15
FERMENTASI SUBSTRAT CAIR FERMENTASI NATA DE COCO LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Mulyanto Onggo W  NIM : 11.70.007 6 Kelompok B2 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2014

Laporan NDC

Embed Size (px)

Citation preview

FERMENTASI SUBSTRAT CAIRFERMENTASI NATA DE COCO

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh:Mulyanto Onggo WNIM : 11.70.0076Kelompok B2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

20145

1. 2. HASIL PENGAMATANTabel 1. Hasil Pengamatan Lapisan Nata de cocoKelTinggi MediaAwal (cm)Tinggi Ketebalan Nata (cm)% Lapisan Nata

07140714

B10,500,80,50160100

B2100,90,509050

B31,201,31,60108,33133,33

B40,500,80,50160100

B50,8010,7012587,5

Berdasarkan tabel 1 di atas, dapat dilihat hasil pengamatan peningkatan lapisan nata de coco yang dihasilkan pada tiap kelompok. Kelompok B1 memiliki tinggi media awal 0,5 cm, Kelompok B2 memiliki tinggi media awal 1 cm, Kelompok B3 memiliki tinggi media awal 1,2 cm, Kelompok B4 memiliki tinggi media awal 0,5 cm, Kelompok B5 memiliki tinggi media awal 0,8 cm. Tinggi ketebalan nata hari ke-0 pada tiap-tiap kelompok tidak menunjukkan peningkatan sama sekali (penambahan tinggi = 0 cm). Tinggi ketebalan nata hari ke-7 kelompok B1 sebesar 0,8 cm, kelompok B2 sebesar 0,9 cm kelompok B3 sebesar 1,3 cm kelompok B4 sebesar 0,8 cm kelompok B5 sebesar 1 cm. Tinggi ketebalan nata hari ke-14 kelompok B1 sebesar 0,5 cm, kelompok B2 sebesar 0,5 cm kelompok B3 sebesar 1,6 cm kelompok B4 sebesar 0,5 cm kelompok B5 sebesar 0,7 cm. Presentase peningkatan lapisan nata pada hari ke-7 yang tertinggi adalah kelompok B1 dan B4 yaitu sebesar 160%, sedangkan yang terkecil adalah kelompok B2 yaitu sebesar 90%. Presentase peningkatan lapisan nata pada hari ke-14 yang tertinggi adalah kelompok B3 yaitu sebesar 133,33%, sedangkan yang terkecil adalah kelompok B2 yaitu sebesar 50%.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Sensoris Nata de cocoKelompok Aroma Warna Tekstur Rasa

B1++++++++++++

B2++++++++++++

B3++++++++++++++

B4+++++++++++++

B5++++++++++++++

Keterangan : Aroma WarnaTekstur Rasa++++: tidak asamputihsangat kenyalsangat manis +++: agak asamputih beningkenyalmanis ++: asamputih agak beningagak kenyalagak manis +: sangat asamkuningtidak kenyaltidak manis

Berdasarkan tabel 2 di atas, dapat dilihat bahwa nata de coco yang dihasilkan setiap kelompok memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Pada hasil pengamatan aroma yang dihasilkan, nata semua kelompok menghasilkan aroma yang sama yaitu tidak asam. Kemudian untuk hasil uji warna nata de coco yang dihasilkan, kelompok B1 menghasilkan warna putih bening, sedangkan kelompok B2 hingga B5 menghasilkan nata berwarna putih. Parameter selanjutnya ialah tekstur yang dihasilkan, pada kelompok B1 dan B2 menghasilkan tekstur yang kenyal, sementara kelompok B3 hingga B5 menghasilkan tekstur yang agak kenyal. Pengamatan terakhir adalah pada hasil uji rasa nata de coco yang dihasilkan, pada kelompok B1 nata yang dihasilkan memiliki rasa agak manis, pada kelompok B2 nata yang dihasilkan memiliki rasa tidak manis, pada kelompok B4 nata yang dihasilkan memiliki rasa manis, pada kelompok B3 dan B5 nata yang dihasilkan memiliki rasa sangat manis.

13. PEMBAHASANProduksi kelapa di Indonesia terkenal sangat melimpah namun belum dimanfaatkan secara maksimal. Kelebihan produksi kelapa ini bila tidak dimanfaatkan dapat mengakibatkan banyaknya limbah air kelapa yang justru dapat merusak lingkungan. Air kelapa mengandung air 91,23%, protein 0,29%, lemak 0,15%, karbohidrat 7,27%, dan abu 1,06%. Pada air kelapa juga terkandung sukrosa, dextrosa, fruktosa, vitamin B kompleks yang terdiri dari asam niotinat 0,01 mikrogram, asam pentotenat 0,52 mikrogram, biotin 0,02 mikrogram, riboflavin 0,01 mikrogram, dan asam folat 0,003 mikrogram per mililiter (Awang, 1991). Dengan nutrisi tersebut, air kelapa mempunyai potensi serta berpeluang untuk dimanfaatkan sebagai bahan dasar fermentasi menjadi produk pangan yang baru (Wowor et al, 2007).

