39
LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN LAPORAN PRAKTIKUM KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT) OLEH: NAMA : MUKARRAM MUDJAHID NIM : N111 14 077 KELOMPOK : 1 (SATU) GOLONGAN : SELASA PAGI A ASISTEN : EKA SELVINA

Laporan KLT Fito FF UH

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mudah mudahan bermanfaat

Citation preview

Page 1: Laporan KLT Fito FF UH

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN PRAKTIKUM

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)

OLEH:

NAMA : MUKARRAM MUDJAHID

NIM : N111 14 077

KELOMPOK : 1 (SATU)

GOLONGAN : SELASA PAGI A

ASISTEN : EKA SELVINA

MAKASSAR

2014

Page 2: Laporan KLT Fito FF UH

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kromatografi lapis tipis adalah suatu teknik pemisahan cara lama,

digunakan secara luas, terutama dalam analisis campuran yang rumit dari

sumber alam. Kromatografi lapis tipis lebih unggul bila sejumlah kondisi

pemisahan yang berbeda-beda diperlukan untuk menangani penetapan

kadar seluruh cuplikan, karena sejumlah bejana pengembang yang berisi

berbagai sistem pelarut dapat lebih hemat dipakai. Keuntungan lain,

tiadanya gangguan pelarut pada penyelidikan secara fotometri karena

pelarut sebagai fase gerak telah diuapkan. (1)

Pemisahan secara kromatografi `dilakukan dengan cara mengotak-atik

langsung beberapa sifat fisika umum dari molekul, pada sistem

kromatografi, campuran yang akan dipisahkan ditempatkan dalam

keadaan sedemikian rupa sehingga komponen-komponennya harus

menunjukkan dua dari ketiga sifat tersebut yaitu kelarutan, adsorbsi, dan

keatsirian.(1)

I.2 Maksud Percobaan

Mengetahui dan memahami teknik pemisahan senyawa dalam suatu

ekstrak tumbuhan dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis

(KLT).

Page 3: Laporan KLT Fito FF UH

I.3 Tujuan Percobaan

Memisahkan senyawa dari ekstrak daun Legundi (Vitex trifolia) dengan

menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

I.4 Prinsip Percobaan

Suatu metode pemisahan komponen kimia yang berdasarkan prinsip

partisi dan adsorpsi secara selektif, komponen kimia bergerak naik

mengikuti cairan pengembang karena daya serap adsorben terhadap

komponen-komponen kimia tidak sama maka komponen dapat bergerak

dengan kecepatan yang berbeda dan hal inilah yang menyebabkan

terjadinya pemisahan. Pemisahan senyawa pada ekstrak daun legundi

dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menggunakan silika gel

GF 254 sebagai fase diam dan fase gerak campuran Metanol-etil asetat

1 : 1. 1 : 2, 1 : 3.

Page 4: Laporan KLT Fito FF UH

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pengertian Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan

Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar,

selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda debgan

kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas di

dalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan

yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung

oleh lempeng kaca, plat aluminium atau plat plastik. Meskipun demikian,

kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari

kromatografi kolom. (1)

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan

campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui

kuantitasnya yang menggunakan. Kromatografi juga merupakan analisis

cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun

cuplikannya. (2)

KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya

sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif.

Kedua, dipakai untuk menjajaki system pelarut dan system penyangga

yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja

tinggi. (2)

Page 5: Laporan KLT Fito FF UH

Adapun manfaat dari Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yaitu :

1. Pemeriksaan kualitatif dan kemurnian senyawa obat.

2. Pemeriksaan simplisia hewan dan tanaman.

3. Pemeriksaan komposisi dan komponen aktif sediaan obat.

4. Penentuan kualitatif masing-masing senyawa aktif campuran senyawa

obat.

II.2. Pelaksanaan KLT

1. Fase Diam (1)

Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap

berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 μm.

Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin

sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT

dalam hal efisiensi dan resolusinya.

Penjerap yang paling sering digunakan adalah silika dan

serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama pada

KLT adalah adsorpsi dan partisi.

