Upload
rama-satriotama
View
214
Download
14
Embed Size (px)
DESCRIPTION
hahahaahahaha
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU UKUR WILAYAH
(9. Pengukuran Beda Tinggi dengan Sipat Ukur Datar Profil Memanjang)
Disusun oleh:
Kelompok : 1
Kelas / Hari / Tanggal: TMIP – B2/ Rabu/ 17 Oktober 2012
Anggota : 1. Anditya H. Hasna (240110110086)
2. Wahyuning Liyana (240110110088)
3. Dwi Agustina K. (240110110095)
4. Rama Satriotama S. (240110110100)
5. Desny Angelina (240110110103)
6. Billy Abadinur (240110110109)
Asisten : 1. Bobby A. Palem
2. Moch Sulaeman
3. Rizky P. Dewaner
4. Lusi N. Hailmah
5. Nizar Ulfah
JURUSAN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengukuran tinggi ialah menentukan beda tinggi antara dua titik. Beda
tinggi antara dua titik adalah jarak antara kedua bidang nivo melalui dua titik A
dan B. Bila ingin mengetahui tinggi titik – titik yang letak di sekitar titik yang
ditempati oleh alat ukur penyipat datar, digunakan menyipat datar di dalam bidang
garis bidik. Sipat datar adalah suatu operasi untuk menentukan beda tinggi antara
dua titik di permukaan tanah. Sebuah bidang datar acuan, atau datum, ditetapkan
dan elevasi diukur terhadap bidang tersebut.
Pengukuran sipat datar profil mendatar merupakan proses penentuan
elevasi sederetan titik – titik baik membentuk suatu garis lurus atau hanya
membentuk suatu jalur (trase) dimana letak titik – titik tersebut berada pada setiap
perubahan bentuk lahan. Dalam kehidupan sehari – hari profil memanjang
diperlukan untuk membuat trase jalan kereta api, jalan raya maupun riool. Dengan
jarak dan beda tinggi titik – titik diatas permukaan bumi didapatlah irisan tegak
lapangan yang dinamakan profil memanjang pada sumbu proyek. Dalam
praktikum kali ini akan menerapkan pengukuran beda tinggi melalui sipat ukur
datar profil mendatar agar mengetahui beda tinggi dengan menetapkan jalur
pengukuran untuk mendapatkan gambaran profil dari jalur lahan yang ditetapkan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah :
1. Mampu menentukan titik – titik yang dapat memberikan gambaran
profil dari lahan yang diukur.
2. Mampu melakukan pengukuran beda tinggi atau ketinggian dari titik –
titik yang telah ditentukan dengan sifat ukur datar profil dengan baik
dan benar.
1.3 Peralatan yang digunakan:
1. Jalon
2. Kompas
3. Nivo
4. Patok
5. Rambu ukur
6. Tripod (kaki tiga)
7. Waterpass
8. Kalkulator
9. Alat tulis
10. Payung radiasi
1.4 Pelaksanaan praktikum:
Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan praktikum kali ini adalah
sebagai berikut:
1. Menentukan beda tinggi jarak antara 2 titik kemudian membagi titik
tersebut kedalam beberapa bagian dan menandainya dengan patok.
2. Tancapkan jalon pada 2 titik terjauh , secara melintang (1 kiri dan 1 kanan)
3. Mendirikan alat kira-kira ditengah antara rambu belakang (bidikan bawah
awal) dan rambu muka (bidikan selanjutnya).
4. Letakkan kaki tiga (tripot) disembarang tempat, kemudian letakkan
instrument waterpass .
5. Set Nivo, untuk mengetahui keseimbangan putar alat (searah jarum jam)
dengan sudut 900, 1800 dan 2700.
6. Kemudian membidikkan alat ke rambu belakang, baca dan mencatat
BA,BT dan BB.
7. Lakukan langkah seperti diatas untuk titik berikutnya.
8. Kemudian letakan alat pada titik selanjutnya sampai selesai.
9. Lakukan pembacaan bak ukur Benang Atas, Benang Bawah, Benang
Tengah.
10. Pembacaan bak ukur selesai dan harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut : BA+ BB = 2 BT , atau BA - BT = BT – BB.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Waterpass
Waterpass (penyipat datar) adalah suatu alat ukur tanah yang
dipergunakan untuk mengukur beda tinggi antara titik-titik saling berdekatan.
Beda tinggi tersebut ditentukan dengan garis-garis visir (sumbu teropong)
horizontal yang ditunjukan ke rambu-rambu ukur yang vertikal.
Sedangkan pengukuran yang menggunakan alat ini disebut
dengan Levelling atau Waterpassing. Pekerjaan ini dilakukan dalam rangka
penentuan tiggi suatu titik yang akan ditentukan ketiggiannya berdasarkan suatu
sistem referensi atau bidang acuan.