Salah satu produk hasil fermentasi air kelapa yang sekarang ini populer adalah produk Nata de coco. Berdasarkan jurnal Dextrin Concentration and Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) in Making of Fiber-Rich Instant Baverage from Nata de Coco produk Nata de coco ini banyak digunakan sebagai pencampur es krim, koktail buah, sirup dan makanan ringan lainnya (Santosa et al., 2012). Nata de coco memiliki bentuk yang padat, kokoh, kuat, putih, transparan, kenyal dengan rasa yang mirip kolang-kaling. Mesomya (2006) dalam jurnalnya Effects of health food from cereal and nata de coco on serum lipids in human menambahkan bahwa nata de coco adalah produk makanan dengan serat makanan organik tinggi, kaya akan selulosa, rendah lemak, kalori dan mengandung kolesterol. Mikroba yang sering digunakan dalam proses pembuatan nata adalah Acetobacter xylinum. Bakteri ini termasuk bakteri yang tidak membahayakan, tetapi menguntungkan karena dapat dimanfaatkan oleh manusia hingga menghasilkan produk yang berguna. Pembuatan nata biasanya dilakukan secara tradisional dengan menggunakan kultur komersial yang terdiri dari campuran strain A. xylinum. Penggunaan kultur komersial ini menyebabkan sering terdapat variasi mutu pada setiap batch pembuatan nata.

Praktikum kali ini membagi proses pembuatan Nata de coco dalam 2 tahap, dimana tahap pertama adalah pembuatan media, langkah awalnya mula-mula air kelapa disaring guna memisahkan kotoran yang mungkin ada di air kelapa seperti serabut kelapa, lalu ditambahkan dengan 10% gula pasir dan diaduk sampai larut. Penggunaan gula pasir yang merupakan jenis sukrosa menurut Pambayun (2002) adalah sebagai sumber karbon yang biasa digunakan oleh bakteri Acetobacter xylinum. Hayati (2003) menjelaskan pula bahwa penambahan gula dalam pembuatan nata bertujuan untuk memperoleh tekstur, penampakan, dan flavor yang ideal. Selain itu, gula juga dapat berfungsi sebagai pengawet. Selain itu, menurut Sunarso (1982), penambahan gula sebanyak 10% merupakan penambahan dalam jumlah yang optimum sehingga nata yang dihasilkan akan tebal dan liat. Setelah itu ditambahkan 0,5% amonium sulfat. Pembuatan nata de coco dalam praktikum ini telah sesuai dengan teori Setiaji et al (2002). Langkah pembuatan nata menurut Setiaji et al (2002) adalah substrat yang akan dibuat nata dipanaskan hingga mendidih dengan ditambah gula, amoniumsulfat sebanyak 0,5%. Penambahan amonium sulfat dalam pembuatan nata menurut Awang (1991) dan Pambayun (2002) dikarenakan syarat medium yang digunakan pada proses fermentasi adalah minimal mengandung nitrogen sehingga dapat mendukung pertumbuhan aktivitas bakteri nata. Menurut Rahayu et al (1993) sumber karbon dan nitrogen digunakan untuk pembentukan asam nukleat dan protein sebagai sumber energi untuk pertumbuhan bakteri optimum, yaitu berupa molekul amonia yang dapat langsung diserap oleh sel bersama dengan sumber nitrogen lain termasuk urea didalamnya.

Setelah itu dilakukan penambahan asam cuka glasial hingga pH 4-5. Pambayun (2002) mengatakan bahwa meskipun bisa tumbuh pada kisaran pH 3,57,5 tetapi bakteri Acetobacter xylinum sangat cocok tumbuh pada suasana asam pH 4,3. Sedangkan pada kondisi basa, Acetobacter xylinum tidak dapat tumbuh. Oleh karena itu air kelapa yang memiliki pH basa perlu disesuaikan pHnya terlebih dahulu melalui peambahan asam cuka glasial untuk meningkatkan keasaman agar menjadi media yang optimal bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum.

Langkah selanjutnya setelah penambahan asam cuka ialah air kelapa dipanaskan hingga gula larut dan disaring lagi. Menurut Astawan & Astawan (1991), pemasakan air kelapa bertujuan untuk membunuh mikroorganisme yang kemungkinan dapat mencemari produk yang dihasilkan. Apabila tidak ada proses pemasakan maka kemungkinan terdapat mikroorganisme lain yang secara langsung atau tidak langsung dapat mengganggu pertumbuhan dan aktivitas Acetobacter xylinum dalam mengubah glukosa menjadi selulosa sehingga kemampuan bakteri A. xylinum untuk membentuk nata juga menjadi tidak sempurna.

