25
 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-  Nya lah kami dapat menyelesaikan laporan “Tutorial” pada sub modul ke -5 dalam PBL ( Problem Based Learning ) 1 proses pembelajaran efektif Sel dan perubahannya. Penulisan laporan ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu tugas PBL. Kami menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata kami ucapkan terima kasih, dan semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi kita semua serta bisa dijadikan bahan bacaan untuk menambah ilmu pengetahuan kita. Jakarta, November 2011 Penyusun

Laporan Sub Modul 5_ Pbl 1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

BMD

Citation preview

Page 1: Laporan Sub Modul 5_ Pbl 1

 

 

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-

 Nya lah kami dapat menyelesaikan laporan “Tutorial” pada sub modul ke-5 dalam PBL (

Problem Based Learning ) 1 proses pembelajaran efektif Sel dan perubahannya.

Penulisan laporan ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu tugas PBL. Kami

menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih belum sempurna, oleh karena itu kritik dan

saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan

laporan ini.

Akhir kata kami ucapkan terima kasih, dan semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi kita

semua serta bisa dijadikan bahan bacaan untuk menambah ilmu pengetahuan kita.

Jakarta, November 2011

Penyusun

Page 2: Laporan Sub Modul 5_ Pbl 1

 

 

2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………..  1

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………….... 2

BAB 1 ANALISA MASALAH

1.1 Skenario ……………………………………………………………………………  3

1.2 Klarifikasi Kata Kunci ……………………………………………………………..  3

1.3 Identifikasi Masalah dengan Rumusan Pertanyaan ………………………………..  3

1.4 Tujuan Pembelajaran ………………………………………………………………  4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Radang Akut ………………………………………………………………………. 6

2.2 Radang Kronik …………………………………………………………………….. 13

2.3 Perbedaan Radang Akut dan Radang Kronik ……………………………………..  21

2.4 Mekanisme Radang Akut dan Radang Kronik ……………………………………  22

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………..  24

LAMPIRAN ………………………………………………………………………………. 25

Page 3: Laporan Sub Modul 5_ Pbl 1

 

 

3

BAB 1

ANALISA MASALAH

1.1 Skenario

Sub modul 5

An. A, datang dengan tonsillitis akut. Saat yang hampir bersamaan, datang pula An. B

dengan tonsillitis kronik. Dengan jenis penyakit yang sama yaitu tonsillitis, kondisi An. A

dan An. B ada yang berbeda. An. A mengeluh demam dan nyeri, sedangkan An. B tidak

merasakannya. Meskipun radang terjadi pada organ yang sama, namun penatalaksanaannya

 berbeda.

1.2 

Klarifikasi Kata Kunci

  Inflamasi Akut

  Inflamasi Kronik

1.3 Identifikasi Masalah dengan Rumusan Masalah

1.  Apa yang dimaksud dengan Radang Akut?

2.  Apa yang dimaksud dengan Radang Kronik?

3.  Sebutkan perbedaan dari Radang Akut dan Radang Kronik!

4.  Bagaimana mekanisme dari Radang Akut dan Radang Kronik?

Page 4: Laporan Sub Modul 5_ Pbl 1

 

 

4

1.4 Tujuan Pembelajaran

1.  Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan apa itu radang akut

2.  Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan apa itu radang kronik

3.  Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan perbedaan dari radang akut dan radang

kronik

4.  Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan mekanisme dari radang akut dan radang

kronik

Page 5: Laporan Sub Modul 5_ Pbl 1

 

 

5

BAB 2

PEMBAHASAN

Sebelum kita membahas radang akut dan radang kronik, sebaiknya kita membahas Radang

terlebih dahulu.

Radang/ inflamasi adalah suatu respon protektif yang ditujukan untuk menghilangkan

 penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh

kerusakan asal.

Respon radang merupakan dasar terjadinya reaksi anafilaktik yang mengancam nyawa

akibat gigitan serangga atau obat, dan merupakan dasar terjadinya penyakit kronik

tertentu, seperti artritis rheumatoid dan aterosklerosis.

Fungsi dari radang adalah mengantar leukosit ke tempat jejas. Leukosit akan melawan

agen jejas, membunuh bakteri dan mikroorganisme lain.

Komponen respon radang akut dan kronik: sel dan protein dalam sirkulasi, sel dinding

pembuluh darah, dan sel serta elemen matriks pada jaringan ikat ektravaskuler. Sel dan

protein tidak tergambar dalam skala.