Sistem referensi atau acaun yang digunakan adalah tinggi muka air air laut
rata-rata atau Mean sea Level (MSL) atau system referensi lain yang dipilih.
Sistem referensi ini mempunyai arti sangat penting, terutama dalam bidang
keairan, misalnya: Irigasi, Hidrologi, dan sebagainya. Namun demikian masih
banyak pekerjaan-pekerjaan lain yang memerlukan sistem referinsi.
Untuk menentukan ketinggian suatu titik di permukaan bumi tidak selalu
tidak selalu harus selalu mengukur beda tinggi dari muka laut (MSL), namun
dapat dilakukan dengan titik-titik tetap yang sudah ada disekitar lokasi
pengukuran. Titik-titik tersebut umumnya telah diketahui ketinggiannya maupun
kordinatnya (X,Y,Z) yang disebut Banch Mark (BM). Banch mark merupakan
suatu tanda yang jelas (mudah ditemukan) dan kokoh dipermukaan bumi yang
berbentuk tugu atau patok beton sehingga terlindung dari faktor – faktor
pengrusakan.
Manfaat penting lainnya dari pengukuran Levelling ini adalah untuk
kepentingan proyek-proyek yang berhubungan dengan pekerjaan tanah (Earth
Work) misalnya untuk menghitung volume galian dan timbunan. Untuk itu
dikenal adanya pengukuran sipat datar profil memanjang (Long section) dan sipat
datar profil melintang (Cross section).
Dalam melakukan pengukuran sipat datar dikenal adanya tingkat-tingkat
ketelitian sesuai dengan tujuan proyek yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan
pada setiap pengukuran akan selalu terdapat kesalah-kesalahan. Fungsi tingkat-
tingkat ketelitan tersebut adalah batas toleransi kesalahan pengukuran yang
diperbolehkakan. Untuk itu perlu diantisipasi kesalah tersebut agar di dapat suatu
hasil pengukuran untuk memenuhi batasan toleransi yang telah ditetapkan. (Sobatnu,
F. Ilmu Ukur Tanah 2. Diktat Kuliah Prodi DIII Teknik Geodesi. Politeknik Negeri Banjarmasin)
Gambar 1. Nikon AP-8
Sumber: http://adygeodesi.blogspot.com/
Gambar 2. Tiga Sekrup ABC
Sumber: http://adygeodesi.blogspot.com/
2.3 Sistem Referensi
Sistem refensi adalah suatu sistem yang medifinisikan suatu titik awal
(titik nol). Hal ini mempunyai arti penting sehingga tidak memungkinkan
terjadinya perbedaan tnggi antara satu proyek dengan proyek yang lain dari suatu
wilayah. Ada dua (2) macam sistem referensi untuk tinggi yang dipergunakan
yaitu :
1. Sistem Referensi Muka Air Laut Rata-rata
Dimana tinggi diukur dari permukaan air laut rata-rata yang tak terganggu
(0 meter sama dengan permukaan air laut rata-rata). Jadi misalnya kota banjarbaru
mempunyai ketinggian +22 meter berarti bahwa kota tersebut terletak di atas MSL
(mean sea level) setinggi 22 meter. Untuk proyek-proyek pengukuran yang besar
biasanya mempergunakan MSL sebagai referensi tinggi.
2. Sistem Referensi Lokal
Pada sistem ini tinggi diukur dari permukaan tanah lokasi proyek (0 meter
ditentukan secara sembarang / local). Misalnya ketinggian awal dapat dimulai dari
100 m, 250 m, atau 0 m (local).
2.4. Bench Mark (BM)
Didalam pekerjaan pengukuran dilapangan pada umumnya akan
menghasilkan suatu titik. Titik bias jadi merupaka hasil dari ukuran jarak, sudut
ataupun secara sengaja diberikan sebagai tanda awal dilapangan untuk
kepentingan selanjutnya (titik ikat). Dengan demikian untuk menyatakan letak
titik dipermukaan bumi ini diperlukan suatu tanda.
Tanda tersebut dapat berupa benda hidup atupun benda mati, suatu symbol
dan lainnya. Akan tetapi pada ilmu ukur tanah umumnya tanda untuk menyatakan
letak titik adalah berupa tugu atau patok. Tanda tersebut memilika data data
berupa nama, nomor, tanggal/tahun dan kordinat yaitu nilai perpotongan sumbu
X,Y pada bidang horizontal serta nilai ketinggian Z pada bidang vertikal diukur
dari bidang 0 permukaan air laut rata-rata. Berdasarkan fungsi pemanfaatannya,
titik-titik dipermukaan bumi ini dikenal memiliki dua sifat yaitu, bersifat tetap
(permanen) serta bersipat sementara.
