Upload
rebekamarpaung
View
57
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
(Malaria)
Citation preview
I. Skenario B Blok 26 Tahun 2014
Tn. Yasin, 38 tahun, datang ke dokter karena mengeluh demam yang hilang timbul
sejak pulang dari Bangka 6 bulan yang lalu. Sejak 6 hari ini demam muncul setiap hari,
disertai menggigil dan berkurang setelah keluar keringat dingin. Tn. Yasin juga mengeluh
sakit kepala, mual dan rasa penuh di perut.
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: kesadaran compos mentis, tekanan darah: 120/80 mmHg, Nadi: 96x/menit,
Respiration rate 24x/menit, Temperatur axila: 39oC.
Kepala: Sklera ikterik -/-, konjungtiva pucat +/+
Leher: pembesaran KGB -/-
Thorak: Paru dan Jantung dbn
Abdomen: lien teraba Schuffner 4, hepar teraba 1 jari di bawah arcus costae
Ekstremitas: edema pretibial -/-
Pemeriksaan Penunjang:
Hb 9 gr/dl, RBC 4,5jt, WBC 11.000/mm3, Trombosit: 200.000/mm3
DDR: Ukuran RBC yang terinfeksi membesar, tampak gambaran ring form cenderung tebal
dan kasar, tampak sitoplasma tidak teratur (ameboid) dan terdapat Schuffner’s dot
II. Klarifikasi Istilah
1. Menggigil: terjadi sebagai adanya tanda awal pada infeksi dan biasanya berkaitan
dengan demam, disebabkan peningkatan kerja otot.
2. Demam intermiten: demam yang ditandai dengan episode demam berulang yang
dipisahkan oleh interval temperatur normal, biasanya terjadi pada serangan malaria
atau demam lain.
3. Keringat dingin: cairan yang keluar dari permukaan tubuh yang memiliki suhu di
bawah suhu optimal tubuh.
4. Rasa penuh di perut: perasaan tidak nyaman akibat regangan peritoneum abdomen.
5. Mual: sensasi tidak menyenangkan yang secara samar mengacu pada epigastrium dan
abdomen, dengan kecenderungan untuk muntah.
6. Sklera ikterik: lapisan terluar bola mata yang terlihat berwarna kuning.
7. Schuffner 4: pembesaran limpa sampai batas umbilikus.
8. Edema pretibial: akumulasi cairan di bagian pretibia.
9. Ring form: parasit atau tropozoit muda yang berbentuk cincin.
10. DDR: drike drupple, pemeriksaan apusan darah tebal untuk memeriksa ada/tidaknya
parasit.
11. Schuffner’s dot: kelainan hematologi yang berkaitan dengan malaria yang biasanya
disebabkan oleh P. ovale atau P. vivax.
III. Identifikasi Masalah
1. Tn. Yasin, 38tahun, mengeluh demam yang hilang timbul sejak pulang dari Bangka 6
bulan yang lalu.
2. Sejak 6 hari ini demam muncul setiap hari, disertai menggigil dan berkurang setelah
keluar keringat dingin, mengeluh sakit kepala, mual dan rasa penuh di perut.
3. Pemeriksaan fisik: Keadaan umum: kesadaran compos mentis, tekanan darah: 120/80
mmHg, Nadi: 96x/menit, Respiration rate 24x/menit, Temperatur
axila: 39oC.
Kepala: Sklera ikterik -/-, konjungtiva pucat +/+
Leher: pembesaran KGB -/-
Thorak: Paru dan Jantung dbn
Abdomen: lien teraba Schuffner 4, hepar teraba 1 jari di bawah
arcus costae
Ekstremitas: edema pretibial -/-
4. Pemeriksaan Penunjang: Hb 9 gr/dl, RBC 4,5jt, WBC 11.000/mm3, Trombosit:
200.000/mm3
DDR: Ukuran RBC yang terinfeksi membesar, tampak
gambaran ring form cenderung tebal dan kasar, tampak
sitoplasma tidak teratur (ameboid) dan terdapat Schuffner’s
dot
IV. Analisis Masalah
1. Tn. Yasin, 38tahun, mengeluh demam yang hilang timbul sejak pulang dari
Bangka 6 bulan yang lalu.
a. Apa etiologi demam hilang timbul?
Demam hilang timbul dapat disebabkan oleh abses, penyakit autoimun, inflamasi
kardiovaskular, inflamasi intestinal, efek samping obat, tuberkulosis, kelainan tiroid, dan
paling sering dihubungkan dengan malaria.
b. Bagaimana mekanisme demam hilang timbul?
Mekanisme demam hilang timbul berhubungan dengan siklus hidup Plasmodium,
yaitu:
1. Nyamuk Anopheles betina menggigit, menghisap darah manusia kemudian
mengeluarkan air liur yang mengandung sporozoit.
2. Bersama aliran darah sporozoit menuju hati, selama ± 3 hari.
3. Sporozoit membelah menjadi 8 – 32 merozoit, keluar dari hati kemudian
menginfeksi sel hati lain dan membentuk merozoit baru. Akibatnya sel hati
banyak yang rusak.
4. Gejala demam terjadi ketika merozoit melisiskan sel darah merah dalam jumlah
banyak.
Penyakit malaria memiliki beberapa gejala klinis, yaitu:
a. Stadium dingin
b. Stadium demam
c. Stadium berkeringat
Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini penderita merasa kepanasan. Muka merah,
kulit kering dan terasa sangat panans seperti terbakar, sakit kepala hebat dan muntah sering
terjadi, nadi menjadi kuat. Biasanya suhu tubuh pasien mencapai 410C atau lebih. Stadium ini
berlangsung antara 2 samapi 4 jam. Demam disebabkan oleh pecahnya sison darah yang telah
matang dan masuknya merozoit darah kedalam aliran darah. Pada plasmodium vivax dan P.
Ovale sison sison dari setiap generasi menjadi matang setiap 48 jam sekali, sehingga demam
timbul setiap tiga hari terhitung dari serangan demam sebelumnya. Nama maliara tertian
bersumber dari fenomena ini. Pada plasmodium malaria, fenomena tersebut 72 jam sehingga
disebt malaria P. vivax atau P.ovale, hanya interval demamnya tidak jelas. Serangan demam
diikuti oleh periode laten yang lamanya tergantung pada proses pertumbuhan parasit dan
tigkat kekebalan yang kemudian timbul pada penderita.
c. Apa saja penyakit endemik di Bangka dan hubungan dengan kasus?
Penyakit yang paling banyak ditemukan di Kabupaten Bangka pada tahun 2011 adalah:
1. ISPA
2. Penyakit rongga mulut
3. Ginggivitis dan penyakit periodental
4. Hipertensi
5. Malaria dari pemeriksaan lab
6. Penyakit pada sistem jaringan otot dan jaringan ikat
7. Diare
8. Penyakit kulit dan jaringan subkutan
9. Infeksi penyakit usus lainnya
10. Penyakit lain pada saluran pernapasan
11. Penyakit lainnya
Malaria dan DBD merupakan penyakit endemik di Kabupaten Bangka, bahkan di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Apabila Tn. Yasin berpergian ke daerah yang endemik
penyakit menular tanpa divaksinasi, maka Tn. Yasin juga dapat tertular penyakit tersebut.
Jika dihubungkan dengan kasus dengan gejala khas malaria, hasil lab dan terdapat riwayat ke
daerah endemik malaria (Bangka) maka pada kasus penderita mengalami malaria.
d. Apa kaitan antara waktu 6 bulan dengan timbulnya gejala (hubungan dengan
parasit)?
Infeksi parasit malaria pada manusia dimulai bila nyamuk Anopheles betina menusuk
manusia dan nyamuk akan melepaskan sporozoit ke dalam pembuluh darah di mana
sebagian besar dalam waktu 45 menit akan menuju ke hati dan sebagian kecil sisanya akan
mati di darah. Di dalam sel parenkim hati mulailah perkembangan aseksual. Setelah sel
parenkim hati terinfeksi, terbentuk sizont hati yang apabila pecah akan mengeluarkan banyak
merozoit ke sirkulasi darah dan akhirnya akan menimbulkan demam. Akan tetapi, pada
Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, sebagian parasit dalam sel hati membentuk
hipnozoit yang dapat bertahan sampai bertahun-tahun, dan bentuk ini yang akan
menyebabkan terjadinya relaps pada malaria.
Jadi, kemungkinan pada kasus Tn. Yasin, selama 6 bulan yang lalu telah terjadi fase
hipnozoit dengan demam yang hilang timbul dan pada 6 hari terakhir merupakan fase relaps.
Pada fase hipnozoit, parasit tetap berada dalam sel hati dimana sebagian parasit tidak
melanjutkan siklusnya ke fase eritrosit. Keadaan ini akan menyebabkan relaps jangka panjang
dan malaria rekuren. Apabila daya tahan tubuh menurun, hipnozoit akan terangsang dan
melanjutkan siklus hidupnya dari dalam sel hati menuju eritrosit. Jika dihubungkan dengan
parasitnya, kemungkinan besar malaria ini disebabkan oleh infeksi P.vivax karena secara
epidemiologi, jenis plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah Plasmodium
vivax dan Plasmodium falciparum sedangkan Plasmodium ovale jarang ditemukan akan
tetapi pernah dilaporkan terjadi di Papua dan Nusa Tenggara Timur.
