158
LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER NASIONAL DALAM RANGKA MENDUKUNG PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

LAPORAN KAJIANARAH PENGEMBANGANKLASTER NASIONAL DALAM RANGKA MENDUKUNG PENGENDALIAN INFLASI

Page 2: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster
Page 3: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

LAPORAN KAjIANARAH PENGEMBANGAN

KLASTER NASIONAL DALAM RANGKA MENDUKUNG PENGENDALIAN INFLASI

Page 4: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

iv

Page 5: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

v

BANK INDONESIA

1. YUNITA RESMI SARI

2. IKA TEjANINGRUM

3. MIRA RAHMAwATY

4. DARA AYU LESTARI

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

1. DR. AMzUL RIFIN, SP, MA

2. DR. SAHARA, SP, MSI

3. DR. RER.POL. HETI MULYATI, S.TP, MT

4. HASTUTI, SP, MP, MSI

TIM PENELITI

Page 6: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

vi

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat-

Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian “Arah Pengembangan Klaster dalam rangka

Mendukung Pengendalian Inflasi” yang merupakan salah satu amanah yang diberikan kepada

kami dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.

Dalam rangka pengembangan UMKM, sejak 2006 Bank Indonesia mulai mengembangkan

klaster UMKM produsen komoditas unggulan daerah maupun komoditas ekspor. Program ini

bertujuan meningkatkan kinerja UMKM yang tergabung dalam klaster, sehingga pada waktunya

dapat berdampak pada peningkatan perekonomian daerah. Sejalan dengan perkembangan arah

kebijakan Bank Indonesia, pengembangan klaster kini lebih diarahkan pada upaya meningkatkan

supply komoditas penunjang ketahanan pangan, khususnya komoditas volatile food. Hal ini tak lain

sebagai salah satu upaya Bank Indonesia dalam mendukung pengendalian inflasi.

Kajian ini disusun untuk memberikan arah pengembangan klaster ke depan sebagai Program

Pengendalian Inflasi Bank Indonesia. Klaster terbukti berdampak positif terhadap peningkatan

pendapatan petani dengan adanya peningkatan kuantitas dan kualitas produksi berkat pendampingan

serta introduksi teknik dan inovasi budidaya yang lebih baik. Klaster juga mampu mengembangkan

kelembagaan petani, meningkatkan akses pasar serta pembiayaan. Selanjutnya, untuk mendukung

pengendalian inflasi, peran klaster perlu diperkuat melalui sinergi positif dengan berbagai program

Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Model bisnis klaster yang dikembangkan Bank

Indonesia dapat menjadi role model yang implementatif dan dapat direplikasi di berbagai wilayah

sehingga dapat mendorong peningkatan kegiatan perekonomian daerah. Arah klaster pengendalian

inflasi ini selanjutnya adalah terintegrasi dan menjadi instrumen Tim Pengendalian Inflasi Daerah

(TPID).

Terima kasih dan apresiasi yang setinggi - tingginya kami sampaikan kepada berbagai pihak

terutama Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah, pelaku usaha, Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Sulawesi Selatan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DI Yogyakarta dan Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Kediri, serta pihak — pihak lain yang telah memberikan partisipasi dan

kontribusi dalam penyusunan kajian ini.

KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR

Page 7: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

vii

Akhir kata, kami berharap kajian ini akan dapat menjadi panduan bagi seluruh Kantor

Perwakilan Bank Indonesia dalam mengembangkan klaster komoditas ketahanan pangan, serta

mampu menginspirasi Pemerintah, Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan Iainnya dalam

mengembangkan dan mensinergikan berbagai program strategis untuk meningkatkan roda

perekonomian daerah serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Jakarta, Juli 2017

Erwin RijantoDeputi Gubernur Bank Indonesia

KATA PENGANTAR

Page 8: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

viii

RINGKASAN EKSEKUTIF

Sesuai UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 6 tahun 2009, salah satu tugas utama Bank Indonesia adalah menjaga stabilitas moneter melalui pengendalian inflasi. Salah satu faktor penyebab inflasi bersumber dari fluktuasi harga volatile

foods, di mana tekanan harga dipicu oleh berbagai kendala, antara lain dari sisi produksi, lemahnya kelembagaan petani, inefisiensi struktur pasar, ketidaklancaran distribusi, kurangnya dukungan infrastruktur, serta kebijakan pemerintah.

Sejak tahun 2006, Bank Indonesia telah melaksanakan program klaster UMKM produsen komoditas unggulan daerah maupun komoditas ekspor bekerja sama dengan Pemerintah Daerah maupun Dinas terkait lainnya. Program ini bertujuan mendukung pengembangan ekonomi daerah melalui peningkatan kinerja UMKM yang tergabung dalam klaster. Berbagai intervensi dilakukan Bank Indonesia, meliputi proses usahatani dari hulu sampai hilir antara lain dari aspek budidaya, aspek pengolahan pascapanen, hingga pemasaran produk.

Seiring dengan perkembangan situasi dan arah kebijakan Bank Indonesia, sejak tahun 2014 pengembangan klaster lebih difokuskan pada komoditas yang mendukung ketahanan pangan, komoditas berorientasi ekspor, dan komoditas sumber tekanan inflasi/volatile foods. Melalui program ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas UMKM untuk memperkecil gap antara supply dan demand sehingga meminimalisir tekanan harga yang mendorong inflasi. Selain itu, program klaster juga bertujuan memberdayakan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) karena melibatkan banyak petani dan UMKM.

Kajian ini bertujuan untuk mengembangkan dan memperkuat klaster binaan Bank Indonesia, khususnya terkait dengan tiga komoditas penyumbang inflasi di Indonesia yaitu: beras, cabai merah, dan bawang merah. Terdapat tiga besaran tujuan penulisan kajian ini, yaitu: (1) memperoleh arah pengembangan dan penguatan klaster komoditas volatile food Bank Indonesia meliputi analisis dampak dan perancangan skema arah pengembangan klaster yang dapat direplikasi secara nasional; (2) menetapkan roadmap pengembangan klaster (3-5 tahun) serta mengidentifikasi program kerja/intervensi yang dapat dilakukan oleh Bank Indonesia dan stakeholders terkait; dan (3) memperoleh usulan integrasi klaster secara nasional melalui peningkatan produksi, peningkatan jalur distribusi, dan penguatan sistem logistik dalam rangka mendukung pengendalian inflasi. Untuk menjawab tujuan tersebut, dilakukan survei ke klaster tiga komoditas, yaitu padi (Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan), cabai merah (Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta) dan bawang merah (Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur).

Program klaster Bank Indonesia memiliki dampak positif bagi peserta klaster terutama petani. Dari klaster BI di tiga lokasi tersebut, dampak paling signifikan adalah meningkatnya rata-rata pendapatan petani yang disebabkan peningkatan jumlah dan kualitas produksi, serta penetapan harga yang lebih baik. Klaster juga terbukti mampu meningkatkan peran kelembagaan dari sisi kelompok tani. Selain

RINGKASAN EKSEKUTIF

Page 9: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

ix

itu, klaster juga mampu membantu petani meningkatkan akses terhadap pasar dan pembiayaan. Dari sisi usahatani, klaster mampu mengembangkan usahatani yang tergambar dari peningkatan produktivitas, akses terhadap pasar input, pemanfaatan dan luas lahan, serta penerapan teknik dan inovasi budidaya yang lebih baik.

Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa secara umum petani memiliki kemampuan budidaya yang cukup baik karena pengalaman bertani cukup lama. Namun demikian, jiwa kewirausahaan masih relatif rendah sehingga motivasi untuk berkembang masih kecil. Dari sisi peluang, permintaan terhadap padi, cabai, dan bawang merah sangat tinggi baik lokal maupun di daerah lain. Adapun ancaman yang dihadapi adalah rantai pemasaran masih panjang sehingga margin yang diperoleh petani relatif rendah.

Roadmap klaster disusun dalam jangka waktu 3 – 5 tahun sesuai dengan situasi dan kondisi klaster melalui pendekatan siklus pengembangan klaster. Terdapat 6 (enam) tahapan pada roadmap klaster, yaitu: (1) seleksi/pemilihan klaster, (2) pengenalan, (3) pertumbuhan dan ekspansi, (4) matang/bertahan, (5) replikasi dan (6) phasing out. Adapun strategi pengembangan klaster diarahkan pada peningkatan produktivitas (higher productivity), peningkatan akses pasar (market oriented), serta peningkatan kualitas dan nilai tambah (higher value added) dengan melibatkan seluruh aktor utama yang terhubung dalam rantai nilai (perusahaan input, petani, kelompok tani, pengumpul, pengolah, pedagang, pasar). Untuk itu, beberapa rekomendasi strategi utama berdasarkan Analitycal Hierarchy Process  (AHP) meliputi peningkatan akses pasar, peningkatan dukungan infrastruktur dan logistik, peningkatan dukungan finansial, capacity building anggota utama klaster, dan optimalisasi database klaster.

Agar dapat lebih berperan dalam mendukung pengendalian inflasi, program klaster memerlukan integrasi secara nasional serta bersinergi dengan program Pemerintah/Pemerintah Daerah. Klaster diharapkan dapat menjadi suatu role model yang dapat direplikasi di berbagai wilayah, sehingga dapat memberikan snowing ball effect yang berdampak luas bagi peningkatan kegiatan perekonomian di suatu wilayah. Integrasi klaster dapat memanfaatkan lembaga yang telah ada, yaitu Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), baik level provinsi maupun kabupaten/kota.

RINGKASAN EKSEKUTIF

Page 10: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

x

DAFTAR ISI

TIM PENELITI v

KATA PENGANTAR vi

RINGKASAN EKSEKUTIF viii

DAFTAR ISI x

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR TABEL xiii

BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Perumusan Masalah 2 1.3. Tujuan 3 1.4. Ruang Lingkup 4

BAB II TINjAUAN PUSTAKA 5 2.1. Inflasi 5 2.2. Klaster 10 2.3. Lesson Learned Klaster 12 2.4. Konsep Rantai Nilai (Value Chain) 19 2.5. Manajemen Strategi 23 2.6. Rumusan Strategi dengan Analisis SwOT 25

BAB III METODE PENELITIAN 29 3.1. jenis, Sumber Data dan Lokasi Penelitian 29 3.2. Metode Analisis 30

BAB IV GAMBARAN UMUM 41 4.1. Gambaran Umum Lokasi Pilot Project 41 4.2 Gambaran/Karakteristik Umum Responden 45

BAB V DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH 49 5.1. Klaster Beras di Kabupatan Soppeng, Provinsi Sulawesi Selatan 49 5.2. Klaster Komoditas Cabai Merah di Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta 60 5.3. Klaster Bawang Merah di Kabupatan Nganjuk, Provinsi jawa Timur 71 5.4. Dampak Klaster pada Pedagang 89

DAFTAR ISI

Page 11: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

xi

BAB VI ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KLASTER KOMODITAS VOLATILE FOODS DALAM RANGKA PENGENDALIAN INFLASI 93 6.1. Komoditas Beras di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan 93 6.2. Komoditas Cabai di Kabupaten Kulonprogo, DI Yogyakarta 98 6.3. Komoditas Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk, jawa Timur 103

BAB VII ROADMAP PENGEMBANGAN KLASTER VOLATILE FOODS 111 7.1. Landasan Penyusunan Roadmap Klaster 111 7.2. Roadmap Pengembangan Klaster Volatile Foods 113

BAB VIII STRATEGI PENGEMBANGAN DAN INTEGRASI KLASTER 123 8.1. Integrasi Klaster 124 8.2. Strategi Pengembangan Klaster 126 8.3. Tahapan Pemilihan Strategi Integrasi Klaster 129

BAB IX KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIjAKAN 135 9.1. Kesimpulan 135 9.2. Implikasi kebijakan 135

DAFTAR PUSTAKA 137

DAFTAR ISI

Page 12: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Determinan Inflasi 8

Gambar 2. 2. Koordinasi Antara Bank Indonesia dan Pemerintah dalam Pengendalian Inflasi 9

Gambar 2. 3. Keterkaitan Antara TPI, Pokjanas TPID dan TPID 10

Gambar 2. 4. Pertumbuhan dan Karakter Hubungan pada Siklus Hidup Klaster 16

Gambar 2. 5. Interaksi antara Ukuran Perusahaan dan Heterogenitas Pengetahuan dalam Siklus Hidup Klaster 17

Gambar 2. 6. Konsep Value Networks untuk Agro-based Cluster 18

Gambar 2. 7. Pendekatan Supply Chain 19

Gambar 2. 8. Pendekatan Value Chain 20

Gambar 2. 9. Mapping Actor pada Komoditas Tomat di Jawa Barat, Indonesia 21

Gambar 2. 10. Contoh Output dari Kegiatan Mapping Volume 22

Gambar 2. 11. Contoh Output dari Kegiatan Mapping Value 22

Gambar 2. 12. Contoh Output dari Kegiatan Mapping Relative Cost of Processing 23

Gambar 2. 13. Output Mapping Knowledge Komoditas Kacang Kedelai 23

Gambar 2. 14. Model Manajemen Strategi 24

Gambar 4. 1. Produksi Gabah Kering Panen di Kabupaten Soppeng, 2010-2014 41

Gambar 4. 2. Produksi Bawang Merah tahun 2010-2014 di Kabupaten Nganjuk 44

Gambar 5. 1. Rantai Nilai Pilot Project Ketahanan Beras di Kabupaten Soppeng 50

Gambar 5. 2. Saluran Pemasaran Sebelum dan Sesudah Program Klaster 50

Gambar 5. 3. Bantuan Lantai Jemur dan Rice Milling Unit (RMU) dari Bank Indonesia 51

Gambar 5. 4. Saluran Pemasaran Gabah dan Beras di Klaster BI Soppeng 52

Gambar 5. 5. Pemasaran Cabai Merah dengan Mekanisme Pasar Lelang Di Kulon Progo 61

Gambar 5. 6. Saluran Pemasaran cabai di Klaster BI Kulon Progo 62

Gambar 5. 7. Aktor yang Terlibat dalam Klaster Bawang Merah Nganjuk 75

Gambar 5. 8. Rantai Pemasaran Bawang Merah Kabupaten Nganjuk 76

Gambar 5. 9. Komponen Biaya Variabel Terbesar Usahatani Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk 78

Gambar 5. 10. Waktu Penjualan Bawang Merah 80

Gambar 5. 11. Tujuan Penjualan Bawang Merah dari Petani Kabupaten Nganjuk 81

Gambar 5. 12. Proses Penentuan Harga Bawang Merah di Tingkat Petani 82

Gambar 5.13. Persepsi Responden terkait Peran Klaster terhadap Produksi Bawang Merah di Wilayah Desa, Kecamatan, dan Kabupaten 86

Gambar 5. 14. Persepsi responden tentang Peran Klaster terhadap Kestabilan Harga di Wilayah Desa, Kecamatan, dan Kabupaten 87

Gambar 7. 1. Roadmap Pengembangan Klaster Volatile Foods 114

DAFTAR TABEL

Page 13: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

xiii

Gambar 8.1. Integrasi Klaster Bank Indonesia 125

Gambar 8.2 Integrasi Klaster dalam Kaitannya dengan Pengendalian Inflasi di Tingkat Provinsi 126

Gambar 8.3 Hierarki Strategi Integrasi Klaster Nasional dalam Mendukung Pengendalian Inflasi 130

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi 1

Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster Terbentuk 11

Tabel 2. 2. Ruang Lingkup Fasilitator pada Berbagai Kondisi Klaster 15

Tabel 2. 3. Siklus Hidup Klaster 16

Tabel 2. 4. Matriks SWOT 27

Tabel 3. 1. Hubungan antara Tujuan Penelitian dan Data 30

Tabel 3. 2. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal 33

Tabel 3. 3. Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal 34

Tabel 3. 4. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) 35

Tabel 3. 5. Matriks External Factor Evaluation (EFE) 36

Tabel 3. 6. Matriks SWOT 37

Tabel 3. 7. Skala Penilaian Perbandingan Pasangan 38

Tabel 4. 1. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Cabai di Provinsi DIY 42

Tabel 4. 2. Potensi Areal dan Produktivitas Bawang Merah di Sentra Produksi Nganjuk 44

Tabel 4. 3. Sebaran Responden Berdasarkan Umur Petani 45

Tabel 4. 4. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 46

Tabel 4. 5. Sebaran Responden Berdasarkan Pekerjaan Utama 47

Tabel 4. 6. Rata-Rata Tingkat Pendapatan dan Pengeluaran Responden 47

Tabel 4. 7. Sebaran Responden Berdasarkan Sumber Keterlibatan Petani dalam Klaster BI 48

Tabel 5. 1. Kegiatan Klaster BI di Soppeng 51

Tabel 5. 2. Dampak Klaster terhadap Usahatani 53

Tabel 5. 3. Dampak Klaster terhadap Penggunaan Input Produksi 54

Tabel 5. 4. Dampak Klaster terhadap Pasar Output dan Input 55

Tabel 5. 5. Dampak Klaster terhadap Sumber Pembiayaan dan Sumber Informasi 56

Tabel 5. 6. Dampak Klaster terhadap Pendapatan 56

Tabel 5. 7. Dampak Klaster terhadap Kelembagaan 57

Tabel 5. 8. Hasil Uji Beda Persepsi Petani terhadap Program Klaster 57

Tabel 5. 9. Tingkat Kepentingan dan Kondisi Fasilitas di Kabupaten Soppeng 59

DAFTAR TABEL

Page 14: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

xiv

Tabel 5. 10. Intervensi Bank Indonesia Dalam Pengembangan Klaster Cabai Merah di Kulon Progo 60

Tabel 5. 11. Dampak Klaster terhadap Usahatani Cabai 63

Tabel 5. 12. Dampak Klaster terhadap Penggunaan Input dan Aspek Usahatani Lainnya 64

Tabel 5. 13. Dampak Klaster terhadap Pasar Output 65

Tabel 5. 14. Dampak Program Klaster terhadap Pasar Input 66

Tabel 5. 15. Dampak Program Klaster terhadap Aspek Pembiayaan 66

Tabel 5. 16. Dampak Klaster BI terhadap Sumber Informasi 67

Tabel 5. 17. Dampak Klaster terhadap Pendapatan 67

Tabel 5. 18. Dampak Klaster BI Terhadap Kelembagaan 68

Tabel 5. 19. Persepsi Petani Cabai di Kulon Progo Terhadap Program Klaster 69

Tabel 5. 20. Tingkat Kepentingan dan Kondisi Fasilitas di Kulon Progo dalam rangka Menunjang Komoditas Cabai 70

Tabel 5. 21. Program Kerja dan Kegiatan Pendampingan Klaster Bawang Merah Kabupaten Nganjuk Tahun 2014-2016 72

Tabel 5. 22. Harga, Produksi dan Margin yang Diterima Petani di Berbagai Musim 75

Tabel 5. 23. Dampak Program Klaster terhadap Usahatani Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk 78

Tabel 5. 24. Perubahan Pada Input Produksi Sebelum dan Sesudah Mengikuti Program Klaster 79

Tabel 5. 25. Sumber Pembiayaan dan Jumlah Proposal untuk Pembiayaan 83

Tabel 5. 26. Sumber Informasi Utama dalam Aspek Budidaya dan Harga 83

Tabel 5. 27. Gambaran Kelembagaan di Klaster Bawang Merah Nganjuk 84

Tabel 5. 28. Dampak Klaster BI terhadap Petani Bawang Merah 85

Tabel 5. 29. Tingkat Kepentingan dan Kondisi Infrastruktur Di Kabupaten Nganjuk dalam Rangka Menunjang Komoditas Bawang Merah 88

Tabel 5. 30. Rata-rata Volume, Harga, dan Margin Penjualan Bawang Merah 91

Tabel 5. 31. Rata-rata Volume, Harga Jual, dan Margin Penjualan Bawang Goreng 92

Tabel 6. 1. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Pengembangan Klaster Beras di Kabupaten Soppeng 94

Tabel 6. 2. Matriks External Factor Evaluation (EFE) Pengembangan Klaster Beras di Kabupaten Soppeng 96

Tabel 6. 3. Matriks SWOT Pengembangan Klaster Beras di Kabupaten Soppeng 97

Tabel 6. 4. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Pengembangan Klaster Cabai Merah

di Kabupaten Kulon Progo 99

Tabel 6. 5. Matriks External Factor Evaluation (EFE) Pengembangan Klaster Cabai Merah di Kabupaten Kulon Progo 100

Tabel 6. 6. Matriks SWOT Pengembangan Klaster Cabai Merah di Kabupaten Kulon Progo 102

Tabel 6. 7. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Pengembangan Klaster Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk 104

Tabel 6. 8. Matriks External Factor Evaluation (EFE) Pengembangan Klaster Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk 106

DAFTAR TABEL

Page 15: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

xv

Tabel 6. 9. Matriks SWOT Pengembangan Klaster Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk 108

Tabel 7. 1. Strategi yang Diperlukan pada setiap Tahapan Siklus Hidup Klaster 113

Tabel 7. 2. Roadmap Pengembangan Klaster Volatile Foods di Indonesia 120

Tabel 8. 1. Strategi Integrasi Klaster 127

Tabel 8. 2. Hasil Pengolahan Alternatif Strategi Arah Pengembangan Klaster Nasional 131

Tabel 8. 3. Hasil Pengolahan Substrategi Optimalisasi Database Klaster 131

Tabel 8. 4. Hasil Pengolahan Substrategi Peningkatan Akses Pasar 132

Tabel 8. 5. Hasil Pengolahan Substrategi Capacity Building Anggota Klaster 132

Tabel 8. 6. Hasil Pengolahan Substrategi Peningkatan Dukungan Finansial 133

Tabel 8. 7. Hasil Pengolahan Substrategi Peningkatan Dukungan Infrastruktur dan Logistik 133

DAFTAR GAMBAR

Page 16: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

xvi

Page 17: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB I - Pendahuluan

1

1.1. LATAR BELAKANG

Terjaganya kestabilan inflasi merupakan salah satu faktor pendukung bagi pertumbuhan ekonomi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan yang tercermin dari daya beli masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.

Data BPS menunjukkan, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tahun 2015 mencapai 3.35% (yoy), berada dalam kisaran sasaran inflasi Bank Indonesia sebesar 4±1% (yoy). Bila ditelaah lebih lanjut, inflasi volatile food mencapai 4.84% (yoy), sedangkan inflasi inti dan inflasi administered price masing-masing sebesar 3.95% (yoy) dan 0.39% (yoy). Data tersebut menunjukkan bahwa inflasi di Indonesia juga dipengaruhi oleh sisi penawaran, antara lain bersumber dari fluktuasi harga volatile food, yang terutama berasal dari komoditas pangan.

Berdasarkan UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 6 tahun 2009, salah satu tugas utama Bank Indonesia sebagai bank sentral adalah menjaga stabilitas moneter melalui pengendalian inflasi. Untuk itu, Bank Indonesia melakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui faktor utama penyumbang inflasi di daerah. Salah satu faktor penyebab inflasi bersumber dari fluktuasi harga volatile foods, di mana tekanan harga terutama dipicu oleh kendala produksi, lemahnya kelembagaan petani, inefisiensi struktur pasar, ketidaklancaran distribusi, kurangnya dukungan infrastruktur, maupun kebijakan pemerintah. Selain meningkatkan ketidakpastian baik bagi produsen maupun konsumen, fluktuasi harga volatile foods menjadi salah satu penyebab rendahnya minat untuk berinvestasi di sektor pertanian. Fluktuasi harga juga dapat menurunkan minat petani untuk berproduksi sehingga dapat berdampak pada meningkatnya impor bahan pangan. Semakin tinggi impor, maka peluang terjadinya defisit neraca pembayaran juga meningkat, yang pada akhirnya akan berdampak pada inflasi yang disebabkan oleh nilai tukar.

Berdasarkan data bobot dan frekuensi per komoditas dalam perhitungan inflasi nasional dan regional terdapat 5 (lima) komoditas utama penyumbang inflasi sebagaimana Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi

Komoditas Sumatera Jawa Kalimantan Sulampua, Bali, Nusra Nasional

Beras √ √ √ √ 4.02

Cabai Merah √ √ √ √ 0.35

Bawang Merah √ √ √ √ 0.48

Daging Sapi - - √ - 0.65

Daging Ayam Ras √ √ √ √ 1.11

Sumber: Bank Indonesia (Juni 2015)

BAB IPENDAHULUAN

Page 18: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB I - Pendahuluan

2

Tabel 1 menunjukkan pemetaan daerah regional mejadi 4 (empat) zona yaitu: 1) Sumatera, 2) Jawa, 3) Kalimantan, 4) Sulawesi, Maluku, Papua, Bali dan Nusa Tenggara dan komoditas volatile foods yang memiliki pengaruh terbesar terhadap inflasi di masing-masing regional yang beririsan dengan nasional. Berdasarkan pemetaan dimaksud, prioritas pengembangan program Klaster Bank Indonesia diarahkan pada komoditas beras, cabai merah, bawang merah, daging sapi, dan daging ayam ras.

Sejak tahun 2006, Bank Indonesia telah melaksanakan program pengembangan klaster UMKM produsen komoditas unggulan daerah maupun komoditas ekspor. Program ini bertujuan mendukung pengembangan ekonomi daerah melalui peningkatan kinerja UMKM yang tergabung dalam klaster. Berbagai intervensi dilakukan Bank Indonesia, meliputi proses usahatani dari hulu sampai hilir antara lain dari aspek budidaya, aspek pengolahan pascapanen, hingga pemasaran produk.

Seiring dengan perkembangan situasi dan arah kebijakan Bank Indonesia, sejak tahun 2014 pengembangan klaster lebih difokuskan pada komoditas yang mendukung ketahanan pangan, komoditas berorientasi ekspor, dan komoditas sumber tekanan inflasi/volatile foods. Melalui program ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas UMKM untuk memperkecil gap antara supply dan demand sehingga meminimalisir tekanan harga yang mendorong inflasi. Selain itu, program klaster juga bertujuan memberdayakan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) karena melibatkan banyak petani dan UMKM.

Hingga triwulan II 2016, Bank Indonesia memiliki 158 klaster binaan komoditas pertanian di berbagai daerah di Indonesia. Program klaster mampu menyerap 25.392 tenaga kerja (termasuk petani/peternak anggota) serta memanfaatkan lahan seluas 12.459 hektar. Intervensi yang dilakukan Bank Indonesia meliputi: (1) aspek budidaya melalui introduksi teknologi budidaya, pola tanam, maupun pengembangan demonstration plot (demplot); (2) aspek kelembagaan dengan memperkuat manajemen kelompok, pelatihan manajemen keuangan; dan (3) aspek pemasaran dengan mengikutsertakan klaster pada pameran produk unggulan.

1.2. PERUMUSAN MASALAH

Dalam rangka mencapai tujuan memelihara kestabilan harga barang dan jasa, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter untuk menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Kebijakan moneter Bank Indonesia ditujukan untuk mengelola tekanan harga yang berasal dari sisi permintaan agregat (aggregate demand) relatif terhadap kondisi sisi penawaran. Kebijakan moneter tidak ditujukan untuk merespon kenaikan inflasi yang disebabkan oleh faktor yang bersifat kejutan dan sementara yang akan hilang dengan sendirinya seiring berjalannya waktu.

Kemampuan Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi relatif terbatas apabila terdapat kejutan (shocks) yang sangat besar, misalnya pada saat terjadi kenaikan harga BBM (administered prices) yang bersumber dari kebijakan pemerintah maupun akibat fluktuasi harga komoditas volatile foods. Dalam upaya pengendalian inflasi yang bersumber dari komoditas volatile foods, Bank Indonesia mengembangkan klaster komoditas pendukung ketahanan pangan dan klaster komoditas sumber tekanan inflasi/volatile foods.

Pendekatan klaster industri dalam pembangunan ekonomi daerah dapat menjadi alat yang efektif bagi kebijakan pembangunan ekonomi daerah dan kebijakan teknologi terpadu. Bagi pelaku ekonomi khususnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), pendekatan klaster industri dapat mendukung terjalinnya kemitraan yang saling menguntungkan dan

Page 19: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB I - Pendahuluan

3

pengembangan jaringan bisnis yang luas. Sementara itu, bagi pembuat kebijakan, pendekatan ini memungkinkan skala pengaruh dari kebijakan dan program serta cakupan dampak yang signifikan. Secara umum, klaster binaan Bank Indonesia memiliki keunggulan dan potensi, namun juga masih terdapat beberapa kelemahan.

Terdapat berbagai macam tantangan dalam pencapaian sasaran inflasi dan sebagian besar merupakan persoalan struktural. Oleh karena itu, diperlukan upaya pengendalian inflasi yang intensif melalui penyelesaian permasalahan struktural yang terintegrasi secara nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan suatu skema pengembangan yang tidak saja fokus pada rantai nilai dalam klaster, tetapi juga memasukkan klaster sebagai bagian dari rantai pasok komoditas nasional.

Oleh karena itu, skema pengembangan klaster Bank Indonesia perlu diintegrasikan dengan program pengembangan UMKM dan komoditas pangan yang dimiliki oleh instansi lainnya, baik dari pemerintah (kementerian teknis, dinas, dan lain-lain) maupun swasta. Misalnya, salah satu program Kementerian Perdagangan yang didukung oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yaitu Pusat Distribusi Regional (PDR). PDR adalah jaringan logistik penyangga dalam sistem logistik nasional, yang antara lain bertujuan untuk mengatasi kelangkaan stok, disparitas dan fluktuasi harga komoditas bahan pokok. Selain itu, terdapat pula sistem resi gudang yang penerapannya berada di bawah wewenang dan pengawasan Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditas (Bappebti), yang dapat dijadikan solusi alternatif pengembangan aspek keuangan klaster.

1.3. TUjUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan memperkuat klaster binaan Bank Indonesia, khususnya terkait dengan tiga komoditas penyumbang inflasi di Indonesia yaitu: beras, cabai merah, dan bawang merah. Terdapat tiga besaran tujuan penulisan kajian sebagai sebagai berikut:

1. Memperoleh arah pengembangan dan penguatan klaster komoditas volatile food Bank Indonesia.

a. Impact evaluation (before – and after comparisons) dan indikator kestabilan inflasi yang dapat dikaitkan dengan klaster.

b. Perancangan skema arah pengembangan klaster (business model) yang dapat direplikasi secara nasional dalam rangka pencapaian tujuan Bank Indonesia.

2. Menetapkan roadmap pengembangan klaster, misalnya dalam jangka waktu 3-5 tahun (per siklus) serta mengidentifikasi program kerja/intervensi yang dapat dilakukan oleh Bank Indonesia dan stakeholders terkait.

3. Memperoleh usulan integrasi klaster secara nasional melalui peningkatan produksi, peningkatan jalur distribusi, dan penguatan sistem logistik dalam rangka mendukung pengendalian inflasi.

Page 20: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB I - Pendahuluan

4

1.4. RUANG LINGKUP

1. Pelaksanaan kajian, meliputi identifikasi dan analisis terhadap hasil pengembangan UMKM pada klaster komoditas pangan dan volatile foods binaan Bank Indonesia.

2. Komoditas pangan yang diteliti meliputi: beras, cabai merah dan bawang merah dengan lokasi yang berbeda yaitu: komoditas beras di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, komoditas cabai merah di Kabupaten Kulon Progo, Jawa Tengah dan komoditas bawang merah di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.

3. Definisi Klaster adalah sekelompok UMKM yang beroperasi pada sektor/subsektor yang sama atau merupakan konsentrasi perusahaan yang saling berhubungan dari hulu ke hilir.

4. Volatile foods adalah komponen inflasi IHK yang mencakup beberapa komoditas pangan yang harganya sangat berfluktuasi.

5. Roadmap adalah rencana kerja rinci yang mendeskripsikan hal-hal yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pengembangan klaster sebagai bagian dari rantai pasok nasional dalam rangka mendukung pengendalian inflasi. Substansi penulisan terdiri dari:

1. Keadaan saat ini (sebagai baseline);

2. Tujuan dan sasaran yang ingin dicapai per periode/fase;

3. Uraian tahap pelaksanaan untuk mencapai tujuan/sasaran pada masing-masing periode/fase;

4. Indikator pencapaian sasaran.

6. Program pengembangan UMKM dan komoditas pangan yang dapat diintegrasikan dengan program pengembangan klaster adalah yang telah diterapkan di Indonesia dan merupakan program Bank Indonesia, pemerintah, atau swasta nasional.

7. Stakeholder terkait dapat merupakan Kantor Perwakilan Bank Indonesia pembina klaster, kementerian teknis, pemerintah daerah, akademisi, lembaga keuangan, atau swasta, yang terkait dengan pengembangan klaster yang sudah ada, program-program pengembangan UMKM dan komoditas pangan nasional, dan rencana arah pengembangan klaster sebagai best practice nasional.

8. Pemilihan responden dilakukan secara purposive sampling, yaitu pemilihan responden berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditetapkan.

Page 21: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB II - TINJaUaN PUSTaKa

5

BAB IITINjAUAN PUSTAKA

2.1. INFLASI

Sesuai UU No. 23 tahun 1999 sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 6 tahun 2009, tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan rupiah, baik terhadap harga barang dan jasa (inflasi) maupun mata uang asing (kurs). Terdapat beberapa pilihan strategi kebijakan moneter yang masing-masing memiliki karakteristik sesuai dengan indikator nominal yang digunakan sebagai dasar atau acuan atau sasaran antara untuk mencapai tujuan akhir. Dalam pelaksanaan tugasnya, Bank Indonesia pernah menggunakan kerangka kebijakan base money targeting, di mana instrumen yang dipakai adalah pertumbuhan jumlah uang beredar (M1 dan M2) sebagai sasaran antara. Dalam perkembangannya, sejak Juli 2005 hingga saat ini, Bank Indonesia menerapkan kerangka inflation targeting dengan menjadikan tingkat inflasi sebagai strategi pelaksanaan kebijakan moneter.

2.1.1. Faktor Pembentuk Inflasi

Secara sederhana, inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Sementara, faktor-faktor pembentuk inflasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu tekanan dari sisi suplai (cost push), sisi permintaan (demand pull), dan sisi ekspektasi inflasi.

1. Inflasi akibat tekanan sisi suplai (cost push inflation) dapat disebabkan oleh depresiasi (melemahnya) nilai tukar, dampak inflasi yang terjadi di luar negeri terutama di negara-negara mitra dagang, peningkatan harga-harga komoditas yang diatur pemerintah (administered price), serta adanya gangguan di sisi penawaran (negative supply shocks), misalnya akibat bencana alam yang terjadi di suatu daerah atau terganggunya distribusi barang.

2. Inflasi akibat tekanan sisi permintaan (demand pull inflation) adalah tingginya permintaan barang dan jasa dibandingkan dengan kapasitas ketersediaannya (penawaran). Secara makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar daripada kapasitas perekonomian yang akhirnya menimbulkan output gap. Gap inilah yang pada akhirnya memicu kenaikan harga barang, sesuai dengan hukum ekonomi jika permintaan melebihi penawaran, maka harga akan bergerak naik.

3. Faktor ekspektasi inflasi yang dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi cenderung bersifat adaptif atau forward looking. Untuk negara-negara berkembang termasuk Indonesia, pelaku ekonomi biasanya masih bersifat adaptif. Misalnya, akan terjadi penyesuaian sesaat pada bulan-bulan di mana permintaan barang cenderung meningkat seperti menjelang hari-hari besar

Page 22: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB II - TINJaUaN PUSTaKa

6

keagamaan atau libur sekolah. Penyesuaian harga pada tipe masyarakat atau pelaku ekonomi seperti di atas dapat juga terjadi saat pengumuman kenaikan gaji atau Upah Minimum Regional (UMR). Pada masyarakat atau pelaku ekonomi dengan perilaku forward looking, inflasi relatif tidak begitu fluktuatif.

Selain itu, tekanan inflasi juga dapat dibedakan menjadi domestic pressures (tekanan dari dalam negeri) dan external pressures (tekanan dari luar negeri).

1. Tekanan dari dalam negeri merupakan segala sesuatu yang terjadi di dalam negeri yang mempengaruhi harga barang. Hal ini dapat diakibatkan adanya gangguan dari sisi penawaran dan permintaan dalam negeri yang berpengaruh pada pembentukan harga barang di pasar atau kebijakan yang diambil oleh instansi di luar bank sentral. Sebagai contoh, kebijakan pengetatan anggaran belanja pemerintah dengan menghapus subsidi pemerintah, kenaikan pajak, atau kenaikan harga barang yang ditetapkan pemerintah yang berimbas pada kenaikan harga barang-barang lain.

2. Tekanan dari luar negeri dapat berupa inflasi di negara lain yang akan berpengaruh terhadap ekspor, impor atau neraca pembayaran antar negara, kenaikan harga barang impor yang berdampak pada kenaikan harga produk berbahan baku impor, serta kenaikan nilai tukar mata uang asing yang otomatis akan berpengaruh pada kinerja neraca pembayaran.

2.1.2. Indikator dan Jenis Inflasi

Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Sejak Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Selanjutnya, BPS akan memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern di setiap kota. Indikator inflasi lainnya berdasarkan international best practice antara lain:

1. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan Besar dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas.

2. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.

Inflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok pengeluaran berdasarkan the Classification of Individual Consumption by Purpose (COICOP), yaitu:

1. Kelompok Bahan Makanan;

2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau;

3. Kelompok Perumahan;

4. Kelompok Sandang;

Page 23: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB II - TINJaUaN PUSTaKa

7

5. Kelompok Kesehatan;

6. Kelompok Pendidikan dan Olah Raga;

7. Kelompok Transportasi dan Komunikasi.

Di samping pengelompokan berdasarkan COICOP, BPS juga memublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan lainnya yang dinamakan disagregasi inflasi. Disagregasi inflasi dilakukan untuk menghasilkan suatu indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental. Di Indonesia, disagregasi inflasi IHK tersebut dikelompokkan menjadi:

1. Inflasi Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti:

a. Interaksi permintaan-penawaran

b. Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditas internasional, inflasi mitra dagang

c. Ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen

Inflasi inti pada dasarnya merupakan suatu tingkat inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen bahan makanan dengan harga bergejolak (volatile foods) dan barang-barang dengan harga ditentukan pemerintah (administered goods).

2. Inflasi non-Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Komponen inflasi non inti terdiri dari:

a. Inflasi Komponen Bergejolak (Volatile Food)

Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional.

b. Inflasi Komponen Harga yang diatur Pemerintah (Administered Prices)

Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, dan sebagainya.

c. Inflasi IHK merupakan inflasi yang dihitung dengan keseluruhan indeks harga konsumen, baik inti maupun non-inti. Inflasi IHK dikenal juga sebagai headline inflation yang sama artinya dengan inflasi inti ditambah unsur harga barang/komoditas bergejolak (volatile) dan administered price. Inflasi IHK dapat lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan dengan inflasi inti, tergantung dari inflasi volatile food dan inflasi administered price.

Page 24: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB II - TINJaUaN PUSTaKa

8

Gambar 2.1. Determinan Inflasi

Konsumsi

Permintaan

Penawaran

Kebijakan Pemerintah

Administered Price

Volatile Food Price

Inflasi Inti

INFLASI IHK

Inflasi Non Inti

Inersia

Nilai Tukar

Inflasi Dunia

Penawaran

Permintaan

Produksi

Impor

Ekspor

Investasi

Output Gap

Eksternal

Ekspektasi

Supply

Shocks

Impor Makanan

Produksi Makanan

Populasi

Sumber: Bank Indonesia (2016) dalam www.bi.go.id

2.1.3. Pentingnya Kestabilan Inflasi

Inflasi yang rendah dan stabil dapat mendukung terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Berikut ini digambarkan beberapa kondisi inflasi.

1. Inflasi yang tinggi menurunkan pendapatan riil masyarakat sehingga menurunkan standar hidup masyarakat dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin.

2. Inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.

3. Tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.

2.1.4. Koordinasi Pengendalian Inflasi

Sumber tekanan inflasi di Indonesia tidak hanya berasal dari sisi permintaan yang dapat dikelola oleh Bank Indonesia. Dari hasil penelitian, karakteristik inflasi di Indonesia masih cenderung bergejolak yang terutama dipengaruhi oleh sisi suplai (sisi penawaran) yang disebabkan oleh gangguan produksi, distribusi maupun kebijakan pemerintah. Selain itu, shocks terhadap inflasi juga dapat berasal dari kebijakan pemerintah terkait harga komoditas strategis seperti BBM dan komoditas energi lainnya (administered prices).

Mengingat karakteristik inflasi yang masih rentan terhadap shocks, maka pengendalian inflasi memerlukan kerja sama dan koordinasi lintas instansi, yakni antara Bank Indonesia dengan Pemerintah. Melalui harmonisasi dan sinkronisasi kebijakan, inflasi yang rendah dan stabil diharapkan dapat tercapai yang pada gilirannya mendukung pencapaian tugas Bank Indonesia.

Page 25: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB II - TINJaUaN PUSTaKa

9

Gambar 2. 2. Koordinasi Antara Bank Indonesia dan Pemerintah dalam Pengendalian Inflasi

Sumber: Bank Indonesia (2016) dalam www.bi.go.id/id.

Menyadari pentingnya koordinasi dalam rangka pencapaian inflasi yang rendah dan stabil, mendorong Pemerintah dan Bank Indonesia membentuk Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di level pusat sejak tahun 2005. Penguatan koordinasi dilanjutkan dengan membentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) pada tahun 2008. Selanjutnya, untuk menjembatani tugas dan peran TPI di level pusat dan TPID di daerah, maka pada Juli 2011 terbentuk Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) TPID yang diharapkan dapat menjadi katalisator yang dapat memperkuat efektivitas peran TPID. Keanggotaan Pokjanas TPID adalah Bank Indonesia, Kementerian Koordinator Perekonomian dan Kementerian Dalam Negeri.

Selain itu, dalam upaya pengendalian inflasi Bank Indonesia mengembangkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS). Program ini fokus pada diseminasi informasi harga bahan pangan strategis, yaitu komoditas pangan yang dikonsumsi masyarakat secara luas atau memiliki bobot kontribusi inflasi yang tinggi. Tujuan utama pengembangan PIHPS adalah untuk meningkatkan akses informasi harga pangan yang terpadu kepada pelaku ekonomi untuk menjaga ekspektasi masyarakat untuk mendukung upaya pencapaian sasaran inflasi dan peningkatan efisiensi perekonomian. Selanjutnya, untuk mendukung ketahanan pangan, mengembangkan komoditas berorientasi ekspor, dan komoditas sumber tekanan inflasi/volatile foods, Bank Indonesia juga melaksanakan program pengendalian inflasi berbasis klaster komoditas.

Page 26: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB II - TINJaUaN PUSTaKa

10

Gambar 2. 3. Keterkaitan Antara TPI, Pokjanas TPID dan TPID

Sumber: Bank Indonesia (2016) dalam www.bi.go.id/id

2.2. KLASTER

Umumnya definisi klaster menekankan pada kedekatan geografis beberapa perusahaan untuk mencapai keunggulan bersaing. Porter (1990) mendefinisikan klaster sebagai pemusatan geografi yang bergabung dan memiliki kesamaan perusahaan dan institusi dalam bidang tertentu (geographic concentrations of interconnected companies and institutions in a particular field). Lokasi geografis suatu klaster dapat meliputi satu kota, kabupaten, negara, atau berupa jaringan yang melibatkan beberapa negara.

Bergman dan Feser (2000) menyatakan bahwa klaster menunjukkan hubungan sangat erat yang mengikat perusahaan-perusahaan tertentu dan industri secara bersama-sama dalam beberapa aspek umum seperti lokasi geografis, sumber-sumber inovasi, pemasok, faktor produksi dan lain-lain. Pengelompokkan tersebut saling berhubungan secara intensif dan membentuk kemitraan dengan industri pendukung dan industri terkait (Simbolon, 2009). Klaster merepresentasikan seluruh nilai tambah mulai dari pemasok ke produk akhir termasuk jasa pendukung dan infrastruktur. Konsep-konsep klaster berdasarkan pada tiga konsep utama, yaitu:

1. Konsep Ekonomi Geografi (Economic Geography Concept)

Konsep ini didasari karakteristik teritorial dan fungsi lingkungan perusahaan-perusahaan yang fokus pada identifikasi karakteristik atau faktor lokasi yang mempengaruhi pemilihan lokasi industri. Akibatnya bila dilihat dari sudut pandang makro, perilaku masing-masing perusahaan tidak termodelkan secara eksplisit tetapi dilihat dari perilaku perusahaan keseluruhan (Krugman, 1991; Rauch, 1993).

