LAPSUS PANJANG Grave Disease Aul

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan kasus graves

Citation preview

Kepaniteraan Klinik Laporan KasusBagian/SMF Penyakit DalamNovember 2014GRAVES DISEASE

Oleh:Aulia Fadhilah TasruddinK1A2 10 068

Pembimbing: dr. Andi Cahaya Tahir, Sp.PD

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALUOLEORSU BAHTERAMAS PROVINSI SULAWESI TENGGARAKENDARI2014

BAB IPENDAHULUANa. DefinisiPenyakit Graves, adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan hipertyroidisme (produksi berlebihan autoantibodi yang memiliki kerja mirip TSH pada kelenjar tyroid) yang ditemukan dalam sirkulasi darah dan kelainannya dapat mengenai mata dan kulit.1 Penyakit Graves merupakan bentuk tirotoksikosis yang tersering dijumpai dan dapat terjadi pada segala usia, lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria. Sindroma ini terdiri dari satu atau lebih dari gambaran tirotoksikosis, goiter, ophtalmopathy (exopthalmus), dermopathy (pretibial myxedema).2Penyakit Graves berasal dari nama Robert J. Graves, seorang dokter yang pertama kali menggambarkannya di Irlandia. Dia yang pertama mengidentifikasi gejala-gejala goiter, palpitasi dan exopthalmus pada tahun 1835. Penyakit ini juga disebut sebagai penyakit Basedow yang dinamai oleh Adolph Jerman Karl van Basedow, pada tahun 1840. Dia tidak tahu bahwa Graves telah menggambarkan penyakit yang sama beberapa tahun sebelumnya. Istilah penyakit Basedow ini lebih sering digunakan di benua Eropa, jika di Amerika, ini disebut penyakit Graves.1Saat ini diidentifikasi adanya antibodi IgG sebagai thryoid stimulating antibodies pada penderita Graves hipertyroidisme yang berikatan dan mengaktifkan reseptor tirotropin pada sel tyroid yang menginduksi sintesa dan pelepasan hormon tyroid. Beberapa penulis mengatakan bahwa penyakit ini disebabkan oleh multifaktor antara genetik, endogen dan faktor lingkungan.2

b. EpidemiologiPenyakit Graves adalah penyebab paling umum dari hipertyroid (60-90% dari semua kasus), Kurang lebih 15% penderita mempunyai predisposisi genetik, dengan kurang lebih 50% dari penderita mempunyai autoantibodi tyroid dalam sirkulasi darah. Perbandingan wanita dan laki-laki yang didapat di RSUP Palembang adalah 3,1 : 1 di RSCM Jakarta adalah 6 : 1, di RS. Dr. Soetomo 8 : 1 dan di RSHS Bandung 10 :1, dengan usia bervariasi antara 20-40 tahun. Jumlah penderita penyakit ini di seluruh dunia pada tahun 1999 diperkirakan 200 juta, 12 juta di antaranya terdapat di Indonesia. Angka kejadian hipertyroid yang didapat dari beberapa klinik di Indonesia berkisar antara 44,44% 48,93% dari seluruh penderita dengan penyakit kelenjar gondok. Di AS diperkirakan 0,4% populasi menderita GD, biasanya sering pada usia di bawah 40 tahun.1,3

