31
LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF Oleh: dr. I Gusti Putu Sukrana Sidemen, Sp.An, KAR DEPARTEMEN/KSM ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RSUP SANGLAH 2019

LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF

  • Upload
    others

  • View
    16

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF

LAPORAN KASUS

TRANSFUSI DARAH MASIF

Oleh:

dr. I Gusti Putu Sukrana Sidemen, Sp.An, KAR

DEPARTEMEN/KSM ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

RSUP SANGLAH

2019

Page 2: LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF

ii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii

DAFTAR TABEL ........................................................................................................ iii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... iv

ABSTRACK ................................................................................................................. v

ABSTRAK ................................................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................ 3

2.1 Transfusi Darah ......................................................................................... 3

2.2 Komponen Darah ....................................................................................... 5

2.2.1 Whole blood ..................................................................................... 5

2.2.2 Packed red cell ................................................................................. 5

2.2.3 Konsentrat trombosit ........................................................................ 7

2.2.4 Fresh frozen plasma ........................................................................ 7

2.3 Alternatif dalam Pemberian Transfusi Darah ............................................ 8

2.4 Pemberian Transfusi Darah kepada Pasien ................................................ 9

2.4.1 Indikasi .............................................................................................. 9

2.4.2 Kontra Indikasi.................................................................................. 9

2.4.3 Cara Pemberian ................................................................................. 9

2.4.4 Monitoring Transfusi Darah ............................................................. 9

2.4.5 Pemberian Lasix, Kortikosteroid, dan Dipenhidramin ................... 11

2.5 Transfusi Darah Masif.............................................................................. 11

BAB III LAPORAN KASUS ................................................................................... 15

3.1 Identitas Pasien.......................................................................................... 15

3.2 Anamnesis ................................................................................................. 15

3.3 Pemeriksaan Fisik ..................................................................................... 16

3.4 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................ 16

3.5 Permasalahan dan Kesimpulan ................................................................. 16

3.6 Persiapan Anestesi .................................................................................... 17

3.7 Manajemen Operasi .................................................................................. 18

3.8 Manajemen Pasien .................................................................................... 18

BAB IV DISKUSI KASUS ........................................................................................ 21

BAB V KESIMPULAN .............................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 25

Page 3: LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi Perdarahan Akut menurut American College of Surgeon ......... 4

Page 4: LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Alur Indikasi Pemberian Transfusi Darah pada Pasien Trauma ............... 6

Page 5: LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF

v

ABSTRACT

CASE REPORT

MASSIVE BLOOD TRANSFUSION

A 54-year-old female patient diagnosed with Ameloblastoma Mandibula

Dextra et Sinistra with Mandibulectomy + Free Fibular Graft. Preoperative

patients with problems with airway management and leukocytosis. Awareness

was compos mentis with frequency of breath 16x / minute, ronchi (- / -), wheezing

(- / -), SpO2 98% room air.

Durante operated on the patient with anesthesia with general anesthesia

using the nasotracheal tube. Next the patient is positioned supine to undergo a

surgical procedure. The operation lasted 7 hours 15 minutes, the patient's

hemodynamics were quite stable, postoperatively the patient was treated in an

intensive room with observations of vital signs and recurrent bleeding and

management of postoperative pain.

Page 6: LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF

vi

ABSTRAK

LAPORAN KASUS

TRANSFUSI DARAH MASIF

Pasien perempuan 54 tahun dengan diagnosis Ameloblastoma Mandibula

Dextra et Sinistra akan menjalani Mandibulektomi + Free Fibular Graft.

Preoperasi pasien dengan permasalahan kesulitan airway management dan

leukositosis. Kesadaran compos mentis dengan frekuensi nafas 16x/menit, ronchi

(-/-), wheezing (-/-), SpO2 98% udara ruangan.

Durante operasi pasien dilakukan pembiusan dengan general anestesi

menggunakan pipa nasotrakel. Selanjutnya pasien diposisikan supine untuk

menjalani prosedur pembedahan. Operasi berlangsung selama 7 jam 15 menit,

hemodinamik pasien cukup stabil, pasca operasi pasien dirawat di ruang intensif

dengan dilakukan observasi tanda vital dan perdarahan berulang serta manajemen

nyeri pasca operasi.

Page 7: LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF

1

BAB I

PENDAHULUAN

Transfusi darah merupakan proses pemindahan atau pemberian darah dari

seseorang (donor) kepada orang lain (resipien). Transfusi darah bertujuan

memelihara dan mempertahankan kesehatan donor, memelihara keadaan biologis

darah atau komponen-komponennya agar tetap bermanfaat, memelihara dan

mempertahankan volume darah yang normal pada peredaran darah (stabilitas

peredaran darah), mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah,

meningkatkan oksigenasi jaringan, memperbaiki fungsi hemostatis, dan tindakan

terapi kasus tertentu. Transfusi darah dapat bersifat menyelamatkan jiwa setelah

terjadi perdarahan masif setelah terjadi trauma atau pembedahan dan dapat

digunakan sebagai penatalaksanaan penyakit kronis seperti anemia dan

trombositopenia (Viveronika, 2017).

Transfusi telah dimanfaatkan dalam dunia medis modern selama lebih dari

100 tahun. Awal mulanya, transfusi pada manusia pertama dilakukan di Perancis

pada tahun 1667. Pada waktu itu pengetahuan akan transfusi masih sangat minim

sampai pada abad ke-17 transfusi mulai dikembangkan dengan pengetahuan

berdasarkan anatomi dan fisiologi tubuh manusia. Saat itu, transfusi dilakukan

dengan menggunakan darah hewan sebagai donor dan menimbulkan komplikasi

yang parah dan angka mortalitas yang tinggi. Transfusi darah mulai ditinggalkan

dan dilarang di beberapa negara sampai pada tahun 1816, John Leacock dan

James Blundell berhasil melakukan transfusi pada spesies yang sama (Watering,

2008).

Kunci dari semua praktek pembedahan atau anestesi adalah mengurangi

angka morbiditas dan mortalitas pasien. Kehilangan darah dan kondisi

hipovolemia dapat terjadi selama prosedur pembedahan (Kaur dkk., 2013).