Banch mark adalah suatu monument / tugu / patok beton yang telah
diketahui titik kordinatnya (X,Y,Z) yang dipasang untuk pemetean. Dalam hal ini
ketinggiannya di ukur secara teliti terhadap sistem referensi tertu. BM tersebut
dapat pula dipakai sebagai titik awal pengukuran atau titik ikat atau titik kontrol.
Melihat dari fungsinya titik yang bersifat tetap digunakan sebagai
acuan / referensi untuk tahapan pengukuran selanjutnya. Titik-titik tetap pada
umumnya ditentukan melalui proses pengamatan, penelitian dalam waktu lama
dengan tingkat ketelitian tertentu dan merupakan kerangka dasar (titik kontrol).
Ditinjau dari kegunaan dan tingkat ketelitian yang dimiliki oleh suatu titik tetap
(Bench Mark) maka titik tetap dapat diklasifikasikan menurut ordenya sebagai
berikut :
1. Titik kerangka dasar utama (orde 1/ Primer)
2. Titik kerangka dasar tingkat dua (orde 2 / Sekunder)
3. Titik kerangka dasar tingkat tiga (orde 2 / Tertier)
4. Titik kerangka dasar tingkat empat (orde 4 / Kuarter)
Pembuatan atau pengadaan kerangka dasar tersebut dapat diterapkan
disetiap daerah, akan tetapi bentuk rangkaian titik dan metode pengukuran yang
digunakan harus disesuaikan dengan bentuk, luas serta kondisi daerah yang
disertakan.
Sedangkan titik-titik yang bersifat sementara diperlukan pada pengukuran
sebagai titik bantu. Letak titik-titik ini di beri tanda dari kayu dengan ukuran
tertentu dan ditanam didalam tanah. Patok kayu ini diber cat merah.
Titik-titik yang dibuat dilapangan harus dapat diketemukan dengan
mudah, kokoh dan aman dalam artian tidak rusak dan bergeser sehingga
mempengaruhi dari nilai kordinat yang dimiliki titik tersebut. Adapun metode
yang digunakan untuk menentukan titik-titik dilapangan yaitu pengukuran
Triangulasi, Poligon, dan Pengamatan GPS.
2.5. Macam-macam Pengukuran Tinggi
a. Pengukuran tinggi secara langsung dengan menggunakan pita ukur dan
nivo sederhana
b. Pengukuran tinggi menggunakan alat barometer (barometer leveling)
Pada dasarnya ada hubungan antara ketinggian suatu tempat dengan
tekanan udara di tempat itu, dimana makin tinggi tempatnya, makin kecil
tekanan udaranya. Dengan alat barometer ini ketinggiaan dapat di uukur
altnya disebut dengan altimeter
c. Pengukuran tinggi menggunakan cara trigonometri (trigonometri leveling)
Beda tinggi antara dua tempat dapat di tentukan / dihitung bila data yang
diukur dengan alat yang dilengkapi skala lingkaran sudut vertikal misalnya
theodolit dan clinometer.
Dm = (Ba-Bb) x 100
L = Dm x cos λ
∆h = Ti Dm Sin λ – Bt
Keteranagan :
∆h = Beda Tinggi antara dua titik
Dm = Jarak miringλ
L = Jarak Datar
λ = Pembacaan Sudut vertikal
Ti = Tinggi alat
Ba, Bt, Bb = Bacaan rambu ukur
d. Pengukuran tinggi dengan alat penyipat datar
Pada cara ini didasarkan atas kedudukan garis bidik teropong yang dibuat
horizontal dengan menggunakan gelembung nivo.
2.6 Penentuan Beda Tinggi Antar Dua Titik
Penentuan beda tinggi antara dua titik dapat dilakukan dengan tiga cara,
yaitu ditinjau dari kedudukan atau penempatan alat ukur penyipat datar. Tiga cara
ini dapat dipergunakan sesuai dengan kondisi di lapangan dan hasil pengukuran
yang ingin diperoleh.
1. Cara pertama, alat ukur berada di antara kedua titik.
Pada cara ini alat ukur ditempatkan antara titik A dan B, sedangkan
masing-masing titik tersebut ditempatkan rambu ukur yang vertikal. Jarak
dari alat ukur terhadap masing-masing rambu diusahakan berimbang atau
± sama. Sedangkan letak alat ukur tidaklah harus pada garis lurus yang
menghubungkan titik A dan B. Cara ini merupakan dasar dalam
pengukuran sipat datar memanjang.
Gambar 3. Pengukuran beda tinggi di antara titik dengan alat penyipat datar
Sumber: http://adygeodesi.blogspot.com/
Dengan cara ini aturlah kedudukan alat agar memenuhi syarat melakukan
pengukuran, kemudian arahkan garis ke rambu A sebagai bacaan belakang (b) dan
ke rambu B sebagai bacaan muka (m). Dalam hal ini selalu diingat, bahwa angka
pembacaan pada rambu merupakan jarak yang dibatasi antara alas rambu terhadap
garis bidik maka dapat dimengerti bahwa beda tinggi antara titik A dan B yaitu
sebesar t = b – m.