2. Konsep Organisasi (Organizational Concept)

Konsep ini mempertimbangkan perilaku masing-masing perusahaan berdasarkan faktor internal dan lingkungan perusahaan (Scott, 1986; Harrison, 1992). Menurut Scott, yang mendasari timbul dan tumbuhnya suatu klaster adalah pendekatan biaya transaksi (cost transaction approach). Sedangkan konsep Harrison lebih banyak didasari oleh teori ekonomi sosial (Social Economic Theory).

Page 27: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB II - TINJaUaN PUSTaKa

11

3. Konsep Strategi (Strategy Concept)

Pemilihan lokasi suatu perusahaan tidak terlepas dari strategi perusahaan tersebut. Kondisi internal, teritorial dan lingkungan perusahaan masuk ke dalam perhitungan di berbagai tingkatan yang ada. Konsep ini didukung oleh Porter (1990) dan Storper (1992). Porter menyatakan bahwa perusahaan dapat meningkatkan daya saingnya melalui pembentukan klaster dengan asumsi daya saing bergantung pada kemampuan berinovasi dan upgrading. Storper menyatakan bahwa perusahaan mampu bersaing jika melakukan sistem produksi secara dinamis, yaitu selalu menyesuaikan teknik produksi tanpa meningkatkan biaya produksi. Perbedaan masing-masing teori tersebut terkait dengan penyebab dan lokasi pembentukan klaster disajikan dalam Tabel 2.1.

Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster Terbentuk

Konsep Teori Penyebab Lokasi

Ekonomi Geografi

Krugman (1991)

• Klaster timbul karena keadaan tidak terduga atau self-fulfilling prophecies.

• Klaster tumbuh karena interaksi pengembalian meningkat, biaya transportasi dan permintaan.

• Klaster dapat timbul di mana saja

• Klaster yang ada akan tumbuh dan bertahan.

Rauch (1993)

• Klaster timbul karena keadaan tidak terduga. Pengembang industri ingin memperbaiki ketidakefisienan

• Relokasi perusahaan-perusahaan tergantung pada trade off antara biaya investasi dan biaya produksi

• Klaster dapat timbul di mana saja

• Beberapa perusahaan tetap pada klaster yang lama dan yang lain mencari lokasi baru untuk membuat klaster baru lagi.

Organisasi

Scott (1986)

Klaster mendorong integrasi vertikal, dan sebaliknya integrasi vertikal mendorong klaster.

Klaster berada di daerah yang terdiri dari klaster-klaster kecil dan perusahaan-perusahaan yang memiliki spesialisasi kerja.

Harrison (1992)

Klaster perusahaan kecil memfasilitasi kontak antar personal dan memaksimalkan kepercayaan.

Klaster berada pada daerah yang memiliki tingkat sosial tinggi, Bentuk klaster kecil dan merupakan perusahaan- perusahaan yang memiliki spesialisasi kerja.

Strategi

Porter (1990)

Klaster memiliki tingkat persaingan yang tinggi akan mendorong perusahaan untuk berinovasi. Hanya dengan inovasi akan mendorong keunggulan bersaing perusahaan tersebut.

Klaster timbul di daerah yang memiliki tingkat persaingan tinggi dan terus menerus akan tumbuh karena masuknya para pesaing baru.

Storper (1992)

Klaster akan menimbulkan efisiensi manajemen karena adanya trade off antara efisiensi teknologi dan meminimalisasi biaya.

Klaster akan terbentuk di daerah yang memiliki tingkat inovasi tinggi. Perusahaan-perusahaan di dalam klaster ini biasanya kecil, spesialisasi dan fleksibel.

Sumber: Meijboom dan Rongen (1995)

Page 28: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB II - TINJaUaN PUSTaKa

12

2.3. LESSON LEARNED KLASTER

2.3.1. Klaster UMKM di Indonesia

Menurut Burger, Kameo dan Sandee (2001), 63% tenaga kerja di UMKM di Indonesia terdapat pada klaster. Keuntungan bagi UMKM yang berada di dalam klaster antara lain kerja sama yang efektif antar UMKM di dalam klaster dan koordinasi yang lebih baik antara pembeli dan klaster, serta kerja sama dalam memilih pasar luar terutama pasar ekspor. Tambunan (2005) membagi klaster menjadi 4 (empat) tipe, yaitu:

a. Artisinal

Umumnya terdiri dari usaha mikro yang memiliki produktivitas dan upah yang rendah, stagnan, menggunakan alat yang masih tradisional, tidak memiliki informasi pasar, peran perantara dalam pemasaran sangat dominan, kerja sama antar usaha sangat rendah serta tidak ada jaringan eksternal dengan institusi pendukung.

b. Active

Menggunakan tenaga kerja yang lebih terampil, teknologi yang lebih baik, menjual ke pasar domestik dan ekspor, aktif di pemasaran, jaringan internal dan ekstenal tinggi.

c. Dynamic

Jaringan perdagangan luar negeri ekstensif, terdapat keberagaman di dalam klaster terkait ukuran, teknologi dan pasar, terdapat perusahaan pemimpin yang memiliki peran yang besar.

d. Advanced

Tingkat spesialisasi dan kerja sama antar perusahaan tinggi, jaringan bisnis dengan penyedia input, penyedia jasa, perantara dan bank berjalan dengan baik. Kerja sama dengan pemerintah pusat dan daerah serta universitas berjalan baik dan berorientasi ekspor.

Salah satu contoh klaster yang berhasil adalah yang dilakukan oleh PT. Kelola Mina Laut (PT. KML) yang bermitra dengan nelayan di berbagai wilayah Indonesia. PT. KML adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan dan eksportir hasil-hasil perikanan laut maupun air tawar dengan volume ekspor 1.000 kontainer per tahun. Dalam menjalankan usahanya, PT. KML menerapkan sistem klaster agroindustri hasil laut yang terdiri atas nelayan penangkap ikan, sarana pengolahan lokal (miniplant), sarana pengolahan akhir (pusat di Gresik) dan sarana pemasaran. Kunci keberhasilan PT. KML dalam mengembangkan klaster agroindustri hasil laut adalah dengan memangkas/memperpendek rantai nilai tradisional yang lebih banyak dikuasai oleh pedagang antara, sehingga nelayan dapat menerima margin keuntungan yang lebih besar (Sunaryanto et.al, 2014).

2.3.2. Klaster Binaan Bank Indonesia

Secara umum, klaster binaan Bank Indonesia di berbagai daerah masih fokus pada upaya penguatan kelompok/kelembagaan dan peningkatan produksi. Namun

Page 29: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB II - TINJaUaN PUSTaKa

13

demikian, beberapa klaster dengan keunggulan produksi dan lahan yang luas mulai meningkatkan fasilitasi terhadap akses pasar dan pembiayaan. Dengan memfasilitasi akses pasar, produksi klaster diharapkan dapat berkontribusi terhadap pembentukan harga, sejalan dengan upaya pengendalian inflasi yang dilakukan Bank Indonesia, khususnya komoditas volatile food.

Hasil kajian Bank Indonesia (2014) menunjukkan adanya 4 entitas atau lembaga di Indonesia yang berperan menginisiasi sekaligus memfasilitasi program klaster baik dalam bentuk program komprehensif maupun one shoot program dengan dan alasan yang berbeda, yaitu sebagai berikut :

1. Bank Indonesia, dalam bentuk program bantuan teknis dan penyaluran dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) sebagai implementasi dari Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia.

2. Pemerintah, dalam bentuk program bantuan teknis maupun bantuan program dalam kapasitas sebagai pengambil kebijakan nasional untuk pencapaian MDGs di tahun 2015 melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat.

3. Lembaga donor, dalam mengemban misi global pengentasan kemiskinan melalui kegiatan ekonomi berkeadilan.

4. Swasta, dalam kerangka untuk memperkuat kegiatan mata rantai industrinya.

Indikator kesuksesan klaster terdiri dari 16 indikator yaitu akses pasar, networking dan kerja sama, akses informasi (pasar dan teknologi), modal sosial yang kuat, kedekatan dengan pemasok, basis inovasi yang kuat, infrastruktur memadai, spesialisasi, kompetensi, kepemimpinan dan visi bersama, akses terhadap sumber keuangan, akses pada jasa pendukung bisnis, persaingan, budaya wirausaha yang kuat, akses ke jasa spesialis, dan keberadaan perusahaan besar. Pilar dari klaster yang berkelanjutan terdiri dari 4 (empat) hal yaitu prasarana bisnis, SDM klaster, kelembagaan klaster, dan peran pemerintah. Di sisi lain, faktor kunci keberhasilan klaster berbeda untuk masing-masing subsektor ekonomi. Berikut dijelaskan 3 faktor keberhasilan yang paling penting (berdasarkan tingkat kesetujuan manajemen dan stakeholders) untuk masing-masing sektor ekonomi:

1. Subsektor Tanamanan Pangan: modal sosial yang kuat, kepemimpinan dan visi bersama serta akses pasar.

2. Subsektor peternakan: modal sosial yang kuat, basis inovasi (Research & Development/R & D) yang kuat dan akses pasar.

3. Subsektor hortikultura: akses pasar, terdapat networking dan kemitraan, serta modal sosial yang kuat.

4. Subsektor Perkebunan: networking dan kemitraan, basis inovasi (R & D) dan kompetensi/keahlian SDM yang kuat.

5. Subsektor perikanan: infrastruktur yang memadai, basis inovasi yang kuat (R & D tinggi) dan akses pasar.

6. Subsektor Industri: spesialisasi, kedekatan dengan pemasok, serta networking dan kemitraan.

Selanjutnya, hasil kajian Bank Indonesia (2015) pada klaster 2 (dua) komoditas volatile foods, (cabai merah dan bawang merah) menunjukkan bahwa klaster dapat diperkuat melalui pengembangan dan peningkatan keterampilan budidaya

Page 30: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB II - TINJaUaN PUSTaKa

14

serta pemanfaatan teknologi. Hal tersebut dilakukan melalui pendampingan dan demonstration plot (demplot), bantuan sarana produksi padi (saprodi) ketika iklim ekstrem, peningkatan status dan penguatan kelembagaan klaster. Faktor penting lainnya dalam pengembangan klaster yaitu pengutan modal sosial klaster, akses pasar dan networking, serta perbaikan infrastruktur.

Pada penelitian ini, rekomendasi strategi klaster volatile foods dibagi menjadi dua aspek, yaitu strategi meningkatkan pasokan dan mendorong kestabilan harga cabai merah dan bawang merah. Peningkatan pasokan cabai merah dapat dilakukan melalui strategi intensifikasi dan ekstensifikasi komoditas, pengembangan bibit tahan hama dan virus, pengembangan sarana penyimpanan cabai merah nasional, dan updating data kelompok tani (poktan) dan gabungan kelompok tani (gapoktan). Sementara strategi peningkatan pasokan bawang merah adalah intensifikasi dan ekstensifikasi, antisipasi ketidakpastian perubahan iklim, teknologi penyimpanan bawang merah, dan pengembangan teknologi rumah kaca khususnya untuk lahan tadah hujan. Untuk mendorong kestabilan harga cabai merah maupun bawang merah, perlu dilakukan penyelarasan maupun pengaturan pola tanam sepanjang tahun, efisiensi tata niaga dan jalur distribusi, dan kerja sama antar wilayah (provinsi sentra produksi dan provinsi konsumsi) untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan.

2.3.3. Kategori Klaster dan Peran Fasilitator dalam Klaster di Denmark

Klaster memengaruhi cara perusahaan dalam bekerja sama, mengatur, dan bersaing. Klaster umumnya berkembang sesuai dengan siklus pengembangan, yang mencakup tahapan evolusi di mana para aktor dari sektor swasta dan publik terlibat sebagai fasilitator untuk mengkoordinasikan dan mempromosikan klaster. Ingstrup dan Damgaard (2011) mengkaji hubungan antara pengembangan klaster dan fasilitator klaster. Mereka membuat kerangka kerja untuk menggambarkan perubahan yang terjadi melalui peran fasilitator klaster, termasuk fokus fasilitasi, kompetensi, dan tugas fasilitator dalam siklus pengembangan klaster. Penelitian ini dilakukan pada sembilan klaster yang berbeda di Denmark, antara lain: Agro Food Park, Designers’ Cooperation, Lean Energy Cluster, Agro Valley Denmark.

Menurut Ingstrup dan Damgaard (2011), sebagian klaster berkembang karena memiliki fasilitator yang mendukung dan mengintervensi klaster. Fasilitator klaster dapat berupa individu, perusahaan dan konsultan swasta, pemerintah, asosiasi lokal, maupun lembaga pengetahuan. Peran fasilitator klaster adalah membangun kepercayaan dan platform berbagai kerja sama dalam klaster. Fasilitator klaster harus memilki visi, memahami bisnis yang dikembangkan, memiliki kemampuan manajerial, kredibel, mampu berkomunikasi, fokus pada hasil, netral, memiliki kemampuan wirausaha, inovatif, berfikir terbuka. Karakter lainnya yang harus dimiliki fasilitator adalah memililiki jiwa wirausaha dan kepemimpinan dalam menempatkan dan mengevaluasi peluang sesuai dengan visi (Mesquita, 2007). Selain itu, fasilitator harus mampu membangun pemahaman bersama untuk mencapai tujuan bersama.

Berdasarkan hasil penelitian Ingstrup & Damgaard (2011), terdapat tiga kelompok klaster, yaitu klaster potensial (potential cluster), klaster yang perlu dikembangkan (latent cluster), dan klaster yang sedang berkembang (working cluster). Potential cluster dapat digambarkan sebagai klaster di mana keterkaitan antar anggota klaster relatif longgar dengan mayoritas pelaku usaha adalah perusahaan kecil dan menengah. Otoritas publik merupakan motor penggerak yang sangat penting karena masyarakat banyak memberikan dana bagi klaster untuk berkembang. Namun, umumnya masyarakat dan lembaga pengetahuan cenderung pasif. Potential cluster menekankan pada membangun kepercayaan, menjalin ikatan melalui aktivitas seperti networking events, mencari dana, branding, seminar, kegiatan sosial, dan pencocokan harapan anggota klaster yang difasilitasi oleh fasilitator klaster.

Page 31: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB II - TINJaUaN PUSTaKa

15

Latent cluster muncul untuk mengurangi kelemahan potential cluster. Aktifitasnya banyak dilakukan dengan mencari peluang bisnis, meningkatkan kepercayaan yang telah dibangun pada tahap awal pembentukan klaster. Upaya ini didukung oleh kegiatan yang dijalankan oleh masing-masing sekretariat klaster seperti seminar, acara networking, proyek kerja sama skala kecil, lokakarya ide bisnis, dan berbagi pengetahuan. Anggota klaster terutama perusahaan kecil dan menengah, lembaga pengetahuan, dan otoritas publik. Pada klaster ini kegiatan klaster lebih terintegrasi dibandingkan potential cluster. Contohnya, Agro Valley Denmark merupakan klaster yang sudah berkembang dengan baik antar triple helix, yaitu kerja sama antara universitas, industri, dan pemerintah. Pada klaster ini banyak dilakukan berbagai inovasi, kerja sama lintas klaster, sehinggga klaster lebih kuat. Peran lembaga pengetahuan sangat dominan dalam perkembangan klaster khususnya penelitian dan pengembangan. Sebagai contoh, klaster Medicon Valley fokus pada bioteknologi, teknologi medis, dan farmasi. Ruang lingkup fasilitator pada ketiga kondisi klaster disajikan pada Tabel 2.2.

Tabel 2. 2. Ruang Lingkup Fasilitator pada Berbagai Kondisi Klaster

Potensial cluster Latent cluster Working cluster

Facilitator role Framework-setterNetworker

EntrepeneurRelationship builder

Business seekerIntegrator

Facilitator focus Create social actor bondsFramework conditionsLocate new actorsTrust building

Create profesional actor bondsCooperationLocate actor needsTrust expansion

Create business actor bondsBusiness creating activitiesLocate actor opportunitiesTrust exploitation

Facilitator competencies

CommunicatorCredibleNetworkerOriginatorPolitical flairSeller

AnalyserCommunicatorCredibleEntrepreneurialNetworkerProblem solver

Busniness understandingCommunicatorInnovativeIndustry knowledgeManagerial skillsNetworkerOrganiserProblem solver

Facilitator tasks BrandingFundingLobbyingMatching of expectationsNetworking eventsSeminarsSocial events

BrandingBusiness idea workshopFundingKnowledge sharingNetworking eventsSeminarsSmall-scale cooperations project

BrandingCross-cluster cooperationFundingInnovation and business projectKnowledge sharingMarket analyseNetworking eventsProject portfolio managementSeminars

Sumber: Ingstrup dan Damgaard (2011)

2.3.4. Perkembangan dan Siklus Hidup Klaster di Korea Selatan dan Belanda

Shin dan Hassink (2011) mengkaji asal-usul dan perkembangan klaster industri galangan kapal di Korea Selatan. Penulis menganalisis siklus hidup klaster industri, tahap-tahap perkembangan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi siklus hidup dari klaster. Sebelumnya Van Klink dan De Langen (2001) melakukan studi klaster yang sama di Belanda.

Konsep siklus hidup klaster diperkenalkan oleh Menzel dan Fornahl (2010), Press (2006), Lorenzen (2005) dan Van Klink dan De Langen (2001). Ada tiga pertanyaan penting dalam siklus tersebut, yaitu: penyebab timbulnya klaster, penyebab menurunnya klaster, dan penyebab bergesernya klaster ke tahap ekonomi baru. Berdasarkan penelitian di klaster

Page 32: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB II - TINJaUaN PUSTaKa

16

penggalangan kapal di Belanda, Van Klink dan De Langen (2001) membedakan tahapan klaster yaitu: pengembangan (development), ekspansi (expansion), matang (maturation), dan tahap transisi. Sedangkan menurut Menzel and Fornahl (2010), siklus hidup klaster mencakup tahap awal (emergence), pertumbuhan (growth), pemeliharaan (sustainment), dan penurunan (decline).

Van Klink dan De Langen (2001) membedakan enam karakteristik dari siklus hidup klaster yang berbeda. Karakteristik tersebut terdiri dari sifat rantai nilai, hubungan strategis, dinamika klaster, bidang kerja sama, dan, faktor-faktor keberhasilan, dan peran pemerintah (Tabel 2.3).

Tabel 2. 3. Siklus Hidup Klaster

Development Expansion Maturation Transition

Character of the value chain

Construction of a value chain with different firms

Specialization among firms in the chain

Strable roles of firms in the value chain

Reorientation of the roles of firms in the chain

Strategic relations Development of strategic relations

Strengthening of strategic relations

Pressure on strategic relations

Reconfiguration of strategic relations

Cluster dynamics Some entrans, no exits

Some entrans, no exits

Few entrans, few exits Few entrans, many exits

Cooperative domain R&D; standardization; cooperative routines

R&D; education; marketing; sharing infrastructure

R&D; education; marketing;

R&D; education; new cooperative routines

Determinant for succes

Presence of local resources, know-how and demanding home market

Presence of local resources, know-how and risk capital

Presence of local resources, know-how and a balance between local and global orientation

Presence of (new) local resources and know-how and organizing capacity

Role of government Providing information on local know-how

Stimulating outsourcing and market expansion

Professionalizing suppliers and stimulating neue Kombinationen

Stimulating neue Kombinationen

Dalam setiap tahapan tersebut dapat dicirikan pertumbuhan klaster dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan industri dan hubungan klaster seperti disajikan pada Gambar 2.4 (Van Klink & De Langen, 2001).

Gambar 2. 4. Pertumbuhan dan Karakter Hubungan pada Siklus Hidup Klaster

Tahap 1Pengembangan (Development)

Diatas rata-rata

Stab

il d

an b

ero

rien

tasi

in

tern

alH

ubun

gan

bel

um s

tab

il

Kar

akte

r h

ub

un

gan

kla

ster

Pertumbuhan klaster dibandingkan denganrata-rata pertumbuhan industri

Dibawah rata-rata

Tahap 4Transisi

(Transition)

Tahap 2Ekspansi

(Expantion)

Tahap 3Matang

(Maturation)

Sumber: Van Klink & De Langen (2001)

Page 33: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB II - TINJaUaN PUSTaKa

17

Menzel & Fornahl (2010) menekankan adanya perubahan karakter pengetahuan melalui siklus hidup klaster. Heterogenitas pengetahuan dalam klaster mengalami perubahan pada setiap tahapannya. Meningkatnya heterogenitas pengetahuan dapat menyebabkan tahap pertumbuhan baru (Gambar 2.5)

Gambar 2. 5. Interaksi antara Ukuran Perusahaan dan Heterogenitas Pengetahuan dalam Siklus Hidup Klaster

Sumber: Menzel dan Fornahl (2010)

Klaster penggalangan kapal Korea memiliki karakter berbeda di setiap tahap siklus hidup klaster. Rantai nilai dan dinamika dari klaster tersebut termasuk berada pada tahapan pematangan. Klaster tersebut merupakan sistem yang sangat kompleks yang terdiri dari perusahaan besar, pemasok UMKM, serta aktor politik yang berbeda di tingkat nasional dan regional. Perusahaan yang tergabung dalam klaster biasanya lebih kompetitif dibandingkan dengan perusahaan non-klaster pada tahap pertengahan siklus hidup. Perusahaan penggalangan kapal melakukan reorientasi dan diversifikasi untuk sasaran target pasar yang lebih luas (high-end market segments).

2.3.5. Lesson Learned dari Agro-Based Clusters

Meskipun kajian klaster sangat banyak, namun tidak banyak yang membahas klaster sektor pertanian (agro-based clusters). Padahal, salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya saing sektor pertanian adalah melalui klaster. Kerja sama vertikal dan horizontal antar aktor dalam rantai nilai pertanian dan institusi pendukung terkait lainnya seringkali menghasilkan inovasi, menciptakan lingkungan kondusif untuk kerja sama antar aktor, memberikan citra wilayah, dan menjembatani kebutuhan petani. Galvez-Nogales (2010) menyatakan bahwa klaster berbasis pertanian di negara-negara berkembang umumnya memiliki karakteristik yang sama, yaitu didominasi petani skala kecil, dikelola secara informal, keterkaitan antar aktor masih lemah, serta menghadapi berbagai permasalahan untuk meningkatkan skala usaha. Hal tersebut menyebabkan promosi klaster di negara berkembang lebih sulit dibandingkan dengan negara maju, sehingga memerlukan dukungan yang lebih banyak.

Page 34: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB II - TINJaUaN PUSTaKa

18

Galvez-Nogales (2010) menganalisis agro-based cluster di negara-negara berkembang yaitu Amerika Latin, Asia dan Afrika. Klaster yang dipelajari antara lain klaster minuman anggur dan buah-buahan (Amerika Latin), klaster salmon dan bunga potong (Chili), dan klaster kopi (Nikaragua). Sementara klaster yang dikaji di Asia mencakup buah-buahan dan sayuran (Thailand), klaster singkong dan bunga lili (Vietnam), klaster anggur (India), serta klaster domba dan kambing (Tiongkok). Di Afrika contohnya adalah klaster perikanan (Uganda), kopi (Kenya), dan klaster minuman anggur (Afrika Selatan).

Berdasarkan pengalaman di berbagai negara tersebut, klaster berbasis pertanian diharapkan mampu menciptakan value networks yang merupakan agregasi dari:

• Hubungan vertikal antara pemasok input, petani, prosesor, eksportir, ritel, konsumen, danbranded buyer.

• Hubunganhorizontalantaraprodusendengan lembagaataubisnis yangmendukungprosesrantai pasok pertanian.

• Hubunganyangsalingmendukungantaraprodusendanlembagafasilitatorsepertipemerintahlokal, business service providers, lembaga penelitian, universitas, dan lembaga swadaya masyarakat.

Gambar 2. 6. Konsep Value Networks untuk Agro-based Cluster

Sumber: Galvez-Nogales, 2010

Page 35: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB II - TINJaUaN PUSTaKa

19

2.4. KONSEP RANTAI NILAI (VALUE CHAIN)

Analisis value chain merupakan serangkaian aktivitas yang diperlukan dalam memproduksi dan mendistribusikan barang atau jasa dari produsen kepada konsumen, di mana permintaan konsumen merupakan pendorong utama seluruh kegiatan dalam rangkaian rantai nilai barang/jasa tersebut (World Bank, 2008). Berbeda dengan pendekatan supply chain yang lebih berorientasi kepada sisi produsen, pendekatan value chain lebih berorientasi kepada konsumen (consumer driven). Atribut-atribut yang diinginkan oleh konsumen terhadap suatu barang/jasa mengalami perubahan yang dinamis seiring dengan peningkatan pendapatan, demografi dan gaya hidup. Perubahan preferensi tersebut harus direspon oleh produsen/petani.

Sebagai contoh, beberapa tahun yang lalu petani melakukan berbagai upaya untuk memproduksi buah-buahan yang memiliki ukuran yang besar (misalnya semangka atau pepaya). Namun, seiring dengan perubahan demografi di mana jumlah anggota keluarga yang semakin sedikit (misalnya satu keluarga hanya memiliki dua sampai tiga anak), maka ukuran semangka atau pepaya yang terlalu besar tidak begitu diminati oleh konsumen. Preferensi konsumen tersebut dipertimbangkan dalam analisis value chain sehingga petani kemudian akan memproduksi semangka atau pepaya yang berukuran sedang. Contoh lainnya adalah meningkatnya kesadaran konsumen berpendapatan tinggi terhadap kesehatan, sehingga menginginkan produk yang tidak mengandung pestisida dan pupuk kimia. Informasi tersebut kemudian diteruskan dan direspon oleh petani di sepanjang value chain dengan munculnya komoditas pertanian organik.

Di samping consumer driven, perbedaan utama value chain dengan supply chain terletak pada pendekatan value chain yang lebih memfokuskan pada bagaimana meningkatkan nilai di sepanjang value chain tersebut (World Bank, 2008). Kesamaan utama dua pendekatan tersebut adalah bagaimana membuat rantai nilai lebih efisien dengan menurunkan biaya-biaya di sepanjang rantai nilai yang fokus pada supply chain. Dengan demikian, analisis value chain juga meliputi analisis supply chain. Analisis value chain sangat berguna terutama untuk: (1) mengetahui trend yang terjadi pada konsumen dan pengaruhnya terhadap value chain; (2) mengidentifikasi aktor-aktor yang terlibat dan leader dalam value chain; dan (3) mengetahui hubungan di antara aktor-aktor yang terlibat dalam value chain. Pendekatan supply chain dan value chain dapat dilihat pada Gambar 2.7 dan Gambar 2.8.

Gambar 2. 7. Pendekatan Supply Chain

Sumber: Stringer (2009)

Page 36: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB II - TINJaUaN PUSTaKa

20

Gambar 2. 8. Pendekatan Value Chain

Sumber: Stringer (2009)

Dalam melakukan analisis value chain, pemetaan value chain (mapping the chain) merupakan suatu hal yang penting untuk dilakukan. Tujuan utama dari pemetaan value chain adalah untuk mengidentifikasi aliran produk dan aktor-aktor yang terlibat dalam value chain (Stringer, 2009). Seperti diketahui, pendistribusian barang dari tingkat produsen ke konsumen akhir melalui beberapa middlemen, yaitu diantaranya adalah pedagang dan industri pengolahan.Pedagang itu sendiri bisa dibagi berdasarkan skala usaha yaitu pedagang kecil dan pedagang besar atau bisa juga berdasarkan lokasi/scope pemasarannya, yaitu pedagang tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, eksportir, dan atau kombinasi keduanya (lokasi dan skala usaha). Tujuan lain dari pemetaan value chain adalah untuk mengidentifikasi aktor-aktor mana yang memberikan nilai tambah terbesar dalam value chain tersebut.

Pada prinsipnya pemetaan value chain dapat dibagi menjadi lima, yaitu (1) pemetaan aktor-aktor yang terlibat dalam value chain, (2) pemetaan volume penjualan di masing-masing aktor di sepanjang value chain, (3) pemetaan nilai produk pada setiap tingkatan value chain, (4) pemetaan proporsi biaya yang dikeluarkan oleh setiap aktor di sepanjang value chain, dan (5) pemetaan aliran informasi dan transfer teknologi. Masing-masing pemetaan tersebut dibahas pada bagian berikut.

a. Mapping Actors

Mapping actors adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengidentifikasi pelaku-pelaku yang terlibat dalam suatu value chain. Aktor-aktor yang terlibat dalam suatu value chain biasanya bermula dari produsen, melalui middlemen, hingga konsumen akhir. Namun demikian, aktor dapat diperluas cakupannya tidak hanya bermula dari level produsen, tetapi bermula dari perusahaan-perusahaan yang menyediakan input kepada produsen. Gambar 2.9 menyajikan contoh mapping actors yang berasal dari value chain komoditas tomat di Jawa Barat, Indonesia (Natawidjaya, 2007).

Page 37: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB II - TINJaUaN PUSTaKa

21

Gambar 2. 9. Mapping Actor pada Komoditas Tomat di Jawa Barat, Indonesia

Sumber: Natawidjaya, 2007

Gambar 2.9 menunjukkan bahwa value chain komoditas tomat sangat bervariasi, tergantung aktor-aktor yang terlibat di sepanjang value chain tersebut. Bagian paling bawah menunjukan bahwa aktor-aktor yang terlibat pada value chain komoditas tomat model ini lebih banyak dibandingkan dengan aktor-aktor yang terlibat pada value chain di bagian atasnya. Sebagai contoh, pada value chain komoditas tomat yang paling bawah, aktor-aktor yang terlibat meliputi: petani (farmer), pedagang lokal (local collector), pedagang besar (traditional wholesale), pedagang besar pasar induk (traditional wholesale market), dan pedagang pengecer di pasar tradisional (traditional retail market). Adapun value chain yang berada pada bagian paling atas menunjukkan value chain yang lebih pendek di mana aktor-aktor yang terlibat di sepanjang value chain tersebut relatif lebih sedikit, yaitu petani (farmer), pedagang yang memasok ke supermarket (specialized super wholesaler) dan supermarket.

b. Mapping Volume

Mapping volume dilakukan untuk memetakan volume penjualan di masing-masing aktor di sepanjang value chain. Mapping volume sangat berguna untuk mengidentifikasi aliran komoditas dan pangsa penjualan di sepanjang value chain. Contoh mapping volume disajikan pada Gambar 2.10.

Page 38: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB II - TINJaUaN PUSTaKa

22

Gambar 2. 10. Contoh Output dari Kegiatan Mapping Volume

Sumber: Stringer (2009)

c. Mapping Value

Mapping value dilakukan untuk mengidentifikasi besaran biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing aktor yang terlibat dalam suatu value chain. Di samping mengetahui besaran biaya, mapping value juga digunakan untuk melihat harga yang diterima oleh masing-masing aktor di sepanjang value chain. Gambar 2.11 menyajikan output dari kegiatan mapping value suatu komoditas.

Gambar 2. 11. Contoh Output dari Kegiatan Mapping Value

Sumber: Stringer (2009)

d. Mapping Relative Costs of Processing

Mapping relative cost of processing digunakan untuk melihat biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka peningkatan nilai tambah yang dilakukan oleh setiap aktor yang terlibat dalam value chain. Misalnya pada Gambar 2.12, kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh petani terbagi menjadi lima, yaitu persiapan lahan (land preparation), pemupukan (fertilizing), penyemprotan (spraying), pemeliharaan tanaman (plant maintenance), dan pemanenan (harvesting). Masing-masing kegiatan yang dilakukan petani kemudian dihitung persentase biayanya terhadap keseluruhan biaya yang dikeluarkan di tingkat petani.

Page 39: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB II - TINJaUaN PUSTaKa

23

Gambar 2. 12. Contoh Output dari Kegiatan Mapping Relative Cost of Processing

Sumber: Stringer (2009)

e. Mapping Information and knowledge transfer

Mapping information and knowledge transfer sangat berguna untuk mengetahui informasi dan pengetahuan yang dimiliki oleh masing-masing aktor terkait dengan komoditas yang terdapat pada value chain tersebut. Gambar 2.13 menyajikan output dari kegiatan mapping knowledge komoditas kacang kedelai di Laos.

Gambar 2. 13. Output Mapping Knowledge Komoditas Kacang Kedelai

2.5. MANAjEMEN STRATEGI

Strategi berasal dari bahasa Yunani kuno yang berarti “seni berperang”. Sebuah strategi mempunyai dasar-dasar atau skema untuk mencapai sasaran yang dituju. Jadi, pada dasarnya strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan (Umar, 2008). Menurut Barney (1997), strategi adalah suatu pola alokasi sumber daya yang memungkinkan perusahaan untuk memelihara atau meningkatkan kinerjanya.

Page 40: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB II - TINJaUaN PUSTaKa

24

Definisi strategi dan manajemen strategi diperluas oleh Mintzberg et al. (1998) dikenal sebagai 5P yaitu:

1. Strategy as plan. Strategi merupakan suatu rencana atau sesuatu yang berupa arahan, petunjuk untuk kegiatan di masa depan yang diambil pada masa kini. Strategi merupakan suatu rencana ke depan (looking ahead) atau sesuatu yang diharapkan di masa depan.

2. Strategy as pattern. Strategi merupakan suatu pola atau sesuatu yang konsisten di setiap waktu. Strategi sebagai suatu pola melihat perilaku di masa lalu yang sudah terjadi (looking behind).

Kedua definisi tersebut apabila digabungkan menjadi: suatu organisasi mengembangkan rencana masa depan dengan melihat pola-pola perilaku di masa lalu. Dalam hal ini disebut sebagai strategi yang diharapkan (intended strategy) dan strategi yang terjadi (realized strategy).

3. Strategy as position. Strategi merupakan posisi yaitu menempatkan produk khusus pada pasar yang khusus juga.

4. Strategy as perspective: Strategi merupakan perspektif, yaitu hal-hal yang bersifat fundamental dalam organisasi untuk mengerjakan sesuatu.

5. Strategy as ploy: strategi merupakan suatu cara, yaitu manuver khusus yang diharapkan dapat mengalahkan lawan atau para pesaing.

Strategi dirumuskan berdasarkan pendekatan hierarkis yang berhubungan dengan konsep misi, tujuan, dan taktik perusahaan. Dalam hal ini, strategi didefinisikan sebagai cara di mana organisasi mencapai visi, misi dan tujuan melalui manajemen strategi. Manajemen strategi terdiri atas tiga tahapan utama yaitu formulasi atau perencanaan strategi, implementasi strategi, dan evaluasi strategi untuk mencapai visi yang ditetapkan (David, 2011) sebagaimana digambarkan pada Gambar 2.14. Strategi yang baik adalah strategi yang mampu menetralisir ancaman dan menggali peluang dengan menekankan pada kekuatan dan menghindari kelemahan. Rumusan strategi difokuskan untuk mempertemukan kekuatan dan kelemahan internal perusahaan dengan peluang dan ancaman.

Gambar 2. 14. Model Manajemen Strategi

Analisis lingkungan

internal

Analisis lingkungan eksternal

Membuat visi dan misi

Membuat tujuan jangka

panjang

Mengukur dan mengevaluasi

kinerja

Implementasi strategi

Merumuskan mengevaluasi dan memilih strategi

Rumusan strategi Implementasistrategi

Evaluasistrategi

Sumber: David, (2011)

Page 41: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB II - TINJaUaN PUSTaKa

25

2.6. RUMUSAN STRATEGI DENGAN ANALISIS SwOT

Rumusan strategi diawali dengan penentuan visi dan misi. Pernyataan visi menjawab pertanyaan yang diinginkan. Pengembangan visi merupakan tahap pertama dalam perencanaan strategi yang diikuti dengan pengembangan pernyataan misi. Visi dikembangkan dalam satu pernyataan kalimat tunggal. Misi merupakan pernyataan tujuan jangka panjang yang membedakan satu bisnis dengan perusahaan sejenis lainnya.

Formulasi strategi harus dapat mengambil manfaat dari peluang yang ada dan mengurangi ancaman. Berdasarkan hal tersebut maka identifikasi, monitoring dan evaluasi peluang dan ancaman merupakan hal yang sangat penting. Proses ini seringkali disebut analisis industri atau environmental scanning (David, 2011).

Kondisi eksternal berupa peluang dan ancaman merupakan kondisi, ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, hukum, pemerintah, teknologi dan tren persaingan yang dapat memberikan manfaat maupun membahayaakan bagi organisasi di masa depan. Peluang dan ancaman tidak dapat dikendalikan oleh organisasi (David, 2011).

Kekuatan dan kelemahan yang bersifat internal merupakan hal-hal yang dapat dikontrol oleh organisasi. Faktor-faktor tersebut mencakup pemasaran, keuangan/akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan, dan manajemen sistem informasi. Strategi perlu dirumuskan dengan meningkatkan kekuatan dan mengeliminasi kelemahan.

Tahapan perumusan strategi menurut David (2011) terdiri dari tahap input, pencocokan, dan keputusan. Berikut ini penjabaran ketiga tahap tersebut.

1. Tahap Input

Pada tahap ini dibuat matriks Evaluasi Faktor Internal (EFI) dan Evaluasi Faktor Eksternal (EFE). Matriks EFI mencakup kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan. Sedangkan peluang dan ancaman perusahaan digambarkan dalam Matriks EFE.

2. Tahap Pencocokan

Tahap pencocokan dalam rumusan strategi terdiri dari Matriks SWOT, the SPACE Matrix, the BCG Matrix, the IE Matrix, dan the Grand Strategy Matrix. Pencocokan faktor internal dan eksternal merupakan kunci untuk merumuskan strategi.

3. Tahap Keputusan

Tahap ini menggunakan berbagai metode untuk mengevaluasi dan memilih strategi berdasarkan nilai total terbesar.

Perumusan strategi dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Salah satu pendekatan yang relatif mudah dan banyak digunakan adalah analisis SWOT. SWOT merupakan akronim dari Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats. Pada mulanya, analisis SWOT diaplikasikan di Harvard Business School dan beberapa sekolah bisnis lainnya di Amerika, dan kemudian dipopulerkan oleh Kenneth Andrews. Analisis SWOT banyak digunakan untuk pengembangan strategi bisnis dan riset pemasaran. Pada strategi pengembangan bisnis, SWOT diperoleh dari pendapat stakeholders sehingga merefleksikan pendapat kolektif suatu kelompok. Focus groups merupakan metode yang banyak dipakai untuk mengumpulkan pendapat dari stakeholders terkait (Leigh, 2010).

Page 42: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB II - TINJaUaN PUSTaKa

26

Analisis SWOT merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan menganalisis kondisi internal dan eksternal, serta merumuskan kegiatan di masa depan berdasarkan faktor-faktor tersebut (Leigh, 2010). Identifikasi lingkungan adalah proses monitoring, evaluasi, dan pengumpulan informasi dari lingkungan eksternal dan internal yang bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor strategi. Lingkungan eksternal terdiri dari peluang dan ancaman yang berasal dari luar organisasi. Lingkungan internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan yang berada dalam lingkup organisasi dan mencakup struktur, budaya, serta sumber daya (Wheelen dan Hunger, 1998). Identifikasi dari SWOT adalah sebagai berikut:

• Strengths/Kekuatan Internal

Kekuatan merupakan internal enhancer yang menunjukkan kompetensi internal atau sumber daya yang bernilai (Leigh, 2010). Kekuatan adalah sumber daya, keterampilan atau keunggulan lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan dari pasar yang dilayani. Kekuatan merupakan suatu kompetensi berbeda (distinctive competence) yang memberi perusahaan suatu keunggulan komparatif dalam pasar. Kekuatan berkaitan dengan sumber daya keuangan, citra, kepemimpinan, pasar, dan hubungan pembeli - pemasok.

• Weaknesses/Kelemahan Internal

Kelemahan merupakan penghambat sumber daya internal (internal inhibitors), yaitu keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya, keterampilan, dan kemampuan yang secara serius menghalangi kinerja efektif suatu industri.

• Opportunities/Peluang Lingkungan Eksternal

Peluang merupakan kondisi eksternal yang dapat meningkatkan kinerja (external enhancer). Peluang adalah situasi utama yang menguntungkan dalam lingkungan perusahaan/industri. Identifikasi dari segmen pasar, perubahan-perubahan dalam keadaan bersaing, perubahan teknologi, dan hubungan pembeli-pemasok menunjukkan suatu peluang.

• Threats/Ancaman Lingkungan Eksternal

Ancaman merupakan hambatan eksternal yang dapat menurunkan kinerja (external inhibitors). Ancaman berupa situasi yang tidak menguntungkan dalam lingkungan suatu perusahaan dapat berupa rintangan-rintangan utama bagi posisi yang diinginkan. Masuknya pesaing baru, pertumbuhan pasar yang lambat, daya tawar pembeli–pemasok yang meningkat, perubahan teknologi, kebijakan baru dapat merupakan ancaman bagi keberhasilan suatu industri.

Setelah mengidentifikasi kondisi internal dan eksternal melalui SWOT, selanjutnya dilakukan tahap pencocokan yang relatif sulit dan kritis dalam merumuskan strategi. Tujuan tahapan pencocokan adalah untuk membangkitkan alternatif strategi yang layak, bukan untuk memiliki strategi terbaik. Tidak semua strategi dibuat dalam matriks SWOT.

Salah satu alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan adalah matriks SWOT. Matriks ini membantu mengembangkan 4 (empat) tipe strategi yaitu: SO (strengths-opportunities), WO (weaknesses-opportunities), ST (strengths-threats), dan WT (weaknesses-threats). Matriks ini menggambarkan peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Matriks SWOT menghasilkan 4 (empat) kemungkinan alternatif strategi seperti terlihat dalam Tabel 2.4.

Page 43: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB II - TINJaUaN PUSTaKa

27

Tabel 2. 4. Matriks SWOT

Strength (S) Weaknesses (W)

Opportunities (O) Strategi SOCiptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

Strategi WOCiptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang

Threats (T) Strategi STCiptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

Strategi WTCiptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman

Sumber : Rangkuti (2002)

Tahap selanjutnya adalah mengevaluasi dan memilih strategi terbaik. Ruang lingkup terbaik untuk evaluasi adalah dengan menguji hal-hal berikut:

1. Konsistensi (consistency): strategi harus konsisten antara tujuan dan kebijakan.

2. Kesamaan (consonance): strategi harus merepresentasikan suatu respon yang adaptif terhadap lingkungan eksternal dan perubahan kritis yang terjadi.

3. Memberikan manfaat (advantage): strategi harus menciptakan dan atau memelihara keunggulan bersaing dalam aktivitas yang dipilih.

4. Layak (feasibility): strategi harus melihat sumber daya yang tersedia dan permasalahan lainnya yang belum tergali.

Page 44: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

28

Page 45: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB III - METODE PENELITIaN

29

BAB IIIMETODE PENELITIAN

3.1. jENIS, SUMBER DATA DAN LOKASI PENELITIAN

Sumber data diperoleh melalui data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari survei individu dan Focus Group Discussion (FGD). FGD dilakukan dengan kelompok individu yang memiliki keahlian untuk mendapatkan kesan, interpretasi, dan opini terkait topik yang dikemukakan. FGD juga dilakukan dengan kalangan internal Bank Indonesia dan pihak eksternal yang terdiri dari pejabat dari kementerian terkait serta akademisi.

Data sekunder diperoleh dari Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik (nasional dan daerah), Kementerian dan Dinas terkait seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan dinas-dinas yang berada di wilayah penelitian. Selain itu, sumber data sekunder diperoleh melalui buku-buku dan berbagai jurnal khususnya yang terkait dengan rantai nilai, sustainable cluster, volatile foods supply chain, rumusan strategi dan pengambilan keputusan berdasarkan multi kriteria (multi-criteria decision making).

Metode pengumpulan data primer, khususnya yang terkait dengan perumusan roadmap pengembangan klaster dan usulan strategi klaster nasional dilakukan melalui in-depth interview, kuesioner, FGD, dan survei lapangan. Wawancara dilakukan secara langsung (face to face) dan mendalam dengan responden ahli. In-depth interview menggunakan kuesioner kepada 35 responden petani, 3 orang pedagang dan 2 orang pengolah pada komoditas beras, cabai merah dan bawang merah di masing-masing lokasi. Dalam FGD di lokasi penelitian, selain melibatkan petani, pedagang, dan pengolah juga melibatkan instansi-instansi terkait seperti: Dinas Pertanian, Dinas Perdagangan, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Perhubungan, Dinas Perindustrian, Bappeda/Pemda, akademisi lembaga keuangan formal maupun non-formal, dan tokoh masyarakat. FGD dilakukan juga pada level nasional untuk mendapatkan masukan dari stakeholders terhadap roadmap, usulan integrasi klaster secara nasional, dan prioritas strategi. Peserta FGD nasional berasal dari Bappenas, Kemenko Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan Bulog.

