Upload
mutia-agustria-nur-syifa
View
64
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO D
BLOK VII
Disusun Oleh: Kelompok L5
Sarah Mareta Devira 04121001023
Thifah Ariqonitah Sr 04121001029
Dina Sabilah 04121001033
Vivien 04121001136
Mutia Agustria 04121001050
Imanuel 04121001054
Febri Rahman 04121001057
Alexandro Mulia 04121001077
Christian Sianipar 04121001103
Ahmad Syaukat 04121001115
Rizkia Retno D 04121001120
Rafiqy Saadiy Faizun 04121001140
Shelia Desri W 04121001142
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2013
KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas laporan tutorial skenario
D Blok VII dengan waktu yang telah ditentukan.
Laporan ini merupakan tugas setelah melakukan tutorial menarik yang sebelumnya
telah dilaksanakan pendidikan dokter umum fakultas kedokteran Universitas Sriwijaya 2012
pada tanggal 8 dan 10 April 2013. Laporan tutorial ini berisikan hasil diskusi dan hasil
pembelajaran mandiri kami.
Bersama ini kami juga menyampaikan terima kasih setulus-tulusnya kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa, dan semua pihak yang telah membantu dan mendukung hingga
terselesaikannya laporan ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini tentu jauh dari sempurna, oleh
karena itu segala kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan
laporan ini. Semoga dengan adanya laporan ini kita dapat belajar bersama demi kemajuan
kita dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Palembang, 10 April 2013
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul………………………………………………………………………
Kata Pengantar…………………………………………………………...…………
Daftar Isi………………………………………………….…………………………
Hasil Tutorial dan Belajar Mandiri …………...…………………………..…..........
I. Klarifikasi Istilah…………………………………………………….
II. Identifikasi Masalah…………………………………………………
III. Analisis Masalah…………………………………………….………
IV. Meninjau Ulang Masalah dan Menyusun Keterkaitan Antar
Masalah…………………………………………………..………….
V. Hipotesis.............................................................................................
VI. Learning Issues……………………………………............................
VII. Sintesis Masalah………………………………………………………
VIII. Menyusun Kerangka Konsep………………………………………..
IX. Merumuskan Kesimpulan/ Resume…………………………………
Daftar Pustaka………………………………………………………………………
3
1
2
3
4
5
6
6
8
9
9
10
58
59
KEGIATAN TUTORIAL
Ruang : 5
Tutor : drg. Nursiah Nasution, M.Kes
Moderator : Rizkia Retno D
Sekretaris Meja : Ahmad Syaukat
Pelaksanaan : 8 April 2013 dan 10 April 2013
08.00-10.00 WIB
Peraturan selama tutorial :
1. Tidak menggunakan alat telekomunikasi untuk kepentingan pribadi, tapi untuk
kepentingan bersama tidak apa-apa (seperti mencari sumber literatur)
2. Boleh minum, dilarang makan
3. Bila hendak ke WC harus izin terlebih dahulu
4
SKENARIO D BLOK 7 2013
Seorang wanita tua, umur 63 Tahun, datang ke Puskesmas untuk pemeriksaan
kesehatan rutin. Pada pemeriksaan didapati hipertensi ringan ( Tekanan darahnya 155/90
mmHg). Dia dianjurkan untuk diet rendah garam, tetapi setelah satu bulan kemudian tekanan
darahnya tidak turun. Maka dokter memberinya hydrochlorthiazide ( HCT) 25 mg/hari. Satu
minggu kemudian dia datang kembali ke puskesmas dengan lethargis.
Pemeriksaan fisik, didapati keadaan umum pasien lemah. Tekanan darahnya 130/80
mmHg dan berat badannya turun 2,5 kg dari seminggu sebelumnya. Pemeriksaan lain tidak
menunjukkan adanya kelainan dan tidak ditemukan kelainan-kelainan neurologis.
Pemeriksaan laboratorium didapati:
Ureum 20 mg/dl ( 9-25)
Creatinine 1,2 mg/dl (0,8-1,4)
Na+ 132 mEq/dl
K+ 3,5 (3,5-5)
I. KLARIFIKASI ISTILAH
Pemeriksaan kesehatan rutin : pemeriksaan kesehatan umum secara berkala dan
periodik pada tubuh
Hipertensi ringan : Keadaan sistol 140- 156, diastol 90-99
Diet Rendah Garam : pola makan dengan NaCl yang ringan
Hydrochlorthiazide (HCT) : Obat Hipertensi
Lethargis : Keadaan penurunan tingkat kesadaran tubuh
Keadaan umum Pasien lemah : Kondisi umum ( vital sign) menurun
Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan tubuh secara keseluruhan mencakup
5
auskultasi, perkusi
Kelainan Neurologis : Kelainan yang berhubungan dengan syaraf
Ureum : Hasil pemeriksaan laboratorium pada urin
Creatinine : Hasil metabolisme dari creatinine fosfat
Na+
K+
Cl-
: Ion Natrium
: Ion Kalium
: Ion Clorine
II. IDENTIFIKASI MASALAH
No. Fakta Konsen
1.Seorang wanita, umur 63 Tahun, pemeriksaan kesehatan rutin
di Puskesmas : Hipertensi Ringan VV
2.Wanita tersebut dianjurkan untuk diet rendah garam, tetapi
setelah satu bulan kemudian tekanan darahnya tidak turun. VV
3.Dokter memberinya HCT 25mg/hari satu minggu kemudian
dia datang kembali ke Puskesmas dengan lethargis.
Chief
ComplainVVV
4. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum pasien lemah
VV
6
TD 130/80 mmHg
BB turun 2,5 kg dari seminggu sebelumnya
Tidak ditemukan kelainan Neurologis
5.
Pemeriksaan laboratorium:
Ureum 20 mg/dl ( 9-25)
Creatinine 1,2 mg/dl (0,8-1,4)
Na+ 132 mEq/dl
K+ 3,5 (3,5-5)
Cl- 90mEq/l (98-108)
VV
III. ANALISIS MASALAH
1. Seorang wanita, umur 63 Tahun, pemeriksaan kesehatan rutin di Puskesmas :
Hipertensi Ringan
a) Bagaimana standarisasi pemeriksaan rutin secara umum?
b) Bagaimana Pemeriksaan rutin di Puskesmas?
c) Apa yang dimaksud dengan hipertensi?
d) Bagaimana klasifikasi dari hipertensi menurut JNC ?
e) Bagaimana Patofisiologi dari Hipertensi?
f) Apa saja gejala-gejala dari Hipertensi?
g) Apa faktor resiko dari hipertensi?
2. Wanita tersebut dianjurkan untuk diet rendah garam, tetapi setelah satu bulan
kemudian tekanan darahnya tidak turun.
a) Bagaimana kebutuhan garam normal?
b) Bagaimana komposisi kadar elektrolit dalam cairan tubuh?
7
c) Bagaimana mekanisme osmolaritas cairan tubuh antara eksta dan intra seluler
normal?
d) Bagaimana volume osmolaritas cairan tubuh?
e) Bagaimana keseimbangan volume dan osmolaritas?
f) Bagaimana mekanisme garam mempengaruhi tekanan darah?
g) Bagaimana regulasi hormon terhadap sistem osmolaritas tubuh?
h) Bagaimana regulasi sistem saraf terhadap osmolaritas tubuh?
i) Bagaimana diet garam yang benar?
j) Kenapa tekanan darah tidak turun setelah satu bulan diet rendah garam?
3. Dokter memberinya HCT 25mg/hari satu minggu kemudian dia datang kembali
ke Puskesmas dengan lethargis.
a) Apa yang dimaksud dengan HCT?
b) Bagaimana efek HCT?
c) Bagaimana side effect dari HCT?
d) Berapa dosis pemberian HCT terhadap hipertensi?
e) Apa hubungan HCT terhadap diuresis cairan tubuh?
f) Apa yang dimaksud dengan Lethargis?
g) Bagaimana patofisiologi Lethargis?
h) Apa tanda-tanda klinis dari letharigis?
i) Bagaimana hubungan lethargis terhadap kasus ini?
4. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum pasien lemah
TD 130/80 mmHg
BB turun 2,5 kg dari seminggu sebelumnya
Tidak ditemukan kelainan Neurologis
a) Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik:
Keadaan umum pasien lemah?
TD 130/80 mmHg?
BB turun 2,5 kg dari seminggu sebelumnya?
Tidak ditemukan kelainan Neurologis?
5. Pemeriksaan laboratorium:
Ureum 20 mg/dl ( 9-25)
Creatinine 1,2 mg/dl (0,8-1,4)
8
Na+ 132 mEq/dl
K+ 3,5 (3,5-5)
Cl- 90mEq/l (98-108)
a) Bagaimana interpretasi pemeriksaan laboratorium
Ureum 20 mg/dl ( 9-25)?
Creatinine 1,2 mg/dl (0,8-1,4)?
Na+ 132 mEq/dl?
K+ 3,5 (3,5-5)?
Cl- 90mEq/l (98-108)?
IV. KETERKAITAN ANTAR MASALAH
Pemeriksaan rutin
Didapati hipertensi ringan
Dokter Diet Rendah Garam
1 bulan Tekanan Darah tidak turun
Dokter Pemberian HCT
1 Minggu Lethargis
V. HIPOTESIS
Wanita, 63 tahun menderita lethargis disebabkan oleh tidak ada keseimbangan
osmolaritas dan volume cairan tubuh.
VI. LEARNING ISSUE
9
A. Fisiologi cairan tubuh
B. Fisiologi tekanan darah
C. Homeostatis
D. Hormon regulasi cairan tubuh
E. Neurologi regulasi cairan tubuh
F. Anatomi dan fisiologi ginjal
G. Histofisiologi ginjal
H. Hydrochlorthiazide (HCT)
I. Hipertensi
J. Lethargis
K. Pemeriksaan Kesehatan rutin umum
VII. SINTESIS MASALAH
A. Fisiologi Cairan Tubuh
10
Lebih kurang 60% berat badan orang dewasa pada umumnya terdiri dari cairan (air
dan elektrolit). Faktor yang mempengaruhi jumlah cairan tubuh adalah umur, jenis kelamin,
dan kandungan lemak dalam tubuh.
Secara umum orang yang lebih muda mempunyai persentase cairan tubuh yang lebih
tinggi dibanding dengan orang yang lebih tua, dan pria secara proporsional mempunyai lebih
banyak cairan tubuh dibanding dengan wanita. Orang yang lebih gemuk mempunyai jumlah
cairan yang lebih sedikit dibandingkan dengan orang yang lebih kurus, karena sel lemak
mengandung sedikit air.
Cairan tubuh terdiri dari dua kompartemen cairan, yaitu: ruang intra seluler (cairan
dalam sel) dan ruang ekstra seluler (cairan luar sel). Kurang lebih 2/3 cairan tubuh berada
dalam kompartemen cairan intra sel, dan kebanyakan terdapat pada massa otot skeletal.
Tabel 1. Osmolaritas zat zat dalam cairan ekstraseluler dan intrasel
Plasma (
mOsm/liter H20 )
Interstitial
( mOsm/liter
H20 )
Intrasel(
mOsm/liter H20 )
Na+ 142 139 14
K+ 4,2 4 140
Ca2+ 1,3 1,2 0
Mg2+ 0,8 0,7 20
HCO3- 24 28,3 10
HPO4-, H2PO4
- 2 2 11
Cl- 108 108 4
11
SO42- 0,5 0,5 1
Fosfokreatin 45
Karnosin 14
Asam amino 2 2 8
Kreatin 0,2 0,2 9
Laktat 1,2 1,2 1,5
Adenosintrifosfat 5
Hexosamonofosfat 3,7
Glukosa 5 ,6 5,6
Protein 1,2 0,2 4
Urea 4 4 4
Lain-lain 4,8 3,9 10
Total mOsm/L 301,8 300,8 301,2
12
Aktivitasosmolarterkoreksi
(mOsm/L)
282,0 281,0 281,0
Tekanan osmotic total pada
370 (mmHg)
5443 5423 5423
Osmolaritas, Volume Cairan Tubuh dan Keseimbangannya
Osmolalitas adalah konsentrasi yang dinyatakan dalam satuan osmol per kg larutan.
Berbeda dengan osmolaritas yang satuannya osmol per L larutan. Pada dunia kedokteran
lebih sering dipakai osmolalitas. Cairan terdiri dari air dan zat terlarutnya seperti ion (larutan
elektrolit) dan larutan non-elektrolit. Total air dalam tubuh adalah 60% dari berat badan.
40% terdiri dari Cairan Intraseluler (CIS) dan 20 % dari Cairan Ekstraseluler (CES). CES
terdiri atas 15% cairan interstisial limfe dan 5% dari cairan intravaskuler (plasma). Sisanya 1-
2% merupakan cairan transeluler seperti cairan serebrospinal, cairan intraokuler dan sekersi
saluran cerna.
Usia, gender dan berat badan mempengaruhi total air tubuh. Semakin berat badan
seseorang, lemaknya semakin banyak. Lemak pada dasarnya bebas air, sehingga lemak yang
semakin tinggi akan menurunkan persentase air dari berat badan orang itu. Pria memiliki
lebih banyak otot daripada wanita, sementara otot memiliki kandungan air yang tinggi. Orang
yang lebih tua juga mempunyai persentase lemak yang lebih tinggi dibanding yang muda.
Pada CIS, kation utama adalah K+ sedangkan pada CES, kation utamanya Na+. Na+
dan K+ memainkan peranan penting terhadap osmolalitas,volume, dan potensial cairan. Na+
berperan dalam menentukan cairan tubuh total, sedangkan K+ berperan dalam menentukan
volume sel.