2. Cara kedua, alat ukur berada di luar kedua titik
Cara yang kedua ini merupakan cara yang dapat dilakukan bilamana
pengukuran beda tinggi antara kedua titik tidak memungkinkan dilakukan
dengan cara yang pertama, disebabkan oleh kondisi di lapangan atau hasil
pengukuran yang hendak dicapai. Pada cara ini alat ukur ditempatkan
disebelah kiri atau kanan pada salah satu titik. Jadi alat tidak berada
diantara kedua titik A dan B melainkan di luar garis A dan B melainkan di
luar garis A dan B. Sedangkan pembacaan kedua rambu sama dengan cara
yang pertama, hingga diperoleh beda tinggi antara kedua titik A dan B.
Penentuan tinggi dengan cara ini umum dilakukan pada pengukuran sipat
datar profil.
Gambar 4. Pengukuran Beda Tinggi di luar Titik dengan Alat Penyipat Datar
Sumber: http://adygeodesi.blogspot.com/
3. Cara ketiga, alat ukur berada di atas salah satu dari kedua titik.
Pada cara ini, alat ukur ditempatkan di atas salah satu titik dari kedua titik
yang diukur. Harus dipahami bahwa, penempatan alat di atas titik terlebih
dahulu diketahui titik tersebut, sehingga kedudukan sumbu ke satu alat
ukur segaris dengan titik tengah patok (Center). Dalam hal ini untuk
menempatkan alat tepat di atas patok menggunakan alat tambahan
yaitu unting-unting.Penggunaan cara yang ketiga ini umum dilakukan
pada penyipat datar luas dan Stake out.
Gambar 5. Pengukuran Beda Tinggi di atas Titik dengan Alat Penyipat Datar
Seperti terlihat pada Gambar 5 tinggi a adalah Tinggi Garis Bidik yang diukur
dengan rambu dari atas patok B terhadap titik tengah teropong. Untuk
memperoleh beda tinggi antara titik A dan B maka, arahkan teropong ke rambu
lainnya yaitu rambu A dengan angka bacaan rambu sebesar b. Dengan demikian,
beda tinggi titik A terhadap titik B adalah t = b – a.
Dari ketiga cara pengukuran beda tinggi di antara dua titik tersebut, sesuai
dengan urutannya cara yang pertama merupakan cara yang paling teliti. Hal ini
disebabkan alat berada diantara kedua rambu sehingga dapat saling memperkecil
kesalahan yang disebabkan oleh tidak sejajarnya garis bidik dan garis nivo pada
saat pengaturan kedudukan alat.
Cara kedua dan cara ketiga sering kali dipahami sebagai cara Tinggi Garis
Bidik dan selanjutnya disingkat TGB. Dengan TGB sebagai garis acuan, maka
dengan cepat dapat ditentukan ketinggian atau elevasi titik-titik di lapangan. Bila
dicermati lebih mendalam cara kedua lebih teliti dibandingkan dengan cara ketiga,
karena kasarnya prediksi terhadap titik tengah teropong menggunakan rambu.
Yang harus dipahami pada pengukuran beda tinggi antara dua titik ini
ialah, beda tinggi selalu diperoleh dari bacaan rambu belakan dan bacaan rambu
muka.Ditentukannya nama belakang dan muka pada rambu terkait dengan nama
patok serta arah jalur pengukuran yang direncanakan. Bila t bernilai positif (+),
maka titik muka lebih tinggidari pada titik belakang, sedangkan sebaliknya
bila t bernilai negatif (-), maka titik muka lebih rendah dari pada titik belakang.
2.7 Pengukuran Sipat Datar Profil
Dengan data ukuran jarak dan perbedaan tinggi titik-titik diatas permukaan
tanah dapat ditentukan irisan tegak dilapangan yang dinamakan profil atau biasa
pula disebut penampang. Pada pekerjaan-pekerjaan rekayasa seperti perencanaan
jalan raya, jalan kereta api, saluran irigasi, lapangan udara dll, sangat dibutuhkan
bentuk profil atau tampang pada arah tertentu untuk perencanaan kemiringan
sumbu proyek, maupun hitungan volume galian atau timbunan tanah dan lain-lain.
Pengukuran profil umumnya dibedakan atas profil memanjang searah dengan
sumbu proyek dan profil melintang dengan arah memotong tegak lurus sumbu
proyek pada interval jarak yang tertentu. (Basuki, S. 2006)
Prinsip pengukuran profil dilapangan adalah menggunakan cara TGB
untuk mengukur ketinggian titik-titik pada jalur pengukuran dilapangan.