Page 6: Laporan Sub Modul 5_ Pbl 1

 

 

6

2.1. Apa yang dimaksud dengan Radang Akut?

  Radang Akut adalah Radang yang berlangsung relatif singkat, dari beberapa menit

sampai beberapa hari, dan ditandai dengan eksudasi cairan dan protein plasma serta

akumulasi leukosit neutrofilik yang menonjol.

  Radang Akut merupakan respon segera dan dini terhadap jejas yang dirancang untuk

mengirimkan leukosit ke tempat jejas.

Tanda Radang Akut

1.  Rubor (kemerahan) → akibat hiperemia atau kongesti 

2.  Kalor (panas) → akibat lebih banyak darah 

3.  Dolor (nyeri) → akibat perubahan pH, kadar ion, toksin yang merangsang saraf, juga

 pembengkakan

4.  Tumor (pembengkakan) → kumpulan darah dan cairan → eksudat 

5.  Fungsio lesa (hilangnya fungsi) → bengkak, nyeri dan perubahan lingkungan 

Penyebab

-  Infeksi microbial: bakteri piogenik, virus

-  Reaksi hipersensitivitas: parasite, basil tuberculosis

-  Agen fisik: trauma, radiasi pengion, panas, dingin

-  Kimiawi dan obat: korosif, asam, basa, agen pengurang, toksin bakteri

-  Jaringan nekrosis: infark iskemik

Page 7: Laporan Sub Modul 5_ Pbl 1

 

 

7

Perubahan Vaskular

Perubahan pada caliber dan aliran pembuluh darah.

  Setelah vasokonstriksi sementara, terjadi vasodilatasi  arteriol, yang mengakibatkan

 peningkatan aliran darah dan penyumbatan local ( hyperemia ) pada aliran darah kapiler

selanjutnya. Merupakan penyebab timbulnya warna merah ( eritema ) dan hangat yang

secara khas terlihat pada inflamasi akut.

  Selanjutnya, mikkrovaskulatur menjadi permeable, mengakibatkan masuknya cairan kaya

 protein kedalam jaringan ektravaskular. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi

lebih terkonsentrasi dengan baik sehingga meningkatkan viskositas darah dan

memperlambat sirkulasi. Secara mikroskopis perubahan ini digambarkan oleh dilatasi

 pada sejumlah pembuluh darah kecil yang dipadati oleh eritrosit ( stasis ).

  Saat terjadi stasis, leukosit ( terutama neutrophil ) mulai keluar dari aliran darah dan

 berakumulasi di sepanjang permukaan endotel pembuluh darah ( marginasi  ). Setelah

melekat pada endotel, leukosit menyelip di antara sel endotel tersebut dan bermigrasi

melewati dinding pembuluh darah menuju jaringan interstisial.

Peningkatan permeabilitas vascular.

Pada tahap awal inflamasi, vasodilatasi arteriol dan aliran darah yang bertambah

meningkatkan tekanan hidrostatik intravascular dan pergerakan cairan dari kapiler. Cairan ini

disebut transudate, merupakan ultrafiltrat plasma darah dan mengandung sedikit protein.

 Namun, transudate segera menghilang dengan meningkatnya permeabilitas vascular yang

memungkinkan pergerakan cairan kaya protein, bahkan sel ke dalam interstisium ( eksudat ).

Hilangnya cairan kaya protein ke dalam ruang perivascular menurunkan tekanan osmotic

intravascular dan meningkatkan tekanan osmotic cairan interstisial. Hasilnya adalah mengalirnya

air dan ion ke dalam jaringan ektravaskular; akumulasinya disebut edema.

Page 8: Laporan Sub Modul 5_ Pbl 1

 

 

8

Inflamasi akut menyebabkan kebocoran selapis endotel melalui sejumlah cara. Arteriol, kapiler,

dan venula mengalami hal ini secara berbeda-beda, bergantung pada mekanisme yang berperan,

serta onset, durasi, volume, dan karakteristik cairan yang dihasilkan.

  kontraksi sel endotel menimbulkan

interselular gap pada venula. Pada permeabilitas

vascular yang meningkat, bentuk kontraksi sel

endotel adalah suatu proses reversible yang

dihasilkan oleh histamine, bradikinin, leukotriene,

dll. Kontraksi sel berlangsung cepat dan singkat (

respon segera sementara ).

   Jejas endotel langsung akan

mengakibatkan kebocoran vascular dengan

menyebabkan nekrosis dan lepasnya sel endotel .