c. Etiologi dan Faktor PredisposisiPenyakit Graves merupakan suatu penyakit autoimun yaitu saat tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang komponen spesifik dari jaringan itu sendiri, maka penyakit ini dapat timbul secara tiba-tiba dan penyebabnya masih belum diketahui.4,5 Terdapat beberapa faktor predisposisi 5 :1. GenetikRiwayat keluarga dikatakan 15 kali lebih besar dibandingkan populasi umum untuk terkena Graves. Gen HLA yang berada pada rangkaian kromosom ke-6 (6p21.3) ekspresinya mempengaruhi perkembangan penyakit autoimun ini. Molekul HLA terutama klas II yang berada pada sel T di timus memodulasi respons imun sel T terhadap reseptor limfosit T (T lymphocyte receptor/TcR) selama terdapat antigen. Interaksi ini merangsang aktivasi T helper limfosit untuk membentuk antibodi. T supresor limfosit atau faktor supresi yang tidak spesifik (IL-10 dan TGF-) mempunyai aktifitas yang rendah pada penyakit autoimun kadang tidak dapat membedakan mana T helper mana yang disupresi sehingga T helper yang membentuk antibodi yang melawan sel induk akan eksis dan meningkatkan proses autoimun.22. Wanita lebih sering terkena penyakit ini karena modulasi respons imun oleh estrogen. Hal ini disebabkan karena epitope ekstraseluler TSHR homolog dengan fragmen pada reseptor LH dan homolog dengan fragmen pada reseptor FSH.3. Status gizi dan berat badan lahir rendah sering dikaitkan dengan prevalensi timbulnya penyakit autoantibodi tyroid.4. Stress juga dapat sebagai faktor inisiasi untuk timbulnya penyakit lewat jalur neuroendokrin.5. Merokok dan hidup di daerah dengan defisiensi iodium.6. Toxin, infeksi bakteri dan virus. Bakteri Yersinia enterocolitica yang mempunyai protein antigen pada membran selnya yang sama dengan TSHR pada sel folikuler kelenjar tyroid diduga dapat mempromosi timbulnya penyakit Graves terutama pada penderita yang mempunyai faktor genetik. Kesamaan antigen bakteri atau virus dengan TSHR atau perubahan struktur reseptor terutama TSHR pada folikel kelenjar tyroid karena mutasi atau biomodifikasi oleh obat, zat kimia atau mediator inflamasi menjadi penyebab timbulnya autoantibodi terhadap tyroid dan perkembangan penyakit ini.7. Periode post partum dapat memicu timbulnya gejala hipertyroid.8. Pada sindroma defisiensi imun (HIV), penggunaan terapi antivirus dosis tinggi highly active antiretroviral theraphy (HAART) berhubungan dengan penyakit ini dengan meningkatnya jumlah dan fungsi CD4 sel T.9. Multipel sklerosis yang mendapat terapi Campath-1H monoclonal antibodi secara langsung, mempengaruhi sel T yang sering disertai kejadian hipertyroid.10. Terapi dengan interferon

d. PatogenesisHipertyroid adalah suatu keadaan klinik yang ditimbulkan oleh sekresi berlebihan dari hormon tyroid yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Didapatkan pula peningkatan produksi triiodotironin (T3) sebagai hasil meningkatnya konversi tiroksin (T4) di jaringan perifer seperti yang diperlihatkan pada gambar 1.6

