27
KULTUR JARINGAN HIPOKOTIL KACANG HIJAU LAPORAN PRAKTIKUM Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Praktikum Kultur Jaringan Disusun Oleh: Maulida Muslimatul Chaeriah 140410090092 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PADJADJARAN

Kultur Jaringan Hipokotil Kacang Hijau

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kultur Jaringan Hipokotil Kacang Hijau

KULTUR JARINGAN HIPOKOTIL KACANG HIJAU

LAPORAN PRAKTIKUM

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Praktikum Kultur Jaringan

Disusun Oleh:

Maulida Muslimatul Chaeriah

140410090092

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2012

Page 2: Kultur Jaringan Hipokotil Kacang Hijau

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kultur jaringan merupakan salah satu metode perbanyakan tanaman

dengan cara vegetatif. Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk

mengisolasi bagian dari tanaman seperti sekelompok sel atau jaringan yang

ditumbuhkan dengan kondisi aseptik, sehingga bagian tanaman tersebut dapat

memperbanyak diri tumbuh menjadi tanaman lengkap. Kemampuan tersebut

disebut dengan “totipotensi”. Teknik kultur jaringan

memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan secara vegetatif. Berbeda dari

teknik perbanyakan tumbuhan secara konvensional, teknik kultur jaringan

dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam botol kultur dengan medium dan

kondisi tertentu. Karena itu teknik ini sering kali disebut kultur in vitro. In

vitro karena jaringan tersebut dibiakkan di dalam botol kultur dengan medium

dan kondisi tertentu. Metode perbanyakan tanaman secara in vitro dapat

dilakukan melalui tiga cara, yaitu melalui perbanyakan tunas dari mata tunas

apikal, melalui pembentukan tunas adventif, dan embriogenesis somatik, baik

secara langsung maupun melalui tahap pembentukan kalus. Tahapan yang

dilakukan pada kultur jaringan, yaitu: pembuatan media, inisiasi, sterilisasi,

multiplikasi, pengakaran, dan aklimatisasi (Pierik 1999).

Pengerjaan kultur jaringan harus dilihat tipe  jaringan yang akan

digunakan. Beberapa tipe jaringan yang baik digunakan, tipe yang pertama

adalah jaringan muda yang belum mengalami diferensiasi dan masih aktif

membelah (meristematik) sehingga memiliki kemampuan regenerasi yang

tinggi. Jaringan tipe pertama ini biasa ditemukan pada tunas apikal, tunas

aksilar, bagian tepi daun, ujung akar, maupun kambium batang. Tipe jaringan

yang kedua adalah jaringan parenkima, yaitu jaringan penyusun tanaman

muda yang sudah mengalami diferensiasi dan menjalankan fungsinya. Contoh

jaringan tersebut adalah jaringan daun yang sudah berfotosintesis dan jaringan

batang atau akar yang berfungsi sebagai tempat cadangan makanan.

Page 3: Kultur Jaringan Hipokotil Kacang Hijau

Media yang digunakan dalam kultur jaringan berbeda komposisinya

tergantung kebutuhan. Perbedaan komposisi media dapat mengakibatkan

perbedaan pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang ditumbuhkan

secara in vitro. Media Murashige dan Skoog (MS) sering digunakan karena

cukup memenuhi unsur hara makro, mikro dan vitamin untuk pertumbuhan

tanaman (Gardner 1991). Nutrien yang tersedia di media berguna

untukmetabolisme, dan vitamin pada media dibutuhkan oleh organisme dalam

jumlah sedikit untuk regulasi. Media MS tidak terdapat zat pengatur tumbuh

(ZPT) sehingga ZPT ditambahkan pada media (eksogen). ZPT atau hormon

tumbuhan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman. 

Penggunaan kultur jaringan mempunyai kelebihan yaitu mampu

memproduksi bibit yang seragam dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang

relatif singkat sehingga kultur jaringan sering dijadikan solusi sebagai metode

perbanyakan tanaman dan juga dapat digunakan sebagai suatu metode

penyimpanan plasma nutfah yang tidak membutuhkan tempat yang besar. 

