LAPORAN TOKSIK ANASTESI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

anastesi

Citation preview

  • 5/19/2018 LAPORAN TOKSIK ANASTESI

    1/11

    LAPORAN

    PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI

    Anestesi, Cara Mengorbankan Hewan, Cara Pengambilan Darahdan Pembedahan Hewan

    (disusun untuk memenuhi salah satu tugaspraktikum toksikologi)

    Disusun oleh:

    Kelompok 3 Farmasi 3B

    1. Dede Daniati

    2. Fitri Miftahul Janah

    3.Neneng Mustikasari

    4. Physca Fathiyatul A.

    5. Yandy Zuliyandi

    PROGRAM STUDI FARMASI

    SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

    BAKTI TUNAS HUSADA

    TASIKMALAYA

    2014

  • 5/19/2018 LAPORAN TOKSIK ANASTESI

    2/11

    I. Tujuan Praktikum

    1. Mengenal tahap-tahap manifestasi anastesi umum terhadap hewan

    percobaan

    2.

    Mampu menganalisa perbedaan anastesi oleh berbagai bahan

    3. Mampu melakukan pembedahan pada hewan percobaan

    II. Teori Dasar

    Obat yang digunakan dalam menimbulkan anastesia disebut sebagai

    anestetik, dan kelompok obat ini dibedakan dalam anastetik umum dan

    anastetik lokal. Bergantung pada dalamnya pembiusan, anastetik umum dapat

    memberikan efek analgesia yaitu hilangnya sensasi nyeri atau efek anestesia

    yaitu analgesia yang disertai hilangnya kesadaran, sedangkan anestetik lokal

    hanya dapat menimbulkan efek analgesia. Anestetik umum bekerja di susunan

    saraf pusat sedangkan anesteti lokal bekerja langsung pada serabut saraf di

    perifer.

    Dasar saraf pusat sangat peka terhadap obat-obatan, akibatnya sebagian

    besar obat-obatan jika diberikan dalam dosis yang cukup besar menimbulkan

    efek yang mencolok terhadap neurotransmisi diberbagai sistem saraf pusat.

    Kerja neurotransmitter di pascasinaps akan diikuti dengan

    pembentukan second messenger, dalam hal ini cAMP yang selanjutnya

    mengubah tansmisi di neuron. Disamping asetilkolin sebagai neurotransmitter

    klasik, dikenal juga katekolamin, serotonin, GABA, adenosine serta berbagai

    asam amino dan peptide endogen yang bertindak sebagai neurotransmitter

    atau yang memodulasi neurotransmitter di SSP, misalnya asam glutamate

    dengan mekanisme hambatan pada reseptor NMDA (N- metal-D- Aspartat).Anastetik umum dikelompokkan berdasarkan bentuk fisiknya, tetapi

    pembagian ini tidak sejalan dengan penggunaan di klinik yang pada dasarnya

    dibedakan atas 2 cara, yaitu secara inhalasi atau intravena. Eter, halotan,

    enfluran, isofluran, metoksifluran, etiklorida, trikloretilen dan fluroksen

    merupakan cairan yang mudah menguap. Yang dieliminasi melalui saluran

    pernapasan meskipun zat-zat ini kontak dengan pasien hanya beberapa jam

  • 5/19/2018 LAPORAN TOKSIK ANASTESI

    3/11

    saja, namun dapat menimbulkan aritmia pada jantung selama proses anastetika

    berlangsung.

    Terlepas dari cara penggunaannya suatu anestetik yang ideal sebenarnya

    harus memperlihatkan 3 efek utama yang dikenal sebagai Trias Anastesia

    yaitu efek hipnotik (menidurkan), efek analgesia dan efek relaksasi otot.

    III. Metodologi

    1. Alat dan Bahan

    a. Alat

    1) Timbangan hewan

    2) Kapas

    3) Toples dengan tutup

    4) Gunting bedah

    5) Pinset

    6) Jarum bedah

    7) Alas bedah

    8) Stopwatch

    b. Bahan

    1) Mencit

    2) Kloroform

    2. Prosedur Kerja

    a. Cara Menganestesi Hewan Percobaan

    1) Mencit

    a) Eter

    Eter digunakan untuk anestesi singkat. Caranya adalah obatdiletakan dalam suatu wadah, kemudian hewan dimasukan dan

    wadah ditutup. Hewan sudah kehilangan kesadaran, hewan

    dikeluarkan dan siap dibedah. Penambahan selanjutnya

    diberikan dengan bantuan kapas yang dibasahi dengan obat

    tersebut.