Gambar 1 Patogenesis Graves 6

Hipertyroidisme pada penyakit Graves disebabkan oleh aktivasi reseptor tyroid oleh thyroid stimulating hormone receptor antibodies yang dihasilkan oleh kelenjar tyroid atau diluar kelenjar tyroid (kelenjar limfe dan sumsum tulang) atau disebabkan proses imunologi yang menyebabkan penurunan dari sel T suppressor sehingga sel T helper akan meningkat (multiplikasi) dan akan merangsang sel B untuk memproduksi TSH receptor antibodies. TSH receptor antibodies akan berikatan dengan TSH receptor pada kelenjar tyroid, meningkatkan cyclic AMP dependent dan merangsang epithel folikular kelenjar tyroid untuk memproduksi tiroksin dan triiodotironin (T4 dan T3) serta merangsang terjadinya hipertrophi dan hiperplasi kelenjar tyroid. Berikatannya Thyroid Stimulating Antibodi dengan reseptor TSH akan merangsang proses inflamasi dengan pengeluaran faktor-faktor inflamasi (sitokin) interleukin-1, tumor necrosis factor a (TNF-a) dan interferon- yang akan merangsang ekspresi molekul adhesi CD54 dan molekul regulator CD40 dan HLA class II sehingga sel akan mengalami proses inflamasi. Mekanisme ikatan dan aktifasi antara thyroid stimulating antibodies dengan receptor tirotropin (TSH receptor) tidak diketahui dengan pasti. Suatu studi mengatakan thyroid stimulating antibodies akan bergabung dengan epitope yang sesuai pada domain ekstraseluler reseptor tirotropin.7Dalam serum ditemukan antibodi imunoglobulin (igG). Antibodi ini agaknya bereaksi dengan reseptor TSH atau membrane plasma tyroid. Sebagai akibat interaksi ini antibodi tersebut dapat merangsang fungsi tyroid tanpa bergantung pada TSH hipofisis, yang dapat mengakibatkan hipertyroidisme. Imunoglubulin yang merangsang tyroid ini (TSI) mungkin disebabkan suatu kelainan imunitas yang bersifat herediter, yang memungkinkan kelompokan limfosit tertentu dapat bertahan, berkembang biak dan menyekresi immunoglobulin stimulator.8Penyakit Graves ditandai dengan adanya baik sel B maupun sel T limfosit yang mudah tersensitisasi oleh paling sedikit 4 autoantigen tyroid yaitu reseptor TSH, tiroglobulin, tyroid peroksidase dan sodium-iodide symporter. Reseptor TSH merupakan autoantigen primer pada penyakit Graves dan yang lain merupakan autoantigen sekunder. Pada penyakit Graves, limfosit T menjadi tersensitisasi oleh antigen dan menstimulasi limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen tersebut.7Sel-sel B limfosit yang terkumpul dalam kelenjar tyroid penderita Graves menurunkan respons proliferatif terhadap sel B mitogen dan sekresi imunoglobulin basal meningkat dibandingkan dengan sel B di perifer, ini menunjukkan status yang aktif. Sel B tyroid ini secara invitro juga mensekresi autoantibodi tyroid secara spontan untuk melawan preaktivasi. Kelenjar tyroid merupakan tempat primer produksi autoantibodi tyroid pada penderita ini.7Pada penyakit Graves, kelenjar tyroid tidak lagi dibawah kontrol TSH hipothalamus tapi secara terus-menerus distimulasi oleh antibodi TSH-like activity yang kebanyakan ditemukan dalam subklas IgG1. Antibodi yang terikat pada reseptor TSH dibagi menjadi 2, antibodi yang mengawali proses transduksi sinyal intraseluler disebut sebagai TSH receptor-stimulating antibodies, sedangkan yang tidak disebut sebagai TSH receptor-blocking antibodies. TSH receptor-stimulating antibodies hanya terdeteksi pada penderita Graves.7Dalam studi terhadap pasien tirotoksik, Sensenbach dkk. menemukan aliran darah otak yang akan meningkat, resistensi pembuluh darah otak menurun, perbedaan oksigen arteri menurun, dan konsumsi oksigen tidak berubah. Mereka menemukan bahwa selama pengobatan, ukuran otak terbukti secara signifikan turun, dan ukuran ventrikel meningkat. Penyebab dari perubahan yang luar biasa tidak diketahui, tetapi mungkin melibatkan regulasi osmotik.9 Sebuah studi oleh Singh et al. menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa status diferensial thyroidal menginduksi apoptosis pada korteks otak dewasa. Mereka mencatat bahwa otak kecil dewasa tampaknya kurang responsif terhadap perubahan status thyroidal.10Hipertyroidisme menyebabkan penurunan dari apolipoprotein (A), HDL, dan rasio dari kolesterol total / HDL. Proses proses dan jalur menengahi metabolisme perantara karbohidrat, lipid, dan protein semua dipengaruhi oleh hormon tyroid pada hampir semua jaringan. Protein pembentukan dan kehancuran keduanya dipercepat pada hipertyroidisme. Penyerapan vitamin A meningkat dan konversi karoten menjadi vitamin A dipercepat (persarafan tubuh yang juga meningkat, dan konsentrasi darah rendah vitamin A dapat ditemukan). Persarafan untuk tiamin dan vitamin B6 dan B12 meningkat. Kurangnya vitamin B telah terlibat sebagai penyebab kerusakan hati pada tirotoksikosis. Hyperthryoidism juga dapat meningkatkan kadar kalsium dalam darah sebanyak 25% (dikenal sebagai hiperkalsemia). Sebuah ekskresi meningkat kalsium dan fosfor dalam air seni dan tinja dapat menyebabkan hilangnya tulang dari osteoporosis. Hormon paratyroid (PTH) ditekan pada hipertyroidisme, mungkin sebagai tanggapan terhadap tingkat kalsium tinggi.2Patogenesis opthalmopati melibatkan T cytotoxic. Ini terjadi karena tersensitasinya Ab sitotoksik terhadap antigen TSH-R fibroblast orbita, otot orbita dan jaringan tyroid. Mekanisme tersensitasinya sampai saat ini para ahli belum mengetahui secara pasti. Selanjutnya sel T akan menghasilkan sitokin yang dapat menyebabkan inflamasi pada fibroblast orbita, orbital myositis, diplopia, proptosis seperti pada gambar 2.11