Ketersediaan darah sangat berperan dalam berlangsungnya tindakan pembedahan

seperti operasi jantung, pembuluh darah, onkologi, dan penggantian sendi

(Liumbruno dkk., 2011). Pengambilan keputusan untuk melakukan transfusi

kadang sangat sulit. Dalam beberapa tindakan pembedahan, kehilangan darah

dapat diprediksi dan kadang dapat terjadi kehilangan darah yang tidak diduga

Page 8: LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF

2

sebelumnya. Secara umum, pertimbangan untuk dilakukan transfusi adalah

berdasarkan kadar hemoglobin (Hb) pasien (Kaur dkk., 2013).

Sebagai tenaga medis penting dilakukan penilaian derajat hemodilusi pada

pasien yang dapat diprediksi pada pasien yang mengalami kehilangan darah

selama operasi berlangsung. Sebagai hasilnya, kadar Hb paska operasi lebih

rendah daripada kadar Hb sebelum operasi. Keputusan untuk pemberian transfusi

harus dibuat setelah pemeriksaan secara menyeluruh terhadap kondisi umum

seperti penyakit jantung, tanda-tanda oksigenasi yang tidak adekuat ke jaringan,

dan kehilangan darah yang terus-menerus (Kaur dkk., 2013). Transfusi darah

memang merupakan prosedur untuk menyelamatkan jiwa, tetapi memiliki risiko

seperti komplikasi infeksius maupun non-infeksius (Liumbruno, 2011).

Page 9: LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Transfusi Darah

Ketika terjadi perdarahan, tujuan penatalaksanaan yang dilakukan adalah

untuk mengembalikan volume intravaskular, cardiac output, dan perfusi organ ke

dalam batas normal (Miller, 2015). Kehilangan <20% volume darah dapat

ditoleransi oleh tubuh, tetapi bila sudah mencapai 20-40% kehilangan volume

darah akan menyebabkan perubahan tanda vital. Kehilangan >40% volume darah

akan menyebabkan kegagalan sistem sirkulasi sampai henti jantung bila tidak

ditangani (Kaur dkk., 2013). Tujuan dari terapi transfusi, khususnya pada paska

operasi adalah untuk mengatasi anemia dan oksigenasi yang tidak adekuat, serta

defek faal hemostatik dengan menggunakan komponen darah (Liumbruno dkk.,

2011; Mangku dan Senapathi, 2017). Indikasi terjadinya hipoksia pada pasien

anemia dan selama periode paska operasi dapat menunjukkan gejala takikardia,

hipotensi, dan dyspnea (Liumbruno dkk., 2011).

Page 10: LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF

4

Tabel 2.1. Klasifikasi Perdarahan Akut menurut American College of Surgeon

(Miller, 2015)

Klasifikasi Perdarahan Akut

Faktor Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4

Kehilangan

darah (ml) 750 750-1500 1500-2000 >2000

Persentase

kehilangan

darah

15 15-30 30-40 >40

Nadi

(denyut/menit) 100 100 120 ≥140

TD Normal Normal Menurun Menurun

Tekanan nadi

(mmHg)

Normal atau

meningkat Menurun Menurun Menurun

Capillary

refill test Normal Positif Positif Positif

Laju napas

per menit 14-20 20-30 30-40 35

Produksi urin

(mL/jam) 30 20-30 5-10

Hampir tidak

ada

Status mental Sedikit

gelisah

Gelisah

sedang

Gelisah dan

disorientasi

Disorientasi

dan letargi

Penggantian

cairan (1:3

rule)

Kristaloid Kristaloid Kristaloid dan

darah

Kristaloid dan

darah

Pemberian transfusi dalam periode paska bedah disarankan diberikan

ketika pasien sudah sadar untuk mengetahui reaksi transfusi yang dapat timbul

sedini mungkin. Pada pasien yang sudah atau sedang memperoleh transfusi darah,

segera lakukan evaluasi status hematologi dan pemeriksaan faal hemostasis untuk

mengetahui sedini mungkin setiap kelainan yang terjadi (Mangku dan Senapathi,

2017).

Page 11: LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF

5

2.2 Komponen Darah

Banyak perdebatan yang diungkapkan di berbagai literatur mengenai

komponen darah yang dapat digunakan secara tepat. Beberapa percobaan klinis

menyarankan tindakan transfusi dilakukan dengan menunggu sampai pasien

mencapai kadar Hb terendah. Pada prinsipnya, penggunaan komponen darah

disesuaikan dengan kebutuhan pasien akan komponen darah spesifik yang

diperlukan (Liumbruno, 2011).

2.2.1 Whole blood

Fresh whole blood didefinisikan sebagai darah yang disimpan pada

bank darah dalam waktu <24 jam pada suhu 1 to 6°C sebelum

ditransfusikan ke pasien. Semakin lama disimpan, kemampuan agregasi

trombosit akan semakin menurun. Whole blood mengandung komponen

eritrosit, leukosit, trombosit, dan plasma. Satu unit whole blood terdiri dari

250 mL darah dan 37 mL antikoagulan dengan kadar hematokrit 40%,

dapat meningkatkan kadar Hb sebanyak 1g/dL dan hematokrit sebanyak 3-

4% (Gaol dkk., 2014). Whole blood digunakan pada pasien yang

membutuhkan transfusi sel darah merah dan plasma secara bersamaan

serta kehilangan 15-20% volume darah pada orang dewasa (Kaur dkk.,

2013; Mangku dan Senapathi, 2017).

2.2.2 Packed red cell

Packed red blood cell (PRC) mengandung kadar Hb yang sama

dengan whole blood, dengan volume 250-300 mL dan kadar hematokrit

70%. Umumnya, unit PRC difiltrasi untuk mengurangi kadar leukosit

sehingga dapat mencegah terjadinya febrile nonhemolytic transfusion

reactions (FNHTRs). Dalam periode perioperatif dan paska bedah,

transfusi RBC diperlukan untuk menggantikan darah yang hilang selama

pembedahan berlangsung, mempertahankan kadar Hb, dan meningkatkan

kapasitas angkut oksigen ke jaringan (Miller, 2015). Untuk menentukan

jumlah darah yang dibutuhkan agar Hb darah pasien meningkat dapat

digunakan rumus :

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑃𝑅𝐶 =𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑑𝑎𝑟𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑥 𝐾𝑒𝑛𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛 𝐻𝑏 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛𝑘𝑎𝑛

Kadar Hb PRC

Page 12: LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF

6

Kadar Hb yang dimiliki PRC adalah 24% (Mangku dan Senapathi,

2017). Selama ditransfusikan, PRC dihangatkan pada suhu 37°C untuk

mencegah hipotermia (Morgan dan Mikhail, 2013). Pemberian PRC dapat

difasilitasi dengan larutan kristaloid 50-100 mL normal saline (Miller,

2015).

Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb masih >10 gr/dL.

Transfusi PRC dengan strategi restriktif diindikasikan bila kadar Hb <7

gr/dL atau hematokrit <21% dan dipertahankan pada rentang 7 – 9 gr/dL.

Keluaran klinis pada strategi restriktif tidak bermakna secara signifikan

dengan strategi liberal yang mengindikasikan transfusi bila kadar Hb <10

gr/dL dan dipertahankan pada rentang 10 – 12 gr/dL (Mangku dan

Senapathi, 2017).

Gambar 2.1. Alur Indikasi Pemberian Transfusi Darah pada Pasien Trauma

(Mangku dan Senapathi, 2017)

Pada pasien trauma bila kadar Hb >7 gr/dL, perlu dilakukan

evaluasi keadaan hipovolemia pada pasien. Bila terjadi hipovolemia

berikan cairan intravena untuk mengembalikan volume darah. Bila

normovolemia lakukan evaluasi lebih lanjut terkait gangguan hantaran

oksigen dengan menilai SvO2. Saat hantaran oksigen terganggu,

pertimbangkan pemasangan kateter arteri pulmonal serta ukur curah

Page 13: LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF

7

jantung pasien. Jika hantaran oksigen masih baik, lakukan pemantauan

kadar Hb (Mangku dan Senapathi, 2017).

2.2.3 Konsentrat trombosit

Konsentrat trombosit bisa didapatkan dari konsentrasi penuh 4

kantong darah lengkap maupun dari teknik apheresis trombosit dari satu

pendonor saja (Miller, 2015). Satu unit trombosit yang diperoleh

mengandung 50 – 70 mL plasma, disimpan dalam suhu 20-24°C selama 5

hari (Morgan dan Mikhail, 2013). Transfusi konsentrat trombosit

dilakukan untuk mencegah perdarahan pada pasien dengan

trombositopenia atau disfungsi trombosit (Liumbruno dkk.,, 2011).

Sebagai profilaksis, konsentrat trombosit dapat diberikan bila kadar

trombosit pasien hanya 10.000-20.000/mm3 karena risiko terjadinya

perdarahan spontan (Morgan dan Mikhail, 2013). Pada pasien paska

pembedahan harus dilakukan tindakan pemberian transfusi konsentrat

trombosit bila kadarnya masih dibawah 50.000/mm3 dan disertai

perdarahan, serta diperlukan pada pasien dengan teknik pembedahan

sangat invasif seperti paska bypass jantung. Pertimbangan lain untuk

memberikan transfusi trombosit pada tingkat kadar sedang antara 50.000-

100.000/mm3 adalah bila pasien menjalani pembedahan saraf maupun

mata dan mengalami disfungsi trombosit (Liumbruno dkk., 2011; Norfolk,

2013). Satu unit apheresis dapat meningkatkan kadar trombosit mencapai

30.000-60.000/mm3. Trombosit harus segera ditransfusikan begitu sampai

ke pasien (Morgan dan Mikhail, 2013).

2.2.4 Fresh frozen plasma

Fresh frozen plasma (FFP) merupakan plasma yang langsung

dibekukan pada suhu kurang atau sama dengan -25°C untuk memelihara

faktor pembekuan yang dikandungnya setelah diperoleh dari donor dan

dapat disimpan hingga 5 hari (Norfolk, 2013). FFP merupakan produk

plasma yang paling sering digunakan, mengandung protein plasma dan

seluruh faktor pembekuan (Miller, 2015).

Pemberian FFP dapat dilakukan pada pasien dengan perdarahan

aktif, inernational normalized ration (INR) >1.6, PT>15 detik, PTT>40

Page 14: LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF

8

detik, dan defisiensi faktor pembekuan darah (Liumbruno dkk., 2011;

Miller, 2015; Mc Cullough, 2017). Transfusi plasma tidak tepat diberikan

saat terjadi peningkatan INR tanpa disertai perdarahan (Sharma dkk.,

2011). Setiap unit FFP dapat meningkatkan 2-3% masing-masing faktor

pembekuan pada orang dewasa. Dosis pemberian FFP yang

direkomendasikan adalah 10-15 mL/kg berat badan dengan tujuan

mencapai 30% konsentrasi faktor pembekuan normal. FFP dihangatkan

pada suhu 37°C sebelum ditransfusikan (Morgan dan Mikhail, 2013). FFP

dapat diberikan sebagai profilaksis bila faal hemostasis PT 1,5 kali lebih

besar dari nilai rujukan tertinggi dan PTT 1,5 lebih besar dari nilai rujukan

tertinggi (Kaur dkk., 2013).

2.3 Alternatif dalam Pemberian Transfusi Darah

Salah satu alternatif dalam pemberian transfusi adalah dengan transfusi

autologous dengan menggunakan darah pasien itu sendiri. Pada pasien yang

menjalani prosedur pembedahan elektif dengan kemungkinan mendapat transfusi

dapat menyumbangkan darahnya untuk digunakan kemudian. Pengambilan darah

biasanya dimulai pada 4-5 minggu sebelum pembedahan. Pasien dapat

mendonorkan darahnya selama kadar hematokritnya paling tidak 34% atau kadar

Hb minimal 11 g/dL. Jarak antar donasi minimal selama 72 jam untuk

mengembalikan volume plasma ke dalam batas normal (Morgan dan Mikhail,

2013). Pada pasien dewasa sehat dapat mendonorkan darahnya sampai tiga kali

(Norfolk, 2013). Selama proses koleksi darah, pasien juga dibantu dengan

pemberian suplemen zat besi. Beberapa studi mengatakan bahwa transfusi darah

autologous dapat menurunkan risiko infeksi dan reaksi transfusi ketika diberikan

(Morgan dan Mikhail, 2013). Prosedur ini juga dapat dilakukan pada kasus

tertentu seperti pada pasien tertentu yang memiliki golongan darah langka yang

sulit ditemukan atau pada pasien yang menolak transfusi darah allogenik

(Norfolk, 2013).