  • 5/19/2018 LAPORAN TOKSIK ANASTESI

    4/11

    b) Halotan

    Obat ini digunakan untuk anestesi lebih lama. Pentobarbital

    natrium dan heksobarbital natrium. Dosis pentobarbital natrium

    adalah 45-60 mg/kg untuk pemberian intraperitonial dan 35

    mg/kg untuk cara pemberian intravena. Dosis hesoksobarbital

    adalah 75 mg/kg untuk intraperitonial dan 47 mg/kg untuk

    pemberian intravena.

    c) Uretan (etil karbamat)

    Uretan diberikan pada dosis 100-1250 mg/kg secara

    intraperitonial dalam bentuk larutan 25% dalam air.

    2)

    Tikus

    Senyawa penganestesi yang digunakan dan cara melakukan

    anestesi pada tikus, umumnya sama seperti pada mencit.

    3) Kelinci

    Obat anestetika yang paling banyak digunakan untuk kelinci

    adalah penobarbital natrium, dengan disuntikan secara perlahan-

    lahan. Dosis untuk anestesi umum, biasanya sekitar 22 mg/kg

    bobot badan. Untuk anestesi singkat dapat digunakan setengah

    dosis atas, dengan ditambah eter agar pembiusan terjadi sempurna.

    4) Marmot

    Anestesi marmot biasanya dilakukan dengan menggunakan eter

    atau pentobarbital natrium. Eter digunakan untuk anestesi singkat,

    setelah dipuasakan selama 12 jam. Dosis pentobarbital natrium

    adalah 28 mg/kg bobot badan.

    b.

    Cara pengambilan darahDarah yang diambil tidak boleh terlalu besar volumenya supaya

    tidak terjadi syok hipovolemik, tetapi juga tidak boleh sedikit-sedikit

    tapi sering karena bisa menimbulkan anemia. Untuk mengatasi hal

    tersebut dapat diberikan cairan pengganti atau cairan exsanguinis.

    Misalnya: cairan fisiologis NaCl 0,9% / glukosa 5%.

  • 5/19/2018 LAPORAN TOKSIK ANASTESI

    5/11

    Jumlah darah maksimal yang boleh diambil:

    1) 10% total volume darah/2-4 minggu, atau

    2)

    1% total volume /24 jam.

    1)

    Mencit

    Ada 4 lokasi tempat pengambilan darah: Sinus orbitalis mata,

    Vena lateral pada ekor, Vena saphena kaki, Intrakardial.

    2) Tikus

    Tempat pengambilan sama dengan mencit.

    3)

    Kelinci

    Ada 4 lokasi tempat pengambilan darah: Vena marginalis

    telinga, Vena jugularis, Vena saphena kaki, Intrakardial.

    c. Cara Mengorbankan Hewan Percobaan

    1) Mencit

    a) Cara kimia antara lain dengan menggunakan eter atau

    pentobarbital-Na pada dosis yang mematikan.

    b) Cara fisik dilakukan dengan dislokasi leher. Proses dislokasi

    dilakukan dengan cara:

    Ekor mencit dipegang kemudian ditempatkan pada

    permukaan ram kawat.

    Mencit akan meregangkan badannya.

    Saat mencit meregangkan badannya, pada tengkuk

    ditempatkan suatu penahan, misalnya pensil atau batang

    logam yang dipegang dengan tangan kiri.

    Ekornya ditarik dengan tangan kanan dengan keras,

    sehingga lehernya akan terdislokasi dan mencit akan

    terbunuh.

    2) Tikus

    a) Cara kimia dengan menggunakan eter atau pentobarbital-Na

    pada dosis yang mematikan.

    b) Cara fisik dilakukan dengan proses sebagai berikut:

    Tikus diletakkan diatas sehelai kain, kemudian badan tikus

    dibungkus termasuk kedua kaki depannya dengan kain

  • 5/19/2018 LAPORAN TOKSIK ANASTESI

    6/11

    tersebut. Tikus selanjutnya dibunuh dengan cara memeukul

    bagian belakang telinganya dengan tongkat.

    Tikus dipegang dengan perutnya menghadap ke atas,

    kemudian bagian belakang kepalanya dipukulkan dengan

    keras para permukaan keras seperti meja.