Periode awal akan terjadi demam tidak teratur, kemudian demam menjadi teratur sesuai
dengan periodisitas sporulasi, yaitu 48 jam, biasa disebut dengan demam intermiten. Hal ini
terjadi karena jumlah parasit sedikit di dalam darah tepi. Demam tersiana terjadi karena
parasit meningkat.
2. Sejak 6 hari ini demam muncul setiap hari, disertai menggigil dan berkurang
setelah keluar keringat dingin, mengeluh sakit kepala, mual dan rasa penuh di
perut.
a. Apa penyakit yang menyebabkan gejala Tn. Yasin? 9,10
Berdasarkan anamnesis didapatkan Tn Yasin memiliki riwayat bepergian ke wilayah
endemis malaria. Selain itu, didapatkan adanya triad klasik malaria dengan pola demam
intermiten. Dari pemeriksaan penunjang juga didapatkan adanya parasit penyebab malaria
yaitu plasmodium. Hal ini menjadi dasar bagi dokter untuk mencurigai Tn Yasin mengalami
malaria. Infeksi parasit malaria menyebabkan berbagai gejala dari sangat ringan hingga berat.
Semua gejala klinis yang muncul terjadi akibat adanya fase eritrositer plasmodium di dalam
tubuh manusia. Saat plasmodium masuk dan berkembang di dalam RBC yaitu RBc muda dan
retikulosit, terdapat substansi-substansi seperti pigmen hemozoin dan faktor toxic lainnya
yang terakumulasi di RBC yang terinfeksi tersebut. Saat RBC yang terinfeksi merozoit
membentuk skizon, RBC akan mengalami ruptur dan mengeluarkan substansi tadi. Hemozoin
dan faktor toksik lain seperti GPI (Glukosa Fosfat Isomerase) akan menstimulasi makrofag
dan system imun lain untuk menghasilkan sitokin dan faktor soluble lainnya. Hal ini akan
berujung dengan terjadinya demam dan menggigil .Dengan setiap siklus eritositer parasit
akan bertambah secara logaritmik dan setap kali sel-sel rupture akan terjadi serangan klasik
demam yang intermiten.
b. Bagaimana mekanisme:
i. demam tiap hari, sakit kepala
Demam tiap hari: Asam arakidonat yang dilepaskan setelah pirogen endogen bekerja
akan merangsang prostaglandin E2 di hipotalamus sehingga set point meningkat dan
termoregulasi menjadi tidak stabil. Hal ini mengakibatkan peningkatan suhu tubuh sistemik
yang menyebabkan demam (hipertermi).
Sakit kepala: Ketika nyamuk anopheles betina menghisap darah manusia, plasmodium
yang berada dalam kelenjar air liur juga akan ikut masuk ke dalam aliran darah manusia.
Pada saat inilah sporozoit masuk dalam tubuh dan menginfeksi sel darah merah (skizon).
Ketika pecah, skizon akan mengeluarkan merozoit-merozoit yang kemudian beredar di
sirkulasi dan terbentuklah kompleks Ab-plasmodium. Hal ini memicu pelepasan pirogen
endogen, mediator kimia dan sitokin-sitokin. Histamin akan menyebabkan efek vasodilatasi
pada pembuluh darah sistemik, sehingga Tekanan Intra Kranial (TIK) meningkat dan akan
menyebabkan nyeri kepala. Selain itu, dilepaskan juga bradikinin yang akan merangsang
reseptor saraf nyeri.
ii. Menggigil dan berkurang setelah keluar keringat dingin
Menggigil merupakan keadaan peningkatan aktivitas otot tubuh akibat pengaruh set
point hipotalamus. Set point ini bisa bersifat fisiologis maupun patologis. Pada kasus,
menggigil ini disebabkan karena proses patologis yang didahului oleh adanya infeksi parasit
(plasmodium). Plasmodium akan mengeluarkan zat toksik GPI yang nantinya akan
merangsang pengeluaran sitokin-sitokin IL6, IL1, dan TNF α. Hal ini lah yang nanti akan
mempengaruhi set point hipotalamyus.
Keringat dingin, ini terjadi akibat vaskularisasi darah kurang sehingga pada saat pori-
pori kulit membuka cairan tubuh akan keluar (evaporasi) tetapi akibat kekurangan pasokan
darah maka pembuluh darah kapiler terutama kulit akan mengalami vasokonstriksi sedangkan
bagian tubuh vital akan mengalami vasodilatasi. Saat terjadi vasokonstriksi pada kulit maka
O2 yang berada di kulit akan menurun dan akan menimbulkan perasaan dingin.
iii. mual, rasa penuh di perut
Nyamuk yang di dalam tubuhnya terdapat parasit malaria → mengigit manusia →
sporozoit → sporozoit ke sel hati dan di parenkim hati melakukan perkembangan secara
aseksual (skizogoni eksoeritrosit) selama 5,5 hari → skizoit → skizoit pecah mengeluarkan
merazoid-merazoid → merazoid ke sirkulasi darah dan menyerang RBC → terbentuk eritrosit
parasit (EP) → bereplikasi secara aseksual (skizogoni eritrosit) → parasit dalam eritrosit
mengalami 2 stadium yaitu stadium cincin (tropozoid) dan matur (skizon) → permukaan
membran eritrosit parasit stadium matur menonjol dan membentuk knob dengan HRP1
(komponen umum knob) → eritrosit parasit mengalami merogoni/skizogoni (pembelahan
secara berulang) → melepaskan toksin malaria berupa GP1 → GP1 merangsang pelepasan
TNF alpha, IL1, IL6, IL3 dengan mengaktivasi makrofag → IL 3 mengaktivasi sel mast →
pelepasan histamin → peningkatan asam lambung → perut terasa penuh → mual.
Selain itu, terdapat mekanisme hepatosplenomegali menekan organ pencernaan
(lambung) rasa penuh di perut.
c. Apa vektor pada kasus ini? Jelaskan! (siklus hidup)
Vektor penyakit malaria adalah nyamuk Anopheles. Ciri khas nyamuk ini menungging
saat menghisap darah atau hinggap.
Berdasarkan tempat hidupnya, nyamuk Anopheles memiliki dua tingkatan yaitu:
a. Tingkatan di dalam air
b. Tingkatan di luar tempat berair (darat / udara)
Untuk keberlangsungan hidup nyamuk diperlukan air, atau siklus hidup nyamuk akan
terutus. Tingkatan kehidupan yang berada di dalam air ialah : telur, jentik, kepompong.
Setelah satu atau dua hari telur berada di dalam air, maka telur akan menetas dan keluar
jentik. Jentik yang baru keluar dari telur masih sangat halus seperti jarum. Dalam
pertumbuhannya jentik Anopheles mengalami pelepasan kulit sebanyak 4 kali.
Waktu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jentik adalah 8 – 10 hari tergantung pada
suhu, keadaan makanan serta spesies nyamuk. Dari jentik akan tumbuh menjadi kepompong
(pupa) yang merupakan tingkatan atau stadium istirahat dan tidak makan. Pada tingkatan
kepompong ini memakan waktu satu sampai dua hari. Setelah cukup waktunya, dari
kepompong akan keluar nyamuk dewasa yang telah dapat dibedakan jenis kelaminnya.
Setelah nyamuk bersentuhan dengan udara, tidak lama kemudian nyamuk tersebut
telah mampu terbang, yang berarti meninggalkan lingkungan berair untuk meneruskan
hidupnya di darat atau di udara.dalam meneruskan keturunannya, nyamuk betina biasanya
kebanyakan kawin satu kali selama hidupnya. Biasanya perkawinan terjadi 24 – 48 jam
dimulai saat keluarnya dari kepompong.
Habitat nyamuk ini di tambak terbengkalai, bak benur terbengkalai, kolam, lagun,
rawa-rawa, parit, sungai, sawah, saluran iri-gasi, sumur, kubangan, kobakan, kolam
pascatambang, bak air dan mata air.
d. Mengapa terjadi perubahan pola demam?
Pola demam yang terjadi pada pasien malaria sangat bergantung dari jenis plasmodium yang
menginfeksi. Untuk plasmodium vivax, ovale dan falciparum, satu siklus eritositer terjadi
selama 48 jam. Sehingga akan menimbulkan manifestasi demam tertiana dimana demam
terjadi tiap hari ke-1, ke-3, ke-5 dst. Namun itu gejala klasik.
Demam tiap hari bukan berarti bapak yasin mengalami malaria tropica (hasil lab
menunjukan plasmodium vivax). Menurut Natadisastra, selain demam-demam umum
malaraia (tersiana-kuartana) terdapat klasifikasi demem secara puncak demamnya. Yaitu
intermitter (demam diselingi periode normal), demam remittern (demam tanpa diselingi
periode normal diantara puncak demam), dan demam koutidiana, yaitu demam tiap hari. Hal
ini berkaitan dengan banyaknya jumlah parasit yang menginvasi tubuh, dibuktikan dengan
melakukan pemeriksaan jumlah parasit. Demam tiap hari dikaitkan dengan siklus sporulasi
parasit itu sendiri. Kuotidiana artinya sporulasi berlangsung setiap hari. Dapat berarti bahwa
invasi/infeksinya sudah parah..