Perpindahan cairan dan elektrolit tubuh. Pertama, Cairan, nutrisi, elektrolit, dan oksigen
dibawa ke seluruh tubuh melalui sistem sirkulasi dari saluran cerna dan paru-paru. Zat-zat ini
ada di pembuluh darah dan merupakan zat dari plasma. Kedua, Zat-zat ini akan bertukaran
dengan cairan pada interstisial melewati membran kapiler. Kapiler mempunyai membran
yang permeabilitasnya tinggi (ultrafiltasi). Zat-zat seperti air, ion, glukosa, urea,
karbondioksida, oksigen, dan zat-zat lain yang larut dalam lemak dapat dengan mudah
melewatinya, kecuali protein dan molekul-molekul besar lainnya. Ketiga, zat-zat ini
13
bertukaran dengan cairan intraseluler melewati membran sel, yang sifatnya selektif
permeabel daripada kapiler. Perpindahan zat-zat ini dapat berupa transport aktif atau transport
pasif. Transport pasif terdiri dari difusi dan osmosis. Transport aktif melibatkan pompa
natrium kalium yang memerlukan energi dalam bentuk ATP.
Faktor yang mempengaruhi mudah tidaknya difusi adalah permeabilitas membran,
tekanan, konsentrasi dan potensial listrik.
Perpindahan air di antara bagian-bagian tubuh dipengaruhi oleh tekanan osmotik dan
hidrostatik. Tekanan osmotik adalah daya dorong air yang dihasilkan oleh partikel-partikel
zat yang terlarut di dalamnya. Pada cairan intravaskuler di pembuluh darah, tekanan osmotik
disebut tekanan onkotik, yang dihasilkan dari albumin serum. Tekanan hidrostatik adalah
daya kompresi cairan terhadap dinding nya. Edema, yaitu penimbunan cairan pada ruang
interstisial terjadi karena peningkatakan atau penurunan tekanan osmotik dan tekanan
hidrostatik.
Pengaruh ion Na+ dan K+ terhadap volume air. Natrium klorida pada CES dan
Kalium pada CIS sangat berperan dalam menentukan konsentrasi air pada kedua sisi
membran. Sejumlah 90% komposisi partikel pada CES adalah natrium sehingga sangat
berpengaruh dalam menentukan jumlah air total dan distribusinya. Jika kadar natrium
berkurang, maka osmolalitas CES turun dan larutan menjadi lebih hipotonik daripada CIS.
Akibatnya air berosmosis dari CES ke CIS, membuat air pada CES berkurang sehingga
menurunkan volume CES. Sebaliknya jika kadar natrium meningkat, maka osmolalitas CES
naik dan larutan menjadi lebih hipertonik daripada CIS. Akibatnya air berosmosis dari CIS ke
CES, membuat air pada CES bertambah sehingga meningkatkan volume CES.
Pengaturan keseimbangan osmolaritas
Pengaturan keseimbangan osmolaritas dapat melalui
Difusi
Merupakan kecenderungan alami dari suatu substansi untuk bergerak dari suatu area dengan
konsentrasi yang lebih tinggi ke daerah konsentrasi yang rendah. Difusi terjadi melalui
perpindahan tidak teratur dari ion dan molekul.
Filtrasi
Tekanan hidrostatik dalam kapiler cenderung untuk menyaring cairan yang keluar dari
kompartemen vascular ke dalam cairan intra seluler.
Pompa natrium-kalium
14
Konsentrasi natrium lebih besar dalam CES di banding di CIS oleh karena itu ada
kecenderungan natrium untuk memasuki sel dengan cara difusi. Hal ini diimbangi juga oleh
pompa natrium-kalium yang terdapat pada membran sel dan sel aktif memindahkan natrium
dari sel ke dalam CES. Sebaliknya konsentrasi kalium intraseluler yang terjadi dipertahankan
dengan memompakan kalium ke dalam sel.
Hubungan regulasi hormon dan sistem osmolaritas dan volume cairan
Hormon yang bekerja terhadap perubahan pada osmolalitas tubuh adalah ADH,
sedangkan aldosteron berperan dalam perubahan volume cairan.
Jika osmolalitas cairan darah meningkat, maka akan ditangkap oleh osmoreseptor di
hipotalamus sebagai pusat haus. Akibatnya air yang masuk ke tubuh meningkat Hipotalamus
juga akan mensintesis hormon ADH yang disimpan di hipofisis posterior dan di transport ke
duktus koligentes ginjal untuk meningkatkan permeabilitasnya sehingga reabsorbsi air
meningkat. Terjadi peningkatan volume air tubuh dan mengembalikan osmolalitas darah ,
terbentuklah urine yang hiperosmotik dan lebih pekat.
Kekurangan volume plasma belum tentu diikuti oleh peningkatan atau penurunan
osmolalitas plasma. Jika terjadi hipovolemia, yaitu kekurangan volume sirkulasi efektif
(volume CES pada ruang vaskuler yang secara efektif memperfusi jaringan) maka hormon
yang bekerja adalah aldosteron. Penurunan volume sirkulasi efektif dideteksi oleh
baroreseptor yang ada di arteriol aferent ginjal, yang mengakibatkan sel-sel jukstaglomerulus
memproduksi suatu protein yaitu renin. Rennin bekerja sebagai enzim, mengubah protein
plasma yaitu angiotensinogen menjadi angiotensin I. Angiotensin I akan diubah menjadi
Angiotensin II pada paru-paru. Angiotensin II merangsang glomerulus korteks adrenal untuk
mensekresi hormon aldosteron. Aldosteron meningkatkan retensi natrium dan air.
Angiotensin II juga meningkatkan vasokonstriksi pada arteriol sehingga laju filtrasi menurun.
Akibat laju filtrasi menurun dan peningkatan retensi natrium dan air, maka volume plasma
akan bertambah.
Hubungan antara tekanan darah dengan sistem osmolaritas dan volume cairan
Tekanan darah berbanding lurus dengan tekanan hidrostatik. Jika terjadi hipertensi,
maka akan terjadi peningkatan tekanan hidrostatik. Tekanan hidrostatik yang meningkat akan
membuat perpindahan air dan zat-zat dari plasma ke ruang interstisial meningkat dan terjadi
15
edema. Volume cairan pada interstisial akan meningkat. Osmolalitas cairan bisa saja tetap
karena perpindahan air disertai zat-zat atau partikel-partikel nya terjadi bersamaan.
Fisiologi perpindahan cairan ekstrasel dan intrasel
Perpindahan cairan dan elektrolit tubuh. Pertama, Cairan, nutrisi, elektrolit, dan
oksigen dibawa ke seluruh tubuh melalui sistem sirkulasi dari saluran cerna dan paru-paru.
Zat-zat ini ada di pembuluh darah dan merupakan zat dari plasma. Kedua, Zat-zat ini akan
bertukaran dengan cairan pada interstisial melewati membran kapiler. Kapiler mempunyai
membran yang permeabilitasnya tinggi (ultrafiltasi). Zat-zat seperti air, ion, glukosa, urea,
karbondioksida, oksigen, dan zat-zat lain yang larut dalam lemak dapat dengan mudah
melewatinya, kecuali protein dan molekul-molekul besar lainnya. Ketiga, zat-zat ini
bertukaran dengan cairan intraseluler melewati membran sel, yang sifatnya selektif
permeabel daripada kapiler. Perpindahan zat-zat ini dapat berupa transport aktif atau transport
pasif. Transport pasif terdiri dari difusi dan osmosis. Transport aktif melibatkan pompa
natrium kalium yang memerlukan energi dalam bentuk ATP.
Faktor yang mempengaruhi mudah tidaknya difusi adalah permeabilitas membran,
tekanan, konsentrasi dan potensial listrik.
Perpindahan air di antara bagian-bagian tubuh dipengaruhi oleh tekanan osmotik dan
hidrostatik. Tekanan osmotik adalah daya dorong air yang dihasilkan oleh partikel-partikel
zat yang terlarut di dalamnya. Pada cairan intravaskuler di pembuluh darah, tekanan osmotk
disebut tekanan onkotik, yang dihasilkan dari albumin serum. Tekanan hidrostatik adalah
daya kompresi cairan terhadap dinding nya. Edema, yaitu penimbunan cairan pada ruang
interstisial terjadi karena peningkatakan atau penurunan tekanan osmotik dan tekanan
hidrostatik.
Organ yang berperan dalam pengaturan keseimbangan cairan meliputi
Ginjal
Fungsi-fungsi utama ginjal dalam mempertahankan keseimbangan cairan:- Pengaturan
volume dan osmolalitas CES melalui retensi dan eksresi selektif cairan tubuh.- Pengaturan
kadar elektrolit dalam CES dengan retensi selektif substansi yang dibutuhkan .- Pengaturan
pH CES melalui retensi ion-ion hidrogen.
Ekskresi sampah metabolik dan substansi toksik. Oleh karena itu gagal ginjal jelas
mempengaruhi keseimbangan cairan, karena ginjal tidak dapat berfungsi.
Jantung dan pembuluh darah
16
Kerja pompa jantung mensirkulasi darah melalui ginjal di bawah tekanan yang sesuai untuk
menghasilkan urine. Kegagalan pompa jantung ini mengganggu perfusi ginjal dan karena itu
mengganggu pengaturan air dan elektrolit.
Paru-paru
Melalui ekhalasi paru-paru mengeluarkan air sebanyak +300L setiap hari pada orang dewasa.
Pada kondisi yang abnormal seperti hiperpnea atau batuk yang terus-menerus akan
memperbanyak kehilangan air; ventilasi mekanik dengan air yang berlebihan menurunkan
kehilangan air ini.
Kelenjar pituitari
Hipotalamus menghasilkan suatu substansi yaitu ADH yang disebut juga hormon penyimpan
air, karena fungsinya mempertahankan tekanan osmotik sel dengan mengendalikan retensi
atau ekskresi air oleh ginjal dan dengan mengatur volume darah.
Kelenjar adrenal
Aldosteron yang dihasilkan/disekresi oleh korteks adrenal (zona glomerolus). Peningkatan
aldosteron ini mengakibatkan retensi natrium sehingga air juga ditahan, kehilangan kalor.
Sedangkan apabila aldosteron kurang maka air akan banyak keluar karena natrium hilang.
Kortisol juga menyebabkan retensi natrium.
Kelenjar paratiroid
Mengatur keseimbangan kalsium dan fosfat melalui hormon paratiroid (PTH). Sehingga
dengan PTH dapat mereabsorbsi tulang, absorbsi kalsium dari usus dan reabsorbsi kalsium
dari ginjal.
Faktor Yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan
1. Usia
Dengan bertambahnya usia, semua organ yang mengatur keseimbangan akan menurun
fungsinya, hasilnya fungsi untuk mengatur keseimbangan juga menurun. Misalnya: gagal
ginjal, gagal jantung, dll.
2. Temperatur Lingkungan
Lingkungan yang panas bisa menyebabkan kita berkeringat banyak sehingga cairan banyak
keluar
3. Diet
Diet tinggi natrium akan berfungsi meretensi urine, demikian juga sebaliknya.
4. Obat-Obatan
Seperti steroid, diuretik.
17
5. Stress
Mempengaruhi metabolisme sel, meningkatkan gula darah, meningkatkan osmotik dan ADH
akan meningkatkan sehingga urine menurun
6. Sakit
Seperti bahan bakar, dalam keadaan sakit jelas mengeluarkan air yang banyak, seperti gagal
ginjal.
Diet garam yang benar
Diet garam yang benar ialah diet garam yang disesuaikan dengan tingkat hipertensi
yang dialami oleh sesorang. Ada tiga klasifikasi diet garam yaitu :
1. Diet Garam Rendah I (200-400 mg Na)
Diet Garam Rendah I diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan/atau hipertensi berat.
Pada pengolahan makanannya tidak ditambahkan garam dapur. Dihindari bahan makanan
yang tinggi kadar natriumnya.
2. Diet Garam Rendah II (600-800 mg Na)
Diet Gararn Rendah II diberkan kepada pasien dengan edema, asites dan/atau hipertensi tidak
terlalu berat. Pemberian makanan sehari sama dengan Diet Garam Rendah I. Pada
pengolahan makanannya boleh menggunakan 1/2 sdt garam dapur (2 g). Dihindari makanan
yang tinggi kadar natriumnya.
3. Diet Garam Rendah III (1000-1200 mg Na)
Diet Gararn Rendah III diberkan kepada pasien dengan edema, asites dan/atau hipertensi
ringan. Pemberian makanan sehari sama dengan Diet Garam Rendah I. Pada pengolahan
makanannya boleh menggunakan 1 sdt garam dapur (4 g).
Tekanan darah tidak turun setelah satu bulan diet garam
Diet rendah garam dapat menyebabkan volume darah menurun dan volume darah
menurun menyebabkan tekanan darah menurun. Diet rendah garam juga menyebabkan kadar
natirum di cairan ekstraseluler menurun. Sehingga memacu reaksi rantai yang berusaha untuk
meningkatkan volume darah dan tekanan darah kembali normal. Kelenjar adrenal
mengeluarkan hormon aldosteron sehingga ginjal menhan natrium. Kelenjar hipofisa
mengeluaran hormon antidiuretik sehingga ginjal menahan air. Penahanan natirum dan air
menyebabkan berkurangan pengeluaran air kemih, yang pada akhirnya akan meningkatkan
volume darah dan tekanan darah kembali ke asal.