Keberhasilan dari kultur jaringan sangat bergantung dari ketepatan konsentrasi

nutrisi yang berada di dalam media kultur. Ketepatan konsentrasi ini

menyangkut pada ketersediaan nutrisi bagi eksplan tanaman. Kelebihan nutrisi

dari tanaman akan menyebabkan tanaman mengalami keracunan unsur hara.

Oleh karena itu, pembuatan larutan stock dan sterilisasi media dianggap

penting untuk diketahui sebagai sarana penenunjang kebutuhan informasi akan

kultur jaringan.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum kultur jaringan ini adalah:

1. Mengetahui cara sterilisasi eksplan (hipokotil kacang hijau).

2. Mengetahui pertumbuhan hipokotil kacang hijau yang dikultur.

Page 4: Kultur Jaringan Hipokotil Kacang Hijau

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kultur jaringan/Kultur In Vitro/Tissue Culture adalah suatu teknik untuk

mengisolasi, sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan bagian

tersebut pada nutrisi yang mengandung zat pengatur tumbuh tanaman pada

kondisi aseptik,sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan

beregenerasi menjadi tanaman sempurna kembali.

2.1 Teori Dasar Kultur Jaringan

a. Sel dari suatu organisme multiseluler di mana pun letaknya, sebenarnya

sama dengan sel zigot karena berasal dari satu sel tersebut (Setiap sel

berasal dari satu sel).

b. Teori Totipotensi Sel (Total Genetic Potential), artinya setiap sel memiliki

potensi genetik seperti zigot yaitu mampu memperbanyak diri dan

berediferensiasi menjadi tanaman lengkap.

2.1.1 Aplikasi Teknik Kultur Jaringan dalam Bidang Agronomi

a. Perbanyakan vegetatif secara cepat (Micropropagation).

b. Membersihkan bahan tanaman/bibit dari virus.

c. Membantu program pemuliaan tanaman (Kultur Haploid, Embryo

Rescue, Seleksi In Vitro, Variasi Somaklonal, Fusiprotoplas,

Transformasi Gen /Rekayasa Genetika Tanaman dll).

d. Produksi metabolit sekunder.

2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Regenerasi

1. Bentuk Regenerasi dalam Kultur In Vitro : pucuk aksilar, pucuk adventif,

embrio somatik, pembentukan protocorm like bodies, dll.

2. Eksplan

Bagian tanaman yang dipergunakan sebagai bahan awal untuk

perbanyakan tanaman. Faktor eksplan yang penting adalah

genotipe/varietas, umur eksplan, letak pada cabang, dan seks

(jantan/betina). Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagi eksplan

adalah pucuk muda, batang muda, daun muda, kotiledon, hipokotil,

endosperm, ovari muda, anther, embrio, dll.

Page 5: Kultur Jaringan Hipokotil Kacang Hijau

3. Media Tumbuh, Di dalam media tumbuh mengandung komposisi garam

anorganik, zat pengatur tumbuh, dan bentuk fisik media. Terdapat 13

komposisi media dalam kultur jaringan, antara lain: Murashige dan Skoog

(MS), Woody Plant Medium (WPM), Knop, Knudson-C, Anderson dll.

Media yang sering digunakan secara luas adalah MS.

4. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman

Faktor yang perlu diperhatikan dalam penggunaan ZPT adalah

konsentrasi, urutan penggunaan dan periode masa induksi dalam kultur

tertentu. Jenis yang sering digunakan adalah golongan Auksin seperti

Indole Aceti Acid(IAA), Napthalene Acetic Acid (NAA), 2,4-D, CPA dan

Indole Acetic Acid (IBA). Golongan Sitokinin seperti Kinetin,

Benziladenin (BA), 2I-P, Zeatin, Thidiazuron, dan PBA. Golongan

Gibberelin seperti GA3. Golongan zat penghambat tumbuh seperti

Ancymidol, Paclobutrazol, TIBA, dan CCC.

5. Lingkungan Tumbuh

Lingkungan tumbuh yang dapat mempengruhi regenerasi tanaman

meliputi temperatur, panjang penyinaran, intensitas penyinaran, kualitas

sinar, dan ukuran wadah kultur.