Kontraksi cepat dan berlangsung lama.

   Jejas endotel yang bergantung leukosit

dapat terjadi akibat akumulasi leukosit selama

respons inflamasi terjadi. Berlangsung lama.

   Peningkatan transitosis melalui jalur

vesicular intrasel meningkatkan permeabilitasvenula, khususnya setelah pajanan terhadap

mediator tertentu.

   Kebocoran dari pembuluh darah baru. 

Page 9: Laporan Sub Modul 5_ Pbl 1

 

 

9

Berbagai Peristiwa yang Terjadi pada Sel

Dalam fokus radang, awal bendungan sirkulasi mikro akan menyebabkan sel-sel darah

merah menggumpal dan membentuk agregat-agregat yang lebih besar daripada leukosit sendiri.

Menurut hukum fisika aliran, massa sel darah merah akan terdapat di bagian tengah dalam aliran

aksial, dan sel-sel darah putih pindah ke bagian tepi (marginasi)Urutan kejadian ekstravasasi

leukosit dari lumen pembuluh darah ke ruang ekstravaskular dibagi menjadi (1) marginasi dan

rolling , (2) adhesi dan transmigrasi antar endotel, dan (3) migrasi pada jaringan interstisial

terhadap suatu rangsang kemotatik. Rolling, adhesi, dan transmigrasi diperantarai oleh ikatan

molekul adhesi komplementer pada leukosit dan permukaan endotel.

Mula-mula sel darah putih bergerak terakumulasi di tepi pembuluh darah (marginasi) dan

menggulung pelan-pelan sepanjang permukaan endotel (rolling ) pada aliran yang tersendat tetapi

kemudian sel-sel tersebut akan melekat dan melapisi permukaan endotel. Selanjutnya adalah

 proses emigrasi, yaitu proses perpindahan sel darah putih yang bergerak keluar dari pembuluh

darahTempat utama emigrasi leukosit adalah pertemuan antar-sel endotel. Walaupun pelebaran

 pertemuan antar-sel memudahkan emigrasi leukosit, tetapi leukosit mampu menyusup sendiri

melalui pertemuan antar-sel endotel yang tampak tertutup tanpa perubahan nyata.

Page 10: Laporan Sub Modul 5_ Pbl 1

 

 

10

Setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak menuju ke arah utama lokasi

 jejas. Migrasi sel darah putih yang terarah ini disebabkan oleh pengaruh-pengaruh kimia

yang dapat berdifusi disebut kemotaksis. Hampir semua jenis sel darah putih dipengaruhi

oleh faktor-faktor kemotaksis dalam derajat yang berbeda-beda. Neutrofil dan monosit paling

reaktif terhadap rangsang kemotaksis. Sebaliknya limfosit bereaksi lemah. Beberapa faktor

kemotaksis dapat mempengaruhi neutrofil maupun monosit, yang lainnya bekerja secara

selektif terhadap beberapa jenis sel darah putih. Faktor-faktor kemotaksis dapat endogen

 berasal dari protein plasma atau eksogen, misalnya produk bakteri.

Setelah leukosit sampai di lokasi radang, terjadilah proses fagositosis. Meskipun sel-sel

fagosit dapat melekat pada partikel dan bakteri tanpa didahului oleh suatu proses pengenalan

yang khas, tetapi fagositosis akan sangat ditunjang apabila mikroorganisme diliputi oleh

opsonin, yang terdapat dalam serum (misalnya IgG, C3). Setelah bakteri yang mengalami

opsonisasi melekat pada permukaan, selanjutnya sel fagosit sebagian besar akan meliputi

 partikel, berdampak pada pembentukan kantung yang dalam.

Partikel ini terletak pada vesikel sitoplasma yang masih terikat pada selaput sel, disebut

fagosom. Meskipun pada waktu pembentukan fagosom, sebelum menutup lengkap, granula-

granula sitoplasma neutrofil menyatu dengan fagosom dan melepaskan isinya ke dalamnya,

suatu proses yang disebut degranulasi. Sebagian besar mikroorganisme yang telah

mengalami pelahapan mudah dihancurkan oleh fagosit yang berakibat pada kematian

mikroorganisme. Walaupun beberapa organisme yang virulen dapat menghancurkan leukosit.

