21
FERMENTASI SUBSTRAT CAIR FERMENTASI NATA DE COCO LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Ong Benny Irawan 11.70.0017 Kelompok C3 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN Acara II

Laporan NDC Benny

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan NDC Benny

FERMENTASI SUBSTRAT CAIR FERMENTASI NATA DE COCO

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh:

Ong Benny Irawan11.70.0017

Kelompok C3

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

2014

Acara II

Page 2: Laporan NDC Benny

1. HASIL PENGAMATAN

1.1. Pengukuran Lapisan Nata de coco

Hasil pengamatan fermentasi nata de coco dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Fermentasi Substrat Cair Fermentasi Nata de coco

KelTinggi Media

Awal (cm)Tinggi Ketebalan Nata (cm) % Lapisan Nata

0 7 14 0 7 14C1 3 0 0,75 1,5 0 25 50C2 1,8 0 0,7 1,1 0 38,89 61,11C3 1 0 0,7 0,5 0 70 50C4 2 0 0,5 1,8 0 25 90C5 1,6 0 0,75 2 0 46,88 125

Berdasarkan tabel diatas diketahui tinggi media awal, tinggi ketebalan nata pada hari ke

0, 7 dan 14, serta % lapisan nata pada hari ke 0, 7 dan 14. Dari hasil tersebut dapat

dikatakan bahwa pada hari ke-0, semua kelompok belum menghasilkan nata, namun

pada hari ke-7 dan ke-14 telah terbentuk nata dengan ketebalan dan persentase lapisan

yang meningkat dari hari ke-7 menuju hari ke-14. Namun pada kelompok C3 nata yang

terbentuk pada hari ke-7 mengalami penurunan ketebalan pada hari ke-14.

1.2. Uji Sensoris Nata de coco

Hasil Pengamatan uji sensori dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2.Uji Sensoris Nata de coco

Kelompok Aroma Warna Tekstur RasaC1 +++ ++ ++ +++C2 ++++ ++ ++ +++C3 ++++ ++ +++ +++C4 ++++ ++ +++ ++++C5 ++++ ++ +++ ++++

Keterangan:Aroma Warna Tekstur Rasa++++ : tidak asam ++++ : putih ++++ : sangat kenyal ++++ : sangat manis+++ : agak asam +++ : putih bening +++ : kenyal +++ : manis++ : asam ++ : putih agak bening ++ : agak kenyal ++ : agak manis+ : sangat asam + : bening + : tidak kenyal ++ : tidak manis

Dari hasil pengamatan uji sensori nata de coco didapatkan hasil bahwa nata de coco yang

dihasilkan setiap kelompok memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Bila ditinjau dari

1

Page 3: Laporan NDC Benny

2

aroma yang dihasilkan, terdapat nata de coco dengan aroma agak asam (C1) dan tidak

asam (C2, C3, C4, dan C5). Ditinjau dari warna nata de coco yang dihasilkan, semua

kelompok mendapat warna yang sama yakni putih agak bening. Ditinjau dari tekstur yang

dihasilkan, terdapat nata de coco yang bertekstur agak kenyal (C1 dan C2), dan kenyal

(C3, C4, dan C5). Sedangkan jika ditinjau pada segi rasa, terdapat nata de coco yang

berasa manis (C1, C2, dan C3), dan berasa sangat manis (C4 dan C5).

Page 4: Laporan NDC Benny

3

2. PEMBAHASAN

Air kelapa mengandung air 91,23%, protein 0,29%, lemak 0,15%, karbohidrat 7,27%,

dan abu 1,06%. Selain itu, air kelapa juga mengandung berbagai komponen penting

lainnya seperti sukrosa, dextrosa, fruktosa, vitamin B kompleks. Sehingga dengan

berbagai komponen nutrisi tersebut, air kelapa mempunyai potensi yang baik untuk

dimanfaatkan sebagai bahan dasar fermentasi asam-asam organik seperti nata de coco

(Awang, 1991).