Beberapa contoh penyerap yang digunakan untuk pemisahan

dalam kromatografi lapis tipis adalah sebagai berikut : (2)

1. Silika gel

Ada beberapa jenis silika gel, yaitu :

a. Silika gel G

Silika gel G adalah silika gel yang mengandung 13 %

kalsium sulfat sebagai perekat. Jenis silika gel ini biasanya

Page 6: Laporan KLT Fito FF UH

mengandung ion logam, terutama ion besi. Kandungan ion besi

dapat dihilangkan dengan mengembangkan plat TLC silika gel G

dengan sstem pelarut metanol : asam HCl pekat 9 : 1.

b. Silika gel H

Perbedaan silika gel G dan silika gel H ialah, bahwa silika

gel H tidak mengandung perekat kalsium sulfat. Silika gel H

dipakai untuk pemisahan yang bersifat spesifik, terutama lipida

netral.

c. Silika gel PF

Jenis silika gel ini diketemukan belakangan, yang dibuat

sedemikian rupa sehingga senyawa-senyawa organik terikat

pada plat ini dapat mengadakan fluoresensi. Oleh karena itu

visualisasinya dapat dikerjakan dengan menempatkan plat yang

telah dikembangkan di dalam ruangan gelap atau dengan sinar

ultra violet yang bergelombang pendek.

2. Alumina

Penggunaan alumina dalam TLC, yang semula

diperkenalkan oleh peneliti dari Cekoslowakia, tidak sesering

silika gel. Sebenarnya alumina netral mempunyai kemampuan

untuk memisahkan bermacam-macam senyawa, seperti terpena,

alkaloid, steroid, dan senyawa-senyawa alisklik, alifatik, serta

aromatik. Sebagai zat perekat alumina tidak mengandung zat

Page 7: Laporan KLT Fito FF UH

perekat, memepunyai sifat alkalis dan dapat digunakan baik

tanpa maupun dengan aktivasi (6)

3. Kieselguhr

Kieselguhr merupakan adsorben yang lebih lemah dari

silika gel dan alumina, oleh karena itu lebih cocok untuk

memisahkan senyawa-senyawa polar (1)

Penjerap Mekanisme sorpsi Penggunaan

Silika gel AdsorpsiAs.amino, hidrokarbon,

vitamin, alkaloid

Silika + hidrokarbon Partisi termodifikasiSenyawa-senyawa non

polar

Serbuk selulosa PartisiAs.amino, nukleotida,

karbohidrat

Alumina Adsorpsi

Hidrokarbon,ion logam,

pewarna makanan,

alkaloid

Kieseguhr PartisiGula, asam-asam

lemak

Selulosa penukar ion Pertukaran ion

As.nukleat, nukleotida,

halida dan ion-ion

logam

Page 8: Laporan KLT Fito FF UH

Gel sephadex EkslusiPolimer, protein,

kompleks logam

β-siklodekstrinInteraksi adsorpsi,

stereospesifikCampuran enansiomer

2. Fase Gerak (1)

Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering

dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar.

Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena

daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian

rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah

beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak :

a. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena

KLT teknik yang sensitif.

b. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga

Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.

c. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti

silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi

solute yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut

yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non

polar seperti metil benzene akan meningkatkan harga Rf secara

signifikan.

d. Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran

pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol

Page 9: Laporan KLT Fito FF UH

dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat

atau ammonia masing-masing akan meningkatkan solute-solut yang

bersifat basa dan asam.

3. Aplikasi (Penotolan) Sampel (1)

Untuk memperoleh roprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan

paling sedikit 0,5 μl. Jika volume sampel yang ditotolkan lebih besar dari

2-10 μl, maka penotolan harus dilakukan secara bertahap dengan

dilakukan pengeringan antar totolan.

4. Pengembangan (1,4)

Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah

mengembangkan sampel dalam bejana kromatografi yang sebelumnya

telah dijenuhi dengan uap fase gerak. Tepi bagian bawah lempeng tipis

yang telah ditotoli sampel dicelupkan kedalam fase gerak kurang lebih

0,5-1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus dibawah lempeng yang

telah berisi totolan sampel.

Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin

volume fase gerak sedikit mungkin (akan tetapi harus mampu mengelusi

lempeng sampai ketinggian lempeng yang telah ditentukan). Untuk

melakukan penjenuhan fase gerak, biasanya bejana dilapisi dengan

kertas saring. Jika fase gerak telah mencapai ujung dari kertas saring,

maka dapat dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh.

Page 10: Laporan KLT Fito FF UH

Gambar berikut ini menunjukkan posisi dari totolan sampel,

posisi lempeng dalam bejana serta ketinggian eluen dalam

bejana :

Gambar 1 : Lempeng dalam beaker(chamber) dengan garis

pembatas

penotolan sampel dan batas eluen.

Gambar 2 : Lempeng dengan penunjukan kenaikan bercak dan batas atas

pengelusian.

5. Deteksi Bercak (1,4)

Page 11: Laporan KLT Fito FF UH

Deteksi bercak pada KLT dapat dilakukan secara kimia dan fisika.

Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak

dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak

menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan

bercak adalah dengan dengan cara pencacahan radioaktif dan fluorosensi

sinar ultraviolet. Fluorosensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa

yang dapat berfluorosensi, membuat bercak akan terlihat jelas.

Berikut adalah cara-cara kimiawi untuk mendeteksi bercak :

a. Menyemprot lempeng KLT dengan reagen kromogenik yang

akan bereaksi secara kimia dengan solute yang

mengandung gugus fungsional tertentu sehingga bercak

menjadi berwarna. Kadang-kadang dipanaskan terlebih

dahulu untuk mempercepat reaksi pembentukan warna dan

intensitas warna bercak.

b. Mengamati lempeng dibawah lampu ultraviolet yang

dipasang panjang gelombang emisi 254 atau 366 untuk

menampakkan solut sebagai bercak yang gelap atau bercak

yang berfluorosensi terang pada dasar yang berfluorosensi

seragam. Lempeng yag diperdagangkan dapat dibeli dalam

bentuk lempeng yang sudah diberi dengan senyawa

fliorosen yang tidak larut yang dimasukkan ke dalam fase

diam untuk memberikan dasar fluorosensi atau dapat pula

Page 12: Laporan KLT Fito FF UH

dengan menyemprot lempeng dengan reagen fluorosensi

setelah dilakukan pengembangan.

c. Menyemprot lempeng dengan asam sulfat pekat atau asam

nitrat pekat lalu dipanaskan untuk mengoksidasi solut-solut

organik yang akan nampak sebagai bercak hitam sampai

kecoklat-coklatan.

d. Memaparkan lempeng dengan uap iodium dalam chamber

tertutup.

e. Melakukan scanning pada permukaan lempeng dengan

densitometer, suatu instrument yang dapat mengukur

intensitas radiasi yang direfleksikan dari permukaan

lempeng ketika disinari dengan lampu UV atau lampu sinar

tampak. Solut-solut yang mampu menyera[p sinar akan

dicatat sebagai puncak (peak) dalam pencatatan (recorder).

Reagen yang umum digunakan sebagai penampak bercak

dalam KLT dapat dibedakan menjadi 2, yaitu reagen umum (yang

berlaku untuk hampir semua senyawa organik) sebagaimana

ditunjukkan tabel 1 dan reagen spesifik yang hanya mendeteksi

jenis atau golongan senyawa tertentu (tabel 2).

