mengakibatkan tumbuhnya mikroba dalam
media yang sangat kaya akan nutrisi. Fungsi dari sterilisasi adalah membunuh
mikroba akan tetapi apabila sterilisasi yang dilakukan terlalu lama maka jaringan
tanaman juga akan ikut mati.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Sterilisasi eksplan dilakukan melalui 3 tahap, yaitu direndam dengan
khlorox (bayclean), direndam dengan air tween dan dibilas dengan
akuades sebanyak 3 kali.
2. Hipokotil kacang hijau yang dikultur tidak mengalami pertumbuhan
karena media terkontaminasi.
DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro, D. 1986. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta
Luri, S. 2011. Tahapan-Tahapan dalam Kultur Jaringan. http://kultur-
jaringan.blogspot.com/2009/08/tahapan-tahapan-kultur-jaringan.html
Diakses: 23 Juni 2012
Pierik RLM. 1999. In Vitro Culture of Higher Plants. Kluwer Academic
Publishers. USA.
Rahardja, PE. 1988. Kultur Jaringan Teknik Perbanyakan Tanaman Secara
Modern. Penebar Swadaya. Jakarta.
Wetherel, DF. 2008. Propagasi Tanaman Secara In Vitro. Avery Publishing. New
Jersey.
http://gurungeblog.wordpress.com/2009/01/23/kultur-jaringan/
http://www.plantamor.com/index.php?plant=981
http://biologigonz.blogspot.com/2010/01/skl-8-pertumbuhan.html
http://aftichaf07.student.ipb.ac.id/2010/06/18/ini-laporan-praktikum-kuljarku/