18
Selain itu, Persamaan dasar yang berlaku untuk tekanan arteri adalah tekanan arteri
sama dengan curah jantung dikali tahanan perifer total. Pada individu usia lanjut, elastisitas
pembuluh darah yang dimilikinya akan berkurang. Menurunnya elastisitas pembuluh darah
akan meningkatkan tahanan arteri yang meningkatkan tekanan darah pula.
B. Fisiologi Tekanan Darah
Sudah jelas bahwa tekanan arteri diatur bukan hanya oleh satu sistem pengatur
tekanan arteri melainkan oleh beberapa sistem yang saling terkait satu sama lain; masing-
masing sistem mempunyai fungsi yang spesifik. Sebagai contoh, bila seseorang mengalami
perdarahan hebat sehingga tekanan darahnya turun secara tiba-tiba, ada dua masalah yang
akan dihadapi oleh sistem pengatur tekanan. Pertama adalah untuk bertahan hidup, yaitu
mengembalikan tekanan arteri segera ke nilai yang cukup tinggi sehingga pasien dapat
bertahan melalui episode akut. Kedua adalah mengembalikan volume darah pada akhirnya ke
normalnya, termasuk pengembalian tekanan arteri sepenuhnya ke nilai normal, tidak hanya
kembali ke tekanan yang dibutuhkan untuk bertahan hidup.
Mekanisme Pengaturan Tekanan yang Bekerja Secara Cepat, Bekerja dalam Waktu
Beberapa Detik atau Beberapa menit
Mekanisme pengaturan tekanan yang bekerja secara cepat hampir seluruhnya
merupakan refleks saraf akut atau respons saraf lainnya. Terdapat tiga mekanisme yang
memperlihatkan respon dalam rentang waktu beberapa detik, yaitu: (1) mekanisme umpan
balik baroreseptor, (2) mekanisme iskemik sistem saraf pusat, dan (3) mekanisme
kemoreseptor. Mekanisme ini tidak hanya mulai bereaksi dalam beberapa detik, tetapi juga
sangat kuat. Setelah setiap penurunan tekanan yang berlangsung akut, seperti yang
disebabkan perdarahan hebat, mekanisme saraf berkombinasi (1) menyebabkan konstriksi
vena dan menimbulkan transfer darah ke dalam jantung, (2) menyebabkan peningkatan
denyut jantung dan kontaktilitas jantung untuk memberikan kapasitas pemompaan yang lebih
besar oleh jantung, dan (3) menyebabkan konstriksi sebagian besar arteriol perifer untuk
menghalangi aliran darah keluar dari arteriol; semua efek ini terjadi hampir secara segera
untuk meningkatkan tekanan arteri kembali ke dalam survival range.
19
Bila tekanan arteri secara tiba-tiba meningkat terlalu tinggi, seperti yang mungkin
terjadi pada respon terhadap obat atau pemberian transfusi darah yang berlebihan secara
cepat, mekanisme pengaturan yang sama bekerja dalam arah yang berlawanan, kembali
mengembalikan tekanan ke arah yang normal.
Mekanisme Pengaturan Tekanan yang Bekerja Setelah Bermenit-Menit
Beberapa mekanisme pengaturan tekanan memperlihatkan respons bermakna hanya
setelah beberapa menit sesudah terjadi perubahan tekanan arteri yang berlangsung akut.
Beberapa respons tersebut adalah (1) mekanisme vasokonstriktor renin angiotensin, (2)
relaksasi stres pada sistem sirkulasi, dan (3) pergeseran cairan melalui dinding kapiler
jaringan ke dalam dan ke luar sirkulasi untuk menyesuaikan kembali volume darah
sebagaimana yang dibutuhkan.
Mekanisme Renin-Angiotensin berperan penting saat adanya penurunan tekanan
darah. Saat tekanan darah turun sangat rendah, ginjal menyekresikan enzim protein yang
disebut dengan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah
menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang dapat memberikan efek
vasokonstriksi cepat di berbagai daerah tubuh.
Mekanisme relaksasi-stres didemonstrasikan oleh contoh-contoh berikut ini: Bila
tekan dalam pembuluh darah menjadi terlalu tinggi, pembuluh darah ini menjadi teregang dan
terus lebih meregang lagi selama bermenit-menit atau berjam-jam; akibatnya, tekanan dalam
pembuluh turun kembali ke normal. Peregangan pembuluh darah secara terus-menerus ini,
yang disebut relaksasi-stres, dapat bertindak sebagai 'dapar' tekanan dalam jangka waktu
intermedia.
Mekanisme pergeseran cairan kapiler secara sederhana berarti bahwa setiap kali
tekanan kapiler turun terlalu rendah, cairan diabsorpsi melalui membran kapiler dari jaringan
ke dalam sirkulasi, sehingga memperbanyak volume darah dan meningkatkan tekanan dalam
sirkulasi. Sebaliknya, bila tekanan kapiler meningkat terlalu tinggi, cairan hilang keluar dari
sirkulasi masuk ke dalam jaringan, sehingga menurunkan volume darah dan juga seluruh
tekanan di seluruh sirkulasi secara nyata.
Sebagian besar dari mekanisme-mekanisme intermedia ini menjadi teraktivasi dalam
waktu 30 menit sampai beberapa jam. Selama waktu ini, mekanisme saraf biasanya kelelahan
20
dan semakin menjadi kurang efektif, yang menjelaskan pentingnya cara pengaturan tekanan
non-saraf yang berlangsung pada rentang waktu intermedia ini.
Mekanisme Pengaturan Tekanan Arteri Jangka Panjang
Mekanisme pengaturan jangka panjang akan tekanan darah dilakukan oleh ginjal.
Mekanisme yang dilakukan ginjal untuk pengaturan cairan tubuh secara tidak langsung
mempengaruhi tekanan darah pula. Walau mekanisme pengaturan ginjal butuh memerlukan
waktu beberapa jam untuk menunjukkan respons yang bermakna, pada akhirnya mekanisme
ini menghasilkan kuntungan umpan balik untuk pengaturan tekanan arteri yang tidak terbatas.
Hal ini berarti bahwa mekanisme tersebut pada akhirnya dapat mengembalikan tekanan arteri
sepenuhnya, tidak sebagian-sebagian, hingga ke nilai tekanan yang menghasilkan keluaran
garam dan air yang normal oleh ginjal.
Harus diingat bahwa terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi nilai
pengaturan tekanan dari mekanisme cairan tubuh di ginjal. Salah satunya ialah aldosteron.
Penurunan tekanan arteri menyebabkan kenaikan sekresi aldosteron dalam beberapa menit,
dan selama beberapa jam atau hari kemudian, hal ini berperan penting dalam memodifikasi
ciri khas pengaturan tekanan yang dilakukan oleh mekanisme cairan tubuh di ginjal. Hal yang
sangat penting adalah interaksi antara sistem renin-angiotensin dengan aldosteron dan
mekanisme cairan ginjal. Sebagai contoh, asupan garam tiap orang bervariasi tiap harinya.
Kita telah melihat bahwa asupan garam bisa turun mencapai 1/10 normal atau meningkat
hingga 10 sampai 15 kali normal dan walaupun begitu, tingkat pengaturan terhadap tekanan
arteri rata-rata hanya akan berubah beberapa mmHg jika sistem renin-angiotensin-aldosteron
bekerja sempurna. Tapi, tanpa sistem RAA yang fungsional, tekanan darah menjadi sangat
sensitif terhadap perubahan asupan garam. Sehingga, pengaturan tekanan arteri dimulai
dengan pengaturan tekanan oleh saraf untuk mencapai nilai yang bersifat menyelamatkan
jiwa, kemudian diteruskan dengan menetapnya sifat-sifat khas pengaturan tekanan
intermedia, dan akhirnya, distabilkan pada nilai tekanan jangka panjang oleh mekanisme
cairan tubuh di ginjal. Mekanisme jangka panjang inikemudian menimbulkan berbagai
interaksi pada sistem RAA, sistem saraf, dan beberapa faktor lain yang memberikan
kemampuan pengaturan tekanan darah khusus untuk tujuan yang khusus pula.
C. Homeostatis
21
Homeostasis berasal dari bahasa Yunani : homeo berarti
“sama”, stasis “mempertahankan keadaan”, sehingga dapat diartikan sebagai suatu keadaan
tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dalam menghadapi segala kondisi yang
dihadapi. Istilah ini digunakan oleh ahli fisiologi untuk menjelaskan pemeliharaan aneka
kondisi yang hampir selalu konstan di lingkungan dalam.
Homeostasis dipertahankan oleh mekanisme fisiologis yang mengontrol fungsi tubuh
dan memantau organ tubuh. Untuk sebagian besar mekanisme ini dikontrol oleh sistem saraf
dan endokrin dan tidak mencakup perilaku sadar. Tubuh membuat penyesuaian dalam
frekuensi jantung, frekuensi pernapasan, tekanan darah, suhu tubuh, keseimbangan cairan dan
elektrolit, sekresi hormon dan tingkat kesadaran yang semuanya ditujukan untuk memberi
kontribusi bagi homeostasis.
DASAR-DASAR HOMEOSTASIS
Ahli ilmu faal Amerika Serikat Walter Cannon mengajukan 4 postulat yang
mendasari homeostasis, yaitu:
1. peran system saraf dalam mempertahankan kesesuaian lingkungan dalam dengan kehidupan.
2. adanya kegiatan pengendalian yang bersifat tonik.
3. adanya pengendalian yang bersifat antagonistik.
4. suatu sinyal kimia dapat mempunyai pengaruh yang berbeda di jaringan tubuh berbeda.
FAKTOR-FAKTOR YANG DIPERTAHANKAN SECARA HOMEOSTASIS
Faktor-faktor lingkungan internal yang harus dipertahankan secara homeostasis,
yaitu :
1. Konsentrasi molekul zat-zat gizi.
Sel-sel membutuhkan pasokan molekul nutrient yang tetap untuk digunakan sebagai bahan
bakar metabolic untuk menghasilkan energi. Energy kemudian digunakan untuk menunjang
aktifitas-aktifitas khusus dan untuk mempertahankan hidup.
2. Konsentrasi O2 dan CO2
22
Sel membutuhkan O2 untuk melakukan reaksi-reaksi kimia yang menarik sebanyak mungkin
energi dari molekul nutrien digunakan oleh sel. CO2 yang dihasilkan selama reaksi-reaksi
tersebut berlangsung harus diseimbangkan dengan CO2 yang dikeluarkan oleh paru, sehingga
CO2 pembentuk asam ini tidak meningkatkan keasaman di lingkungan internal.
3. Konsentrasi zat-zat sisa
Berbagai reaksi kimia menghasilkan proiduk-produk akhir yang berefek toksik bagi sel
apabila dibiarkan tertimbun melebihi batas tertentu.
4. pH.
Diantara efek-efek paling mencolok dari p[erubahan keasaman lingkungan cairan internal
adalah perubahan mekanisme pembentuk sinyal listrik di sel saraf dan perubahan aktifitas
enzim di semua sel.
5. Konsentrasi air,garam-garam, dan elektrolit-elektrolit lain
Karena konsentrasi relative garam (NaCl) dan air di dalam cairan ekstrasel (lingkungan
internal) mempengaruhi berapa banyak air yang masuk atau keluar sel, konsentrasi keduanya
diatur secara ketat untuk mempertahankan volume sel yang sesuai. Sel-sel tidak dapat
berfungsi secara normal apabila mereka membengkak atau menciut. Elektrolit lain memiliki
bermacam-macam fungsi fital lainnya. Sebagai contoh denyut jantung yang teratur
bergantung pada konsentrasi kalium di cairan ekstra sel yang relative konstan.
6. Suhu.
Sel-sel tubuh berfungsi secara optimal dalam rentan suhu yang sempit. Sel-sel akan
mengalami perlambatanaktifitas yang hebat apabila suhunya terlalu dingin dan yang lebih
buruk protein-protein structural dan enzimatiknya akan terganggu apabila suhunya terlalu
panas.
7. Volume dan tekanan.
Komponen sirkulasi pada lingkungan internal, yaitu plasma, harus dipertahankan pada
tekanan darah dan volume yang adekuat agar penghubung vital antara sel dan lingkungan
eksternal ini da[at terdistribusi ke seluruh tubuh.
KONTRIBUSI BERBAGAI SISTEM BAGI HOMEOSTASIS
23
Homeostasis sangat penting bagi kelangsungan hidup setiap sel, dan pada gilirannya,
setiap sel, melalui aktifitas khususnya masing-masing, turut berperan sebagai bagian dari
system tubuh untuk memelihara lingkungan internal yang digunakan bersama oleh semua sel.
Terdapat sebelas system tubuh utama, kontribusi terpenting mereka untuk
homeostasis dicantumkan sebagai berikut:
1. Sistem Sirkulasi.
Merupakan system transportasi yang membawa berbagai zat, misalnya zat gizi, O2, CO2, zat-
zat sisa,elektrolit, dan hormone dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh lainnya.
2. Sistem Pencernaan
Menguraikan makanan menjadi molekul-molekul kecil zat gizi yang dapat diserap ke dalam
plasma untuk didistribusikan ke seluruh sel. Sel ini juga memindahkan air dan elektrolit dari
lingkungan eksternal ke lingkungan internal. System ini mengeluarkan sisa-sisa makanan
yang tidak dicerna ke lingkungan eksternal melalui tinja.
3. Sistem Respirasi
Mengambil O2 dari udara dan mengeluarkan CO2 ke lingkungan eksternal. Dengan
menyesuaikan kecepatan pengeluaran CO2 pembentuk asam, system respirasi juga
penting untuk mempertahankan pH lingkungan internal yang sesuai.