Nata de coco merupakan salah satu produk olahan air kelapa yang saat ini mulai populer

dan digemari masyarakat. Nata de coco memiliki bentuk padat, kokoh, kuat, putih,

transparan, kenyal dengan rasa yang mirip kolang-kaling. Nata merupakan sejenis

komponen minuman yang merupakan senyawa selulosa (dietary fiber). Minuman nata

de coco dihasilkan dari air kelapa melalui proses fermentasi, yang melibatkan bakteri

Acetobacter xylinum (Astawan & Astawan, 1991). Sehingga hal ini sesuai dengan jurnal

yang dibuat oleh Jagannath et al. (2008) yang menjelaskan bahwa pembuatan nata dapat

dilakukan secara tradisional yakni dengan menggunakan Acetobacter xylinum.

Menurut Pambayun (2002) pembentukan nata dapat terjadi karena Acetobacter xylinum

mengkonsumsi glukosa yang terkandung pada substrat dan kemudian glukosa

membentuk gabungan prekursor dengan asam lemak pada membran sel. Prekursor

kemudian dikeluarkan dalam bentuk ekskresi dan bersama enzim mempolimerisasikan

glukosa menjadi selulosa di luar sel. Sedangkan menurut Rahayu (1993), Acetobacter

xylinum dapat membentuk nata karena komponen selulosa dari glukosa yang

membentuk myofibril panjang dalam cairan fermentasi. Namun, jika terdapat gangguan

seperti goncangan dalam proses fermentasi maka cairan akan turun ke bawah dan nata

tidak terbentuk. Sehingga pada praktikum fermentasi substrat cair ini telah sesuai karena

menggunakan air kelapa sebagai substrat untuk menghasilkan produk nata de coco.

Metode pembuatan nata de coco yang telah kami lakukan dalam praktikum Teknologi

Fermentasi diawali dengan pembuatan media. Pembuatan media dilakukan dengan

menyaring air kelapa menggunakan kain saring dengan tujuan untuk memisahkan

kotoran dan gumpalan kelapa yang masih tertinggal. Proses penyaringan air kelapa

Page 5: Laporan NDC Benny

4

dapat dilihat pada gambar 1. Setelah itu, dilakukan pemanasan dan penambahan gula

sebanyak 150 gram (10%) hingga larut. Selanjutnya, ammonium sulfat sebanyak 7,5

gram (0,5%) ditambahkan dan kemudian dipanaskan lagi selama 10 menit. Menurut

Pambayun (2002) penggunaan gula pasir berfungsi sebagai sumber karbon bagi bakteri

Acetobacter xylinum. Sehingga penambahan gula dalam pembuatan nata dapat

mempengaruhi tekstur, penampakan, dan flavor dari nata itu sendiri. Sunarso (1982)

menambahkan bahwa penambahan gula sebanyak 10% merupakan penambahan dalam

jumlah yang optimum sehingga nata yang dihasilkan akan tebal dan liat. Sedangkan

penambahan amonium sulfat dalam pembuatan nata menurut Awang (1991) berfungsi

sebagai sumber nitrogen. Hal ini disebabkan karena syarat medium yang digunakan

pada proses fermentasi adalah minimal mengandung nitrogen sehingga dapat

mendukung pertumbuhan aktivitas bakteri nata. Hal ini juga sesuai dengan jurnal

“Evaluation of Physical and Mechanical Properties Composite of Nata de coco

Fibers/Resin Filled SiO2 and Al2O3” yang menjelaskan bahwa dalam pembuatan nata

de coco perlu dilakukan pengontrolan pada kondisi fermentasinya yaitu komposisi asam

yang ditambahkan (pH), penambahan gula (sumber karbon) dan juga urea sebagai

sumber nitrogen.

Gambar 1. Penyaringan air kelapa

Sumber : Dokumentasi pribadi

Setelah dilakukan penambahan gula dan ammonium sulfat, asam cuka glacial

ditambahkan hingga pH air kelapa menjadi 4-5 dan selanjutnya air kelapa tersebut

dipanaskan lagi dan kemudian disaring kembali. Pambayun (2002) menjelaskan bahwa

meskipun bisa tumbuh pada kisaran pH 3,5–7,5 tetapi bakteri Acetobacter xylinum

sangat optimum tumbuh pada suasana asam dengan pH 4,3. Oleh karena itu air kelapa

Page 6: Laporan NDC Benny

5

yang memiliki pH basa perlu disesuaikan pHnya terlebih dahulu dengan asam cuka

glasial agar menjadi media yang optimal bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum.