2.2 Tahapan-Tahapan Kultur Jaringan

1. Pemilihan dan Penyiapan Tanaman Induk Sumber Eksplan

Sebelum melakukan kultur jaringan

untuk suatu tanaman, kegiatan yang

pertama harus dilakukan adalah

memilih bahan induk yang akan

diperbanyak. Tanaman tersebut harus

jelas jenis, spesies, dan varietasnya

serta harus sehat dan bebas dari hama

dan penyakit. Tanaman indukan

sumber eksplan tersebut harus dikondisikan dan dipersiapkan secara

khusus di rumah kaca atau greenhouse agar eksplan yang akan dikulturkan

Page 6: Kultur Jaringan Hipokotil Kacang Hijau

sehat dan dapat tumbuh baik serta bebas dari sumber kontaminan pada

waktu dikulturkan secara in-vitro.

Lingkungan tanaman induk yang lebih higienis dan bersih dapat

meningkatkan kualitas eksplan. Pemeliharaan rutin yang harus dilakukan

meliputi: pemangkasan, pemupukan, dan penyemprotan dengan pestisida

(fungisida, bakterisida, dan insektisida), sehingga tunas baru yang tumbuh

menjadi lebih sehat dan dan bersih dari kontaminan. Selain itu pengubahan

status fisiologi tanaman induk sumber eksplan kadang-kadang perlu

dilakukan seperti memanipulasi parameter cahaya, suhu, dan zat pengatur

tumbuh. Manipulasi tersebut bisa dilakukan dengan mengondisikan

tanaman induk dengan fotoperiodisitas dan temperatur tertentu untuk

mengatasi dormansi serta penambahan ZPT seperti sitokinin untuk

merangsang tumbuhnya mata tunas baru dan untuk meningkatkan

reaktivitas eksplan pada tahap inisiasi kultur.

2. Inisiasi Kultur

Tujuan utama dari

propagasi secara in-vitro

tahap ini adalah

pembuatan kultur dari

eksplan yang bebas

mikroorganisme serta

inisiasi pertumbuhan baru

(Wetherel, 2008). Pada tahap ini mengusahakan kultur yang aseptik atau

aksenik. Aseptik berarti bebas dari mikroorganisme, sedangkan aksenik

berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam tahap

ini juga diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan akan menginisiasi

pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan dilakukannya

pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat,untuk

perbanyakan (multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya (Wetherel,

2008).

Page 7: Kultur Jaringan Hipokotil Kacang Hijau

Untuk mendapakan kultur yang bebas dari kontaminasi, eksplan

harus disterilisasi. Sterilisasi merupakan upaya untuk menghilangkan

kontaminan mikroorganisme yang menempel di permukaan eksplan.

beberapa bahan kimia yang dapat digunakan untuk mensterilkan

permukaan eksplan adalah NaOCl, CaOCl2, etanol, dan HgCl2.

Kesesuaian bagian tanaman untuk dijadikan eksplan, dipengaruhi

oleh banyak faktor. Tanaman yang memiliki hubungan kekerabatan dekat

pun, belum tentu menunjukkan rspon in-vitro yang sama (Wetherel,

2008). Penggunaan eksplan yan tepat merupakan hal penting yang juga

harus diperhatikan pada tahap ini. Umur fisiologis dan ontogenetik

tanaman induk, serta ukuran eksplan bagian tanaman yang digunakan

sebagai eksplan, merupakan faktor penting dalam tahap ini. Bagi

kebanyakan tanaman, eksplan yang sering digunakan adalah tunas pucuk

(tunas apikal) atau mata tunas lateral pada potongan batang berbuku.

Namun belakangan ini, eksplan potongan daun yang dulunya hanya

digunakan untuk tanaman-tanaman herba, seperti violces, begonia,

petunia dan tomat, ternyata dapat digunakan juga untuk tanaman-

tanaman berkayu seperti Ficus lyrata, Annona squamosa, dan melinjo.

Eksplan yang dapat digunakan untuk memperbanyak tanaman Anthurium

sendiri diantaranya adalah tunas pucuk, daun, tangkai daun muda,

tangkai bunga, spate, spandik, biji, ruas batang dan anther.