4. Sistem Kemih
Mengeluarkan kelebihan garam, air, dan elektrolit lain dari plasma melalui urine, bersama
zat-zat sisa selain CO2.
5. Sistem Rangka
Memberi penunjang dan proteksi bagi jaringan lunak dan organ-organ. System ini juga
berfungsi sebagai tempat penyimpanan kalsium, suatu elektrolit yang konsentrasinya dalam
plasma harus dipertahankandalam rentsang yang sangat sempit. Bersama dengan system
otot , system rangka juga memungkinkan timbulnya gerakan tubuh dan bagian-bagiannya.
6. Sistem Otot
24
Menggerakkan tulang-tulang yang melekat kepadanya. Dari sudut pandang homeostasis
semata-mata, sistem ini memungkinkan individu mendekati makanan dan menjauhi bahaya.
Selain itu, panas yang dihasilkan oleh kontraksi otot penting untuk mengatur suhu. Karena
berada di bawah kontrol kesedaran, individu mampu menggunakan otot rangka untuk
melakukan bermacam gerakan sesuai keinginan. Gerakan-gerakan tersebut, berkisar dari
keterampilan motorik halus yang diperlukan, misalnya untuk menjahit sampai gerakan-
gerakan kuat yang diperlukan untuk mengangkat beban, tidak selalu diarahkan untuk
mempertahankan homeostasis.
7. Sistem Integument
Berfungsi sebagai sawar protektif bagian luar yang mencegahcairan internal keluar dari
tubuhdan mikroorganisme asing masuk ke dalam tubuh. System ini juga penting dalam
mengatur suhu tubuh. Jumlah panas yang dikeluarkan dari permukaan tubuh ke lingkungan
eksternal dapat disesuaikan dengan mengatur produksi keringat dan dengan mengatur aliran
darah hangat ke kulit.
8. Sistem Imun
Mempertahankan tubuh dari seranganbenda asing dan sel-sel tubuh yang telah menjadi
kanker. System ini juga mempermudah jalan untuk perbaikan dan penggantian sel yang tua
atau cedera.
9. Sistem Saraf
Merupakan salah satu dari dua system pengatur atau control utama tubuh. Secara umum,
system ini mengontrol dan mengkoordinasikan aktifitas tubuhyang memerlukan respon cepat.
System ini sangat penting terutama untuk mendeteksidan mencetuskan reaksi terhadap
berbagai perubahan di lingkungan internal. Selain itu, system ini akan bertanggung jawab
atas fungsi lain yang lebih tinggi yang tidak seluruhnya ditujukan untuk mempertahankan
homeostasis, misalnya kesadaran, ingatan, dan kreatifitas.
10. Sistem Endokrin
Merupakan system kontrol utainnya. Secara umum, kelenjar-kelenjarpenghasil hormone pada
system endokrin mengatur aktifitas yang lebih mementingkan daya tahan (durasi) daripada
kecepatan. System ini terutama penting untuk mengontrol konsentrasi zat-zat gizi dan dengan
25
menyesuaikan fungsi ginjal, mengontrol volume serta komposisi elektrolit lingkungan
internal.
11. Sistem Reproduksi
System ini tidak esensial bagi homeostasis, sehingga tidak penting bagi kelangsungan hidup
individu. Akan tetapi, system ini penting bagi kelangsungan hidupsuatu spesies.
SISTEM CONTROL HOMEOSTASIS
Untuk mempertahankan homeostasis, tubuh harus mampu mendeteksi penyimpangan-
penyimpangan yang terjadi pada faktor-faktor lingkungan internal yang perlu dijaga dalam
retang yang sempit. Tubuh juga harus mampu mengontrol berbagai sistem tubuh yang
bertanggung jawab untuk menyesuaikan faktor-faktor itu. Sebagai contoh, untuk
mempertahankan konsentrasi CO2 di cairan ekstrasel pada kadar yang optimal, tubuh harus
mampu mendeteksi adanya perubahan pada konsentrasi CO2 dan kemudian dengan tepat
mengubah aktifitas pernapasan, sehingga konsentrasi CO2 kembali ke tingkat yang
diinginkan.
Sistem control yang beroperasi untuk mempertahankan homeostasis dapat
dikelompokkan menjadi dua kelas, yaitu:
1. Control intrinsic
Control intrinsik (local, intrinsic berarti ”di dalam”) terdapat di dalam atau inheren bagi organ
yang bersangkutan. Sebagai contoh, sewaktu suatu otot yang beraktifitas menggunakan
O2 dan mengeluarkan CO2 untuk menghasilkan energy yang diperlukan untuk menjalankan
aktifitas kontraktilnya, konsentrasi O2 turun dan CO2 meningkat di dalam otot tersebut.
Melalui kerja langsung pada otot polos di dinding pembuluh darah yang mengaliri otot-otot
tersebut, perubahan-perubahan kimiawi local tersebut menyebabkan otot polos melemas dan
pembuluh terbuka lebar untuk mengakomodasikan peningkatan aliran darah ke otot tersebut.
Mekanisme local ini ikut berperan mempertahankan kadar O2 dan CO2yang optimal di dalam
lingkungan cair internal yang mengelilingi sel-sel otot tersebut.
2. Control ekstrinsik
26
Control ekstrinsik (extrinsic berarti “di luar”), yaitu mekanisme pengatur yang dicetuskan di
luar suatu organ untuk mengubah aktifitas organ tersebut. Control ekstrinsik berbagai organ
dan system dilaksanakan oleh system saraf dan endokrin, dua sistem kontrol utama pada
tubuh. Control ekstrinsik memungkinkan pengaturan beberapa organ sekaligus untuk
mencapai suatu tujuan bersama; sebaliknya, control intrinsic berfungsi untuk melayani organ
tempat control tersebut bekerja. Mekanisme pengaturan keseluruhan yang terkoordinasikan
penting untuk mempertahankan keadaan stabil dinamis lingkungan internal secara
keseluruhan.
HOMEOSTASIS FISIOLOGIS
Homeostasis fisiologis dalam tubuh manusia dapat dikendalikan oleh sistem endokrin
dan saraf otonom. Prosesnya terjadi melalui empat cara, yaitu :
1. Self Regulation
Sistem ini terjadi secara otomatis pada orang yang sehat. Contohnya : proses pengaturan
fungsi organ tubuh
2. Kompensasi
Tubuh akan cenderung bereaksi terhadap ketidaknormalan yang terjadi didalamnya. Misalnya
apabila secara tiba – tiba lingkungan menjadi dingin, maka pembuluh darah perifer akan
mengalami konstriksi dan merangsang pembuluh darah bagian dalam untuk meningkatkan
kegiatan (misalnya menggigil) yang dapat menghasilkan panas sehingga suhu tubuh tetap
stabil, pelebaran pupil untuk meningkatkan persepsi visual pada saat terjadi ancaman
terhadap tubuh, dan peningkatan keringat untuk mengontrol kenaikan suhu tubuh.
3. Umpan Balik Negatif
Proses ini merupakan penyimpangan dari keadaan normal. Dalam keadaan abnormal, tubuh
secara otomatis akan melakukan mekanisme umpan balik untuk menyeimbangkan
penyimpangan yang terjadi.
4. Umpan Balik untuk Mengoreksi Ketidakseimbangan Fisiologis
27
Contoh, apabila seseorang mengalami hipoksia akan terjadi proses peningkatan denyut
jantung untuk membawa darah dan oksigen yang cukup ke sel tubuh.
TAHAPAN-TAHAPAN HOMEOSTASIS
Homeostasis terdiri dari 3 tahap:
1. Homeostasis primer.
Jika terjadi desquamasi dan luka kecil pada pembuluh darah, akan terjadi homeostasis primer.
Homeostasis primer ini melibatkan tunika intima pembuluh darah dan trombosit. Luka akan
menginduksi terjadinya vasokonstriksi dan sumbat trombosit. Homeostasis primer ini bersifat
cepat dan tidak tahan lama. Karena itu, jika homeostasis primer belum cukup untuk
mengkompensasi luka, maka akan berlanjut menuju homeostasis sekunder.
2. Homeostasis Sekunder.
Jika terjadi luka yang besar pada pembuluh darah atau jaringan lain, vasokonstriksi dan
sumbat trombosit belum cukup untuk mengkompensasi luka ini. Maka, terjadilah hemostasis
sekunder yang melibatkan trombosit dan faktor koagulasi. Homeostasis sekunder ini
mencakup pembentukan jaring-jaring fibrin. Homeostasis sekunder ini bersifat delayed dan
long-term response. Kalau proses ini sudah cukup untuk menutup luka, maka proses berlanjut
ke homeostasis tersier.
3. Homeostasis Tersier.
Homeostasis tersier ini bertujuan untuk mengontrol agar aktivitas koagulasi tidak berlebihan.
Homeostasis tersier melibatkan sistem fibrinolisis.
KETIDAKSEIMBANGAN HOMEOSTASIS
Jika satu atau lebih sistem tubuh gagal berfungsi secar benar, homeostasis terganggu
dan semua sel akan menderita karena mereka tidak lagi memperoleh lingkungan yang optimal
tempat mereka hidup dan berfungsi. Muncul beberapa keadaan patofisiologis. Patofisiologis
mengacu kepada abnormalitas fungsional tubuh (perubahan fisiologi) yang berkaitan dengan
28
penyakit. Jika gangguan terhadap homeostasis menjadi sedemikian berat sehingga tidak lagi
memungkinkan kelangsungan hidup, timbul kematian.
Hampir semua penyakit merupakan kegagalan tubuh mempertahankan homeostasis.
Keberadaan seseorang dilingkungan sangat dingin tanpa pakaian dan perlindungan dapat
berakibat fatal jika tubuhnya gagal mempertahankan suhu sehingga suhu tubuh turun. Hal ini
disebabkan oleh terganggunya proses-proses enzimatik sel yang sangat bergangtung pada
suhu tertentu. Contoh lain adalah kaehilangan drh dalam jumlah yang kecil mungkin tidak
fatal karena tubuh masih mampu mengkompensasi kehilangan tersebut dengan cara
meningkatkan tekanan darah mereabsorpsi cairan di ginjal dsb. Tetapi bila kehilangan darah
terjadi dalam jumlah yang besar, upaya untuk mengkompensasi tubuh mungkin tidak
memadai sehingga berakibat fatal. Tanggung jawab dokter dan para medis adalah untuk
perawatan intensif untuk pasien-pasien yang gawat. Berbagai indicator homeostasis akan
dipantau di unit intensif seperti frekuensi denyut jantung, tekanan darah, frekuensi
pernapasan, suhu tubuh, kimia darah, dan mengatur keluarnya cairan tubuh. Tujuan unit
adalah untuk mengambil alih fungsi homeostasis yang tidak dapat dilaksanakan oleh pasien
yang sedang sakit parah sahingga tidak mampu melakukan proses homeostasis sendiri.
D. Hormon Regulasi Cairan Tubuh
Regulasi hormon terhadap sistem osmolaritas tubuha. Angiotensin II
Salah satu pengontrol ekskresi natrium yang paling kuat dalam tubuh adalah angiotensin II. Perubahan asupan natrium dan cairan berhubungan dengan perubahan timbal balik pada pembentukan angiotensin II, dan hal ini kemudian sangat membantu mempertahankan keseimbangan natrium dan cairan tubuh. Artinya, bila asupan natrium meningkat di atas normal, sekresi renin menurun, menyebabkan penurunan pembentukan angiotensin II. Karena angiotensin II memiliki beberapa pengaruh penting untuk meningkat reabsorpsi tubulus terhadap natrium dan air. Jadi, meningkatkan ekskresi ginjal terhadap natrium dan
29
air. Hasil akhirnya adalah meminimalkan peningkatan volume cairan ekstraselular dan tekanan arterial yang sebaliknya akan terjadi bila asupan natrium meningkat.
Sebaliknya, bila asupan natrium menurun di bawah normal, peningkatan kadar angiotensin II menyebabkan retensi garam dan air dan melawan penurunan tekanan darah arterial yang akan terjadi sebaliknya. Jadi, perubahan aktivitas sistem renin – angiotensin berperan sebagai amplifier yang kuat terhadap mekansime natriuresis tekanan untuk
mempertahankan tekanan darah dan volume cairan tubuh yang stabil.
b. AldosteroneHormon Mineralokortikoid dinamakan demikian dikarenakan hormone
ini terutama mempengaruhi elektrolit ( mineral ) cairan ekstraseluler terutama natrium dan kalium .Defisiensi mineralokortokoid menyebabkan penyusutan Natrium Klorida Ginjal yang parah dan Hiperkalemia .
Aldosterone merupakan mineralokortikoid utama yang disekresikan oleh Adrenal pada bagian zona glomerulosa pada korteks adrenal.
30
Aldosterone meningkatkan reabsorbsi natrium dan sekresi kalium oleh epitel tubulus ginjal, terutama sel principal di sel tubulus kolektivus dan sedikit di tubulus distal dan duktus colligens. Oleh karena itu natrium yang disimpan di dalam cairan ekstraselluler meningkat sementara meningkatkan eksresi kalium di dalam urin.