Menurut Astawan & Astawan (1991), proses pemasakan air kelapa bertujuan untuk

membunuh mikroorganisme kontaminan yang dapat mencemari produk yang

dihasilkan. Selain itu, hal ini juga dapat mencegah terganggunya pertumbuhan

Acetobacter xylinum dalam mengubah glukosa menjadi selulosa sehingga kemampuan

bakteri Acetobacter xylinum untuk membentuk nata menjadi lebih optimal.

Setelah media fermentasi siap, kemudian media sebanyak 100 ml dituang di wadah

plastik yang bersih. Setelah itu biang nata sebanyak 10% ditambahkan ke dalam media

fermentasi secara aseptis. Proses penuangan biang nata (starter Acetobacter xylinum) ke

dalam media dapat dilihat pada gambar 2. Sehingga apa yang telah dilakukan oleh

praktikan sesuai dengan jurnal “The Effect of pH, Sucrose, and Ammonium Sulphate

Concentration on the Production of Bacterial Cellulose (Nata de coco) by Acetobacter

xylinum” yang menjelaskan bahwa ketebalan nata yang maksimal didapatkan pada

penambahan konsentrasi gula 10%, ammonium sulfat 0,5%, dan pH 4. Ketebalan nata

sangat berpengaruh terhadap kemampuan mengikat air dan kekerasan pada akhir

pemasakan nata.

Kemudian wadah fermentasi ditutup rapat dengan kertas coklat dan diinkubasi selama 2

minggu pada suhu 28°C. Menurut Rahayu et al. (1993), jumlah inokulum yang

ditambahkan untuk membuat nata berkisar 1–10%. Sehingga apa yang telah dilakukan

oleh praktikan telah sesuai dengan teori yang ada. Menurut Pambayun (2002) inkubasi

dilakukan pada suhu 28°C karena pada suhu tersebut merupakan suhu optimum bagi

pertumbuhan Acetobacter xylinum. Sedangkan penutupan dengan menggunakan kertas

coklat berfungsi agar tidak terjadi kontak langsung dengan lingkungan sehingga

kontaminasi dapat diminimalkan. Selain itu, penggunaan kertas coklat juga bertujuan

untuk menjaga agar tetap terjadi pertukaran udara selama proses fermentasi. Wadah

plastik yang ditutup dengan kertas coklat dapat dilihat pada Gambar 3. Setelah hari ke

14, nata dicuci dengan air mengalir dan setelah itu dilakukan pemotongan pada nata

hingga berbentuk dadu dan dilakukan pemasakan dengan menggunakan gula.

Page 7: Laporan NDC Benny

6

Gambar 2. Proses penuangan biang nata (starter Acetobacter xylinum) ke dalam media(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Gambar 3. Wadah fermentasi yang ditutup dengan kertas coklat (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa pada hari ke-0, semua kelompok belum

menghasilkan nata, namun pada hari ke-7 dan ke-14 telah terbentuk nata dengan

ketebalan dan persentase lapisan yang meningkat dari hari ke-7 menuju hari ke-14.

Namun pada kelompok C3 nata yang terbentuk pada hari ke-7 mengalami penurunan

ketebalan pada hari ke-14. Menurut Rahman (1992) semakin lama waktu fermentasi

maka nata yang dihasilkan menjadi semakin tebal. Sehingga hasil yang didapat oleh

semua kelompok (kecuali C3) telah sesuai. Persentase ketebalan lapisan menunjukan

efektivitas fermentasi dari nata de coco. Semakin efektif fermentasi berlangsung maka

semakin banyak selulosa terbentuk dan pada hasil akhir akan didapat nata yang semakin

tebal. Penurunan ketebalan nata pada kelompok C3 mungkin disebabkan karena selama

proses fermentasi terjadi guncangan atau goyangan dalam wadah sehingga permukaan

cairan yang telah terbentuk lapisan nata menjadi turun ke bawah.

Kemudian jika ditinjau berdasarkan pengujian sensori dalam hal aroma, kelompok C1

menghasilkan aroma yang agak asam, sedangkan pada kelompok C2-C5 aroma yang

dihasilkan tidak asam. Menurut Palungkun (1996), aroma asam dari nata disebabkan

Page 8: Laporan NDC Benny

7

karena penggunaan asam asetat glasial yang digunakan untuk membuat pH air kelapa

menjadi asam. Untuk menghilangkan asamnya perlu dilakukan perendaman nata secara

berulang-ulang. Namun, dalam praktikum ini perendaman hanya dilakukan satu kali

sehingga aroma asam masih tercium seperti pada kelompok C1.