Umur fisiologis dan umur ontogenetik jaringan tanaman yang

dijadikan eksplan juga berpengaruh terhadap potensi morfogenetiknya.

Umumnya, eksplan yang berasal dari tanaman juvenile mempunyai daya

regenerasi tinggi untuk membentuk tunas lebih cepat dibandingakan

dengan eksplan yang berasal dari tanaman yang sudah dewasa.

Masalah yang sering dihadapi pada kultur tahap ini adalah

terjadinya pencokelatan atau penghitaman bagian eksplan (browning).

Hal ini disebabkan oleh senyawa fenol yang timbul akibat stress mekanik

yang timbul akibat pelukaan pada waktu proses isolasi eksplan dari

tanaman induk. Senyawa fenol tersebut bersifat toksik, menghambat

pertumbuhan atau bahkan dapat mematikan jaringan eksplan.

Page 8: Kultur Jaringan Hipokotil Kacang Hijau

3. Multiplikasi atau Perbanyakan Propagul

Tahap ini bertujuan untuk

menggandakan propagul atau

bahan tanaman yang

diperbanyak seperti tunas atau

embrio, serta memeliharanya

dalam keadaan tertentu

sehingga sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya. Pada

tahap ini, perbanyakan dapat dilakukan dengan cara merangsang

terjadinya pertumbuhan tunas cabang dan percabangan aksiler atau

merangsang terbentuknya tunas pucuk tanaman secara adventif, baik

secara langsung maupun melalui induksi kalus terlebih dahulu. Seperti

halnya dalam kultur fase inisiasi, di dalam media harus terkandung

mineral, gula, vitamin, dan hormon dengan perbandingan yang

dibutuhkan secara tepat (Wetherel, 2008). Hormon yang digunakan untuk

merangsang pembentukan tunas tersebut berasal dari golongan sitokinin

seperti BAP, 2-iP, kinetin, atau thidiadzuron (TDZ).

Kemampuan memperbanyak diri yang sesungguhnya dari suatu

perbanyakan secara in-vitro terletak pada mudah tidaknya suatu materi

ditanam ulang selama multiplikasi (Wetherel, 2008). Eksplan yang dalam

kondisi bagus dan tidak terkontaminasi dari tahap inisiasi kultur

dipindahkan atau disubkulturkan ke media yang mengandung sitokinin.

Subkultur dapat dilakukan berulang-ulang kali sampai jumlah tunas yang

kita harapkan, namun subkultur yang terlalu banyak dapat menurunkan

mutu dari tunas yang dihasilkan, seperti terjadinya penyimpangan genetik

(aberasi), menimbulkan suatu gejala ketidak normalan (vitrifikasi) dan

frekuensi terjadinya tanaman off-type sangat besar.

4. Pemanjangan Tunas, Induksi, dan Perkembangan Akar

Tujuan dari tahap ini adalah untuk membentuk akar dan pucuk tanaman

yang cukup kuat untuk dapat bertahan hidup sampai saat dipindahkan dari

lingkungan in-vitro ke lingkungan luar. Dalam tahap ini, kultur tanaman

akan memperoleh ketahanannya terhadap pengaruh lingkungan, sehingga

Page 9: Kultur Jaringan Hipokotil Kacang Hijau

siap untuk diaklimatisasikan (Wetherel, 2008). Tunas-tunas yang

dihasilkan pada tahap multiplikasi di pindahkan ke media lain untuk

pemanjangan tunas. Media untuk pemanjangan tunas mengandung

sitokinin sangat rendah atau tanpa sitokinin. Tunas tersebut dapat

dipindahkan secara individu atau berkelompok. Pemanjangan tunas secara

berkelompok lebih ekonomis daripada secara individu. Setelah tumbuh

cukup panjang, tunas tersebut dapat diakarkan. Pemanjangan tunas dan

pengakarannya dapat dilakukan sekaligus atau secara bertahap, yaitu

setelah dipanjangkan baru

diakarkan. Pengakaran tunas in-

vitro dapat dilakukan dengan

memindahkan tunas ke media

pengakaran yang umumnya

memerlukan auksin seperti NAA

atau IBA. Keberhasilan tahap ini

tergantung pada tingginya mutu

tunas yang dihasilkan pada tahap

sebelumnya. Disamping itu, beberapa perlakuan yang disebut hardening

in vitro telah dilaporkan dapat meningkatkan mutu tunas sehingga planlet

atau tunas mikro tersebut dapat diaklimatisasikan dengan persentase yang

lebih tinggi. Beberapa perlakuan yang bisa dilakukan sebagai berikut:

