15
Laporan Wawancara Tempat Wawancara : Jl. Tales Surabaya Topik : Kaum Urban di Surabaya Nama Subjek : S Asal : Kalimantan (Tarakan) Tahun Lahir : 1937 Umur : 78 tahun Pendidikan : SD Keluarga : 1 istri, 3 anak, 2 menantu, 2 cucu Kota Merantau : Solo, Jakarta, dan Surabaya Pekerjaan : Tukang Becak di Kawasan RSAL dr. Ramelan Surabaya Tempat Tinggal : Rumah semi permanen di atas tanah milik PT. KAI (dekat stasiun Wonokromo Surabaya) Pewawancara Istiqomah Dwija P. Tugas Psikologi Perkotaan (Tukang Becak) 1

Laporan Wawancara Tukang Beck

Embed Size (px)

Citation preview

Laporan WawancaraTempat Wawancara

: Jl. Tales Surabaya

Topik

: Kaum Urban di SurabayaNama Subjek

: SAsal

: Kalimantan (Tarakan)

Tahun Lahir

: 1937

Umur

: 78 tahun

Pendidikan

: SD

Keluarga

: 1 istri, 3 anak, 2 menantu, 2 cucu

Kota Merantau

: Solo, Jakarta, dan SurabayaPekerjaan

: Tukang Becak di Kawasan RSAL dr. Ramelan SurabayaTempat Tinggal: Rumah semi permanen di atas tanah milik PT. KAI (dekat stasiun Wonokromo Surabaya)

Pewawancara

Istiqomah Dwija P.KodePertanyaanJawaban

Selamat sore pakSelamat sore

Mohon maaf sebelumnya pak, saya minta waktunya sebentar untuk tanya-tanya boleh ya pak? Iya mbak monggo nggak apa-apa mbak

Laporan ObservasiTempat Observasi

: Pangkalan Becak dekat RSAL (Rumah Sakit Angkatan Laut) dr.Ramelan Surabaya dan Tempat tinggal SubjekTema Observasi

: Kaum Urban di SurabayaNama Subjek

: SAsal

: Kalimantan (Tarakan)

Tahun Lahir

: 1937

Umur

: 78 tahun

Pendidikan

: SD

Keluarga

: 1 istri, 3 anak, 2 menantu, 2 cucu

Kota Merantau

: Solo, Jakarta, dan SurabayaPekerjaan

: Tukang Becak di Kawasan RSAL dr. Ramelan SurabayaAlasan Observasi

: Untuk mengetahui situasi dan kodisi dari subjek sebagai kaum urban di kota SurabayaDeskripsi Lokasi

: a.

Lokasi observasi yang pertama dilakukan di pangkalan becak di dekat RSAL (Rumah Sakit Angkatan Laut) dr. Ramelan Surabaya. Tempat ini cenderung ramai orang karena berada di daerah yang strategis yaitu terdapat rumah sakit besar, universitas, mall di seberangnya, tempat pemberhentian kendaraan umum dan juga cukup dekat dengan stasiun dan berbagai instansi strategis lainnya. Sehingga tidak heran dengan begitu banyaknya tukang becak yang mencari penumpang di daerah tersebut. Lebih dari 20 tukang becak berada di pangkalan ini dengan beragai jenis model becaknya, ada becak tradisional yang dikayuh dengan tenaga manusia pada umumnya, dan juga ada beberapa becak yang telah dimodifikasi menjadi becak motor, yaitu becak yang dijalankan dengan tenaga mesin sepeda motor. Ketika siang hari, lokasi ini sangatlah panas karena berada di pinggir jalan tanpa banyak pohon yang menaungi. Jika dibandingkan, becak motor cenderung lebih ramai peminat dibandingkan dengan becak yang dikayuh biasa.b.

Lokasi observasi kedua adalah rumah dari subjek. Rumah ini berada di atas tanah milik PT. Kereta Api Indonesia (KAI). Tepatnya berada di dekat stasiun wonokromo Surabaya. Sudah sejak lama subjek menempati rumah ini, ia mengaku membeli dari seseorang untuk bangunan yang ia tempati hingga sekarang. Bangunan rumah ini berada di kawasan yang sangat padat penduduk. Meskipun tergolong bangunan ilegal, yang tidak memiliki sertifikat kepemilikan resmi, tetapi rumah S dan tetangga-tetangganya memiliki akses listrik dan air PDAM secara resmi. Di kawasan ini juga memiliki susunan kepengurusan RT/RW sehingga warganya tetap dapat mengurus surat-surat untuk kepentingan identitas dan sebagainya, dan ini sudah berlangsung bertahun-tahun lamanya.