    Ekor tikus dipegang, kemudian diayunkan sampai

    tengkuknya tepat mengenai permukaan benda keras seperti

    bagian pinggir meja.

    3) Kelinci

    a) Cara kimia dengan menggunakan eter atau pentobarbital-Na

    pada dosis yang mematikan.

    b) Cara fisik dilakukan dengan proses:

    Kaki belakang kelinci dipegang dengan tangan kiri

    sehingga badan dan kepalanya tergantung kebawah

    menghadap ke kiri.

    Sisi telapak tangan kanan dipukulkan dengan keras pada

    tengkuk kelinci.

    Pemukulan pada tengkuk kelinci dapat dilakukan dengan

    menggunakan alat misalnya tongkat.

    4) Marmot

    a) Cara kimia dengan menggunakan eter atau pentobarbital-Na

    pada dosis yang mematikan.

    b) Cara fisik dilakukan dengan:

    Tengkuk marmot dipukul dengan keras dengan

    menggunakan alat atau dengan memukul bagian belakang

    kepalanya pada permukaan keras.

    Dilakukan dislokasi leher dengan tangan.

  • 5/19/2018 LAPORAN TOKSIK ANASTESI

    7/11

    IV. Data Hasil Pengamatan

    1. Hasil Pengamatan

    2. Perhitungan

    Bobot badan mencit: 14,01 gram

    Panjang usus: 60 cm

    Indeks organ:

    a. Lambung

    b. Limfa

    c. Jantung

    d. Usus

    e. Hati

    f. Otak

    g. Paru-paru

    h. Ginjal

  • 5/19/2018 LAPORAN TOKSIK ANASTESI

    8/11

    i. Uterus

    V. Pembahasan

    Dalam hal ini kami melakukan uji coba anastesi umum dengan

    menggunakan hewan percobaan mencit, sesuai dengan langkah kerja kita

    memlih satu buah mencit. Seperti biasa sebelum dilakukan percobaan mencit

    di timbang terlebih dahulu, hal ini bertujuan untuk penghitungan indeks organ

    pada mencit setelah pembedahan nanti.

    Pengorbanan hewan sering dilakukan apabila keadaan rasa sakit yang

    hebat/ apabila mengalami kecelakaan, menderita sakit atau jumlahnya terlalu

    banyak dibandingkan dengan kebutuhan. Etanasi atau cara kematian tanpa

    rasa sakit perlu dilakukan sedemikian sehingga hewan akan mati dengan

    seminimal mungkin rasa sakit. Pada dasarnya cara fisik yaitu dislokasi leher

    adalah cara yang paling cepat, mudah dan berkeprimanusiaan. Tetapi cara

    perlakuan kematian juga perlu ditinjau bila ada tujuan dari pengorbanan

    hewan percobaan dalam rangkaian percobaan. Cara mengorbankan hewan lainadalah dengan menggunakan gas karbondioksida dalam wadah khusus atau

    dengan pemberian pentobarbital natrium pada takaran letalnya.

    Pada praktikum percobaan anastesi, mencit kita masukan dalam ruang

    tertutup yang berisi kloroform dalam kapas. Dalam jangka waktu 28,23 detik,

    mencit mulai memasuki fase anastesi disertai dengan gerak denyut jantung

    dan nafas yang semakin cepat. Kemudian pada detik ke 47,90 detik

    keseimbangan mencit mulai berkurang (jalan oleng). Pada saat percobaan

    memasuki waktu 1 menit 7 detik, mencit mengalami ataksia (kegagalan

    kontrol otot pada tangan dan kaki). Fase ini disebut dengan fase exitement.

    Pada menit ke 1 lebih 28 detik, mencit mengalami hilangnya kesadaran. Lalu

    mencit dikeluarkan dari ruang tertutup tadi, untuk mulai dilakukan

    pembedahan.

    Adapun mekanisme kerja dari kloroform ini adalah, kloroform merupakan

    anestesi yang sangat kuat, sifat analgesiknya kuat sekali, dengan kadar dalam

    darah arteri 10-15 mg% sudah terjadi analgesia tetapi pasien masih sadar.

  • 5/19/2018 LAPORAN TOKSIK ANASTESI

    9/11

    Kloroform pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi otot serta

    hambatan neuromuscular yang tidak dapat dilawan oleh neostigmin.