Bila konsentrasi aldosterone tinggi maka hal ini akan mengurangi jumlah natrium yang hilang, sementara ke dalam urin sedemikian kecil sehingga hanya beberapa miliekuivalen tiap hari. Pada saat yan sama kalium yang hilang di dalam urin meningkat beberapa kali lipat . Oleh karena itu efek akhir dari efek aldosterone dalam plasma darah adalah untuk meningkatkan jumlah total natriun di dalam cairan eektraseluler sementara menurunkan jumlah kalium
Walaupun aldosterone mempunyai efek poten dalam menurunkan kecepatan eksresi ion natrium oleh ginjal , konsentrasi natrium di dalam cairan ektraseluler sering kali hanya meningkat beberapa ekuivalen . Alasannya karena ketika natrium direarbsorbsi oleh tubulus , secara bersamaan terjadi rearbsorbsi air dalam jumlah yang hampir sama melalui proses osmotic . Sedikit peningkatan konsentrasi natrium , akan meningkatkan rasa haus dan meningkatkan asupan air , jika tersedia . Oleh karena itu , volume cairan ektraseluler meningkat hampir sama banyak dengan natrium yang tertinggal tetapi tanpa banyak mengubah konsentrasi natrium .
Walaupun aldosterone di dalam tubuh merupakan hormone penahan natrium yang paling kuat , hanya sedikit natrium saja yang sementara tertahan saat natrium terseebut disekresikan dalam jumlah yang besar . peningkatan volume cairan ekstraseluler yang diperantarai aldosterone yang berlangsung selama 1 sampai 2 hari juga dapat mengarah pada peningkatan tekanan arteri . Peningkatan tekanan arteri kemudian meningkatkan eksresi garam ( natriuresis ) dan air ( dieresis ) . Jadi , setelah kira – kira cairan ekstraseluler meningkat 5 sampai 15% di atas normal , tekanan arteri juga ikut meningkat 15 sampai 25 mmHg, dan peningkatan tekanan darah ini mengembalikan keluaran garam dan air oleh ginjal kembali normal walaupun ada kelebihan aldosterone .
31
Kembalinya eksresi air dan garam kembali ke normal oleh ginjal sebagai akibat dari natriuresis dan dieresis . Setelah itu kecepatan perolehan garam dan air oleh tubuh adalah nol , dan keseimbangan dipertahankan antara asupan dan keluaran garam dan air oleh ginjal walaupun aldosterone yang berlebihan terus berlanjut . Tetapi , untuk sementara waktu orang tersebut sudah mengalami hipertensi , yang berlangsung selama orang tersebut terpapar aldostrone kadar tinggi .
Sebaliknya jika kadar aldosterone menjadi nol , sejumlah besar garam hilang dalam urin , tidak hanya mengurangi jumlah natrium klorida di dalam cairan ekstraseluler tetapi juga mengurangi volume ekstraseluler . Hasilnya adalah dehidrasi cairan ektraseluler yang sangat berat dan volume darah yang rendah , mengarah pada syok sirkulasi .
Aldosteron meningkatkan reabsorpsi natrium, terutama pada tubulus koligens. Peningkatan reabsorpsi natrium juga berhubungan dengan peningkatan reabsoprsi air dan sekresi kalium. Oleh karena itu, pengaruh akhir aldosteron adalah membuat ginjal menahan natrium dan air serta meningkatkan ekskresi kalium dalam urin.Fungsi aldosteron dalam mengatur keseimbangan natrium berhubungan erat dengan yang dijelaskan di atas mengenai angiotensin II. Yaitu, dengan penurunan asupan natrium, peningkatan kadar angiotensin II yang terjadi merangsang sekresi aldosteron, yang kemudian membantu untuk menurunkan ekskresi natrium urin. Proses sebaliknya terjadi pada peningkatan asupan natrium.
Dikenal empat faktor yang memainkan peranan penting dalam pengaturan aldosteron. Menurut urutan manfaatnya, keempat faktor tersebtu adalah sebagai berikut;
1. Peningkatan konsentrasi ion kalium di dalam cairan ekstrasel sangat meningkatkan sekeresi aldosteron
2. Peningkatan aktivitas sistem rennin-angiotensin (peningkatan kadar angiontensin II) juga sangat meningkatkan sekresi aldosteron
3. Peningkatan konsentrasi ion natrium di dalam cairan ekstrasel sangat sedikit menurunkan sekresi aldosteron
32
4. ACTH dari kelenjar hipofisis anterior diperlukan untuk sekresi aldosteron tetapi mempunyai efek yang kecil dalam mengatur kecepatan sekresi.
c. ADHAda suatu system umpan balik yang kuat untuk mengatur osmolaritas plasma dan konsentrasi natrium , yang bekerja dengan cara merubah eksresi air oleh ginjal , dan tidak tergantung pada kecepatan eksresi zat terlarut . Pelaku utama dari system umpan balik ini adalah hormone ADH ( Antidiuretik hormone ) yang juga disebut vasopressin .Bila osmolaritas cairan tubuh meningkat diatas normal ( yaitu zat terlarut di dalam cairan tubuh menjadi begitu pekat ) , kelenjar hipofisis posterior meyekresikan lebih banyak ADH , yang meningkatkan permeabilitas tubulus distal dan tubulus koligen terhadap air .Keadaan ini menyebabkan rearbsorbsi air dalam jumlah yang besar dan penurunan volume urin , tetapi tidak merubah kecepatan eksresi zat terlarut dalam ginjal secara nyata . Bila terdapat kelebihan air di dalam tubuh dan osmolaritas cairan ekstrasel meenurun , seekresi ADH oleh hipofisis posterior juga akan menurun . Oleh sebab itu permeabilitass tubulus distal dan koligen terhadap air akan menurunn , yang menghasilkan sebagian besar urin encer . Jadi , kecepatan sekresi ADH menentukan encer atau pekatnya urin yang akan dikeluarkan oleh ginjal . Sistem Umpan Balik Osmoreseptor – ADHMisalnya : Bila osmolaritas atau konsentrasi natrium plasma meningkat di atas normal akibat kekurangan air , system umpan balik ini akan bekerja sebagai berikut :
a. Peningkatan osmolaritas cairan ekstraseluler ( peningkatan konsentrasi natrium plasma ) menyebabkan sel syaraf khusus yang disebut sel syaraf osmoreseptor , yang terletak di hipotalamus anterior dekat nucleus supraoptik mengkerut .
b. Pengkerutan sel osmoreseptor menyebabkan sel tersebut terangsang , yang akan mengirimkann sinyal syaraf ke sel syaraf
33
tambahan ke nucleus supraoptik , yang kemudian meneruskan sinyal ini menyusuri tangkai kelenjar hipofisis ke hipofisis posterior .
c. Potensial aksi yang disalurkan ke hipofisis posterior akan merangsang pelepasan ADH , yang disimpan dalam granula sekreetorik ( vesikel ) di ujung syaraf .
d. ADH memasuki aliran darah dan ditranspor ke ginjal , tempat ADH meningkatkan permeabilitas air di bagian akhir tubulus distal , tubulus koligentes kortikalis dan koligentes medulla .
e. Peningkatan permeabilias air di segmn nefron distal menyebabkan peningkatan rearbsopsi air dan eksresi sejumlah keil urin yang pekat .Jadi , air disimpan dalam tubuh sedangkan natrium dan zat terlarut
lainnya terus dikeluarkan dalam urin . Hal ini menyebabkan pengenceran zat terlarut dalam cairan ekstrasel , yang akan memperbaiki kepekatan cairan ekstrasel .Terjadi serangkaian kejadian yang berlawanan saat cairan ekstraseluler menjadi begitu encer ( Hipo-osmotik ) .Contohnya : pada asupan air yang berlebihan dan penurunan osmolaritas cairan ekstraseluler , lebih sedikit ADH yang terbentuk , lalu tubulus ginjal mengurrangi permeabilitasnya terhadap air , sehingga lebih sedikit air yang direarbsopsi dan sejumlah besar urin encer dibentuk . Hal ini akan memekatkan cairan tubuh dan mengembalikan osmolaritas plasma kembali ke nilai normal .
ADH memainkan peranan penting terhadap ginjal untuk membentuk sedikit volume urin pekat sementara mengeluarkan garam dalam jumlah yang normal. Pengaruh ini terutama penting selama deprivasi air, yang dengan kuat meningkatkan kadar ADH plasma yang kemudian meningkatkan reabsorpsi air oleh ginjal dan membantu meminimalkan penurunan volume cairan ekstraselular dan tekanan arteri. Sebaliknya, bila terdapat volume ekstraselular yang berlebihan, penurunan kadar ADH mengurangi reabsorpsi air oleh ginjal, jadi membantu menghilangkan volume yang berlebihan dari tubuh. Sebagai tambahan, sebenarnya sekresi ADH yang berlebihan biasanya hanya menyebabkan sedikit
34
peningkatan volume cairan ekstraselular, tetapi besar pengaruhnya dalam penurunan konsentrasi natrium.
d. Atrial Natriuretic Peptide
Ini adalah hormon yang dilepaskan serat otot atrium jantung. Rangsangan untuk melepaskan peptida ini adalah peregangan atrium secara berlebihan yang dapat ditimbulkan oleh volume darah yang berlebihan. Sekali dilepaskan oleh atrium jantung, ANP memasuki sirkulasi dan bekerja pada ginjal untuk menyebabkan sedikit peningkatan GFR dan penurunan reabsorpsi natrium oleh duktus koligens. Kerja gabungan dari ANP ini menimbulkan peningkatan ekskresi garam dan air, yang membantu mengkompensasi kelebihan volume darah.
Perubahan kadar ANP mungkin membantu meminimalkan perubahan volume darah selama berbagai kelainan, seperti peningkatan asupan garam dan air. Akan tetapi, produksi ANP yang berlebihan atau bahkan tidak adanya ANP sama sekali tidak menyebaan perubahan besar dalam volume darah karena efek – efek ini dengan mudah diatasi dengan mekanisme lain seperti natriuresis tekanan.
E. Neurologi Regulasi Cairan Tubuh
Regulasi sistem saraf terhadap osmolaritas tubuh
Kontrol system saraf simpatis berperan dalam reflex baroreseptor arterial dan reflex
reseptor regangan tekanan rendah.
Karena ginjal menerima persarafan simpatis yang luas, perubahan aktivitas simpati
dapat menghambat ekskresi natrium ginjal dan air, juga pengaturan volume cairan
ekstraseluler dalam bebrapa kondisi. Sebagai contoh, bila volume darah berkurang maka
tekanan dalam pembuluh darah paru dan daerah yang memiliki tekanan rendah lainnya pada
thorax akan menurun, menyebabkan aktivasi reflex system saraf simpatis. Hal ini kemudian
meningkatkan aktivitas reflex system saraf simpatis. Hal ini kemudian meningkatkan
aktivitas simpatis ginjal, yang mempunyai beberapa efek terhadap penurunan ekskresi
35
natrium dan air; 1) Kontriksi arteriol-arteriol ginjal, dengan hasilnya yaitu penurunan GFR;
2) Peningkatan reabsorpsi tubulus terhadap garam dan air; dan 3) Perangsangan pelepasan
rennin dan peningkatan pembentukan angiotensin II dan aldosteron, yang selanjutnya
meningkatkan reabsorpsi tubulus. Dan bila pengurangan volume darah cukup besar untuk
menurunkan tekanan arteri sistemik, aktivasi system saraf simpatis selanjutnya terjadi akibat
penurunan regangan baroreseptor arterial yang terletak di sinius karotikus dan arkus aorta.
Semua reflex ini bersama-sama memainkan peranan penting dalam pemulihan volume darah
yang cepat yang terjadi dalam kondisi akut seperti pendarahan. Penghambatan reflex
aktivitas simpatis ginjal mungkin turut juga berperan terhadap eliminasi kelebihan cairan
yang cepat dalam sirkulasi yang terjadi secara akut setelah makan makanan yang
mengandung sejumlah besar garam dan air.
F. Anatomi dan Fisiologi Ginjal
Ginjal berjumlah 2 buah, berat + 150 gr (125 – 170 gr pada Laki-laki, 115 – 155 gr
pada perempuan); panjang 5 – 7,5 cm; tebal 2,5 – 3 cm.
Letak retroperitoneal sebelah dorsal cavum abdominale, ginjal kiri bagian atas
V.Lumbal I, bagian bawah V.Lumbal IV pada posisi berdiri letak ginjal kanan lebih
rendah
Ginjal dilapisi :
Luar : Capsula Adiposa
Dalam : Capsula Renalis
Struktur ginjal :
Bila dibuat irisan memanjang dari medial ke lateral tampak dua bagian Cortex sebelah luar dan medulla sebelah dalam
Cortex
Tampak agak pucat
Terdapat :
Corpusculi Renalis
Tubuli Contorti
Permulaan Tubulus Collectus
Medulla :
36
Terdiri bangunan berbentuk piramid disebut Piramid Renalis, ujung piramid akan menjadi Colix Minor, beberapa Colix Minor bergabung menjadi Colix Major, beberapa Colix Major bergabung menjadi Pelvis Renalis dan berlanjut sebagari ureter.
Pada Medulla ditempati :
Ansa Henle, sebagian pars descendens dan pars ascendens tubulus Henle
Sebagian besar tubulus Collectus
VASKULARISASI GINJAL
Mendapat darah dari A.Renalis merupakan cabang dari Aorta Abdominalis.
Sebelum memasuki ginjal A.Renalis bercabang dua yaitu :
Ramus Anterior dan
Ramus Pasterior
Ramus ini bercabang 5 :
A. Segmentalis yang memvasculerisasi satu segmen ginjal.
A. Segmentalis memberi cabang A.Interlobaris dan memberi cabang A.
Arcuata
A. Arcuata memberi cabang dalam cortex ginjal disebut A. Interlobularis.
A. Interlobularis bercabang-cabang menjadi Arteriole Afferent
NEFRON
Secara morfologis ada 2 macam Nefron :
Nefron Cortical
Terdapat di 2/3 bagian luar Cortex, +85% jumlah Nefron mempunyai Loop Henle pendek dikelilingi kapiler disebut Peritubuler Kapiler.