Kondisi kebersihan lingkungan rumahnya yang sangat padat ini tergolong memprihatinkan. Meskipun ada iuran kebersihan yang ditarik oleh pengurus RT setempat tetapi pengelolaan sampah rumah tangganya tidak dikelola dengan baik sehingga makin menimbulkan kesan kumuh. Mayoritas warga yang tinggal di daerah ini merupakan pendatang dari luar Surabaya, kemudian bekerja di pasar wonokromo, mangga dua dan sekitarnya. Di kawasan ini juga banyak terdapat rumah-rumah kontrakan yang banyak dihuni orang-orang yang berasal dari pulau Madura. Rumah-rumah yang dikontrakkan itu juga berdiri di atas tanah milik PT. KAI. Juga terdapat rumah kos dimana yang menghuni kebanyakan merupakan mahasiswa kesehatan atau keluarga yang menunggu pasien di rumah sakit.

Jalan menuju rumah pak S masuk gang yang ukurannya sempit sekitar 1,2 meter lebarnya. Di rumah ini dihuni Pak S, istri, 1 anak, 1 menantu dan 1 cucunya. Rumah dengan ukuran agak kecil ini disekat menjadi ruang tamu sekaligus tempat meletakkkan perabotan rumah tangga, dan toilet serta 2 kamar yang disekat dengan triplek dengan ukuran di dalam sangat kecil. Sedangkan untuk memasak biasa dilakukan di depan rumahnya, tetangga-tetangganya juga banyak yang melakukan hal yang sama dengan alasan agar tidak semakin mempersempit ruang di dalam rumahnya untuk kebuutuhan dapur. Mereka terbiasa hidup berdampingan dengan banyak orang, bahkan bila kita berbicara dengan suara agak keras maka tetangga bisa mendengar suara kita begitu pula sebaliknya termasuk bila ada anak kecil yang rewel atau menangis keras maka suaranya akan terdengar dengan jelas oleh tetangganya. Di dalam rumah ini meskipun ukurannya agak kecil tetapi perabotan rumah tangganya tergolong cukup. Misalnya terdapat televisi 21, kipas angin, rice cooker, dvd player, 2 buah lemari dengan ukuran sedang, kasur, mainan anak-anak, dan perlengkapan dapur. Deskripsi Subjek

: Subjek merupakan salah satu dari kaum urban yang sudah sangat lama tinggal di kota Surabaya. Ketika berbicara, suara pak S keras dan tegas tetapi tetap ramah. Artikulasi dari pengucapannya di usia yang menginjak 78 tahun memang sudah agak berkurang, tetapi masih dapat dipahami dengan baik oleh orang lain. penglihatannya masih berfungsi dengan baik dan normal, pak S tidak memakai kacamata. Untuk pendengaran agak berkurang, sehingga orang lain ketika berbicara suaranya harus agak keras agar ia bisa mendengar dengan jelas. Postur tubuh pak S agak besar, tetapi tangan dan kakinya masih berfungsi dengan baik. Itu terbukti dari setiap hari ia masih mengayuh becak dengan tenaga yang dimilki.Di kalangan tukang becak, pak S termasuk tukang becak yang senior. Baik itu dilihat secara umur atau lamanya bekerja sebagai tukang becak di daerah tersebut. Sehingga banyak orang yang mengenal pak S, menyapa dan berbicara dengan akrab. Ketika berbicara dengan rekan-rekannya pak S senang bercanda atau bercerita banyak hal. Pak S bekerja dari pagi sekitar jam 6.30 hingga jam 11.30 siang, saat siang hari ia kembali kerumah untuk istirahat, dan embali bekerja mencari penumpang pada jam 3 hingga 5 sore. Selepas itu ia pulang ke rumah yang jaraknya cukup dekat dengan pangkalan becak untuk istirahat.Observer

Istiqomah Dwija P.KONDISI RUMAH DAN LINGKUNGANNYAAspekIndikatorKriteria

Sangat BaikBaikCukupBurukSangat Buruk

Kondisi Lingkungan Sekitar Rumaha. Kebersihan

b. Saluran pembuangan air

c. Suhu Udara

d. Fasilitas umum

e. Polusi udara

f. Penghijauan

g. Pengelolaan sampah

Kondisi di dalam rumaha. Kelembaban

b. Kerapian

c. Kebersihan

d. Suhu udara

PEMBAHASAN

S saat ini tinggal dan bekerja di Surabaya sebagai tukang becak. Sebuah kota terbesar kedua di Indonesia setelah ibukota Jakarta. Surabaya juga merupakan ibukota dari propinsi Jawa Timur, propinsi di ujung timur pulau jawa ini memiliki banyak sekali potensi sehingga Surabaya sebagai pusat pemerintahannya sangat menarik banyak orang untuk mencari pekerjaan dan tinggal. Kota yang dikenal sebagai pusat perdagangan, kesehatan dan pendidikan bagi masyarakat Indonesia tengah hingga timur ini kini sudah sangat padat jumlah penduduknya. Hal tersebut juga dapat disebabkan karena semakin banyaknya masyarakat di luar Surabaya yang berbondong-bondong masuk ke kota ini meskipun belum memiliki pekerjaan atau bahkan tempat tinggal tetap. Tetapi mereka (orang-orang dari daerah lain) tergoda dengan nama besar kota Surabaya yang menurut survei yang pernah dilakukan oleh Jawa Pos, ini dianggap sebagai kota ternyaman kedua di Indonesia setelah Bandung.