Tabel 1

Beberapa reagen umum yang digunakan pada KLT

Metode deteksi Warna bercak solut Penggunaan

Page 13: Laporan KLT Fito FF UH

Asam fosfomolibdat + pemanasan

Biru gelap Beberapa senyawa organik

Asam sulfat pekat + pemanasan

Hitam kecoklatan Semua senyawa organik

Uap iodium Coklat Beberapa senyawa organik

Tabel 2

Beberapa reagen spesifik yang digunakan pada KLT

Metode deteksi Warna bercak solut Penggunaan

Ninhidrin Pink ke ungu Asam-asam amino

2,4-dinitrofenil

hidrazon

Orange/merah Senyawa-senyawa

karbonil

Bromokresol

hijau/biru

Kuning Asam-asam organik

2,7-Fluoresein Kuning-kehijauan Senyawa organik

Vanilin/asam asetat Merah/hijau/pink Alkohol, keton

Rhodamin B Berfluoresensi

merah

Lemak

Anisaldehid/antimon

triklorida

Berbagai macam Steroid

Difenil amin/seng Berbagai macam Pestisida

6. Perhitungan Nilai Rf (4)

Page 14: Laporan KLT Fito FF UH

Gambar 3 : Perbandingan jarak bercak dan jarak tempuh eluen

Faktor retensi (Rf) adalah jarak yang ditempuh oleh komponen

dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh eluen, dengan persamaan :

Jarak yang ditempuh senyawa terlarutRf =

Jarak yang ditempuh pelarut

Nilai Rf dinyatakan hingga angka 1,0 beberapa pustaka

menyatakan nilai Rf yang baik yang menunjukkan pemisahan yang cukup

baik adalah berkisar antara 0,2-0,8.

Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai Rf adalah :

a. Pelarut

b. Bahan pengembang (jenis dan ketebalan lapisan)

c. Kejenuhan ruangan akan pelarut

d. Kelembaban udara

e. Konsentrasi

f. Komposisi larutan diperiksa

g. Panjang trayek migrasi

h. Senyawa asing

Page 15: Laporan KLT Fito FF UH

i. Ketidak homogenan kertas

j. Arah serabut kertas

k. Mutu dan sifat dari lapisan adsorbsi dan kertas

l. Derajat kejenuhan bejana pemisah.

BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat

Alat yang digunakan dalam percobaan kromatografi lapis tipis

adalah lempeng, pinset, pipa kapiler, vial,

III.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan kromatografi lapis tipis

adalah aluminium foil, ekstrak awal, ekstrak latur heksan, ekstrak larut

butanol jenuh air, etil asetat, heksan, metanol.

III.2 Cara Kerja

Page 16: Laporan KLT Fito FF UH

a. Penyiapan Lempeng KLT

1. Lempeng KLT diaktifkan dalam oven

2. Lempeng dikeluarkan dan digunting dengan ukuran tertentu

3. Lempeng siap digunakan.

b. Identifikasi Kromatografi Lapis Tipis

1. alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan

2. Ekstrak Daun Legundi Dilarutkan

3. chamber yang berisi Eluen masing-masing dijenuhkan dengan

pelarut Metanol dan etil 1 : 1, 1 : 2, dan 1 : 3.

4. Setelah jenuh Sampel ditotolkan ke lempeng menggunakan pipa

kapiler

5. Kemudian dikeringkan dan dimasukkan dalam chamber.

6. Noda yang terbentuk diamati pada lampu UV 254 dan 366 nm.

7. Noda yang terlihat diberi tanda, dan dihitung nilai Rf nya

c. Identifikasi noda menggunakan Reagen H2SO4 10%

1. Lempeng yang telah telah ditotol dikeringkan

2. Lempeng yang telah kering disemprotkan dengan Reagen

H2SO4 10%

3. Lempeng kemudian Dikeringkan Dalam Oven

4. Lempeng dibiarkan beberapa menit, dan diamati Noda yang

terbentuk

5. Noda yang terlihat diberi tanda, dan dihitung nilai Rf nya

Page 17: Laporan KLT Fito FF UH

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

Perbandingan Eluen Rf Senyawa A Rf Senyawa B Rf Senyawa C

Metanol : Etil

1 : 10,825 0,975 0,8

Metanol : Etil

1 : 20,85 0,95 0,825

Metanol : Etil

1 : 3 0,8 0,95 0,8125

Page 18: Laporan KLT Fito FF UH

BAB V

PEMBAHASAN

Pada percobaan praktikum Fitokimia ini dilakukan percobaan

kromatografi lapis tipis yang mempunyai tujuan untuk mempelajari dan

memahami metode pemisahan dengan metode kromatografi lapis tipis

dan juga agar dapat mengetahui bagaimana cara menentukan nilai Rf

komponen-komponen yang dipisahkan dan mengidentifikasi zat yang

dipisahkan.