2.7.1 Profil Memanjang
Pengukuran sipat datar profil banyak digunakan dalam perencanaan suatu
wilayah. Pengukuran ini terbagi menjadi dua macam, yaitu profil memanjang dan
profil melintang. Dengan pengukuran profil ini, banyak manfaat yang bisa
diperoleh dari data yang dihasilkan karena beda tinggi di setiap bagian di wilayah
tersebut dapat diketahui. Informasi mengenai beda tinggi sangat berguna
dalam cut dan fill suatu permukaan tanah yang tidak rata, misalnya saja dalam
pengerjaan jalan raya atau jalur kereta api.
2.7.2 Sipat Datar Profil
Sipat datar profil bertujuan untuk menentukan bentuk permukaan tanah
atau tinggi rendahnya permukaan tanah sepanjang jalur pengukuran, baik secara
memanjang maupun melintang. Pengukuran profil dimaksudkan untuk
mendapatkan gambaran tinggi rendahnya permukaan tanah sepanjang jalur
pengukuran, yaitu dengan mengukura ketinggian dari masing-masing titik. Hasil
pengukuran ini merupakan informasi untuk perencanaan jalan raya, jalan kereta
api, irigasi jalur pipa dan lain-lain, seperti dalam:
1. Menentukan gradien yang cocok untuk pekerjaan konstruksi.
2. Menghitung volume pekerjaan.
3. Menghitung volume galian dan timbunan yang perlu disiapkan.
Pengukuran Sipat Datar Profil dibagi menjadi dua pekerjaan yaitu sipat
datar profil memanjang dan sipat datar profil melintang sedangkan pada
tahap penggambaran, biasanya dilakukan penggambaran situasi sepanjang
jalur pengukuran sipat datar profil memanjang maupun melintang dengan
skala yang berbeda agar kondisi tanah secara vertikal akan lebih jelas
terlihat. (Nurjati, 2004 )
a. Profil Memanjang
Pelaksanaan pengukuran Sipat datar profil memanjang tidak jauh berbeda
dengan sipat datar memanjang, yaitu melalui jalur pengukuran yang nantinya
merupakan titik ikat bagi sipat datar profil melintangnya, sehingga mempunyai
ketentuan sebagai berikut :
1. Pengukuran harus dilakukan sepanjang garis tenah (as) jalur pengukuran
dan dilakukan pengukuran pada setiap perubahan yang terdapat pada
permukaan tanah.
2. Data ukuran jarak dengan pita ukur dan dicek dengan jarak optis.
Gambar 6. Profil Memanjang Tampak Atas
Sumber: http://belajargeomatika.wordpress.com/2011/06/18/pengukuran-profil-
memanjang-dan-melintang/
Cara Pengukuran :
Alat di Atas Titik.
Gambar 7. Profil Memanjang Alat di Atas Titik
Sumber: http://belajargeomatika.wordpress.com/2011/06/18/pengukuran-profil-
memanjang-dan-melintang/
Langkah – langkahnya sebagai berikut:
1. Tempatkan alat sipat datar diatas patok (A).
2. Lakukan centering, sehingga alat tepat di atas titik A.
3. Gelembung nivo ketengahkan dengan 3 skrup klap.
4. Ukur tinggi alat diatas patok.
5. Bidik rambu pada titik 1 kemudian baca BA, BT dan BB.
6. Hitung d (jarak) dari alat ke rambu, d=(BA-BB).100
7. Lakukan hal yang sama (v, vi, vii) pada setiap titik relief (ii, iii, dst) ini
pada seksi AB, untuk pengukuran pada seksi BC, maka alat isa
dipindahkan pada titik B.