Nefon Juxta Medullary
Dekat ke arah Medulla + 15% dari Nefron. Glomerolus lebih besar, loop Henle lebih panjang dikelilingi kapiler peritubulus disebut Vasa Retca
GLOMELURUS
37
A.Renalis memvascularisasi ginjal setelah bercabang-cabang akhirnya menuju
masing-masing Nefron dalam bentuk Arteriolle Afferent dan memasuki tubulus yang
mengalami invagensesi yang disebut Capsula Bowmani dan membentuk kapiler.
Capsula Bowmani dan capiler ini disebut Glomerolus.
Capiler ini meninggalkan Glomerolus dan membentuk Arteriolle Efferent, Arteriolle
Efferent ini membentuk kapiler yang mengelilingi tubulus.
FISIOLOGI GINJAL
Fungsi Ginjal :
Mengendalikan keseimbangan dengan cara :
Mengatur keseimbangan air dalam tubuh
Mengatur keseimbangan elektrolit
Mengatur keseimbangan asam basa
Turut mengatur tekanan darah
Sebagai Eritrhopoetic System
Mekanisme dasar fungsi ginjal
Pada dasarnya fungsi utama ialah membersihkan plasma darah dari zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh dengan cara :
Filtrasi
Reabsorbsi
Sekresi
Sintesa
FILTRASI
Peristiwa Filtrasi di Glomerolus berlangsung melalui 3 lapisan sel :
Lapisan sel Endothel Capiler
Membrana basalis
Lapisan Epitel Capsula Bowmani
Tekanan Filtrasi = Tekanan Glomerolus – (tekanan osmose + tekanan intra renal)
e.g à 60mmHg-(32mmHg + 18mmHg) = 10mmHG
38
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA FILTRASI GLOMELURUS
Aliran darah ke ginjal
Constrictie Arteriole Afferent
Constrictie Arteriole Efferent
Rangsangan Simpatis
Tekanan darah
Tekanan Intra Kapsuler
Consentrasi protein plasma
Luas protein plasma
Permeabilitas membran
REABSORBSI
Mekanisme reabsorbsi:
Transport aktif perlu :
Carrier
Energi
Transport pasif :
Gradien kadar
Gradien Listrik
Zat-zat yang direabsorbsi aktif: Glocosa, asam amino, Na+, K+
Permeabilitas urea < air à banyak urea dalam kencing
Creatinin, inulin, manitol permeabilitas = 0, jadi 100% terdapat dalam urin
REABSORBSI DAN SEKRESI PADA BERBAGAI LUMEN TUBULI
Tubulus Proximalis :
Glucose, as.amino dan protein 100% direabsorbsi.
Air, Na+, Cl-, K+ 80% direabsorbsi
Pars Descenden Loop Henle : sangat permeabel
Pars Ascenden : tidak permeable terhadap air, dapat reabsorbsi aktif Na+, Cl-
Tubulus Distalis :
Permeabilitas air tergantung ADH
39
Na+, Cl-, reabsorbsi aktif
Sekresi H+, K+, NH3-
TRANSPORT ION-ION PADA TUBULI
Cl- : reabsorbsi pada Loop Henle tebal, tubulus proximalis
K+ : disekresi pada tubulus distal
HCO3- : direabsorbsi dalam bentuk CO2, sebagian kecil dalam bentuk HCO3-
H+ : disekresi aktif pada tubulus proximalis bag distal
Kreatinin :
Difiltrasi sempurna
Tidak direabsorbsi
Disekresi di tubulus proximalis
Inulin :
Difiltrasi sempurna
Tidak direabsorbsi
Tidak disekresi
G. Histofisiologi Ginjal
Histofisiologi Ginjal Ginjal dibungkus oleh jaringan pengikat padat.Bentuk : - menyerupai biji kacang buncis
- pada bagian konkaf (hilus) terdapat pembuluh darah ,syaraf,lymfe
Pada potongan memanjang :1.Medulla (dalam )- Terdiri atas 10 - 18 struktur berbentuk kerucut ( pyramid
medulla / malphigi ) dg dasar / pinggirnya pada kortek,puncaknya pada menonjol kedalam calyx berupa papilla. Pada pailla terdapat 10 -12 lobang yang merupakan muara duktus kolligens (area cribrosa)
- Dari dasar pyramid tersusun 400 -500 tubulus panjang disebut medullary ray.Tiap medullary ray terdiri atas duktus kolligens lurus.
40
- Terdapat tubulus koligens
2.Koteks - Terletak antara dasar pyramid dan kapsula ginjal - Pada potongan segar terdapat bercak bercak merah - Terdapat nefron
NEFRONMerupakan unit filtrasi fugsional ginjal .Tiap tiap ginjal mempunyai 1 – 2juta unit filtrasi fungsional . Tiap nefron terdiri atas :1.Renal korpuskulum ( badan malphigi )2.Tubulus kontortus proksimal3.Lengkung henle4.Tubulus kontortus distalisRenal korpuskulum terdiri atas :1.Anyaman kapiler ( glomerulus )2.Kapsula bowman’s Bagian dalam kapsula bowman’s meliputi kapiler disebut lapisan visceral.Epithel lapisan visceral mengalami modifikasi selama perkembangan embryonal. Sela lapisan dalam dinamakan podosit, membentuk tonjolan beberapa primer. Beberapa tonjolan primer membentuk tonjolan skunder yang mengelilingi glomerulus dan berhubungan langsung dengan lamina basalis kapiler . Tonjolan skunder mengandung banyak mikrofillamen dan mikrotubulus.Sitoplasma podosit mengandung banyak Ribosom bebas ,mikrotubulus dan mikrofilamen.Kapiler glomerulus mempunyai sel mesangial yang melekat pada dindingnya .Sel mesangial mempunyai tonjolan tonjolan kecil yang diliputi oleh lapisan zat amorf. Sel mesangial mungkin bekerja sebagai makrofag yang berperanan membersihkan lamina basalis dari zat zat tertentu yang tertimbun dalam matrixs selama filtrasi cairan darah. Bagian luar disebut lapisan parietal kapsula bowman’s yang terdiri atas lapisan selapis epithel gepeng yang terletak diatas lamina basalis. Antara
41
kua lapisan terdapat ruang kapsuler,yang menerima cairan filtrasi melalui dinding kapiler dan lapisan visceral.Tiap korpuskulum renal mempunyai 1.Kutub vaskuler ,dimana arteriole aferen masuk dan arteriole eferen keluar . 2.Kutub urinarius ,dimana tubulus kontortus proksimal dimulaiTekanan hidrostatis darah arteri yang terdapat dalam kapiler glomerulus diatur oleh arteriole eferen.Dinding areteriole ini banyak mengandung otot polos.
TUBULUS KONTORTUS PROKSIMALMerupakan segmen awal nefron , mulai dari kutub urinarius berkelok kelok kemudian menjadi segmen desendens lurus yang menembus medulla , dilanjutkan dengan lengkung henle.Dilapisi selapis epithel kuboid ,sitoplasma acidophil ,mitochondria banyak. Apek sel menghadap ke lumen tubulus,banyak mikrovilli dengan panjang kurang lebih 1um dan membentuk brush border.Permukaan luar mikrovilli brush border diliputi selubung PAS positif yang diduga berperan membentu absorbs zat zat antara lain peptide dan glukosa yang keluar dari darah selam filtrasi.
LENGKUNG HENLEBerbentuk huruf U ( melengkung ) terdiri atas :- Segmen tipis (sebagian besar berjalan turun )- Segmen tebal ( pendek berjalan keatas )
Segmen tipis merupakan lanjutan tubululus kontortus proksimal dengan penampang 12 Um ,lumen lebar karena terdiri atas sel sel gepeng yang intinya menonjol kedalam lumen.Segmen tipis menyerupai kapiler darah.Lengkung henle tebal (asenden) strukturnya sama dengan tubulus kontortus distalis.
TUBULUS KONTORTUS DISTALIS
42
Bagian tebal lengkung henle menembus kortek ,berkelok kelok kemudian menjadi tubulus kontortus distalis (segmen akhir nefron ) dilapisi selapis epithel kuboid.Pada potongan histologis perbedaan antara tubulus kontortus proksimal dan distal ,keduanya terdapat dalam kortek dan dilapisi epithel kuboid,tetapi sel tubulus kontortus proksimal lebih besar ,mempunyai brush border ,lebih acidophil karena banyak mengandung mitochondria. Lumen tubulus distalis lebih besar ,sel tubulus distalis lebih kecil dan pendek dari pada sel tubulus kontortus proksimal. Selnya kurang acidophil ,sedikit brush border dan mikrovilli ,punya tonjolan lateran .
Dalam perjalanannya di korteks tubulus kontortus distalis mengadakan hubungan dengan kutub vaskuler badan ginjal ,dekat arteriole aferen dan efferent. Pada tempat ini terjadi modifikasi bersama dengan arteriole aferen.Selnya menjadi thoraks ,intinya menjadi satu,Sebagian besar sel ini mempunyai apparatus golgi pada daerah basalnya.Segmen dinding tubulus kontortus distal yang mengalami modifikasi ini pada sediaan mikroskopik tampak lebih gelap dinamakan “ makula densa “ TUBULUS KOLIGENSTubulus kontortus distalis menuju tubulus koligens.Beberapa tubulus koligens bersatu membentuk saluran lurus yang lebih besar disebut duktus papillaris bellini.Dilapisi epithel kuboid ,penampang kurang lebih 40um ,dekat papilla 200Um.Tiap tiap tubulus koligens yang besar saling berhubungan tegak lurus dengan beberapa tubulus koligens kecil yang berasal dari dari masing masing medullary ray.
APARATUS JUKSTA GLOMERULUSDidekat corpusculum malphigi tunika media arteriole aferen mengalami modifikasi ,menjadi seperti sel epitheloid disebut “ sel sel jukstaglomerulus “,yang punya inti seperti rokok ,sitoplasma penuh granula berwarna gelap (dengan pewarnaan khusus/PAS positif)
43
Sel jukstaglomerulus menhasilakn enzim rennin ,yang bekerja sebagai protein plasma yang dinamakan angiotensinogen,menghasilkan dekapeptida inaktif yang dinamakan angiotensin I.Sebagai akibat kerja converting enzyme yang diduga terdapat dalam paru paru ,kehilangan dua asam amino ,menjadi oktapeptida yang dinamakan angiotensin II.Angiotensin II dapat meningkatkan aekresi hormone aldosteron oleh korteks adrenal,sehingga mempengaruhi tekanan darah.Aldosteron bekerja pada sel tubulus ginjal (terutama tubulus distalis ),meningkatkan reabsorsi natrium dan klorida dan akibatnya menghambat ekresi renin.Sebaliknya kelebihan natrium dalam darah akan menekan sekresi rennin dengan akibat penghambatan pembentukan aldosteran sehingga akan meningkatkan konsentrasi natrium urine.Jadi apparatus jukstaglomerulus mempunyai peranan homeostatic yang penting dalam mengawasi keseimbangan ion.
44
45
46
47
H. Hydrochlorthiazide (HCT)
Hydrochlorthiazide (HCT)
Hydrochlorthiazide atau HCT merupakan salah satu preparat dari golongan Diuretik
yang bisa digunakan untuk terapi medikamentosa pada penderita usia lanjut dengan
hipertensi.
a. Sifat fisiko-kimiwi
Struktur Hidroklorotiazid :
6-Chloro-3,4-dihydro-2H-1,2,4-benzo hiadiazine-7-sulfonamide 1,1-dioxide
BM : 297,73
pKa : 7,9 – 9,2
Hidroklorotiazid mengandung tidak kurang dari 98,0% C7H8ClN3O4S2 dihitung terhadap
zat yang telah dikeringkan.
Sediaan : serbuk halus, putih atau praktis putih; praktis tidak berbau. Kelarutan : sukar larut
dalam air (< 1 dalam 10.000), mudah larut dalam larutan natrium hidroksida, dalam n-
butilamina, dan dalam dimetilfornamida; agak sukar larut dalam metanol; tidak larut dalam
eter, dalam kloroform, dan dalam asam mineral encer.
Efek Hydrochlorthiazide (HCT)
Farmakokinetik
Semua thiazide diabsorbsi pada pemberian secara oral, umumnya efek obat tampak
setelah 1 jam. Tetapi terdapat perbedaan dalam metabolismenya. Semua thiazide disekresi
oleh sistem sekretorik asam organik dan bersaing pada beberapa hal dengan sekresi uric acid
oleh sistem tersebut. Sebagai hasilnya, kecepatan sekresi uric acid dapat menurun, dengan
diikuti peningkatan kadar uric acid serum. Pada steady state, produksi uric acid tidak
dipengaruhi oleh thhiazide. Klorothiazide didistribusikan ke seluruh ruang ekstrasel dan
dapat melewati sawar uri, tetapi obat ini hanya ditimbun dalam jaringan ginjal saja. Dengan
suatu proses aktif, tiazid diekskresi oleh sel tubuli proksimal ke dalam cairan tubuli. Jadi
48
klirens ginjal obat ini besar sekali, biasanya 3-6 jam sudah diekskresikan dari badan.
Klorotiazid dalam badan tidak mengalami perubahan metabolik.