Pada percobaan ini menggunakan teknik fase diam dan fase

geraknya yang ingin dipisahkan. Larutan atau campuran larutan yang

digunakan dinamakan eluen (pengembang). Semakin dekat kepolaran

antara sampel dengan eluen, maka sampel akan semakin terbawa oleh

fase gerak tersebut.

Page 19: Laporan KLT Fito FF UH

Pada percobaan ini terlebih dahulu Lempeng yang akan digunakan

harus diaktifkan terlebih dahulu. Pengaktifan lempeng bertujuan untuk

mengurangi kadar air (gugus –OH) silika gel agar pada proses elusi

lempeng silika gel dapat menyerap dan berikatan dengan sampel namun

tidak membentuk ikatan hidrogen sehingga sulit dielusi oleh pelarut/eluen

(pengembang) yang digunakan. Pengaktifan lempeng dilakukan dalam

oven. Sebagai fase gerak digunakan eluen non polar yaitu metanol : etil

asetat sebanyak 1 : 1, 1 : 2, dan 1 : 3. Eluen yang digunakan merupakan

kombinasi dari dua atau tiga macam pelarut, hal ini dimaksudkan untuk

mencapai semua tingkat kepolaran sehingga diharapkan eluen ini dapat

mengangkat noda dengan tingkat kepolaran yang berbeda-beda pula.

Dengan perbandingan jumlah pelarut yang digunakan adalah

perbandingan yang didasarkan pada perhitungan bahwa eluen tersebut

dapat menarik komponen kimia yang maksimal. Namun jika pada

penampakan noda belum didapat jumlah noda yang maksimal atau posisi

noda yang terlalu ke atas atau ke bawah maka perbandingan eluen yang

digunakan dapat dimodifikasikan kembali.

Selanjutnya lempeng dielusi di chamber berisi eluen yang terlebih

dahulu sudah dijenuhkan. Tujuan penjenuhan chamber ini yaitu untuk

menghilangkan uap air atau gas lain yang mengisi fase penjerap yang

akan menghalangi laju eluen. Kemudian lempeng tersebut diberi batas

atas 0,5 cm dan batas bawah 1 cm. Batas bawah digunakan untuk

menotolkan sampel. Tujuan diberi batas bawah ini adalah untuk

Page 20: Laporan KLT Fito FF UH

mencegah agar sampel tidak sampai tercelup dan larut dalam eluen.

Batas atas digunakan untuk mengakhiri proses elusi yang ditandai bahwa

migrasi eluen sampai tanda batas. Proses migrasi eluen ini diharapkan

agar sampel juga ikut bermigrasi keatas. Selain itu juga batas atas dan

batas bawah pelat harus diberi tanda dengan pensil karena jika

menggunakan bolpoin maka noda bolpoin akan ikut terelusi atau

mengembang. Setelah jenuh, masing-masing ekstrak) dari daun legundi

(Vitex trifolia) ditotolkan pada lempeng silika gel yang berfungsi sebagai

fase diam. Setelah jenuh kemudian lempeng dimasukkan ke dalam

chamber menggunakan pinset dengan posisi berdiri dan tempat penotolan

tidak terendam dengan eluen.

Kemudian lempeng yang telah dielusi selanjutnya dikeringkan dan

diamati noda-noda yang tampak pada lampu UV 254 nm dilanjutkan ke

lampu UV 366 nm. Penampakan noda pada lampu UV 254 nm dan 366

nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus

kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Yang

dimaksud dengan gugus kromofor adalah suatu gugus fungsi yang

memiliki peranan menyebabkan suatu senyawa memiliki warna. Gugus

kromofor juga merupakan gugus kovalen tidak jenuh yang dapat

menyerap radiasi dalam daerah UV-Vis. Sedangkan auksokrom

merupakan gugus fungsi yang mempunyai peranan untuk memberikan

warna yang lebih intensif pada suatu senyawa. Auksokrom tidak lepas

kaitannya dengan adanya kromofor di dalam senyawa tersebut.