Metode pengumpulan data sekunder dilakukan melalui literature review terhadap kajian yang sudah dilakukan. Kajian tersebut dapat berupa hasil penelitian, best practices, maupun kebijakan yang terkait dengan pengembangan klaster sebagai pengendali inflasi. Keterkaitan antara tujuan penelitian dengan data, sumber data, teknik pengumpulan dan teknik analisis data dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Page 46: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB III - METODE PENELITIaN

30

Tabel 3. 1. Hubungan antara Tujuan Penelitian dan Data

Tujuan Data Sumber DataTeknik

Pengumpulan Data

Teknik Analisis

Memperoleh arah pengembangan dan penguatan klaster komoditas Volatile Foods.a. Impact evaluation

(before – and after comparisons)

b. Pengembangan klaster

Data primerdan sekunder

Responden, informan kunci dan laporan kegiatan

Survei lapang dan desk study

Statistikparametrikdan non-parametrik

Menetapkan roadmap pengembangan klaster

Data primerdan sekunder

Informan kunci dan laporan kegiatan

FGD dan nasi dan nasional nasional dan Desk study

Kualitatif

Memperoleh usulan integrasi klaster secara Nasional, dan prioritas strategi

Data primerdan sekunder

Informan kunci FGD SWOT dan AHP

Dalam penelitian telah ditetapkan tiga komoditas volatile food yaitu beras, cabai dan bawang merah. Untuk masing-masing komoditas dipilih satu lokasi klaster yaitu klaster beras di Soppeng, Sulawesi Selatan, klaster cabai merah di Kulon Progo, Yogyakarta dan klaster bawang merah, Nganjuk Jawa Timur. Dari masing-masing klaster dikumpulkan data primer yang bersumber dari 50 responden.

3.2. METODE ANALISIS

3.2.1. Statistik Parametrik dan Non Parametrik

Statistik non-parametrik dapat digunakan ketika salah satu asumsi pada statistik parametrik tidak dapat terpenuhi (Kazmier dan Pohl, 1984). Asumsi parametrik tersebut antara lain data yang terdistribusi secara normal dan data yang digunakan minimal adalah data interval. Pada penelitian ini digunakan dua jenis statistik tersebut tergantung dari data yang digunakan. Statistik parametrik dan non parametrik yang digunakan bertujuan untuk melakukan uji beda sebelum dan sesudah responden mendapatkan bantuan klaster BI.

Untuk dapat yang bersifat rasio, akan digunakan uji-t berpasangan. Uji-t adalah jenis pengujian statistika untuk mengetahui apakah ada perbedaan dari nilai yang diperkirakan dengan nilai hasil perhitungan statistika. Umumnya digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan rata-rata antara dua populasi dengan mengambil sampel pada kedua populasi tersebut. Data yang digunakan minimal interval atau rasio. Pada penelitian ini, uji-t digunakan untuk melihat dampak infrastruktur pertanian. Jawaban petani diuji apakah berbeda nyata dengan tiga yang dianggap jawaban netral. Adapun rumusnya adalah:

Keterangan:

Sd = standar deviasi selisih antar dua sampel

d = selisih antar dua sampel (garis di atas menunjukkan rata-rata)

Page 47: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB III - METODE PENELITIaN

31

Untuk data yang bersifat ordinal, uji beda yang dilakukan adalah dengan menggunakan uji tanda (sign test). Uji ini diaplikasikan untuk masalah hubungan kausal 2 variabel nonmetrik. Variabel independent (X) terdiri dari 2 kategori (misalkan, A dan B), dengan kasus 2 sampel berpasangan, dan variabel dependent (Y) minimal mencapai pengukuran ordinal. Sehingga data sampel dapat dinyatakan dalam n pasang, yakni (YA , YB)1, (YA , YB)2, …, (YA , YB)n dan misalkan N adalah banyak pasangan yang skor YA ≠ YB.

Ingin diketahui, apakah lokasi pusat data Y pada kedua populasi, berdasarkan dua sampel berpasangan tersebut berbeda. Untuk itu, hipotesa statistiknya dinyatakan sebagai:

Ho : Median Y di kedua populasi (populasi A dan B) tidak berbeda

H1 : Median Y di populasi A lebih besar dibanding di populasi B

Untuk menguji hipotesa tersebut, digunakan statistik uji S, yakni banyak pasangan yang skor YA>YB. Ho cenderung benar, ketika nilai S mendekati .

Untuk sampel berukuran besar, statistik S menyebar normal, dengan nilai tengah dan simpangan baku . Sehingga, statistik S dapat dinormalbakukan menjadi:

Tanda ± 0,5 pada statistik Zhit di atas, dimaksudkan sebagai koreksi kontinuitas, karena adanya transformasi statistik S (diskrit) menjadi Zhit (kontinu), dengan ketentuan, bila S<hg maka S+fg namun bila S>hg maka S-hg .

Statistik Zhit menyebar normal baku (Z). Pada output SPSS tersaji nilai

, yakni besar peluang (|Zhit|>Z). Apabila α 2)2.( . <−tailedSigExact

, atau |Zhit|>Zα maka disimpulkan tolak Ho, bila sebaliknya terima Ho pada taraf nyata α.

3.2.2. Analisis Rantai Nilai (Value Chain)

Dalam melakukan analisis pemetaan value chain (mapping the chain), dilakukan identifikasi aliran produk dan aktor-aktor yang terlibat dalam value chain tersebut (Stringer, 2009). Seperti diketahui, pendistribusian barang dari produsen ke konsumen akhir melalui beberapa middlemen, di antaranya adalah pedagang dan industri pengolahan. Pedagang dapat dibagi berdasarkan skala usaha (pedagang kecil dan pedagang besar) atau lokasi/scope pemasaran (pedagang tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, eksportir), dan atau kombinasi keduanya (lokasi dan skala usaha). Pemetaan value chain diharapkan akan dapat mengidentifikasi aktor-aktor yang memberikan nilai tambah terbesar dalam value chain tersebut.

Pemetaan value chain dapat dibagi menjadi 5, yaitu: (1) pemetaan aktor-aktor yang terlibat; (2) pemetaan volume penjualan masing-masing aktor di sepanjang value chain; (3) pemetaan nilai produk di setiap tingkatan value chain; (4) pemetaan proporsi biaya yang dikeluarkan setiap aktor di sepanjang value chain; dan (5) pemetaan aliran informasi dan transfer teknologi.

a. Pemetaan Aktor yang Terlibat (Mapping the Actors)

Mapping actor dilakukan untuk mengidentifikasi pelaku-pelaku yang terlibat dalam suatu value chain (biasanya bermula dari produsen, middlemen hingga konsumen akhir).

Page 48: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB III - METODE PENELITIaN

32

Keterangan:

Sd = standar deviasi selisih antar dua sampel

d = selisih antar dua sampel (garis di atas menunjukkan rata-rata)

Cakupan aktor dapat diperluas dengan bermula dari perusahaan-perusahaan penyedia input kepada produsen dan seluruh pihak yang terlibat dalam klaster BI.

b. Mapping the Volume

Mapping volume dilakukan untuk memetakan volume penjualan di masing- masing aktor sehingga dapat mengidentifikasi aliran komoditas dan pangsa penjualan di sepanjang value chain.

c. Mapping the Marketing Margin

Mapping the Marketing Margin dilakukan untuk mengidentifikasi margin yang diperoleh oleh setiap aktor dalam klaster BI.

d. Mapping the Information and knowledge transfer

Mapping information and knowledge transfer sangat berguna untuk mengetahui informasi dan pengetahuan yang dimiliki oleh masing-masing aktor terkait dengan komoditas yang terdapat pada value chain tersebut.

3.2.3. Analisis SWOT dan Analytical Hierachy Process (AHP)

Usulan rekomendasi strategi klaster nasional dianalisis dengan menggunakan Analytical Hierachy Process (AHP) dibantu software Expert Choice 2000. Rumusan roadmap strategis dan strategi klaster nasional volatile foods dilakukan dengan mengadopsi tahapan perumusan strategi menurut David (2011) yang terdiri dari tahap input, pencocokan, dan keputusan.

a. Tahap Input

Pada tahap ini, peneliti membuat IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (External Factor Evaluation). Matriks IFE mencakup kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh setiap klaster, sedangkan Matriks EFE menggambarkan peluang dan ancaman setiap klaster.

b. Tahap Pencocokan

Tahap pencocokan dilakukan dengan membuat matriks SWOT untuk mengembangkan 4 jenis strategi, yaitu strategi yang mencocokkan (1) kekuatan dan peluang (SO strategies), (2) kelemahan dan peluang (WO strategies), (3) kekuatan dan ancaman (ST strategies) dan (4) kelemahan dan ancaman (WT strategies).

c. Tahap Keputusan

Tahap ini menggunakan AHP untuk mengevaluasi dan memilih strategi berdasarkan nilai bobot terbesar. Menurut Saaty (1994), AHP merupakan suatu tahapan proses pembuatan keputusan yang mencakup tahapan-tahapan berikut:

1) Menstrukturkan permasalahan sebagai suatu hierarki atau suatu sistem dengan lingkaran yang yang saling berhubungan (dependence loop).

2) Menjelaskan pernyataan yang merefleksikan gagasan-gagasan, perasaan atau intuisi.

3) Merepresentasikan pernyataan (judgement) degan nilai-nilai yang memiliki arti.

4) Menggunakan nilai-nilai tersebut untuk menghitung prioritas elemen dalam hierarki.

5) Menginterpretasikan hasilnya untuk menentukan seluruh keputusan.

6) Menganalisis sensitivitas untuk mengubah pernyataan.

Page 49: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB III - METODE PENELITIaN

33

Berikut ini dijabarkan ketiga tahapan tersebut.

1. Analisis Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (External Factor Evaluation)

Matriks IFE bertujuan mengidentifikasi faktor lingkungan internal dan mengukur sejauh mana kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, sedangkan matriks EFE mengidentifikasi faktor lingkungan eksternal dan mengukur sejauh mana peluang dan ancaman yang dihadapi. Tahap-tahap yang dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor kunci dalam matriks IFE dan EFE adalah sebagai berikut (David, 2011):

a. Identifikasi Faktor-Faktor Internal dan Eksternal

Langkah awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) yang dimiliki. Kemudian dilakukan identifikasi seluruh faktor eksternal (peluang dan ancaman). Daftar harus spesifik dengan menggunakan persentase, rasio atau angka perbandingan. Hasil kedua identifikasi faktor-faktor diatas menjadi faktor penentu eksternal dan internal yang selanjutnya akan diberi bobot.

b. Penentuan Bobot Variabel

Pemberian bobot setiap faktor dengan skala mulai dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (paling penting). Pemberian bobot ini berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut dalam menentukan strategi pengembangan klaster BI.

Penentuan bobot akan dilakukan dengan cara mengajukan identifikasi faktor strategis internal dan eksternal kepada stakeholders dengan menggunakan metode ”paired comparison” (Kinnear dan Taylor, 1997). Metode ini digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu internal. Setiap variabel digunakan skala 1, 2, dan 3 untuk menentukan bobot. Skala yang digunakan untuk menentukan bobot adalah :

1 = Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal

2 = Jika indikator horizontal sama penting dengan indikator vertikal

3 = Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal

Bentuk penilaian pembobotan terdiri dari penilaian bobot faktor strategis internal dan penilaian bobot faktor strategis eksternal. Penilaian bobot faktor strategis internal dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3. 2. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal

Faktor Strategis Internal A B C D …. Total

A           Xi

B          

C          

D          

….          

Total          

∑=

n

iXi

1

Sumber : David (2011)

Page 50: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB III - METODE PENELITIaN

34

Penilaian bobot faktor strategis eksternal dapat dilihat pada Tabel 3.3. Cara membaca perbandingan dimulai dari variabel baris (indikator vertikal) dibandingkan dengan variabel kolom (indikator horizontal) dan harus konsisten.

Tabel 3. 3. Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal

Faktor Strategis Eksternal A B C D …. Total

A           Xi

B          

C          

D          

….          

Total           ∑=

n

iXi

1

Sumber : David (2011)

Menurut Kinnear dalam Wibowo (2003), bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus:

Di mana:

αi = Bobot Variabel ke-i n = Jumlah Data

Xi = Nilai Variabel x ke-i i = 1, 2, 3, ..., n

c. Penentuan Rating

Penentuan rating oleh stakeholder dilakukan terhadap variabel-variabel. Dalam mengukur masing-masing variabel terhadap kondisi digunakan skala 1, 2, 3, dan 4 untuk masing-masing faktor strategis. Matriks IFE dan EFE dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8. Menurut David (2011) skala nilai rating untuk matriks IFE (kekuatan dan kelemahan) adalah:

1 = Kelemahan utama/mayor 3 = Kekuatan kecil/minor

2 = Kelemahan kecil/minor 4 = Kekuatan besar/mayor

Sedangkan untuk matriks EFE (peluang dan ancaman), skala nilai rating yang digunakan adalah :

Page 51: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB III - METODE PENELITIaN

35

1 = Tidak berpengaruh 3 = Kuat Pengaruhnya

2 = Kurang kuat pengaruhnya 4 = Sangat kuat pengaruhnya

Penentuan rating yang dilakukan oleh masing-masing responden, selanjutnya akan disatukan dalam matriks gabungan IFE dan EFE. Untuk memperoleh nilai rating pada matriks gabungan dilakukan dengan menggunakan metode rata-rata dan setiap hasil yang memiliki nilai desimal akan dibulatkan. Adapun ketentuan pembulatan dalam matriks gabungan ini adalah, jika pecahan desimal berada pada kisaran di bawah 0,5 (<0,5) dibulatkan ke bawah, jika diperoleh hasil desimal dengan nilai sama atau di atas 0,5 (>0,5) dibulatkan ke atas. Pembulatan ini tidak akan mempengaruhi hasil perhitungan secara signifikan (David, 2011).

Selanjutnya dilakukan penjumlahan dari pembobotan yang dikalikan dengan rating pada tiap faktor untuk memperoleh skor pembobotan. Jumlah skor pembobotan berkisar antara 1,0 – 4,0 dengan rata-rata 2,5. Jika jumlah skor pembobotan IFE dibawah 2,5 maka kondisi internal lemah. Untuk jumlah skor bobot faktor eksternal berkisar 1,0 - 4,0 dengan rata-rata 2,5. Jika jumlah skor pembobotan EFE 1,0 menunjukkan tidak dapat memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman yang ada. Jumlah skor 4,0 menunjukkan respon yang sangat baik terhadap peluang maupun ancaman yang dihadapinya. Matriks IFE dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3. 4. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE)

Faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor

Kekuatan1 .......................2 .......................

Kelemahan1 .......................2 .......................

Total

Sumber : David (2011)

Page 52: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB III - METODE PENELITIaN

36

Sedangkan Matriks EFE dapat dilihat pada Tabel 3.5 berikut ini:

Tabel 3. 5. Matriks External Factor Evaluation (EFE)

Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor

Peluang1 .......................2 .......................

Ancaman1 .......................2 .......................

Total

Sumber : Sumber : David (2011)

2. Analisis Matriks SWOT

Analisis SWOT merupakan cara sistematis untuk mengidentifikasi faktor-faktor dan strategi terbaik di antara berbagai alternatif strategi yang ada. Analisis ini didasarkan pada asumsi bahwa suatu strategi yang efektif akan memaksimalkan kekuatan dan peluang serta meminimalkan kelemahan dan ancaman (Rangkuti, 2005).

Faktor-faktor strategis eksternal dan internal merupakan pembentuk matriks SWOT (David, 2011). Analisa SWOT didasarkan pada asumsi bahwa suatu strategi yang efektif memaksimalkan kekuatan dan peluang, meminimalkan kelemahan dan ancaman. Matriks SWOT terdiri dari sembilan sel, yaitu empat sel faktor (S, W, O, dan T), empat sel alternatif strategi dan satu sel kosong (Tabel 3.6).

Terdapat delapan tahap dalam membentuk matriks SWOT, yaitu :

1) Menentukan faktor-faktor peluang eksternal.

2) Menentukan faktor-faktor ancaman eksternal.

3) Menentukan faktor-faktor kekuatan internal.

4) Menentukan faktor-faktor kelemahan internal.

5) Menyesuaikan kekuatan dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi SO.

6) Menyesuaikan kelemahan dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi WO.

7) Menyesuaikan kekuatan dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi ST.

8) Menyesuaikan kelemahan dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi WT.

Page 53: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB III - METODE PENELITIaN

37

Tabel 3. 6. Matriks SWOT

Strenghts (S) Weakness (W)

Oppurtunities (O)

KelemahanStrategi menggunakan kekuatan untuk meningkatkan peluang

Strategi WOStrategi memanfaatkan peluang untuk mengatasi kelemahan

Threats (T)Strategi STStrategi menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman.

Strategi WTStrategi meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman.

Faktor Strategis Eksternal

Faktor Strategis Internal

Sumber : David (2011)

3. Pendekatan Analytical Hierachy Process (AHP)

Pendekatan AHP hampir identik dengan model perilaku politis, yaitu model keputusan (individual) dengan menggunakan pendekatan kolektif dari proses pengambilan keputusannya. AHP dikembangkan oleh Saaty (1994) yang dapat memecahkan masalah kompleks dengan aspek atau kriteria yang diambil cukup banyak. Selain itu kompleksitas disebabkan oleh struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian persepsi pengambil keputusan serta ketidakpastian data statistik yang akurat bahkan tidak ada sama sekali.

Menurut Saaty (1994), langkah-langkah dalam metode AHP meliputi:

1) Menentukan masalah dan solusi yang diinginkan.

2) Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan umum dilanjutkan dengan sub-sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah.

3) Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgement dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.

4) Melakukan perbandingan berpasangan sehingga memperoleh judgement seluruhnya sebanyak n x [(n-1)]/2 buah dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan.

5) Menghitung eigenvalue dengan menguji konsistensinya. Jika tidak konsisten, maka pengambilan data diulangi.

6) Menghitung langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hierarki.

7) Menghitung eigenvector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigenvector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini bertujuan mensintesis judgement dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hierarki terendah hingga pencapaian tujuan.

8) Memeriksa konsistensi hierarki. Jika nilainya lebih besar dari 10% maka penilaian data judgement harus diperbaiki.

Page 54: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB III - METODE PENELITIaN

38

Saaty (1994) menyatakan skala kuantitatif 1 sampai 9 untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen terhadap elemen lainnya, seperti pada Tabel 3.7.

Tabel 3. 7. Skala Penilaian Perbandingan Pasangan

Intensitas Kepentingan Keterangan Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya

Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya

Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya

5 Elemen yang satu lebih penting daripada elemen lainnya.

Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya.

7 Satu elemen jelas mutlak lebih penting daripada elemen lainnya.

Satu elemen yang kuat disokong dan dominan terlihat dalam praktek.

9 Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya.

Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan.

2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan.

Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi di antara dua pilihan.

Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka dibanding dengan aktivitas j maka j mempunyai nilai kebalikannya dibanding dengan i.

Sumber: Saaty [1994]

Perhitungan Bobot Elemen

Pada dasarnya formulasi matematis pada model AHP dilakukan dengan menggunakan suatu matriks. Misalkan dalam suatu sistem operasi terdapat n elemen operasi yaitu elemen-elemen operasi A1, A2, …., An, maka hasil perbandingan secara berpasangan elemen-elemen operasi tersebut akan membentuk matriks perbandingan. Perbandingan berpasangan dimulai dari tingkat hierarkis paling tinggi di mana suatu kriteria digunakan sebagi dasar pembuatan perbandingan. Selanjutnya perhatikan elemen yang akan dibandingkan.

Page 55: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB III - METODE PENELITIaN

39

Matriks An x n merupakan matriks resiprokal dan diasumsikan terdapat n elemen yaitu w1, w

2,

…, wn yang akan dinilai secara perbandingan. Nilai (judgement) perbandingan secara berpasangan

antara (wi, w

j) dapat dipresentasikan seperti matriks tersebut.

wi/w

j = a(i,j) ; i,j = 1,2…,n

Dalam hal ini matriks perbandingan adalah matriks A dengan unsur-unsurnya adalah aij

dengan i,j = 1,2…,n. Unsur-unsur matriks tersebut diperoleh dengan membandingkan satu elemen operasi terhadap elemen operasi lainnya untuk tingkat hirarki yang sama. Misalnya unsur a

11 adalah perbandingan kepentingan elemen operasi a

1 dengan elemen operasi A1. Maka nilai unsur a

11 sama dengan 1. Dengan cara yang sama maka diperoleh semua unsur diagonal matriks perbandingan sama dengan 1. Nilai unsur a

12 adalah perbandingan kepentingan elemen operasi A1 terhadap

elemen operasi A2. Besarnya nilai a

21 adalah 1/a12 yang menyatakan tingkat intensitas kepentingan

elemen operasi A2 terhadap elemen operasi A

1.

Bila vektor pembobotan elemen-lemen operasi A1, A

2,…, An tersebut dinyatakan sebagai vektor

W dengan W = ( W1, W

2,…, W

n) maka nilai intensitas kepentingan elemen operasi A

1 dibandingkan A

2 dapat pula dinyatakan sebagai perbandingan bobot elemen operasi A1 terhadap A

2, yaitu W

1/W

2 yang sama dengan a

12. Sehingga matriks perbandingan dapat pula dinyatakan sebagai berikut:

Nilai-nilai wi/wj dengan i,j =1,2,…, n diperoleh dari responden yaitu orang- orang yang berkompeten dalam permasalahan yang dianalisis. Bila matriks ini dikalikan dengan vektor kolom W= (W

1, W

2, …, W

n) maka diperoleh hubungan

AW = nW ……………...........................................................…………………(1)

Bila matriks A diketahui dan ingin diperoleh nilai W maka dapat diselesaikan melalui persamaan berikut:

[A-nI] W= 0 ………………..........................................................……………..(2)

di mana I adalah matriks identitas.

Persamaan (2) dapat menghasilkan solusi yang tidak nol jika dan hanya jika n merupakan eigenvalue dari A dan W adalah eigenvector. Setelah eigenvalue matriks perbandingan A tersebut diperoleh, misalnya λ1, λ2, …, λn dan berdasarkan matriks A yang mempunyai keunikan yaitu aii= 1 dengan i= 1,2,…,n maka: ∑ λ1 =n . Disini semua eigenvalue bernilai nol kecuali nilai eigenvalue maksimum. Kemudian jika penilaian yang dilakukan konsisten akan diperoleh nilai eigenvalue maksimum dari A yang bernilai n. Untuk mendapatkan W maka dapat dilakukan dengan mensubstitusikan harga eigenvalue maksimum pada persamaan:

AW = λmaks W

Page 56: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB III - METODE PENELITIaN

40

Sehingga persamaan 2 menjadi:

[A- λmaksI] W = 0…………..............................................…………………..……(3)

Untuk memperolehharga nol maka yang perlu diset adalah

λmaks I = 0 …………………….................................................…………..…...…..(4)

Berdasarkan persamaan 4) dapat diperoleh harga λmaks Dengan memasukkan harga λmaks ke persamaan 3) dan ditambah dengan persamaan ∑ W

i2 = 1 maka akan diperoleh bobot masing-masing elemen operasi (Wi dengan I =1,2,…,n) yang merupakan eigenvector yang bersesuaian dengan eigenvalue maksimum.

Perhitungan Konsistensi

Matriks bobot yang diperoleh dari hasil perbandingan secara berpasangan tersebut harus mempunyai hubungan kardinal dan ordinal sebagai berikut:

• Hubungan kardinal : aij.ajk = aik

• Hubungan ordinal : Ai > Aj, Aj> Ak maka Ai>Ak

Pada kenyataannya terjadi beberapa penyimpangan dari hubungan tersebut sehingga matriks tidak konsisten karena ketidakkonsistenan preferensi seseorang. Dalam teori matriks diketahui bahwa kesalahan kecil pada koefisien akan menyebabkan penyimpangan kecil pada eigenvalue. Penyimpangan dari konsistensi dinyatakan sebagai Indeks Konsistensi.

Pengukuran konsistensi dinyatakan melalui suatu indeks yang disebut ‘consistency index’ (CI) , adapun rumus CI adalah :

…………………............................................................………....(5)

Di mana : λmaks = eigenvalue maksimum n = ukuran matriks

Indeks konsistensi (CI) matriks random memiliki skala penilaian 9 (1 sampai 9) beserta kebalikannya sebagai Indeks Random (RI). Dengan menggunakan besaran CI dan RI maka dapat digunakan suatu patokan untuk menentukan tingkat konsistensi suatu matriks, yang disebut ‘consistency ratio’ (Saaty, 1991).

………………………………...................................................……....(6)

Keterangan:CR : rasio konsistensiCI : indeks konsistensiRI : Random Consistency Index

Untuk model AHP, matriks perbandingan dapat diterima jika nilai Rasio Konsistensi (CR) ≤ 0,1 (Saaty, 1994).

Page 57: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB IV - GaMBaRaN UMUM

41

BAB IVGAMBARAN UMUM

4.1. GAMBARAN UMUM LOKASI PILOT PROjECT

4.1.1. Gambaran Umum Klaster Padi di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan

Kabupaten Soppeng adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang merupakan sentra produksi padi. Pada tahun 2014, Kabupaten Soppeng menghasilkan padi sebesar 297 ribu ton dengan luas panen mencapai 50,8 ribu hektar, meningkat sebesar 8% dibandingkan tahun 2013 (BPS Sulawesi Selatan, 2015).

Gambar 4. 1. Produksi Gabah Kering Panen di Kabupaten Soppeng, 2010-2014

Sumber: BPS (2015)

Salah satu kecamatan di Kabupaten Soppeng yang merupakan sentra produksi padi adalah Kecamatan Marioriawa. Pada tahun 2014, produksi beras di kecamatan ini mencapai 32 ribu ton. Walaupun bukan yang terbesar di Kabupaten Soppeng, namun kecamatan ini memiliki produktivitas terbesar yaitu 6,16 ton per hektar (BPS Soppeng, 2015).

Page 58: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB IV - GaMBaRaN UMUM

42

4.1.2. Gambaran Umum Klaster Cabai Merah di Kabupaten Kulon Progo, DIY

Kabupaten Kulon Progo merupakan sentra produksi utama cabai di Provinsi Yogyakarta. Total luas wilayah Kabupaten Kulon Progo adalah 586.28 km2, terdiri dari 12 kecamatan dan 88 desa. Lokasi Kabupaten Kulon sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Purworejo (Jawa Tengah), sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sleman dan Bantul, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Magelang (Provinsi Jawa Tengah) dan sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia. Pengembangan klaster cabai di Kabupaten Kulon Progo ditunjang oleh kondisi iklim dan kesuburan tanah. Hamparan wilayah Kulon Progo berdasarkan ketinggian tanahnya 17,58% berada pada ketinggian <7m di atas permukaan laut (dpal), 15,20% berada pada ketinggian 8 - 25 m dpal, 22,84% berada pada ketinggian 26-100 m dpal, 33% berada pada ketinggian 101 - 500 m dpal, dan 11,37% berada pada ketinggian >500 m dpal. Rata-rata curah hujan per bulan sebesar 156 mm dengan keadaan rata-rata curah hujan dan hari hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari - April dan bulan November - Desember.

Tabel 4. 1. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Cabai di Provinsi DIY

Uraian Tahun Rata-Rata pertumbuhan (%)2012 2013 2014

Produksi (ton)

Kulon Progo11581.6

(70.4)10920.8

(63.7)12507.0

(70.4)4.41

Bantul1670.2

(10.1)1765.1

(10.3)1224.0

(6.9)-12.49

Gunung Kidul345.3

(2.1)253.8

(1.5)212.0

(1.2)-21.48

Sleman2859.9

(17.4)4193.8

(24.5)3816.0

(21.2)18.82

DIY 16457.0 17133.5 17759.0 3.88

Luas panen (ha)

Kulon Progo1435.0

(53.5)1469.0

(52.1)1532.0

(54.9)3.33

Bantul305.0(11.4)

404.0(14.3)

289.0(10.4)

2.00

Gunung Kidul254.0

(9.5)150.0

(5.3)132.0

(4.7)-26.47

Sleman689.0(25.7)

795.0(28.2)

838.0(4.7)

10.40

DIY 2683.0 2818.0 2791.0 2.04

Produktivitas (ton/ha)

Kulon Progo 8.07 7.43 8.16 0.96

Bantul 5.48 4.37 4.24 -11.64

Gunung Kidul 1.36 1.69 1.61 9.69

Sleman 4.15 5.28 4.55 6.71

DIY 6.13 6.08 6.36 1.89

Sumber: BPS DIY, 2015

Page 59: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB IV - GaMBaRaN UMUM

43

Berdasarkan Tabel 4.1 terlihat bahwa lebih dari 60% produksi cabai di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sepanjang tahun 2012 - 2014 disumbang oleh Kabupaten Kulon Progo diikuti oleh Kabupaten Sleman dan Bantul. Rata-rata pertumbuhan produksi cabai di Kabupaten Kulon Progo pada periode tersebut sebesar 4,41% per tahun. Terdapat tiga kecamatan yang menjadi sentra utama cabai di Kabupaten Kulon Progo yaitu Kecamatan Temon, Wates dan Panjatan.

Demikian juga halnya dengan luas panen, Kabupaten Kulon Progo menyumbang lebih dari 50% terhadap total luas panen cabai di Provinsi DIY dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 3,33% per tahun. Dari sisi produktivitas, Kabupaten Kulon Prugo juga menempati posisi teratas dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lainnya di DIY. Sebagai contoh, pada tahun 2014, produktivitas cabai di Kabupetan Kulon Progo mencapai 8,16 ton/ha, sementara produktivitas cabai di kabupatan-kabupaten lainnya di DIY kurang dari 5 ton/ha. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengembangan klaster cabai di Kabupaten Kulon Progo dipandang sudah tepat mengingat besarnya sumbangan komoditas cabai terhadap produksi, luas panen dan produktivitas di Provinsi DIY. Kondisi iklim di Kabupaten Kulon Progo juga berperan penting dalam mendukung perkembangan produksi cabai.

4.1.3. Gambaran Umum Klaster Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur

Bawang merah merupakan salah satu komoditas penting dan menjadi sumber penghasilan utama petani di berbagai negara dunia. Selain Indonesia, produsen penghasil bawang merah lainnya adalah India dan Tiongkok (FAO, 2010). Kabupaten Nganjuk merupakan salah satu sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia selain Kabupaten Brebes dan Probolinggo. Total luas wilayah Kabupaten Nganjuk adalah 1.224,33 km2 yang terdiri dari 20 kecamatan dan 284 desa/kelurahan. Klaster bawang merah di Kabupaten Nganjuk berkembang baik didukung kondisi iklim dan kesuburan tanah. Ketinggian tempat berada pada 50 - 59 m dari permukaan laut dengan rata-rata curah hujan sebesar 1.445,2 mm/tahun dan temperatur 30 – 32 oC. Selain itu keberadaan sungai Widas sepanjang 69.332 km yang mampu mengairi wilayah pertanian seluas 430.150 km², sangat menunjang kelangsungan dan keberhasilan usahatani. Sebelah utara Kabupaten Nganjuk berbatasan dengan Kabupaten Bojonegoro, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Madiun dan Ponorogo, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Kediri dan Trenggalek, dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kediri dan Jombang (BPS Kabupaten Nganjuk, 2015).

Produksi bawang merah Kabupaten Nganjuk mengalami peningkatan rata-rata 7% pada periode tahun 2010 - 2014. Produksi bawang merah pada tahun 2014 mencapai 140.229 ton, di mana Kabupaten Nganjuk memasok sekitar 15% dari produki nasional bawang merah pada periode tersebut. Produktivitas bawang merah yang tinggi didukung oleh luas areal yang cukup tinggi dan teknik budidaya yang dilakukan. Di beberapa daerah, telah berkembang fenomena menanam bawang merah sepanjang musim. Produksi bawang merah dihasilkan dari tiga musim tanam, yakni Januari - Maret untuk produksi benih, Mei - Juli untuk panen raya, dan Agustus - Oktober panen musim kemarau. Musim tanam pada musim penghujan yaitu pada bulan November sampai dengan Desember, sedangkan musim tanam pada musim kemarau adalah bulan Mei sampai dengan September.

Page 60: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB IV - GaMBaRaN UMUM

44

Gambar 4. 2. Produksi Bawang Merah tahun 2010-2014 di Kabupaten Nganjuk

Daerah potensial penghasil bawang merah di Kabupaten Nganjuk yaitu Kecamatan Sukomoro, Gondang, Rejoso, Bagor dan Wilangan dengan potensi areal tanam sebesar 11.000 ha (Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Nganjuk, 2015). Kelima daerah tersebut berada di wilayah bagian utara dan merupakan wilayah yang saling berdekatan. Kelima kecamatan tersebut memiliki jenis tanah yang hampir sama, yaitu grumosol (dominan), latosol, andosol, litosol dan sebagian alluvial dengan pH tanah antara 5,5 – 6,5. Tabel 4.2 menyajikan potensi areal dan potensi produktivitas di kelima kecamatan sentra bawang merah Kabupaten Nganjuk.

Tabel 4. 2. Potensi Areal dan Produktivitas Bawang Merah di Sentra Produksi Nganjuk

Kecamatan Potensi Areal (ha) Potensi Produktivitas (Kuintal /ha )

Sukomoro 1.800 80 - 200

Gondang 3.100 80 - 200

Rejoso 3.600 80 - 240

Bagor 2.410 80 - 240

Wilangan 975 80 - 220

Sumber: Dispenda Kabupaten Nganjuk (2015)

Varietas bawang merah yang banyak ditanam adalah jenis Bauji/Bauci dan Tajuk (Tanaman Jawan dari Nganjuk). Varietas Tajuk saat ini sedang dikembangkan sebagai varietas unggulan bawang merah yang berasal dari Nganjuk. Varietas Tajuk memiliki kelebihan dibandingkan dengan varietas lainnya, antara lain dapat ditanam pada musim penghujan dan kemarau, memiliki tingkat rendemen yang cukup tinggi, dan lebih tahan disimpan. Sedangkan varietas

Page 61: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB IV - GaMBaRaN UMUM

45

Bauji lebih cocok ditanam pada musim penghujan. Pengembangan varietas tersebut merupakan hasil kerja sama antara para petani dengan Balai Penelitian Sayuran (Balitsa), Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), perguruan tinggi, dan perusahaan benih swasta.

4.2 GAMBARAN/KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

Karakteristik responden petani beras, cabai merah dan bawang merah di masing-masing lokasi penelitian yaitu: Komoditas beras di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, komoditas cabai merah di Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta dan komoditas bawang merah di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.

4.2.1. Jenis Kelamin

Responden dalam penelitian ini adalah petani komoditas beras di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, cabai merah di Kabupaten Kulon Progo, dan bawang merah di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Responden yang diwawancarai adalah kepala keluarga sehingga jenis kelamin responden secara keseluruhan adalah laki-laki.

4.2.2. Umur Responden

Penduduk Indonesia tergolong tenaga kerja dalam rentang usia 15 - 64 tahun. Faktor usia merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi kinerja petani dalam bertani. Pada umumnya petani berusia lebih muda dapat bekerja lebih optimal dan memiliki produktivitas yang tinggi. Sebaran umur petani komoditas beras, cabai merah dan bawang merah dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 4.3.

Tabel 4. 3. Sebaran Responden Berdasarkan Umur Petani

No. Kategori Umur

Komoditas

Beras Cabai Merah Bawang Merah

Jumlah (Orang)

%Jumlah (Orang)

%Jumlah (Orang)

%

1 20 - 40 tahun 11 31.43 10 28.57 11 31.43

2 41 - 60 tahun 20 57.14 24 68.57 23 65.71

3 >61 tahun 4 11.43 1 2.86 1 2.86

Jumlah 35 100.00 35 100.00 35 100.00

Rata-Rata Umur 46.11 45.23 45.83

Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui bahwa secara keseluruhan petani responden berusia rata-rata di atas 40 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa responden merupakan petani yang sudah berpengalaman dalam budidaya masing-masing tanamannya. Pengalaman berusahatani padi menjadi tolok ukur kemampuan petani dalam melaksanakan usaha petaniannya (Puspito, 2004).

Page 62: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB IV - GaMBaRaN UMUM

46

4.2.3. Pendidikan formal

Pendidikan memiliki peranan penting terhadap produktivitas, karena melalui pendidikan petani mengenal pengetahuan, keterampilan dan cara-cara baru dalam melakukan kegiatannya. Tingkat pendidikan dapat dijadikan indikator untuk mengukur produktivitas dan kreativitas kerja seorang petani (Mashud, 2007). Hal ini merupakan salah satu karakteristik yang berpengaruh terhadap proses pembentukan pola pikir dan sikap, terutama dalam menyerap atau mengadopsi teknologi baru. Semakin tinggi tingkat pendidikan, diharapkan lebih cepat mengadopsi teknologi yang dianjurkan. Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4. 4. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No.Tingkat

Pendidikan

Komoditas

Beras Cabai Merah Bawang Merah

Jumlah(Orang)

%Jumlah (Orang)

%Jumlah (Orang)

%

1 SD 14 40.00 4 11.43 14 40.00

2 SLTP 9 25.71 5 14.29 4 11.43

3 SLTA 11 31.43 26 74.29 16 45.71

4 Perguruan Tinggi 1 2.86 0 - 1 2.86

Jumlah 35 100.00 35 100.00 35.00

Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui bahwa pada petani komoditas beras sebagian besar berpendidikan Sekolah Dasar (SD). Hal ini menunjukkan rendahnya latar belakang pendidikan petani komoditas beras, di mana usaha yang dijalankan umumnya merupakan usaha yang bersifat turun temurun. Sedangkan petani cabai merah dan bawang merah sebagian besar berpendidikan Sekolah Tingkat Lanjutan Atas (SLTA). Hal ini menunjukkan bahwa pada komoditas cabai merah dan bawang merah petani berpendidikan cukup tinggi.

4.2.4. Pekerjaan Utama

Pada umumnya, semakin lama bertani semakin banyak pengalaman yang dapat diterapkan sekaligus sebagai pembelajaran musim tanam berikutnya. Tabel 4.6 menunjukkan bahwa pada ketiga komoditas tersebut sebagian besar petani memiliki pekerjaan utama sebagai petani. Sebaran responden berdasarkan pekerjaan utama dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 menunjukkan bahwa bertani adalah pekerjaan utama pada komoditas cabai merah (100% responden) dan padi (97,14% responden). Adapun untuk komoditas bawang merah, hanya 71,43% dari responden yang merupakan pekerjaan utama, selebihnya sebagai buruh tani (25,71%) dan wiraswasta (2,86%).

Page 63: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB IV - GaMBaRaN UMUM

47

Tabel 4. 5. Sebaran Responden Berdasarkan Pekerjaan Utama

No. Jenis Pekerjaan

Komoditas

Beras Cabai Merah Bawang Merah

Jumlah (orang)

%Jumlah (orang)

%Jumlah (orang)

%

1 Petani 34 97.14 35 100.00 25 71.43

2 Wiraswasta 0 - 0 - 1 2.86

3 Buruh Tani 0 - 0 - 9 25.71

4 Lainnya 1 2.86 0 - 0 -

Jumlah 35 100.00 35 35 100.00

4.2.5. Tingkat pendapatan dan pengeluaran rumah tangga

Sumber pendapatan rumah tangga petani berasal dari usahatani dan luar usahatani. Pendapatan rumah tangga petani adalah selisih antara penerimaan hasil usahatani setelah dikurangi total biaya usahatani. Pengeluaran rumah tangga petani terdiri dari pengeluaran untuk konsumsi dan investasi. Pengeluaran untuk konsumsi terdiri dari konsumsi pangan dan konsumsi non pangan, sedangkan investasi terdiri dari investasi pendidikan dan investasi kesehatan. Data mengenai rata-rata pendapatan dan pengeluaran responden penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4. 6. Rata-Rata Tingkat Pendapatan dan Pengeluaran Responden

No. Petani KomoditasRata-Rata Pendapatan Petani

(Rp/bulan)Rata-Rata Pengeluaran Petani

(Rp/Bulan)

1 Beras 1,318,571.43 1,011,428.57

2 Cabai Merah 2,370,000.00 1,782,857.14

3 Bawang Merah 1,541,666.67 1,301,612.90

4.2.6. Keterlibatan Petani dalam Klaster

Terdapat berbagai sumber penyebab keterlibatan petani dalam klaster BI. Sebagian besar petani beras di Kabupaten Soppeng dan petani cabai merah di Kabupaten Kulon Progo terlibat karena tergabung dalam kelompok tani. Sedangkan petani bawang merah di Kabupaten Ngawi terlibat dalam klaster BI karena ajakan dari petani lain yang sudah tergabung terlebih dahulu dalam klaster BI. Tabel 4.7 menunjukkan sebaran responden petani ketiga komoditas berdasarkan sumber keterlibatan dalam klaster BI.

Page 64: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB IV - GaMBaRaN UMUM

48

Tabel 4. 7. Sebaran Responden Berdasarkan Sumber Keterlibatan Petani dalam Klaster BI

No.Sumber Keterlibatan

dalam Klaster BI

Komoditas

Berassas Cabai Merah Bawang Merah

Jumlah (orang)

%Jumlah (orang)

%Jumlah (orang)

%

1 Diajak petani lainnya 8 22.86 35 100.00 3 8.57

2 Melalui koperasi 0 0.00 0 0.00 0 0.00

3Diikutsertakan oleh Dinas Pertanian

1 2.86 0 0.00 0 0.00

4 Melalui kelompok tani 22 62.86 0 0.00 32 91.43

5Melalui petugas penyuluh pertanian

4 11.43 0 0.00 0 0.00

6 Lainnya

Total 35 100.00 35 100.00 35 100.00

Page 65: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

49

BAB VDAMPAK KLASTER BANK INDONESIA

TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

5.1. KLASTER BERAS DI KABUPATAN SOPPENG, PROVINSI SULAwESI SELATAN

Kabupaten Soppeng adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang merupakan sentra produksi padi. Salah satu kecamatan sentra produksi padi di Kabupaten Soppeng adalah Kecamatan Marioriawa. Walaupun bukan produsen terbesar, namun kecamatan ini memiliki produktivitas terbesar yaitu 6,16 ton per hektar (BPS Soppeng, 2015). Dalam rangka memperkuat ketahanan pangan, Bank Indonesia berinisiatif mengembangkan program penguatan pangan beras di Sulawesi Selatan yang berlokasi di Desa Patampanua, Kecamatan Mariorirawa, Kabupaten Soppeng. Program tersebut dilaksanakan dalam bentuk pilot project yang memiliki tujuan:

1. Pendalaman peran pemerintah daerah surplus dalam meningkatkan atau mempertahankan ketahanan pangan daerah dan peran pemerintah daerah defisit dalam mengatasi defisit pangan.

2. Penguatan koordinasi Bank Indonesia dengan pemerintah daerah, antara lain melakukan fasilitasi pertemuan dengan stakeholders terkait dalam rangka menjaga ketahanan pangan di pusat dan daerah atau fasilitasi resi gudang.

3. Mereplikasi beberapa contoh model ketahanan pangan di daerah.

Pelaksanaan pilot project dilakukan bekerja sama dengan berbagai stakeholders atas dasar Nota Kesepahaman No. 14/3/MoU/Mks tanggal 21 September 2012 tentang Pengembangan Pilot Project Program Ketahanan Pangan Beras di Kabupaten Soppeng. Para pihak tersebut meliputi: Pemerintah Kabupaten Soppeng, Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sulawesi Selatan, Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluhan Provinsi Sulawesi Selatan, Perum Bulog Divisi Regional Sulselbar dan PT. Bank Sulselbar.

Pilot project dilakukan di Desa Patampanua, Kecamatan Marioriawa, Kabupaten Soppeng. Kegiatan dilaksanakan dengan pendekatan integrated farming method, yaitu budidaya padi (pertanian) diintegrasikan dengan peternakan (sapi) dan perikanan (ikan air tawar) sehingga tercapai pola pertanian tanpa limbah (zero waste). Limbah dari usahatani padi dapat digunakan sebagai pakan ternak sapi dan sebaliknya kotoran sapi dapat dijadikan pupuk kandang bagi tanaman padi. Adapun Gapoktan yang menjadi objek program adalah Gapoktan Marengkalinga yang memiliki 627 petani anggota dengan luas areal sawah 730 ha. Gambaran kegiatan klaster dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Page 66: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

50

Gambar 5. 1. Rantai Nilai Pilot Project Ketahanan Beras di Kabupaten Soppeng

Melalui pilot project tersebut, diharapkan klaster mampu meningkatkan peran Gapoktan untuk menampung hasil panen petani sehingga merubah saluran pemasaran dan petani tidak lagi bergantung pada pedagang. Gabah petani digiling di Rice Milling Unit (RMU) milik Gapoktan, dan beras yang dihasilkan disalurkan melalui Bulog dan pedagang besar. Perubahan saluran pemasaran ini dapat meningkatkan pendapatan petani karena harga yang diterima petani lebih tinggi (Gambar 5.2).