Berdasarkan pengamatan observer, banyak orang di pedesaan, terutama kaum muda yang kini merasa malu atau merasa rendah bila harus bertani. Padahal kemampuan yang mereka miliki sebatas di lingkup pertanian atau perkebunan. Banyak yang sawah atau tanah mereka di desa dijual kemudian memutuskaan pindah ke kota, atau memilih bekerja sebagai penjaga toko. Mereka malu sebagai anak muda jika harus pergi mencangkul ke sawah, mereka lebih bangga ketika bisa mengendarai sepeda motor bagus kemudian bekerja di luar daerah tempat tinggalnya. Hal ini bisa disebabkan salah satunya karena pengaruh tayangan televisi. Dimana sinetron-sinetron menampilkan anak muda dengan gaya hidup tinggi yang bisa melakukan apa saja di kota besar. Padahal apa yang ditampilkan di sinetron-sinetron tersebut tidak sepenuhnya benar dan dengan mudahnya dapat dilakukan oleh banyak orang di kota. Kehidupan tentunya akan berjalan setimpal seperti apa yang diusahakan orang tersebut.

Salah satu diantara kaum urban yang memutuskan tetap berjuang di kota ini adalah pak S. Dengan segala keterbatasan yang ia miliki, sejak lulus SD ia memutuskan pergi ke Surabaya sendirian dan berusaha terus bertahan hidup dengan mencari uang dengan cara apapun di awal kepindahannya ke Surabaya. Mulai menjadi calo, kuli angkut, berdagang, bahkan mencuri, tetapi kini ia bekerja menjadi tukang becak. Hingga usianya yang tua, pak S tidak mau untuk pindah ke tempat lain yang lebih layak, seperti ketika ditawari anaknya yang tinggal di sidoarjo untuk tinggal bersamanya disana ia menolak. Baginya ia lebih senang ketika bisa mencari uang sendiri semampunya walaupun dengan rumah yang terbatas juga.Alur perjalanan S hingga menjadi tukang becak : Dulu Borneo diduduki Jepang, kemudian ada kebijakan bahwa bagi masyarakat yang tinggal di Kalimantan tapi memiliki istri/suami dari Jawa harus ikut kembali ke Jawa, saat itu Pak S masih kelas 6 SD.

Pak S dan keluarganya naik kapal ke Surabaya, tapi tidak lama kemudian pindah ke Solo dengan harapan dibantu oleh saudara ibunya agar bisa bekerja di Solo

Saat di Solo tidak ada perbaikan bagi ekonomi keluarga karena keluarga Pak S menumpang tinggal di rumah saudara.

Pak S mengetahui bahwa ibunya masih memiliki simpanan perhiasan anting-anting, kemudian pak S mencuri perhiasan itu dan menjualnya. Hasil dari penjualan itu ia gunakan untuk bekal merantau ke Surabaya

Pak S menuju Surabaya naik kereta. Ia berharap bisa bekerja di Surabaya dan bersumpah tidak akan menemui keluarganya di Solo sebelum ia memiliki anak dan istri.

Pertama kali sampai di Surabaya ia bingung mau bekerja apa. Lalu ia menjadi calo tiket bioskop di daerah blauran cukup lama, dan saat itu ia tidur di pinggir jalan di kawasan Siola.

Pak S pernah ditangkap polisi saat dirinya menjadi calo tiket bioskop kemudian dilepaskan dengan syarat tidak boleh lagi menjadi calo tiket. Sejak saat itu ia mulai berpindah-pindah tempat di Surabaya.

Kemudian Pak S menjadi kuli angkut di pasar wonokromo, ia bekerja membawakan barang-barang pembeli atau penjual. Dulu masih kumuh.

Setelah memiliki sedikit uang dari menjadi kuli angkut, ia membeli baju-baju bekas dari kapal Belanda untuk dijual di pasar untuk tambahan penghasilan.

Pak S sempat ke Jakarta dengan naik kereta barang. Di jakarta ia bekerja menjadi calo tiket bioskop. Tetapi tidak begitu lama, setelah ada uang saku untuk membeli tiket kereta, ia kembali lagi ke Surabaya.

Sesampainya di Surabaya ia kembali ke Wonokromo untuk menjadi kuli angkut. Disamping itu Pak S sering mencuri di rumah-rumah orang Belanda yang ada di Surabaya.