a. Mengondiskan kultur di tempat yang pencahaannya berintensitas lebih

tinggi (contohnya 10000 lux) dan suhunya lebih tinggi.

b. Pemanjangan dan pemanjangan tnas mikro dilakukan dalam media

kultur dengan hara mineral dan sukrosa lebih rendah dan konsentrasi

agar-agar lebih tinggi.

5. Aklimatisasi 

Dalam proses perbanyakan

tanaman secara kultur jaringan,

tahap aklimatisasi planlet

merupakan salah satu tahap kritis

yang sering menjadi kendala

Page 10: Kultur Jaringan Hipokotil Kacang Hijau

dalam produksi bibit secara masal. Pada tahap ini, planlet atau tunas

mikro dipindahkan ke lingkungan di luar botol seperti rumah kaca , rumah

plastik, atau screen house (rumah kaca kedap serangga). Proses ini disebut

aklimatisasi. Aklimatisasi adalah proses pengkondisian planlet atau tunas

mikro (jika pengakaran dilakukan secara ex-vitro) di lingkungan baru

yang aseptik di luar botol, dengan media tanah, atau pakis sehingga

planlet dapat bertahan dan terus menjadi bibit yang siap ditanam di

lapangan. Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa dikatakan

berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan

keberhasilan yang tinggi.

Tahap ini merupakan tahap kritis karena kondisi iklim mikro di

rumah kaca, rumah plastik, rumah bibit, dan lapangan sangatlah jauh

berbeda dengan kondisi iklim mikro di dalam botol. Kondisi di luar botol

bekelembaban nisbi jauh lebih rendah, tidak aseptik, dan tingkat intensitas

cahayanya jauh lebih tinggi daripada kondisi dalam botol. Planlet atau

tunas mikro lebih bersifat heterotrofik karena sudah terbiasa tumbuh

dalam kondisi berkelembaban sangat tinggi, aseptik, serta suplai hara

mineral dan sumber energi berkecukupan.

Disamping itu tanaman tersebut memperlihatkan beberapa gejala

ketidak normalan, seperti bersifat sukulen, lapisan kutikula tipis, dan

jaringan vaskulernya tidak berkembang sempurna, morfologi daun

abnormal dengan tidak berfungsinya stomata sebagai mana mestinya.

Strutur mesofil berubah, dan aktifitas fotosintesis sangat rendah. Dengan

karakteristik seperti itu, palanlet atau tunas mikro mudah menjadi layu

atau kering jika dipindahkan ke kondisi eksternl secara tiba-tiba. Karena

itu, planlet atau tunas mikro tersebut diadaptasikan ke kondisi lngkungan

yang baru yang lebih keras. Dengan kata lain planlet atau tunas mikro

perlu diaklimatisasikan.

2.3 Kacang Hijau

Klasifikasi

Kingdom Plantae (Tumbuhan)

Page 11: Kultur Jaringan Hipokotil Kacang Hijau

Subkingdom Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas Rosidae

Ordo Fabales

Famili Fabaceae (suku polong-polongan)

Genus Phaseolus

Spesies Phaseolus radiatus L.

2.4 Pertumbuhan Tumbuhan

Secara umum pertumbuhan dan pekembangan pada tumbuhan diawali

untuk stadium zigot yang merupakan hasil pembuahan sel kelamin betina

dengan jantan. Pembelahan zigot menghasilkan jaringan meristem yang akan

terus membelah dan mengalami diferensiasi.

Diferensiasi adalah perubahan yang terjadi dari keadaan sejumlah sel,

membentuk organ-organ yang mempunyai struktur dan fungsi yang berbeda.