Jadi demam hilang timbul sejak 6 bulan yang lalu kemungkinan besar mengikuti pola
tertian. Namun sejak 6 hari yang lalu, pasien mengalami demam setiap hari dengan trias
klasik malaria. Artinya siklus ekso eritrositer berlangsung cepat kemungkinan jumlah parasit
sudah terlampau banyak sehingga menimbulkan pola demam yang tidak teratur. Namun
demam pada awal infeksi bisa berkesinammbungan atau erratic dan demam tertian hanya
muncul setelah beberapa hari. Artinya bisa saja demam 6 hari ini menunjukkan suatu
kejadian relaps. Mengingat plasmodium vivax dapat terjadi penyembuhan spontan dalam 2-6
minggu.
3. Pemeriksaan fisik.
a. Apa interpretasi dan mekanisme hasil pemeriksaan fisik?
i. Keadaan umum: kesadaran compos mentis, tekanan darah: 120/80
mmHg, Nadi: 96x/menit, Respiration rate 24x/menit, Temperatur
axila: 39oC.
Keadaan umum: compos mentis normal.
Kondisi sadar sepenuhnya dapat menjawab pertanyaan tentang keadaan
disekelilingnya. Pasien dengan kompos mentis merupakan kondisi yang baik
menunjukkan tidak terjadinya gangguan suplai darah ke otak disebabkan oleh malaria
serebral, hipoglikemi atau syok.
Tekanan darah: 120/80 mmHg normal (120/80 mmHg)
Untuk usia 18 tahun keatas, tekanan darah 120/80 mmHg termasuk dalam kriteria
prehipertensi yaitu sistolik 120-139 atau diastolik 80-89. Pada kasus menunjukkan
tidak terjadinya malaria dengan hipotensi atau algid malaria.
Nadi: 96 kali/menit normal (60-100 kali/menit)
Nadi 96 kali permenit tergolong normal (60-100). Nadi dan BP menunjukkan tidak
adanya gangguan sirkulasi berat.
Frekuensi pernapasan: 24 kali/menit takipnea (12-20 kali/menit)
Mekanisme takipnea: Peningkatan jumlah sitokin dan akumulasi monosit di paru
peningkatan ventilasi O2 takipnea.
Lisis eritrosit pengangkutan oksigen ke organ-organ vital
menurun karena eritrosit menurun jumlahnya dan pengikatan
eritrosit dengan oksigen menurun respon kompensasi
meningkatnya HR dan RR takipnea
Peningkatan suhu tubuh kebutuhan akan oksigen untuk
reaksi kimia dalam sel-sel tubuh takipnea.
Temperature aksila: 39ºC febris (36,5-37,2ºC)
Mekanisme demam: Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan bersikulasi dan
sampai di endotel hipotalamus sebagai set point termoregulasi
merangsang fosfolipase A2 melepas asam arakidonat
asam arakidonat diubah menjadi prostaglandin (PGE2) oleh
enzim siklooksigenase (COX2).
ii. Kepala: Sklera ikterik -/-, konjungtiva pucat +/+
Sklera ikterik -/- = normal
Konjungtiva pucat +/+ = tidak normal, menunjukkan anemia.
Mekanisme: Terjadinya peruskan eritrosit oleh parasit, hambatan eritropoeisis di
sumsum tulang, eritrofagositosis, penghambatan pengeluaran retikulosit
dan pengaruh sitokin sehingga konjungtiva tampak pucat karena
kekurangan eritrosit. Konjungtiva pucat menandakan terjadinya anemia.
Selama infeksi terjadi, ada kehilangan yang jelas dari eritrosit yang
terinfeksi untuk pematangan parasit serta pada saat pengenalan
makrofag. Tidak hanya eritrosit terinfeksi, eritrosit tak terinfeksi pun
mengalami destruksi karena pelekatan dengan eritrosit terinfeksi
(rossetting). Selain itu, selama infeksi malaria pada manusia, banyak sel
darah merah yang tidak terinfeksi hancur di limpa dan sangat mungkin di
hati, dan kerusakan sel-sel darah merah ini telah diidentifikasi sebagai
penyumbang utama anemia pada malaria.
Kegiatan dan jumlah makrofag juga meningkat selama infeksi
malaria pada manusia, dan karena itu dapat menyebabkan peningkatan
penghilangan sel yang tidak terinfeksi.
Peningkatan penghilangan eritrosit yang tidak terinfeksi ini tidak
hanya disebabkan aktivasi makrofag limpa tetapi juga untuk perubahan
ekstrinsik dan intrinsik pada sel darah merah yang meningkatkan
keberadaannya dan fagositosis. Pertama, sel darah merah yang tidak
terinfeksi mengalami penurunan deformabilitas yang menyebabkan
peningkatan penghilangan sel darah merah dalam limpa. Mekanisme
yang bertanggung jawab atas hilangnya deformabilitas ini belum
sepenuhnya dipahami.
Sebuah produk sampingan parasit dari pencernaan hemoglobin,
hemozoin, mungkin memiliki peran dalam terjadinya gangguan erythroid
melalui pengaruh pada fungsi monosit manusia. Hemozoin mengurangi
aktivitas oksidatif yang berlebihan pada manusia, mencegah up-regulasi
penanda aktivasi, dan juga merangsang sekresi endoperoxides yang aktif
secara biologis dari monosit, seperti 15 (S)-hydroxyeicosatetraenoic
(HETE) dan 4-hidroksi-nonenal (4-HNE) melalui oksidasi lipid
membran, yang dapat mempengaruhi pertumbuhan erythroid.
Disfungsi makrofag juga bisa mengganggu fungsi pulau
erythroblastic dimana makrofag mendukung diferensiasi terminal
erythroblasts di sumsum tulang. Hemozoin dan TNFα-juga memiliki
efek aditif pada eritropoiesis in vitro, dan dalam studi klinis makrofag
yang mengandung hemozoin dan hemozoin plasma dikaitkan dengan
anemia dan penekanan retikulosit. Selain itu, bagian sumsum tulang dari
anak-anak yang meninggal karena malaria berat menunjukkan hubungan
yang signifikan antara jumlah hemozoin (terletak di prekursor erythroid
dan makrofag) dan proporsi sel erythroid yang abnormal. Temuan ini
konsisten dengan efek penghambatan langsung hemozoin pada
eritropoiesis dan karena itu memerlukan penyelidikan lebih lanjut.
Selama fase akut infeksi ada respon inflamasi yang kuat, yang
menghasilkan peningkatan TNFα dan IFNγ. TNFα menghambat semua
tahapan eritropoiesis, dan IFNγ bekerja dengan TNFα untuk
menghambat pertumbuhan dan diferensiasi erythroid dengan up-regulasi
ekspresi TRAIL, TWEAK, dan CD95L dalam perkembangan
erythroblasts.
Pembesaran KGB -/- = normal
Paru dan Jantung dalam batas normal
iii. Abdomen: lien teraba Schuffner 4, hepar teraba 1 jari di bawah arcus
costae, Ekstremitas: edema pretibial -/-
Lien /limpa teraba Schuffner 4 : lien/limpa membesar teraba hingga umbilikus.
Normalnya lien tidak teraba. Bila teraba dapat menjadi tanda-tanda peningkatan kerja
limpa (infeksi, penyakit sel darah), penyakit hati, ataupun tumor. Pada kasus
penyebab besarnya lien adalah infeksi yang disebabkan P. vivax menyebabkan
peningkatan kerja organ RES lien dalam pertahanan melawan parasit. Limpa menjadi
lebih besar, bengkak, nyeri dan hiperemis karena adanya penambahan sel sel radang
(monosit).
Hepar teraba 1 jari di bawah arcus costae, menunjukkan telah terjadi pembesaran
hepar. Hal ini terjadi akibat peningkatan kerja hepar sebagai RES dalam respon
terhadap parasit.
Edema pretibial -/-, interpretasi: normal.
4. Pemeriksaan penunjang.
a. Apa interpretasi dan mekanisme hasil pemeriksaan penunjang:
i. Hb 9 gr/dl, RBC 4,5jt, WBC 11.000/mm3, Trombosit: 200.000/mm3
Hb 9 gr/dl anemia
Faktor penyebab anemia diantaranya karena:
a. Penghancuran eritrosit yang mengandung parasit dan tidak mengandung parasit
terjadi di dalam limpa (faktor autoimun memegang peranan).
b.Reduced survival time, karena eritrosit normal yang tidak mengandung parasit tidak
dapat hidup.
c.Diseritropoeiesis (gangguan dalam pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis
dalam sumsum tulang) retikulosit tidak dilepaskan dalam peredaran perifer.
RBC 4,5jt anemia
WBC 11.000/mm3 leukositosis (normal 5000-10000/mm3)
Mekanisme leukositosis:
Manusia → digigit nyamuk Anopheles ♀ → sporozoit (setelah 45 menit) → menuju sel
hati(sebagian kecil mati di darah) → di sel parenkim hati terjadi fase aseksual
(SKIZOGONI EKSOERITROSIT)→merozoit →lolos dari filtrasi & fagositosis di
limpa → ke sirkulasi darah →menyerang RBC →terbentuk eritrosit parasit (EP)
→bereplikasi scr aseksual (SKIZOGONI ERITROSIT)→tropozoit (stadium cincin) →
skizon (stadium matur) → permukaannya menonjol& membentuk knob dgn HRP-1
(Histidin Rich Protein – 1) → morogoni → mengaktivasi makrofag→ menskresikan
TNF α → aktivasi leukosit (mengerahkan dan mengaktivasi neutrofil & monosit)→
leukosit >> → leukositosis.