Pada uji sensori warna nata de coco, semua kelompok mendapat hasil yang sama yaitu

warna putih agak bening. Sehingga hal ini sesuai dengan pendapat Astawan & Astawan

(1991) yang menjelaskan bahwa nata de coco seharusnya berbentuk padat, kokoh, kuat,

putih, transparan, kenyal dengan rasa yang mirip kolang-kaling. Warna yang dihasilkan

dalam pembuatan nata de coco dipengaruhi oleh air kelapa yang digunakan. Warna air

kelapa yang lebih jernih akan menghasilkan nata yang lebih bening, sebaliknya jika

menggunakan air kelapa yang keruh akan menghasilkan nata yang lebih kuning.

Pada uji sensori tekstur nata de coco, tekstur yang dihasilkan oleh kelompok C1 dan C2

yakni agak kenyal, sedangkan tekstur yang dihasilkan oleh kelompok C3, C4, dan C5

yakni kenyal. Menurut Anastasia et al. (2008), kekenyalan nata ditentukan oleh

ketebalan nata yang dihasilkan. Semakin tinggi ketebalan nata yang dihasilkan maka

semakin banyak air yang mengisi rongga-rongga antar selulosa, sehingga kekenyalan

nata semakin kenyal. Sehingga jika dibandingkan dengan hasil yang didapat, seharusnya

kelompok C3 mendapat teksur yang paling tidak kenyal karena ketebalan natanya

paling tipis, sedangkan kelompok C5 seharusnya mendapat tekstur yang paling kenyal

karena ketebalan natanya paling tebal. Kemudian untuk parameter yang terakhir yakni

rasa, didapat hasil bahwa kelompok C1, C2, dan C3 menghasilkan nata de coco yang

manis manis, sedangkan pada kelompok C4 dan C5 dihasilkan rasa yang sangat manis.

Rasa yang timbul sangat dipengaruhi oleh gula yang digunakan pada pemasakan akhir

nata de coco.

Berdasarkan jurnal yang dibuat oleh Seumahu et al. (2007) menjelaskan bahwa hasil

akhir nata dapat dibedakan menjadi 2 yakni nata yang baik dan nata yang buruk. Nata

yang baik memiliki ciri-ciri putih transparan, tebal 1,5-2 cm dan permukaannya mulus.

Sebaliknya, nata yang buruk memiliki ciri-ciri seperti nata yang dihasilkan tipis (<0,5

cm) memiliki warna kusam atau kekuningan, tesktur yang keras dan terdapat gelembung

Page 9: Laporan NDC Benny

8

gas terjebak di dalamnya. Sedangkan berdasarkan jurnal yang dibuat oleh Mesomya

(2006) menjelaskan bahwa kekenyalan nata ditentukan dari ketebalan nata yang

dihasilkan. Semakin tinggi ketebalan serat kasar yang dihasilkan maka semakin banyak

air yang mengisi rongga-rongga antar selulosa sehingga nilai kekenyalannya semakin

turun.

Page 10: Laporan NDC Benny

3. KESIMPULAN

Nata merupakan sejenis komponen minuman yang merupakan senyawa selulosa

(dietary fiber).

Minuman nata de coco dihasilkan dari air kelapa melalui proses fermentasi, yang

melibatkan bakteri Acetobacter xylinum.

Nata de coco memiliki bentuk padat, kokoh, kuat, putih, transparan, kenyal dengan

rasa yang mirip kolang-kaling.

Bakteri Acetobacter xylinum sangat cocok tumbuh pada suasana asam (pH 4,3).

Acetobacter xylinum tumbuh optimal pada suhu 28oC.

Jumlah inokulum yang ditambahkan untuk membuat nata berkisar 1 – 10 %.

Nata akan semakin tebal dengan bertambahnya waktu fermentasi.

Persentase ketebalan lapisan menunjukan efektivitas fermentasi dari nata de coco.