Gambar 5. 2. Saluran Pemasaran Sebelum dan Sesudah Program Klaster

Page 67: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

51

Dalam perkembangannya, kegiatan pilot project tersebut lebih fokus dalam usaha budidaya padi sedangkan pada usaha peternakan dan perikanan belum terealisasi. Tabel 5.1 menunjukkan bahwa kegiatan klaster BI dapat dibagi menjadi lima aspek, yang masing-masing memiliki penanggungjawab yang berbeda. Pada aspek budidaya dan pengolahan, instansi teknis bertanggungjawab pada setiap kegiatan. Sedangkan BI lebih fokus pada aspek pembiayaan bersama perbankan.

Tabel 5. 1. Kegiatan Klaster BI di Soppeng

No Tahap Kegiatan Kegiatan Penanggung Jawab

1 Pra PendampinganKegiatan Studi Banding ke Yogyakarta

Bank Indonesia

2 Aspek Budidaya

Pengadaan Bibit Unggul Pemkab Soppeng dan Dinas Pertanian Sulawesi Selatan

Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) Padi

Pemkab Soppeng dan Dinas Pertanian Sulawesi Selatan

3 Aspek Pengolahan

Pelatihan Pengolahan Hasil Tanaman Padi

Badan Ketahanan Pangan Daerah (BKPD) Sulawesi Selatan, Bakorluh Sulawesi Selatan dan Pemkab Soppeng

Pembangunan Gudang dan Rice Milling Unit

Bank Indonesia, BKPD Sulawesi Selatan dan Pemkab Soppeng

Pelatihan Penggunaan Rice Milling Unit

Dinas Pertanian Sulawesi Selatan

4 Aspek ManajemenPelatihan Manajemen Organisasi

BKPD Sulawesi Selatan

5 Aspek Pembiayaan

Magang Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) di Bukittinggi

Bank Indonesia

Asistensi Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA)

Bank Indonesia

Pengenalan produk-produk perbankan

PT. BNI

Gambar 5. 3. Bantuan Lantai Jemur dan Rice Milling Unit (RMU) dari Bank Indonesia

Page 68: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

52

Dampak program klaster yang telah dilaksanakan dapat dilihat dari berbagai aspek antara lain usahatani, akses terhadap input produksi, akses terhadap pasar input dan output, pembiayaan, sumber informasi, pendapatan dan kelembagaan.

5.1.1. Saluran Pemasaran Gabah dan Beras di Klaster BI Kabupaten Soppeng

Pemasaran gabah dan beras di klaster BI Kabupaten Soppeng dapat digambarkan melalui empat saluran. Berikut ini dijabarkan lebih detail mengenai saluran pemasaran gabah dan beras di klaster BI Kabupaten Soppeng.

Gambar 5. 4. Saluran Pemasaran Gabah dan Beras di Klaster BI Soppeng

Gambar 5.4 menunjukkan empat saluran pemasaran gabah dan beras dari petani hingga konsumen dalam klaster, yaitu :

Saluran 1: Petani → Gapoktan → Kios Pasar → Konsumen

Saluran 2: Petani → Gapoktan → Konsumen

Saluran 3: Petani → Pedagang Pengumpul → Bulog → Kios Pasar → Konsumen

Saluran 4: Petani → Pedagang Pengumpul → Penggilingan Luar Soppeng → Kios Pasar → Konsumen

Mayoritas petani klaster menjual berasnya kepada pedagang pengumpul (92%) akibat keterbatasan RMU dan lantai jemur milik Gapoktan yang merupakan bantuan dari BI. Petani menjual dalam bentuk gabah kering panen (GKP) kepada RMU, kemudian digiling dan sebagian besar dijual kepada kios di Soppeng dan luar Soppeng. Sedangkan sekitar 30% dibeli oleh konsumen yang datang langsung ke RMU.

Sementara Gabah Kering Panen (GKP) dari pedagang pengumpul, sebagian besar (64%) dijual ke penggilingan yang umumnya yang berasal dari luar Soppeng yaitu Sidrap (Kecamatan Mariorirawa berbatasan langsung dengan Kabupaten Sidrap) sedangkan sisanya diserap oleh Bulog Kabupaten Sidrap. Margin yang diambil oleh pedagang antara Rp100 - Rp300 per kilogram.

5.1.2. Dampak Klaster pada Usahatani

Melalui program klaster BI, petani anggota (survei dilakukan terhadap 35 orang petani) mengalami peningkatan secara signifikan di seluruh aspek, terutama dari sisi produktivitas dan harga yang diterima petani sehingga berdampak pada peningkatan penerimaan (Tabel 5.2). Pelatihan usahatani yang dilakukan bekerja sama dengan Dinas Pertanian serta penyuluh setempat meningkatkan produktivitas, sedangkan pengolahan dengan memanfaatkan

Page 69: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

53

RMU meningkatkan harga yang diterima petani. Petani yang semula menjual dalam bentuk GKP, sekarang dapat menjual dalam bentuk beras. Berdasarkan laporan Kantor Perwakilan BI Provinsi Sulawesi Selatan, harga jual GKP berkisar antara Rp3.000 – Rp3.500 per kg, sedangkan harga jual beras Rp7.000 - Rp7.500 per kg. Dengan menjual ke RMU, harga GKP meningkat dibandingkan harga jual ke pedagang, sehingga Gapoktan dapat membeli dengan harga yang lebih baik. Kendala yang dihadapi adalah masih terbatasnya kapasitas lantai jemur Gapoktan sehingga yang dapat menjual ke Gapoktan adalah petani yang panen terlebih dahulu.

Tabel 5. 2. Dampak Klaster terhadap Usahatani

No Keterangan Sebelum Sesudah t-hitung

1 Beras sebagai komoditas utama (%) 97 100

2 Rata-rata luas lahan yang dimiliki (m2) 5,314.71 5,532.36 1.59*

3

Status kepemilikan (%)• Sewa• Milik• Gadai• Pinjaman• Lainnya

0.0052.94

5.880.00

41.18

0.0054.29

5.710.00

40.00

4Rata-rata luas lahan yang ditanami padi (m2)

5,241.18 5,488.24 1.78**

5 Rata-rata produksi gabah (kg) 4,135.29 5,489.71 4.45***

6 Biaya rata-rata produksi padi (Rp) 2,186.765 3,386.029 4.76***

7 Komponen biaya terbesar Pengolahan Pengolahan

8 Harga rata-rata gabah (Rp/kg) 2,935.29 3,941.18 17.33***

9 Penerimaan rata-rata usahatani (Rp) 11,254,911.76 21,590,588.24 6.02***

Keterangan:

*** signifikan pada taraf 1%

** signifikan pada taraf 5%

* signifikan pada taraf 10%

5.1.3. Dampak Klaster pada Penggunaan Input Produksi

Melalui pengembangan klaster, terjadi peningkatan produktivitas dan kualitas produk yang dihasilkan. Adapun penggunaan input-input kimiawi seperti pupuk, pestisida dan herbisida mengalami penurunan (Tabel 5.3). Perubahan tersebut tidak mengubah tenaga kerja yang digunakan, baik sewa, perempuan maupun tenaga kerja lokal. Tenaga kerja sewa dalam hal ini didefinisikan sebagai tenaga kerja di luar keluarga yang dibayar oleh petani, sedangkan tenaga kerja perempuan didefinisikan sebagai tenaga kerja wanita, baik tenaga kerja dalam keluarga maupun di luar keluarga. Sementara tenaga kerja lokal adalah tenaga kerja yang berasal dari dalam desa tersebut.

Page 70: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

54

Tabel 5. 3. Dampak Klaster terhadap Penggunaan Input Produksi

No Keterangan

Perubahan sebelum dan sesudah mengikuti

klaster (%) Jenis perubahan (%)

BerubahTidak

berubah Mening-kat Turun

Berbeda jenis

Meningkat dan berbeda

jenis

Lain-nya

1 Produktivitas (kg) 88.23 11.77 96.67 3.33

2Penggunaan benih yang disimpan/benih sendiri

2.94 97.07 100.00

3Penggunaan benih non-hybrid

5.88 94.12 50.00 50.00

4Penggunaan benih hybrid

11.76 88.23 75.00 25.00

5Penggunaan pupuk kimia

73.53 26.47 12.00 72.00 16.00

6Penggunaan pupuk organik

32.35 67.65 63.64 36.36

7Penggunaan pestisida

58.82 41.18 25.00 55.00 20.00

8Penggunaan herbisida

29.41 70.59 100.00

9Penggunaan fungisida

29.41 70.59 10.00 90.00

10Penggunaan tenaga kerja sewa

5.88 94.12 100.00

11Penggunaan tenaga kerja lokal

0.00 100.00

12Penggunaan tenaga kerja perempuan

0.00 100.00

13Kualitas produk yang dihasilkan petani

88.23 11.77 90.00 3.33 6.67

5.1.4. Dampak Klaster terhadap Pasar Output dan Input

Program klaster memberikan dampak terhadap pasar output dan input antara lain dari jumlah pedagang, tujuan penjualan dan sumber pembelian input (Tabel 5.4). Jumlah pedagang bertambah sebagai akibat dari meningkatnya produksi petani anggota Gapoktan peserta klaster. Selain itu, RMU yang dikelola Gapoktan dapat menjadi alternatif bagi petani untuk menjual hasil panennya. Namun demikian, keterbatasan kapasitas lantai jemur dan RMU menyebabkan jumlah pedagang tidak berkurang.

Program klaster juga mengubah sumber pembelian input, terutama benih dan pupuk. Penyediaan input dilakukan bekerja sama dengan berbagai pihak, misalnya Dinas Pertanian yang memberikan bantuan benih padi sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas beras yang dihasilkan.

Page 71: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

55

Tabel 5. 4. Dampak Klaster terhadap Pasar Output dan Input

No Keterangan Sebelum Sesudah

1 Rata-rata jumlah pedagang 3.17 8.202 Petani menjual ke pedagang yang

sama (%)• Ya• Tidak

58.8241.17

37.1462.86

3 Pembeli utama gabah (%)• Pedagang pengumpul desa• Pedagang pengumpul kecamatan• Pedagang pengumpul kabupaten• Lainnya

52.9441.18

5.880.00

42.8625.71

5.7125.71

4 Alasan menjual Harga lebih tinggi Harga lebih tinggi5 Lokasi penjualan Pinggir jalan Pinggir jalan6 Alat transportasi Sepeda Sepeda motor7 Waktu penjualan Langsung setelah panen Langsung setelah panen

8 Waktu pembayaran 1-7 hari setelah panen 1-7 hari setelah panen9 Mengetahui tujuan akhir penjualan

berasMengetahui Mengetahui

10 Tujuan akhir penjualan beras Pasar kabupaten Pasar kabupatan

11 Kegiatan pascapanen yang dilakukan Tidak ada Tidak ada

12 Posisi tawar menawar petani Sesekali melakukan tawar menawar

Sesekali melakukan tawar menawar

13 Sistem penjualan gabah Setelah panen Setelah panen14 Dampak klaster BI terhadap akses ke

pasar output (%)• Ya• Tidak

32.3567.65

51.4348.57

15 Sumber pembelian benih (%)• Kios desa• Kios kecamatan• Bantuan pemerintah

94.122.942.94

60.002.86

37.1416 Sumber pembelian pupuk (%)

• Kios desa• Bantuan pemerintah 41.18

58.822.86

97.1417 Sumber pembelian obat- obatan Kios desa Kios desa18 Membeli input pada pedagang yang

samaYa Ya

19 Dampak klaster BI terhadap akses ke pasar input (%)• Ya• Tidak

35.2964.71

37.1462.86

Page 72: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

56

5.1.5. Dampak Klaster terhadap Sumber Pembiayaan dan Sumber Informasi

Dari sisi sumber informasi, tidak ada perbedaan sebelum dan sesudah adanya program klaster (Tabel 5.4). Salah satu kegiatan klaster adalah fasilitasi pembiayaan dengan melibatkan Bank Sulselbar. Namun, hal ini belum berjalan dengan baik sehingga tidak terdapat perubahan sumber modal petani. Belum berjalannya dengan baik kegiatan pembiayaan dapat disebabkan oleh kebutuhan modal yang tidak terlalu besar pada usahatani padi sehingga tidak perlu pembiayaan dan dapat juga disebabkan oleh informasi tentang mekanisme pembiayaan belum tersebar kepada petani yang membutuhkan.

Tabel 5. 5. Dampak Klaster terhadap Sumber Pembiayaan dan Sumber Informasi

No Keterangan Sebelum Sesudah

1 Sumber pembiayaan usahatani padi (%)• Modal Sendiri• Pinjaman

79.4121.59

80.0020.00

2 Membuat proposal untuk pembiayaan dari lembaga formal

Tidak Tidak

3 Sumber informasi utama aspek budidaya• Penyuluh• Petani Lainnya• Kelompok tani

58.8232.35

8.82

54.298.57

37.14

4 Sumber informasi utama aspek harga• Pedagang• Petani lainnya• TV• Kelompok tani

85.2911.76

2.940.00

74.295.710.00

20.00

5.1.6. Dampak Klaster terhadap Pendapatan

Program klaster berdampak pada peningkatan pendapatan rata-rata sekitar 31% bagi sebagian besar petani. Hal ini disebabkan peningkatan produktivitas dan harga yang diterima petani. Namun, peningkatan pendapatan tidak dialami oleh petani penggarap yang menerima upah yang sama dari pemilik lahan.

Tabel 5. 6. Dampak Klaster terhadap Pendapatan

No. Keterangan Respon (%)

1 Dampak klaster BI terhadap pendapatan usahatani• Naik• Tidak berubah

88.2311.77

2 Rata-rata kenaikan pendapatan setelah mengikuti klaster BI 31.00

5.1.7. Dampak Klaster terhadap Kelembagaan

Program klaster terbukti mampu mengembangkan kelembagaan petani, khususnya pengembangan gapoktan. Hal ini ditunjukkan dengan semakin banyaknya kelompok tani yang aktif dalam kegiatan pertanian di wilayah klaster (Tabel 5.7).

Page 73: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

57

Dari 8 (delapan) aspek yang dianalisis, dapat disimpulkan bahwa program klaster di Kabupaten Soppeng memiliki dampak signifikan terhadap 2 aspek. Pertama, aspek budidaya. Program klaster mampu meningkatkan jumlah produksi maupun harga yang diterima sehingga mampu meningkatkan pendapatan petani. Kedua, aspek kelembagaan. Program peningkatan kapasitas kelembagaan klaster dapat mengaktifkan kembali kelompok-kelompok tani yang berada di bawah Gapoktan Marengkalinga di Desa Patampanua, Kecamatan Marioriawa, Kabupaten Soppeng, Provinsi Sulawesi Selatan.

Tabel 5. 7. Dampak Klaster terhadap Kelembagaan

No Keterangan Sebelum Sesudah

1 Apakah terdapat kelompok tani Ya Ya

2 Berapa jumlah kelompok tani 6 11

3 Keaktifan dalam kelompok tani Aktif Aktif

4 Apakah terdapat koperasi Ya Tidak

5 Jumlah koperasi 1 0

6 Keaktifan dalam koperasi Tidak terlibat Tidak terlibat

Selain itu, dampak klaster juga dilihat melalui persepsi dengan menggunakan uji tanda terhadap data ordinal dan berpasangan (Tabel 5.8). Dari 9 (sembilan) aspek yang dilihat, seluruhnya menunjukkan perbedaan antara sebelum dan sesudah berlangsungnya program klaster pada tingkat signifikansi 5%. Hal ini menunjukkan bahwa menurut persepsi petani, program klaster bermanfaat bagi petani.

Tabel 5. 8. Hasil Uji Beda Persepsi Petani terhadap Program Klaster

No Dampak Nilai Z P-value

1 Usahatani 5.29 0.00

2 Akses terhadap Pasar Input 3.01 0.00

3 Akses terhadap Pasar Output 3.18 0.00

4 Finansial 2.27 0.01

5 Informasi Budidaya 5.39 0.00

6 Informasi Harga 2.04 0.02

7 Kelembagaan 5.20 0.00

8 Transportasi 4.59 0.00

9 Logistik 2.67 0.00

Berdasarkan Tabel 5.8 terlihat bahwa dampak terbesar dari kegiatan klaster BI adalah pada aspek usahatani. Pengadaan bibit unggul dan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman terpadu (SLPTT) padi yang diselenggarakan klaster berdampak positif terhadap aspek budidaya dan usahatani padi yang dilakukan oleh petani anggota klaster. Hal ini terlihat dari nilai z-hitung pada aspek informasi budidaya dan usahatani yang masing-masing sebesar 5.39 dan 5.29. Dampak klaster selanjutnya dirasakan pada aspek kelembagaan yang memiliki nilai z-hitung sebesar 5.20. Pelatihan manajemen organisasi yang diberikan klaster mampu meningkatkan peran dan jumlah kelompok tani padi di Soppeng. Seperti telah diuraikan pada bagian sebelumnya, jumlah kelompok tani sebelum dan sesudah adanya

Page 74: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

58

klaster BI juga meningkat dari semula 6 kelompok menjadi 11 kelompok. Adapun dampak klaster terhadap aspek-aspek lainnya terutama aspek finansial, informasi harga, dan logistik masih belum terlalu besar dirasakan manfaatnya oleh petani. Hal ini terlihat dari nilai z-hitung yang berada pada kisaran angka dua. Oleh sebab itu, ke depan ketiga aspek tersebut perlu menjadi perhatian utama dalam pengembangan klaster di Kabupaten Soppeng.

5.1.8. Pengembangan Infrastruktur dalam Menunjang Klaster

Infrastruktur merupakan salah satu faktor yang penting dalam pengembangan pertanian. Oleh sebab itu, kajian ini juga menggali persepsi petani mengenai tingkat kepentingan dan kondisi 9 jenis infrastruktur (Tabel 5.9). Dari hasil tersebut terlihat bahwa sarana pengairan/irigasi merupakan yang terpenting bagi para petani (skor 5), sedangkan kondisinya merupakan salah satu yang terburuk (skor 1.89). Hal ini menunjukkan bahwa sarana pengairan merupakan faktor penting dan membutuhkan perbaikan.

Nilai signifikan juga diperoleh pada tingkat kepentingan dan kondisi untuk kelompok tani. Artinya, petani memiliki persepsi bahwa kelompok usahatani yang dinilai memiliki kondisi baik merupakan faktor penting. Infrastruktur lainnya yang kondisinya sudah relatif baik adalah listrik, meskipun listrik tidak terlalu penting apabila dikaitkan dengan aspek usahatani.

Page 75: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

59

Tab

el 5

. 9. T

ing

kat

Kep

enti

ng

an d

an K

on

dis

i Fas

ilita

s d

i Kab

up

aten

So

pp

eng

No

Vari

abel

Ting

kat K

epen

ting

anK

ond

isi F

asili

tas

Kepentingana)

t-test

Significance b)

Resp

ond

en

yang

me-

nyat

akan

p

entin

g d

an

sang

at p

ent-

ing

(%)

Resp

ond

en

yang

me-

nyat

akan

fa

silit

as

ters

edia

(%)

Kondisi Fasili-tas c)

t-test

Signifi- cance b)

Resp

ond

en y

ang

m

enya

taka

n ko

ndis

i fa

silit

as b

aik

atau

sa

ngat

bai

k (%

)

1Sa

rana

pen

gai

ran/

irig

asi

5.00

100.

0010

0.00

1.89

-6.8

4**

*8.

57

2Ja

lan

usah

a ta

ni4.

8323

.89

***

97.1

410

0.00

3.31

2.56

**37

.14

3K

elo

mp

ok

tani

4.66

18.1

8**

*97

.14

100.

004.

2015

.02

***

97.1

4

4Ja

lan

asp

al4.

379.

22**

*77

.14

100.

003.

576.

73**

*57

.14

5Pa

sar

keca

mat

an4.

328.

07**

*82

.86

97.1

43.

576.

73**

*57

.14

6Li

stri

k4.

207.

36**

*62

.86

100.

003.

607.

14**

*60

.00

7Fa

silit

as p

erg

udan

gan

2.20

-2.1

4**

48.5

751

.43

2.05

-2.7

1**

45.7

1

8Pa

sar

des

a1.

63-4

.12

**31

.43

40.0

01.

57-4

.53

***

28.5

7

9Ja

ring

an te

lep

on

1.26

-6.9

6**

*0.

0042

.86

1.28

-6.7

3**

*0.

00

Page 76: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

60

5.2. KLASTER KOMODITAS CABAI MERAH DI KABUPATEN KULON PROGO, YOGYAKARTA

Pengembangan klaster di Kulon Progo dilaksanakan dengan memanfaatkan keberadaan Aspartan Karya Manunggal (Asosiasi Pasar Tani Karya Manunggal) sebagai kendaraan utama. Aspartan Karya Manunggal merupakan gabungan dari beberapa asosiasi petani (25 kelompok tani). Oleh sebab itu, sebelum mengembangkan klaster komoditas cabai merah, BI melakukan pendekatan terlebih dahulu kepada ketua Aspartan Karya Manunggal dan local champion kelompok tani yang tergabung dalam Aspartan. Pendekatan tersebut dirasakan lebih efektif mengingat local champion diharapkan dapat menularkan dan menyebarkan pengetahuan yang dimiliki kepada petani lainnya. Secara rinci pendekatan dan bantuan yang dilakukan BI dalam pengembangan klaster cabai merah di Kulon Progo disajikan pada Tabel 5.10. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa intervensi yang dilakukan oleh BI tidak hanya meliputi aspek produksi (usahatani) saja, tetapi juga meliputi aspek pemasaran, kelembagaan, infrastruktur usahatani, dan keuangan.

Tabel 5. 10. Intervensi Bank Indonesia Dalam Pengembangan Klaster Cabai Merah di Kulon Progo

No Tahapan kegiatan Jenis kegiatan1 Pra pendampingan 1. Audiensi Bupati

2. FGD bersama stakeholder3. Perjanjian kerja sama dengan PEMDA4. Need Assessment kelompok tani

2 Pengembangan sektor produksi Bimbingan teknis:1. Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu

(SL-PHT)2. Manajemen pupuk organik3. Pengolahan cabai Studi Studi banding:

1. Studi banding ke Muntilan tentang budidaya cabai dan penanganan hama dan penyakit

2. Studi banding ke Tasikmalaya tentang jaringan pemasaran

3. Studi banding ke Surabaya tentang olahan cabai

3 Penguatan kelembagaan 1. Bimbingan teknis dan coaching penguatan kelembagaan koperasi dan kelompok

2. Bimbingan teknis peningkatan motivasi bagi pelaku usahatani

3. Coaching wirausahatani4 Penguatan produk 1. Demplot 1.500 m tanam di luar musim (off

session)2. Demplot 7.500 m2 penanganan pengendalian

hama3. Penanaman cabai merah organik di lahan seluas

4 ha5 Penguatan jaringan dan pemasaran Mengikutsertakan petani pada pameran sebanyak

6 kali, temu usaha asosiasi pedagang cabai DIY dan pelaku usaha olahan, publikasi, sosialisasi sistem informasi petani dan nelayan

6 Sarana dan prasarana fisik 1. Fasilitasi 4 unit pasar lelang2. Alat-alat pertanian3. Alat transportasi dua unit

7 Akses keuangan 1. Forum linkage perbankan dan UMKM2. Akses instrumen keuangan lainnya

Sumber: BI Yogyakarta, 2015

Page 77: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

61

Selain memberikan bantuan kepada petani cabai (melalui Aspartan), BI juga memfasilitasi kerja sama antara Asosiasi Pasar Tani (Aspartan) Karya Manunggal dengan lembaga-lembaga lainnya, seperti: (1) perbankan, (2) Dinas Pertanian dan Kehutanan, (3) Balai Penelitian Tanaman Pangan (BPTP) DIY, (4) Dinas Koperasi dan UKM, dan (5) Pemda Kulon Progo. Melalui kerja sama tersebut diharapkan klaster cabai merah dapat terus berkembang walaupun telah memasuki tahap phasing out.

Hal yang menarik dari klaster cabai di Kulon Progo adalah aspek pemasaran. Jika sebelumnya akses ke pasar dirasakan sangat sulit, melalui program klaster maka hampir seluruh cabai yang dihasilkan petani dijual melalui pasar lelang yang dikelola oleh kelompok tani anggota Aspartan Karya Manunggal. Mekanisme pasar lelang disajikan pada Gambar 5.5.

Pengembangan klaster cabai merah di Kulon Progo tidak hanya melibatkan BI, tetapi juga mendapat dukungan dari lembaga terkait lainnya. Sebagai contoh, Dinas Pertanian Provinsi DIY memberikan bantuan kendaraan roda tiga dan fasilitas penyimpanan kepada Aspartan Karya Manunggal. Dinas Pertanian Kabupaten juga memberikan bantuan dalam pengembangan pasar lelang.

Gambar 5. 5. Pemasaran Cabai Merah dengan Mekanisme Pasar Lelang Di Kulon Progo

Sebelum Pasar Lelang

Sesudah Pasar LelangPenyerahan Uang

Penyerahan Barang

Petani Produksi

Pedagang Pengepul

Petani

Petani

Proses Lelang Tertutup

Petugas

Pembeli

Tengkulak Pedagang Pengepul

Pedagang Besar

Pedagang Pengecer

Konsumen

1

1

3 52

2

4 6

Transaksi

Page 78: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

62

5.2.1. Saluran Pemasaran Cabai Merah Klaster BI Kulon Progo

Secara umum saluran pemasaran cabai merah di Kulon Progo dapat digambarkan seperti Gambar 5.6.

Gambar 5. 6. Saluran Pemasaran cabai di Klaster BI Kulon Progo

Petani

Pedagang di Pasar Lelang

Pasar lokal

Pabrik saus

Pedagang di Kramat Jati &

Sumatera

Pasar Kroya (Jawa Tengah)

Peda-gang besar

Kios pasar

K

O

N

S

U

M

E

N

10%

87% 90%

10%

3%

100

Berdasarkan Gambar 5.6 terdapat tiga saluran pemasaran cabai yang dominan pada klaster BI di Kulon Progo, yaitu:

1. Saluran 1: Petani → Pedagang di Pasar Lelang → Pasar Lokal Kios Pasar → Konsumen

2. Saluran 2: Petani → Pedagang di Pasar Lelang → Pedagang Besar → Pedagang di Kramat Jati dan Sumatera → Kios Pasar → Konsumen

3. Saluran 3: Petani → Pedagang di Pasar Lelang → Pabrik Saus → Kios Pasar → Konsumen

Berdasarkan ketiga saluran pemasaran tersebut terlihat bahwa semua responden petani yang diwawancarai menyatakan bahwa mereka menjual cabai ke pedagang melalui pasar lelang dalam bentuk cabai segar. Untuk ketiga saluran pemasaran, harga sangat ditentukan oleh pasar acuan yaitu Pasar Kramat Jati dan pasar cabai di Sumatera.

Di antara ketiga saluran pemasaran tersebut, saluran pemasaran 2 merupakan yang paling dominan yaitu sekitar 87% cabai dijual melalui pedagang besar. Saluran pemasaran tersebut bermula dari petani ke pedagang di pasar lelang, pedagang besar, pedagang di Kramat Jati, Sumatera dan Pasar Kroya, Jawa Tengah. Penjualan ke pasar Kramat Jati dan pasar Sumatera lebih mendominasi dibandingkan dengan penjualan ke pasar Kroya. Dilihat dari sisi margin, secara umum pedagang mengambil margin sebesar 5% untuk penjualan ke pasar di Kramat Jati dan Sumatera, serta margin sebesar 10% untuk penjualan cabai ke Pasar Kroya (Provinsi Jawa Tengah). Perbedaan margin tersebut terutama disebabkan oleh perbedaan volume cabai yang dijual. Margin yang lebih kecil untuk pasar tujuan Kramat Jati dan Sumatera dikompensasi dengan volume penjualan yang besar.

Page 79: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

63

Pada saluran pemasaran 3, sebagian cabai yang berasal dari pasar lelang (sekitar 3%) dijual ke pabrik saus. Pedagang mengambil margin sekitar 5% - 10% untuk setiap kilogram cabai yang dijual.

Sementara pada saluran pemasaran 1, cabai dijual ke pasar lokal di Provinsi DIY, terutama Pasar Biwangan. Pedagang mengambil margin 10% mengingat volume yang perdagangkan relatif kecil, yaitu sekitar 10%. Secara umum dapat disimpulkan bahwa sebagaian besar cabai produksi Kulon Progo dijual ke pasar di luar Provinsi DIY. Berdasarkan analisis saluran pemasaran tersebut, pembentukan klaster cabai belum bisa mempengaruhi inflasi di tingkat regional (DIY).

Saat ini, klaster cabai merah di Kulon Progo telah memasuki tahap phasing out. Dengan demikian, perlu dilakukan analisis dampak yang ditimbulkan oleh klaster tersebut terhadap usahatani, akses terhadap pasar output dan input, pembiayaan, sumber informasi, pendapatan dan kelembagaan. Analisis juga dilakukan terkait kendala dan harapan petani terhadap pengembangan klaster cabai. Dengan demikian, akan dapat diidentifikasi upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam pengembangan klaster cabai merah dari mulai pra-pendampingan sampai dengan tahap phasing out.

5.2.2. Dampak Klaster BI terhadap Usahatani Cabai Merah

Secara umum, tanaman cabai merupakan komoditas utama yang diusahakan oleh responden petani baik sebelum maupun setelah mengikuti program klaster (Tabel 5.11). Setelah mengikuti program klaster, rata-rata luas lahan tanam cabai yang dimiliki semakin meningkat, sehingga berdampak pada kenaikan biaya produksi cabai. Menurut petani, komponen biaya terbesar dalam usahatani cabai adalah biaya pupuk. Namun, kenaikan biaya tersebut dapat dikompensasi dengan kenaikan produksi cabai yang dihasilkan. Dengan demikian, setelah mengikuti program klaster pendapatan yang diterima oleh petani cabai mengalami peningkatan.

Tabel 5. 11. Dampak Klaster terhadap Usahatani Cabai

No Keterangan Sebelum Sesudah

1 Cabai sebagai komoditas utama (%) 94.29 97.14

2 Rata-rata luas lahan yang dimiliki (m2) 4,228.57 5,877.14

3 Status kepemilikan (%)• Sewa• Milik• Gadai• Pinjaman• Lainnya

5.7177.14

--

17.14

8.5768.57

--

22.86

4 Rata-rata luas lahan yang ditanami cabai (m2) 2,697.14 4,660.00

5 Rata-rata produksi cabai (kg) 2,320.00 4,182.14

6 Biaya rata-rata produksi cabai (Rp) 8,645,714.29 19,842,857.14

7 Komponen biaya terbesar Pupuk Pupuk

8 Harga rata-rata cabai (Rp/kg) 11,034.29 23,900.00

9 Penerimaan rata-rata petani (Rp) 5,763,714.29 53,510,000.00

Page 80: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

64

Jika diamati lebih lanjut, kenaikan produksi yang dialami petani terutama bersumber dari kenaikan produktivitas. Seluruh responden (100%) sepakat bahwa setelah mengikuti program klaster, produktivitas cabai yang dihasilkan mengalami peningkatan. Kenaikan produktivitas tersebut ditunjang dengan semakin membaiknya kemampuan petani dalam menggunakan input-input produksi yang dibutuhkan dalam produksi cabai. Hal ini terlihat pada Tabel 5.12 yang menggambarkan siklus produksi. Setelah mengikuti program klaster, penggunaan benih cabai hybrid semakin meningkat. Benih merupakan salah satu input yang penting dalam usahatani. Jika menggunakan benih unggul, maka output yang dihasilkan juga semakin meningkat. Sama halnya dengan penggunaan pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja yang mengalami peningkatan setelah menjadi anggota klaster. Lebih dari 90% responden menyatakan bahwa kualitas produk yang dihasilkan semakin membaik setelah mengikuti program klaster.

Tabel 5. 12. Dampak Klaster terhadap Penggunaan Input dan Aspek Usahatani Lainnya

No Keterangan

Perubahan sebelum dan

seudah mengikuti klaster BI (%)

Jenis Perubahan (%)

Berubah Tidak berubah Meningkat Turun Berbeda

jenis

Meningkat dan

berbeda jenis

Turun dan

berbeda jenis

1 Produktivitas (kg) 85.71 14.29 100.00

2

Penggunaan benih yang disimpan/ benih sendiri

28.57 71.43 40.00 10.00 50.00

3Penggunaan benih non-hybrid

28.57 71.43 10.00 40.00 10.00 40.00

4Penggunaan benih hybrid

88.57 11.43 83.87 3.23 12.90

5Penggunaan pupuk kimia

80.00 20.00 42.86 53.57 3.57

6Penggunaan pupuk organik

85.71 14.29 96.67 3.33

7Penggunaan pestisida

60.00 40.00 52.38 33.33 14.29

8Penggunaan herbisida

62.86 37.14 72.73 27.27

9Penggunaan fungisida

62.86 37.14 68.18 27.27 4.55

10Penggunaan tenaga kerja sewa

54.29 45.71 84.21 15.79

11Penggunaan tenaga kerja lokal

40.00 60.00 85.71 14.29

12Penggunaan tenaga kerja perempuan

65.71 34.29 91.30 8.70

13Kualitas produk yang dihasilkan petani

91.43 8.57 96.88 3.13

Page 81: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

65

5.2.3. Dampak Klaster terhadap Pasar Output

Keberadaan klaster juga berdampak positif terhadap akses petani ke pasar output. Seperti terlihat pada Tabel 5.13, rata-rata jumlah pedagang yang bersedia membeli cabai produksi petani klaster semakin meningkat. Pedagang-pedagang tersebut membeli cabai di pasar lelang milik kelompok tani. Rata-rata terdapat 7 orang pedagang yang menawar cabai petani, termasuk pedagang di pasar lelang. Keberadaan pasar lelang tersebut berdampak pada meningkatnya daya tawar petani, karena petani dapat menegosiasikan harga dengan pedagang. Sebelumnya, petani selalu menerima harga yang ditawarkan oleh pembeli.

Menurut hasil analisis, sebagian besar cabai yang dihasilkan oleh petani di Kulon Progo dijual ke pasar cabai di Jakarta (Kramat Jati). Dengan demikian, keberadaan klaster yang bertujuan meredam inflasi di tingkat regional masih belum dapat dicapai mengingat cabai yang dihasilkan petani masih dijual keluar wilayah DIY.

Tabel 5. 13. Dampak Klaster terhadap Pasar Output

No Keterangan Sebelum Sesudah

1 Rata-rata jumlah pedagang 3.17 7.23

2 Petani menjual ke pedagang yang sama (%)· Ya· Tidak

31.4368.57

37.1462.86

3 Pembeli utama cabai (%)• Pedagang pengumpul desa• Pedagang pengumpul kecamatan• Pedagang pengumpul kabupaten• Lainnya

85.712.862.868.57

42.8645.7111.43

4 Alasan menjual Harga lebih tinggi Harga lebih tinggi

5 Lokasi penjualan Di kebun Pasar lelang (melalui kelompok)

6 Alat transportasi Motor

7 Waktu penjualan Pasar kabupaten Langsung setelah panen

8 Waktu pembayaran Pada saat penjualan

1-7 hari setelah penjualan

9 Mengetahui tujuan akhir penjualan cabai Mengetahui Mengetahui

10 Tujuan akhir penjualan cabai Pasar Ibu kota Pasar Ibu Kota

11 Kegiatan pascapanen yang dilakukan Sortasi Sortasi

12 Insentif sortasi Harga lebih tinggi Harga lebih tinggi

13 Posisi tawar menawar petani Menerima harga yang ditawarkan

Sesekali melakukan tawar menawar

Page 82: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

66

5.2.4. Dampak Klaster terhadap Pasar Input

Dari sisi pasar input, terdapat perbedaan tempat pembelian input sebelum dan setelah responden mengikuti program klaster. Sebelumnya, responden membeli benih, pupuk dan obat-obatan di kios desa. Melalui program klaster, peran kelompok tani dalam penyediaan input kepada anggota semakin meningkat, sehingga petani dapat membeli input terutama benih dan pupuk melalui kelompok tani.

Tabel 5. 14. Dampak Program Klaster terhadap Pasar Input

No Keterangan Sebelum Sesudah

1 Sumber pembelian benih (%)Kios desaKios kecamatanKelompok

65.718.57

25.71

8.5791.43

2 Sumber pembelian pupuk (%)Kios desaKios kecamatanBantuan pemerintahKelompok tani

85.712.86

11.43

48.57

5.7145.71

3 Sumber pembelian obat-obatan (%)Kios DesaKios kecamatanKelompok

97.142.86

85.712.86

11.43

4 Membeli input pada pedagang yang samaYaTidak

31.4368.57

40.0060.00

5.2.5. Dampak Klaster terhadap Aspek Pembiayaan

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, intervensi yang dilakukan BI tidak hanya difokuskan pada aspek usahatani, tetapi juga berusaha menjembatani petani dengan lembaga pembiayaan, khususnya dalam meningkatkan kemampuan petani menyusun proposal. Setelah menjadi anggota klaster, terdapat peningkatan, baik dari segi jumlah proposal maupun jumlah pinjaman yang diajukan. Sumber pembiayaan tersebut terutama berasal dari kredit yang diberikan perbankan (BRI).

Tabel 5. 15. Dampak Program Klaster terhadap Aspek Pembiayaan

No Keterangan Sebelum Sesudah

1 Sumber pembiayaan usahatani (%)PribadiPinjaman

65.7134.29

20.0080.00

2 Membuat proposal untuk pembiayaan dari lembaga formal

Ya Ya

3 Rata-rata proposal yang diajukan 1.00 2.00

4 Lembaga pembiayaan pengajuan proposal BRI BRI, BPD

5 Rata-rata besaran kredit yang diajukan (Rp) 2,323,529.41 10,328,571.43

Page 83: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

67

5.2.6. Dampak Klaster terhadap Sumber Informasi

Peran kelompok tani juga meningkat setelah mengikuti program klaster. Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah responden yang mengakses informasi mengenai teknik budidaya cabai dari kelompok tani. Demikian juga halnya dengan informasi harga cabai di pasar, di mana hampir 50% mengakses informasi tersebut dari kelompok tani. Selain itu, fasilitasi studi banding yang dilakukan BI juga mampu meningkatkan pengetahuan petani mengenai teknik budidaya cabai.

Tabel 5. 16. Dampak Klaster BI terhadap Sumber Informasi

No Sumber Informasi Utama Sebelum Sesudah

1 Informasi mengenai cara berbudidaya cabaiPetani/Saudara/tetanggaKelompok taniPenyuluhStudi banding

74.2925.7125.71

40.0048.5717.14

5.71

2 Informasi mengenai harga cabaiPedagangPetani/Saudara/tetanggaKelompok tani

71.4345.7117.14

22.8654.2945.71

5.2.7. Dampak Klaster terhadap Pendapatan

Program klaster cabai juga berdampak positif terhadap pendapatan rumah tangga petani. Mengingat cabai merupakan tanaman utama yang diusahakan oleh responden, maka kenaikan produksi cabai secara otomatis juga akan meningkatkan pendapatan rumah tangga petani. Sebanyak 88% responden menyatakan bahwa pendapatan rumah tangga mereka mengalami peningkatan setelah menjadi anggota klaster. Secara rata-rata, besaran kenaikan pendapatan rumah tangga yang diperoleh responden setelah menjadi anggota klaster adalah sebesar 41.97%.

Tabel 5. 17. Dampak Klaster terhadap Pendapatan

No Keterangan Respon (%)

1 Dampak klaster BI terhadap pendapatan usahataniNaikTidak berubah

88.5711.43

2 Rata-rata kenaikan pendapatan setelah mengikuti klaster BI 41.97

5.2.8. Dampak klaster terhadap Kelembagaan

Tidak terdapat perbedaan signifikan terkait kelembagaan sebelum dan setelah adanya klaster BI. Sebelum mengikuti program klaster, responden menyatakan telah berperan

Page 84: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

68

aktif pada kelompok tani yang ada di lingkungan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan klaster cabai yang dilakukan dengan memanfaatkan Aspartan sebagai ‘kendaraan’ utama merupakan keputusan yang tepat, karena Aspartan merupakan asosiasi dari kelompok tani. Kelembagaan lainnya seperti koperasi tidak begitu berperan penting dalam pengembangan komoditas cabai di Kulon Progo.

Tabel 5. 18. Dampak Klaster BI Terhadap Kelembagaan

No Keterangan Sebelum Sesudah

1 Apakah terdapat kelompok taniYa 97.14 100

2 Jumlah kelompok tani 9 9

3 Keaktifan dalam kelompok taniYa

80 82.86

4 Apakah terdapat koperasiYa

45.71 48.57

5 Jumlah koperasi 1 1

6 Keaktifan dalam koperasi 31.43 31.43

5.2.9. Persepsi Petani tentang Dampak Kegiatan Klaster

Berdasarkan hasil uji z, pada Tabel 5.19 terlihat bahwa terdapat perbedaan yang nyata dari persepsi petani cabai di Kulon Progo mengenai program klaster. Nilai z yang signifikan dan bertanda positif menunjukkan bahwa program klaster BI memberikan dampak yang lebih baik terhadap sembilan aspek yang dianalisis dibandingkan sebelumnya. Petani cabai di Kulon Progo memiliki persepsi bahwa program klaster BI terutama memberikan dampak positif terhadap usahatani cabai seiring dengan meningkatnya akses terhadap informasi harga. Sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya, klaster BI banyak memberikan bantuan dari aspek usahatani, misalnya melalui bimbingan teknis, demplot dan pelatihan-pelatihan kepada petani (melalui local champion). Melalui program-program tersebut, petani merasa kemampuannya dalam budidaya cabai semakin meningkat. Selain itu, meningkatnya akses terhadap informasi harga terjadi terutama karena berkembangnya pasar lelang. Petani dapat mengetahui kondisi terkini dari harga cabai di pasar melalui pengurus pasar lelang. Dengan demikian, peran pedagang tengkulak dalam penentuan harga akan semakin berkurang. Akses terhadap pasar cabai juga semakin meningkat karena petani dapat menjual cabainya melalui pasar lelang.

Lebih lanjut, program klaster di Kulon Progo juga berdampak positif terhadap aspek kelembagaan, pasar input dan logistik (terutama input usaha tani). Aspek kelembagaan yang dirasakan manfaatnya oleh petani adalah penguatan peran kelompok tani terutama di pasar lelang. Melalui bimbingan yang diberikan klaster, kelompok tani yang merupakan pengurus pasar lelang memiliki kemampuan untuk menyelenggarakan pasar lelang secara lebih baik. Dampak positif yang terjadi di pasar input terjadi terutama karena meningkatnya peran kelompok tani dalam hal penyediaan input berikut logistik input usahatani. Setelah ada klaster, kelompok tani menyediakan input produksi seperti benih cabai dan pupuk kepada para anggotanya. Dampak positif klaster selanjutnya terkait dengan peningkatan akses petani terhadap lembaga keuangan (misalnya kredit KUR BRI). Seperti diketahui, untuk mendapatkan kredit petani perlu mengajukan proposal kepada pihak bank. Melalui pelatihan

Page 85: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

69

yang diberikan klaster, kemampuan petani dalam menyusun proposal semakin meningkat. Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa program klaster berdampak positif terhadap pengembangan komoditas cabai di Kulon Progo.

Tabel 5. 19. Persepsi Petani Cabai di Kulon Progo Terhadap Program Klaster

No Dampak Z P-value

1 Usahatani 5.39 0.00

2 Informasi Harga 5.39 0.00

3 Akses terhadap Pasar Output 5.29 0.00

4 Kelembagaan 5.29 0.00

5 Transportasi 5.20 0.00

6 Informasi Budidaya 5.10 0.00

7 Akses terhadap Pasar Input 5.00 0.00

8 Logistik 4.90 0.00

9 Finansial 4.29 0.00

5.2.10. Pengembangan Infrastruktur dalam Menunjang Klaster

Meskipun program klaster berdampak positif terhadap petani cabai di Kulon Progo, namun untuk pengembangan komoditas cabai lebih lanjut diperlukan sejumlah infrastruktur pendukung. Untuk itu, dalam penelitian ini juga dianalisis tingkat kepentingan infrastruktur dan kondisi dari infrastruktur tersebut sebagaimana disajikan pada Tabel 5.22. Nilai t-test yang signifikan menunjukkan adanya perbedaan antara tingkat kepentingan/kondisi fasilitas tersebut dengan nilai rata-rata populasi (netral, angka 3). Fasilitas-fasilitas yang bertanda signifikan mengindikasikan bahwa responden memiliki persepsi yang berbeda nyata dengan persepsi rata-rata populasi.