Trombosit: 200.000/mm3 normal (150.000-400.000 sel/ul darah)
ii. Ukuran RBC yang terinfeksi membesar, tampak gambaran ring form
cenderung tebal dan kasar
Ukuran RBC yang terinfeksi membesar disertai gambaran ring form menunjukkan
bahwa Tn. Yasin menderita malaria yang disebabkan oleh P. vivax atau P. ovale. Gambaran
ring form menunjukkan parasit berada dalam stadium trofozoit, yaitu stadium yang baru
terbentuk ketika parasit memasuki RBC.
iii. tampak sitoplasma tidak teratur (ameboid) dan terdapat Schuffner’s
dot
Sitoplasma tidak teratur (ameboid) dan Schuffner’s dot menunjukkan bahwa parasit
penyebab malaria adalah P. vivax.
Plasmodium vivax hanya menyerang eritrosit muda (retikulosit), dan tidak dapat
menyerang / tidak mampu menyerang eritrosit yang masak. Segera invasi ke dalam eritrosit
langsung membentuk cincin, sitoplasma menjadi aktif seperti amoeba membentuk
pseudopodia bergerak kesegala arah sehingga disebut ‘vivax’. Infeksi terhadap eritrosit lebih
dari satu trofozoit dapat terjadi tetapi jarang. Pada saat trofozoit berkembang eritrosit
membesar, pigmennya berkurang dan berkembang menjadi peculiar stipling disebut
Scuffner’s dot. Dot (titik) tersebut akan terlihat bila diwarnai dan akan terlihat parasit di
dalamnya. Cincin menempati 1/3 – ½ dari eritrosit dan trofozoit menempati 2/3 dari sel darah
merah tersebut selama 24 jam.
b. Bagaimana siklus hidup parasit penyebab penyakit?
Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan
nyamuk Anopheles betina,
Siklus Hidup pada Manusia
Pada waktu nyamuk anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit yang
berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama kurang
lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati.
Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai
timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung
spesies plasmodium.
Masa prepaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai parasit
dapat dideteksi dalam sel darah merah dengan pemeriksaan mikroskopik.
Setelah itu, parasit berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 hingga
30.000 merozoit hati. Siklus hidup ini disebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama
kurang lebih 2 minggu. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung
berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit.
Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan bahkan bertahun-
tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat
menimbulkan relaps atau kambuh.
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam peredaran
darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut akan
berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit). Proses berkembang
aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi skizon pecah dan
merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut
siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel
darah merah membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina.
Siklus pada Anopheles Betina
Apabila nyamuk anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di
dalam tubuh nyamuk gametosit jantan dan betina akan melakukan pembuahan menjadi zigot.
Zigot ini akan berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk.
Di ruas dinding lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi
sporozoit yang nantinya akan bersifat infektif dan siap ditularkan ke tubuh manusia.
5. Bagaimana cara menegakkan diagnosis dan pemeriksaan penunjang?
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosa pasti malaria apabila
ditemukan parasit malaria dalam darah.
Anamnesis
Keluhan utama pada malaria adalah demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai
sakit kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal.
Pada anamnesis juga perlu ditanyakan:
1. Riwayat berkunjung ke daerah endemik malaria;
2. Riwayat tinggal di daerah endemik malaria;
3. Riwayat sakit malaria/riwayat demam;
4. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir;
5. Riwayat mendapat transfusi darah.
Pemeriksaan Fisik
1. Demam (>37,5 ºC aksila)
2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
3. Pembesaran limpa (splenomegali)
4. Pembesaran hati (hepatomegali)
5. Manifestasi malaria berat dapat berupa penurunan kesadaran, demam tinggi,
konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, dan ikterik, oliguria, urin berwarna coklat kehitaman
(Black Water Fever), kejang dan sangat lemah (prostration).
Pemeriksaan Laboratorium
Untuk mendapatkan kepastian diagnosis malaria harus dilakukan pemeriksaan sediaan
darah. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan melalui cara berikut.
1. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan dengan mikroskop merupakan gold standard (standar baku) untuk
diagnosis pasti malaria. Pemeriksaan mikroskop dilakukan dengan membuat sediaan darah
tebal dan tipis.
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di rumah sakit/Puskesmas/lapangan
untuk menentukan:
a) Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif);
b) Spesies dan stadium Plasmodium;
c) Kepadatan parasit:
1) Semi Kuantitatif
(-) = negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/lapangan
pandang besar)
(+) = positif 1 (ditemukan 1 –10 parasit dalam 100 LPB)
(++) = positif 2 (ditemukan 11 –100 parasit dalam 100 LPB)
(+++) = positif 3 (ditemukan 1 –10 parasit dalam 1 LPB)
(++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)
Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:
- Kepadatan parasit < 100.000 /ul, maka mortalitas < 1 %
- Kepadatan parasit > 100.000/ul, maka mortalitas > 1 %
- Kepadatan parasit > 500.000/ul, maka mortalitas > 50 %
2) Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal (leukosit) atau
sediaan darah tipis (eritrosit).
Contoh :
Jika dijumpai 1500 parasit per 200 lekosit, sedangkan jumlah lekosit 8.000/uL maka
hitung parasit = 8.000/200 X 1500 parasit = 60.000 parasit/uL. Jika dijumpai 50 parasit per
1000 eritrosit = 5%. Jika jumlah eritrosit 4.500.000/uL maka hitung parasit = 4.500.000/1000
X 50 = 225.000 parasit/uL.
2. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT) Mekanisme
kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan metoda
imunokromatografi. Tes ini digunakan pada unit gawat darurat, pada saat terjadi KLB, dan di
daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas laboratorium mikroskopis.
Hal yang penting yang perlu diperhatikan adalah sebelum RDT dipakai agar terlebih
dahulu membaca cara penggunaannya pada etiket yang tersedia dalam kemasan RDT untuk
menjamin akurasi hasil pemeriksaan. Saat ini yang digunakan oleh Program Pengendalian
Malaria adalah yang dapat mengidentifikasi P. falcifarum dan non P. Falcifarum.
3. Pemeriksaan dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Sequensing DNA
Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada fasilitas yang tersedia. Pemeriksaan ini penting
untuk membedakan antara re-infeksi dan rekrudensi pada P. falcifarum. Selain itu dapat
digunakan untuk identifikasi spesies Plasmodium yang jumlah parasitnya rendah atau di
bawah batas ambang mikroskopis. Pemeriksaan dengan menggunakan PCR juga sangat
penting dalam eliminasi malaria karena dapat membedakan antara parasit impor atau
indigenous.
4. Selain pemeriksaan di atas, pada malaria berat pemeriksaan penunjang yang perlu
dilakukan adalah:
a. Pengukuran hemoglobin dan hematokrit;
b. Penghitungan jumlah leukosit dan trombosit;
c. Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT dan SGPT, alkali fosfatase,
albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, analisis gas darah); dan
d. Urinalisis.
6. Apa diagnosis banding & diagnosis kasus ini?
Diagnosis malaria vivaks ditetapkan dengan menemukan parasit P. vivax pada sediaan
darah yang dipulas dengan Giemsa. Dengan rapid test dapat terlihat garis positif baik sebagai
pan-LDH dan/atau Pv-LDH. Rapid test sebaiknya dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan
mikroskopis.
Dari pemeriksaan DDR yang diketahui lebih cenderung kearah plasmodium vivaks.
Karena pada plasmodium ovale ditemukan RBC yang terinfeksi terdapat fimbria dan kurang
ameboid disbanding vivaks. Sedangkan untuk plasmodium falciparum dan malariae tidak
ditemukan Schuffner dot. Selain itu, plasmodium ovale jarang terjadi di Indonesia kecuali di
bagian timur dan lebih banyak terjadi di daerah Afrika.
Selain itu, berdasarkan gejala klinis, malaria ovale menimbulkan gejala yang lebih
ringan dibanding vivaks, puncak panas lebih rendah, berlangsung lebih pendek, dan dapat
sembuh tanpa pengobatan. Serangan menggigil jarang terjadi dan splenomegali jarang sampai
dapat diraba.
7. Bagaimana epidemiologi dari kasus ini?
Malaria tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Di bangka, plasmodium yang
paling sering menyerang adalah P. falciparum dan P. vivax. Insiden P. ovale banyak
ditemukan di wilayah timur Indonesia, sedangkan P. malariae banyak terdapat di Papua dan
NTT. Seiring dengan perkembangan pengendalian dan eliminasi malaria secara global, P.
vivax menjadi spesies Plasmodium yang dominan.
8. Apa faktor resiko kasus ini?
Tinggal di daerah endemis malaria.
Berpergian menuju daerah endemi malaria.
a. Tanpa profilaksis
b. Tanpa perlindungan diri
i. Obat obatan (profilaksis)
ii. Berada di luar ruangan (terpapar nyamuk)
iii. Tidak menggunakan obat nyamuk
iv. Tidak menakan kelambu, kawat nyamuk
v. Keluar rumah pada senja, atau saat fajar (waktu aktif nyamuk)
Wanita hamil (penekanan sistim imun selama kehamilan).
Anak kecil (sistem imun belum sebaik orang dewasa).