Page 15: LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF

9

2.4 Pemberian Transfusi Darah kepada Pasien (Permenkes RI., 2015)

2.4.1 Indikasi

• Penggantian sel darah merah pada keadaan perdarahan akut atau

masif yang disertai hipovolemia

• Transfusi tukar

• Pasien yang membutuhkan transfusi PRC tapi di tempat tersebut

tidak tersedia PRC

2.4.2 Kontra Indikasi

Risiko overload pada pasien :

• Anemia kronik

• Gagal jantung

2.4.3 Cara Pemberian

• Harus cocok dengan golongan ABO dan Rhesus pasien

• Gunakan blood set baru dengan filter terintegrasi

• Darah harus mulai ditransfusikan dalam waktu paling lama 30 menit

setelah dikeluarkan dari suhu optimal

• Jangan ditambah dengan obat lain ke dalam kantong darah

• Selesaikan transfusi dalam waktu maksimal 4 jam setelah dimulai

• Ganti blood set setiap 12 jam atau setelah pemberian 4 kantong

darah, bergantung mana yang lebih cepat

2.4.4 Monitoring Transfusi Darah

• Reaksi transfusi akut dapat terjadi pada 1-2% pasien yang mendapat

transfusi darah. Deteksi dan penanganan dini reaksi transfusi dapat

menyelamatkan jiwa pasien

• Untuk setiap pemberian transfusi darah dianjurkan untuk

mengawasi pasien :

- Saat transfusi dimulai

- 15 menit setelah transfusi dimulai

- Saat selesai transfusi

- 4 jam setelah transfusi kantong darah untuk pasien rawat inap

atau untuk pasien rawat jalan tidak boleh pulang selama 1 jam

setelah transfusi

Page 16: LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF

10

• Reaksi yang berat biasanya terjadi dalam 15 menit pertama

pemberian transfusi setiap kantong. Karena itu, pada 15 menit

pertama transfusi, pasien harus diawasi dan kecepatan transfusi

diatur dengan kecepatan lambat kurang lebih 2 ml/menit. Apabila

tidak terjadi apapun maka transfusi dapat dipercepat sesuai taget

dan sesuai keadaan pasien

• Pada saat mengakhiri tindakan transfusi, keadaan pasien dan tanda

vital dicatat, kantong darah beserta selangnya dibuang sesuai

prosedur pembuangan limbah medis

• Informasi yang harus didokumentasikan dalam rekam medis

mencakup :

- Persetujuan pemberian darah dan produk darah

- Alasan transfusi dan target dari pemberian transfusi

- Nama jelas dan tanda tangan dokter yang meminta darah

- Hasil verifikasi yang dilakukan sebelum transfusi yaitu :

▪ Identitas pasien

▪ Identitas dan keadaan kantong darah

▪ Nama jelas dua petugas yang melakukan verifikasi serta

tanda tangan

- Transfusi yang dilakukan :

▪ Jenis darah dan volume darah yang ditransfusikan

▪ Nomor kantong darah

▪ Golongan darah ABO dan Rhesus

▪ Waktu mulai transfusi dari setiap kantong darah

▪ Nama jelas petugas yang memasang kantong darah untuk

transfusi

- Pengawasan transfusi (disesuaikan dengan kondisi klinis),

berupa pemeriksaan :

▪ Keadaan umum pasien

▪ Suhu tubuh

▪ Frekuensi nadi

▪ Tekanan darah

Page 17: LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF

11

▪ Frekuensi nafas

- Waktu selesai transfusi dari setiap kantong

- Setiap reaksi transfusi yang timbul

- Penilaian kadar Hb setelah transfusi dapat dilakukan 1 jam

setelah transfusi darah untuk melihat dampak transfusi pada

kenaikan Hb, namun demikian sebaiknya penilaian Hb

dilakukan setelah 24 jam setelah transfusi agar didapatkan hasil

yang lebih stabil

2.4.5 Pemberian lasix (furosemide), kortikosteroid, dan dipenhidramin

• Jika output urin menurun atau terdapat tanda terjadinya gagal ginjal

akut, hitung keseimbangan cairan, pertimbangkan pemberian

furosemide, jika ada, pertimbangkan pemberian infus dopamine

• Berikan kortikosteroid dan bronkodilator iv bila terjadi reaksi

anafilaksis (contoh : bronkospasme, stridor)

• Dipenhidramin merupakan golongan antihistamin yang digunakan

pada reaksi alergi. Efek samping berupa efek antikolinergik,

gangguan atensi, memori, psikomotor, dan delirium karena dapat

menembus sawar darah otak

2.5 Transfusi Darah Masif

Transfusi masif didefinisikan sebagai prosedur pemberian transfusi yang

melebihi volume darah pasien atau sebanyak 10 unit darah dalam 24 jam. Atau

transfusi yang melebihi 50% volume sirkulasi dalam waktu kurang dari 3 jam atau

transfusi dengan laju 150 mL/menit (Kaur dkk., 2013). Tindakan ini dilakukan

bila terjadi perdarahan akut pada pasien bedah akibat defisiensi faktor pembekuan

multiple dan trombositopenia (Mc Cullough, 2017).

Pemberian volume darah secara cepat dapat memberikan beberapa

konsekuensi. Beberapa hal akibat dari komponen dalam darah, penggunaan bahan

pengawet dan antikoagulan didalamnya, dan reaksi biokimiawi saat

penyimpanannya. Komplikasi lain tidak hanya akibat transfusi darah, namun dari

transfusi volume cairan dalam waktu yang cepat (Anggraini dkk., 2015).

Komplikasi yang dapat terjadi antara lain :

Page 18: LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF

12

a. Hipotermi

Hipotermi melambatkan hemostasis dan menyebabkan sekuestrasi platelet.