Page 11: Laporan Sub Modul 5_ Pbl 1

 

 

11

Defek pada Fungsi Leukosit

DEFEK PADA FUNGSI LEOKOSIT

Penyakit Defek

Genetik

Defisiensi adhesi leukosit 1

Defisiensi adhesi leukosit 2

Defisiensi granula spesifik-

neutrophil

Penyakit granulomatosa kronik

terkait-X

Resesif autosom

Defisiensi mieloperoksidase

Sindrom Chediak-Higashi 

Akuisista (didapat)

Cedera suhu, diabetes, sepsis, dll

Hemodialysis, diabetes

Leukemia, sepsi, diabetes, malnutrisi,

dan lain-lain 

Rantai ß integrin CD11/ CD18

Sialil-Lewis X (reseptor

selektin)

Ketiadaan granula spesifik-

neutrophil

Kemotaksis defektif

Penurunan pembakaran

oksidatif

 NADPH oksidase (komponen

membrane)

 NADPH oksidase (komponen

sitoplasma)

Hilangnya system MPO-H2O2 

Membrane protein yang terlibat

organelle trafficking

Kemotaksis

Adhesi

Fogositosis dan aktivitas

mikrobisial

Page 12: Laporan Sub Modul 5_ Pbl 1

 

 

12

Akibat Inflamasi Akut

Ada tiga akibat Inflamasi Akut

  Resolusi: jaringan menjadi normal kembali setelah proses resolusi, eksudat dan debris

selular mencair dan dibuang oleh makrofag dan melalui saluran limfe.

  Regenerasi: jika terjadi nekrosis jaringan sebelum agen jejas dapat dinetralkan maka

 jaringan nekrosis akan diganti oleh jaringan regenerasi atau sikatriks.

  Supurasi: pada infeksi bakteri purulent terjadi migrasi netrofil yang berlebihan disertai

nekrosis likuefaksi (mencair). Masa ini disebut pus dan jika dibatasi oleh dinding disebut

abses.

  Radang kronis: jika agen jejas tidak dapat dinetralkan pada reaksi radang akut maka

terjadi respon imun yang menyebabkan terjadinya radang kronis.

Page 13: Laporan Sub Modul 5_ Pbl 1

 

 

13

2.2. Apa yang dimaksud dengan Radang Kronik?

  Radang Kronik adalah Radang yang berlangsung lebih lama ( berhari-hari sampai

 bertahun-tahun ) dan ditandai khas dengan proliferasi pembuluh darah dan pembentukan

 jaringan parut.

  Radang Kronik dapat dianggap sebagai inflamasi memanjang ( berminggu-minggu

hingga berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun ), dan terjadi inflamasi aktif, jejas

 jaringan, dan penyembuhan secara serentak. 

Penyebab dan dampak inflamasi kronik  

Inflamasi kronik dapat berkembang dari inflamasi akut. Perubahan ini terjadi ketika

respons akut tidak teratasi karena agen cedera yang menetap atau karena gangguan proses

 penyembuhan normal. Contoh, ulkus peptikum duodenum awalnya memperlihatkan inflamasi

akut yang diikuti dengan tahap awal perbaikan (resolusi). Namun, jejas epitel duodenum yang

 berulang dapat menghentikan proses resolusi ini dan menimbulkan suatu lesiyang ditandai

dengan kedua inflamasi akut dan kronik. Kemungkinan lain, beberapa bentuk jajas (misal,

infeksi virus) menimbulkan respons, yaitu inflamasi kronik yang pada dasarnya terjadi sejak

awal.

Page 14: Laporan Sub Modul 5_ Pbl 1

 

 

14

Penyebab

-  Infeksi virus: Infeksi intrasel apapun secara khusus memerlukan limfosit dan makrofag

untuk mengidentifikasi dan mengeradikasi sel yang terinfeksi.

-  Infeksi mikroba persisten: Pajanan mikroba yang patogenisitasnya lemah namun

 berlangsung dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan hipersensitivitas lambat yang

 berpuncak pada reaksi granulomatosa (salah satu contoh radang kronik). Contohnya pada

infeksi Treponema pallidum.

-  Pajanan yang lama terhadap agen yang berpotensi toksik: Agen-agen asing dapat

menyebabkan radang kronik apabila terpajan dalam jangka waktu yang lama. Agen

tersebut dapat berupa agen endogen (seperti jaringan adiposa yang nekrotik, kristal asam

urat, tulang) dan dapat berupa agen eksogen (seperti materi silika yang terinhalasi atau

serabut benang yang tertanam).