Farmakodinamik
Diuretik ini bekerja menghambat simporter Na dan Cl di hulu tubulus distalis. Sistem
transpor ini dalam keadaan normal berfungsi membawa Na, selanjutnya dipompakan ke luar
tubulus dan ditukar melalui kanal klorida. Efek farmakodinamik tiazid yang utama ialah
meningkatkan ekskresi Natrium, klorida dan sejumlah air. Efek natriuresis dan kloruresis ini
disebabkan oleh penghambatan mekanisme reabsorpsi elektrolit pada hulu tubuli distal. Laju
ekskresi Na maksimal yang ditimbulkan oleh tiazid jauh lebih rendah dibandingkan dengan
apa yang dicapai oleh beberapa diuretik lain, hal ini disebabakan 905 Na dalam cairan filtrat
telah direabsorbsi lebih dulu sebelum mencapai tempat kerja tiazid.
Derivat tiazid memperlihatkan efek penghambatan karbonik anhidrasedengan ptensi
yang berbeda-beda. Zat yang aktif sebagai pengahmbat karbonik anhidrase, dalam dosis yang
mencukupi, memperlihatkan efek yang sama seperti asetazolamid dalam eksresi bikarbonat.
Agaknya efek penghambatan karbonik anhidrase ini tidak berarti secara klinis. Efek
penghambatan enzim karbonik anhidrase diluar ginjal praktis tidak terlihat karena tiazid tidak
ditimbun di sel lain.
Pada pasien hipertensi, tiazid menurunkan tekanan darah bukan saja karena efek
diuretiknya tetap juga karena efek langsung terhadap arteriol sehingga terjadi vasodilatasi.
Efek samping ( Side Effect) HCT
Efek samping tiazid berkaitan dg kadar plasma. Obat ini mulai digunakan sejak tahun 1950
dg dosìs 200 mg/h. dg tujuan untuk mendapat efek diuresìs. Akibatnya, doßìß tinhi ini
menimbulkan berbagai efek samping. Uji klinik yg lebih br membuktikan bahwa dosìß yg
lebih rendah yaitu 12,j-aj mg HCT kebih efektìf menurunkan tekanan darah dan mengurangi
risìko kardiovaskuler. Efek ramping penggunbn diuretik tiazid adalah sebagai berikut.
Gangguan elektrolit, meliputi hipokalemia, hipovolemia, hiponatremia, hipokloremia,
hipomagnesemia. Hipokalemia mempermudah terjadinya aritmia terutama pada pasien yang
mendapat digitalis atau antiaritmia lain. Pemberian diuretik pada pasien sirosis dengan asites
perlu dilakukan dgn hati-hati, gangguan pembentukan ion H menyebabkan amoniak tdk dpt
49
diubah menjadi ion amonium dan memasuki darah, ini merupakan sakah satu faktor
penyebab terjadinya depresi mental dan koma pada pasien sirosis hepatis.
Hiperkalsemia, tendensi hiperkalsemia pada pemberian tiazid jangka panjang
merupakan efek samping yang menguntungkan terutama untuk orang tua dengan risiko
osteoporosis, karena dpt mengurangi risiko fraktur. Hiperurisemia, diuretik thazid dapat
meningkatkan kadar asam urat darah karena efeknya menghambat sekresi dan meningkatkan
reabsorbsi asam urat. Efek samping ini perlu menjadi perhatian pada pasien artritis gout
karena dapat mencetuskan serangan gout akut. Tiazid menurunkan toleransi glukosa dan
mengurangi efektivitas obat hipoglikemik oral. Ada 3 faktor yang menyebabkan hal ini dan
telah dapat dibuktikan pada tikus yaitu kurangnya sekresi insulin terhadap peninggian kadar
glukosa plasma, meningkatnya glikogenolisis, dan berkurangnya glikogenesis. Penyelidikan
klinis menunjukkan bahwa deplesi ion K ikut memegang peranan dalam hal menurunnya
toleransì glukosa ini, mungkin sekali melalui penghambatan konversì insulin menjadi insulìn.
Tiazid dapat menyebabkan peningkatan kolesterol dan trigliserida plasma dgn mekanìsme
yang tdk diketahui.Gangguan fungsì seksual kadang-kadang dpt terjadì akibat pemakaian
diuretic. Mekanìsme efek sampìng ini tdk diketahui dgn jelas.
Dosis pemberian HCT terhadap hipertensi
Tabel VII. Dosis pemberian terapi hydrochlorothiazide.
Nama Obat Dosis Catatan
Hydrochlorothiazide
Tab. 25 mg
Tab. 100 mg
D: 25-100mg/dosis, diberikan
setiap 12-24 jam diturunkan
mungkin, Maks.
100 mg/24 jam
A: 0.5-1.0 mg/kg/dosis, diberikan
setiap 12-24 jam
CP : Diminum pagi bersamaan
dengan makanan.
ESO: - Hipokalemia
- Hiperurikemia
- Hiponatremia
- Hipokhloremia
alkolosis
- Hipomagnesia
KI: - Anuria
Terapi bersama lithium
50
Pada umumnya penderita hipertensi memerlukan dua atau lebih obat anti hipertensi
dalam mencapai target tekanan darah. Pada tekanan darah 20/10 mmHg di atas tekanan darah
optimal atau hipertensi stage 2 (JNC 7) pengobatan awal dipertimbangkan untuk
menggunakan dua macam kelas obat sebagai kombinasi tetap atau masing-masing tetap
diberikan tersendiri. Pemberian kombinasi obat anti hipertensi memang lebih cepat mencapai
target tekanan darah, namun harus tetap diwaspadai kemungkinan terjadinya hipotensi
ortostatik, terutama pada penderita diabetes, disfungsi saraf otonom dan penderita geriatrik.
Jika sudah terjadi efek samping hipotensi ortostatik, agar obat diturunkan dosisnya dan
penderita tidak langsung berdiri setelah berbaring.
Penderita harus dievaluasi setiap bulan untuk penyesuaian obat agar target tekanan
darah tercapai. Evaluasi bisa dilakukan tiap tiga bulan jika target telah tercapai. Sebaliknya
pada penderita diabetes dan payah jantung memerlukan evaluasi yang lebih sering.
Hubungan HCT Terhadap diuresis cairan tubuh
HCT bekerja pada tubulus distal baigan awal dengan menghambat co-transport
natrium-klorida (Na+ Cl-) di membran luminal sel tubulus sehingga reabsorbsi Natrium dan
klorida menurun. Terjadi pula penurunan reabsorbsi air yang timbul secara sekunder akibat
inhibisi reabsorbsi natrium. Natrium merupakan molekul osmotik aktif di dalam tubulus,
yang artinya natrium membuat tekanan osmotik di tubulus meningkat, akibatnya air tertahan
di tubulus karena tertarik oleh tekanan osmotik. Volume urin bertambah (diuresis), dan
menurunkan volume plasma (hipovolemia). Berkurangnya volume cairan dalam plasma ini
akan membuat tekanan darah turun.
I. Hipertensi
Pengertian Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Tingginya tekanan darah arteri; berbagai
kriteria untuk ambang batasnya telah diajukan, berkisar dari sistol 140 mmHg dan diastol 90
mmHg hingga setinggi sistol 200 mmHg dan diastol 110 mmHg. Secara tradisional,
hipertensi dapat dibagi menjadi:
Primary Hypertension (Essential) : Hipertensi yang memiliki penyebab yang tidak
diketahui.
Secondary Hypertension : Hipertensi akibat penyakit primer lain.
51
Klasifikasi dari hipertensi menurut JNC (Joint National Comitte)
Dalam kasus ini, wanita tersebut masuk ke Hipertensi tahap 1
Patofisiologi dari Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol konnstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis
ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan
dapat mempengaruhirespon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu
dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan
jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks
adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
52
menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua factor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi.
Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional pada system
pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia
lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri
besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh
jantung ( volume sekuncup ), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan
tahanan perifer.
Gejala-gejala dari Hipertensi
Hipertensi jarang menunjukkan gejala, dan pengenalannya biasanya melalui skrining,
atau saat mencari penanganan medis untuk masalah kesehatan yang tidak berkaitan. Beberapa
orang dengan tekanan darah tinggi melaporkan sakit kepala (terutama di bagian belakang
kepala dan pada pagi hari), serta pusing, vertigo, tinitus (dengung atau desis di dalam
telinga), gangguan penglihatan atau pingsan. Pada pemeriksaan fisik, hipertensi juga
dicurigai ketika terdeteksi adanya retinopati hipertensi pada pemeriksaan fundus optik di
belakang mata dengan menggunakan oftalmoskop. Biasanya beratnya perubahan retinopati
hipertensi dibagi atas tingkat I-IV, walaupun jenis yang lebih ringan mungkin sulit dibedakan
antara satu dan lainnya.[10] Hasil oftalmoskopi juga dapat memberi petunjuk berapa lama
seseorang telah mengalami hipertensi.
Faktor resiko dari hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko penyakit jantung iskemik, strokes, penyakit periferal
vaskular, dan penyakit kardiovaskular lain, termasuk gagal jantung, aneurisma aorta,
aterosklerosis difus, dan emboli paru. Hipertensi juga merupakan faktor risiko terjadinya
gangguan kognitif, demensia, dan penyakit ginjal kronik. Komplikasi lain di antaranya:
Retinopati Hipertensi
Nefropati hipertensi
Mekanisme garam mempengaruhi tekanan darah
53
Garam di dalam tubuh tidak dapat diekskresikan oleh ginjal secepat ginjal mengekskresikan
air. Akibat penumpukan garam di dalam tubuh, garam secara tidak langsung meningkatkan
volume cairan ekstrasel karena:
Bila terdapat kelebihan garam di dalam cairan ekstrasel, osmolalitas cairan akan
meningkat, dan keadaan ini selanjutnya merangsang pusat haus di otak, yang membuat
seseorang minum lebih banyak air untuk mengembalikan konsentrasi garam ekstrasel
kembali normal. Hal ini akan meningkatkan volume cairan ekstrasel.
Kenaikan osmolalitas yang disebabkan oleh kelebihan garam dalam cairan ekstrasel
juga merangsang mekanisme sekresi kelenjar hipotalamus-hipofise posterior untuk
menyekresikan lebih banyak hormon anti-diuretik. Hormon anti-diuretik kemudian
menyebabkan ginjal mereabsorpsi air dalam jumlah besar dari cairan tubulus ginjal, dengan
demikian mengurangi volume urin yang diekskresikan tetapi meningkatkan volume cairan
ekstrasel.
Kenaikan volume cairan ekstrasel ini selanjutanya akan meningkatkan volume darah
yang meningkatkan tekanan pengisian sirkulasi rata-rata, yang meningkatkan aliran balik
darah vena ke jantung, yang meningkatkan curah jantung, yang meningkatkan tekanan
arteri.
J. Lethargis
Definisi Lethargis
Letargis merupakan keadaan dimana penurunan tingkat kesadaran dimana ditandai
dengan keadaan yang lesu dan mengantuk.
Patofisiologi letargis
Tekanan darah yang turun akan menyebabkan tekanan hidrostatis juga menurun
sehingga pasokan oksigen yang berdifusi dari plasma ke ruang interstisial dan sel berkurang.
Otak yang kekurangan oksigen inilah yang menyebabkan terjadinya lethargis. Pasokan nutrisi
jaringan juga menurun, sehingga oksidasi makanan menjadi terhambat, ATP yang terbentuk
berkurang sehingga kurang energi dan lemah. Selain itu kekurangan natrium juga
menyebabkan ganguan transmisi impuls saraf ke otak serta mengganggu kontraksi dan
relaksasi otot yang menyebabkan timbulnya gejala lethragis yaitu kehilangan kesadaran dan
lesu.
54
Etiologi Letargis
Letargis/Kelesuan dapat digambarkan sebagai kelelahan, kelelahan atau kekurangan
energi. Hal ini dapat disertai dengan depresi, penurunan motivasi, atau apatis. Kelesuan
dapat menjadi respon normal untuk tidur kurang memadai, kelelahan, lembur, stres , kurang
olahraga, atau kebosanan. Ketika bagian dari kelesuan, respon normal sering sembuh dengan
istirahat, tidur cukup, penurunan stres, dan nutrisi yang baik.
Kelesuan gigih yang tidak menyelesaikan dengan perawatan diri bisa menjadi indikasi
dari suatu gangguan fisik atau psikologis yang mendasarinya. Penyebab umum termasuk
alergi , asma , anemia , kanker dan perawatan, sakit kronis, penyakit jantung , infeksi,
depresi, gangguan makan , kesedihan, gangguan tidur, masalah tiroid, efek samping obat,
penggunaan alkohol, atau penggunaan narkoba.
Dalam kasus ini letargis mungkin disebabkan oleh hipernatremia. Otak sangat sensitif
terhadap perubahan konsentrasi natrium darah. Karena itu gejala awal dari hiponatremia
adalah letargi (keadaan kesadaran yang menurun seperti tidur lelap, dapat dibangunkan
sebentar, tetapi segera tertidur kembali).
Penyebab kelesuan dapat disarankan oleh pola dan gejala yang menyertainya. Jika
mulai di pagi hari dan berlangsung sepanjang hari, bisa jadi karena kurang tidur atau depresi.
Jika berkembang sebagai hari melewati dan disertai dengan kulit kering, sembelit, sensitivitas
dingin, dan kenaikan berat badan, mungkin disebabkan oleh kelenjar tiroid yang kurang aktif.
Kombinasi sesak napas dan kelesuan bisa disebabkan oleh gangguan jantung atau paru-paru.
Kelesuan gigih tanpa diagnosis yang jelas mungkin akibat dari kronis kelelahan syndrome,
yang dapat mulai dengan penyakit seperti flu dan sering tidak berkurang dengan istirahat.