8. Lakukan urut-urutan dari nomor i s/d vii.
9. Hitungan : H1 = HA+∆HA1
H2 = HA+∆HA2
Hn = HA+∆HAn (Nurjati, 2004 )
Secara Garis Besar, alat ukur sipat datar di bedakan menjadi :
1. Dumpy level
2. Tilting level
3. Tipe otomatis (Automatic level), maksudnya apabila sumbu I telah vertical
otomatis garis bidik akan mendatar.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
Tabel Perhitungan
Tempat Alat
Tinggi Alat (cm)
Titik Bidikan
Bacaan Belakang Bacaan Muka Sudut
Horizontal
Jarak (m)
Beda Tinggi
(m)
Elevasi (m)
BA BT BB BA BT BB
A 135
BM 133.8 131.7 129.6 - - - 00 0.04 0.033 770.03
1 - - - 143.5 139.2 134.9 1800 0.08-
0.042 769.99
2 - - - 122 119 116 1800 0.06 0.16 770.15
3 - - - 94.5 86 77.5 1800 0.17 0.49 770.64
4 - - - 83 73 63 1800 0.2 0.62 771.26
5 - - - 56.5 46 35.5 1800 0.21 0.89 772.15
6 - - - 114 103 92 1800 0.22 0.32 772.47
7 - - - 124 112.5 101 1800 0.23 0.225 772.69
8 - - - 76.5 64.5 53 18000.23
5 0.705 773.40
9 - - - 49 34 19 1800 0.3 1.01 774.41
B 147
10 166.3 165.3 164.3 - - - 00 0.02-
0.183 774.22
11 - - - 120.2 119.3 118.5 18000.01
7 0.277 774.50
12 - - - 117.8 117 116.2 18000.01
6 0.3 774.80
13 - - - 36.5 32 27.5 1800 0.09 1.15 775.95
C 16214 251.5 246.5 241.5 - - - 00 0.1
-0.845 775.11
15 - - - 186 184 182 1800 0.04 -0.22 774.89
16 - - - 83 78 73 1800 0.1 0.84 775.73
17 - - - 87.5 80.5 73.5 1800 0.14 0.815776.54
5
4.2. Perhitungan
Jarak
Tempat Alat A
- Titik bidikan BM
Jarak = BABM-BBBM
= 133.8-129.6
= 4.2 cm
= 0.042 m
- Titik Bidikan 1
Jarak = BA1-BB1
= 143.5-134.9= 8.6 cm= 0.086 m
- Titik Bidikan 2
Jarak = BA2-BB2
= 122 – 116= 6 cm= 0.06 m
= 122-116= 6 cm= 0.06 m
- Titik Bidikan 3
Jarak = BA3-BB3
= 94.5-77.5= 17 cm= 0.17 m
- Titik Bidikan 4
Jarak = BA4-BB4
= 83-63= 20 cm= 0.2 m
- Titik Bidikan 5
Jarak = BA5-BB5
= 56.5-35.5
= 21 cm = 0.21 m- Titik Bidikan 6
Jarak = BA6-BB6
= 114-92
= 22 cm= 0.22 m
Tempat Alat B
- Titik Bidikan 10
Jarak = BA10-BB10
= 166.3-164.3
= 1 cm
= 0.01 m
- Titik Bidikan 7
Jarak = BA7-BB7
= 124-101
= 23 cm
= 0.23
- Titik Bidikan 8
Jarak = BA8-BB8
= 76.5-53=23.5 cm= 0.235 m
- Titik Bidikan 9
Jarak = BA9-BB9
= 49-19= 30 cm= 0.3 m
- Titik Bidikan 11
Jarak = BA11-BB11
= 120.2-118.5=1.7 cm= 0.17 m
- Titik Bidikan 12 Jarak = BA12-BB12
= 117.8-116.2
= 1.6 cm= 0.016 m
Tempat Alat C
- Titik Bidikan 14
Jarak = BA14-BB14
= 251.5-241.5= 10 cm= 0.1 m
- Titik Bidikan 16
Jarak = BA16-BB16
= 83-73= 10 cm= 0.1 m
- Titik Bidikan 13
Jarak = BA13-BB13
= 36.5-27.5
= 9 cm
= 0.09 m
- Titik Bidikan 15
Jarak = BA15-BB15
= 186-182= 4 cm= 0.04 m
- Titik Bidikan 17
Jarak = BA17-BB17
= 87.5-73.5= 14 cm= 0.14 m
Beda Tinggi
Tempat Alat A
- Titik Bidikan BM
Beda Tinggi=Tinggi Alat A-BTBM
= 135-131.7= 3.3 cm= 0.033 m
- Titik Bidikan 1
Beda Tinggi = Tinggi Alat A-BT1
= 135-139.2= - 4.2 cm= - 0.042 m
- Titik Bidikan 2
Beda Tinggi = Tinggi Alat A-BT2
= 135-119= 16 cm= 0.16 m
- Titik Bidikan 3
Beda Tinggi = Tinggi Alat A-BT3
= 135-86= 49 cm= 0.49 m
- Titik Bidikan 4Beda Tinggi = Tinggi Alat A-BT4
= 135-73= 62 cm= 0.62 m
- Titik Bidikan 5
Beda Tinggi = Tinggi Alat A-BT5
= 135-46= 89 cm= 0.89 m
- Titik Bidikan 6
Beda Tinggi = Tinggi Alat A-BT6
= 135-103= 32 cm= 0.32 m
- Titik Bidikan 7
Beda Tinggi = Tinggi Alat A-BT7
= 135-112.5= 22.5 cm= 0.225 m