Page 21: Laporan KLT Fito FF UH

Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang

dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari

tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali

ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Energi inilah yang

menyebabkan perbedaan fluoresensi warna yang dihasilkan oleh tiap

noda. Bedanya, pada UV 254 warna noda yang nampak adalah berwarna

gelap karena lempeng yang digunakan adalah lempeng dengan penjerap

silika gel GF 254 yang berfluorosensi pada lampu UV 254 nm sehingga

penjerap disekitar noda berfluorosensi terang sedangkan nodanya

berwarna gelap atau dengan kata lain yang berpendar adalah

lempengnya. Sedangkan pada lampu UV 366 nm, penjerap tidak

berfluorosensi sehingga yang berfluorosensi benar-benar adalah noda

sehingga warna noda yang tampak adalah terang atau dengan kata lain

nodanya yang berpendar.

Untuk menghindari noda berekor, maka ekstrak yang ditotolkan

dibuat dalam konsentrasi yang rendah. Apabila konsentrasi ekstrak terlalu

pekat maka akan diperoleh noda yang berekor atau bertumpuk.

Noda-noda yang diperoleh biasanya berekor disebabkan karena :

d. Penotolan yang berulang-ulang dan letaknya tidak tepat

e. Kandungan senyawa yang terlalu asam atau basa

f. Lempeng yang tidak rata

g. Chamber yang tidak jenuh

Page 22: Laporan KLT Fito FF UH

Penampakan noda juga dapat dilihat dengan cara penyemprotan

dengan H2SO4. Hal ini dilakukan karena pada konsentrasi tersebut

memililki efektifitas yang sama dan selain itu lebih ekonomis serta lebih

aman karena konsentrasinya lebih rendah. Prinsip penampakan noda

oleh H2SO4 adalah karena asam sulfat ini bersifat reduktor sehingga

dapat memutuskan ikatan rangkap sehingga panjang gelombangnya akan

bergeser ke arah yang lebih panjang sehingga dapat terlihat oleh mata.

Pergeseran dari serapan ke panjang gelombang yang lebih panjang

karena sisipan atau pengaruh pelarut (geseran merah) disebut pergeseran

batokromik. Sedangkan pergeseran hipsokromik adalah pergeseran dari

serapan ke kepanjang gelombang yang lebih pendek karena sisipan atau

pengaruh pelarut (geseran biru).

Setelah dilihat penampakan noda-nodanya, maka diukur jarak noda

dari titik awal (batas bawah) serta jarak eluen. Hasilnya akan digunakan

untuk menentukan harga Rf.

Adapun Nilai Rf yang didapatkan pada Uji KLT tersebut yakni. Pada

perbandingan Metanol : etil Asetat (1 : 1) didapatkan Senyawa A = 0,825,

Senyawa B = 0,975, Senyawa C = 0,8. Pada perbandingan Metanol : etil

Asetat (1 : 2) didapatkan Senyawa A = 0,85, Senyawa B = 0,95, Senyawa

C = 0,825. Pada perbandingan Metanol : etil Asetat (1 : 3) didapatkan

Senyawa A = 0,8, Senyawa B = 0,95, Senyawa C = 0,8125.

Page 23: Laporan KLT Fito FF UH

BAB VI

PENUTUP

VI.1 Kesimpulan

Pengembangan dengan eluen non polar perbandingan Metanol :

etil Asetat (1 : 1) didapatkan Senyawa A = 0,825, Senyawa B = 0,975,

Senyawa C = 0,8.