- Penyakit autoimun: Respons imun terhadap antigen dan jaringan tubuh sendiri yang

 berlangsung secara terus menerus dapat menyebabkan radang kronik, contohnya adalah

 penyakit arthritis rheumatoid atau sklerosis multipel.

-  Penyakit spesifik yang etiologinya tidak diketahui: Contohnya kolitis ulseratif (penyakit

radang kronik usus)

-  Penyakit granulomatosa primer: Seperti penyakit Crohn, sarkoidosis, reaksi terhadap

 berilium.

Page 15: Laporan Sub Modul 5_ Pbl 1

 

 

15

Berbagai kejadian pada resolusi inflamasi yang komplet: (1) permeabilitas vascular yang

kembali normal; (2) hilangnya cairan dan protein edema dengan drainase ke dalam saluran limfe

atau (3) melalui pinositosis makrofag; (4) fagositosis neutrophil apoptotic dan (5) debris nekrotik

oleh makrofag; dan (6) eksodus akheksodus akhir makrofag.

Sel dan Mediator Inflamasi Kronik

Makrofag merupakan sel yang relatif besar dengan diameter sekitar 30μm, bergerak

dengan cara ameboid, memberikan respons terhadap rangsangan kemotaksis tertentu (sitokin dan

kompleks antigen-antibodi) dan mempunyai kemampuan fagositik untuk mencerna

mikroorganisme dan sel debris. Bila dibandingkan dengan neutrofil, makrofag memiliki jangka

waktu hidup yang lebih lama dan kemampuan mencerna material yang lebih banyak jenisnya.

Selain itu, makrofag dapat membatasi organisme (agen asing) yang hidup andaikata tidak

mampu membunuhnya dengan enzim lisosom, contohnya adalah pada Mikobakterum

tuberkulosis dan Mikobakterium lepra. Apabila makrofag kemudian ikut serta dalam reaksi

hipersensitivitas tipe lambat terhadap organisme tersebut, makrofag sering mengalami kematian

dan melepaskan enzim lisosomnya sehingga menyebabkan nekrosis yang meluas.

Page 16: Laporan Sub Modul 5_ Pbl 1

 

 

16

Makrofag pada jaringan yang mengalami radang berasal dari monosit darah yang telah

 bermigrasi keluar dari pembuluh darah dan mengalami perubahan (aktivasi) di dalam jaringan.

Karena itu makrofag merupakan bagian dari sistem fagosit mononuklear. Pada jaringan ikat

makrofag tersebar secara difus, sedangkan di organ dijumpai makrofag yang khas seperti sel

Kupffer (hati), sel mikroglia (otak) atau makrofag alveolus (paru).

Aktivasi makrofag saat bermigrasi ke daerah yang mengalami peradangan diperlihatkan

dalam bentuk ukurannya yang bertambah besar, sintesis protein, mobilitas, aktivitas fagositik dan

kandungan enzim lisosom yang dimilikinya. Aktivasi ini diinduksi oleh sinyal-sinyal, mencakup

sitokin yang diproduksi oleh limfosit-T yang tersensitisasi (IFN γ), endotoksin bakteri, berbagai

mediator selama radang akut dan protein matriks ekstrasel seperti fibronektin.

Makrofag yang sudah teraktivasi (siap untuk menjalankan proses fagositosis) akan menghasilkan

 produk sebagai berikut:

  Protease asam dan protease netral

Protase asam dan protease netral merupakan mediator kerusakan jaringan pada peradangan.

  Komponen komplemen dan faktor koagulasi

Makrofag teraktivasi dapat mengeluarkan komponen komplemen dan faktor koagulasi, meliputi

 protein komplemen C1-C5, properdin, faktor koagulasi V dan VIII dan faktor jaringan.

  Spesies oksigen reaktif dan NO

Spesies oksigen reaktif berfungsi dalam proses fagositosis dan degradasi mikroba.

  Metabolit asam arakhidonat

Metabolit asam arakhidonat seperti prostaglandin dan leukotrien merupakan mediator dalam

 proses peradangan.

  Sitokin

Sitokin seperti IFN α dan β, IL 1, 6 dan 8, faktor nekrosis tumor (TNF α) serta berbagai faktor

 pertumbuhan yang mempengaruhi proliferasi sel otot polos, fibroblas dan matriks ekstraselular.

Page 17: Laporan Sub Modul 5_ Pbl 1

 

 

17

Pada radang kronik, makrofag dapat berakumulasi dan berproliferasi di tempat

 peradangan. Limfosit teraktivasi akan mengeluarkan IFN-γ yang akan mengaktivasi makrofag.