Secara umum, seluruh fasilitas pada Tabel 5.22 dirasa penting oleh responden. Fasilitas yang dipandang paling penting adalah jalan usahatani (akses jalan yang menuju kebun cabai petani) dengan tingkat kepentingan sebesar 4.80. Namun demikian, kondisi jalan usahatani ternyata masih buruk, terlihat dari skor yang hanya sebesar 2.74. Nilai yang signifikan pada tingkat kepentingan dan kondisi fasilitas tersebut menunjukkan bahwa jalan usahatani merupakan infrastruktur yang menjadi prioritas utama bagi pemerintah dan semua pihak terkait untuk diperbaiki dalam rangka pengembangan komoditas cabai di Kulon Progo. Selain itu, aspek kelompok tani mempunyai tingkat kepentingan yang tinggi dan kondisi yang baik. Nilai siginifikan pada tingkat kepentingan dan kondisi kelompok tani menunjukkan persepsi petani bahwa kelompok usahatani merupakan faktor penting dan didukung oleh kondisi yang baik.

Page 86: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

70

Tab

el 5

. 20

. Tin

gka

t K

epen

tin

gan

dan

Ko

nd

isi F

asili

tas

di K

ulo

n P

rog

o d

alam

ran

gka

M

enu

nja

ng

Ko

mo

dit

as C

abai

No

Var

iab

el

Tin

gka

t ke

pen

tin

gan

Ko

nd

isi F

asili

tas

Kepentingan)a

t-test

Significance)b

Res

po

nd

en

yan

g m

e-n

yata

kan

p

enti

ng

d

an s

ang

at

pen

tin

g (%

)

Res

po

n

den

yan

g

me-

nya

taka

n

fasi

litas

te

rseb

ut

ters

edia

(%

)

Kondisi Fasilitas)c

t- test

Significance)b

Res

po

nd

en

yan

g m

e-n

yata

kan

ko

nd

isi

fasi

litas

te

rseb

ut

bai

k at

au

san

gat

bai

k (%

)

1Ja

lan

usah

atan

i4.

8026

.23

***

100.

0097

.14

2.74

-1.4

6*

28.5

7

2Li

stri

k4.

8026

.23

***

100.

0010

0.00

3.80

4.76

***

80.0

0

3Te

rmin

al a

gri

bis

nis

4.66

20.3

6**

*10

0.00

94.2

93.

695.

65**

*71

.43

4K

elo

mp

ok

tani

4.63

19.6

5**

*10

0.00

100.

003.

9411

.5 8**

*91

.43

5Ja

lan

asp

al4.

6019

.04

***

100.

0094

.29

2.88

-0.5

042

.86

6Fa

silit

as

pen

din

gin

(c

old

cha

in)

4.60

17.1

1**

*97

.14

0.00

0.00

7Ja

ring

an te

lep

on

4.54

13.0

3**

*94

.29

100.

003.

8912

.9 8**

*85

.71

8Fa

silit

as p

erg

udan

gan

4.46

17.0

6**

*10

0.00

91.4

33.

613.

73**

71.4

3

9Sa

rana

pen

gai

ran/

irig

asi

4.34

7.53

***

85.7

177

.14

3.34

1.28

71.4

3

10Pa

sar

des

a4.

008.

62**

*88

.57

54.2

92.

50-1

.63

*22

.86

11Pa

sar

keca

mat

an3.

978.

67**

*88

.57

88.5

73.

000.

0031

.43

12K

op

eras

i3.

977.

32**

*85

.71

51.4

32.

72-0

.86

25.7

1

Page 87: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

71

5.3. KLASTER BAwANG MERAH DI KABUPATAN NGANjUK, PROVINSI jAwA TIMUR

Klaster bawang merah BI dibentuk bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Nganjuk pada tanggal 19 Februari 2014 atas dasar Kesepakatan Bersama antara Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kediri dengan Pemerintah Kabupaten Nganjuk Nomor 16/21/DPAU/Kd dan Nomor 415/411.011/2014 tentang Kerja sama Pengembangan Ekonomi Daerah. Desa Mojorembun, Kecamatan Rejoso merupakan salah satu sentra bawang merah binaan BI. Tujuan pengembangan klaster bawang merah terkait dengan pelaksanaan tugas Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kediri yaitu:

1. Sinergi kegiatan dalam rangka stabilisasi produksi dan harga bawang merah untuk mendukung ketersediaan secara berkelanjutan dan menekan gejolak harga dengan melibatkan/mengoptimalkan peran para pihak terkait terutama petani bawang merah dalam bentuk kegiatan fasilitasi/pemanfaatan/pengelolaan gudang secara optimal.

2. Bersama pihak terkait meningkatkan pengetahuan dan keterampilan budidaya bawang merah yang memenuhi asas keamanan pangan dan pencegahan pencemaran lingkungan melalui penerapan praktek pertanian yang baik (Good Agricultural Practices).

3. Penguatan kelembagaan kelompok tani dan/atau Gabungan Kelompok Tani termasuk upaya peningkatan pengetahuan pengelolaan ekonomi rumah tangga petani melalui program keuangan inklusif (financial inclusion) antara lain program Tabunganku (sosialisasi, promosi, dan implementasi program).

4. Meningkatkan akses petani/pedagang dan para pihak yang berperan dalam rantai nilai bawang merah terhadap sumber daya keuangan/lembaga perbankan bekerja sama dengan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB).

Mengingat komoditas bawang merah merupakan salah satu komoditas volatile foods yang dapat berdampak terhadap inflasi, maka pada tanggal 5 Juni 2015, Tim Pengendalian Inflasi Daerah Kota Kediri dan Asosiasi Penangkaran Benih Bawang Merah Kabupaten Nganjuk menandatangani Perjanjian Kerja Sama tentang Penyediaan Informasi dan Kebutuhan Komoditas Bawang Merah yang tertuang dalam SK Nomor 5/TPID-Kd/Pk/2015. Perjanjian tersebut berlaku selama 2 (dua) tahun. Maksud dan tujuan disusunnya Perjanjian Kerja Sama tersebut adalah:

1. Memastikan ketersediaan komoditas Bawang Merah dari Asosiasi Penangkaran Benih Bawang Merah Kabupaten Nganjuk untuk Kota Kediri;

2. Menjalin kemitraan strategis dengan Pelaku Usaha bahan pangan dalam rangka menjaga ketersediaan dan memenuhi kebutuhan bahan pangan di Kota Kediri.

Adapun ruang lingkup Perjanjian Kerja Sama (PKS) meliputi beberapa kegiatan sebagai berikut:

1. Penyediaan komoditas Bawang Merah pada saat bulan puasa Ramadhan, Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Natal dan Tahun Baru, serta momen tertentu yang menyebabkan harga komoditas Bawang Merah di Kota Kediri mengalami kenaikan di luar kewajaran;

2. Penyediaan komoditas Bawang Merah sesuai dengan kebutuhan dan permintaan, yang dibeli berdasarkan harga dasar Asosiasi Penangkaran Benih Bawang Merah Kabupaten Nganjuk;

3. Kegiatan lainnya yang disepakati bersama oleh kedua belah pihak.

Page 88: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

72

Program kerja pengembangan klaster bawang merah di Kabupaten Nganjuk yang dilakukan selama tahun 2014 sampai dengan 2016 berupa pendampingan, antara lain dari aspek budidaya, penguatan kelembagaan, pengolahan, maupun pembangunan gudang. Program kerja dan rincian kegiatan pada periode tersebut disajikan pada Tabel 5.21.

Tabel 5. 21. Program Kerja dan Kegiatan Pendampingan Klaster Bawang Merah Kabupaten Nganjuk Tahun 2014-2016

Tahapan Program Kerja Rincian kegiatan

Inisiasi

Tahun 2014

Melakukan identifikasi komoditas, lokasi, dan kebutuhan bantuan teknis

a. Menyusun Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan kuesioner survei.

b. Melakukan pertemuan dengan dinas pertanian Kab. Nganjuk dan dinas terkait dalam rangka program ketahanan pangan termasuk pengembangan klaster komoditas bawang merah dengan pendekatan rantai nilai berbasis pasar (market based value chain).

c. Melakukan kerja sama dengan universitas Muhammadiyah Malang untuk melakukan penelitian tentang: (1) pemetaan rantai nilai; (2) identifikasi kebutuhan bantuan teknis; (3) profil dan kelayakan usaha bawang merah

Pembentukan Klaster

MoU dan SPK Kerja sama Pengembangan Klaster

a. Penandatanganan MoU antara Bank Indonesia Kediri dengan Bupati Nganjuk.

b. Penandatanganan SPK antara Bank Indonesia dengan Dinas Pertanian Kabupaten Nganjuk.

Penguatan aspek budidaya

Pemberian Bantuan Teknis

a. Melakukan pendampingan penguatan kelembagaan dengan memfasilitasi pembentukan asosiasi produsen bawang merah Kab. Nganjuk

b. Fasilitasi demplot bawang merah organik sesuai keadaan agroklimat sekaligus untuk pendalaman dan pemantapan produksi bawang merah bibit serta memenuhi deskripsi varietas unggul baru jenis “Tajuk” yang akan dilepas berdasarkan usulan asosiasi penangkar benih bawang merah kabupaten Nganjuk.

c. Fasilitasi pelatihan kepada kelompok tentang pendalaman petunjuk teknis pelepasan varietas benih bawang merah bekerja sama dengan Dinas Pertanian Kab. Nganjuk, UPT Pengawasan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (PSBTPH), serta Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur

Tahun 2015

Bantuan Teknis Pendampingan Pengembangan Varietas Bawang Merah Unggulan

a. Pelaksanaan panen bawang merah hasil demplot untuk pengembangan varietas bawang merah unggulan kab. Nganjuk (Tajuk).

b. Kunjungan lapangan sekaligus untuk melakukan monitoring dan koordinasi program kerja klaster.

Peningkatan nilai tambah komoditas

Bantuan teknis pemberdayaan wanita tani

Fasilitasi pelatihan pengolahan bawang goreng kepada ibu-ibu petani bawang merah.

Page 89: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

73

Tahapan Program Kerja Rincian kegiatan

Penguatan komoditas

Bantuan teknis untuk perbaikan kualitas produksi

a. Memfasilitasi pelaksanaan magang budidaya tanaman pangan organik berbasis pertanian terintegrasi dengan teknologi alfaafa ke Yogyakarta.

b. Memfasilitasi FGD Produksi Bawang Merah dalam rangka merespon adanya serangan hama dan penyakit.

c. Monitoring demplot bawang merah dengan teknologi fermentasi alfaafa dan penerapan lampu cahaya (light trap)

Pengembangan klaster

Bantuan teknis untuk menjaga stock dan harga bawang merah di klaster

Survei rencana pembangunan gudang bawang merah

Tahun 2016

Penguatan kelembagaan

Memperkuat kelembagaan Gapoktan melalui pemanfaatan fungsi gudang untuk mendorong akses pembiayaan

a. Melakukan pendampingan dalam penyusunan Standard Operational Procedure (SOP) pemanfaatan gudang bawang untuk mendukung penyediaan bibit bawang merah dan perputaran keuangan petani. Bantuan teknis yang akan dilakukan:1. Fasilitasi rapat dengan Gapoktan untuk

pembahasan awal penyusunan SOP operasional gudang bawang.

2 . Fasilitasi penyusunan draft SOP operasional gudang bawang.

3 . Pelatihan pembukuan untuk pengurus Gapoktan dan pengelola gudang bawang.

4 . Fasilitasi pemberian informasi produk pembiayaan perbankan dan non bank kepada petani.

b. Pemberian informasi tentang perencanaan keuangan keluarga kepada para petani.

c. Fasilitasi pengurusan sertifikasi tanah.1. Identifikasi kebutuhan pembiayaan dengan agunan

sertifikasi tanah: membuat draft survei, melakukan survei, dan evaluasi hasil survei.

2. Menyusun rencana kegiatan berdasarkan hasil survei.

3 . Pelaksanaan kegiatan pendampingan yang diperlukan, antara lain: - fasilitasi pertemuan dengan BPN dan bank pemberian informasi kepada petani fasilitasi pengurusan oleh KKMB dan BPN fasilitasi pembiayaan oleh bank.

Lanjutan Tabel 5. 21.

Page 90: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

74

Tahapan Program Kerja Rincian kegiatan

Peningkatan jangkauan pemasaran

Mendorong Peningkatan Akses Pasar

a. Mendorong percepatan pengurusan sertifikasi benih “Tajuk” agar benih bawang merah Nganjuk dapat dipasarkan secara lebih luas, melalui pertemuan dengan Dinas Pertanian Kab. Nganjuk dan Asosiasi Penangkar Benih Kab. Nganjuk.

b. Mengoptimalkan fungsi gudang bawang merah untuk mendukung ketersediaan stok bawang merah dalam mendukung pemenuhan kebutuhan pasar melalui pembuatan SOP, manajemen stok dan pelatihan pembukuan dalam mendukung pemenuhan kebutuhan pasar.

Peningkatan produktivitas

Mendorong Peningkatan Produksi Bawang Merah

a. Memperbaiki unsur hara tanah untuk meningkatkan kualitas produksi, melalui penggunaan kompos dan pupuk kandang dengan mengimplementasikan teknologi fermentasi alfaafa. Bantuan teknis yang diberikan berupa:1. Pelatihan dan workshop teknik melakukan

fermentasi dengan menggunakan teknologi alfaafa.2. Melakukan demplot budidaya bawang merah

dengan menggunakan kompos dan pupuk kandang yang difermentasi dengan alfaafa.

3. Melakukan monitoring secara berkala, yaitu: pelaksanaan fermentasi pemindahan pupuk ke lahan perkembangan vegetatif perkembangan generatif Hasil produksi (panen)

b. Mengimplementasikan penggunaan light trap untuk mengurangi serangan serangga dan hama pengganggu.

c. Fasilitasi pertemuan kelompok untuk membahas berbagai persoalan terkait peningkatan produksi bawang merah.

Sumber: KPwBI Kediri (2015)

Program klaster fokus memberdayakan petani bawang merah di Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk, dengan memberikan pendampingan dari aspek budidaya untuk meningkatkan kualitas produksi. Jumlah petani binaan klaster mencapai 265 (2015) orang dengan jumlah tenaga kerja mencapai 400 orang dan luas lahan 156 hektar. Biaya produksi yang dikeluarkan sejumlah Rp6.750.000 per ton (KPBI Kediri, 2015).

Berdasarkan hasil survei, lebih dari 70% responden menyatakan bahwa program klaster dapat membantu menstabilkan harga di musim kemarau, musim hujan, puasa dan lebaran, serta natal dan tahun baru. Tabel 5.22 menyajikan harga, produksi dan margin yang diterima petani pada keempat musim tersebut.

Lanjutan Tabel 5. 21.

Page 91: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

75

Tabel 5. 22. Harga, Produksi dan Margin yang Diterima Petani di Berbagai Musim

Keterangan Musim Kemarau Musim Hujan Puasa/ Lebaran

Natal/ Tahun Baru

Harga (Rp/kg) 6,590.91 11,068.75 11,821.43 12,574.07

Produksi (Rp/kg) 4,145.83 7,247.62 10,500.00 10,250.00

Margin yang terima petani (Rp/kg)

2,446.11 2,225.00 3,000.00 3,058.82

Pelaku usaha yang terlibat dalam klaster bawang merah di Kabupaten Nganjuk tersaji pada Gambar 5.7.

Gambar 5. 7. Aktor yang Terlibat dalam Klaster Bawang Merah Nganjuk

Page 92: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

76

5.3.1. Rantai Pemasaran Bawang Merah

Rantai pemasaran bawang merah beserta persentase penjualannya disajikan pada Gambar 5.8.

Gambar 5. 8. Rantai Pemasaran Bawang Merah Kabupaten Nganjuk

Petani

90%

99,5% 95%

50%

15%

35%

5%

0,5% 100%

10%

Bawang merah yang

dijadikan bibit

Kelompok tani

Pedagang pengumpul

Pembibitan PengecerLapak pasar kabupaten

Konsumen

Pengolah Konsumen

Bawang merah yang

dijual

Pedagang pasar luar pulau jawa

Pedagang pasar induk

Pengecer

Pengecer

Lapak pasar luar pulau

jawa

Lapak pasar induk

Konsumen

Konsumen

Terdapat 4 saluran pemasaran bawang merah di Kabupaten Nganjuk, yaitu:

1. Saluran 1: Petani → Kelompok tani → Pedagang pengumpul → Pedagang besar pasar Induk → Lapak pasar induk → Pengecer → Konsumen

2. Saluran 2: Petani → Kelompok tani → Pedagang pengumpul → Pedagang besar luar pulau Jawa → Lapak pasar luar pulau → Pengecer → Konsumen

3. Saluran 3: Petani → Kelompok tani → Pedagang pengumpul → Lapak pasar Kabupaten → Pengecer → Konsumen

4. Saluran 4: Petani → Pengolah → Konsumen

Pola rantai pemasaran yang banyak dilakukan petani bawang merah Kabupaten Nganjuk adalah Saluran 1. Berdasarkan hasil wawancara, petani menjual bawang merah (99,5%) ke pedagang pengumpul tingkat desa/kecamatan. Bawang merah yang tidak dijual akan dijadikan bibit (10%) oleh petani melalui kelompok tani. Pedagang pengumpul tersebut mendistribusikan ke pedagang besar di pasar induk, misalnya Pasar Induk Kramat Jati (Jakarta) dan Cibitung (Bekasi). Bawang merah dari pasar induk kemudian dijual ke lapak-lapak pasar induk dan didistribusikan ke pengecer di pasar-pasar tradisional.

Saluran pemasaran 2 hampir mirip dengan saluran 1. Perbedaannya, pedagang yang berada di tingkat desa/kecamatan akan mengirimkan bawang merah ke pedagang besar yang berada di Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi. Pedagang besar tersebut akan mendistribusikan bawang merah ke beberapa lapak besar yang kemudian dijual kembali ke para pengecer.

Page 93: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

77

Saluran 3 terjadi pada tingkat Kabupaten. Pedagang pengumpul akan mengirimkan bawang merah ke lapak pasar tingkat kabupaten. Lapak pasar kabupaten akan menjual ke para pengecer di pasar tradisional. Saluran 4 masih belum banyak dilakukan, yaitu petani langsung menjual ke pengolah. Bawang merah umumnya diolah menjadi bawang goreng untuk dijual langsung kepada konsumen akhir. Pengolah bawang merah umumnya mendapatkan margin dari produk bawang goreng rata-rata sebesar Rp50.000 per kg.

Pedagang pengumpul umumnya mengambil margin rata-rata sebesar 4 - 5%. Namun demikian, hasil wawancara dengan responden menyatakan bahwa mereka sering tidak dapat menentukan margin akibat tingkat spekulasi yang tergolong tinggi di tingkat pedagang pengumpul. Fluktuasi harga bergerak sangat cepat setiap hari dengan dua kemungkinan, yaitu untung atau rugi dengan proporsi kemungkinan relatif sama (50%:50%). Pola transaksi yang dilakukan oleh petani dan pedagang yang memerlukan waktu 2 - 5 hari turut mempengaruhi spekulasi harga di tingkat pedagang pengumpul. Misalnya, pedagang membeli bawang merah pada hari Senin dari petani. Namun, pedagang menjual bawang merah tersebut baru pada hari Kamis atau Jumat. Pergerakan harga yang terjadi selama tiga atau empat hari tersebut menyebabkan spekulasi di pedagang pengumpul.

Selain dari BI, bantuan yang diberikan kepada petani/kelompok tani berasal dari Dinas Pertanian Kabupaten Nganjuk. Bantuan yang diberikan berupa bimbingan teknis budidaya dan bantuan peralatan misalnya mesin diesel untuk pompa. Selain itu, kelompok tani bekerja sama dengan Balai Penelitian Sayuran (Balitsa) untuk menciptakan bibit bawang merah yang lebih tahan lama yaitu Bauji. Untuk pedagang/pengumpul maupun pengolah bawang merah belum ada bantuan yang diberikan oleh instansi lain.

5.3.2. Dampak Klaster Bawang Merah terhadap Petani

Dalam kajian akan dianalisis dampak dari program klaster yang telah terbentuk selama 2 (dua) tahun sebagai bahan evaluasi ke depan. Dampak tersebut akan dianalisis berdasarkan perspektif petani, pedagang, dan pengolah bawang merah di Kabupaten Nganjuk, yaitu dampak terhadap usahatani, akses terhadap pasar input dan output, pembiayaan, sumber informasi, pendapatan dan kelembagaan. Selain itu, pada penelitian ini dikaji pula persepsi terhadap program klaster serta faktor eksternal yang menunjang keberhasilan klaster terutama aspek infrastruktur.

5.3.3. Dampak Klaster BI terhadap Usahatani

Hasil survei terhadap 35 responden petani menyatakan bahwa komoditas bawang merah merupakan sumber pencaharian utama sebelum maupun sesudah klaster. Keengganan berpindah ke komoditas lain bukan tanpa alasan. Para petani telah berpuluh-puluh tahun melakukan usahatani bawang merah sebagai tulang punggung ekonomi keluarga, karena bawang merah merupakan salah satu komoditas yang dibutuhkan rakyat Indonesia dan dapat memberikan keuntungan.

Setelah ada program klaster, luas tanam bawang merah meningkat sebesar 3% dan produktivitasnya meningkat sebesar 5% dari sebelumnya rata-rata 4.101,43 kg menjadi 4.316,18 kg. Nilai tersebut diperoleh dari hasil pengisian kuesioner yang diberikan kepada responden petani. Namun, program klaster juga berdampak terhadap peningkatan total biaya variabel usahatani bawang merah, dari sebelumnya Rp7.914.285,71 menjadi Rp22.475.000,00.

Harga rata-rata yang diterima petani per kilogram bawang merah setelah menjadi anggota klaster meningkat rata-rata sebesar 12% dari sebelumnya Rp5.372,73/kg menjadi Rp6.026,67/kg. Selain itu, rata-rata penerimaan petani klaster menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan yaitu 20%, dari semula Rp21.326.250,00 menjadi Rp25.587.314,81.

Page 94: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

78

Tabel 5.23 menyajikan secara ringkas dampak program klaster terhadap usahatani bawang merah di Kabupaten Nganjuk.

Tabel 5. 23. Dampak Program Klaster terhadap Usahatani Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk

Keterangan Rata-rata Sebelum Klaster

Rata-rata Sesudah Klaster

Rata-rata luas lahan yang dimiliki (m2) 2,442.40 2,497.88

Lahan yang ditanami bawang merah 2,361.82 2,476.97

Status kepemilikan (%)• Sewa• Milik• Pinjaman

67.6526.47

5.88

64.7129.41

5.88

Rata-rata produksi bawang merah (kg) 4,101.43 4,316.18

Total biaya rata-rata (Rp) 17,914,285.71 22,475,000.00

Harga rata-rata (Rp/kg) 5,372. 73 6,026,67/ kg

Penerimaan rata-rata (Rp) 21,326,250.00 25,587,314.81

Komponen biaya terbesar adalah benih, selebihnya untuk obat-obatan dan sewa lahan sebagaimana disajikan dalam Gambar 5.9. Harga bibit bawang merah relatif mahal karena jumlahnya terbatas. Padahal, kualitas bibit sangat menentukan hasil panen.

Gambar 5. 9. Komponen Biaya Variabel Terbesar Usahatani Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk

5.3.4. Dampak Klaster pada Penggunaan Input Produksi

Program klaster memiliki dampak terhadap penggunaan input produksi dan aspek usahatani lainnya. Secara umum, program klaster mampu meningkatkan berbagai aspek usahatani antara lain, produktivitas, penggunaan pupuk organik, benih, dan kualitas produk yang dihasilkan. Kegiatan pemupukan dengan pestisida cenderung menurun setelah

Page 95: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

79

pelaksanaan program klaster. Tabel 5.24 menyajikan penggunaan input produksi sebelum dan sesudah mengikuti program klaster.

Tabel 5. 24. Perubahan Pada Input Produksi Sebelum dan Sesudah Mengikuti Program Klaster

No Keterangan

Perubahan sebelum dan sesudah mengikuti program

klaster (%)Perubahan yang terjadi

Berubah Tidak berubah Meningkat Menurun

1 Produktivitas (kg) 86 14 72

2Penggunaan benih yang disimpan/benih sendiri

76 24 52

3Penggunaan benih non-hybrid

45 55 10

4 Penggunaan benih hybrid 37 63 26

5 Penggunaan pupuk kimia 89 11 78

6Penggunaan pupuk organik

20 80 60

7 Penggunaan pestisida 86 14 72

8 Penggunaan herbisida 65 35 30

9 Penggunaan fungisida 80 20 30

10Penggunaan tenaga kerja sewa

63 37 26

11Penggunaan tenaga kerja lokal

63 37 26

12Penggunaan tenaga kerja perempuan

60 40 20

13Kualitas produk yang dihasilkan petani

90 10 80

5.3.5. Dampak Klaster terhadap Akses Pasar Output dan Input

a. Pasar Output

Dari sisi pasar output, dampak program klaster terlihat dari peningkatan jumlah pedagang. Sebelumnya jumlah pedagang rata-rata 4 orang, kemudian meningkat menjadi 5 orang. Sebagian besar petani (74,19%) menjual hasil panen ke pedagang pengumpul desa baik sebelum maupun setelah menjadi anggota klaster dengan alasan harga lebih tinggi (80%), lokasi mudah dijangkau (10%), dan sudah menjadi langganan (10%). Sebagian besar responden (>76%) menjual hasil panennya di kebun, 10% responden menjual di rumah sendiri, sedangkan sisanya menjual ke pasar.

Program klaster juga berdampak terhadap jenis transportasi yang digunakan petani, yaitu sepeda, motor dan mobil. Persentase petani yang menggunakan sepeda menurun dari 48,49% menjadi 25,80%, pengguna motor untuk mengangkut panen meningkat dari 17,18% menjadi 31,52%, dan pengguna mobil pick up meningkat dari 34,33%

Page 96: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

80

menjadi 42,68%. Sementara waktu penjualan bawang merah sebelum maupun sesudah program klaster tidak mengalami perubahan yang signifikan. Sebagian besar petani (70%) menjual langsung setelah panen (Gambar 5.10).

Gambar 5. 10. Waktu Penjualan Bawang Merah

Waktu pembayaran sebelum maupun sesudah program klaster relatif tidak mengalami perubahan. Sebagian besar petani (63,64%) menerima pembayaran langsung pada saat penjualan, sebagian lainnya (24,24%) bervariasi antara sebelum panen dan saat penjualan, selebihnya menerima pembayaran sebelum panen atau menerima pembayaran 1 - 7 hari setelah bawang merah diberikan ke pedagang desa.

Sekitar 82% petani umumnya mengetahui tujuan akhir penjualan komoditas bawang merah baik sebelum maupun setelah program klaster. Tujuan akhir penjualan bawang merah adalah pasar desa, pasar kabupaten, pasar provinsi dan pasar ibu kota. Gambar 5.11 menggambarkan persentase tujuan penjualan bawang merah.

Kelancaran pemasaran bawang merah di Kabupaten Nganjuk ditunjang oleh keberadaan Pasar Sukomoro sebagai Pasar Sentra. Pelaku pasar yang melakukan aktivitas bisnis di pasar ini terdiri dari pelaku lokal dan regional. Jangkauan pasar meliputi hampir seluruh daerah di Jawa, sebagian Kalimantan, Sumatera, Irian Jaya dan di Sulawesi. Di samping itu di Kabupaten Nganjuk juga ada pelaku bisnis yang melakukan kegiatan ekspor dan impor yang bekerja sama dengan pelaku bisnis dari Jawa Tengah dan Jawa Barat (tergabung dalam Asosiasi Bawang Merah Nasional). Namun, pada hasil survei tidak ditemukan.

Page 97: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

81

Gambar 5. 11. Tujuan Penjualan Bawang Merah dari Petani Kabupaten Nganjuk

Kegiatan pascapanen yang dapat meningkatkan nilai tambah bawang merah adalah pengeringan, sortasi, pengangkutan, dan penyimpan di gudang. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air sehingga umbi bawang merah tidak cepat membusuk dan masa simpan lebih lama. Bawang merah dikeringkan menggunakan para-para dengan cara menggantungkan daun bawang merah yang terikat. Sebenarnya, mengeringkan bawang merah juga dapat dilakukan dengan menggunakan sinar matahari secara langsung, namun metode ini akan membuat daun bawang merah menjadi cepat layu. Tindakan sortasi bertujuan untuk memisahkan kotoran yang masih menempel pada umbi bawang merah, serta memisahkan bawang merah yang berkualitas dengan yang cacat.

Namun demikian, sebagian besar responden (88%) menyatakan bahwa mereka tidak memperoleh insentif jika melakukan aktivitas yang dapat meningkatkan nilai tambah. Selebihnya, 12% responden menyatakan bahwa insentif diberikan jika dilakukan aktivitas peningkatan nilai tambah berupa harga jual yang lebih tinggi. Selama proses jual beli hasil panen, 66.66% petani melakukan tawar menawar dengan pembeli, 15,14% menerima harga yang ditawarkan pembeli dan 21,20% sesekali melakukan tawar menawar. Persentase untuk ketiga kondisi penawaran berdasarkan hasil survei dapat dilihat pada Gambar 5.12.

Page 98: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

82

Gambar 5. 12. Proses Penentuan Harga Bawang Merah di Tingkat Petani

b. Pasar Input

Salah satu faktor penentu keberhasilan usahatani bawang merah adalah ketersediaan bibit bermutu. Bibit bermutu menjadi modal awal dalam rangka meningkatkan produksi. Produsen bibit bawang merah pada sentra produksi biasanya petani yang memiliki skala usaha relatif luas atau petani individual yang menyisihkan sebagian hasil panen untuk digunakan sebagai bibit musim tanam berikutnya. Hampir seluruh petani (90%) memperoleh benih dari asosiasi perbenihan yang melakukan proses pembenihan sendiri. Saat ini ada jenis yang sedang dikembangkan yaitu varietas Tajuk. Varietas itu merupakan hasil persilangan dari beberapa varietas bawang merah lokal. Uji coba pengembangan varietas tersebut dilakukan pada lahan seluas 1.000 meter persegi dan mampu menghasilkan bawang merah 1.200 kg. Jumlah ini lebih banyak dari produksi bawang merah jenis lainnya yang hanya sekitar 900 kg per 1.000 meter persegi.

Pupuk diperoleh petani dari kios yang berada di desa (55,68%), kios yang berada di Kecamatan (20,59%), dan kelompok tani (20,59%). Ada juga petani yang membuat pupuk sendiri berupa pupuk organik tapi jumlahnya sangat sedikit (2,94%). Sejumlah 85,71% petani baik sebelum maupun sesudah klaster menyatakan membeli input kepada pedagang yang sama. Seluruh responden menyatakan bahwa program klaster berdampak positif terhadap akses petani ke pasar input.

5.3.6. Dampak Klaster terhadap Aspek Pembiayaan

Sumber pembiayaan petani sebelum mengikuti klaster sebagian besar berasal dari modal sendiri (61,77%). Sisanya diperoleh dari pinjaman (26,47%) dan gabungan modal sendiri dan pinjaman (11,76%). Setelah mengikuti program klaster, persentase sumber pembiayaan usahatani yang berasal dari modal sendiri menjadi 31,25%. Artinya, sumber pembiayaan modal sendiri setelah mengikuti klaster menurun sebesar 49,41%. Pembiayaan yang berasal dari pinjaman setelah adanya klaster meningkat menjadi 37,50% sehingga petani yang berhasil mendapatkan pinjaman mengalami peningkatan 41,66% setelah mengikuti klaster. Sumber modal yang berasal dari gabungan sendiri dan pinjaman meningkat sangat drastis menjadi 31,25%. Artinya persentase tersebut meningkat 165% setelah adanya program klaster.

Page 99: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

83

Pengajuan biaya yang dilengkapi dengan proposal setelah adanya klaster meningkat sebesar 45%. Rata-rata proposal yang dibuat untuk mengajukan pembiayaan sebesar 1 buah proposal untuk setiap kelompok tani. Dalam hal ini kelompok tani hampir semuanya mengajukan ke Bank Rakyat Indonesia sebagai sumber pembiayaan untuk usahatani bawang merah di Kabupaten Nganjuk. Rata-rata jumlah kredit yang diajukan Rp20 juta, dan setelah program klaster meningkat rata-rata sebesar 4%. Pembiayaan tersebut digunakan oleh sebagian besar responden (60%) untuk pembelian benih, pupuk, obat-obatan, dan membayar tenaga kerja. Sumber pembiayaan dan jumlah proposal yang diajukan untuk pembiayaan sebelum dan sesudah adanya klaster disajikan pada Tabel 5.25.

Tabel 5. 25. Sumber Pembiayaan dan Jumlah Proposal untuk Pembiayaan

No Keterangan Sebelum Klaster Sesudah Klaster

1 Sumber pembiayaan usahatani padi (%)Modal Sendiri PinjamanModal sendiri dan pinjaman

61.7726.4711.76

31.2537.5031.25

2 Membuat proposal untuk pembiayaan dari lembaga formal

Ya = 43.33 %Tidak = 56.67 %

Ya =62.50 %Tidak= 37.50 %

5.3.7. Dampak Klaster terhadap Sumber Informasi

Informasi merupakan salah satu hal penting dalam mengembangkan klaster bawang merah, misalnya aspek budidaya dan harga bawang merah. Berdasarkan hasil survei, sumber informasi untuk budidaya umumnya diperoleh dari penyuluh (40%) baik sebelum maupun sesudah adanya klaster. Namun demikian, peran klaster cukup siginifikan dalam memberikan informasi terkait budidaya maupun harga (Tabel 5.26).

Tabel 5. 26. Sumber Informasi Utama dalam Aspek Budidaya dan Harga

No Sumber Informasi Utama Sebelum Klaster

Sesudah Klaster

1. Sumber informasi utama aspek budidaya• Penyuluh• Petani Lainnya• Kelompok tani• Petugas dari klaster BI

46.8840.6212.50

0

40.6416.1316.1327.10

2. Sumber informasi utama aspek harga• Penyuluh• Petani• pedagang• pedagang saprotan• kelompok tani• Asosiasi• Petugas klaster BI

15.6337.5037.50

3.136.25

00

20.0016.0020.00

023

716

Page 100: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

84

5.3.8. Dampak Klaster terhadap Pendapatan

Pendapatan rumah tangga petani (99%) rata-rata meningkat 8.33% setelah menjadi anggota klaster. Hanya sedikit sekali (1%) responden yang menyatakan tidak ada peningkatan pendapatan karena harga bawang merah tergantung pada pasar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa program klaster dapat meningkatkan perekonomian keluarga secara signifikan.

5.3.9. Dampak Klaster terhadap Kelembagaan

Kelembagaan merupakan hal signifikan untuk keberlanjutan klaster bawang merah. Hal ini dicerminkan dari kelompok tani atau koperasi yang memegang peranan penting untuk mengikat hubungan anggota klaster bawang merah khususnya para petani. Tabel 5.27 menyajikan gambaran kelembagaan di klaster bawang merah Nganjuk.

Tabel 5. 27. Gambaran Kelembagaan di Klaster Bawang Merah Nganjuk

No Keterangan Sebelum Klaster Sesudah Klaster

1 Apakah terdapat kelompok tani Ya Ya

2 jumlah kelompok tani yang ada di wilayah desa Bapak/Ibu

3 5

3 Keaktifan dalam kelompok tani Aktif Aktif

4 Apakah terdapat koperasi 60% ada; 40% tidak 60% ada, 40% tidak

5 Jumlah koperasi 2 2

6 Keaktifan dalam koperasi Aktif :47% Tidak ak-tif:53%

Aktif :47% Tidak aktif:53%

Beberapa petani telah menjalin kerja sama kemitraan dalam rangka pemasaran produk, antara lain:

1. Kerja sama dengan PT. Indofood dan PT. Wing’s Food, dalam penyediaan bahan baku bawang goreng, namun baru pada skala kecil.

2. Kemitraan dengan penangkar benih (dalam rangka menjamin ketersediaan benih).

3. Kerja sama penyediaan calon benih dengan petani/penyedia benih dari luar daerah.

4. Kerja sama pelaksanaan penelitian (perbanyakan, pemurnian dan atau pengembangan benih varietas baru) dengan Balitsa, BPTP, Perguruan Tinggi, Perusahaan Benih Swasta (Eastwest, dll).

5.3.10. Persepsi tentang Dampak Kegiatan Klaster

Persepsi diartikan sebagai proses untuk mengerti dan menyadari dunia di luar diri sendiri, dapat berasal dari pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi bukan pembawaan dari lahir dan sebagian besar dipelajari setelah dewasa. Secara ringkas, persepsi dapat diartikan sebagai suatu proses interpretasi terhadap suatu objek atas dasar pengetahuan yang dimiliki. Beberapa hal yang memengaruhi persepsi di antaranya: 1) pelaku persepsi, yang penafsirannya sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, yaitu: sikap, motif/kebutuhan individu, suasana hati, pengalaman masa lalu, prestasi belajar sebelumnya dan pengharapan, 2) karakteristik target yang diamati, dan 3) situasi, yaitu unsur-unsur di lingkungan sekitar yang dapat mempengaruhi persepsi (Robins, 1996).

Page 101: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

85

Pada survei ini dilakukan analisis mengenai persepsi petani terhadap program klaster (Tabel 5.28). Aspek-aspek yang dilihat adalah kegiatan usahatani, akses terhadap pasar input, akses terhadap pasar output, pembiayaan, informasi budidaya, informasi harga, kelembagaan, dukungan transportasi, dan logistik. Dari kesembilan aspek yang dilihat, seluruh aspek menunjukkan terdapat perbedaan antara sebelum dan sesudah adanya kegiatan klaster pada tingkat kepercayaan 5%. Namun demikian, dibandingkan dengan klaster beras dan klaster cabai, dampak positif yang ditimbulkan oleh klaster BI terhadap klaster bawang merah belum terlalu besar. Hal ini terlihat dari nilai z-hitung pada semua aspek yang yang masih di bawah lima. Kondisi ini diperkirakan akibat perbedaan periode waktu antara klaster bawang merah dengan klaster cabai dan beras. Klaster cabai dan bawang merah telah memasuki masa phasing out sehingga dampak positif dari dampak klaster BI lebih besar dibandingkan dengan klaster bawang merah yang belum memasuki masa phasing out.

Jika diamati lebih lanjut, dampak klaster BI lebih dirasakan oleh petani pada aspek usahatani dengan nilai z-hitung sebesar 4,36. Kondisi ini sama dengan yang terjadi pada klaster beras dan cabai, di mana dampak positif terbesar dari klaster dirasakan petani pada aspek usahatani. Fasilitasi demplot, magang, dan pelatihan yang dilakukan oleh klaster dirasakan manfaatnya oleh petani terutama dalam aspek usahatani yang berdampak terhadap peningkatan produksi bawang merah. Adapun aspek-aspek lainnya masih memiliki nilai z-hitung dibawah 4. Hal ini menunjukkan bahwa dampak positif yang ditimbulkan oleh klaster BI terhadap 8 aspek lainnya masih belum terlalu dirasakan oleh petani. Dengan demikian, pengembangan klaster bawang merah selanjutnya diharapkan tidak hanya fokus pada aspek usahatani saja, tetapi juga pada aspek-aspek lainnya, terutama pasar (input maupun output), informasi harga dan kelembagaan.

Tabel 5. 28. Dampak Klaster BI terhadap Petani Bawang Merah

No Dampak Z P-value

1 Usahatani 4.36 0.00

2 Akses terhadap Pasar Input 3.54 0.00

3 Akses terhadap Pasar Output 3.75 0.00

4 Finansial 2.07 0.02

5 Informasi Budidaya 3.88 0.00

6 Informasi Harga 3.47 0.00

7 Kelembagaan 3.25 0.00

8 Transportasi 2.84 0.00

9 Logistik 1.77 0.04

Menurut persepsi responden, program klaster dapat meningkatkan produksi bawang merah dalam wilayah cakupan desa 85%, sedangkan untuk cakupan kecamatan dan kabupaten masih relatif rendah yaitu sekitar 25%.

Page 102: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

86

Gambar 5.13. Persepsi Responden terkait Peran Klaster terhadap Produksi Bawang Merah di Wilayah Desa, Kecamatan, dan Kabupaten

Selain itu program klaster BI berpengaruh terhadap kestabilan harga bawang merah terutama di desa lokasi klaster (60%). Gambar 5.14 menggambarkan persepsi responden tentang peran klaster BI terhadap kestabilan harga di wilayah desa, kecamatan, dan kabupaten.

Gambar 5. 14. Persepsi responden tentang Peran Klaster terhadap Kestabilan Harga di Wilayah Desa, Kecamatan, dan Kabupaten

Page 103: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

87

5.3.11. Ketersediaan Infrastruktur Penunjang

Secara umum, reponden menganggap keberadaan seluruh fasilitas yang terdapat pada Tabel 5.31 penting dalam mengembangkan klaster bawang merah di Kabupaten Nganjuk. Listrik dan jalan usahatani merupakan faktor yang sangat penting dengan nilai sebesar 4,69. Kondisi fasilitas listrik menurut persepsi responden sudah baik, sedangkan kondisi jalan usahatani dianggap kurang baik. Kelompok tani juga dianggap merupakan faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan klaster dengan kondisi yang sudah baik. Faktor yang dianggap penting menurut persepsi responden namun kondisinya masih perlu dikembangkan adalah pasar desa, terminal agribisnis, dan fasilitas pendingin.

Page 104: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

88

Ta

bel

5. 2

9. T

ing

kat

Kep

enti

ng

an d

an K

on

dis

i In

fras

tru

ktu

r D

i Kab

up

aten

Ng

anju

k D

alam

Ran

gka

Men

un

jan

g K

om

od

itas

Baw

ang

Mer

ah

No

Var

iab

el

Tin

gka

t ke

pen

tin

gan

Ko

nd

isi F

asili

tas

Kepentingan)a

t-test

Significance)b

Res

po

nd

en

yan

g m

e-n

yata

kan

p

enti

ng

dan

sa

ng

at p

ent-

ing

(%)

Res

po

nd

en

yan

g m

e-n

yata

kan

fa

silit

as

ters

edia

(%)

Kondisi Fasilitas)c

t-test

Significance)b

Res

po

nd

en

yan

g m

e-n

yata

kan

ko

nd

isi

fasi

litas

bai

k at

au s

ang

at

bai

k (%

)

1Li

stri

kJa

lan

usah

atan

i4.

6921

.17

***

100.

0010

0.00

4.14

13.6

9**

*94

.29

24.

5711

.95

***

97.1

410

0.00

3.06

0.30

42.8

6

3Sa

rana

pen

gai

ran/

irig

asi

4.45

10.8

7**

*97

.14

94.2

93.

372.

50**

60.0

0

4Ja

ring

an te

lep

on

4.40

10.6

9**

*97

.14

100.

003.

9711

.88

***

91.4

3

5K

elo

mp

ok

tani

4.29

14.6

7**

*97

.14

100.

003.

777.

07**

*71

.43

6Fa

silit

as p

erg

udan

gan

4.23

13.2

9**

*94

.29

42.8

63.

060.

4025

.71

7Ja

lan

asp

al4.

146.

94**

*88

.57

100.

003.

606.

42**

*62

.86

8Pa

sar

keca

mat

an4.

069.

79**

*97

.14

88.5

73.

717.

38**

*77

.14

9K

op

eras

i4.

0618

.50

***

97.1

482

.86

3.74

7.19

***

71.4

3

10Pa

sar

des

a3.

979.

30**

*94

.29

51.4

32.

74-1

.78

**20

.00

11Te

rmin

al a

gri

bis

nis

3.71

4.73

***

71.4

322

.86

2.66

-1.9

7**

34.2

9

12Fa

silit

as p

end

ing

in (c

old

ch

ain)

3.03

0.14

***

40.0

014

.29

2.68

-2.4

5**

17.1

4

Page 105: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

89

Ta

bel

5. 2

9. T

ing

kat

Kep

enti

ng

an d

an K

on

dis

i In

fras

tru

ktu

r D

i Kab

up

aten

Ng

anju

k D

alam

Ran

gka

Men

un

jan

g K

om

od

itas

Baw

ang

Mer

ah

No

Var

iab

el

Tin

gka

t ke

pen

tin

gan

Ko

nd

isi F

asili

tas

Kepentingan)a

t-test

Significance)b

Res

po

nd

en

yan

g m

e-n

yata

kan

p

enti

ng

dan

sa

ng

at p

ent-

ing

(%)

Res

po

nd

en

yan

g m

e-n

yata

kan

fa

silit

as

ters

edia

(%)

Kondisi Fasilitas)c

t-test

Significance)b

Res

po

nd

en

yan

g m

e-n

yata

kan

ko

nd

isi

fasi

litas

bai

k at

au s

ang

at

bai

k (%

)

1Li

stri

kJa

lan

usah

atan

i4.