Tahap kedua dalam proses pembuatan nata de coco kali ini adalah proses fermentasi dimana langkahnya mula-mula siapkan 6 wadah plastik bersih dan dimasukkan media steril (air kelapa dari tahap pertama) sebanyak 100 ml pada masing-masing wadah dan ditambahkan biang nata (starter) sebesar 10% ke dalam media fermentasi secara aseptis. Jumlah starter yang kami tambahkan sama degnan teori Rahayu et al (1993), yang menyatakan bahwa jumlah starter/inokulum yang biasa ditambahkan berkisar 1 10% agar proses fermetasi bisa dilakukan sehingga nata dapat terbentuk. Kemudian wadah fermentasi ditutup rapat dengan kain saring dan diinkubasi hingga 2 minggu. Proses inkubasi bertujuan untuk memberikan kesempatan pada bakteri untuk beradaptasi, beraktitivas, dan menumbuhkan nata pada substrat dengan mengubah gula menjadi selulosa hingga terbentuk lapisan nata de coco, sedangkan tujuan dilakukannya penutupan tersebut untuk mencegah terjadinya kontak langsung antara medium dengan oksigen. Selama inkubasi jangan goyang wadah plastik agar lapisan nata nantinya tidak terpisah-pisah.

Pengamatan hasil akhir meliputi ketebalan lapisan Nata de coco pada hari ke-0, ke-7, dan hari ke-14. Presentase kenaikan ketebalan lapisan dapat dihitung dengan rumus: .

Gambar 1. Nata de coco sebelum dimasak

Langkah selanjutnya adalah proses pencucian nata yang telah jadi untuk kemudian dimasak menggunakan air gula. Menurut Palungkun (1996), nata dipotong untuk memudahkan konsumsinya sedangkan perendaman dan perebusan dilakukan untuk menghilangkan asamnya. Masih menurut Palungkun (1996), penambahan gula dimaksudkan agar terasa nata manis dan daya simpannya lama. Setelah dimasak kemudian dilakukan uji sensori terhadap rasa, aroma, tekstur, dan warna dari nata.

Gambar 3. Hasil akhir Nata de coco Gambar 2. Proses pemasakan Nata de coco Berdasarkan hasil pengamatan pada table 1, didapatkan bahwa pada hari ke-0 belum terbentuk lapisan nata pada semua kelompok, kemudian pada hari ke-7 didapatkan adanya lapisan nata dengan ketebalan yang meningkat dari hari ke-0 hingga hari ke-7 meskipun setiap kelompok mendapatkan hasil yang berbeda-beda. Perbedaan presentase lapisan pada setiap kelompok dapat disebabkan karena ukuran dari wadah yang berbeda, sehingga ketinggian yang dihasilkan juga berbeda. Presentase peningkatan lapisan nata pada hari ke-7 yang tertinggi adalah kelompok B1 dan B4 yaitu sebesar 160%, sedangkan yang terkecil adalah kelompok B2 yaitu sebesar 90%.

Peningkatan ketebalan lapisan nata de coco ini disebabkan aktivitas mikroorganisme Acetobacter xylinum yang akan membentuk gel/lapisan yang berwarna putih, yang lama kelamaan akan semakin melebar dan memadat pada permukaan larutan yang mengandung gula (Rahman, 1992). Lapisan yang terbentuk karena komponen selulosa yang terbentuk dari glukosa ini akan membentuk mikrofibril yang panjang dalam cairan fermentasi. Gelembung-gelembung gas CO2 yang dihasilkan selama fermentasi mempunyai kecendeerungan melekat pada selulosa ini, sehingga menyebabkan jaringan tersebut terangkat ke cairan (Gunsalus & Staines, 1962). Namun pada hari ke-7 hingga hari ke-14 hanya nata de coco kelompok B3 yang mengalami peningkatan dengan presentase sebesar 133,33%, sedangkan kelompok lainnya justru mengalami penurunan ketebalan. Hasil ini tidak sesuai dengan teori yang diungkapkan Wowor et al (2007) dalam jurnalnya yang berjudul Analisis Usaha Pembuatan Nata de Coco Dengan Menggunakan Sumber dan Kandungan N yang Berbeda dimana nata de coco yang diperkaya dengan amonium sulfat memiliki ketebalan 2-2,5 cm. Selain itu, seharusnya nata akan semakin tebal dengan bertambahnya waktu fermentasi. Berdasarkan jurnal The Dynamics of Bacterial Communities During Traditional Nata de Coco Fermentation yang disusun oleh Seumahu et al (2007), dikatakan bahwa hasil akhir nata dapat dibedakan menjadi 2 yaitu nata yang baik dan nata yang buruk. Nata dikategorikan baik bila menghasilkan nata yang putih transparan, tebal 1,5-2 cm. Sebaliknya, nata dikategorikan buruk bila nata yang dihasilkan tipis (