Makrofag teraktivasi, selain bekerja memfagositosis penyebab radang dan mengeluarkan

mediator-mediator lain, juga akan mengeluarkan IL-1 dan TNF yang akan mengaktivasi limfosit,

sehingga dengan demikian akan membentuk suatu timbal balik antara makrofag dan limfosit,

yang menyebabkan makrofag akan bertambah banyak di jaringan dan menyebabkan

terbentuknya fokus radang. Selain itu makrofag juga dapat berfusi menjadi sel besar berinti

 banyak disebut sel Datia.

Maturasi monosit dalam sirkulasi menjadi makrofag jaringan yang teraktivitas.

Makrofag dapat diaktivasi oleh sitokin (terutama interferon-y [IFN-y]) dari sel T yang

teraktivasi-imun atau oleh rangsang nonimunologik, seperti endotoksin. Tampak produk

yang dibuat oleh makrofag teraktivasi yang memerantarai cedera dan fibrosis jaringan.

AA, asam arakhidonat; FGF, fi broblast growth factor , FDGF, platelet-der ived growth factor ,

TGF-ß, tr ansforming growth factor ß.

Page 18: Laporan Sub Modul 5_ Pbl 1

 

 

18

Limfosit, Sel Plasma, Eosinofil dan Sel Mast 

Selain makrofag, pada peradangan kronik juga ditemukan limfosit, sel plasma, eosinofil

dan sel mast.

Limfosit-T dan limfosit-B bermigrasi ke tempat radang dengan menggunakan beberapa

 pasangan molekul adhesi dan kemokin yang serupa dengan molekul yang merekrut monosit.

Limfosit dimobilisasi pada keadaan setiap ada rangsang imun spesifik (infeksi) dan peradangan

yang diperantarai nonimun (infark atau trauma jaringan). Telah disebutkan di atas bahwa aktivasi

limfosit memiliki hubungan dengan aktivasi makrofag, menyebabkan terjadinya fokus radang

akibat proliferasi dan akumulasi makrofag di tempat cedera.

Sel plasma merupakan produk akhir dari aktivasi sel limfosit-B yang mengalami

diferensiasi akhir. Sel plasma dapat menghasilkan antibodi yang diarahkan untuk melawan

antigen di tempat radang atau melawan komponen jaringan yang berubah.

Eosinofil secara khusus dapat ditemukan di tempat radang sekitar terjadinya infeksi parasit atau

 bagian reaksi imun yang diperantarai oleh IgE yang berkaitan khusus dengan alergi. Kedatangan

eosinofi dikendalikan oleh molekul adhesi yang sama seperti yang digunakan oleh neutrofil dan

 juga kemokin eotaksin yang dihasilkan oleh sel leukosit atau sel epitel. Granula eosinofil

mengandung suatu protein disebut MBP (major basic protein), yaitu suatu protein kationik

 bermuatan besar dan bersifat toksik terhadap bakteri.

Adapun sel mast merupakan sel yang tersebar luas dalam jaringan ikat dan dilengkapi

oleh IgE terhadap antigen tertentu. Apabila terpajan dengan antigen tersebut, maka sel mast akan

mengeluarkan histamin dan produk asam arakhidonat yang menyebabkan perubahan vaskular

 pada radang akut. Sel mast juga dapat mengelaborasi sitokin seperti TNF yang berperan pada

respons kronik yang lebih besar. 

interaksi limfosit-makrofag pada inflamasi kronik.

Limfosit dan makrofag teraktivasi saling merangsang

satu sama lain, dan kedua jenis sel melepaskan mediator

peradangan yang memengaruhi sel lain. IFN-y,

interferon-y; IL-1, interleukin 1; TNF, tumor necrosis

factor .

Page 19: Laporan Sub Modul 5_ Pbl 1

 

 

19

Kerjasama Seluler pada Radang Kronik  

Infiltrat jaringan limfositik pada radang kronik meliputi dua jenis utama limfosit, yaitu

limfosit-B dan limfosit-T. Limfosit-B, pada saat kontak dengan antigen, cepat berubah menjadi

sel plasma, yang merupakan sel khusus yang sesuai untuk produksi antibodi. Sedangkan limfosit-

T bertanggung jawab pada sel perantara imunitas. Pada saat kontak dengan antigen, limfosit-T

memproduksi berbagai faktor pelarut yang disebut sitokin yang memiliki sejumlah aktivitas

 penting:

Pengumpulan makrofag ke dalam area

Telah diketahui bahwa makrofag dikumpulkan ke daerah lesi terutama dipengaruhi oleh faktor

 penghambat migrasi (migration inhibition factors = MIF ) yang akan mengikat makrofag dalam

 jaringan. Faktor pengaktif makrofag (makrofag activation factors = MAF ) merangsang makrofag

memakan dan membunuh bakteri.