6921

.17

***

100.

0010

0.00

4.14

13.6

9**

*94

.29

24.

5711

.95

***

97.1

410

0.00

3.06

0.30

42.8

6

3Sa

rana

pen

gai

ran/

irig

asi

4.45

10.8

7**

*97

.14

94.2

93.

372.

50**

60.0

0

4Ja

ring

an te

lep

on

4.40

10.6

9**

*97

.14

100.

003.

9711

.88

***

91.4

3

5K

elo

mp

ok

tani

4.29

14.6

7**

*97

.14

100.

003.

777.

07**

*71

.43

6Fa

silit

as p

erg

udan

gan

4.23

13.2

9**

*94

.29

42.8

63.

060.

4025

.71

7Ja

lan

asp

al4.

146.

94**

*88

.57

100.

003.

606.

42**

*62

.86

8Pa

sar

keca

mat

an4.

069.

79**

*97

.14

88.5

73.

717.

38**

*77

.14

9K

op

eras

i4.

0618

.50

***

97.1

482

.86

3.74

7.19

***

71.4

3

10Pa

sar

des

a3.

979.

30**

*94

.29

51.4

32.

74-1

.78

**20

.00

11Te

rmin

al a

gri

bis

nis

3.71

4.73

***

71.4

322

.86

2.66

-1.9

7**

34.2

9

12Fa

silit

as p

end

ing

in (c

old

ch

ain)

3.03

0.14

***

40.0

014

.29

2.68

-2.4

5**

17.1

4

5.4. DAMPAK KLASTER PADA PEDAGANG

5.4.1. Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan

Pedagang gabah yang menjadi responden bukan merupakan anggota klaster. Namun demikian, program klaster berhasil meningkatkan produksi petani sehingga meningkatkan volume pembelian oleh pedagang. Para pedagang tidak membedakan gabah yang dibeli dari anggota klaster atau bukan anggota klaster, baik dari sisi harga maupun tata cara pembelian.

Sebagian besar gabah yang dibeli selanjutnya dijual ke penggilingan yang berlokasi di Kabupatan Soppeng atau kabupaten lainnya, yaitu Kabupaten Sidrap (berbatasan langsung dengan Kecamatan Marioriawa) atau Kabupatan Pinrang. Hal ini disebabkan terbatasnya kapasitas mesin penggilingan di Kabupaten Soppeng, terutama pada masa panen raya.

Penggilingan padi yang menjadi responden adalah anggota klaster. Bahkan, salah satunya adalah penggilingan padi yang merupakan bantuan dari BI. Menurut mereka, program klaster mampu meningkatkan produksi petani. Namun di sisi lain, meningkatnya jumlah penggilingan padi menyebabkan semakin ketatnya persaingan untuk membeli gabah langsung ke petani, termasuk persaingan dengan pembeli yang berasal dari luar kabupaten.

Bantuan fasilitas lantai jemur dan penggilingan padi yang diberikan BI menyebabkan petani dapat menjual gabah dengan harga yang lebih baik. Namun, keterbatasan lantai jemur membuat kapasitas penggilingan padi tersebut masih terbatas, terutama pada musim panen raya.

5.4.2. Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta

Di Kulon Progo terdapat dua pedagang yang rutin membeli cabai dari pasar lelang yang diselenggarakan kelompok tani. Menurut mereka, keberadaan klaster cabai BI mampu meningkatkan kualitas cabai yang dihasilkan petani. Hal ini disebabkan Asosiasi Pasar Tani Manunggal (Aspartan) mendorong petani untuk melakukan sortir. Bahkan, pasar lelang juga telah melakukan sortir cabai berdasarkan mutu atau kualitas cabai. Selain itu, para pedagang juga menyatakan bahwa kontinuitas supply cabai yang dihasilkan petani relatif lebih terjaga setelah menjadi anggota klaster.

Pembelian cabai dilakukan pedagang dengan mengikuti mekanisme lelang untuk selanjutnya dijual ke pasar tujuan. Selama ini, tujuan penjualan utama tidak untuk pasar DIY, tetapi Pasar Kramat Jati Jakarta dan Sumatera. Terdapat dua alasan utama penjualan ke pasar di luar Provinsi DIY, yaitu:

1. Kebutuhan cabai di Provinsi DIY lebih kecil dibandingkan dengan jumlah cabai yang diproduksi di wilayah DIY. Bahkan, produksi cabai klaster masih lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan cabai di DIY. Sebagai contoh, stok cabai dari Aspartan pada musim panen raya sekitar 70 - 80 ton per hari, sedangkan pasar di Provinsi DIY hanya membutuhkan cabai sekitar 1,5 ton per hari. Akibatnya penjualan cabai keluar Provinsi DIY tetap menjadi pilihan utama.

2. Harga cabai pasar DIY tidak begitu menarik karena lebih rendah dibandingkan dengan harga cabai di pasar Jakarta dan Sumatera. Bahkan, setelah dipotong dengan biaya transportasi dan lain-lain, harga di kedua pasar tersebut tetap lebih tinggi. Dari sisi konsumen, jika harga naik, konsumen di DIY cenderung mengurangi

Page 106: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

90

pembelian cabai. Berbeda dengan pasar di Sumatera dan Jakarta, kenaikan harga cabai tidak mengurangi jumlah pembelian oleh konsumen.

Pasar acuan utama bagi para pedagang adalah di Sumatera. Jika petani di Sumatera belum panen, harga cabai di Sumatera dipastikan meningkat. Sebaliknya pada saat panen, maka harga cabai akan turun. Hal ini disebabkan banyak cabai cabai dari Kulon Progo yang dijual ke Sumatera, terutama pada saat harga di Sumatera lebih tinggi dibandingkan harga di Pasar Kamat Jati.

Klaster Bank Indonesia dinilai masih fokus ke petani. Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) dengan pedagang, mereka juga membutuhkan pembinaan sehingga diharapkan dapat dilibatkan dalam kegiatan klaster di masa mendatang. Beberapa saran pedagang terkait pemasaran klaster cabai di Kulon Progo adalah:

1. Mempercepat pembukaan pasar lelang sehingga pengiriman ke Jakarta atau kota lainnya tidak dilakukan terlalu malam.

2. BI diharapkan dapat memfasilitasi akses pedagang terhadap pembiayaan dari lembaga keuangan. Ketersediaan kredit berbunga rendah bagi pedagang sangat dibutuhkan, sehingga pedagang dapat membayar secara tunai kepada petani.

5.4.3. Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur

Berdasarkan skala usaha, pedagang bawang merah di Kabupaten Nganjuk terdiri dari pedagang pasar tradisional dan pedagang besar. Pedagang besar umumnya memasarkan ke luar Nganjuk hingga luar provinsi. Selain itu, pedagang bawang merah umumnya juga berperan sebagai pengumpul dan sebagai ketua kelompok tani. Terkait dengan program klaster, terdapat pedagang yang juga menjadi anggota klaster.

Pedagang umumnya memperoleh bawang merah dari berbagai kelompok tani, baik yang berasal dari desa yang sama maupun desa lainnya hingga luar kecamatan. Jumlah pemasok rata-rata 3 kelompok tani, umumnya merupakan anggota klaster. Pedagang menentukan volume pembelian bawang merah dengan harga sesuai hasil tawar menawar dengan petani. Umumnya pedagang membeli bawang merah dengan mendatangi dan membayar langsung kepada petani, atau maksimum 3 (tiga) hari setelah bawang merah diterima. Transportasi yang digunakan adalah mobil pick up dengan biaya rata-rata Rp50.000,00 setiap pembelian ke petani. Biaya tersebut ditanggung oleh pedagang. Umumnya, pedagang memiliki gudang sendiri yang berdekatan dengan rumahnya.

Rata-rata volume, harga jual, dan margin komoditas bawang merah yang dijual pedagang setiap musim (musim kering, hujan, puasa/lebaran, dan natal/tahun baru) umumnya berbeda-beda (lihat Tabel 5.30). Hal ini dipengaruhi keterbatasan pasokan, terutama pada musim-musim tertentu yang dapat berpengaruh terhadap harga jual bawang merah.

Page 107: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

91

Tabel 5. 30. Rata-rata Volume, Harga, dan Margin Penjualan Bawang Merah

Musim Volume (ton) Harga jual (Ribu Ru-piah)

Margin (%)

Kering 20 15-20 20-30

Hujan 10 25-30 40

Lebaran 20 25-30 50

Natal/Tahun Baru 20 25-30 40

Pedagang menjual bawang merah ke pedagang yang lebih besar di pasar Kabupaten maupun pasar induk Jakarta dan pasar ekspor. Saat ini, pedagang yang menjual ke pengolah persentasenya masih sangat sedikit. Harga jual bawang merah ditentukan berdasarkan harga yang berlaku di pasar. Selama ini, penjualan dilakukan berdasarkan sistem kontrak (sudah ada perjanjian sebelumnya). Pembayaran umumnya dilakukan 1 - 7 hari setelah barang dikirim. Pedagang mengirimkan bawang merah secara langsung dengan menggunakan pihak ketiga. Biaya transportasi baik mobil pick up atau truk ditanggung oleh pedagang sendiri.

Untuk membeli bawang merah dari petani, umumnya pedagang menyiapkan modal rata-rata sebesar Rp100 juta. Modal tersebut selama ini berasal dari perbankan. Pedagang umumnya tidak mengalami kesulitan mengajukan kredit kepada perbankan. Namun demikian, selama ini bentuk pelatihan yang diberikan terkait pengelolaan keuangan dan kemampuan manajerial pada pedagang masih belum dilakukan.

Menurut responden, program klaster berdampak positif terhadap peningkatan kualitas bawang merah sehingga mendorong pedagang untuk membeli dari petani anggota klaster. Selain itu, program klaster dianggap baik dalam mengembangkan usaha. Adapun permasalahan yang sering dihadapi adalah kontinuitas produksi dan harga yang cenderung fluktuatif. Untuk itu, pedagang mengharapkan agar wilayah klaster diperluas serta dapat mengembangkan inovasi teknologi budidaya.

5.5.4. Dampak Klaster terhadap Pengolah

Pengolah bawang merah merupakan salah satu anggota klaster yang berperan penting untuk meningkatkan nilai tambah komoditas tersebut. Umumnya pengolah merupakan anggota dan aktif dalam kegiatan klaster. Pelatihan yang diberikan melalui program klaster adalah pengolahan bawang merah menjadi kerupuk dan bawang goreng. Dalam pelatihan tersebut, BI menyediakan bantuan peralatan untuk mengolah bawang merah seperti alat pengiris bawang merah, alat penggorengan, kompor dan tangki, pisau, dan baskom. Bawang goreng merupakan produk olahan yang sangat dikenal oleh masyarakat. Pengolahan produk ini tidak sulit dan dapat dilakukan dengan biaya murah untuk usaha skala kecil di rumah tangga.

Menurut responden, selama menjadi anggota klaster, terjadi peningkatan pendapatan sekitar 3% selama setahun. Modal rata-rata yang disiapkan untuk mengolah bawang merah menjadi bawang goreng dan kerupuk sebesar Rp800.000,00. Modal tersebut diperoleh dari bantuan BI. Saat ini pedagang belum mengajukan kredit ke lembaga keuangan formal maupun informal.

Bahan baku bawang merah diperoleh dari 3 (tiga) orang petani lokal yang berbeda-beda. Pengolah tidak membedakan membeli dari petani anggota klaster atau bukan, karena lebih mementingkan ketersediaan bahan baku bawang merah. Jumlah bawang merah yang diolah sekitar 5 kg per bulan dengan harga pembelian sebesar Rp20.000,00 per kg. Harga biasanya

Page 108: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BAB V - DAMPAK KLASTER BANK INDONESIA TERHADAP USAHATANI BERAS, CABAI MERAH DAN BAwANG MERAH

92

ditentukan oleh petani. Pengolah membeli bawang merah dengan langsung mendatangi petani dengan menggunakan sepeda motor dan membayar setelah barang diterima. Rata-rata biaya transportasi setiap kali ke petani sebesar Rp3.000,00 dan ditanggung oleh pengolah. Rata-rata volume, harga jual, dan margin bawang goreng umumnya bervariasi sesuai musim kering, hujan, lebaran, dan natal/tahun baru sebagaimana tercantum dalam Tabel 5.31.

Tabel 5. 31. Rata-rata Volume, Harga Jual, dan Margin Penjualan Bawang Goreng

Musim Harga jual (Ratus ribu Rp) Margin (%)

Kering 100 20-30

Hujan 200 40

Lebaran 170 40

Natal/Tahun Baru 120 40

Harga jual bawang merah olahan ditentukan sendiri oleh pengolah. Umumnya konsumen mengambil dan membayar langsung ke pengolah dengan menggunakan sepeda motor. Biaya transportasi rata-rata sebesar Rp10.000,00 dan ditanggung oleh konsumen.

Menurut persepsi responden pengolah yang menjadi anggota klaster, program klaster memberikan dampak positif terutama terhadap kontinuitas pasokan dan kualitas bawang merah, akses pembiayaan terhadap lembaga keuangan formal, dan penyerapan tenaga kerja lokal. Selain itu, terdapat tiga hal yang dirasakan manfaatnya, yaitu: peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam mengolah bawang merah, kemampuan manajerial, dan penyerapan tenaga kerja perempuan sehingga dapat menambah penghasilan keluarga. Tenaga kerja perempuan umumnya mendominasi dalam pengolahan bawang merah menjadi kerupuk maupun bawang goreng.

Selain itu, komunikasi antar anggota klaster dapat terjalin cukup intensif melalui forum-forum pertemuan yang diselenggarakan BI. Dengan demikian, antar anggota klaster dapat saling mengenal dan bertukar informasi mengenai bawang merah, misalnya harga. Selain itu, dalam pertemuan juga disampaikan cara membuat produk yang higienis dan sehat sehingga bahan-bahan yang digunakan relatif aman dan tidak menggunakan bahan pengawet.

Permasalahan yang sering dihadapi pedagang bawang olahan adalah masih terbatasnya akses pasar dan fluktuasi harga bawang merah. Saat ini, jangkauan pemasaran masih terbatas pada konsumen di kabupaten Nganjuk. Harapan ke depan, pengolah mampu meningkatkan kapasitas pengolahan dan melakukan diversifikasi produk olahan bawang merah (misalnya tepung bawang merah), serta memperluas jangkauan pasar.

Page 109: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

93

BaB VI - aNaLISIS STRaTEGI PENGEMBaNGaN KLaSTER KOMODITaS VOLaTILE FOODS DaLaM RaNGKa PENGENDaLIaN INFLaSI

BAB VIANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KLASTER

KOMODITAS VOLATILE FOODS DALAM RANGKA PENGENDALIAN INFLASI

Untuk menggambarkan strategi pengembangan klaster yang mampu berperan dalam pengendalian inflasi komoditas volatile foods, dalam kajian ini akan dianalisis faktor-faktor internal dan eksternal berdasarkan survei yang telah dilakukan pada tiga klaster, yaitu: komoditas beras di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, komoditas cabai merah di Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta dan komoditas bawang merah di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.

6.1. KOMODITAS BERAS DI KABUPATEN SOPPENG, SULAwESI SELATAN

6.1.1. Faktor Strategis Internal (Internal Factor Evaluation)

Berdasarkan hasil wawancara dan masukan dari responden, diperoleh faktor-faktor strategis internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan dalam pengembangan klaster beras di Kabupaten Soppeng.

1. Faktor Kekuatan

Faktor kekuatan dianggap mampu mempengaruhi pengembangan klaster komoditas beras di Kabupaten Soppeng, dan harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan pengembangan klaster, yang terdiri dari:

1. Kemampuan petani melakukan proses budidaya;

2. Ketersediaan input;

3. Adanya industri yang mampu mengolah bahan baku;

4. Ketersediaan pedagang lokal;

5. Keterbukaan manajemen terhadap informasi baru.

2. Faktor Kelemahan

Faktor kelemahan dianggap sebagai kelemahan yang akan menjadi kendala dalam upaya pengembangan klaster, antara lain sebagai berikut:

1. Kemampuan manajerial masih rendah;

2. Akses permodalan terhadap lembaga keuangan terbatas;

3. Belum memiliki visi yang sama tentang klaster;

4. Jiwa kewirausahaan masih rendah;

5. Sosialisasi program klaster terbatas dan tidak kontinu;

6. Belum tersedianya gudang penyimpanan komoditas;

7. Rantai distribusi sangat panjang;

8. Adopsi teknologi baru masih rendah.

Page 110: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB VI - aNaLISIS STRaTEGI PENGEMBaNGaN KLaSTER KOMODITaS VOLaTILE FOODS DaLaM RaNGKa PENGENDaLIaN INFLaSI

94

Analisis Matriks IFE

Metode Analisis IFE bertujuan untuk menilai dan mengevaluasi sejauh mana faktor-faktor strategis mempengaruhi keberhasilan strategi pengembangan klaster. Berdasarkan pembobotan terhadap faktor-faktor internal dan eksternal melalui wawancara tahap pertama, dilakukan analisis matriks IFE. Untuk elemen kekuatan diperoleh nilai indeks akumulatif skor sebesar 3,57, sedangkan nilai akhir bobot skor elemen kelemahan sebesar 1.27, dengan total nilai bobot skor faktor strategis internal sebesar 4,84. Hal ini menunjukkan bahwa responden memberikan respon yang cukup tinggi terhadap faktor kekuatan dan respon yang kecil kepada faktor kelemahan. Dengan demikian, secara keseluruhan pengembangan klaster komoditas beras di Kabupaten Soppeng di atas rata-rata dalam kekuatan internal, karena nilai bobot skor untuk elemen kekuatan lebih besar dari nilai bobot skor elemen kelemahan. Dapat disimpulkan bahwa dalam pengembangan klaster beras di Kabupaten Soppeng, kekuatan yang dimiliki mampu mengatasi kelemahan yang ada. Hasil akhir analisis IFE dapat dilihat pada Tabel 6.1.

Tabel 6. 1. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Pengembangan Klaster Beras di Kabupaten Soppeng

No. Kekuatan Rating Bobot Skor

1 Kemampuan petani melakukan proses budidaya 4 0.17 0.67

2 Ketersediaan input 3 0.23 0.69

3 Adanya industri yang mampu mengolah bahan baku 3 0.21 0.62

4 Ketersediaan pedagang lokal 4 0.19 0.74

5Keterbukaan terhadap informasi baru khususnya yang terkait dengan budidaya

4 0.21 0.84

  Total Kekuatan   1.00 3.57

No. Kelemahan Rating Bobot Skor

1 Kemampuan manajerial petani masih rendah 2 0.12 0.25

2 Akses permodalan terhadap lembaga keuangan terbatas 1 0.08 0.08

3 Belum memiliki visi yang sama tentang klaster 1 0.13 0.13

4 Jiwa kewirausahaan masih rendah 1 0.12 0.12

5 Sosialisasi program klaster terbatas dan tidak kontinu 1 0.15 0.15

6 Belum tersedianya gudang penyimpanan komoditas 1 0.10 0.10

7 Rantai distribusi sangat panjang 1 0.14 0.14

8 Adopsi teknologi baru masih rendah 2 0.15 0.30

  Total Kelemahan   1.00 1.27

  Total Nilai Internal Factor Evaluation     4.84

Page 111: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

95

BaB VI - aNaLISIS STRaTEGI PENGEMBaNGaN KLaSTER KOMODITaS VOLaTILE FOODS DaLaM RaNGKa PENGENDaLIaN INFLaSI

6.1.2. Faktor Strategis Eksternal (External Factor Evaluation)

Berdasarkan wawancara dan pengisian kuesioner, diperoleh faktor-faktor strategis eksternal yang menjadi peluang dan ancaman dalam pengembangan klaster sebagai berikut:

1. Faktor Peluang

Faktor peluang dianggap sebagai suatu potensi yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan klaster untuk mencapai tujuan yang diharapkan, yang terdiri dari:

1. Klaster berada di wilayah dengan kondisi geografis sangat mendukung;

2. Lahan tersedia cukup banyak;

3. Permintaan domestik terhadap komoditas tinggi;

4. Tersedia tenaga kerja lokal yang memadai;

5. Kebijakan pemerintah mendukung pengembangan klaster;

6. Ketersediaan dana dari lembaga keuangan formal maupun informal.

2. Faktor Ancaman

Faktor ini dianggap sebagai ancaman yang dapat menghambat pengembangan klaster. Faktor-faktor tersebut harus dihindari dan diusahakan upaya penanggulangannya secara baik agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Faktor-faktor ini terdiri dari:

1. Keterbatasan akses pasar;

2. Gangguan hama/organisme pengganggu tanaman;

3. Persaingan dengan importir lain;

4. Fluktuasi kurs mata uang;

5. Irigasi belum memadai.

Analisis Matriks EFE

Dengan metode analisis matriks EFE, untuk elemen peluang diperoleh nilai indeks akumulatif skor sebesar 3,66, sedangkan nilai akhir bobot skor elemen ancaman sebesar 1,25 dengan total nilai bobot skor faktor strategis eksternal sebesar 4,91. Hal ini menunjukkan bahwa responden memberikan respon yang cukup tinggi terhadap faktor peluang dan respon yang lebih kecil terhadap faktor ancaman. Nilai bobot skor elemen peluang yang lebih besar dari bobot skor elemen ancaman menunjukkan bahwa pengembangan klaster mampu memanfaatkan peluang dengan baik. Untuk lebih detilnya, hasil akhir dari analisis EFE dapat dilihat pada Tabel 6.2.

Page 112: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB VI - aNaLISIS STRaTEGI PENGEMBaNGaN KLaSTER KOMODITaS VOLaTILE FOODS DaLaM RaNGKa PENGENDaLIaN INFLaSI

96

Tabel 6. 2. Matriks External Factor Evaluation (EFE) Pengembangan Klaster Beras di Kabupaten Soppeng

No. Peluang Rating Bobot Skor

1Klaster berada di wilayah dengan kondisi geografis sangat mendukung

3 0.16 0.48

2 Lahan tersedia cukup banyak 3 0.18 0.54

3 Permintaan domestik terhadap komoditas tinggi 4 0.17 0.68

4 Tersedia tenaga kerja lokal yang memadai 4 0.18 0.72

5 Kebijakan pemerintah mendukung pengembangan klaster 4 0.16 0.64

6Ketersediaan dana dari lembaga keuangan formal maupun informal

4 0.15 0.60

  Total Peluang 1.00 3.66

No  Ancaman Rating Bobot Skor

1 Keterbatasan akses pasar 1 0.15 0.15

2 Gangguan hama/ organisme pengganggu tanaman 1 0.2 0.2

3 Persaingan dengan importir lain 1 0.2 0.2

4 Fluktuasi kurs mata uang 2 0.25 0.5

5 Irigasi belum memadai 1 0.2 0.2

  Total Ancaman 1.00 1.25

  Total Nilai External Factor Evaluation 4.91

6.1.3 Strategi Pengembangan Klaster Beras di Kabupaten Soppeng

Berdasarkan hasil analisis matriks SWOT yang ditunjukkan oleh Tabel 6.3, diperoleh beberapa alternatif strategi pengembangan klaster beras di Kabupaten Soppeng, yaitu Strategi S-O, Stategi W-O, Strategi S-T dan Strategi W-T. Alternatif strategi yang diusulkan adalah:

1. Peningkatan value-added

Peningkatan value-added dilakukan untuk mengoptimalkan sumberdaya yang dimiliki oleh petani. Value added yang dimaksud adalah upaya meningkatkan nilai tambah pada setiap aspek budidaya maupun proses pascapanen beras. Kemampuan petani melakukan proses budidaya dengan lebih efisien dapat diperoleh dengan cara menerapkan teknologi budidaya maupun pascapanen secara tepat. Dengan demikian, petani tidak lagi menjual hasil panen dalam bentuk gabah tetapi sudah dalam bentuk beras.

2. Pemanfaatan resi gudang

Pemanfaatan resi gudang dapat dijadikan solusi alternatif dalam upaya mengatasi kelangkaan stok, disparitas dan fluktuasi harga komoditas beras.

3. Optimalisasi peran Bulog

Optimalisasi peran Bulog atau lembaga sejenis lainnya diperlukan untuk mengembangkan klaster beras di Kabupaten Soppeng. Lembaga tersebut diharapkan mampu melakukan perencanaan produksi dan konsumsi sehingga dapat mengantisipasi kenaikan harga.

Page 113: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

97

BaB VI - aNaLISIS STRaTEGI PENGEMBaNGaN KLaSTER KOMODITaS VOLaTILE FOODS DaLaM RaNGKa PENGENDaLIaN INFLaSI

4. Peningkatan capacity building petani khususnya aspek manajerial

Peningkatan capacity building petani, khususnya kemampuan manajerial dan kewirausahaan dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan petani mengolah usahataninya sehingga mampu menjadi usaha yang produktif dan menguntungkan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melibatkan petani dalam berbagai kegiatan pelatihan aspek produksi, pascapanen serta manajerial.

5. Integrasi sistem informasi rantai pasok beras

Integrasi sistem informasi rantai pasok beras dibutuhkan dalam upaya menciptakan efisiensi pemasaran beras di Kabupaten Soppeng. Petani harus memiliki jaringan usaha yang kuat (baik terhadap pasar input maupun pasar output) sehingga tercapai stabilitas harga dan keamanan pangan dengan iklim usaha yang kondusif, terintegrasi dan saling menguntungkan.

Berikut ini dijabarkan Matriks SWOT Pengembangan Klaster Beras di Kabupaten Soppeng.

Tabel 6. 3. Matriks SWOT Pengembangan Klaster Beras di Kabupaten Soppeng

Internal

Eksternal

Kekuatan (S)1. Kemampuan

petani melakukan proses budidaya

2. Ketersediaan input3. Adanya industri

yang mampu mengolah bahan baku

4. Ketersediaan pedagang lokal

5. Keterbukaan terhadap informasi baru khususnya yang terkait dengan budidaya.

Kelemahan (W)1. Kemampuan manajerial petani

masih rendah2. Akses permodalan terhadap

lembaga keuangan terbatas3. Belum memiliki visi yang sama

tentang klaster4. Jiwa kewirausahaan masih rendah5. Sosialisasi program klaster

terbatas dan tidak kontinu6. Belum tersedianya gudang

penyimpanan komoditas7. Rantai distribusi sangat panjang8. Adopsi teknologi baru masih

rendah

Peluang (O)1. Klaster berada di wilayah

dengan kondisi geografis sangat mendukung

2. Lahan tersedia cukup banyak3. Permintaan domestik terhadap

komoditas tinggi4. Tersedia tenaga kerja lokal yang

memadai5. Kebijakan pemerintah mendukung

pengembangan klaster6. Ketersediaan dana dari lembaga

keuangan formal maupun informal

Strategi SO

Peningkatan Value-added

Strategi WO

Peningkatan Capacity building petani khususnya aspek manajerial

Ancaman (T)1. Keterbatasan akses pasar2. Gangguan hama/ organisme

pengganggu tanaman3. Persaingan dengan importir lain 4. Fluktuasi kurs mata uang5. Irigasi belum memadai

Strategi ST

Resi gudang beras

Strategi WT

1. Optimalisasi peran BULOG2. Integrasi sistem informasi rantai

pasok beras

Page 114: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB VI - aNaLISIS STRaTEGI PENGEMBaNGaN KLaSTER KOMODITaS VOLaTILE FOODS DaLaM RaNGKa PENGENDaLIaN INFLaSI

98

6.2. KOMODITAS CABAI DI KABUPATEN KULONPROGO, DI YOGYAKARTA

6.2.1. Faktor Strategis Internal (Internal Factor Evaluation)

Berdasarkan hasil wawancara dan masukan dari responden, diperoleh faktor-faktor strategis internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan sebagai berikut:

1. Faktor Kekuatan

Faktor kekuatan dianggap sebagai kekuatan yang dapat mempengaruhi pengembangan klaster. Faktor-faktor yang menjadi kekuatan harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan pengembangan klaster, terdiri dari:

1. Kualitas cabai sudah baik;

2. Kemampuan petani melakukan proses budidaya;

3. Akses pasar input mudah;

4. Adanya industri yang mampu mengolah bahan baku;

5. Ketersediaan pedagang lokal;

6. Peran kelompok tani membantu petani.

2. Faktor Kelemahan

Faktor kelemahan dianggap sebagai kelemahan yang akan menghambat pengembangan klaster. Faktor-Faktor tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Informasi budidaya masih rendah;

2. Kemampuan manajerial masih rendah;

3. Akses permodalan terhadap lembaga keuangan terbatas;

4. Belum memiliki visi yang sama tentang klaster;

5. Jiwa kewirausahaan masih rendah;

6. Sosialisasi program klaster terbatas dan tidak kontinu;

7. Belum tersedianya gudang penyimpanan komoditas;

8. Rantai distribusi sangat panjang;

9. Ketersediaan dan kualitas bibit masih rendah.

Analisa Matriks IFE

Analisis IFE bertujuan untuk menilai dan mengevaluasi faktor-faktor strategis yang mempengaruhi keberhasilan strategi pengembangan klaster cabai merah di Kabupaten Kulon Progo. Setelah dilakukan pembobotan terhadap faktor-faktor internal maupun eksternal melalui wawancara tahap pertama, dilakukan analisis matriks IFE. Untuk elemen kekuatan diperoleh nilai indeks akumulatif skor sebesar 4,00, sedangkan nilai akhir bobot skor untuk elemen kelemahan sebesar 1,23, dengan total nilai bobot skor untuk faktor strategis internal sebesar 5,23. Hal ini menunjukkan bahwa responden memberikan respon yang cukup tinggi terhadap faktor kekuatan dan respon yang kecil kepada faktor kelemahan. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan klaster komoditas cabai merah di Kabupaten Kulon Progo di atas rata-rata dalam kekuatan internal secara keseluruhannya. Dengan nilai bobot skor elemen kekuatan lebih besar dari elemen kelemahan, dapat disimpulkan bahwa dalam pengembangan klaster cabai merah di Kabupaten Kulon Progo, kekuatan yang dimiliki mampu mengatasi kelemahan yang ada. Hasil akhir dari analisis IFE dapat dilihat pada Tabel 6.4.

Page 115: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

99

BaB VI - aNaLISIS STRaTEGI PENGEMBaNGaN KLaSTER KOMODITaS VOLaTILE FOODS DaLaM RaNGKa PENGENDaLIaN INFLaSI

Tabel 6. 4. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Pengembangan Klaster Cabai Merah di Kabupaten Kulon Progo

No. Kekuatan Rating Bobot Skor

1 Kualitas cabai sudah baik 4 0.14 0.56

2 Kemampuan petani melakukan proses budidaya 4 0.12 0.48

3 Akses pasar input mudah 4 0.18 0.72

4 Adanya industri yang mampu mengolah bahan baku 4 0.19 0.76

5 Ketersediaan pedagang lokal 4 0.16 0.64

6 Peran kelompok tani membantu petani 4 0.21 0.84

Total Kekuatan 1.00 4.00

 No Kelemahan Rating Bobot Skor

1 Informasi budidaya masih rendah 2 0.13 0.25

2 Kemampuan manajerial masih rendah 1 0.09 0.09

3 Akses permodalan terhadap lembaga keuangan terbatas 1 0.11 0.11

4 Belum memiliki visi yang sama tentang klaster 1.5 0.09 0.13

5 Jiwa kewirausahaan masih rendah 1 0.08 0.08

6 Sosialisasi program klaster terbatas dan tidak kontinu 1.5 0.12 0.19

7 Belum tersedianya gudang penyimpanan komoditas 1 0.14 0.14

8 Rantai distribusi sangat panjang 1 0.11 0.11

9 Ketersediaan dan kualitas bibit masih rendah 1 0.13 0.13

  Total Kelemahan   1.00 1.23

  Total Nilai Internal Factor Evaluation 5.23

6.2.2. Faktor Strategis Eksternal (External Factor Evaluation)

Berdasarkan wawancara dan pengisian kuesioner, didapatkan faktor-faktor strategis eksternal yang menjadi peluang dan ancaman dalam pengembangan klaster cabai merah di Kabupaten Kulon Progo:

1. Faktor Peluang

Faktor peluang adalah faktor-faktor yang dianggap sebagai potensi yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan klaster. Potensi tersebut harus dimanfaatkan untuk mencapai tujuan yang diharapkan, terdiri dari:

1. Klaster berada di wilayah dengan kondisi geografis sangat mendukung;

2. Lahan tersedia cukup banyak;

3. Permintaan domestik terhadap komoditas tinggi;

4. Tersedia tenaga kerja lokal yang memadai;

5. Kebijakan pemerintah mendukung pengembangan klaster;

6. Ketersediaan dana dari lembaga keuangan formal maupun informal.

Page 116: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB VI - aNaLISIS STRaTEGI PENGEMBaNGaN KLaSTER KOMODITaS VOLaTILE FOODS DaLaM RaNGKa PENGENDaLIaN INFLaSI

100

2. Faktor Ancaman

Faktor ini dianggap sebagai ancaman yang dapat menghambat pengembangan klaster. Faktor-faktor tersebut harus dihindari dan diusahakan penanggulangannya secara baik agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Faktor ini terdiri dari:

1. Keterbatasan akses pasar;

2. Gangguan hama dan penyakit/Organisme Pengganggu Tanaman (OPT);

3. Persaingan dengan pedagang lain secara global (misal: pemasok dari Tiongkok);

4. Fluktuasi kurs mata uang;

5. Cuaca ekstrem.

Analisis Matriks EFE

Berdasarkan analisa matriks EFE, untuk elemen peluang diperoleh nilai indeks akumulatif skor sebesar 4,00, sedangkan nilai akhir bobot skor untuk elemen ancaman sebesar 1,47, dengan total nilai bobot skor untuk faktor strategis eksternal sebesar 5,47. Hal ini menunjukkan bahwa responden memberikan respon yang cukup tinggi terhadap faktor peluang dan respon yang lebih kecil terhadap faktor ancaman. Dengan nilai bobot skor untuk elemen peluang lebih besar dari elemen ancaman, dapat disimpulkan bahwa pengembangan klaster cabai merah di Kabupaten Kulon Progo harus dapat memanfaatkan peluang dengan baik. Nilai bobot hasil akhir dari analisis EFE dapat dilihat pada Tabel 6.5.

Tabel 6. 5. Matriks External Factor Evaluation (EFE) Pengembangan Klaster Cabai Merah di Kabupaten Kulon Progo

No. Peluang Rating Bobot Skor

1Klaster berada di wilayah dengan kondisi geografis sangat mendukung

4 0.13 0.53

2 Lahan tersedia cukup banyak 4 0.14 0.57

3 Permintaan domestik terhadap komoditas tinggi 4 0.15 0.6

4 Tersedia tenaga kerja lokal yang memadai 4 0.19 0.76

5 Kebijakan pemerintah mendukung pengembangan klaster 4 0.18 0.73

6Ketersediaan dana dari lembaga keuangan formal maupun informal

4 0.21 0.81

Total Peluang 1.00 4.00

No. Ancaman Rating Bobot Skor

1 Keterbatasan akses pasar 1 0.12 0.12

2 Gangguan hama dan penyakit/OPT 1 0.14 0.14

3Persaingan dengan pedagang lain secara global (misal: pemasok dari Tiongkok)

2 0.23 0.47

4 Fluktuasi kurs mata uang 2 0.25 0.49

5 Cuaca ekstrem 1 0.26 0.25

Total Ancaman 1.00 1.47

Total Nilai External Factor Evaluation 5.47

Page 117: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

101

BaB VI - aNaLISIS STRaTEGI PENGEMBaNGaN KLaSTER KOMODITaS VOLaTILE FOODS DaLaM RaNGKa PENGENDaLIaN INFLaSI

6.2.3. Strategi Pengembangan Klaster Cabai Merah di Kabupaten Kulon Progo

Berdasarkan hasil analisis matriks SWOT yang ditunjukkan oleh Tabel 46, diperoleh beberapa alternatif strategi 7pengembangan klaster cabai merah di Kabupaten Kulon Progo, yaitu Strategi S-O, Stategi W-O, Strategi S-T dan Strategi W-T. Alternatif strategi yang diusulkan adalah:

1. Peningkatan kualitas bibit lokal cabai merah

Peningkatan kualitas bibit lokal cabai merah sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produksi cabai merah di Kabupaten Kulon Progo. Hal ini dapat dilakukan dengan cara meningkatkan jumlah penangkar bibit lokal cabai merah di Kulon Progo. Saat ini kualitas cabai merah yang dihasilkan sudah baik, namun diperlukan upaya peningkatan kualitas bibit yang bukan hanya meningkatkan kualiatas cabai merah yang baik tetapi juga memiliki produksi yang tinggi.

2. Peningkatan capacity building petani, khususnya dalam budidaya dan manajerial

Seperti halnya pada pengembangan klaster beras di Kabupaten Soppeng, pada klaster cabai merah juga dibutuhkan peningkatan capacity building petani. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan petani pada berbagai kegiatan pelatihan aspek produksi, pascapanen, serta manajerial.

3. Penerapan sistem lelang dalam pemasaran cabai merah

Penerapan sistem lelang dapat menjadi alternatif solusi untuk mengatasi rantai distribusi yang panjang serta memotivasi petani untuk terus memproduksi cabai merah berkualitas dengan kuantitas yang tinggi.

4. Peningkatan sistem informasi pemasaran cabai

Panjangnya rantai pemasaran cabai merah di Kabupaten Kulon Progo menunjukkan pentingnya petani memiliki jaringan pemasaran yang baik sehingga petani memiliki informasi pasar yang kuat. Dengan mengetahui informasi pasar, maka petani dapat meningkatkan posisi tawarnya.

Page 118: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB VI - aNaLISIS STRaTEGI PENGEMBaNGaN KLaSTER KOMODITaS VOLaTILE FOODS DaLaM RaNGKa PENGENDaLIaN INFLaSI

102

Tabel 6. 6. Matriks SWOT Pengembangan Klaster Cabai Merah di Kabupaten Kulon Progo

Internal

Eksternal

Kekuatan 1. Kualitas cabai sudah

baik2. Kemampuan petani

melakukan proses budidaya

3. Akses pasar input mudah

4. Adanya industri yang mampu mengolah bahan baku

5. Ketersediaan pedagang lokal

6. Peran kelompok tani membantu petani

Kelemahan 1. Informasi budidaya masih

rendah2. Kemampuan manajerial

masih rendah3. Akses permodalan

terhadap lembaga keuangan terbatas

4. Belum memiliki visi yang sama tentang klaster

5. Jiwa kewirausahaan masih rendah

6. Sosialisasi program klaster terbatas dan tidak kontinu

7. Belum tersedianya gudang penyimpanan komoditas

8. Rantai distribusi sangat panjang

9. Ketersediaan dan kualitas bibit masih rendah

Peluang1. Klaster berada di wilayah

dengan kondisi geografis sangat mendukung

2. Lahan tersedia cukup banyak3. Permintaan domestik terhadap

komoditas tinggi4. Tersedia tenaga kerja lokal

yang memadai5. Kebijakan pemerintah

mendukung pengembangan klaster

6. Ketersediaan dana dari lembaga keuangan formal maupun informal

Strategi SOPeningkatan kualitas bibit lokal cabai merah

Strategi WOPeningkatan Capacity building petani, khususnya dalam budidaya dan manajerial

Ancaman1. Keterbatasan akses pasar2. Gangguan hama dan penyakit/

OPT3. Persaingan dengan pedagang

lain secara global (misal: pemasok dari Tiongkok)

4. Fluktuasi kurs mata uang5. Cuaca ekstrem

Strategi STPenerapan sistem lelang dalam pemasaran cabai merah

Strategi WTPeningkatan sistem informasi cabai

Page 119: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

103

BaB VI - aNaLISIS STRaTEGI PENGEMBaNGaN KLaSTER KOMODITaS VOLaTILE FOODS DaLaM RaNGKa PENGENDaLIaN INFLaSI

6.3. KOMODITAS BAwANG MERAH DI KABUPATEN NGANjUK, jAwA TIMUR

6.3.1. Faktor Strategis Internal (Internal Factor Evaluation)

Faktor-faktor strategis internal terdiri dari faktor-faktor yang dapat dijadikan kekuatan dalam pengembangan klaster bawang merah di Kabupaten Nganjuk. Berdasarkan hasil wawancara dan masukan dari responden, diperoleh faktor-faktor strategis internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan sebagai berikut:

1. Faktor Kekuatan

Faktor kekuatan dianggap sebagai kekuatan yang dapat mempengaruhi pengembangan klaster bawang merah di Kabupaten Nganjuk. Faktor-faktor yang menjadi kekuatan harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan pengembangan klaster. Faktor-faktor itu terdiri dari:

1. Memiliki modal sosial klaster;

2. Kemampuan petani melakukan proses budidaya;

3. Ketersediaan input;

4. Adanya industri yang mampu mengolah bahan baku;

5. Ketersediaan pedagang.

2. Faktor Kelemahan

Faktor- faktor yang dianggap sebagai kelemahan akan menjadi kendala dalam upaya pengembangan klaster bawang merah di Kabupaten Nganjuk. Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Kemampuan petani dalam menciptakan modal usaha masih rendah;

2. Bibit mahal;

3. Kemampuan manajerial masih rendah;

4. Akses permodalan khususnya untuk petani terhadap lembaga keuangan terbatas

5. Belum memiliki visi yang sama tentang klaster;

6. Jiwa kewirausahaan relatif rendah;

7. Daya tanggap anggota klaster khususnya petani terhadap informasi dan sosialisasi program klaster masih kurang;

8. Belum optimalnya penggunaan gudang penyimpanan;

9. Rantai distribusi sangat panjang;

10. Sistem informasi klaster belum optimum;

11. Sebagian besar petani masih tergantung pada zat kimia;

12. Kurang terbukanya terhadap informasi baru.

Analisis Matriks IFE

Analisis IFE bertujuan untuk menilai dan mengevaluasi faktor-faktor strategis

Page 120: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB VI - aNaLISIS STRaTEGI PENGEMBaNGaN KLaSTER KOMODITaS VOLaTILE FOODS DaLaM RaNGKa PENGENDaLIaN INFLaSI

104

yang berpengaruh terhadap keberhasilan strategi yang akan dilaksanakan dalam pengembangan klaster. Setelah dilakukan pembobotan terhadap faktor-faktor internal maupun eksternal melalui wawancara tahap pertama, dilakukan analisis matriks IFE. Untuk elemen kekuatan diperoleh nilai indeks akumulatif skor sebesar 3,73, sedangkan nilai akhir bobot skor untuk elemen kelemahan sebesar 1,63, dengan total nilai bobot skor untuk faktor strategis internal sebesar 5,36. Hal ini menunjukkan bahwa responden memberikan respon yang cukup tinggi terhadap faktor kekuatan dan respon yang kecil terhadap faktor kelemahan. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa pengembangan klaster bawang merah di Kabupaten Nganjuk di atas rata-rata dalam kekuatan internal secara keseluruhan. Dengan nilai bobot skor elemen kekuatan lebih besar dari elemen kelemahan, maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan klaster bawang merah di Kabupaten Nganjuk memiliki kekuatan yang mampu mengatasi kelemahan yang ada. Hasil akhir dari analisis IFE dapat dilihat pada Tabel 6.7.