-
- Titik Bidikan 8
Beda Tinggi = Tinggi Alat A-BT8
= 135-64.5= 70.5 cm= 0.705 m
- Titik Bidikan 9
Beda Tinggi = Tinggi Alat A-BT9
= 135-34= 101 cm= 1.01 m
Tempat Alat B
- Titik Bidikan 10
Beda Tinggi = Tinggi Alat B-BT10
= 147-165.3= - 18.3 cm= 0.183 m
- Titik Bidikan 11
Beda Tinggi = Tinggi Alat B-BT11
= 147-119.3= 27.7 cm= 0.277 m
- Titik Bidikan 12
Beda Tinggi = Tinggi Alat B-BT12
= 147-117= 30 cm= 0.3 m
- Titik Bidikan 13
Beda Tinggi = Tinggi Alat B-BT13
= 147-32= 115 cm= 1.15 m
Tempat Alat C
- Titik Bidikan 14
Beda Tinggi = Tinggi Alat C-BT14
= 162-246.5= - 84.5 cm= - 0.845 m
- Titik Bidikan 15
Beda Tinggi = Tinggi Alat C-BT15
= 162-184= -22 cm= - 0.22 m
- Titik Bidikan 16
Beda Tinggi = Tinggi Alat C-BT16
= 162-78= 84 cm= 0.84 m
- Titik Bidikan 17
Beda Tinggi = Tinggi Alat C-BT16
= 162-80.5= 81.5 cm= 0.815 m
Elevasi
Tempat Alat A
- Titik Bidikan BM
Elevasi = 770.00+∆ hBM
= 770.00+0.033= 770.033 m
- Titik Bidikan 1
Elevasi = ElevasiBM+∆ h1
= 770.033+(- 0.042)= 769.991 m
- Titik Bidikan 2
Elevasi = Elevasi1+∆ h2
= 769.991+0.16= 770.151 m
- Titik Bidikan 3
Elevasi = Elevasi2+∆ h3
= 770.151+0.49= 770.641 m
- Titik Bidikan 4
Elevasi = Elevasi3+∆ h4
= 770.641+0.62= 771.261 m
- Titik Bidikan 5
Elevasi = Elevasi4 + ∆ h5
= 771.261+0.89= 772.151 m
- Titik Bidikan 6
Elevasi = Elevasi5+∆ h6
= 771.151+0.32= 772.471 m
- Titik Bidikan 7
Elevasi = Elevasi6 +∆ h7
= 772.471+0.225= 772.696 m
- Titik Bidikan 8
Elevasi = Elevasi7+∆ h8
= 772.696+0.705= 773.401 m
- Titik Bidikan 9
Elevasi = Elevasi8+∆ h9
= 773.401+1.01= 774.411 m
Tempat Alat B
- Titik Bidikan 10
Elevasi = Elevasi9+∆ h10
= 774.411+0.83
= 774.228 m
- Titik Bidikan 11
Elevasi = Elevasi10+∆ h11
= 774.288+0.277
= 774.505 m
- Titik Bidikan 12
Elevasi = Elevasi11+∆ h12
= 774.505+0.3
= 774.805 m
- Titik Bidikan 13
Elevasi = Elevasi12+∆ h13
= 774.805+1.15
= 775.955 m
Tempat Alat C
- Titik Bidikan 14
Elevasi = Elevasi13+∆ h14
= 775.955+(- 0.845)
= 775.11 m
- Titik Bidikan 15
Elevasi = Elevasi14+∆ h15
= 775.11+(- 0.22)
= 774.89 m
- Titik Bidikan 16
Elevasi = Elevasi15+∆ h16
= 774.89+0.84
= 775.73 m
- Titik Bidikan 17
Elevasi = Elevasi16+∆ h17
= 775.73+0.815
= 776.545 m
3.2 Pembahasan
Materi praktikum kali ini, sama dengan materi praktikum minggu
sebelumnya, dimana minggu lalu mahasiswa melakukan pengukuran sipat datar
memanjang dengan menggunakan waterpass, sedangkan minggu ini juga masih
menggunkan waterpass, tetapi melakukan pengukuran sipat ukur datar profil.
Pengukuran sipat datar profil dilakukan juga untuk mengetahui beda tinggi
antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Pengukuran dilakukan pada lahan
yang memiliki kemiringan berbeda-beda sehingga beda tingginya dapat terlihat
jelas yaitu pada lingkungan gedung FTIP.
Yang membedakan praktikum kali ini dengan praktikum minggu lalu yaitu
dimana praktikum minggu sebelumnya adalah praktikan harus membuat jalur (A-
B) pergi dan jalur (B-A) pulang dan harus memperhatikan jarak antara bidikan
satu dengan bidikan selanjutnya. Namun pada praktikum kali ini kita tidak perlu
memperhatikan jarak antara bidikan satu dengan bidikan yang lainnya hanya saja
patok yang satu dengan patok yang lainnya harus benar-benar lurus dengan jalon
awal dan jalon yang akhir.