Orang tua
Imunosupressed, Orang dengan splenektomi
9. Apa etiologi kasus ini?
Penyebab penyakit malaria adalah parasit malaria, filum Protozoa kelas Sporozoa dari
genus Plasmodium. Sampai saat ini di Indonesia dikenal 4 jenis spesies plasmodium
penyebab malaria pada manusia, yaitu:
1) Plasmodium falciparum, penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan
malaria yang berat (malaria serebral dengan kematian).
2) Plasmodium vivax, penyebab malaria tertiana.
3) Plasmodium malariae, penyebab malaria quartana
4) Plasmodium ovale, menyebabkan malaria ovale tetapi jenis ini jarang dijumpai
Plasmodium vivax hanya menyerang eritrosit muda (retikulosit), dan tidak dapat
menyerang / tidak mampu menyerang eritrosit yang masak. Segera invasi ke dalam eritrosit
langsung membentuk cincin, sitoplasma menjadi aktif seperti amoeba membentuk
pseudopodia bergerak kesegala arah sehingga disebut ‘vivax’. Infeksi terhadap eritrosit lebih
dari satu trofozoit dapat terjadi tetapi jarang. Pada saat trofozoit berkembang eritrosit
membesar, pigmennya berkurang dan berkembang menjadi peculiar stipling disebut
Scuffner’s dot. Dot (titik) tersebut akan terlihat bila diwarnai dan akan terlihat parasit di
dalamnya. Cincin menempati 1/3 – ½ dari eritrosit dan trofozoit menempati 2/3 dari sel darah
merah tersebut selama 24 jam. Merozoit yang bulat dengan diameter 1,5 um langsung
menyerang erytrocyt lainnya. Schizogony dalam erytrocyt memakan waktu 48 jam. Beberapa
merozoit berkembang menjadi gametocyt, dan gametocyt yang masak mengisi sebagian besar
erytrocyt yang membesar (10um).
Masa inkubasi Plasmodium vivax bisa memanjang hingga 6-12 bulan. Dapat dorman
dalam hati selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau mencapai 5 tahun sebelum
mengembangkan diri dan menghasilkan relaps infeksi eritrositik/parasitemia rekuren. Gejala
prodromal berupa, malaise, sakit kepala, nyeri pada tulang atau otot, anoreksia, mual, diare
ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan ini sering terjadi pada P.
vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak jelas
bahkan gejala dapat mendadak. Selain itu, kejadian p.vivax lebih sering ditemukan di
Indonesia dibandingkan P.ovale yang jarang sekali ditemukan di Indonesia. Dari penjelasan
diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kemungkinan etiologi pada kasus ini adalah
Plasmodium vivax.
10. Bagaimana patofisiologi kasus ini?
Infeksi eritrosit oleh plasmodium yang menyebabkan plasmodium mengeluarkan
antigen GP1 dan makrofag mengeluarkan pirogen pirogen yang dikirim ke hipotalamus.
Hypothalamus akan mengeluarkan asam arakhidonat yang mensinstesis PG1 dan sintesis
prostaglandin PGE2 meningkat. Sintesis PG1 akan menimbulkan rasa nyeri sedangkan
sintesis prostaglandin PGE2 akan meningkatkan set point di hipotalamus yang menyebabkan
dua gejala yaitu vasokonstriksi pembuluh darah yang menyebabkan menggigil dan demam
akan mengakibatkan vasodilatasi dan akhirnya berkeringat dingin.
11. Apa manifestasi klinis kasus ini?
Keluhan prodromal sering terjadi, yaitu berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit
belakang, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan, anoreksia, perut
tak enak, diare ringan dan kadang-kadang dingin. Inkubasi 12-17 hari, kadang-kadang lebih
panjang 12-20 hari. Pada hari-hari pertama panas ireguler, kadang-kadang remiten atau
intermiten, pada saat tersebut perasaan dingin dan menggigil jarang terjadi. Pada akhir
minggu tipe panas menjadi intermiten dan periodik setiap 48 jam dengan gejala klasik trias
malaria. Namun pada kausu ini gejala tidak khas tertiana. Serangan paroksismal biasanya
terjadi waktu sore hari. Kepadatan parasit mencapai maksimal dalam waktu 7-14 hari. Pada
minggu kedua limpa mulai teraba. Parasitemia mulai menurun setelah 14 hari, limpa masih
membesar dan panas masih berlangsung, pada akhir minggu kelima panas mulai menurun
secara krisis. Malaria serebral jarang terjadi. Edema tungkai disebabkan hipoalbuminemia.
Mortalitas malaria vivax rendah tetapi morbiditas tinggi karena sering relaps. Pada penderita
yang semiimun perlangsungan malaria vivax tidak spesifik dan ringan saja, parasitemia hanya
rendah, serangan demam hanya pendek dan penyembuhan lebih cepat. Relaps sering terjadi
karena keluarnya bentuk hipnozoit yang tertinggal di hati pada saat status imun tubuh
menurun.
12. Bagaimana tatalaksana kasus ini?
Lini Pertama
ACT + Primakuin
Tabel pengobatan lini pertama malaria vivaks menurut berat badan dengan DHP dan
Primakuin
Hari Jenis obat
Jumlah tablet perhari menurut berat badan
< 5 kg 6-10 kg
11-17 kg
18-30 kg
31-40 kg
41-59 kg
> 60 kg
0-1 bulan
2-11 bulan
1-4 tahun
5-9 tahun
10-14 tahun
> 15 tahun
> 15 Tahun
1-3 DHP ¼ ½ 1 1½ 2 3 4
1-14 Primakuin - -¼ ½ ¾
1 1Dosis obat:
Dyhidroartemisinin = 2-4 mg/kgBB
Piperakuin = 16-32 mg/kgBB
Primakuin = 0,25 mg/kgBB (selama 14 hari)
Keterangan :
Sebaiknya dosis pemberian DHA+PPQ berdasarkan berat badan.
Apabila penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka
pemberian obat dapat berdasarkan kelompok umur.
Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel
pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat
badan.
ATAU
Tabel pengobatan lini pertama malaria vivaks menurut berat badan dengan Artesunat +
Amodiakuin dan Primakuin
Hari Jenis obatJumlah tablet perhari menurut berat badan
< 5kg 6-10 kg
11-17 kg
18-30 kg
31-40 kg
41-49 kg
50-59 kg
≥60 kg
0-1 bulan
2-11 bulan
1-4 tahun
5-9 tahun
10-14 tahun
> 15 tahun
> 15 tahun
> 1 5 tahun
1-3Artesunat ¼ ½ 1 1½ 2 3 4 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 1½ 2 3 4 4
1-14 Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1 1 1
Dosis obat:
Amodiakuin biasa = 10 mg/kgBB dan
Artesunat = 4 mg/kgBB
Primakuin = 0,25 mg/kgBB (selama 14 hari)
Lini Kedua
Kina + Primakuin
Kombinasi ini digunakan untuk pengobatan malaria vivaks yang tidak respon
terhadap pengobatan ACT.
Tabel pengobatan lini kedua malaria vivaks
Hari Jenis obat
Jumlah tablet perhari menurut kelompok berat badan
< 5 kg
6-10 kg
11-17 kg
18-30 kg
31-33 kg
34-40 kg
41-45 kg
46-60 kg >60 kg
0-1 bulan
2-11 bulan
1 - 4 tahun
5-9 tahun
10-14 tahun
10-14 tahun
> 15 tahun
> 1 5 tahun
> 1 5 tahun
Hari 1-7 Kina
sesuai BB
3 x ½ 3 x 1 3 x 1½ 3 x 1½ 3 x 2 3 x 2½ 3 x 2½ 3 x 3
Hari 1-14 P
rimakuin- - ¼ ½ ¾ ¾ 1 1 1
Dosis obat:
Kina = 10 mg/kgBB
Primakuin = 0,25 mg/kgBB
Pengobatan malaria vivaks yang relaps
Dugaan relaps pada malaria vivaks adalah apabila pemberian primakuin dosis 0,25
mg/kgBB/hari sudah diminum selama 14 hari dan penderita sakit kembali dengan parasit
positif dalam kurun waktu 3 minggu sampai 3 bulan setelah pengobatan.
Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan lagi regimen ACT yang
sama tetapi dosis primakuin ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari.
Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dicurigai melalui anamnesis ada
keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah minum obat (golongan sulfa,
primakuin, kina, klorokuin dan lain-lain), maka pengobatan diberikan secara mingguan
selama 8-12 minggu dengan dosis mingguan 0,75mg/kgBB. Pengobatan malaria pada
penderita dengan Defisiensi G6PD segera dirujuk ke rumah sakit dan dikonsultasikan kepada
dokter ahli
13. Apa pencegahan pada kasus ini?
Menghindarkan diri dari gigitan nyamuk dengan cara:
- Tidur dengan kelambu sebaiknya dengan kelambu impregnated (dicelup
peptisida pemethrin atau deltamethrin)
- Menggunakan obat pembunuh nyamuk: gosok, spray, asap, dan elektrik.
- Mencegah berada di alam bebas dimana nyamuk dapat menggigit atau harus
memakai proteksi (baju lengan panjang, kaus/stocking)
- Memproteksi tempat tinggal/kamar tidur dari nyamuk dengan kawat anti
nyamuk
Kemoprofilaksis
- Sensitif klorokuin, beri klorokuin 2 tablet (250 mg klorokuin difosfat) per
minggu, 1 minggu sebelum berangkat dan empat minggu setelah tiba kembali.