  Produksi mediator radang

Limfosit-T memproduksi sejumlah mediator radang, termasuk sitokin, faktor kemotaksis untuk

neutrofil, dan faktor lain yang meningkatkan permeabilitas vaskuler.

  Pengumpulan limfosit lain

Interleukin merangsang limfosit lain untuk membelah dan memberikan kemampuan membentuk

sel perantara respons imun terhadap berbagai antigen. Limfosit-T juga bekerja sama dengan

limfosit-B membantunya untuk mengenali antigen.

  Destruksi sel target

Faktor-faktor seperti perforin diproduksi untuk menghancurkan sel lain melalui perusakan

membran selnya.

  Produksi interferon 

Interferon γ, diproduksi oleh sel-T teraktivasi, mempunyai sifat antivirus dan pada saat tertentu

mengaktifkan makrofag. Interferon α dan β, diproduksi oleh makrofag dan fibroblas, yang

mempunyai sifat antivirus dan sel pembunuh alami yang aktif (activate natural killer cells = NK

cells) dan makrofag.

Page 20: Laporan Sub Modul 5_ Pbl 1

 

 

20

Inflamasi Granulomatosa

CONTOH INFLAMASI GRANULOMATOSA

Bakteri

Tuberculosis ( Mycobacterium tuberculosis)

Lepra ( Mycobacterium leprae)

Gumma sifilitika (Treponema pallidum)

Penyakit cakaraan-kucing ( Bartonella henselae)

Parasite

Schistosomiasis (Schistosoma mansoni, S. haemotobium, S.

 japonicum)

Fungus

 Histoplasma capsulatum

Blastomikosis

Cryptococcus neoformans

Coccidioides immitis

Logam atau Debu Anorganik

Silicosis

 Berylliosis

Benda Asing

Benang, prosthesis payudara, graft pembuluh darah

Tidak diketahui

Sarkoidosis

Gambaran Morfologi Inflamasi Akut dan Kronik

1.  Inflamasi serosa

2.  Inflamasi fibrinosa

3.  Inflamasi supurativa (purulen)

Page 21: Laporan Sub Modul 5_ Pbl 1

 

 

21

2.3. Sebutkan perbedaan dari Radang Akut dan Radang Kronik!

Akut Kronik

Penyebab

  Infark

  Infeksi bakteri

  Toksin

  Trauma

  Infeksi Virus

  Infeksi Kronik

  Jejas persisten

  Penyakit Autoimun

Durasi Beberapa Jam atau Hari Berminggu-minggu sampai

 berbulan-bulan

Hasil

  Resolusi

  Pembentukan abses

 peradangan

  Kronis

  Penghancuran jaringan

  Fibrosis

   Nekrosis

Mediator

  Amina Vasoaktif   Interferon gamma

  Spesies Oksigen yang

reaktif

Gejala

 

Rubor (Merah)

  Kalor (Panas)

  Dolor (Nyeri)

  Tumor (Bengkak)

  Functio Laesa

(Penurunan Fungsi)

 

Infiltrasi sel

mononuklear

  Destruksi Jaringan

  Repair (perbaikan)

Sel-sel yang Berperan

   Netrofil   Makrofag

  Limfosit

  Sel Plasma

Page 22: Laporan Sub Modul 5_ Pbl 1

 

 

22

2.3. Bagaimana mekanisme dari Radang Akut dan Radang Kronik?

Mekanisme radang akut

1.  Peningkatan aliran darah ke daerah cedera.

Disebabkan oleh Vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah). Vasodilatasi menyebabkan rubor,

kalor, tumor karena pemicu dari mediator terutama histamine dan nitrat oksida, terhadap otot

 polos vascular.

2.  Peningkatan permeabilitas vascular.

Disebabkan oleh Vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah). Karena permeabilitas meningkat,

 pori-pori pembuluh darah akan membesar dan menyebabkan keluarnya protein plasma.