    Kloroform menyebabkan iritasi saluran napas dan merangsang sekresi kelenjar

    bronkus. Pada induksi dan waktu pemulihan, kloroform menimbulkan salivasi,

    tetapi pada stadium yang lebih dalam, salivasi akan dihambat dan terjadi

    depresi napas.

    Kloroform menekan kontraktilitas otot jantung, tetapi in vivo efek ini

    dilawan oleh meningkatnya aktivitas simpatis sehingga curah jantung tidak

    berubah atau meninggi sedikit. Kloroform tidak menyebabkan sensitisasi

    jantung terhadap katekolamin. Pada anesthesia ringan, kloroform

    menyebabkan dilatasi pembuluh darah kulit sehingga timbul kemerahan

    terutama di daerah muka, pada anesthesia yang lebih dalam kulit menjadi

    lembek, pucat dingin basah. Terhadap pembuluh darah ginjal, kloroform

    menyebabkan vasokonstriksi sehingga terjadi penurunan laju filtrasi

    glomerulus dan produksi urin menurun secara reversibel. Sebaliknya pada

    pembuluh darah otak menyebakan vasodilatasi.

    Kloroform dieksresikan melalui paru, sebagian kecil di eksresikan juga

    melalui urin, air susu dan keringat serta melalui difusi kulit utuh. Penggunaan

    kloroform pada sistem semi tertutup dalam kombinasi dengan oksigen atau

    N2O tidak dianjurkan pada pembedahan dengan tindakan kauterisasi sebab ada

    bahaya timbulnya ledakan atau terbakar yang dapat mengakibatkan pecahnya

    paru-paru.

    Adapun efek anastetik inhalasi pada sistem organ, yaitu diantarnya terjadi

    pada:

    1.

    Efek terhadap sitem kardiovaskularAnastetika inhalasi mengubah kecepatan jantung dengan jalan

    mengubah secara langsung kecepatan depolarisasi nodus sinus atau

    dengan menggeser keseimbangan aktifitas saraf otonomik. Semua

    anastetika inhalasi cenderung meningkatkan tekanan arteri kanan

    sesuai dengan hubungan dosis-efek yang kesemuanya menggambarkan

    adanya depresi fungsi miokardium.

    2.

    Efek terhadap sistem pernapasan

  • 5/19/2018 LAPORAN TOKSIK ANASTESI

    10/11

    Semua anastetika inhalasi yang dipakai sekarang ini menimbulkan

    penurunan volume tidal dan meningkatkan kecepatan nafas sekalipun

    demikian, meningkatnya kecepatan ini tidaklah cukup untuk

    mengkompensasi penurunan volume, yang menyebabkan penurunan

    ventilasi semenit. Semua anastetika inhalasi merupakan depresan nafas

    seperti yang ditujukan pada kasus berkurangnya respon terhadap

    berbagai kadar karbondioksida.

    3. Efek terhadap otak

    Anastetika inhalasi mengurangi laju metabolise otak. Sekalipun

    demikian, sebagian besar anastetika inhalasi meningkatkan aliran

    darah menuju serebral karena mereka mengurangi resistensi pembuluh

    darah serebral. Peningkatan darah serebral sering kali tidak diinginkan

    secara klinis.

    4. Efek terhadap ginjal

    Anestetika inhalasi menurunkan kecepatan filtrasi glomerulus dan

    aliran plasma efektif yang menuju ginjal, serta meningkatkan fraksi

    filtrasi.

    5.

    Efek terhadap hati

    Semua anastetika inhalasi mempunyai efek menurunkan aliran

    darah menuju hati, berkisar antara 15%-45% dari aliran darah

    praanastesi.

  • 5/19/2018 LAPORAN TOKSIK ANASTESI

    11/11

    VI. Kesimpulan

    Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

    dalam mengorbankan hewan percobaan dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu

    dengan cara anastesi, dislokasi leher dan dengan cara dibanting.

    VII. Daftar Pustaka

    Thomson, E.B. 1985. Grug Bluscretening Fundamentals of Drug Evaluation

    Techniques in Pharmacology. New York: Graceway Publishing Company.

    Katzung, Bertram G.Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika.

    Malole, M. M. B, Pramono, C. S. U. 1989.Penggunaan Hewan-hewan Percobaan

    Labolatorium. Bogor: IPB.