Gejala Letargis
Letargis bisa digambarkan sebabgai kelelahan, ketidaknyamanan, kelesuhan atau
kekurangan energi. Ini bisa disertai dengan depresi, tidak ada semangat atau apatis. Letargi
dapat menjadi sebuah respon normal terhadap tidur yang tidak adekuat, kelelahan, stres,
kekurangan olahraga. Letargi biasanya dapat disembuhkan dengan istirahat, tidur yang
cukup, mengurangi stres dan nutrisi yang cukup. Letargi yang parah tidak bisa disembuhkan
dengan istirahat bisa jadi menjadi sebuah indikasi untuk ganggguan fisik atau psikologis.
Penyebab umumnya termasuk alergi, asma, anemia, kanker dan perawatannya, sakit kronis,
penyakit jantung, infeksi, depresi, gangguan tidur, efek samping obat dan penggunaan
alkohol.
Hubungan Lethargis dengan kasus
55
Lethargis adalah penurunan tingkat kesadaran , ditandai dengan lesu , mengantuk, dan
apati (ketakacuhan). Penurunan kesadaran ini diakibatkan karena gangguan transmisi impuls
ke otak dan juga neurontransmitter sehingga menurunkan tingkan kesadaran seseorang.
Selain itu lethargis juga ditandai oleh keadaan lesu, yaitu suatu keadaan disaat tubuh
mengalami kekurangan energy, juga mengalami gangguan dalam kontraksi dan relaksasi otot.
HCT merupakan obat diuresis yang menyebabkan pengeluaran urin disertai ion elektrolit
(seperti natrium dan klorin) secara terus menerus. Sedangkan diet garam menyebabkan kadar
garam yaitu natrium dan klorin dalam tubuh menurun. Akibatnya keseimbangan CES
terganggu dan berdampak terhadap turunnya tekanan darah, yang artinya suplai darah yang
mengandung nutrisi dan 02 ke otak dan otot juga berkurang. Selain itu menurunnya kadar
natrium menyebabkan natrium juga berkurang dalam tubuh, sedangkan fungsi natrium ialah
untuk transmisi impuls ke otak, potensial aksi dan mengatur kontraksi dan relaksasi otot.
Oleh karena itulah penggunaan HCT dan diet rendah garam menjadi faktor yang
menyebabkan terjadinya lethargis.
K. Pemeriksaan Kesehatan Rutin Umum
Pemeriksaan Kesehatan Rutin – Medical Check Up
Medical Check Up merupakan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh. Pada kebanyakan
masyarakat Indonesia pemeriksaan ini masih di anggap sebagai suatu pemborosan. Namun
ternyata dengan kita melakukan pemeriksaan MCU secara rutin malah dapat menghemat
biaya pengobatan.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per. 02/Men/1980 Pasal 3 ayat (2)
memang mewajibkan perusahaan untuk memeriksakan kesehatan pegawainya setiap tahun
sekali yang disebut pemeriksaan kesehatan berkala.
Saat ini banyak tenaga kerja baik pegawai negeri maupun swasta telah mendapatkan hak
untuk menjalani pemeriksaan berkala atas biaya kantor, bahkan ada yang ditanggung sampai
dengan pasangannya (suami atau istri).
Manfaat Medical Check up
1. Mengetahui penyakit secara dini dan dapat mengatasi dengan cepat
56
2. Mencegah penyakit yang telah terdeteksi tidak berlanjut
3. Meningkatkan kualitas hidup
4. Mencegah berkembangnya penyakit
5. Memperpanjang usia produktif
6. Menghemat biaya pengobatan
7. Mencegah atau menunda komplikasi penyakit
8. Melakukan pengobatan segera terhadap hasil temuan yang tidak normal pada
pemeriksaan tersebut
9. Apabila dilakukan secara rutin dapat mengetahui kondisi kesehatan saat ini lebih baik
atau buruk daripada sebelumnya
Pemeriksaan Medical Check Up
Setiap Rumah Sakit maupun klinik memilki paket medical check up yang beraneka ragam.
Bagi pekerja yang mau melakukan MCU sebaiknya paket pemeriksaan disesuaikan dengan
jenis pekerjaan maupun lingkungan kerjanya. Misalnya apakah sering kontak dengan
kebisingan , terpajan debu, dll. Untuk menentukan jenis paket Medical Check Up tersebut
sebaiknya berkonsultasi dengan dokter okupasi terlebih dahulu.
Namun apabila baru pertama kali melakukan medical check up pilihlah paket yang dapat
mengetahui kondisi kesehatan secara keseluruhan yaitu meliputi :
1. Wawancara atau anamnesa , dilakukan untuk mengetahui riwayat penyakit sekarang,
dahulu dan penyakit dikeluarga
2. Pemeriksaan Fisik di mulai dari pemeriksaan vital sign (tensi, nadi, pernafasan serta
suhu tubuh), di lanjutkan dengan memeriksa tubuh yang dilakukan sesuai dengan
prosedur fisik diagnostik.
3. Pemeriksaan Mata
4. Pemeriksaan THT
57
5. Pemeriksaan Gigi
6. Pemeriksaan Laboratorium berupa darah, urin dan feses
7. Pemeriksaan Penunjang lainnya seperti : EKG , Treadmill test, Rontgen dada, USG
Abdomen, Audiometri dan Spirometri (pemeriksaan ini dapat disesuaikan dengan
kebutuhan)
8. Untuk pemeriksaan tambahan dapat dilakukan papsmear bagi wanita yang sudah
menikah dan USG payudara
Pada intinya, makin lengkap paket pemeriksaan kita dapat mengetahui lebih banyak kondisi
kesehatan seseorang.
Penyakit yang bisa dideteksi dengan Medical Check Up
Ada penyakit yang dapat dideteksi secara langsung oleh MCU dan adapula yang tidak
langsung terdeteksi.
Penyakit yang dapat langsung dideteksi dengan MCU, diantaranya adalah Hipertensi,
Ambeien, Gangguan Penglihatan, Gangguan Pendengaran, Diabetes Melitus,
Kelainan Lemak darah, Penyakit Darah (anemia, kanker darah), Penyakit Hati
(Hepatitis, Sirosis, Perlemakan Hati, Kanker Hati), Penyakit Ginjal (Infeksi,
Kebocoran Ginjal, Batu Ginjal Gagal Ginjal), Gangguan Asam Urat, Penyakit
Paru,Pembesaran Jantung serta Penyakit Jantung Koroner dll
Untuk Penyakit yang tidak langsung terdeteksi, maka MCU merupakan langkah awal
menuju kearah diagnosis pasti dari penyakit yang diduga.
Perbandingan Standar Medical Check Up Secara Umum dan Pemeriksaan yang
dilakukan di Puskesmas
Di banyak rumah sakit telah menerapkan standar-standar medical check up dengan beragam
paket dan penyesuaian kebutuhan serta dengan pilihan biaya. Untuk standar yang dapat
ditemukan pada rumah sakit umumnya adalah pemeriksaan seperti yang dilakukan pada RS.
Gading Pluit Kelapa Gading, Jakarta Utara, sebagai berikut
58
Pemeriksaan
EMERALD
Top
Eksekutif
Platinum
> 40 Th
Gold
< 40 Th
Silver
(Corporate
Type
Screening)
Laboratorium:
Hematologi:Darah Lengkap,
Golongan Darah/Rh x x x
Darah:
LED,
Trombosit,
SGPT,
Kreatinin,
GD Puasa,
HBsAg
Urine:
Glukosa dan
keton
Kimia Darah:
Gula Darah,
Fungsi Hati
Fungsi Ginjal
Asam Urat
Lemak (Cholesterol Total, HDL,
LDL, Trigliserida)
Hepatitis Marker:HBsAg, Anti
HBs + Titer, Anti HCV
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
Tumor Marker: CEA x X x
Serologi: TPHA, VDRL, Anti HIV x X x
Hormon Tiroid: TSHs x X -
Urin Rutin x x x x
Faeces Rutin x x x -
Radiologi:
Foto Thoraxx
x
x
-
x
-
x
-
59
Brain MRI + MRA
Ultrasonografi:
USG Abdomen
USG Mammae
x
x
x
x
x
-
-
-
Jantung dan Pembuluh darah:
EKG
Treadmill
Color Doppler Echocardiography
Triplex Sonography Carotis
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
-
-
x
-
-
-
Faal Paru x x - -
Saluran Pencernaan:
Gastrocopy
Rectosigmoidoscopy
x
x
-
-
-
-
-
-
PAP Smear (Khusus Wanita) X x x -
Uroflowmetri (Khusus Pria) X x x -
Dapat dilihat untuk standar pemeriksaan seperti ini dapat dikategorikan mahal
sehingga tidak semua lapisan masyarakat dapat secara rutin melakukan medical check up ini.
Pemeriksaan rutin yang dilakukan di Puskesmas tergolong sederhana karena belum semua
puskesmas menerapkan setiap pemeriksaan ini seperti pemeriksaan radiologi dan serologi.
Pada rumah sakit umumnya telah dibagi paket-paket sedangkan di Puskesmas hanya berkisar
tes sederhana untuk pemeriksaan kesehatan.
Secara umum pemeriksaan kesehatan rutin di puskesmas mencakup anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium, hanya saja pemeriksaan laboratorium di
puskesmas tidak selengkap pemeriksaan kesehatan di rumah sakit disebabkan keterbatasan
alat laboratoriumnya. Pemeriksaan laboratorium di puskesmas biasanya mencakup
pemeriksaan darah, pemeriksaan urin dan pemeriksaan feses.
60
Interpretasi Hasil Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum pasien lemah
b. TD 130/80 mmHg
c. BB turun 2,5 kg dari seminggu sebelumnya
d. Tidak ditemukan kelainan Neurologis
Wanita tua mengalami diuresis akibat pemberian HCT yang menyebabkan air dan ion
lain dalah tubuh di ekskresikan melalui urin, akibatnya tubuh yang 60% nya merupakan
cairan mengalami pengeluaran cairan yang treus menerus sehingga menurunkan berat badan
sedangkan maksimal perminggu turun 0,5 Kg . Sedangkan tekanan darah wanita tua juga ikut
turun dari yang awalnya 140/90 menjadi 130/80. Hal ini juga disebabkan karena menurunnya
volume dan osmolaritas cairan ekstrasel yang juga berdampak pada penurunan tekanan darah.
Keadaan pasien yang lemah merupakan tanda dari gejala lethargis.
Interpretasi Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Ureum 20mg/dl (9-25) : normal
- Creatinine 1,2 mg/dl ( 0,8-1,4) : normal
- Na 132 mEq/l (136-142) rendah
- K 3,5 mEq / l (3,5-5) : normal
- Cl 90 mEq/l (98-108) rendah
Natrium dan klorin turun karena pemberian HCT. Pemberian HCT menurunkan
reabsorbsi natrium dan klorin dan meningkatkan ekskresinya di tubulus ginjal, sehingga
pengeluaran natrium yang diikuti oleh pengeluaran klorin beserta air dari dalam tubuh
menyebabkan kadar natrium dan klorin d dalam cairan ekstrasel menurun (rendah).
VIII. KERANGKA KONSEPElastisitas pembuluh darah Wanita Tua (Usia 63 tahun)
61
meningkatkan tahanan arteri Hipertensi Ringan TD 155/90
konsumsi NaCl Turun
NaCl turun pada cairan ekstrasel
CES hipoosmol
Air Osmosis ke CIS
Volume CES turun
Volume Plasma turun
Volume darah
Hipotensi
Sekresi rennin
Angiotensin I
Angiotensin II
Aldosteron vasokonstriksi otot polos arteriole
Retensi Na dan air laju filtrasi
Volume plasma
Tekanan darah tetap (hipertensi)
Diberi HCT
Inhibisi ko-transport Na dan Cl
Elektrolit menurun Reabsorbsi air
Konsentrasi Na Cl Diuresis
Hipokalsimeia
Dehidrasi
Hiponatremia Volume plasma
Tekanan darah
Tekanan Hidrostatik
Volume darah Menurun
Suplai o2 turun suplai Na turun
Neurontransmitter dan potensial aksi tergangguu
Kerja otak transmisi impuls impuls motoris
LETHARGIS
62
IX. KESIMPULAN
Wanita berusia 63 tahun mengalami lethargis akibat hiponatremia dan dehidrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Dorland. 2012. Kamus Saku Kedokteran DORLAND. EGC : Jakarta.
Bullock, John et. al. National Medical Series for Independent Study: Physiology, thirdedition.
Philadelphia: Williams & Wilkins, 1995.
Buku ajar fisiologi kedokteran / Arthur C. Guyton, John E. Hall ; alih bahasa, Irawati ... [et
al.] ; editor edisi bahasa Indonesia, Luqman Yanuar Rachman ... [et al.] - Ed. 11. -
Jakarta : ECG, 2007.
Price, Sylvia A, 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC: Jakarta).
Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. (2012). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Vander, Arthur et. al. Human Physiology-the Mechanisms of Body Function, eighth edition.
New York: McGraw-Hill, 2001.
Tjokroprawiro, Askandar. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya. 2000. Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo.
Gan Gunawan, Sulistia. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta. 2007. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Katzung, Bertram G. Farmakologi : Dasar dan Klinik Edisi Pertama. Jakarta. 2001. Salemba Medika.
Kuswardhani, RA Tuty. Penatalaksanaan Hipertensi pada Usia Lanjut. Denpasar. 2006. Jurnal Penyakit Dalam vol. 7 No 6. RSUD Sanglah, Denpasar.
Kaplan, NM. Hypertension in the elderly. London. 1999. Martin Dunitz;.
National Institute of Health (2003). JNC 7 Express: The 7th Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure.
http://www.ksh.co.id/mcu.php
63