Terdapat 2 macam pertumbuhan, yaitu:

1. Pertumbuhan Primer

2. Pertumbuhan Sekunder

2.4.1 Pertumbuhan Primer

Terjadi sebagai hasil pembelahan sel-sel jaringan meristem primer.

Berlangsung pada embrio, bagian ujung-ujung dari tumbuhan seperti akar

dan batang.

Embrio memiliki 3 bagian penting, yaitu:

1. tunas embrionik yaitu calon batang dan daun

2. akar embrionik yaitu calon akar

3. kotiledon yaitu cadangan makanan

Embryo sebagai calon individu ini disebut Pro merristem yang nanti akan

membentuk Meristem Primer.

Page 12: Kultur Jaringan Hipokotil Kacang Hijau

Sedang meristem primer ini nanti akan membentuk Jaringan Dewasa dan

Khusus Jaringan dewasa (Kambium) bisa lagi bersifat meristematik lagi ,

sehingga disebut Meristem sekunder , Maeristem lagi yang kedua

Embrio Tumbuhan

Pertumbuhan tanaman dapat diukur dengan alat yang disebut

auksanometer.

Letak meristem:

1. Meristem apikal di ujung untuk pertumbuhan memanjang

2. Meristem lateral pada kambium untuk pertumbuhan melebar

3. Meristem interkalar pada Ruas untuk melebarkan jarak antar ruas.

1. Daerah pembelahan ( Meristematis) Sel-sel di daerah ini aktif

membelah (meristematik).

2. Daerah pemanjangan ( Elongasi) Berada di belakang daerah

pembelahan.

3. Daerah diferensiasi Bagian paling belakang dari daerah pertumbuhan.

Sel-sel mengalami diferensiasi membentuk akar yang sebenarnya serta

daun muda dan tunas lateral yang akan menjadi cabang.

Page 13: Kultur Jaringan Hipokotil Kacang Hijau

BAB III

METODE

Dalam praktikum ini, metode yang digunakan meliputi:

1. Sterilisasi eksplan hipokotil kacang hijau

- Bagian hipokotil dari kecambah kacang hijau dipotong kecil-kecil.

- Kemudian dilakukan pencucian dengan air mengalir.

- Setelah dicuci, eksplan direndam dala larutan khlorox (bayclean) selama

10 menit.

- Kemudian hipokotil kacang hijau direndam dalam air yang berisi Tween.

- Lalu dibilas 3 kali dengan akuades

- Hipokotil kacang hijau ditempatkan dalam wadah tertutup

- Hipokotil kacang hijau siap dikulturkan dalam laminar

Page 14: Kultur Jaringan Hipokotil Kacang Hijau

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Hasil yang didapat dari pengkulturan hipokotil kacang hijau ini adalah

sebagai berikut:

Hari ke-1

Eksplan baru dikultur ke dalam

medium.

Hari ke-7

Eksplan masih belum tumbuh dan

medium terkontaminasi.

4.2 Pembahasan

Kultur jaringan merupakan teknik memperbanyak tanaman dengan

memperbanyak jaringan mikro tanaman yang ditumbuhkan in vitro menjadi

tanaman yang sempurna dalam jumlah yang tidak terbatas (Dwidjoseputro, 1986).

Dasar dari kultur jaringan ini adalah teori totipotensi sel yang berbunyi “setiap sel

organ tanaman akan mampu tumbuh menjadi tanaman yang sempurna jika

ditempatkan di lingkungan yang sesuai. Tujuan dari teknik ini adalah untuk

memperbanyak tanaman dengan waktu yang lebih singkat. Tanaman yang

dibudidayakan pada praktikum kali ini yaitu padi, tembakau, jarak, nenas,

dan Cryssan.