Tabel 6. 7. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Pengembangan Klaster Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk

No. Kekuatan Rating Bobot Skor

1 Memiliki modal sosial klaster 4 0.16 0.64

2 Kemampuan petani melakukan proses budidaya 4 0.14 0.56

3 Ketersediaan input 4 0.21 0.84

4 Adanya industri yang mampu mengolah bahan baku 3 0.27 0.81

5 Ketersediaan pedagang 4 0.22 0.88

Total Kekuatan 1.00 3.73

NO Kelemahan Rating Bobot Skor

1Kemampuan petani dalam menciptakan modal usaha masih rendah

2 0.07 0.14

2 Bibit mahal 1 0.07 0.07

3 Kemampuan manajerial masih rendah 1 0.07 0.07

4Akses permodalan khususnya untuk petani terhadap lembaga keuangan terbatas

2 0.09 0.18

5 Belum memiliki visi yang sama tentang klaster 2 0.08 0.16

6 Jiwa kewirausahaan relatif rendah 1 0.09 0.09

7Daya tanggap anggota klaster khususnya petani terhadap informasi dan sosialisasi program klaster masih kurang

2 0.08 0.16

8 Belum optimalnya penggunaan gudang penyimpanan 2 0.1 0.15

9 Rantai distribusi sangat panjang 2 0.08 0.16

10 Sistem informasi klaster belum optimum 1 0.09 0.09

11 Sebagian besar petani masih tergantung pada zat kimia 2 0.08 0.16

12 Kurang terbukanya terhadap informasi baru 2 0.10 0.20

Total Kelemahan 1.00 1.63

Total Nilai Internal Factor Evaluation 5.36

Page 121: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

105

BaB VI - aNaLISIS STRaTEGI PENGEMBaNGaN KLaSTER KOMODITaS VOLaTILE FOODS DaLaM RaNGKa PENGENDaLIaN INFLaSI

6.3.2. Faktor Strategis Eksternal (External Factor Evaluation)

Berdasarkan wawancara dan pengisian kuesioner, diperoleh faktor-faktor strategi eksternal yang menjadi peluang dan ancaman dalam pengembangan klaster bawang merah di Kabupaten Nganjuk, yaitu sebagai berikut:

1. Faktor Peluang

Faktor peluang dianggap sebagai suatu potensi yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan klaster bawang merah di Kabupaten Nganjuk. Potensi tersebut harus dimanfaatkan untuk mencapai tujuan yang diharapkan, terdiri dari:

1. Klaster berada di wilayah dengan kondisi geografis sangat mendukung;

2. Permintaan domestik terhadap komoditas tinggi;

3. Tersedia tenaga kerja lokal yang memadai;

4. Kebijakan pemerintah mendukung pengembangan klaster;

5. Ketersediaan dana dari lembaga keuangan formal maupun informal;

6. Inovasi teknologi produk untuk budidaya dan produk akhir;

7. Kerja sama dengan balai penelitian sudah terjalin baik;

8. Kondisi infrastruktur jalan sudah memadai.

2. Faktor Ancaman

Faktor ini dianggap sebagai ancaman yang dapat menghambat pengembangan klaster bawang merah di Kabupaten Nganjuk. Faktor-faktor tersebut harus dihindari dan diusahakan penanggulangannya secara baik agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Faktor ini terdiri dari:

1. Gangguan hama dan OPT;

2. Keterbatasan informasi harga, produksi (waktu tanam dan luas tanam), waktu panen dan persediaan;

3. Persaingan dengan pedagang lainnya secara global misal pemasok dari Tiongkok;

4. Fluktuasi kurs mata uang;

5. Ketidakpastian lama distribusi produk;

6. Belum terbentuknya pasar lelang komoditas bawang merah;

7. Keterbatasan lahan.

Analisis Matriks EFE

Berdasarkan akhir analisa matriks EFE, elemen peluang memperoleh nilai indeks akumulatif skor sebesar 3,78, sedangkan nilai akhir bobot skor untuk elemen ancaman sebesar 1,64, dengan total nilai bobot skor untuk faktor strategis eksternal sebesar 5,42. Hal ini menunjukkan bahwa responden memberikan respon yang cukup tinggi terhadap faktor peluang dan respon yang lebih kecil terhadap faktor ancaman. Dengan nilai bobot skor elemen peluang lebih besar dari bobot skor elemen ancaman, dapat disimpulkan bahwa dalam pengembangan klaster bawang merah di Kabupaten Nganjuk harus dapat memanfaatkan peluang dengan baik. Hasil akhir dari analisis EFE dapat dilihat pada Tabel 6.8.

Page 122: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB VI - aNaLISIS STRaTEGI PENGEMBaNGaN KLaSTER KOMODITaS VOLaTILE FOODS DaLaM RaNGKa PENGENDaLIaN INFLaSI

106

Tabel 6. 8. Matriks External Factor Evaluation (EFE) PengembanganKlaster Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk

No. Peluang Rating Bobot Skor

1Klaster berada di wilayah dengan kondisi geografis sangat mendukung

4 0.08 0.32

2 Permintaan domestik terhadap komoditas tinggi 4 0.10 0.39

3 Tersedia tenaga kerja lokal yang memadai 3.5 0.14 0.48

4 Kebijakan pemerintah mendukung pengembangan klaster 4 0.12 0.47

5Ketersediaan dana dari lembaga keuangan formal maupun informal

4 0.12 0.49

6 Inovasi teknologi produk untuk budidaya dan produk akhir 4 0.13 0.54

7 Kerja sama dengan balai penelitian sudah terjalin baik 3.5 0.16 0.55

8 Kondisi infrastruktur jalan sudah memadai 3.5 0.15 0.54

Total Peluang 1.00 3.78

No. Ancaman Rating Bobot Skor

1 Gangguan hama dan OPT 2 0.17 0.34

2Keterbatasan informasi harga, produksi (waktu tanam dan luas tanam), waktu panen dan persediaan

1.5 0.10 0.15

3Persaingan dengan pedagang lainnya secara global misal pemasok dari Tiongkok

2 0.09 0.18

4 Fluktuasi kurs mata uang 1 0.13 0.13

5 Ketidakpastian lama distribusi produk 1.5 0.15 0.23

6 Belum terbentuknya pasar lelang komoditas bawang merah 2 0.09 0.18

7 Keterbatasan lahan 2 0.16 0.32

8 Gangguan hama dan OPT 1 0.11 0.11

Total Ancaman 1.00 1.64

Total Nilai (Eksternal Factor Evaluation) 5.42

6.3.3. Strategi Pengembangan Klaster Bawang Merah di Kabupaten Kabupaten Nganjuk

Berdasarkan hasil analisis matriks SWOT yang ditunjukkan oleh Tabel 6.9, maka dapat dirumuskan beberapa alternatif strategi pengembangan klaster bawang merah di Kabupaten Nganjuk, yaitu Strategi S-O, Stategi W-O, Strategi S-T dan Strategi W-T. Alternatif strategi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan klaster bawang merah yaitu:

1. Peningkatan nilai tambah bawang merah

Peningkatan nilai tambah (value added) bawang merah diperlukan untuk meningkatkan pendapatan petani/pelaku rantai nilai. Misalnya dengan mengembangkan industri bawang goreng di Kabupaten Nganjuk.

2. Optimalisasi gudang bawang merah

Optimalisasi gudang bawang dibutuhkan untuk mendukung penyediaan bibit bawang merah dan perputaran keuangan petani. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan kepada petani mengenai peran dan fungsi dari gudang bawang merah.

Page 123: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

107

BaB VI - aNaLISIS STRaTEGI PENGEMBaNGaN KLaSTER KOMODITaS VOLaTILE FOODS DaLaM RaNGKa PENGENDaLIaN INFLaSI

3. Penerapan sistem lelang dalam pemasaran

Ketidakpastian waktu pendistribusian bawang merah menunjukkan perlunya penerapan sistem lelang bawang merah di Kabupaten Nganjuk. Seperti klaster cabai merah, penerapan sistem lelang dapat memotivasi petani untuk terus memproduksi bawang merah berkualitas dengan kuantitas yang cukup. Sistem lelang dapat dilakukan dengan melibatkan petani dan pengurus kelompok tani.

4. Peningkatan capacity building petani, khususnya dalam hal manajerial,

Rendahnya kemampuan manajerial petani dalam usahatani menunjukkan perlunya upaya peningkatan capacity building petani. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan berbagai pelatihan kepada petani.

5. Pengembangan klaster bibit bawang merah.

Ketersediaan bibit sebagai input utama dalam budidaya bawang merah menjadi dasar perlunya pengembangan klaster bibit bawang merah. Selain itu, harga bibit bawang merah yang relatif mahal karena keterbatasan jumlah menjadi tantangan tersendiri bagi petani untuk mengembangkan klaster bawang merah. Pengembangan klaster bibit dapat dilakukan dengan cara membantu akses pembiayaan bagi petani untuk mengembangkan usaha pembibitan, mengingat usaha ini membutuhkan modal yang cukup besar. Selama ini, yang mampu menjadi penyedia bibit bawang merah adalah petani-petani yang memiliki lahan yang luas dan modal yang memadai.

Tabel 6.9 menjabarkan matriks SWOT Pengembangan Klaster komoditas Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk.

Page 124: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB VI - aNaLISIS STRaTEGI PENGEMBaNGaN KLaSTER KOMODITaS VOLaTILE FOODS DaLaM RaNGKa PENGENDaLIaN INFLaSI

108

Tabel 6. 9. Matriks SWOT Pengembangan Klaster Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk

Internal

Eksternal

Kekuatan 1. Memiliki modal

sosial klaster2. Kemampuan

petani melakukan proses budidaya

3. Ketersediaan input

4. Adanya industri yang mampu mengolah bahan baku

5. Ketersediaan pedagang

Kelemahan 1. Kemampuan petani dalam

menciptakan modal usaha masih rendah

2. Bibit mahal 3. Kemampuan manajerial masih

rendah4. Akses permodalan khususnya untuk

petani terhadap lembaga keuangan terbatas

5. Belum memiliki visi yang sama tentang klaster

6. Jiwa kewirausahaan relatif rendah7. Daya tanggap anggota klaster

khususnya petani terhadap informasi dan sosialisasi program klaster masih kurang

8. Belum optimalnya penggunaan gudang penyimpanan

9. Rantai distribusi sangat panjang10. Sistem informasi klaster belum

optimum11. Sebagian besar petani masih

tergantung pada zat kimia12. Kurang terbukanya terhadap

informasi baru

Peluang1. Klaster berada di wilayah

dengan kondisi geografis sangat mendukung

2. Permintaan domestik terhadap komoditas tinggi

3. Tersedia tenaga kerja lokal yang memadai

4. Kebijakan pemerintah mendukung pengembangan klaster

5. Ketersediaan dana dari lembaga keuangan formal maupun informal

6. Inovasi teknologi produk untuk budidaya dan produk akhir

7. Kerja sama dengan balai penelitian sudah terjalin baik

8. Kondisi infrastruktur jalan sudah memadai

Strategi SO

Peningkatan nilai tambah bawang merah

Strategi WO

Peningkatan Capacity building petani, khususnya dalam hal manajerial

Page 125: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

109

BaB VI - aNaLISIS STRaTEGI PENGEMBaNGaN KLaSTER KOMODITaS VOLaTILE FOODS DaLaM RaNGKa PENGENDaLIaN INFLaSI

Ancaman1. Gangguan hama dan OPT2. Keterbatasan informasi

harga, produksi (waktu tanam dan luas tanam), waktu panen dan persediaan

3. Persaingan dengan pedagang lainnya secara global misal pemasok dari Tiongkok

4. Fluktuasi kurs mata uang5. Ketidakpastian lama

distribusi produk6. Belum terbentuknya pasar

lelang komoditas bawang merah

7. Keterbatasan lahan

Strategi ST

1. Optimalisasi gudang bawang merah

2. Penerapan sistem lelang dalam pemasaran

Strategi WT

Pengembangan klaster bibit bawang merah

Lanjutan Tabel 6. 9.

Page 126: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

110

Page 127: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB VII - ROaDMaP PENGEMBaNGaN KLaSTER VOLaTILE FOODS

111

BAB VIIROADMAP PENGEMBANGANKLASTER VOLATILE FOODS

7.1. LANDASAN PENYUSUNAN ROADMAP KLASTER

Klaster seringkali tidak berkembang atau stagnan apabila tidak memiliki kesatuan visi dan konsensus. Visi klaster kemudian diterjemahkan dalam sasaran-sasaran strategis berupa roadmap pengembangan klaster, termasuk klaster komoditas volatile foods yang erat kaitannya dengan pencapaian tujuan Bank Indonesia yaitu pengendalian inflasi.

Roadmap merupakan perencanaan strategis di masa depan pada bidang tertentu yang diperoleh dari pengetahuan bersama (collective knowledge). Elemen yang paling penting dalam membuat roadmap adalah visi, misi, dan tujuan. Roadmap dibuat dengan harapan akan terjadi perubahan yang ingin dicapai pada bidang tersebut. Roadmap sebaiknya merefleksikan visi dari sekelompok ahli yang visioner sehingga dapat meraih konsensus dan pemahaman bersama.

Tujuan jangka panjang dari roadmap adalah meningkatkan peran klaster yang memiliki jaringan usaha yang kuat (terhubung dalam rantai nilai) sehingga tercapai stabilitas harga dan keamanan pangan dengan iklim usaha yang kondusif dan terintegrasi melalui sistem informasi yang robust dan kolaborasi yang saling menguntungkan. Adapun tujuan pembuatan roadmap klaster untuk jangka waktu tertentu (3 - 5 tahun) adalah untuk membentuk klaster volatile foods yang dapat meningkatkan produktivitas, efisiensi, kualitas, dan nilai tambah. Ruang lingkup roadmap mencakup tahapan perencanaan strategis dan program kerja setiap tahunnya dalam jangka waktu maksimum 5 (lima) tahun per siklus, serta identifikasi pihak-pihak yang terkait. Program kerja yang disusun bertujuan membangun jaringan bisnis, kerja sama antara pemerintah dan swasta, dan dialog antar para pelaku usaha dan pembuat kebijakan.

Roadmap memiliki berbagai macam bentuk, namun umumnya menggunakan pendekatan berupa diagram atau peta berbasis waktu (time-based chart). Roadmap klaster volatile foods dibuat berdasarkan studi kepustakaan, pengalaman Bank Indonesia dalam membina klaster, survei di lapangan pada tiga komoditas (beras, cabai merah, dan bawang merah), dan Focus Group Discussion (FGD) baik dengan Bank Indonesia dan stakeholders terkait lainnya (kementerian teknis, pemerintah daerah, dinas, dan sebagainya). Untuk itu, roadmap klaster volatile foods didesain berdasarkan konsep siklus hidup klaster dengan mengadaptasi dari UNIDO (2013), Van Klink dan De Langen (2001), serta Menzel dan Fornahl (2010).

Berbagai studi menunjukkan bahwa secara umum klaster memiliki kesamaan siklus hidup yang terdiri dari tahap pengenalan (introduction), pertumbuhan (growth), kedewasaan (maturity), dan penurunan atau reinvention (Menzel & Fornahl, 2010; Van Klink & De Langen, 2001). Dalam hal ini, fokus siklus hidup klaster tidak hanya menekankan sifat dinamis dari klaster, tetapi menekankan pada path dependency yang mendasari pengembangan klaster.

Page 128: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB VII - ROaDMaP PENGEMBaNGaN KLaSTER VOLaTILE FOODS

112

Pada awalnya, klaster seringkali lahir melalui pembentukan beberapa perusahaan di suatu lokasi, dan kemudian tumbuh melalui spin-offs dan replikasi dari beberapa perusahaan dengan menarik perusahaan lain, lembaga terkait lainnya, dan lembaga pembiayaan. Pada tahap pertumbuhan, faktor infrastruktur, pengetahuan, jaringan, modal sosial, undang-undang, dan permintaan mengalami peningkatan sehingga klaster memiliki keterkaitan dengan pihak lainnya. Selanjutnya adalah tahap matang, di mana klaster merupakan bagian dari lingkungan lokal (local milieu) yang didukung oleh institusi, infrastruktur, dan budaya setempat. Selain itu, pada tahap matang biasanya terjadi konsolidasi, fokus pada efisiensi dan skala ekonomi yang menggerakkan klaster. Tahap penurunan terjadi apabila lingkungan eksternal mengalami perubahan yang memaksa klaster berinovasi, melakukan pembaruan, atau bahkan ditutup. Pada tahap ini terjadi pergeseran pasar dan teknologi.

Klaster dapat menjadi lingkungan yang dapat mendukung petani dan pelaku UMKM untuk mengembangkan usahanya. Para pelaku usaha berskala kecil dapat membangun kekuatan untuk mencapai daya saing melalui klaster. Selain pelaku bisnis, klaster sebaiknya memiliki asosiasi bisnis, layanan pengembangan usaha, lembaga keuangan (termasuk perbankan), pemerintah (pembuat kebijakan publik baik di tingkat lokal, regional, dan nasional), serta lembaga pendidikan (sekolah vokasi, universitas), dan business development service (BDS) providers.

UNIDO (2013) telah membuat pendekatan dalam mengembangkan klaster berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Fokus pada klaster yang sudah ada

Prinsip pertama adalah bekerja dengan klaster yang sudah terbentuk, daripada membentuk klaster baru. Potensi dari klaster yang sudah ada perlu digali lebih mendalam. Berdasarkan hasil penelitian, klaster bentukan baru cenderung bersifat top-down dan insentif terhadap pihak swasta relatif terbatas.

2) Promosi berbasis sektor swasta dan pro-poor growth

Sektor swasta memegang peranan penting dalam mempromosikan pertumbuhan klaster, termasuk mengurangi kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi harus melibatkan berbagai pihak terkait, bersifat inklusif, berkelanjutan, dan keseimbangan gender. Peningkatan produktivitas tenaga kerja, inovasi, dan partisipasi harus dilakukan dalam klaster dengan memberdayakan kelompok marginal, meningkatkan kesempatan kerja, dan meningkatkan kesehatan dan pendidikan tenaga kerja.

3) Mendorong efisiensi kolektif melalui aksi bersama

Prinsip ini fokus pada inisiatif yang dapat mendorong pelaku usaha dan lembaga lainnya untuk melakukan kegiatan bersama sehingga memberikan manfaat secara luas bagi masyarakat di sekitar klaster. Langkah-langkah yang dapat dilakukan yaitu memelihara hubungan antar stakeholders dalam klaster, membangun tujuan atau nilai bersama, membangun hubungan, membangun kepercayaan, memperkuat mekanisme tata kelola, dan mendukung jaringan kelembagaan klaster.

4) Memperkuat mekanisme tata kelola klaster

Prinsip ini dilakukan dengan merubah pola interaksi antar stakeholders dalam klaster dan membangun lembaga/institusi yang dapat memimpin dan mengkoordinasikan berbagai kegiatan bersama. Tata kelola yang baik dalam klaster berupa kegiatan yang terkoordinasi dan perencanaan yang efektif, sehingga dapat memperbaiki kinerja klaster. Dengan demikian akan terbangun modal sosial seperti kepercayaan dan shared values untuk mengembangkan klaster lebih baik.

Brenner & Schlump (2011) menyusun strategi yang diperlukan pada setiap tahap siklus klaster. Strategi pada setiap tahapan dapat dilihat pada Tabel 7.1.

Page 129: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB VII - ROaDMaP PENGEMBaNGaN KLaSTER VOLaTILE FOODS

113

Tabel 7. 1. Strategi yang Diperlukan pada setiap Tahapan Siklus Hidup Klaster

Tahapan Penting pada Siklus Hidup

KlasterStrategi yang Diperlukan

Awal (initial)

Memulai promosi (science park, inkubasi)

Dukungan kerja sama (rapat dan sebagainya)

Pengembangan budaya inovatif

Pembangunan laboratorium

Dukungan penelitian dan pengembangan

Ekspansi Awal (initial expantion)

Pendidikan dan pelatihan, konferensi, proses pembelajaran

Membangun jaringan (informal, institusional) dan aktivitas bersama

Dana awal, akses permodalan lebih baik, modal usaha

Pemasaran dan pelayanan

EkspansiAktivitas penyaringan, akses terhadap teknologi baru

Koordinasi dan kerja sama industri

Ekpansi menuju tahap matang

Spin-off support dalam keuangan, kolaborasi, dan pelayanan

Matang (maturity)

Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), tenaga kerja spesialisasi

Pelayanan

Pembaharuan jaringan dan kerja sama

Pembangunan proyek yang lebih besar

Pengembangan lembaga penelitian

Sumber: Brenner & Schlump (2011)

7.2. ROADMAP PENGEMBANGAN KLASTER VOLATILE FOODS

Kebijakan pengembangan klaster pertanian (agro-based cluster) merupakan hal yang krusial khususnya bagi petani dalam rangka meningkatkan produktivitas, berorientasi pasar, dan bernilai tambah. Rumusan kebijakan sebaiknya disesuaikan dengan kondisi wilayah, sosial ekonomi masyarakat lokal, dan karakteristik komoditas. Intervensi kebijakan pemerintah akan berbeda sesuai dengan tahapan dari roadmap tersebut. Pada tahap awal, kebijakan yang dibuat harus dapat mempercepat dan memperkuat konsolidasi klaster. Sementara fase matang memerlukan kebijakan yang dapat mendorong inovasi sehingga klaster dapat mandiri, berdaya saing, dan berkelanjutan.

Berdasarkan studi literatur serta hasil pengamatan terhadap klaster Bank Indonesia yang menjadi objek kajian, disusunlah roadmap pengembangan klaster volatile foods dalam jangka waktu 5 (lima) tahun per siklus. Setiap siklus memiliki 6 (enam) tahapan yaitu: 1) seleksi/pemilihan Klaster, 2) pengenalan, 3) pertumbuhan dan ekspansi, 4) matang/bertahan, 5) replikasi, dan 6) phasing out. Setelah kelima tahapan selesai dilaksanakan, klaster akan bersiap-siap untuk phasing out. Setelah phasing out, klaster diharapkan dapat tumbuh dan berkembang tanpa didampingi oleh pihak lain (Bank Indonesia). Tahapan tersebut bersifat umum dan dapat

Page 130: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB VII - ROaDMaP PENGEMBaNGaN KLaSTER VOLaTILE FOODS

114

diimplementasikan untuk komoditas pertanian lainnya. Klaster berbasis pertanian perlu didorong oleh berbagai institusi publik maupun swasta karena terindikasi memiliki berbagai kelemahan dari pelaku utama klaster, khususnya petani (Sharma dan Anupam, 2014).

Tahapan klaster berdasarkan pada aktor-aktor yang terlibat, kolaborasi, waktu, kompetensi dan pengetahuan anggota klaster, serta kelembagaan (Porter, 1990; Andersson et al. 2004; Fornahl, 2009). Aktor-aktor yang terlibat antara lain anggota utama rantai nilai (petani, pedagang/pengumpul, dan pengolah) dan pemerintah (pusat maupun daerah). Institusi yang terlibat dalam klaster volatile foods di level nasional antara lain: Bank Indonesia, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi dan UKM, dan Badan Urusan Logistik (Bulog). Sedangkan aktor-aktor yang terlibat di tingkat regional antara lain Kantor Perwakilan Bank Indonesia, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi dan UKM, Bulog, perusahaan swasta, dan lembaga keuangan (bank maupun non bank). Komitmen untuk membangun klaster di tingkat pusat maupun daerah perlu dilakukan melalui suatu nota kesepahaman bersama atau Memorandum of Understanding (MoU) secara tertulis. MoU tersebut diharapkan dapat membangun kolaborasi yang kuat sehingga pengembangan klaster dilaksanakan secara bersama-sama. Selanjutnya, komitmen tersebut akan ditindaklanjuti secara operasional di level lokal.

Hal terpenting dalam penyusunan roadmap adalah penyamaan persepsi di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Selain itu, perlu didorong kerja sama yang lebih kuat di antara anggota utama klaster dan institusi pendukungnya yang berasal dari pemerintah, universitas dan lembaga penelitian, lembaga keuangan, perusahaan swasta, dan asosiasi. Pemerintah pusat dan daerah perlu melakukan promosi untuk mendukung klaster berbasis pertanian di wilayah tertentu secara efisien dan berkelanjutan. Dalam jangka panjang, klaster tersebut dapat membentuk identitas wilayah tertentu. Misalnya Kabupaten Nganjuk dikenal sebagai wilayah penghasil bawang merah serta bibit unggul bawang merah. Atau saat ini, Kota Malang dikenal sebagai daerah penghasil apel yang didukung oleh UMKM pengolah apel serta ekowisata berbasis komoditas apel. Roadmap pengembangan klaster volatile foods disajikan pada Gambar 7.1.

Gambar 7. 1. Roadmap Pengembangan Klaster Volatile Foods

1. SELEKSI/

PEMILIHAN KLASTER

6. PHASING OUT

5. REPLIKASI

2. PENGENALAN

4. MATURE/

BERTAHAN

3.PERTUMBUHANDAN EKSPANSI

Page 131: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB VII - ROaDMaP PENGEMBaNGaN KLaSTER VOLaTILE FOODS

115

Masing-masing tahapan dari roadmap tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.

7.2.1. Seleksi/ pemilihan Klaster

Tahap pertama yang dilakukan dalam roadmap klaster volatile foods adalah melakukan seleksi/pemilihan klaster. Tahap ini memerlukan koordinasi antara Bank Indonesia, Pemerintah Daerah dan institusi terkait (lembaga penelitian/perguruan tinggi). Output dari tahapan ini adalah teridentifikasinya komoditas potensial di suatu wilayah yang dijadikan binaan klaster. Tahap ini dilakukan dalam jangka waktu sembilan bulan atau tiga kuartal.

1. Pemetaan potensi komoditas dan kawasan klaster

Pada tahap ini, perlu dilakukan pemetaan potensi daerah yang meliputi komoditas potensial/unggulan, lembaga/institusi terkait, serta klaster yang telah ada. Hal ini akan menggambarkan kebutuhkan suatu daerah secara lebih rinci dan mengidentifikasi keberadaan klaster komoditas tertentu di wilayah tersebut.

2. Pemahaman proses bisnis klaster

Tahapan ini memerlukan analisis mendalam untuk memilih klaster komoditas tertentu yang memiliki permintaan tinggi dan dapat mempengaruhi inflasi nasional di suatu wilayah. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk memahami proses bisnis klaster komoditas yang dapat meningkatkan perekonomian daerah dan mengurangi laju inflasi.

3. Diagnosis klaster (analisa rantai nilai)

Salah satu pendekatan analisis yang dapat digunakan adalah analisis rantai nilai. Termasuk di dalamnya mengidentifikasi pelaku usaha yang terlibat (petani/kelompok tani, pedagang, pengolah) yang akan dibina dalam klaster. Selain itu diperlukan juga pemetaan kelembagaan (institutional mapping) untuk mengidentifikasi institusi publik dan swasta yang akan berperan dalam klaster.

4. Pembentukan klaster (diutamakan yang telah ada)

Dalam pemilihan klaster perlu dipertimbangkan bahwa komoditas tersebut sudah lama diusahakan oleh masyarakat setempat sehingga telah terbentuk modal sosial di antara elemen masyarakat tersebut.

5. Penentuan target pasar

Identifikasi rantai nilai komoditas terpilih dilakukan sekaligus untuk menentukan target pasar di masa depan sehingga dapat menjamin pasar dari produk yang akan dihasilkan.

7.2.2. Pengenalan

Tahap kedua bertujuan untuk memperkenalkan klaster yang terpilih dan menjalin kolaborasi dengan pihak-pihak yang terkait. Tahap ini juga sudah mulai mencakup fasilitasi teknis berupa pelatihan budidaya yang baik (Good Agricultural Practices), fasilitasi demplot, dan penyediaan alat atau mesin yang diperlukan. Strategi kolaborasi dibagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu kolaborasi yang bersifat strategis, taktis dan operasional (Handayani et al., 2012). Kolaborasi strategis dilakukan di level nasional, sedangkan kolaborasi yang bersifat taktis dilakukan pada level regional, di antara anggota rantai pasok utama dan institusi daerah. Kolaborasi operasional dilakukan pada level kelompok tani, pedagang, dan pengolah serta penyuluh yang bertanggung jawab secara langsung dalam operasionalisasi klaster. Tahap ini membutuhkan waktu kurang lebih satu tahun atau empat kuartal.

Page 132: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB VII - ROaDMaP PENGEMBaNGaN KLaSTER VOLaTILE FOODS

116

1. Penandatanganan MoU klaster di level pusat maupun daerah

Klaster tidak hanya melibatkan anggota utama rantai pasok, tetapi juga institusi pendukung lainnya harus terlibat aktif. Anggota rantai pasok dan institusi tersebut pada wilayah tertentu harus menjalin hubungan yang saling menguntungkan. Kesepahaman bersama antara anggota rantai pasok dan stakeholders terkait, khususnya yang bersifat horizontal perlu diciptakan pada tahap pengenalan ini melalui mutual trust. Kolaborasi akan mendorong sinergi kerja sama di antara aktor klaster baik yang memiliki keterkaitan horizontal maupun vertikal. Aktor-aktor yang terlibat dalam hubungan horizontal yaitu anggota utama rantai pasok, pemerintah, asosiasi, universitas, lembaga penelitian, lembaga keuangan, sedangkan aktor yang memiliki keterkaitan vertikal adalah para pemasok bibit, peralatan dan mesin pertanian.

Output dari fase ini adalah adanya Memorandum of Understanding (MoU) di antara pelaku anggota rantai pasok dan dinas-dinas atau lembaga yang terkait pada klaster tertentu. MoU tersebut merupakan panduan untuk mengembangkan klaster oleh beberapa institusi yang terkait. Selain itu merupakan kerangka kerja klaster.

2. Sosialisasi klaster (seminar/workshop)

Pada tahap pengenalan diperlukan pemahaman dan komitmen bersama di antara stakeholders yang bersifat top down approach untuk memperkuat klaster. Sedangkan pada tingkat anggota utama rantai pasok (petani, pedagang, dan pengolah) diperlukan juga komunikasi dan partisipasi aktif untuk terlibat dalam kegiatan klaster, khususnya program sosialisasi. Selain itu, kegiatan sosialisasi tentang klaster mulai dilakukan secara intensif untuk mendorong motivasi pada keikutsertaan dan pemahaman kegiatan klaster.

3. Pelatihan teknis budidaya

Output dari tahap ini adalah pemahaman akan Good Agricultural Practices (GAP) sekaligus mengintroduksikan teknologi/inovasi dalam budidaya.

4. Sosialisasi dan implementasi peralatan/mesin baru

Sejalan dengan kegiatan pelatihan teknis budidaya, pada tahap ini juga dapat dilakukan sosialisasi peralatan/mesin baru yang dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas.

5. Fasilitasi demplot

Fasilitasi demonstration plot (demplot) dilakukan bekerja sama dengan Dinas Pertanian terkait. Tujuannya memberikan percontohan untuk mengintroduksikan teknik budidaya maupun inovasi-inovasi lainnya yang dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas.

6. Pemilihan target pasar

Sebagai kelanjutan analisis rantai nilai yang dilakukan pada tahap sebelumnya, pada tahap ini klaster harus mulai menentukan target pasar dari komoditas yang diproduksi.

Pengembangan klaster pada tahap ini merupakan langkah awal untuk menyusun rencana strategis terkait program dan kelembagaan klaster. Selain itu, tidak kalah penting adalah upaya membangun kepercayaan antar anggota klaster dan meyakinkan anggota klaster agar berkolaborasi secara terus menerus.

Page 133: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB VII - ROaDMaP PENGEMBaNGaN KLaSTER VOLaTILE FOODS

117

7.2.3. Pertumbuhan dan Ekspansi

Pada tahap pertumbuhan, petani diharapkan telah memahami aspek teknis budidaya sehingga mampu meningkatkan produksi komoditas berkualitas tinggi. Pada tahap ini petani dapat meningkatkan luas lahan sehingga produktivitas meningkat. Pengetahuan petani dalam budidaya semakin meningkat dan lebih beragam. Local champion pada fase ini akan muncul sebagai role model untuk petani/kelompok tani lainnya. Pertumbuhan klaster sangat signifikan yang ditandai dengan peningkatan jumlah petani/kelompok tani yang terlibat dalam klaster dan produktivitas panen meningkat. Tahapan pertumbuhan dan ekspansi memerlukan waktu kurang lebih tujuh kuartal atau 21 bulan.

1. Pelatihan manajerial dan kewirausahaan

Pada tahap ini, capacity building untuk petani ditambah dengan meningkatkan kemampuan manajerial dan kewirausahaan.

2. Subsidi peralatan/mesin baru

Mesin/peralatan dapat merupakan bantuan/subsidi dari lembaga tertentu (Program Sosial Bank Indonesia atau Dinas terkait) atau swadaya dari desa/kelompok tani.

3. Pembangunan infrastruktur

Pada tahap ini juga mulai dibangun infrastruktur yang dapat menunjang kegiatan klaster tersebut, misalnya perbaikan jalan khususnya ke lahan pertanian (farmer roads) dan irigasi yang memadai.

4. Penanganan hama dan penyakit serta perbaikan mutu bibit

Penggunaan bibit unggul serta pelatihan penanganan hama terpadu (misalnya melalui kegiatan SLPTT) perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas klaster.

5. Peningkatan akses pasar

Akses pasar pada tahap ini mulai mengalami peningkatan. Akses pasar akan menstimulasi pertumbuhan klaster lebih cepat. Akses pasar yang semulai bersifat lokal, kemudian diperluas menjadi nasional. Jika swasembada komoditas terpenuhi, maka tidak tertutup kemungkinan pasar meluas secara global. Peningkatan akses pasar, aset, dan kapabilitas merupakan faktor utama penentu daya saing klaster (Porter 1990; Bergmann, 2008).

6. Peningkatan akses pembiayaan

Pengembangan klaster memerlukan teknologi dan pengetahuan yang lebih maju. Oleh karena itu, anggota utama klaster khususnya para petani memerlukan modal yang relatif besar. Hal tersebut bertujuan untuk mengembangkan usaha dan meningkatkan produktivitas anggota utama klaster, khususnya petani. Dengan demikian, akses pembiayaan untuk petani sebaiknya ditingkatkan. Peran lembaga keuangan pada tahap ini sudah mulai ada untuk memperkuat permodalan usaha petani.

Page 134: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB VII - ROaDMaP PENGEMBaNGaN KLaSTER VOLaTILE FOODS

118

7.2.4. Matang/Bertahan

Pada tahap ini, kondisi klaster diharapkan telah mapan dan mandiri yang berlangsung selama lima kuartal atau 15 bulan.

1. Memperkuat aliansi/kerja sama dengan stakeholders

Untuk mempertahankan kinerja klaster, diperlukan aliansi/kerja sama dengan stakeholders terkait. Misalnya, klaster membangun kerja sama dengan perusahaan pengolahan maupun dengan pasar modern. Dengan terjaminnya pasar, maka klaster akan mampu bertahan dan mandiri secara berkelanjutan.

2. Optimalisasi manajemen logistik: gudang komoditas

Ketersediaan infrastruktur logistik sangat diperlukan, antara lain ketersediaan gudang untuk menampung komoditas. Selain untuk menyimpan komoditas, gudang juga dapat berperan sebagai pusat distribusi klaster di wilayah tertentu. Gudang persediaan komoditas sebaiknya berprinsip pada ekonomis. Artinya persediaan komoditas tidak berlebihan dan tidak kekurangan. Fluktuasi permintaan pada musim-musim tertentu, misal lebaran, natal, dan tahun baru dapat diatasi melalui persediaan yang memadai di gudang. Lokasi gudang sebaiknya dibangun di pusat klaster. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam membangun gudang yaitu: 1) pangsa pasar dan kestabilan komoditas, 2) sifat/ karakteristik komoditas, 3) lokasi dan ukuran gudang, 4) teknologi yang digunakan, dan 5) biaya.

3. Memperkuat kelembagaan Gapoktan dan tata kelola klaster

Aspek kelembagaan sangat krusial dan perlu diperkuat untuk menunjang keberhasilan agro-based cluster. Selain berusaha mencapai tujuan, kelembagaan yang kuat akan mampu mempertahankan keberadaan agar berkelanjutan terutama setelah program klaster BI berakhir. Kelembagaan klaster dibangun melalui suatu organisasi yang kuat, di mana komitmen dan tata kelola yang baik (good corporate governance) merupakan aspek yang sangat penting.

Melalui tata kelola klaster (cluster governance), kelembagaan dikelola secara efektif dan efisien. Bell et al. (2009) membagi tata kelola menjadi dua kelompok, yaitu tata kelola relasional (relational governance) dan hierarki (hierarchical governance). Tata kelola relasional dibangun berdasarkan norma-norma relasional yang implisit seperti pemahaman bersama, kepercayaan, pengetahuan yang sama untuk mengikat aktor-aktor dalam klaster. Sedangkan tata kelola hierarkis berdasarkan pada kewenangan dan kebijakan untuk menggerakkan klaster. Umumnya tata kelola hierarkis berbasis pada top-down policies. Hal penting dalam tata kelola klaster adalah koordinasi dan regulasi karena berperan sebagai pengendali dan pengatur, koordinasi, dan sumber pengetahuan untuk mengembangkan klaster.

7.2.5. Replikasi

Apabila dilihat dari sisi produksi, total produksi klaster Bank Indonesia belum signifikan apabila dibandingkan dengan total produksi nasional. Namun, mengingat berbagai dampak positif yang dirasakan pelaku usaha tani melalui klaster, diharapkan klaster Bank Indonesia dapat menjadi suatu role model yang dapat direplikasi di berbagai wilayah, sehingga dapat memberikan snowing ball effect yang berdampak luas bagi peningkatan kegiatan perekonomian di suatu wilayah. Di samping itu, beberapa praktik terbaik dari program klaster Bank Indonesia dapat menjadi inspirasi bagi pengembangan komoditas tersebut oleh Pemda atau kelompok petani.

Page 135: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB VII - ROaDMaP PENGEMBaNGaN KLaSTER VOLaTILE FOODS

119

Pada tahap replikasi, aspek penting yang perlu dikembangkan adalah meningkatkan nilai tambah dari komoditas sehingga mampu meningkatkan pendapatan petani. Upaya replikasi mulai dilakukan dengan melibatkan kelompok tani/gapoktan lain. Tahapan ini dilakukan dalam jangka waktu tiga kuartal atau 9 bulan.

1. Peningkatan nilai tambah komoditas (pengolahan pascapanen dan penerapan alternatif teknik budidaya organik).

Peningkatan nilai tambah dapat dilakukan melalui pengolahan komoditas pascapanen. Misalnya, pengolahan bawang merah menjadi bawang merah goreng dan pengolahan cabai menjadi sambal kemasan atau cabai kering. Selain itu dapat dilakukan juga dengan penggunaan teknik budidaya baru, misalnya budidaya secara organik. Harga komoditas organik lebih mahal dibandingkan dengan komoditas biasa.

2. Replikasi klaster

Replikasi klaster mulai dapat dilakukan pada fase ini, misalnya melalui knowledge sharing dengan kelompok tani atau gabungan kelompok tani (gapoktan) lain. Replikasi dapat diinisiasi oleh kelompok tani/gapoktan atau melalui dorongan dari pihak Pemda. Klaster yang berhasil menunjukkan kemampuan mengombinasikan kapabilitas, insentif, dan peluang. Pada tahap ini, dampak yang dirasakan oleh klaster yang berhasil bisa ditularkan lebih cepat seperti bola salju (snowing ball effect). Interaksi antar klaster yang berhasil di satu provinsi dapat memberikan dampak ke klaster lainnya di luar provinsi. Selanjutnya apabila klaster di luar provinsi tersebut berhasil, maka akan menjadi role model untuk pengembangan klaster di wilayah lainnya. Hal tersebut akan memberikan dampak yang sangat besar dan usaha pengembangan klaster lebih efisien dan efektif. Saat ini, role model dan strategi pengembangan klaster melalui word of mouth dianggap lebih efektif dan efisien.

7.2.6. Phasing Out

Tahap terakhir dari roadmap klaster adalah phasing out, yaitu pada saat klaster dapat dilepas dari binaan untuk kemudian berkembang secara mandiri. Namun demikian, komitmen stakeholders dan anggota rantai pasok utama harus diperkuat lagi pada fase ini, misalnya penguatan akses input, budidaya, pasar, dan pembiayaan, serta dukungan infrastruktur yang memadai. Pada tahap ini, klaster mampu bersaing dan menciptakan nilai ekonomis yang lebih besar. Tabel 7.2. menyajikan roadmap klaster volatile foods di Indonesia.

Roadmap di atas bersifat fleksibel, sesuai dengan kondisi dari masing-masing klaster. Jangka waktu roadmap dapat dipengaruhi antara lain karakteristik komoditas klaster, lokasi/daerah klaster, dan kondisi awal klaster pada saat mulai dikembangkan.

Page 136: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB VII - ROaDMaP PENGEMBaNGaN KLaSTER VOLaTILE FOODS

120

Tab

el 7

. 2. R

oadm

ap P

eng

emb

ang

an K

last

er V

olat

ile F

oods

di I

nd

on

esia

Tah

apan

/Fas

ePr

og

ram

Ker

jaIn

stan

si/L

emb

aga

yan

g

Terl

ibat

Tah

un

12

34

5

Q1

Q2

Q3

Q4

Q1

Q2

Q3

Q4

Q1

Q2

Q3

Q4

Q1

Q2

Q3

Q4

Q1

Q2

Q3

Q4

I. Se

leks

i K

last

er

Pem

etaa

n p

ote

nsi

kom

od

itas

dan

ka

was

an k

last

er

BI,

Din

as P

erta

nian

 

Pem

aham

an

pro

ses

bis

nis

klas

ter

BI,

Din

as P

erta

nian

 

Dia

gno

sis

klas

ter,

anta

ra la

in a

nalis

is

rant

ai n

ilai

BI,

Din

as P

erta

nian

, p

erg

urua

n tin

gg

i, le

mb

aga

pen

eliti

an 

Pro

ses

pem

ben

tuka

n kl

aste

r, d

iuta

mak

an y

ang

su

dah

ad

a

BI,

Din

as P

erta

nian

 

Pene

ntua

n ta

rget

p

asar

BI,

Din

as P

erd

agan

gan

II. P

eng

enal

an

Pena

ndat

ang

anan

M

oU

kla

ster

bai

k d

i tin

gka

t pus

at

mau

pun

wila

yah

klas

ter

BI,

Bul

og

, Bap

ped

a,

Din

as P

erta

nian

, Din

as

Peri

ndus

tria

n, D

inas

Pe

rdag

ang

an, D

inas

Pe

kerj

aan

Um

um, p

erg

urua

n tin

gg

i lo

kal,

lem

bag

a p

enel

itian

, per

ban

kan,

A

sosi

asi,

pel

aku

usah

Sosi

alis

asi k

last

er:

sem

inar

dan

w

ork

sho

p

BI,

Pem

da,

lem

bag

a p

enel

itian

(per

gur

uan

ting

gi

dan

no

n p

erg

urua

n tin

gg

i),

per

ban

kan

dan

aso

sias

Pela

tihan

tekn

is

bud

iday

a: G

oo

d

Ag

ricu

ltura

l Pr

actic

es

Din

as P

erta

nian

, Aso

sias

i

 

Page 137: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB VII - ROaDMaP PENGEMBaNGaN KLaSTER VOLaTILE FOODS

121

Tah

apan

/Fas

ePr

og

ram

Ker

jaIn

stan

si/L

emb

aga

yan

g

Terl

ibat

Tah

un

12

34

5

Q1

Q2

Q3

Q4

Q1

Q2

Q3

Q4

Q1

Q2

Q3

Q4

Q1

Q2

Q3

Q4

Q1

Q2

Q3

Q4

II. P

eng

enal

an

Sosi

alis

asi d

an

imp

lem

enta

si

per

alat

an/m

esin

b

aru

BI,

Din

as P

erta

nian

, p

erg

urua

n tin

gg

i, le

mb

aga

pen

eliti

an, a

sosi

asi

 

Fasi

litas

i dem

plo

tD

inas

Per

tani

an, A

sosi

asi

Pem

iliha

n ta

rget

p

asar

BI,

Din

as P

erta

nian

, Aso

sias

III.

Pert

um

bu

han

d

an E

ksp

ansi

Pela

tihan

m

anaj

eria

l dan

ke

wir

ausa

haan

Perg

urua

n tin

gg

i, le

mb

aga

pen

eliti

an, P

emd

a, B

I, D

inas

K

op

eras

i dan

UK

Sub

sid

i per

alat

an/

mes

in b

aru

BI,

Din

as P

erta

nian

, Din

as

Ko

per

asi d

an U

KM

 

Pem

ban

gun

an

infr

astr

uktu

rB

app

eda

dan

Din

as

Peke

rjaa

n U

mum

  

 

Pena

ngan

an h

ama

dan

pen

yaki

t ser

ta

per

bai

kan

mut

u b

ibit

Din

as P

erta

nian

, Aso

sias

i, U

nive

rsita

s,Le

mb

aga

pen

eliti

an 

Peni

ngka

tan

akse

s p

asar

Bi,

Din

as P

erd

agan

gan

  

 

Peni

ngka

tan

akse

s p

emb

iaya

anB

I dan

lem

bag

a ke

uang

an:

ban

k d

an n

on

ban

 

Lanj

utan

Tab

el 7

. 2

Page 138: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB VII - ROaDMaP PENGEMBaNGaN KLaSTER VOLaTILE FOODS

122

Tah

apan

/Fas

ePr

og

ram

Ker

jaIn

stan

si/L

emb

aga

yan

g

Terl

ibat

Tah

un

12

34

5

Q1

Q2

Q3

Q4

Q1

Q2

Q3

Q4

Q1

Q2

Q3

Q4

Q1

Q2

Q3

Q4

Q1

Q2

Q3

Q4

IV. M

atan

g/

Ber

tah

an

Mem

per

kuat

al

ians

i ker

ja s

ama

stak

eho

lder

s

BI,

Bap

ped

a, D

Inas

Per

tani

an,

Din

as P

erin

dus

tria

n, D

inas

Pe

rdag

ang

an, B

ulo

g, D

inas

K

op

eras

i dan

UK

M, L

emb

aga

keua

ngan

 

Op

timal

isas

i m

anaj

emen

lo

gis

tik: g

udan

g

kom

od

itas

Din

as P

erd

agan

gan

, B

app

ebti

  

  

Mem

per

kuat

ke

lem

bag

aan

gap

okt

an d

an ta

ta

kelo

la k

last

er

Din

as P

erta

nian

, Din

as

Ko

per

asi d

an U

KM

  

 

V.