Semakin efektif fermentasi maka semakin banyak selulosa yang terbentuk dan pada

hasil akhir akan didapat nata yang semakin tebal.

Kekenyalan nata de coco berhubungan dengan ketebalan lapisan nata yang

dihasilkan dimana semakin tebal nata yang dihasilkan maka tekstur yang dihasilkan

semakin kenyal.

Semarang, 20 Juni 2014 Asisten Dosen,

Praktikan, - Chrysentia Archinitta

Ong Benny Irawan

11.70.0017

9

Page 11: Laporan NDC Benny

4. DAFTAR PUSTAKA

Anastasia; Nadia; dan Afrianto Eddy. (2008). Mutu Nata de Seaweed dalam Berbagai Konsentrasi Sari Jeruk Nipis. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II. Universitas Lampung.

Astawan, M. & M.W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna.

Awang, S. A. (1991). Kelapa: Kajian Sosial–Ekonomi. Aditya Media. Yogyakarta.

Jagannath, A. ; A. Kalaiselvan; S. S. Manjunatha; P. S. Raju; A. S. Bawa. (2008). The effect of pH, sucrose and ammonium sulphate concentrations on the production of bacterial cellulose (Nata-de-coco) by Acetobacter xylinum. World J Microbiol Biotechnol (2008) 24:2593–2599.

Mesomya, W., Pakpeankitvatana, V., Komindr, S., Leelahakul, P., Cuptapun, Y., Hengsawadi, D., Tammarate, P. and Tangkanakul, P. (2006). Effects of health food from cereal and nata de coco on serum lipids in human Songklanakarin J. Sci. Technol., 2006, 28(Suppl. 1) : 23-28.

Palungkun, R. ( 1996 ). Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pambayun, R. ( 2002 ). Teknologi Pengolahan Nata de coco. Kanisius. Yogyakarta.

Rahayu, E. S. ; R. Indriati ; T. Utami ; E. Harmayanti & M. N. Cahyanto. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.

Rahman, A (1992). Teknologi Fermentasi I, Penerbit Arcan, Jakarta.Saputra, A.H., Darmansyah. (2010). Evaluation of Physical and Mechanical Properties Composite of Nata de coco Fibers/Resin Filled SiO2 and Al2O3. ISCAFChE 2010 November 3-4,2010, Bali-Indonesia.

Seumahu, Cecilia Anna; Antonius suwanto; Debora Hadisusanto; Maggy Thenwijaya Suhartono. (2007). The Dynamics of Bacterial Communities During Traditional Nata de Coco Fermentation. Microbiology Indonesia August 2007, p 65-68.

Sunarso. (1982). Pengaruh Keasaman Media Fermentasi Terhadap Ketebalan Pelikel pada Pembuatan Nata de coco. Skripsi. UGM. Yogyakarta.

10

Page 12: Laporan NDC Benny

5. LAMPIRAN

5.1. Perhitungan

Rumus:

Persentase Lapisan Nata =

Tinggi Ketebalan NataTinggi Media Awal

x 100%

Kelompok C1

H0 Persentase Lapisan Nata =

03

x 100% = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata =

0,753

x 100% = 25 %

H14 Persentase Lapisan Nata =

1,53

x 100%

= 50 %

Kelompok C2

H0 Persentase Lapisan Nata =

01

x 100% = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata =

0,71,8

x 100% = 38,89 %

H14 Persentase Lapisan Nata =

1,11,8

x 100%

= 61,11 %

Kelompok C3

H0 Persentase Lapisan Nata =

01

x 100% = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata =

0,71

x 100% = 70 %

H14 Persentase Lapisan Nata =

0,51

x 100%

= 50 %

Kelompok C4

H0 Persentase Lapisan Nata =

02

x 100% = 0 %

11

Page 13: Laporan NDC Benny

H7 Persentase Lapisan Nata =

0,52

x 100% = 25 %

H14 Persentase Lapisan Nata =

1,82

x 100%

= 90 %

12

Page 14: Laporan NDC Benny

13

Kelompok C5

H0 Persentase Lapisan Nata =

01,6

x 100% = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata =

0,751,6

x 100% = 44,88%

H14 Persentase Lapisan Nata =

21,6

x 100%

= 125%

5.2. Abstrak Jurnal

5.3. Laporan Sementara

5.4. Viper