Media merupakan  faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur

jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang

Page 15: Kultur Jaringan Hipokotil Kacang Hijau

akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral,

vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan  tambahan seperti agar,

gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga

bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur

jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada botol-botol

kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya

dengan autoklaf (Dwidjoseputro, 1986). Pelaksanaan teknik ini memerlukan 

berbagai prasyarat  untuk mendukung kehidupan jaringan yang dibiakkan. Yang

paling esensial adalah wadah dan  media tumbuh  yang  steril. Media adalah

tempat bagi jaringan untuk tumbuh  dan mengambil nutrisi yang mendukung

kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang diperlukan

jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya. Apabila melakukan gerakan-

gerakan selama bekerja di dalam laboratorium, akan mengakibatkan timbulnya

suatu awan debu yang hampir tidak tampak. Debu tersebut mengandung spora

yang sangat besar jumlahnya. Bila spora  ini kontak dengan media kultur yang

digunakan dalam pekerjaan tersebut, spora akan tumbuh dengan cepat. Spora

dalam beberapa hari akan tumbuh menjadi koloni yang terlihat oleh mata biasa

(Wetherel, 2008). Untuk membuat media dengan jumlah zat seperti yang

ditentukan, diperlukan penimbangan dan penakaran bahan secara tepat (Rahardja

1988).

Pada praktikum ini, eksplan yang digunakan adalah eksplan hipokotil

kacang hijau. Tingkat keberhasilan yang didapat adalah 0%. Eksplan yang

dikulturkan tidak hidup karena mengalami kontaminasi oleh berbagai macam

jamur. Kontaminasi oleh berbagai macam jamur disebabkan oleh sterilisasi yang

kurang sempurna sehingga mikroba-mikroba yang ada didalam maupun disekitar

eksplan berkembang biak di dalam media. Sterilisasi yang kurang sempurna

kemungkinan besar terjadi pada saat eksplan akan ditanam di dalam botol kultur.

Pada saat eksplan akan ditanam, dilakukan sterilisasi bahan tanam dengan

menggunakan alkohol 70%. Perendaman yang terlalu cepat dapat menyebabkan

mikroba yang ada  masih terbawa di sekitar permukaan eksplan sehingga

peristiwa kontaminasi tidak dapat dihindarkan. Eksplan kacang hijau

terkontaminasi oleh jamur dan bakteri, pada kontaminasi jamur terlihat hifa  putih

Page 16: Kultur Jaringan Hipokotil Kacang Hijau

hingga hitam (jenis yang berbeda) muncul pada media ataupun pada bahan tanam.

Kontaminasi yang terjadi disebabakan oleh faktor media ataupun bahan tanam

yang sterilisasinya kurang sempurna, karena tidak disterilisasi oleh sinar UV. 

Sterilisasi yang kurang sempurna ini mengakibatkan tumbuhnya mikroba dalam

media yang sangat kaya akan nutrisi.  Fungsi dari sterilisasi adalah membunuh

mikroba akan tetapi apabila sterilisasi yang dilakukan terlalu lama maka jaringan

tanaman juga akan ikut mati.

Page 17: Kultur Jaringan Hipokotil Kacang Hijau

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Sterilisasi eksplan dilakukan melalui 3 tahap, yaitu direndam dengan

khlorox (bayclean), direndam dengan air tween dan dibilas dengan

akuades sebanyak 3 kali.

2. Hipokotil kacang hijau yang dikultur tidak mengalami pertumbuhan

karena media terkontaminasi.

Page 18: Kultur Jaringan Hipokotil Kacang Hijau

DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro, D. 1986. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta

Luri, S. 2011. Tahapan-Tahapan dalam Kultur Jaringan. http://kultur-

jaringan.blogspot.com/2009/08/tahapan-tahapan-kultur-jaringan.html

Diakses: 23 Juni 2012

Pierik RLM. 1999. In Vitro Culture of Higher Plants. Kluwer Academic

Publishers. USA.

Rahardja, PE. 1988. Kultur Jaringan Teknik Perbanyakan Tanaman Secara

Modern. Penebar Swadaya. Jakarta.

Wetherel, DF. 2008. Propagasi Tanaman Secara In Vitro. Avery Publishing. New

Jersey.

http://gurungeblog.wordpress.com/2009/01/23/kultur-jaringan/

http://www.plantamor.com/index.php?plant=981

http://biologigonz.blogspot.com/2010/01/skl-8-pertumbuhan.html

http://aftichaf07.student.ipb.ac.id/2010/06/18/ini-laporan-praktikum-kuljarku/