Rep

likas

i

Peni

ngka

tan

nila

i tam

bah

ko

mo

dita

s,

mis

alny

a p

eng

ola

han

pas

cap

anen

ata

u p

ener

apan

tekn

ik

bud

iday

a o

rgan

ik

BI,

Din

as P

erin

dus

tria

n, D

inas

p

erta

nian

, per

gur

uan

ting

gi,

lem

bag

a p

enel

itian

  

Rep

likas

i mo

del

kl

aste

rB

I, B

app

eda,

Din

as P

erta

nian

VI P

hasi

ng

out

Op

timal

isas

i p

eng

uata

n ko

mitm

en

stak

eho

lder

s,

mis

alny

a ak

ses

bah

an b

aku,

pas

ar,

dan

pem

bia

yaan

BI,

Pem

da,

ang

go

ta u

tam

a ra

ntai

pas

ok

Road

map

di a

tas

ber

sifa

t fle

ksib

el, s

esua

i den

gan

ko

ndis

i dar

i mas

ing

-mas

ing

kla

ster

. Jan

gka

wak

tu r

oad

map

dap

at d

ipen

gar

uhi a

ntar

a la

in k

arak

teri

stik

ko

mo

dita

s kl

aste

r, lo

kasi

/dae

rah

klas

ter,

dan

ko

ndis

i aw

al k

last

er p

ada

saat

mul

ai d

ikem

ban

gka

n.

Lanj

utan

Tab

el 7

. 2

Page 139: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB VIII - STRaTEGI PENGEMBaNGaN DaN INTEGRaSI KLaSTER

123

BAB VIIISTRATEGI PENGEMBANGAN

DAN INTEGRASI KLASTER

Program klaster komoditas pangan atau komoditas bergejolak (volatile foods) yang merupakan bagian dari program pengendalian inflasi Bank Indonesia terbukti memiliki dampak positif bagi peningkatan kinerja usahatani dan pendapatan petani. Berdasarkan hasil pengamatan dan survei terhadap 3 klaster di lokasi kajian, beberapa dampak positif klaster adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan kinerja usaha tani yang tergambar dari peningkatan produktivitas, akses terhadap pasar input, pemanfaatan dan luas lahan, serta penerapan teknik dan inovasi budidaya yang lebih baik (organik).

2. Meningkatkan pendapatan rata-rata pelaku usaha tani yang disebabkan meningkatnya jumlah dan kualitas produksi.

3. Berkembangnya aspek kelembagaan pelaku usaha tani (bertambahnya jumlah anggota koperasi/kelompok tani dan meningkatnya peran dan kontribusi koperasi/kelompok tani).

4. Meningkatkan akses terhadap informasi dan pasar output serta peningkatan daya tawar petani dengan bertambahnya pilihan pasar output bagi petani.

5. Meningkatkan akses pembiayaan bagi pelaku usaha tani.

Meskipun berdampak positif terhadap petani dan anggota klaster lainnya, untuk memberikan dampak lebih luas khususnya terhadap upaya stabilisasi harga, pengembangan klaster memerlukan strategi lebih komprehensif dan terintegrasi. Umumnya, pengembangan klaster yang dilakukan di masing-masing wilayah Kantor Perwakilan Bank Indonesia masih terfokus pada upaya penguatan kelompok/kelembagaan dan peningkatan produksi. Namun demikian, beberapa klaster dengan keunggulan produksi dan lahan yang luas mulai meningkatkan fasilitasi terhadap akses pasar dan pembiayaan. Dengan memfasilitasi akses pasar, produksi klaster diharapkan akan mampu memenuhi kebutuhan (supply side) dan berkontribusi terhadap pembentukan harga, sejalan dengan upaya pengendalian inflasi yang dilakukan Bank Indonesia, khususnya komoditas volatile food.

Selain produksi (supply side), klaster juga diharapkan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat (demand side), khususnya pada waktu-waktu tertentu. Untuk itu, integrasi mutlak diperlukan. Pertama, dengan memetakan klaster komoditas volatile foods yang dikembangkan baik oleh Bank Indonesia maupun pemerintah daerah di seluruh Indonesia, sehingga dapat diketahui jadwal dan produksi yang dihasilkan. Selain sisi supply, pemetaan juga dilakukan dari sisi demand yang meliputi konsumen lokal dan konsumen di luar wilayah.

Selain sisi demand dan supply, pengembangan klaster juga memerlukan dukungan dan komitmen dari pemerintah daerah dan institusi pendukung lainnya, antara lain dalam bentuk dukungan infrastruktur, teknis budidaya, berbagai inovasi teknologi dan sebagainya yang mampu mendorong pengembangan klaster. Penguatan koordinasi dapat dilakukan melalui integrasi dan sinergi antara program klaster yang dilaksanakan Bank Indonesia dengan program-program pemerintah daerah/instansi terkait lainnya. Dengan demikian, program klaster dapat memberikan dampak positif yang lebih signifikan terhadap peningkatan produksi dan kesejahteraan petani.

Page 140: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB VIII - STRaTEGI PENGEMBaNGaN DaN INTEGRaSI KLaSTER

124

8.1. INTEGRASI KLASTER

Integrasi klaster sebaiknya dilakukan melalui suatu lembaga yang mampu mengkoordinasikan berbagai instansi terkait. Salah satu contoh lembaga yang sudah ada adalah Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) yang terbentuk sejak tahun 2008 dengan tujuan membantu pencapaian target inflasi tingkat daerah. Hal ini sejalan dengan arah pengembangan klaster sebagai salah satu upaya untuk mendukung pengendalian inflasi khususnya dari sisi supply. Untuk itu, keberadaan TPID dapat dimanfaatkan untuk melakukan integrasi program klaster secara lebih luas. Salah satu instrumen dari pengendalian inflasi adalah operasi pasar. Dengan adanya koordinasi di level TPID, maka klaster BI dapat terlibat secara langsung operasi pasar tersebut selain pihak-pihak lainnya.

Selain TPID, komponen yang terdapat dalam usulan integrasi klaster adalah para pelaku usaha atau aktor-aktor utama yang terlibat dalam sisi supply klaster komoditas yang akan dikembangkan dan pasar input. Aktor-aktor utama yang terlibat dalam klaster meliputi petani, kelompok tani/gapoktan, pengumpul/pedagang dan pengolah. Sementara pasar input juga merupakan bagian penting dalam peningkatan produksi pertanian sehingga dipandang perlu untuk diintegrasikan ke dalam klaster.

Usulan integrasi klaster sebagai bagian dari program TPID akan berada pada level kota/kabupaten dan provinsi. Gambar 8.1 menyajikan konsep integrasi klaster dalam kaitannya dengan pengendalian inflasi di tingkat regional (kota/kabupaten), sedangkan Gambar 8.2 menyajikan konsep integrasi klaster di level provinsi. TPID provinsi akan memetakan kabupaten/kota mana yang terjadi surplus atau defisit produksi suatu komoditas sehingga dapat diantisipasi dengan memindahkan komoditas yang dibutuhkan dari daerah surplus ke daerah defisit. Perpindahan komoditas antar daerah ini perlu didukung oleh sistem distribusi yang baik antar daerah di dalam provinsi tersebut.

Page 141: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB VIII - STRaTEGI PENGEMBaNGaN DaN INTEGRaSI KLaSTER

125

Gambar 8.1. Integrasi Klaster Bank Indonesia

Road

map

di a

tas

ber

sifa

t flek

sib

el, s

esua

i den

gan

ko

ndis

i dar

i mas

ing

-mas

ing

kla

ster

. Jan

gka

wak

tu ro

adm

ap d

apat

dip

eng

aruh

i ant

ara

lain

kar

akte

rist

ik

kom

od

itas

klas

ter,

loka

si/d

aera

h kl

aste

r, d

an k

ond

isi a

wal

kla

ster

pad

a sa

at m

ulai

dik

emb

ang

kan.

Sup

po

rtin

g in

fras

truc

ture

(Sys

tem

Lo

gis

tik

Nas

iona

l) d

an S

upp

ort

ing

Inst

itut

ions

Tran

spo

rtas

iJa

lan/

pel

abuh

an

List

rik

Ir

igas

i K

om

unik

asi

Uni

vers

itas

/Lem

bag

a Pe

nelit

ian

Lem

bag

a ke

uang

an

Ko

nsum

en:

loka

l

Ko

nsum

en:

luar

wila

yah

INP

UT

- B

ibit

- A

lsin

tan

- Pu

puk

- Pe

stis

ida

MA

IN A

CTO

RS

Gud

ang

Peta

ni

Kel

om

po

k ta

ni/

Gap

okt

an

Peng

ola

h Pe

ngum

pul

/p

edag

ang

Ret

ail

KO

OR

DIN

ATO

R

TPID

: Per

wak

ilan

BI d

an P

emd

a(Se

kda,

Bap

ped

a, S

KP

D P

erta

nian

, Per

hub

ung

an, P

erd

agan

gan

, dan

Per

ind

ustr

ian)

Page 142: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB VIII - STRaTEGI PENGEMBaNGaN DaN INTEGRaSI KLaSTER

126

Gambar 8. 2. Integrasi Klaster dalam Kaitannya Dengan Pengendalian Inflasi di Tingkat Provinsi

8.2. STRATEGI PENGEMBANGAN KLASTER

Berdasarkan hasil analisis SWOT yang telah dilakukan, dari 3 komoditas klaster yang menjadi objek penelitian, secara umum perumusan strategi meliputi beberapa aspek, yaitu:

1. Peningkatan kualitas bibit untuk meningkatkan kualitas produksi.

2. Pemberdayaan petani, khususnya dari aspek manajerial.

3. Peningkatan nilai tambah produk.

4. Peningkatan infrastruktur/sarana logistik pendukung, antara lain menyediakan gudang untuk menampung hasil produksi, maupun optimalisasi peran institusi pendukung seperti Bulog.

5. Penguatan sistem informasi dan peningkatan akses pemasaran, misalnya dengan memanfaatkan pasar lelang serta menghubungkan dengan industri pengolahan maupun pasar modern sehingga terjalin kemitraan strategis dengan pasar.

Dari beberapa alternatif strategi tersebut di atas, untuk mengembangkan klaster dirumuskan beberapa strategi utama yang berprinsip pada 3 (tiga) aspek, yaitu (1) peningkatan produktivitas (higher productivity), (2) peningkatan akses pasar (more market oriented), dan (3) peningkatan kualitas dan nilai tambah (higher value added). Untuk mewujudkan ketiga komponen tersebut, beberapa usulan strategi yang perlu dilakukan meliputi:

Page 143: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB VIII - STRaTEGI PENGEMBaNGaN DaN INTEGRaSI KLaSTER

127

1. Optimalisasi peran TPID

TPID yang terdiri atas unsur perwakilan BI dan Pemerintah Daerah (Sekda, Bappeda, SKPD Pertanian, Perhubungan, Perdagangan, dan Perindustrian) bertindak sebagai koordinator dan fasilitator dalam pengembangan klaster di kota/kabupaten. Adapun TPID berperan dalam menyusun analisis perkiraan produksi dan konsumsi komoditas selama 1 tahun sehingga dapat diidentifikasi waktu-waktu di mana terjadi kelebihan permintaan (excess demand) yang mendorong kenaikan harga.

2. Peningkatan akses pasar

Intervensi pada aspek pemasaran sebaiknya dilakukan dari sisi pasar output maupun input, misalnya dengan membangun kemitraan dengan pedagang/industri pengolahan/pasar modern. Dengan demikian, petani akan merasa yakin untuk menanam karena pasarnya sudah jelas. Di samping akses ke pasar output, akses ke pasar input juga perlu ditingkatkan. Untuk meningkatkan pendapatan petani, dapat dilakukan dengan memotong rantai distribusi, misalnya dengan menerapkan sistem pasar lelang atau dengan melakukan penjualan secara online (e-commerce).

3. Keterlibatan local champion

Pada tahap persiapan klaster pendekatan dilakukan terutama kepada ‘local champion’ sebagai role model. Keberhasilan role model akan mendorong petani-petani lainnya untuk menjadi peserta klaster.

4. Pengadaan fasilitas penyimpanan/pergudangan

Fasilitas pergudangan sangat penting untuk mengantisipasi excess demand dan excess supply yang terjadi di pasar. Fasilitas ini terutama ditujukan untuk produk-produk yang relatif tahan lama, seperti beras dan bawang merah.

5. Peningkatan peran supporting institutions dan supporting infrastructure (logistic system)

Untuk meningkatkan akses pelaku klaster ke pasar input dan pasar output serta peningkatan produksi dan nilai tambah (melalui pengolahan), dukungan institusi terkait dan dukungan insfrastruktur yang memadai sangat diperlukan.

Penjelasan selengkapnya dari masing-masing strategi tersebut sebagaimana disajikan pada Tabel 8.1.

Tabel 8. 1. Strategi Integrasi Klaster

Strategi

Tahapan

Persiapan klaster

Pelaksanaan klaster

I. Optimalisasi peran TPID

a. Melakukan analisis prakiraan tingkat konsumsi dan produksi komoditas tertentu dalam periode satu tahun. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi waktu-waktu ketika terjadi kelebihan permintaan (excess demand) yang berdampak pada kenaikan harga, misalnya pada saat hari raya. Biasanya, pola ini akan berulang-ulang setiap tahunnya.

b. Setelah mengidentifikasi pola produksi dan konsumsi dalam periode satu tahun, dilakukan identifikasi rantai pasok komoditas untuk mengetahui pelaku usaha, pola aliran produk, aliran informasi dan lembaga pemasaran yang terlibat dalam rantai pasok.

Page 144: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB VIII - STRaTEGI PENGEMBaNGaN DaN INTEGRaSI KLaSTER

128

Strategi

Tahapan

Persiapan klaster

Pelaksanaan klaster

c. Melakukan perencanaan produksi dan konsumsi selama satu tahun ke depan sehingga dapat diperkirakan waktu-waktu terjadinya lonjakan permintaan (hari raya) atau penurunan produksi (belum panen)

d. Sesuai perencanaan/jadwal produksi yang telah disusun, disusun jadwal penanaman komoditas melalui integrasi klaster. Dengan demikian, dapat diketahui berapa klaster yang dapat dilibatkan dan apabila kurang dapat dipasok dari pihak lain.

e. Pemilihan ‘kendaraan yang tepat’. Pendekatan dalam pembentukan bisa dilakukan melalui kelompok tani, gapoktan atau koperasi yang telah berdiri di wilayah tersebut.

II. Penguatan aspek pasar

a. Melakukan audiensi dan memfasilitasi pedagang untuk terlibat dan menjadi anggota klaster

√ √

b. Meningkatkan akses pedagang terhadap kredit/ pembiayaan untuk pembelian produk dari petani. Sebagai kompensasi, pedagang diminta untuk menjual sebagian produknya di pasar lokal

c. Meningkatkan nilai tambah produk yang dihasilkan melalui pengolahan atau menjalin kemitraan dengan perusahaan pengolah.

d. Meningkatkan akses petani terhadap pasar input dengan membangun kerja sama dengan perusahaan-perusahaan input (pupuk, pestisida dll).

√ √

e. Meningkatkan kerja sama antara petani (melalui kelompok tani/gapoktan) dengan pemulia (breeder) dan perusahaan benih untuk mendapatkan benih berkualitas.

√ √

f. Memotong jalur distribusi untuk meningkatkan pendapatan petani, misalnya dengan memanfaatkan pasar lelang atau menerapkan penjualan secara online (e-commerce).

III. Keterlibatan Local Champions

a. Melibatkan local champion seperti ketua kelompok tani/tokoh dalam klaster dalam rangka knowledge transfer.

b. Memfasilitasi local champion untuk mengikuti pelatihan budidaya, pembuatan proposal untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan dan pembuatan demplot. Sebagai kompesasi, local champion diminta untuk menularkan pengetahuan yang telah diperoleh kepada petani anggota klaster lainnya.

√ √

Lanjutan Tabel 8. 1.

Page 145: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB VIII - STRaTEGI PENGEMBaNGaN DaN INTEGRaSI KLaSTER

129

Strategi

Tahapan

Persiapan klaster

Pelaksanaan klaster

IV. Pengadaan fasilitas penyimpanan/pergudangan

a. Pada saat panen, klaster akan menjual produknya kepada pedagang yang telah terlibat dalam klaster. Untuk produk yang relatif tahan lama (misalnya beras), TPID dapat memfasilitasi petani atau pedagang untuk menyimpan produknya pada saat panen raya dan menjualnya pada saat terjadi lonjakan permintaan. Pengelolaan gudang dapat dilakukan oleh klaster atau lembaga lain (BULOG).

b. Pada saat panen petani dapat diuntungkan karena harga pembelian akan lebih tinggi dibandingkan harga pasar. Sebaliknya pada musim paceklik, produk/hasil panen yang disimpan dapat dijual ke pasar untuk meredam lonjakan harga. Pola ini mirip seperti fungsi BULOG di masa lalu yang dilengkapi dengan perencanaan produksi dan konsumsi terlebih dahulu sehingga pada saat kenaikan harga sudah dapat diantisipasi terlebih dahulu

V. Peningkatan peran supporting institutions dan supporting infrastructure (logistic system)

a. Meningkatkan akses pelaku usaha utama kepada supporting institutions (lembaga keuangan, lembaga penelitian dan universitas) untuk mendapatkan akses pembiayaan maupun inovasi teknologi budidaya terbaru yang mampu meningkatkan produksi dan efisiensi biaya produksi.

√ √

b. Memfasilitasi perbaikan infrastruktur dalam rangka meningkatkan akses pelaku usaha/anggota klaster ke pasar output dan input. Dukungan infrastuktur sebaiknya dilakukan melalui kerja sama dengan institusi/lembaga yang menangani sistem logistik nasional (Sislognas).

√ √

8.3. TAHAPAN PEMILIHAN STRATEGI INTEGRASI KLASTER

Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya telah dirumuskan berbagai alternatif strategi arah pengembangan klaster dalam rangka mendukung upaya pengendalian inflasi, termasuk konsep integrasi klaster secara nasional. Selanjutnya, untuk memilih prioritas dari alternatif strategi tersebut untuk dilaksanakan, dilakukan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan menggunakan software Expert Choice 2000. Strategi prioritas memiliki kriteria tertentu yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi sehingga konsep integrasi klaster secara nasional dapat diimplementasikan secara berkelanjutan. Oleh karena itu, penentuan kriteria strategi dilakukan berdasarkan hasil wawancara dan pengisian kuesioner dengan para pihak yang menguasai di bidangnya.

Model hierarki strategi integrasi klaster komoditas volatile food nasional terbagi menjadi tiga level. Level pertama merupakan tujuan (goal) atau fokus dari hierarki yaitu strategi integrasi klaster komoditas volatile food secara nasional dan berkelanjutan yang mendukung upaya

Lanjutan Tabel 8. 1.

Page 146: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB VIII - STRaTEGI PENGEMBaNGaN DaN INTEGRaSI KLaSTER

130

pengendalian inflasi di Indonesia. Level dua merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi formulasi strategi yang terdiri dari beberapa alternatif strategi yaitu: (1) optimalisasi database klaster melalui peningkatan peran TPID; (2) peningkatan akses pasar; (3) peningkatan capacity building anggota utama klaster; (4) peningkatan dukungan finansial; dan (5) peningkatan dukungan infrastruktur dan logistik.

Selanjutnya, level tiga merupakan substrategi yang dirumuskan berdasarkan kelima strategi di atas. Alternatif strategi pada level tiga diharapkan mampu menentukan strategi prioritas yang dapat diimplementasikan dalam pengembangan strategi integrasi klaster komoditas volatile food secara nasional dalam mendukung upaya pengendalian inflasi. Ketiga level strategi tersebut digambarkan pada Gambar 8.3.

Gambar 8. 3. Hierarki Strategi Integrasi Klaster Nasional dalam Mendukung Pengendalian Inflasi.

Strategi Integrasi National Volatile Foods Clusteruntuk mencapai keberlanjutan di Indonesia

Optimalisasi database klaster

Peningkatan akses pasar

Capacity building anggota utama

klaster

Peningkatan dukungan

Peningkatan dukungan infrastruktur dan

logistik

Penyusunan database

produksi dan konsumsi

anggota klaster

Penyusunan jadwal

produksi komoditas

Penguatan akses input

(benih) berkualitas

Pelatihan aspek

manajerial

Optimalisasi peran local champion

Pelatihan aspek teknis

budidaya terbaru

Fasilitas kredit mikro

dan kecil

jumlah lembaga

keuangan

Penguatan kerjasama

dengan institusi lain

Fasilitas penyimpanan/ pergudangan

Pengembangan sistem

informasi klaster

Perbaikan/ pemeliharaan jalan, irigasi,

dan listrik

Peningkatan keterlibatan

pedagang dalam klaster

Peningkatan nilai tambah

produk

Peningkatan promosi dan

branding komoditas

Tingkat 1 : Tujuan

Tingkat 2 :

Alternatif Strategi

Tingkat 3 :

Alternatif

Sub Strategi

Page 147: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB VIII - STRaTEGI PENGEMBaNGaN DaN INTEGRaSI KLaSTER

131

Analisis yang digunakan untuk mengolah kriteria alternatif strategi bertujuan untuk mengetahui prioritas relatif setiap elemen terhadap level di atasnya. Berdasarkan hierarki, level pertama merupakan tujuan utama dari kajian ini yaitu strategi arah pengembangan klaster komoditas volatile food dalam rangka mendukung pengendalian inflasi. Tujuan ini dapat tercapai apabila didukung oleh implementasi dari berbagai alternatif strategi.

Level dua dari model hirarki strategi integrasi klaster menunjukkan adanya lima alternatif strategi pendukung. Hasil pengolahan kriteria alternatif strategi dalam menetapkan strategi integrasi national volatile foods cluster untuk mencapai keberlanjutan di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 8.2.

Tabel 8. 2. Hasil Pengolahan Alternatif Strategi Arah Pengembangan Klaster Nasional

Kriteria Strategi Bobot Gabungan Prioritas

Optimalisasi database klaster 0.088 5

Peningkatan akses pasar 0.397 1

Capacity building anggota utama klaster 0.128 4

Peningkatan dukungan finansial 0.130 3

Peningkatan dukungan infrastruktur dan logistik 0.257 2

Inkonsistensi 0.01

Sumber: Hasil olahan, 2016

Berdasarkan Tabel 8.2, peningkatan akses pasar merupakan alternatif strategi yang menjadi prioritas utama dengan bobot sebesar 0.397. Hal ini menunjukkan bahwa strategi peningkatan akses pasar adalah strategi utama yang harus dilaksanakan dalam integrasi klaster komoditas volatile foods secara nasional yang berkelanjutan dalam rangka mendukung upaya pengendalian inflasi. Prioritas berikutnya adalah peningkatan dukungan infrastruktur dan logistik dengan bobot 0,257 dan dukungan finansial dengan bobot 0,130.

Selanjutnya, pada level ketiga (sub strategi dari alternatif strategi level kedua untuk menentukan strategi pengembangan klaster secara nasional) dilakukan pengolahan terhadap alternatif-alternatif strategi yang disusun berdasarkan kelima alternatif strategi sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya pada Gambar 8.3.

Untuk strategi optimalisasi database klaster, sub strategi penyusunan jadwal produksi komoditas menjadi prioritas utama dengan bobot 0,494. Prioritas selanjutnya adalah penyusunan database produksi dan konsumsi dengan bobot 0,359, sebagaimana tercantum pada Tabel 8.3.

Tabel 8. 3. Hasil Pengolahan Substrategi Optimalisasi Database Klaster

Kriteria Strategi Bobot Gabungan Prioritas

Penyusunan database produksi dan konsumsi 0.359 2

Identifikasi anggota klaster 0.147 3

Penyusunan jadwal produksi komoditas 0.494 1

Inkonsistensi 0.05

Sumber : Hasil olahan, 2016

Optimalisasi database klaster

Peningkatan akses pasarCapacity building anggota utama klaster

Peningkatan dukungan finansial

Peningkatan dukungan infrastruktur dan logistik

Penyusunan database produksi dan konsumsi

Identifikasi anggota klaster

Penyusunan jadwal produksi komoditas

Penguatan akses input (benih) berkualitas

Pelatihan aspek manajerialOptimalisasi peran local championPelatihan aspek teknis budidaya terbaru

Fasilitas kredit mikro dan kecilPeningkatan jumlah lembaga keuangan

Penguatan kerjasama dengan institusi lain

Fasilitas penyimpanan/ pergudangan

Pengembangan sistem informasi klasterPerbaikan/ pemeliharaan jalan, irigasi, dan listrikPeningkatan keterlibatan pedagang dalam klaster

Peningkatan nilai tambah produk

Peningkatan promosi dan branding komoditas

Page 148: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB VIII - STRaTEGI PENGEMBaNGaN DaN INTEGRaSI KLaSTER

132

Untuk strategi peningkatan akses pasar, substrategi peningkatan keterlibatan pedagang dalam klaster menjadi prioritas utama dengan bobot 0,303. Hal ini sesuai dengan kondisi di lapangan, di mana para peran pedagang dalam klaster sangat dibutuhkan untuk menjamin kelangsungan usaha petani klaster. Hasil pengolahan substrategi peningkatan akses pasar dapat dilihat pada Tabel 8.4.

Tabel 8. 4. Hasil Pengolahan Substrategi Peningkatan Akses Pasar

Kriteria Strategi Bobot Gabungan Prioritas

Penguatan akses input (benih)berkualitas 0.269 2

Peningkatan keterlibatan pedagang dalam klaster 0.303 1

Peningkatan nilai tambah produk 0.173 4

Peningkatan promosi dan branding komoditas 0.255 3

Inkonsistensi 0.01

Sumber : Hasil olahan, 2016

Untuk strategi capacity building anggota klaster, substrategi optimalisasi peran local champion merupakan prioritas utama dengan bobot 0,384. Pengembangan klaster sangat membutuhkan suatu organisasi atau asosiasi yang berperan sebagai kendaraan utama bagi petani dalam meningkatkan usahanya. Local champion berperan untuk menularkan dan menyebarkan pengetahuan yang dimiliki kepada petani lainnya. Hasil pengolahan kriteria substrategi capacity building anggota klaster dapat dilihat pada Tabel 8.5.

Tabel 8. 5. Hasil Pengolahan Substrategi Capacity Building Anggota Klaster

Kriteria Strategi Bobot Gabungan Prioritas

Pelatihan aspek manajerial 0.134 4

Optimalisasi peran local champion 0.384 1

Pelatihan aspek teknis budidaya terbaru 0.180 3

Penguatan kerja sama dengan institusi lain 0.302 2

Inkonsistensi 0.02

Sumber : Hasil olahan, 2016

Pada strategi peningkatan dukungan finansial, sub strategi fasilitas kredit mikro dan kecil merupakan prioritas utama dengan bobot 0.694. Mengingat modal merupakan salah satu kendala bagi petani dalam mengembangkan usahanya, upaya meningkatkan akses petani terhadap pembiayaan menjadi penting, khususnya fasilitas kredit mikro dan kecil. Hasil pengolahan kriteria substrategi peningkatan dukungan finansial dapat dilihat pada Tabel 8.6.

Page 149: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB VIII - STRaTEGI PENGEMBaNGaN DaN INTEGRaSI KLaSTER

133

Tabel 8. 6. Hasil Pengolahan Substrategi Peningkatan Dukungan Finansial

Kriteria Strategi Bobot Gabungan Prioritas

Fasilitas kredit mikro dan kecil 0.694 1

Peningkatan jumlah lembaga keuangan 0.306 2

Inkonsistensi 0.00

Sumber : Hasil olahan, 2016

Untuk strategi peningkatan dukungan infrastruktur dan logistik, substrategi fasilitas penyimpanan/pergudangan menjadi prioritas utama. Gudang memegang peranan penting, tidak hanya untuk menampung hasil panen/menyimpan komoditas, tetapi juga sebagai pusat distribusi bagi klaster di wilayah tertentu. Dalam upaya pengendalian inflasi, keberadaan gudang menjadi penting. Fluktuasi permintaan pada musim-musim tertentu, seperti lebaran, natal, dan tahun baru dapat diatasi dengan memiliki persediaan yang memadai di gudang. Hal ini diharapkan dapat meredam lonjakan harga sehingga mendukung upaya pengendalian inflasi. Hasil pengolahan substrategi peningkatan dukungan infrastruktur dan logistik dapat dilihat pada Tabel 8.7.

Tabel 8. 7. Hasil Pengolahan Substrategi Peningkatan Dukungan Infrastruktur dan Logistik

Kriteria Strategi Bobot Gabungan Prioritas

Fasilitas penyimpanan/ pergudangan 0.483 1

Pengembangan sistem informasi klaster 0.204 3

Perbaikan/pemeliharaan jalan, irigasi, dan listrik 0.313 2

Inkonsistensi 0.01

Sumber : Hasil olahan, 2016

Berdasarkan analisis AHP, dapat disimpulkan beberapa rekomendasi strategi utama untuk integrasi klaster nasional dalam mendukung pengendalian inflasi, yaitu: peningkatan akses pasar (0,397), peningkatan dukungan infrastruktur dan logistik (0,257), peningkatan dukungan finansial (0,130), capacity building anggota utama klaster (0,128), dan optimalisasi database klaster (0,088). Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Bank Indonesia (2014) yang menyebutkan bahwa salah satu indikator penting yang menunjang keberhasilan klaster adalah adanya akses pasar.

Page 150: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

134

Page 151: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB IX - KESIMPULaN DaN IMPLIKaSI KEBIJaKaN

135

BAB IXKESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIjAKAN

9.1. KESIMPULAN

1. Program klaster yang dilaksanakan Bank Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah Daerah dan Dinas terkait memiliki dampak yang positif bagi peserta klaster terutama petani. Dampak yang paling signifikan adalah meningkatnya rata-rata pendapatan petani yang disebabkan oleh peningkatan produksi dan penetapan harga yang lebih baik pada tiga klaster komoditas yang diteliti. Selain aspek pendapatan, program klaster juga meningkatkan peran kelembagaan terutama kelompok tani.

2. Secara umum, alternatif strategi pengembangan klaster Bank Indonesia untuk komoditas beras, cabai merah dan bawang merah meliputi peningkatan nilai tambah (value-added), peningkatan capacity building petani khususnya aspek manajerial, dan integrasi sistem informasi rantai pasok. Pemanfaatan resi gudang dan optimalisasi peran Bulog juga diperlukan dalam pengembangan klaster beras di Kabupaten Soppeng. Sementara itu, peningkatan kualitas bibit lokal dan penerapan sistem lelang dalam pemasaran penting untuk mengembangkan komoditas cabai merah di Kabupaten Kulon Progo dan bawang merah di Kabupaten Nganjuk.

3. Roadmap klaster disusun dalam jangka waktu 3 – 5 tahun disesuaikan dengan situasi dan kondisi klaster yang dikembangkan melalui pendekatan siklus pengembangan klaster. Terdapat enam tahapan pada siklus pengembangan klaster yaitu seleksi/pemilihan klaster, pengenalan, pertumbuhan dan ekspansi, matang/bertahan, replikasi dan phasing out. Roadmap tersebut menggambarkan program kerja yang dilakukan pada setiap tahap, lembaga/institusi yang terkait dalam setiap tahapan, serta perkiraan waktu yang diperlukan untuk melaksanakan program tersebut.

4. Agar dapat berperan dalam mendukung pengendalian inflasi, program klaster memerlukan integrasi secara nasional dan bersinergi dengan program pemerintah/pemerintah daerah. Integrasi klaster dapat memanfaatkan lembaga yang telah ada, yaitu Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) yang akan dilakukan di level provinsi dan kabupaten/kota. Melalui TPID, diharapkan akan terjalin koordinasi antar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) baik di level provinsi atau kabupaten/kota untuk bersama-sama mengendalikan inflasi daerah.

9.2. IMPLIKASI KEBIjAKAN

1. Hasil kajian menunjukkan bahwa program klaster BI berdampak positif terhadap peningkatan kinerja usaha tani, peningkatan pendapatan rata-rata pelaku usaha tani, pengembangan aspek kelembagaan petani, perluasan akses pasar, serta peningkatan akses terhadap pembiayaan. Dengan demikian, diharapkan klaster Bank Indonesia dapat menjadi suatu role model yang dapat direplikasi di berbagai wilayah untuk memberikan

Page 152: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

BaB IX - KESIMPULaN DaN IMPLIKaSI KEBIJaKaN

136

snowing ball effect sehingga berdampak positif terhadap kegiatan perekonomian di daerah.

Melalui klaster yang senantiasa mengintroduksikan inovasi dan teknologi baru, diharapkan akan terjadi peningkatan produksi sehingga mampu memenuhi kebutuhan konsumen. Dengan melakukan replikasi di berbagai daerah, pengembangan klaster diharapkan akan dapat berkontribusi terhadap pengendalian inflasi yang bersumber dari fluktuasi harga komoditas volatile food. Namun demikian, pengembangan klaster harus tetap memperhitungkan potensi wilayah yang yang bersangkutan. Sebagai contoh, di Jawa Barat pengembangan klaster sebaiknya difokuskan untuk komoditas cabai dan beras dibandingkan dengan komoditas daging sapi dan bawang merah. Sementara di Pronvisi NTT, klaster sapi pedaging akan lebih sesuai untuk dikembangkan.

Apabila masing-masing wilayah mengembangkan klaster sesuai dengan potensi wilayah, maka perdagangan antar wilayah akan terjadi secara lebih dinamis, di mana wilayah yang mengalami surplus akan melakukan perdagangan ke wilayah yang defisit. Selain itu, strategi pengembangan klaster sebaiknya diarahkan pada peningkatan produktivitas (higher productivity), peningkatan akses pasar (market oriented), serta peningkatan kualitas dan nilai tambah (higher value added) dengan melibatkan seluruh aktor utama yang terhubung dalam rantai nilai (perusahaan input, petani, kelompok tani, pengumpul, pengolah, pedagang, pasar).

2. Jangka waktu pada roadmap klaster sebaiknya dilakukan selama tiga sampai lima tahun karena klaster diharapkan sudah berkembang dan siap menghadapi masa phasing out. Selain itu, aspek pasar juga perlu dipertimbangkan. Ini berarti pada saat memutuskan mengembangkan klaster, pelaku atau stakeholders yang terlibat dalam klaster tersebut sudah mengetahui tujuan pasar dari komoditas yang dikembangkan oleh klaster.

Agar dapat berdampak terhadap pengendalian inflasi, kerja sama dan komitmen yang kuat antar stakeholder yang terlibat dalam pengembangan klaster menjadi poin yang sangat penting dalam integrasi klaster. Bank Indonesia dan Pemerintah Daerah serta stakeholders terkait lainnya, bersama dengan TPID diharapkan dapat mengintegrasikan klaster sebagai salah satu upaya untuk memelihara kestabilan harga di masing-masing wilayah. Hal ini tentunya memerlukan dukungan dari berbagai institusi, antara lain sistem logistik (pergudangan dan distribusi) serta infrastruktur penunjang. Selain itu, peran lembaga penelitian maupun perguruan tinggi juga sangat penting untuk mendorong introduksi teknologi dan inovasi baru dalam teknik budidaya yang mampu meningkatkan efisiensi produksi.

3. Rekomendasi strategi integrasi klaster nasional dalam mendukung pengendalian inflasi berdasarkan analisis AHP sesuai urutan prioritas yaitu: (1) peningkatan akses pasar, (2) peningkatan dukungan infrastruktur dan logistik, (3) peningkatan dukungan finansial, (4) capacity building anggota utama klaster, dan (5) optimalisasi database klaster.

Page 153: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

DAFTAR PUSTAKA

137

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Pertanian Tanaman Pangan 2014. BPS Sulawesi Selatan.

Bank Indonesia. 2014. Kajian Identifikasi Indikator Sukses Klaster. Departemen Pengembangan UMKM Bank Indonesia, Jakarta. http://www.bi.go.id/id/umkm/penelitian/nasional/kajian/Documents/Buku Kajian Identifikasi Indikator Sukses Klaster.pdf. Accessed at 30 Oktober 2016.

2015. Kajian Strategi Penguatan Klaster Untuk Mendukung Pasokan Komoditas Volatile Foods: Draft Final. Departemen Pengembangan UMKM Bank Indonesia, Jakarta. http://www.bi.go.id/id/publikasi/wp/Documents/WP BI No.8-2015 Kajian Strategi Penguatan Klaster untuk Mendukung Pasokan Komoditas Volatile Foods.pdf. Accessed at 30 Oktober 2016

2015. Pola Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah Klaster Cabai Merah Organik. Departemen Pengembangan UMKM Bank Indonesia, Jakarta. http://www.bi.go.id/id/umkm/kelayakan/pola-pembiayaan/holtikultura/Documents/Pola Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah Klaster Cabai Merah Organik.pdf. Accessed at 30 Oktober 2016

Barney, JB. 1997. Gaining and Sustaining Competitive Advantage. Addison-Wesley Publishing Company Inc., USA.

Bell, S. J. P. Tracey and J. B. Heide. 2009. The Organization of Regional Clusters Academy of Management Review, 34: 4, 623-642.

Bergman and E,J, Feser. 2000, Industrial and Regional Clusters. The Web Book of Regional Science. Regional Research Institute, West Virginia University. http://www,rri,wvu,edu,

Bergman, E. 2008. Cluster Life-cycles: An Emerging Synthesis. In C, Karlsson, Handbook of Research on Cluster Theory (pp, 114-132), Northampton, MA: Edward Elgar.

Brenner, T. dan Schlump, C. 2011. Policy Measures and Their Effects in the Different Phases of the Cluster Life Cycle. Regional Studies, 45(10), 1363-1386.

Burger, K, Kameo, D dan Sandee, H, 2001. Clustering of Small Agro-Processing Firms in Indonesia. International Food and Agribusiness Management Review Vol 2(3/4), 289-299.

David, F. 2011. Strategic Management: Concepts and Cases (13th ed). New Jersey: Prentice Hall.

Feser, E .J. 2000. Introduction to Regional Industry Cluster Analysis, http://www, crp.unc.

Galvez-Nogales. 2010. Agro-based Clusters in Developing Countries: Staying Competitve in A Globalized Economy. Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations.

Harrison, B. 1992. Industrial Districts: Old Wine in New Bottles? Regional Studies, Vol 26(5), 469-483.

Handayani, N.U., Cakravastia, A., Diawati, L., Bahagia, S.N. 2012. A Conceptual Assessment Model to Identify Phase of Industrial Cluster Life Cycle in Indonesia. Journal of Industrial Engineering and Management, 5(1), pp 198-228. http://dx.doi.org/10.3926/jiem.447.

Ingstrup, M, & Damgaard, T. 2011. Cluster facilitation in a cluster life cycle perspective, The IMP Conference (pp, 1-20). Strathclyde: University of Strathclyde, UK.

Kazmier, L J dan Pohl, NF. 1984. Basic Statistics for Business and Economics, Mc Graw Hill International.

Ketels, C. Lindqvist, G. dan Sölvell O. 2012. Strengthening Clusters and Competitiveness in Europe: The Role of Cluster Organisations. Germany: European Cluster Observatory and Center for Strategy and Competitiveness, Stockholm School of Economics.

Page 154: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

DAFTAR PUSTAKA

138

Kinnear T.C dan Taylor. JC, 1997. Riset Pemasaran. Terjemahan. Penerbit Erlangga.

Krugman, P. 1991. Geography and Trade. Gaston Eyskens Lecture Series. Leuven University Press. Leuven.

Leigh, D. 2010. SWOT Analysis. In R, a. Watkins, Handbook of Improving Performance in the Workplace: Selecting and Implementing Performance Interventions (Vol, 2, pp, 115-140), San Fransisco: International Society for Performance Improvement.

Menzel, M. dan Fornahl, D. 2010. Cluster Life Cycles – Dimensions and Rationales of Cluster Evolution. Industrial and Corporate Vol 19, 205 – 238.

Mintzberg, H. Ahlstrand, dan Lampel, J. 1998. Strategy Safary: A Guide Tour through The Wilds of Strategic Management. The Free Press, New York,

Meijboom, B,R, and Rongen J,M,J, 1995,Clustering, Logistic and Spatial Economics,

Natawidjaja, R,. Reardon, T. Shetty, S. Noor, T,I. Perdana, T. Rasmikayati, E. Bachri, S. and Hernández, R. 2007. Horticultural producer and supermarket development in Indonesia. World Bank. Jakarta.

Porter, M E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. The Free Press, New York.

Rauch, J.E. 1993. Does History Matter Only When It Matters Little? The Case of City Industry Location. Quarterly Journal of Economics. Vol. 108, 843- 867.

Rangkuti, F. 2002. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Saaty, T. 1994. How to Make A Decision: The Analytic Hierarchy Process. Interfaces. Vol 24(6), 19–43.

Scott, A.J. 1986. Industrial Organization and Location: Division of Labor. The Firm and Spatial Process, Economic Geography. Vol 62(3), 215-231.

Sekaran, U. 2003. Research Methods for Business: A Skill Building Approach. 4th edition, John Willey and Sons. Inc, USA.

Shin, D, dan Hassink, R, 2011, Cluster Life Cycles: The Case of the Shipbuilding Industry in The South Korea, Regional Studies, 45(10), 1387-1402.

Sharma, S. dan Anupam. 2014. Agro-based Clusters: A Tool for Competitiveness of Indian Agriculture in the Era of Globalisation. Global Journal of Finance and Management. Vol. 6, No. 8, pp 713-718.

Simbolon, M. 2000, Kebijakan Baru Industri Nasional dan Strategi Peningkatan Daya Saing. Prosiding Seminar Kebijakan Industri dan Teknologi Pasca Krisis, Bidang Khusus Tekno Ekonomi, program Studi Teknik dan Manajemen Industri Program Pasca Sarjana. ITB.

Storper, M. 1992. The Limits to Globalization: Technology Districts and International Trade, Economic Geography Vol 68(1), pp 60-91.

Stringer, R. 2009. A Field Guide to Value Chain Studies for BPTP and BBP2TP Staff: How to develop and use value chain studies for market focused research.

Sunaryanto, L.T, Sasongko, G dan Yumastuti, S. 2014. Pengembangan Klaster Industri Makanan-Minumam Berbasis Rantai Nilai. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol 15(1), pp 84-99.

Tambunan, T. 2005. Promoting Small and Medium Enterprises with a Clustering Approach. Journal of Small Business Management Vol 43(2), pp 138-154.

Taufik, T A. 2005. Pengembangan Sistem Inovasi Daerah: Perspektif Kebijakan. BPPT Press. Jakarta.

Umar, H. 2002. Strategic Management in Action: Konsep. Teori dan Teknik Menganalisis Manajemen Strategis berdasarkan Konsep M,E,Porter. F,R, David, dan Wheelen Hunger, PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

UNIDO. 2013. The UNIDO Approach to Cluster Development: Key Principles and Project Experiences for Inclusive Growth. Vienna: UNIDO.

Van Klink, A. dan De Langen, P. 2001. Cycles in industrial clusters: the case of the shipbuilding industry

Page 155: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

DAFTAR PUSTAKA

139

in the Northern Netherlands. Tijdschrift voor Economische en Sociale Geografie. Netherlands. 92, 449 – 463.

Wheelen, T L. dan Hunger, J D. 1998. Strategic Management and Business Policy, 6th edition. Addison Wesley Longman Inc. USA.

World Bank. 2008. World Development Report 2008: Agriculture for Development. The World Bank. Washington.

Page 156: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

DAFTAR PUSTAKA

140

Page 157: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster
Page 158: LAPORAN KAJIAN ARAH PENGEMBANGAN KLASTER … · Nya sehingga penyusunan laporan akhir kajian ... Dari sisi peluang, permintaan ... Tabel 2. 1. Penyebab dan Lokasi Pembentukan Klaster

Bank Indonesia @bank_indonesia bank_indonesia

DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKMJl. MH. Thamrin No.2 Jakarta Pusat 10350

Telp. (021) 500 131

Bank Indonesia @bank_indonesia bank_indonesia Bank Indonesia Channelwww.bi.go.id