- Resisten klorokuin, beri doksisiklin 100 mg/hari atau mefloquin 250
mg/minggu atau klorokuin 2 tablet/minggu ditambah proquanil 200 mg/hari.
Vaksin malaria
Masih dalam penelitian.
14. Apa komplikasi dari kasus ini?
15. Bagaimana prognosis kasus ini?
Prognosis malaria bergantung terhadap kecepatan diagnosis dan ketepatan dan
kecepatan pengobatan. Mortalitas pada malaria berkaitan dengan kepadatan parasit.
Kepadatan parasit <100.000 mikroliter
Kepadatan parasit > 100.1000 mikroliter : >1&
Kepadatan parasit >500.000 mikroliter : mortalitas >50%
Mortalitas malaria vivax rendah, namun morbiditasnya tinggi (relaps), serta berdapak
pada produktivitas.
Prognosis vitam : dubia ad bonam
Prognosis fungsionam : dubia ad bonam
16. Apa SKDI kasus ini?
Kasus malaria memiliki SKDI sebesar 4A.
V. Hipotesis
Tn. Yasin, 38 tahun, mengalami malaria et causa Plasmodium ovale.
VI. Kerangka Konsep
Ukuran RBC terinfeksi
membesar, ring form, sitoplasma ameboid,
Schuffner’s dot
Lisis eritrosit
Anemia
Sakit kepalaMual dan rasa penuh di perut
Trias malaria
Lepasnya merozoit dari skizon fase
eritrosit
Induksi pelepasan
sitokin
InfeksiPlasmodium vivax
Hepatosplenomegali
VII. Kesimpulan
Tn. Yasin, 38 tahun, mengalami malaria et causa Plasmodium vivax yang ditegakkan
melalui pemeriksaan laboratorium.
VIII. Sintesis
1. Plasmodium
Plasmodium merupakan genus protozoa parasit. Penyakit yang disebabkan oleh genus ini
dikenal sebagai malaria. Parasit ini sentiasa mempunyai dua inang dalam siklus hidupnya:
vektor nyamuk dan inang vertebra. Setidaknya ada sepuluh spesies yang menjangkiti
manusia. Beberapa spesies lain menjangkiti hewan, termasuk burung, reptilia dan hewan
pengerat.
Genus Plasmodium dekanalkan pada tahun 1885 oleh Marchiafava dan Celli dan
terdapat lebih dari 175 spesies yang diketahui berada dalam genus ini. Genus ini pada tahun
2006 dirombak kembali karena terbukti parasit lain yang tergolong dalam genus
Haemocystis dan Hepatocystis kelihatan terkait rapat dengan genus ini. Kemungkinan
spesies lain seperti Haemoproteus meleagridis akan dimasukkan ke dalam genus ini setelah
diperbaharui kembali.
Jenis inang pada mamalia tidak seragam. Dua puluh spesies menjangkiti primata;
hewan pengerat di luar kawasan tropis Afrika jarang dijangkiti; beberapa spesies diketahui
menjangkiti kelelawar, landak dan tupai; karnivora, pemakan serangga dan marsupial tidak
pernah diketahui bertindak sebagai inang.
Pada tahun 1898 Ronald Ross membuktikan keberadaan Plasmodium pada dinding
perut dan kelenjar liur nyamuk Culex. Atas penemuan ini ia memenangkan Hadiah Nobel
Kedokteran pada tahun 1902, meskipun sebenarnya penghargaan itu perlu diberikan kepada
profesor Italia Giovanni Battista Grassi, yang membuktikan bahwa Plasmodium pada
manusia hanya bisa disebarkan oleh nyamuk Anopheles.
Klasifikasi Plasmodium
Urutan klasifikasi plasmodium adalah sebagai berikut:
Kingdom : Protista(Eukariot)
Kelompok : Protozoa (protista mirip hewan)
Filum : Apicomplexa
Kelas : Aconoidasida
Ordo : Haemosporida
Familia : Plasmodiidae
Genus : Plasmodium
Dengan demikian berarti, Plasmodium adalah organisme sel tunggal yang mirip
hewan, memiliki selubung inti sel, membentuk spora, dapat memasuki sel lain (eritrosit), dan
menyebabkan malaria.
Biologi molekular
Semua spesies yang diteliti hingga kini mempunyai 14 kromosom, satu mitokondria
dan satu plastida. Kromosom berkisar antara 500 kilobasa hingga 3,5 megabasa panjang.
Dipercaya bahwa pola inilah yang ada pada keseluruhan genus.
Plastida ini, berbeda dengan apa yang terdapat pada alga, tidak digunakan untuk
fotosintesis. Fungsinya tidak diketahui tetapi terdapat hipotesis bahwa mungkin
menyebabkan pembiakan.
Pada tahap molekul, parasit merusak sel darah merah dengan menggunakan enzim
plasmepsin - protease asam aspartat yang menguraikan hemoglobin.
Reproduksi
Pola pembiakan berselang seksual dan aseksual yang mungkin nampak
membingungkan pada awalnya merupakan pola biasa pada spesies parasit. Kelebihan evolusi
kehidupan jenis ini diketahui oleh Gregor Mendel.
Dalam keadaan baik pembiakan aseksual lebih baik daripada seksual karena
parentalnya beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan dan keturunannya mewarisi gen ini.
Berpindah kepada inang baru atau ketika masa sulit, pembiakan seksual biasanya lebih baik
karena menghasilkan pengocokan gen yang rata-rata menghasilkan individu yang lebih
menyesuaikan diri pada habitat baru. Faktor tekanan ini menyebabkan kebanyakan sel
menjadi aktif.
Ciri Plasmodium secara umum
Anggota Plasmodium semuanya parasit salah satu contoh adalah Plasmodium
falciparum, yang hidup pada manusia dan mengakibatkan penyakit malaria tropika.
Protozoa tidak memiliki alat gerak. Sifat yang membedakan adalah pada tahap zigot
maupun bereproduksi membentuk spora. Dalam hidupnya Plasmodium mengalami dua fase
siklus hidup yang masing-masing berada di dua organisme yang berbeda. Fase tersebut
adalah fase di tubuh manusia dan fase di tubuh nyamuk.
Penyebaran Plasmodium yang menyerang manusia hanya dilakukan oleh nyamuk
Anopheles.
Siklus Hidup Plasmodium Secara Umum
Siklus hidup Plasmodium amat rumit. Sporozoit dari liur nyamuk betina yang
mengigit disebarkan ke darah atau sistem limfa penerima. Nyamuk dalam genus Culex,
Anopheles, Culiceta, Mansonia dan Aedes mungkin bertindak sebagai vektor. Vektor yang
diketahui kini bagi malaria manusia (lebih dari 100 spesies) semuanya tergolong dalam
genus Anopheles. Malaria burung biasanya dibawa oleh spesies genus Culex. Siklus hidup
Plasmodium diketahui oleh Ross yang menyelidiki spesies dari genus Culex.
Sporozoit berpindah ke hati dan menembus hepatosit. Tahap dorman bagi sporozoit
Plasmodium dalam hati dikenal sebagai hipnozoit. Dari hepatosit, parasit berkembang biak
menjadi ribuan merozoit, yang kemudian menyerang eritrosit.
Di sini parasit membesar dari bentuk cincin ke bentuk tropozoit dewasa. Pada tahap
skizon, parasit membelah beberapa kali untuk membentuk merozoit baru, yang meninggalkan
eritrosit dan bergerak melalui saluran darah untuk menembus eritrosit baru. Kebanyakan
merozoit mengulangi siklus ini secara terus-menerus, tetapi sebagian merozoit berubah
menjadi bentuk jantan atau betina (gametosit) (juga dalam darah), yang kemudiannya diambil
oleh nyamuk betina.
Dalam perut tengah nyamuk, gametosit membentuk gamet dan menyuburkan satu
sama lain, membentuk zigot motil yang dikenal sebagai ookinet. Ookinet menembus dan
lepas dari perut tengah, kemudian membenamkan diri pada membran perut luar. Di sini
mereka terbelah berkali-kali untuk menghasilkan sejumlah besar sporozoit halus memanjang.
Sporozoit ini berpindah ke kelenjar liur nyamuk, di mana ia dicucuk masuk ke dalam darah
inang kedua yang digigit nyamuk. Sporozoit bergerak ke hati di mana mereka mengulangi
siklus ini. Dalam beberapa spesies, jaringan selain hati mungkin dijangkiti. Namun hal ini
tidak berlaku pada spesies yang menyerang manusia.
Evolusi
Siklus hidup ini paling baik dipahami melalui segi evolusi. Dipercaya
bahwa Plasmodium berubah dari parasit yang disebarkan melalui jalur tinja (orofekal) yang
menjangkiti dinding usus halus. Pada satu tingkat parasit ini mengembangkan kemampuan
untuk menjangkiti hati. Pola ini dapat dilihat pada genus Cryptosporidium yang terkait jauh
dengan Plasmodium.
Pada satu tingkat leluhur Plasmodium mengembangkan kemampuan menjangkiti sel
darah dan terselamat dan menjangkiti nyamuk. Bila jangkitan nyamuk telah mantap jangkitan
melalui jalur tinja (orofekal) sebelumnya lenyap.