Keluarnya protein plasma menyebabkan menurunkan tekanan osmotic intravascular,

meningkatnya tekanan hidrostatik intravascular, dan meningkatnya cairan interstisium.

Meningkatnya cairan interstisium dan meningkatnya netto cairan ekstravaskular menyebabkan

edema.

3.  Ekstravasasi leukosit.

Dengan tahapan :

  Di lumen endotel diaktifkan dengan tujuan pengikatan leukosit.

  Transmigrasi leukosit melalui endotel.

  Migrasi leukosit karena rangsang kemotaktik menuju tempat cedera.

  Pengaktifan leukosit dengan cara meningkatkan Ca2+

 dan enzim aktif.

  Fagositosis oleh leukosit   dengan tahap pengenalan, pencaplokan, dan

 pemusnahan)

  Leukosit mengeluarkan produk seperti enzim-enzim lisosom, radikal bebas, produk

metabolism asam arakhidonat (prostaglandin dan leukotrien)

  Defek leukosit

  Penghentian radang akut   ditandai adanya sinyal stop dari proses pengeluaran

mediator inflamasi

Page 23: Laporan Sub Modul 5_ Pbl 1

 

 

23

  Mekanisme Radang Kronik

Radang kronis dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi panjang (berminggu-minggu

hingga bertahun-tahun) dan terjadi proses secara simultan dari inflamasi aktif, cedera jaringan,

dan penyembuhan. Perbedaannya dengan radang akut, radang akut ditandai dengan perubahan

vaskuler, edema, dan infiltrasi neutrofil dalam jumlah besar. Sedangkan radang kronik ditandai

oleh infiltrasi sel mononuklir (seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma), destruksi jaringan, dan

 perbaikan (meliputi proliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis dan fibrosis).

Radang kronik dapat timbul melalui satu atau dua jalan. Dapat timbul menyusul radang akut,

atau responnya sejak awal bersifat kronik. Perubahan radang akut menjadi radang kronik

 berlangsung bila respon radang akut tidak dapat reda, disebabkan agen penyebab jejas yang

menetap atau terdapat gangguan pada proses penyembuhan normal. Ada kalanya radang kronik

sejak awal merupakan proses primer. Sering penyebab jejas memiliki toksisitas rendah

dibandingkan dengan penyebab yang menimbulkan radang akut. Terdapat 3 kelompok besar

yang menjadi penyebabnya, yaitu infeksi persisten oleh mikroorganisme intrasel tertentu (seperti

 basil tuberkel, Treponema palidum, dan jamur-jamur tertentu), kontak lama dengan bahan yang

tidak dapat hancur (misalnya silika), penyakit autoimun. Bila suatu radang berlangsung lebih

lama dari 4 atau 6 minggu disebut kronik. Tetapi karena banyak kebergantungan respon efektif

tuan rumah dan sifat alami jejas, maka batasan waktu tidak banyak artinya. Pembedaan antara

radang akut dan kronik sebaiknya berdasarkan pola morfologi reaksi.

Page 24: Laporan Sub Modul 5_ Pbl 1

 

 

24

DAFTAR PUSTAKA

  Kumar. Abbas. Fausto. Mitchell. (2007). BS Dasar Patologis Penyakit 7th

 ed.

  Kamus Kedokteran Dorland 31th

 ed.

  Robins. Patologi volume 1: Edisi 7 EGC

  Kumar V, Cotran R, Robbins S. Buku Ajar Patologi. 7th

 ed. Jakarta: EGC; 2000. 

Page 25: Laporan Sub Modul 5_ Pbl 1

 

 

25

Lampiran

REFLEKSI

1.  Apa yang telah dicapai oleh kelompok dalam pembahasan sub modul tersebut?

Dapat memahami dan menjelaskan apa itu radang akut, apa itu radang kronik, perbedaan dari

radang akut dan radang kronik, serta mekanisme darari radang akut dan radang kronik

2.  Apa yang belum tercapai oleh kelompok dalam pembahasan sub modul tersebut?

Tidak ada

3.  Sebutkan kekuatan kelompok dalam membahas sub modul tersebut!

Dapat bekerja sama dengan baik dalam proses tutorial.

4.  Sebutkan kelemahan kelompok dalam membahas sub modul tersebut!

Kurang mencari bahan untuk referensi

5.  Bagaimana rencana kelompok bila menghadapi masalah yang sama di kemudian hari?

Memanfaatkan waktu lebih baik dalam menyelesaikan permasalahannya.