Pemberian satu unit PRBC pada suhu 4oC akan menurunkan suhu inti sekitar

0,25oC pada pasien 70 kg. Pada 29oC (suhu kritis dimana dapat terjadi

disritmia jantung), PT dan aPTT akan meningkat 50% di atas nilai normal,

dan jumlah platelet akan menurun sekitar 40%. Disritmia dapat dilihat pada

suhu inti yang lebih tinggi jika darah tidak dihangatkan dan diberikan secara

cepat, khususnya melalui kateter sentral. Hipotermi akan meningkatkan

mortalitas dan morbiditas termasuk infeksi paska operasi (Anggraini dkk.,

2015).

b. Koagulopati Delusional

Koagulopati akibat perdarahan masif ada dua fase, primer dan sekunder.

Koagulopati primer terjadi diawal, dihubungkan dengan paparan faktor

jaringan, pembentukan trombin, dan aktivasi serta konsumsi protein C yang

menyebabkan DIC dan fibrinolisis. Sebaliknya, koagulopati sekunder

merupakan onset selanjutnya dan berhubungan dengan kehilangan faktor

koagulasi dan delusi. Diagnosis laboratorium terdapat pemanjangan PT dan

aPTT > 1,5 kali kontrol, INR > 1,5, jumlah platelet <50.000 dan fibrinogen

<0,5-1 g/L. Fibrinolisis dan disfungsi platelet terjadi paling awal (Anggraini

dkk., 2015).

c. Penurunan Kapasitas Pembawa Oksigen (Penurunan 2,3 DPG)

Penyimpanan PRC berhubungan dengan penurunan ATP intraseluler dan 2,3

DPG diphosphoglycerate (2,3 DPG) secara signifikan yang akan terjadi

pergeseran kurva disosiasi O2-Hb ke kiri. Transfusi akan menurunkan 2,3

DPG dan kembali normal dalam 12-24 jam (Anggraini dkk., 2015).

d. Perubahan Asam Basa

Penambahan citrate-phosphate-dextrose (CPD) pada satu unit kantong darah

menurunkan pH sampai 7,0-7,1. Hal ini akibat dari metabolisme glukosa

menjadi laktat selama penyimpanan. Jika hepar adekuat perfusinya, sitrat

dari CPD akan dimetabolisme menjadi bikarbonat dan gangguan asam basa

akan terkoreksi. Secara klinis, pada hipotensi karena trauma, perfusi yang

buruk, dan inadekuat oksigenasi jaringan, akan menyulitkan asidosis

Page 19: LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF

13

metabolik akibat transfusi yang cepat dan akibat produksi asam laktat.

Asidosis merupakan tanda perfusi dan oksigenasi jaringan yang buruk. Hal

ini diperburuk oleh produk darah yang memiliki pH rendah dan RBC dengan

pH 7,0-6,5. Meskipun asidosis meningkatkan kandungan O2 dari

hemoglobin, asidosis menyebabkan edema jaringan, menurunnya difusi O2

dan mengganggu fungsi mitokondria (Anggraini dkk., 2015).

e. Hiperkalemia

Selama penyimpanan, kalium akan keluar dari RBC, untuk menjaga

netralitas elektrokimiawi. Konsentrasi kalium mencapai 19-35 mEq/L pada

darah yang tersimpan 21 hari. Risiko jika darah ini diberikan secara cepat.

Sementara itu, hanya terdapat 20-60 ml plasma pada RBCs, yang

memungkinkan transfusi dengan kecepatan 500-1000 ml/menit. Pada

kecepatan ini, hiperkalemia dan intraoperatif arrest akan terjadi (Anggraini

dkk., 2015).

f. Intoksikasi Sitrat

Saat volume darah (lebih dari satu volume darah) diberikan secara cepat,

sitrat akan mengakibatkan reduksi sementara kalsium yang terionisasi. Sitrat

normalnya dimetabolisme di liver dan penurunan kalsium terionisasi

seharusnya tidak terjadi kecuali jika kecepatan transfusi melebihi 1

ml/kg/menit atau sekitar 1 unit darah tiap lima menit pada rata-rata dewasa.

Tanda intoksikasi sitrat (hipokalsemia) berupa hipotensi, tekanan nadi

memendek, peningkatan tekanan intraventrikuler diastolik akhir dan tekanan

vena sentral, pemanjangan interval QT, pelebaran kompleks QRS, dan

pendataran gelombang T. Sitrat merupakan pengikat kalsium, dosis yang

berlebihan selama transfusi masif mengakibatkan penurunan ion kalsium

yang terionisasi. Penurunan kalsium di serum akan mendepresi status

inotropik jantung, menyebabkan perfusi jaringan menurun bahkan pada

kondisi resusitasi volume cairan adekuat (Anggraini dkk., 2015).

g. Multi Organ Failure

Terjadi pada fungsi neurologis, jantung, respirasi, dan hepatik. Akibat

sekunder dari hipoksia, DIC, lesi penyimpanan sel darah merah, kerusakan

langsung sitokin atau mikroagregasi pada produk darah yang ditrasnfusikan.

Page 20: LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF

14

Lesi penyimpanan artinya degradasi progresif struktur sel darah merah dan

fungsinya yang terjadi selama penyimpanan darah. Salah satu hal yang

penting adalah perubahan permukaan eritrosit yang mengakibatkan

menurunnya survival, menurunnya penghantaran oksigen karena penurunan

asam 2,3 DPG, menurunnya ATP, dan akumulasi substansi bioaktif seperti

sitokin, histamin, lipid, dan enzim yang dapat mengakibatkan reaksi febris

saat transfusi dan aktivasi atau supresi imunologi (Anggraini dkk., 2015).

h. Perdarahan yang Menetap dan Perdarahan Mikrovaskuler

Walaupun telah dilakukan penggantian faktor koagulasi yang tepat,

kegagalan hemostasis dengan kehilangan darah yang menetap dapat terjadi.