Plasmodium berkembang sekitar 130 juta tahun yang lalu. Masa ini bersamaan
dengan perkembangan angiosperma (tumbuhan berbunga) yang cepat. Perkembangan ini
pada angiosperma dipercaya disebabkan oleh sekurang-kurangnya satu kejadian penyalinan
genom. Kemungkinan peningkatan dalam bunga mendorong kepada peningkatan jumlah
nyamuk dan hubungan mereka dengan vertebra.
Selain darah, nyamuk hidup memakan madu. Hidangan darah hanya diperlukan oleh
nyamuk betina sebelum bertelur karena kandungan protein dalam madu amat rendah.
Nyamuk berubah di Amerika Selatan sekitar 230 juta tahun yang lalu. Kini terdapat lebih dari
3.500 spesies nyamuk yang diketahui tetapi hingga kini evolusi mereka tidak banyak
diketahui sehingga pengetahuan kita mengenai evolusi Plasmodium tetap kurang.
Pada masa kini dipercayai bahwa reptilia merupakan kelompok pertama yang
dijangkiti oleh Plasmodium diikuti oleh burung. Pada satu ketika primata dan hewan pengerat
turut dijangkiti kemungkinan dari spesies burung. Spesies lain yang dijangkiti selain
kelompok ini kemungkinan kejadian yang baru berlaku.
Pada masa kini, sekuens DNA tersedia untuk kurang dari 60 spesies dan kebanyakan
dari spesies yang menjangkiti inang pengerat atau primata. Pola jangkitan yang dicadangkan
hanya bersifat spekulatif dan mungkin direvisi bila sekuens DNA lanjut dari spesies
tambahan diperoleh.
Spesies Plasmodium yang menyerang manusia
Spesies Plasmodium yang menyerang manusia termasuk:
1. Plasmodium falciparum
Adalah protozoa parasit, salah satu spesies plasmodium yang menyebabkan penyakit malaria
pada manusia. Protozoa ini masuk pada tubuh manusia melalui nyamuk anopheles betina. P.
Falciparum menyebabkan infeksi paling berbahaya dan memiliki tingkat komplikasi dan
mortalitas malaria tertinggi. Penyebab malaria tersiana maligna.
Hospes perantara dari P. Falciparum adalah manusia dan hospes definitifnya adalah
nyamuk anopheles betina. Jenis Plasmodium ini hanya ditemukan di daerah tropis dan
merupakan jenis Plasmodium yang paling berbahaya (malaria tropika tertiana
maligna atau serebral).
P. Falciparum memiliki beberapa bentuk yaitu:
Bentuk tropozoit. Saat tropozoit, badan berbentuk cincin kecil kecil dengan ukuran
1atau10 – 3atau10 ukuran dari eritrosit atau sekitar 2µ dan berwarna merah.
Bentuk Skizon muda mengisi sampai setengah eritrosit berbentuk agak bulat, inti telah
membelah tapi belum diikuti oleh sitoplasma, pigmen malaria mulai tampak. Skizon tua
sitoplasma hampir memenuhi eritrosit hingga tiga per empat. Inti membelah sebanyak 8-
24 buah, tampak merozoit, pigmen malaria menggumpal.
Bentuk gemetosit. Saat Mikrogametosit, berbentuk seperti pisang atau ginjal, tampak
lebih gemuk, plasma berwarna merah muda, inti lebih besar dan tidak padat, pigmen
malaria tersebar diantara inti. Saat Makrogamet, berbentuk seperti pisang ambon,
plasma warna biru, inti kecil padat, letak ditengah, pigmen tersebar disekitar inti.
P. Falciparum memiliki masa inkubasi sekitar sembilan hingga empat belas hari.
Gejala awal yang ditimbulkan oleh P. Falciparum adalah sakit kepala, punggung, ekstremitas
mual, muntah,dan diare ringan. Jika serangan berlanjut akan menyebabkan gejala berat
yaitu demam tidakteratur, keringat banyak, gelisah, mual, denyut nadi tidak teratur,
limpa dan hati membesar, anemia, gagal ginjal, serta koma. Gejala demam timbul secara
tidak teratur. Penderita mengalami demam tidak teratur dengan disertai gejala terserangnya
bagian otak, bahkan memasuki fase koma dan kematian yang mendadak.
P. Falciparum dalam eritrosit
Siklus hidup P. Falciparum
Keterangan:
1. Fase di tubuh Manusia ( Fase Aseksual)
Ketika nyamuk Anophles menggigit, dikeluarkan air liur pencegah pembekuan darah.
Bersama dengan itu, didalam air liur nyamuk terdapat sel-sel Plasmodium yang pipih
bentuknya, bergerak, disebut sporozoit. Sprorozoit masuk ketubuh, ikut aliran darah
hingga mencapai sel-sel hati atau sistem limfa.
Di dalam sel-sel hati, prorozoit membelah dengan cepat membentuk banyak sekali
sel-sel baru yang disebut merozoit. Merozoit dapat menginfeksi sel-sel hati yang lain,
membentuk meroziod baru dalam jumlah besar akibatnya sel-sel hati banyak yang rusak.
Selain itu merozoid juga menginfeksi sel-eritrosit. Di dalam eritrosit ini merozoid juga
membelah dengan cepat membentuk merozoid baru. Akibatnya eritrosit rusak pecah,
mengeluarkan merozoid baru. Saat itu dikeluarkan racun yang meracuni tubuh,
menyebabkan demam malaria. Merozoid yang dikeluarkan akan mencari eritrosit baru.
Demikianlah, siklus pembentukan merozoid berulang setiap 48 jam, 72 jam atau tidak
tentu sesuai dengan jenis plasmodium.
2. Fase di tubuh nyamuk (fase seksual)
Plasmodium memasuki fase seksual jika merozoid tumbuh menjadi sel penghasil
gamet(gametosit). Ada dua tipe gametosit yaitu mikro gametosit atau sel penghasil gamet
jantan, dan makro gametosit atau sel penghasil gamet betina.
Gametosit tidak mampu menghasilkan gamet jika berada dalam tubuh manusia atau
nyamuk jantan. Gametosit mampu menghasilakn gamet dalam tubuh nyamuk Anopheles.
Jika tubuh penderita digigit nyamuk anopheles betina, gametosit masuk ke dalam usus
nyamuk. Mikro gametosit menghasilkan mikro gamet, sedangkan makro gametosit
menghasilkan makro gamet. Pelebular mikro gamet dan makro gamet membentuk zigot,
yang menembus dinding usus nyamuk.
Di dalam dinding usus nyamuk, zigot tumbuh menjadi oosit, yakni bentuk kista yang
berdinding tebal untuk perlindungan. Oosit membentuk ribuan spororzoid, yang bergerak
menuju kelenjar liur nyamuk. Sporozoid ini dapat ditularkan ke orang lain. Sel-sel
sporozoid ini masuk ke dalam darah manusia, mencari mangsa sel-sel eritrosit, demikian
seterusnya.
2. Plasmodium vivax
P. vivax adalah salah satu dari empat spesies parasit malaria yang umumnya
menyerang manusia. P. vivax dibawah oleh nyamuk Anopheles betina. Penyebab malaria
tersiana benigna(pernisiosa).
P. vivax terdapat di daerah sub tropis, tropis, dan dingin. Sehingga penyebarannya
cukup luas. Seperti P. palchiparum, P. vivax juga memiliki dua hospes yaitu manusia dan
nyamuk. Siklus hidup tidak jauh beda dengan P. Falciparum. Ada
stadium tidak aktif dalam hati selamabeberapa waktu. Setelah bereplikasi di dalam sel hati, P.
vivax akan berkembang biak aseksual di dalam eritrosit. P. vivax memiliki masa inkubasi
antara 12 hingga 17 hari, tapi ada yang lebih dari 9 bulan.
Dalam siklus hidupnya P. vivax memiliki beberapa bentuk:
Tropozoit muda:
Eritrosit membesar, P. vivax berbentuk cincin, inti berwarna merah, sitoplasma berwarna
biru, mulai terdapat titik schuffner pada eritrosit.
Tropozoit tua :
Sitoplasma hampir memenuhi seluruh eritrosit, pigmen menjada semakin nyata.
Mikrogametosit:
Sitoplasma hampir memenuhi seluruh eritrosit, inti difus ditengah, pigmen tersebar.
Makrogametozit:
Sitoplasma bulat hampir memenuhi seluruh eritrosit, inti padat biasanya berada ditepi
eritrosit
Skizon muda:
Inti telah membelah lebih dari satu, pigmen tersebar pada eritrosit.
Skizon tua:
Inti 12-24, pigmen berkumpul ditengah.
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh P. vivax adalah demam, suhu badan mencapai
40,6 oC, menggigil, anemia, splenomegali(perbesaran limpa). Gejala demam timbul setiap 48
jam atau 72 jam.Gejala dapat timbul secara mendadak.
P. vivax dalam darah
3. Plasmodium ovale
Adalah spesies protozoa parasit yang menyebabkan malaria tertian pada manusia.
Spesies ini berhubungan dekat dengan Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax, yang
menyebabkan kebanyakan penyakit malaria. Parasit ini lebih langka daripada dua parasit
lainnya, dan tidak seberbahaya P. falciparum.
Plasmodium ovale hidup di daerah tropis. Hospes dan siklus hidup mirip dengan P.
falciparum. Morfologi saat tropozoit padat dengan kromatin besar, pigmen coklat gelap. Saat
skizon, matang dengan 6-14 merozoit dengan inti besar berpigmen coklat gelap. Saat
gametositmembulat hingga oval, padat memenuhi eritrosit.