Jika petugas penjaga kawasan rumah Belanda sudah keliling, ia masuk ke rumah itu. Pertama kali ia selalu mencari makanan dulu di dapur karena ia mencuri sebenarnya untuk kebutuhan makan, setelah itu baru ia mengambil barang-barang yang ada di dalam rumah.

Setelah itu ia menikah dengan perempuan yang berasal dari Malang tetapi bekerja di toko yang ada di pasar wonokromo.

Setelah menikah Pak S tetap bekerja menjadi kuli angkut, serabutan dan terkadang masih mencuri di rumah Belanda atas sepengatuhan istrinya.

Pada suatu hari menjelang peringatan Maulid Nabi Muhammad, Pak S ijin pada istrinya untuk pergi sebentar dan ketika kembali ke rumah, Pak S membawa 2 karung pakaian miliki orang Belanda. Istrinya memutuskan untuk membuang barang itu dan tidak mengijinkan Pak S untuk mencuri lagi, ia meminta Pak S bekerja menjadi tukang becak saja.

Alasan dari Keputusan S : Pak S merasa bisa mencari nafkah dengan menjadi tukang becak hingga saat ini walaupun sudah tua.

Pak S memutuskan ke Surabaya karena merasa kondisi di Surabaya lebih enak untuk mencari uang. Karena ketika di Solo tidak ada pekerjaan yang bisa ia lakukan. Suasana di Surabaya juga ia rasa sangat nyaman, berbeda dengan kondisi di Jakarta yang ia rasa lebih rumit.

Pak S tidak ingin kembali ke keluarganya di Solo karena baginya ia sudah membangun keluarga baru di Surabaya, tetapi sesekali ia pernah mengunjungi keluarganya di Solo.

Kesimpulan dan Saran :

a. Kesimpulan

Pak S sudah merasa senang dengan keadaannya sekarang dan menikmati hidupnya. Tetapi di sisi lain, terdapat beban bagi pemerintah Kota Surabaya untuk bisa mengatasi fenomena kaum urban ini. Di tengah megahnya gedung-gedung perkantoran, mall, dan sebagainya, terdapat beberapa kawasan kumuh yang mayoritas dihuni oleh kaum urban. Mereka datang ke kota dengan harapan dapat memperbaiki nasib dengan bekerja dan mendapatkan penghasilan yang layak untuk menghidupi keluarga. Walaupun pada kenyataannya agar bisa hidup sebagai pendatang di Surabaya butuh skill, pendidikan dan pengetahuan yang memadai agar bisa bekerja dengan layak dan terhormat. Para pendatang tidak semuanya bermodal skill atau pendidikan yang baik, sehingga mereka yang tidak memiliki kapasitas tersebut sulit mendapatkan pekerjaan yang baik dan berdampak pada bermunculannya permasalahan-permasalahan baru di perkotaan karena kehadiran mereka.b. Saran

Pemerintah memberikan peringatan pada kaum urban yang tinggal di tanah yang bukan haknya dan melakukan tindakan tegas sejak awal berdirinya bangunan tanpa ijin. Pemerintah harus memfungsikan seluruh jajarannya hingga tingkat kecamatan dan kelurahan untuk menindak, dan bekerjasama dengan aparat hukum terkait. Aparat tidak boleh membiarkan begitu saja, karena bila bangunan-bangunan liar tersebut sudah berdiri lama maka upaya penggusuran akan makin sulit, karena mereka sudah merasa memiliki. Bagi kawasan yang memang sudah terlanjur berdiri lama bangunannya maka pemerintah kota dapat bekerjasama dengan kementerian terkait untuk melakukan relokasi misalnya dengan dibangunkan rusunawa atau dipulangkan ke kabupaten asal setelah diberi pelatihan keterampilan. Pemberian pendampingan dan pembinaan serta terapi CBT yang lebih sering untuk masyarakat di kawasan kumuh dan bangunan liar. Tujuannya agar bisa merubah gaya berpikir bahwa pendapat tentang menjadi kehidupan menjadi orang miskin di kota hal yang wajar. Pemikiran itu harus diubah bahwa mereka harus berubah dengan kemampuan yang dimiliki agar bisa menjadi orang yang lebih bermanfaat dan dapat hidup dengan layak tanpa menambah beban persoalan kota dan lingkungan. Pak S diberi pelatihan keterampilan dan modal usaha dengan bunga yang ringan untuk bisa membuka usaha

Pak S direlokasi ke rusunawa dengan harga sewa atau cicilan yang ringan

Anak-anak di daerah rumah pak S diberi pembelajaran tentang kebersihan dan sanitasi agar bisa mengajak orang tuanya ikut menjaga kebersihan lingkungan

Dokumentasi :

>> Observer dengan pak S (wajah dikaburkan) dan becaknya