Beberapa faktor penyebab kegagalan hemostasis (Anggraini dkk., 2015) :

− Kehilangan darah yang terus menerus akibat pembedahan

− Keterlambatan penggantian faktor pembekuan dan platelet

− Hemodilusi persisten menyebabkan koagulopati delusional dan

trombositopenia

− Konsumsi faktor koagulasi dan platelet (DIC)

− Penurunan sintesis dan faktor koagulasi

− Penurunan trombopoesis di sumsum tulang

− Efek obat farmakologi (antiplatelet, antikoagulan)

− Hipotermia persisten akibat syok, kehilangan regulasi suhu, dan

pemberian cairan yang dingin termasuk PRC

− Penyakit dasar yang menyertai (disfungsi renal atau hepatik)

Page 21: LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF

15

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : F

No. RM : 19001400

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 54 tahun

Agama : Islam

Status Perkawinan : Menikah

Alamat : Jalan Pulau Sailus Gang 11, Denpasar

Diagnosis : Ameloblastoma Mandibula Dextra et Sinistra

Tindakan : Mandibulektomi + Free Fibular Graft

MRS : 28 Januari 2019, pukul 14.23 WITA

3.2 Anamnesis

Pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan pada rahang bawah sejak

± 2 tahun yang lalu. Awalnya benjolan berukuran kecil, lama-kelamaan dirasakan

semakin membesar hingga sebesar bola tenis. Benjolan tersebut mudah berdarah

namun tidak terdapat nyeri. Pasien dapat membuka mulut. Pasien bisa makan dan

minum seperti biasa.

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang sehari-harinya dapat

beraktivitas seperti biasa. Riwayat merokok dan konsumsi alkohol disangkal.

Riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi dan diabetes mellitus dalam keluarga

disangkal.

Riwayat alergi obat dan makanan : tidak ada

Riwayat pengobatan : pengobatan di RS Banjarmasin, Kalsel

Riwayat penyakit dahulu : tidak ada

Riwayat penyakit sistemik : tidak ada

Riwayat operasi : tidak ada

Riwayat penyakit lain : tidak ada

Page 22: LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF

16

3.3 Pemeriksaan Fisik

BB : 40 kg, TB : 150 cm, BMI : 17,77 kg/m2, Suhu aksila : 36,5oC, NRS

diam: 0/10, NRS bergerak : 0/10

SSP : Kesadaran compos mentis, GCS E4V5M6, pupil isokor 2 mm/2

mm, RC/RK +/+

Respirasi : Frekuensi 16x/menit, tipe vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing

(-/-), SpO2 98% udara ruangan

KV : TD 110/70 mmHg, HR 84x/menit, bunyi jatung S1-S2 tunggal,

regular, murmur (-), gallop (-)

GIT : Supel, bising usus (+) normal, ascites (-)

UG : BAK spontan

MS : Fleksi defleksi leher normal, Mallampati II,

akral hangat + + , edema - -

+ + - -

3.4 Pemeriksaan Penunjang

• Darah Lengkap (28/1/19, 10.44 WITA)

WBC 39,02x10µ/µL (4,1-11,0), HGB 9,63 g/dL (12,0-16,0), HCT 33,43%

(36,0-46,0), PLT 473,70x10µ/µL (140-440)

• Faal Hemostasis (28/1/19, 10.44 WITA)

PT 13,8 detik (10,8-14,4), APTT 27,0 detik (24-36), INR 1,12 (0,9-1,1)

• Kimia Klinik (28/1/19, 10.44 WITA)

SGOT 11,7 U/L (11,00-27,00), SGPT 7,60 U/L (11,0-34,0), BUN 9,50

mg/dL (8,00-23,00), SC 0,67 mg/dL (0,50-0,90), Alb 4,10 g/dL (3,40-

4,80), GDS 79 mg/dL (70-140)

• Elektrolit (28/1/19, 10.44 WITA)

K 4,34 mmol/L (3,50-5,10), Na 145 mmol/L (136-145), Cl 105,2 mmol/L

(94-110)

3.5 Permasalahan dan Kesimpulan

Permasalahan Aktual : - Ameloblastoma mandibula dextra et sinistra

- Kesulitan airway management

Page 23: LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF

17

- Leukositosis

Permasalahan Potensial : perdarahan, hipotermi, infeksi

Kesimpulan : Status Fisik ASA III

3.6 Persiapan Anestesi

Persiapan di Ruang Perawatan

• Evaluasi identitas penderita

• Persiapan psikis

− Anamnesis pasien

− Memberikan penjelasan kepada penderita dan keluarganya tentang

rencana anestesi yang akan dilakukan mulai di ruang penerimaan,

ruang operasi sampai di ruang pemulihan

• Persiapan fisik

− Puasa 8 jam sebelum operasi

− Melepaskan perhiasan sebelum ke kamar operasi

− Ganti pakaian khusus sebelum ke ruang operasi

− Memeriksa status present, status fisik dan hasil pemeriksaan

penunjang

− Memeriksa surat persetujuan operasi

− Memasang iv line, cairan pengganti puasa dengan RL dengan tetesan

20 tetes per menit

Persiapan di Ruang Persiapan IBS

• Periksa kembali catatan medik penderita, identitas, persetujuan operasi

• Tanyakan kembali persiapan yang dilakukan di ruang perawatan

• Evaluasi ulang status present dan status fisik

• Penjelasan ulang kepada penderita tentang rencana anestesi

Persiapan di Kamar Operasi

• Menyiapkan mesin anestesi dan aliran gas

• Menyiapkan monitor dan kartu anestesi

• Mempersiapkan obat dan alat anestesi

• Menyiapkan obat dan alat resusitasi

Page 24: LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF

18

• Evaluasi ulang status present penderita

3.7 Manajemen Operasi

➢ Teknik Anestesi GA-NTT

Pre medikasi : Nebulizer lidokain 4% 3 ml

Sulfas atropin 0,5 mg im

Dexametason 10 mg iv

Dipenhidramin 10 mg iv

Fentanyl 25 mcg iv

Analgetik : Fentanyl 200 mcg iv

Morfin 6 mg iv

Ketorolac 30 mg iv

Fasilitas intubasi : Atracurium 75 mg iv

Induksi : Propofol 100 mg titrasi sampai pasien terhipnosis

Maintenance : O2: Air 2:2 lpm, Sevoflurane 0,5-2,5 %

Medikasi lain : Asam traneksamat 1000 mg iv

Ketamin 20 mg iv

➢ Durante operasi

Hemodinamik : TD 80-135/ 40-70 mmHg, Nadi 82-120x/menit, RR

14-16x/menit, SpO2 99-100%

Cairan masuk : RL 4000 ml, darah 218 ml

Cairan keluar : Urin 800 ml, perdarahan 600 ml

Lama operasi : 7 jam 15 menit

➢ Post Operasi

Perawatan : Rawat ICU

- Observasi tanda vital dan perdarahan berulang

- Manajemen nyeri pasca operasi

3.8 Manajemen Pasien

• Hari 1 (30 Januari 2019)