Pengembangan dengan eluen non polar perbandingan Metanol :

etil Asetat (1 : 2) didapatkan Senyawa A = 0,85, Senyawa B = 0,95,

Senyawa C = 0,825

Pengembangan dengan eluen non polar perbandingan Metanol :

etil Asetat (1 : 3) didapatkan Senyawa A = 0,8, Senyawa B = 0,95,

Senyawa C = 0,8125

VI.2 Saran

Page 24: Laporan KLT Fito FF UH

Sebaiknya alat-alat praktikum KLT lebih diperbanyak lagi agar

praktikum dapat berjalan baik dan efisien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi

Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

2. Anonim. http:// repository.usu.ac.id/ bitstream/ 123456789/ 21191/ 4/

Chapter% 20II.pdf. Diakses pada tanggal 31 Maret 2014

3. Gritter, Roy J. dkk. (1991). “Pengantar Kromatografi”. Edisi II. Penerbit

ITB, Bandung.

4. Ditjen POM, 1986."Sediaan Galenik", Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, Jakarta.

5. Fachruddin, Tobo. 2001, "Buku Pegangan Laboratorium Fitokimia I",

Laboratorium Fitokimia Jurusan Farmasi Unhas, Makassar.

Page 25: Laporan KLT Fito FF UH

6. Harbone, J.B, 1987. “Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern

Mengekstraksi Tumbuhan” Terjemahan Padmawinata, K. Penerbit ITB

Bandung

Lampiran

1. Penyiapan Lempeng

2. Identifikasi KLT

Lempeng KLT Diaktifkan dalam Oven pada suhu 100OC

Lempeng Dukur dengan ukuran tertentu

Lempeng Siap Digunakan

EkstraK legundi Dilarutkan

Page 26: Laporan KLT Fito FF UH

3. Identifikasi Noda denga reagen H2SO4 10%

Eluen dimasukkan kedalam chamber dan dibiarkan hingga

jenuh

Sampel Ditotolkan pada lempeng

Dimasukkan ke dalam chamber

dikeringkan

Amati dibawah Lampu UV 254 dan 366

Lempeng yang telah ditotol Dikeringkan

Disemprotkan dengan Reagen H2SO4 10%

Dikeringkan Dalam Oven

Diamati Penampakan Noda

Dihitung Nilai Rf sampel

Dihitung Nilai Rf sampel Ekstrak

Page 27: Laporan KLT Fito FF UH

Perhitungan

IV.2.1. methanol : Etil Asetat ( 1 : 1)

Rf noda Senyawa A

Jarak yang ditempuh senyawa terlarutRf =

Jarak yang ditempuh pelarut

3,3 cm=

4 cm

= 0,825

Rf noda Senyawa B

Jarak yang ditempuh senyawa terlarutRf =

Jarak yang ditempuh pelarut

3,9 cm=

4 cm

= 0,975

Rf noda senyawa C

Jarak yang ditempuh senyawa terlarutRf =

Jarak yang ditempuh pelarut

3,2 cm=

4 cm

= 0,8

Lampiran II : Perhitungan

methanol : Etil Asetat ( 1 : 2)

Page 28: Laporan KLT Fito FF UH

Rf noda Senyawa A

Jarak yang ditempuh senyawa terlarutRf =

Jarak yang ditempuh pelarut

3,4 cm=

4 cm

= 0.85

Rf noda Senyawa B

Jarak yang ditempuh senyawa terlarutRf =

Jarak yang ditempuh pelarut

3,8 cm=

4 cm

= 0,95

Rf noda Senyawa C

Jarak yang ditempuh senyawa terlarutRf =

Jarak yang ditempuh pelarut

3,3 cm=

4 cm

= 0,825

methanol : Etil Asetat ( 1 : 3)

Rf noda senyawa A

Jarak yang ditempuh senyawa terlarutRf =

Jarak yang ditempuh pelarut

3,2 cm

Page 29: Laporan KLT Fito FF UH

= 4 cm

= 0.8

Rf noda Senyawa B

Jarak yang ditempuh senyawa terlarutRf =

Jarak yang ditempuh pelarut

3,8 cm=

4 cm

= 0,95

Rf noda Senyawa C

Jarak yang ditempuh senyawa terlarutRf =

Jarak yang ditempuh pelarut

3,25 cm=

4 cm

= 0,8125