Pada praktikum kali ini perbedaan beda tinggi antar bacaan belakang
dengan bacaan muka sangat berpengaruh pada ΔH serta perbedaan terhadap
elevasi, karena elevasi awal akan dijumlahkan dengan beda tinggi tersebut
sehingga beda tinggi sangat berpengaruh dan harus benar-benar akurat. Dengan
menggunakan rumus Δh= BB – BM,. Berdasarkan data yang diperoleh pada
bidikan pertama ΔH adalah 0,033 meter pada jarak 0,042 meter. Sedangkan pada
bidikan yang kedua ΔH adalah -0,042 meter dengan jarak 0,086 meter, dari data
yang dihasilkan dapat kita ketahui bahwa ada perbedaan tinggi titik bidikan
pertama dengan titik bidikan yang kedua.
Menurut kelompok kami bahwa praktikum kali ini data yang kami peroleh
lebih akurat daripada praktikum minggu sebelumnya, karena tidak ada terjadi
kesalahan sehingga harus mengulang pengukuran, dan praktikum dapat berjalan
dengan baik. Hal itu dapat kita lihat dari sudut sebesar 180o, dimana patok antara
titik bidikan satu dengan titik bidikan yang selanjutnya benar-benar sejajar.
Perbedaan selisih beda tinggi dan jarak antar slag bisa terjadi karena
beberapa faktor diantaranya faktor manusia, faktor alat, dan faktor lingkungan.
Faktor kesalahan yang disebabkan oleh manusia diantaranya kesalahan
dalam membaca skala sudut horizontal pada waterpas dan skala pada rambu ukur,
kesalahan mencatat, kesalahan dalam menempatkan alat ukur yang tidak pada
garis ukur, kesalahan dalam mendatarkan alat ukur, dan tidak tepat
menghimpitkan kedua ujung alat ukur. Kesalahan yang berasal dari manusia
biasanya paling sering terjadi dan kesalahan ini sangat mempengaruhi hasil
pengukuran. Sehingga terjadi perbedaan hasil jarak meteran dengan jarak
waterpas.
Keadaaan topografi pada daerah pengukuran, sinar matahari, angin, dan
temperatur udara juga mempengaruhi kecermatan surveyor dalam melakukan
pengukuran. Keempat faktor tersebut merupakan beberapa kesalahan yang
disebabkan oleh alam atau lingkungan. Faktor alam juga harus diperhatikan saat
melakukan pengukuran karena bisa mempengaruhi kerja alat-alat ukur dan
berdampak pada hasil pengukuran.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari kesimpulan praktikum kali ini ialah:
1. Pengukuran dengan metode sipat datar memanjang dilakukan pada lahan
yang memiliki kemiringan berbeda-beda sehingga beda tingginya dapat
terlihat.
2. Pada praktikum kali ini tidak perlu memperhatikan jarak antara bidikan
satu dengan bidikan yang lainnya hanya saja patok yang satu dengan patok
yang lainnya harus benar-benar lurus dengan jalon awal dan jalon yang
akhir sampai membentuk sudut 1800.
3. Perbedaan selisih beda tinggi dan jarak antar slag bisa terjadi karena
beberapa faktor diantaranya faktor manusia, faktor alat, dan faktor
lingkungan
4.2 Saran
Berikut ialah saran – saran yang harus diperhatikan untuk sebelum
memulai praktikum maupun saat melakukan praktikum:
1. Memperhatikan koordinasi antar anggota kelompok dalam memasang
patok – patok agar sejajar dengan alat dan kedua jalon sehingga
membentuk sudut 1800.
2. Praktikan harus lebih memahami materi maupun prosedur praktikum
dengan membaca buku modul yang telah diberikan terlebih dahulu.
3. Tentukanlah lahan yang memungkinkan untuk melakukan pengukuran dan
memberi kenyamanan bagi praktikan.
4. Praktikan jugaharus lebih teliti dalam melakukan pembidikan,
memperhatikan nivo pada rambu maupun waterpass.
DAFTAR PUSTAKA
Amaru, Khristya. 2012. Penuntun Praktikum Ilmu Ukur Wilayah. Fakultas
Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran. Jatinangor.
Frick, Heinz. 1985. Ilmu dan Alat Ukur Tanah.Penerbit wild. Bandung
Wongsotjitro, Soetomo.1980. Ilmu Ukur Tanah. Penerbit kanisius. Yogyakarta.
Ady. 2010. Terdapat pada: http://adygeodesi.blogspot.com/ (diakses pada tanggal
21 Oktober 2012 Pkl. 20.30WIB)
Saleh,Salmani.2011.Terdapat pada:http://salmanisaleh.files.wordpress.com/2011/
05/sipat-datar.pdf (diakses pada tanggal 21 Oktober 2012 Pkl. 20.00 WIB)
LAMPIRAN