Feeding : E : Puasa

P : RL 1000 ml/24 jam iv

Page 25: LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF

19

Analgesia : - Fentanyl 250 mcg/24 jam iv

- Paracetamol 1 gr/8 jam iv

Sedation : - Midazolam iv titrasi

Trombus Profilaksis : -

Head of the bed up : - Head up 30-45 derajat

Ulcer gaster protektif : - Ranitidin 50 mg/12 jam iv

Glucose control : -

Terapi lain : - Oral hygiene dengan chlorhexidine tiap 12 jam

- Oral hygiene dengan aquabides tiap 12 jam

- Ceftriaxone 2 gr/24 jam iv

- Ca gluconas 1 gr tiap 8 jam iv

• Hari 2 (31 Januari 2019)

Feeding : E : Nutrien optimum 100 ml/4 jam

P : - RL 1000 mL/24 jam iv

- Albumin 20% 150 ml iv

Analgesia : - Fentanyl 250 mcg/24 jam iv

- Paracetamol 1 gr/8 jam iv

Sedation : -

Trombus Profilaksis : - Drop heparin 5000 unit/24 jam iv

Head of the bed up : - Head up 30-45 derajat

Ulcer gaster protektif : - Ranitidin 50 mg/12 jam iv

Glucose control : -

Terapi lain : - Oral hygiene dengan chlorhexidine tiap 12 jam

- Norepinefrin titrasi target MAP 60-90 mmHg

- Ca gluconas 1 gr tiap 8 jam iv

• Hari 3 (1 Februari 2019)

Feeding : E : Nutrien optimum 150 ml/4 jam

P : - RL 1000 mL/24 jam iv

- Albumin 20% 150 ml iv

Analgesia : - Fentanyl 250 mcg/24 jam iv

- Paracetamol 1 gr/8 jam iv

Sedation : -

Page 26: LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF

20

Trombus Profilaksis : -

Head of the bed up : - Head up 30-45 derajat

Ulcer gaster protektif : - Ranitidin 50 mg/12 jam iv

Glucose control : -

Terapi lain : - Oral hygiene dengan chlorhexidine tiap 12 jam

- Oral hygiene dengan air putih tiap 2 jam

- Ca gluconas 1 gr tiap 8 jam iv

Page 27: LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF

21

BAB IV

DISKUSI KASUS

Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa transfusi darah masif adalah

prosedur pemberian transfusi yang melebihi volume darah pasien atau sebanyak

10 unit darah dalam 24 jam. Atau transfusi yang melebihi 50% volume sirkulasi

dalam waktu kurang dari 3 jam atau transfusi dengan laju 150 mL/menit.

Tindakan ini dilakukan bila terjadi perdarahan akut pada pasien bedah akibat

defisiensi faktor pembekuan multiple dan trombositopenia.

Pasien yang mengalami syok hemoragik dapat memerlukan transfusi darah

dalam jumlah besar. Penanganan awal perdarahan masif dan hipovolemia adalah

mengembalikan volume darah secepat mungkin untuk menjaga perfusi jaringan

dan oksigenasi. Dalam hal ini pasien perlu mendapatkan cairan intravena dan

transfusi darah dalam jumlah besar sampai kontrol perdarahan dapat dilakukan.

Packed red blood cell (PRC) mengandung kadar Hb yang sama dengan

whole blood, dengan volume 250-300 mL dan kadar hematokrit 70%. Umumnya,

unit PRC difiltrasi untuk mengurangi kadar leukosit sehingga dapat mencegah

terjadinya febrile nonhemolytic transfusion reactions (FNHTRs). Dalam periode

perioperatif dan paska bedah, transfusi RBC diperlukan untuk menggantikan

darah yang hilang selama pembedahan berlangsung, mempertahankan kadar Hb,

dan meningkatkan kapasitas angkut oksigen ke jaringan. Pemberian PRC pada

pasien dapat difasilitasi dengan larutan kristaloid 50-100 mL normal saline.

Pada kasus ini, pasien diberikan transfusi darah dengan jenis komponen

darah PRC sebanyak 11 unit dalam 24 jam. Dengan demikian pada kasus ini dapat

dikatakan bahwa pasien menerima transfusi darah masif karena kantung darah

yang ditransfusikan sebanyak 11 unit darah dalam 24 jam. Kadar leukosit pada

pasien ini tinggi yaitu 39,02x10µ/µL (normal 4,1-11,0). Pemberian PRC

digunakan untuk mengurangi kadar leukosit dimana dapat mencegah terjadinya

febrile nonhemolytic transfusion reactions (FNHTRs). Pada pasien kasus ini juga

difasilitasi dengan pemberian kristaloid sebanyak 4000 ml.

Page 28: LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF

22

Keputusan melakukan transfusi darah pasien dengan perdarahan akut

memerlukan pertimbangan yang benar-benar matang dan harus dimengerti tentang

resiko dan keuntungan dari transfusi tersebut.

Adanya sitrat yang dimetabolisme menjadi bikarbonat mempunyai andil

dalam menyebabkan alkalosis metabolik, sementara terikatnya kalsium oleh sitrat

juga dapat menyebabkan hipokalsemia. Akan tetapi hipokalsemia yang

disebabkan ikatan antara kalsium dengan sitrat jarang terjadi karena adanya

mobilisasi kalsium dari tulang dan kemampuan hati dalam memetabolisme sitrat

menjadi bikarbonat. Suplementasi kalsium mungkin diperlukan bila kecepatan

transfusi melebihi 100 ml/menit, hipotermi atau gangguan fungsi hati, atau pasien

neonatus. Pada pasien ini diberikan calcium glukonas mengingat kemungkinan

hipotermi akibat transfusi masif.