Plasmodium ovale dalam darah
4. Plasmodium malariae
Adalah protozoa parasit yang menyebabkan penyakit malaria pada manusia dan
hewan. P. malariae berhubungan dekat dengan Plasmodium falciparum dan Plasmodium
vivax, yang menyebabkan kebanyakan infeksi malaria. Menyebabkan malaria kuartana
benigna.
P. malariae menyebabkan malaria kuartana (malaria malariae). Sama
dengan Plasmodium falciparum, memiliki dua hospes (definitif nyamuk Anopheles
sebagai perantara manusia). Hidup di daerah tropis maupun sub tropis. Gejala demam setiap
4 hari sekali.
Morfologi:
• Tropozoit muda
Sel darah merah tidak membesar, berbentuk cincin
• Bentuk pita
Sitoplasma seperti pita, pita melebar, inti membesar, pigmen kasar tersebar
• Makrogametosit
Sel darah merah tdk membesar, sitoplasma bulat, inti padat, batas jelas, letak ditepi
• Mikrogametosit
Sel darah merah tdk membesar, sitoplasma bulat, inti difus ditengah pigmen kasar
terbesar
• Skizon muda
Inti kurang dari 8,pimen kasar dan tersebar
• Skizon tua
Inti berjumlah 8-12 tersusun sperti bunga, pigmen berkumpul ditengah
Gejala klinis, demam setiap 4 hari sekali, spenomegali, anemia, komplikasi
nefrosi(gangguan ginjal).
P. malariae pada darah.
2. Malaria
Penyakit malaria adalah penyakit menular yang dapat ditularkan oleh nyamuk
bernama Anopheles. Nyamuk inimembawa parasit plasmodium dan menggigit orang
sekaligus menyebarkannya melalui peredaran darah. Malaria merupakan penyakit berbahaya
yang dapat menyebabkan kematian. Dari pernyataan yang saya kutip dari Wikipedia,
berdsarkan data di dunia, penyakit malaria membunuh anak setiap 30 detik. Sekitar 300-500
juta orang terinfeksi dan sekitar 1 juta orang meninggal karena penyakit ini setiap tahunnya.
90% kematian terjadi di Afrika, terutama pada anak-anak.
Nyamuk yang menyebarkan parasit ini yaitu nyamuk betina yang sebelumnya sudah
terinfeksi oleh plasmodium. Selain melalui nyamuk, penyakit malaria juga dapat menyebar
melalui beberapa hal seperti transfusi darah, transplantasi organ, jarum suntuk yang sudah
terkontaminasi. Ibu hamil juga dapat menularkan penyakit ini kepada bayinya.
Penyebab Penyakit Malaria
Penyakit malaria disebabkan oleh parasit yang merupakan golongan plasmodium.
Media utama yang menjadi penyebar penyakit ini yaitu nyamuk Anopheles betina. Nyamuk
ini terinfeksi oleh parasit plasmodium dari gigitan yang dilakukan terhadap seseorang yang
sudah terinfeksi parasit tersebut. Nyamuk tersebut akan terinfeksi selama satu mingguan
hingga waktu makan selajutnya. Pada saat makan, maka nyamuk ini menggigit orang lain
sekaligus menyuntikkan parasit plasmodium ke dalam darah orang tersebut sehingga orang
tersebut akan terinsfeksi malaria.
Ada 4 jenis plasmodium yang dapat menginfeksi manusia, diantaranya yaitu:
1. Plasmodium ovale
2. Plasmodium malariae
3. Plasmodium falciparum
4. Plasmodium vivax
Dari kasus-kasus tentang penyakit malaria di seluruh dunia, disimpulkan bahwa jenis
plasmodium vivax yang paling sering ditemukan pada pasien yang terserang penyakit ini.
Selain itu plasmodium falciparum merupakan penyumbang kematian paling besar pada
penyakit malaria yang menyerang manusia di dunia yaitu sekitar 90%.
Gejala Penyakit Malaria
Gejala malaria dapat dibagi menjadi 2 bagian ditinjau dari berat-ringannya. Gejalanya
yaitu sebagai berikut.
A. Gejala Penyakit Malaria Ringan (Malaria tanpa Komplikasi)
Pada penderita penyakit malaria, umumnya mengalami demam dan menggigil, sakit
kepala, mual-mual, muntah, diare, terasa nyeri pada otot, pegal-pegal. Pada gejala malaria
ringan, dapat dibagi menjadi 3 stadium yaitu sebagai berikut.
1. Stadium dingin
Pada stadium dingin penderita merasakan dingin dan menggigil yang luarbiasa, denyut nadi
terasa semakin cepat namun lemah, bibir dan jari terlihat kebiruan, kulit kering, muntah-
muntah yang terjadi kurang lebih 15 menit hingga 1 jam.
2. Stadium demam
Pada stadium ini penderita merasakan panas, muka merah, kulit kering, muntah dan kepala
rasanya sangat sakit. Suhu tubuh biasanya mencapai 40 derajat celcius atau lebih. Kadang
penderita mengalami kejang-kejang. Gejala ini berlangsung biasanya 2 hingga 4 jam lebih.
3. Stadium berkeringat
Stadium berkeringat yaitu pengidap penyakit malaria ini selalu berkeringat, suhu tubuh
dibawah rata-rata sehingga menyebabkan suhu tubuh menjadi dingin. Karena sering
berkeringat, biasanya sering merasakan haus dan kondisi tubuh sangat lemah.
B. Gejala Penyakit Malaria Berat (Malaria dengan Komplikasi)
Penderita yang masuk dalam criteria ini biasanya sangat lemah sekali. Malaria berat
dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan laboratorium sendian darah tepi dan
penderita juga memiliki komplikasi sebagai berikut ini.
Tidak sadarkan diri kadang hingga koma
Sering mengigau
Bicara yang salah-salah (tidak terkontrol)
Kejang-kejang
Suhu tubuh sangat tinggi
Dehidrasi
Nafas cepat, sesak nafas
Cara Mencegah Penyakit Malaria
Penyakit malaria ini disebarkan oleh nyamuh sehingga kita harus menjaga kebersihan
diri maupun lingkungan sekita sehingga tidak ada nyamuk yang berkembang biak. Bila anda
sedang mengujungi tempat-tempat yang terkenal sebagai timbulnya penyakit malaria,
minumlah obat Klorokuin yang berfungsi untuk mencegah masuknya parasit plasmodium
falciparum ke dalam tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, R.N. 2005. Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari Organ Tubuh Yang Diserang,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Bejon P, Lusingu J, Olotu A, et al. 2008. Efficacy of RTS,S/AS01E Vaccine against Malaria
in Children 5 to 17 Months of Age. The NEJM 359(24):2521-2533.
Brooks Geo F, Butel Janet S, Morse Stephen A. 2006. MikrobiologiKedokteran (Ed. 23).
Jakarta: EGC.
Centers for Disease Control. 2007. Treatment of Malaria (Guidelines For Clinicians).
Department of Health and Human Services Centers for Disease Control and Prevention
Safter Healthier People. (http://www.cdc.gov/malaria/pdf/clinicalguidance.pdf, diakses
tanggal 26 September 2014).
Depkes RI . 1995. Malaria Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
Menular dan Lingkungan Pemukiman. Jakarta.
Depkes RI. 2006. Malaria. Jakarta.
Depkes RI.2007. Riset Kesehatan Dasar: LaporanNasional 2007. Jakarta.
Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka. 2012. Data 10 (Sepuluh) Penyakit Terbanyak di
Wilayah Kabupaten Bangka Tahun 2011. Bangka.
Engleberg, N.C., et al. 2012. Schaechter’s Mechanisms of Microbial Disease (Ed. 5).
Lippincott William and Wilkins.
Freedman, D.O. 2008. Malaria Prevention in Short-Term Travelers. The NEJM 359(6):603-
613.
Gilles, H.M. 1991. Management of severe and Complicated Malaria. Geneva: WHO.
Harijanto, Paul N. 2009. Malaria. Dalam Sudoyo, Aru W. dkk. (editor). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.
Kartono M. Nyamuk Anopheles: Vektor Penyakit Malaria. MEDIKA. No. XX, tahun XXIX.
Jakarta, 2003. Hal: 615.
Kementrian Kesehatan. _. Vektor Malaria dan Cara Pengendaliannya. Jakarta.
Krider, J. 2005. Fever, Intermittent or Chronic. [internet]
(http://www.formulamedical.com/topics/symptoms/fever,%20intermittent.htm, diakses
pada 26 Agustus 2014)
Oregon Health Division. 2000. Malaria. Oregon.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 5 Tahun 2013 tentang Pedoman Tata Laksana Malaria.
Jakarta: Kementrian Kesehatan.
Roestenberg, M. McCall M. Hopman, J. et al. 2009. Protection against a Malaria Challenge
by Sporozoite Inoculation. The NEJM 361(5):468-478.
Sutanto, Inge et al. 2008. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Sutawanir, D. 1986. Metode Survei Sampel. Karunika UT: Jakarta.
World Health Organization._. The Clinical Management of Acute Malaria. WHO Regional
Publications, South.
World Health Organization. 2008. International Travel and Health Chapter 7; Malaria.
(http://whqlibdoc.who.int/publications/2008/9241580364_chap7.pdf, diakses tanggal
02 Oktober 2010).