Pemberian transfusi darah pada pasien memiliki prosedur antara lain

adanya persetujuan pemberian darah dan produk darah, alasan transfusi dan target

dari pemberian transfusi, nama jelas dan tanda tangan dokter yang meminta darah,

melakukan verifikasi kembali mengenai identitas pasien dan keadaan kantong

darah, jenis darah dan volume darah yang ditransfusikan, golongan darah ABO

dan Rhesus, menggunakan blood set baru, dan tidak menambah obat lain ke dalam

kantong darah yang akan ditransfusikan. Demikian pula pada kasus ini, pasien

mendapatkan transfusi darah sudah sesuai prosedur yang dilakukan meliputi

persetujuan dilakukannya transfusi darah, pengambilan serum darah pasien untuk

dibawa ke BDRS, pengecekan kembali identitas pasien dan keadaan darah yang

akan diberikan, dan menggunakan infus set darah dalam memberikan transfusi

darah.

Indikasi pemberian transfusi darah pada pasien yaitu sebagai penggantian

sel darah merah pada keadaan perdarahan akut atau masif yang disertai

hipovolemia, transfusi tukar, dan pasien yang membutuhkan transfusi PRC tapi di

tempat tersebut tidak tersedia PRC. Adapun monitoring yang dapat dilakukan

selama pemberian transfusi darah yaitu monitoring keadaan umum pasien, suhu

tubuh, frekuensi nadi, tekanan darah, frekuensi nafas, dan adanya alergi saat

transfusi, 15 menit setelah transfusi dan saat selesai transfusi. Reaksi yang berat

biasanya terjadi dalam 15 menit pertama pemberian transfusi setiap kantong.

Page 29: LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF

23

Karena itu, pada 15 menit pertama transfusi, pasien harus diawasi dan kecepatan

transfusi diatur dengan kecepatan lambat kurang lebih 2 ml/menit. Apabila tidak

terjadi apapun maka transfusi dapat dipercepat sesuai target dan sesuai keadaan

pasien. Pada saat mengakhiri tindakan transfusi, keadaan pasien dan tanda vital

dicatat pada lembar monitoring transfusi darah.

Pada kasus ini, pasien menerima transfusi darah akibat adanya perdarahan

akut yang disertai hipovolemia. Monitoring pasien pun dilakukan selama proses

transfusi berlangsung mulai dari saat melakukan transfusi, setelah 15 menit

transfusi, dan setelah transfusi berakhir. Monitoring yang dilakukan meliputi

tanda-tanda vital dan reaksi alergi yang dapat ditimbulkan akibat transfusi,

kemudian dicatat dalam lembar monitoring transfusi darah. Kecepatan pemberian

transfusi darah pada pasien ini yaitu 10 tetes/menit. Apabila terjadi perubahan

tekanan darah maupun nadi menjadi meningkat saat dilakukannya transfusi, maka

transfusi dapat dihentikan dan darah dapat dikembalikan ke BDRS.

Pemberian obat-obatan sebelum dilakukannya transfusi darah seperti lasix

(furosemide) apabila output urin menurun atau terdapat tanda terjadinya gagal

ginjal akut, pemberian kortikosteroid dan dipenhidramin setelah transfusi berakhir

juga diperlukan untuk mengatasi reaksi yang dapat ditimbulkan akibat pemberian

transfusi darah. Pada kasus ini juga diperhatikan penggunaan obat-obatan sebelum

dilakukannya transfusi dan setelah transfusi darah berakhir untuk menghindari

reaksi berat yang dapat ditimbulkan. Pasien dapat dicek kembali hasil

laboratoriumnya setelah 6 jam pemberian transfusi.

Page 30: LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF

24

BAB V

KESIMPULAN

Kasus transfusi masif merupakan tindakan life saving pada pasien yang

mengalami perdarahan hebat pada tindakan pembedahan mandibulektomi + free

fibular graft. Pertimbangan untuk memberikan transfusi tentunya didasarkan pada

keadaan klinis pasien. Meskipun transfusi darah pada umumnya dan transfusi

masif pada khususnya memiliki efek samping dan komplikasi yang tidak bisa

dianggap remeh, namun tindakan transfusi masif harus dilakukan untuk menjamin

kebutuhan tubuh terhadap darah dan komponen-komponennya.

Page 31: LAPORAN KASUS TRANSFUSI DARAH MASIF

25

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini D, Fitriani C, Pratomo BY. 2015. Manajemen dan Komplikasi

Transfusi Masif. Jurnal Komplikasi Anestesi. November;3(1):81-92.

Kaur P, Basu S, Kaur G, dkk. 2013. Transfusion issues in surgery. Internet

Journal of Medical Update. January;8(1):46-50.

Liumbruno, GM, Bennardello F, Lattanzio A, dkk. 2011. Recommendations for

the transfusion management of patients in the peri-operative period. III.

The post-operative period. Blood Transfus; 9:320-35.

Mangku G, Senapathi TGA. 2017. Ilmu Anestesia dan Reanimasi. 1st edition.

Jakarta: Indeks Jakarta.

McCullough J. 2017. Transfusion Medicine. 4th Edition. Oxford: John Wiley &

Sons.

Miller RD. 2015. Miller’s Anesthesia. 8th edition. Philadelphia: Elsevier Saunders.

Gaol HL, Tanto C, Pryambodho. 2014. Kapita Selekta Kedokteran:

Transfusi Darah. Jakarta, Indonesia: Media Aesculapius.

Morgan GE, Mikhail MS. 2013. Clinical Anesthesiology. 5th Edition. United

States: Lange.

Norfolk D. 2013. Handbook of Transfusion Medicine. 5th edition. United

Kingdom: TSO.

Permenkes RI. 2015. Standar Pelayanan Transfusi Darah. Menteri Kesehatan

Republik Indonesia.

Sharma S, Sharma P, Tyler LN. 2011. Transfusion of Blood and Blood Products:

Indications and Complications. Am Fam Physician; 83(6):719-724.

Viveronika, EA. 2017. Tansfusi Darah. Available from:

repository.unimus.ac.id.pdf. [Diakses tanggal: 30 Januari 2019].

Watering LMG. 2008. Alternatives to Blood Transfusion in Transfusion Medicine.

Research Gate. doi: 10.1111/j.1778-428X.2008.00114.x.