Gambar 2. Patogenesis Oftalmopati.11

e. Gejala KlinisPada penderita usia muda pada umumnya didapatkan palpitasi, nervous, mudah capek, hiperkinesia, diare, keringat berlebihan, tidak tahan terhadap udara panas dan lebih suka udara dingin. Pada penderita di atas 60 tahun yang menonjol adalah manifestasi kardiovaskuler dan miopati dengan keluhan utama adalah palpitasi, sesak waktu melakukan aktivitas, tremor, nervous, dan penurunan berat badan. Gejala lain didapatkan juga penurunan berat badan tanpa disertai penurunan nafsu makan, kelenjar tyroid membesar, didapatkan tanda-tanda mata tirotoksikosis (exopthalmus) (gambar 2) dan umumnya terjadi takikardi ringan. Kelemahan otot dan kehilangan massa otot terutama pada kasus berat yang ditandai penderita biasanya tidak mampu berdiri dari kursi tanpa bantuan. Dermopati merupakan penebalan pada kulit terutama pada tibia bagian bawah sebagai akibat dari penumpukan glikoaminoglikan (non pitting edema). Keadaan ini sangat jarang, hanya terjadi pada 2-3 % penderita.12

Gambar 3. Presentasi Klinis Graves Disease.4

Secara rinci, Gejala-gejala penyakit Graves dalam berbagai sistem, adalah sebagai berikut: 13 Umum Kelelahan, kelemahan Dermatologic - Hangat, lembab, kulit halus, berkeringat; halus rambut; onycholysis; vitiligo, alopecia; pretibial myxedema Neuromuskular - Getaran, kelemahan otot proksimal, kelelahan mudah, kelumpuhan periodik pada orang dari kelompok etnis rentan Kerangka - Sakit punggung, peningkatan risiko untuk patah tulang Kardiovaskular - Palpitasi, dyspnea pada aktivitas, nyeri dada. Pernapasan - Dispnea Gastrointestinal - motilitas usus meningkat dengan peningkatan frekuensi buang air besar Ophthalmologic - Tearing, sensasi berpasir di mata, fotofobia, nyeri mata, mata menonjol (exopthalmus) , diplopia, kehilangan penglihatan Ginjal - Poliuria, polidipsia Hematologi - Mudah memar Metabolik - Panas intoleransi, penurunan berat badan meskipun nafsu makan meningkat. Endokrin / reproduksi - periode menstruasi yang tidak teratur, penurunan volume menstruasi, ginekomastia, impotensi Psikiatri - Gelisah, cemas, lekas marah, insomnia Gambaran klinis dari Laboratorium, adalah : 12 Apabila ada kecurigaan hipertyroid maka yang diperiksa adalah FT4 (free tiroksin), FT3 dan TSHs. Pemeriksaan thyroid antibody diantaranya adalah Tg Ab (Thyroglobulin Antibodi) dan TPO Antibodi (Thyroperoxidase Antibodi) biasanya positif pada penderita Graves disease dan Hashimotos thyroiditis tetapi untuk TSH-R Ab (stimulating) adalah khas untuk Graves disease. I123 uptake atau technetium scan biasanya digunakan untuk mengevaluasi ukuran kelenjar dan adanya nodul hot atau cold.

f. Diagnosisa. Anamnesis + Pemeriksaan FisisDokter kadang-kadang dapat mendiagnosa penyakit Graves hanya berdasarkan pemeriksaan fisik dan riwayat medis.12 Hipertyroidisme penyakit Graves menyebabkan berbagai gejala. Diagnosis Graves dapat ditegakkan apabila didapatkan hipertyroid yang disertai exopthalmus.13 Tanda lainnya yang merupakan diagnosis penyakit Graves adalah pretibial myxedema, gangguan kulit yang langka dengan tingkat terjadinya 1-4%, yang menyebabkan kental, kulit kemerahan pada kaki bagian bawah. Jenis gondok (pembesaran kelenjar tyroid) yaitu dari jenis difus (yaitu, menyebar ke seluruh kelenjar). Fenomena ini juga terjadi dengan penyebab lain dari hipertyroidisme, meskipun penyakit Graves adalah penyebab paling umum dari gondok menyebar. Sebuah gondok besar akan terlihat oleh mata telanjang, tapi gondok yang lebih kecil mungkin hanya diketahui dengan pemeriksaan fisik. Pada kesempatan itu, gondok tidak terdeteksi secara klinis tetapi dapat dilihat hanya dengan CT atau pemeriksaan USG tyroid.2

b. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan minimal yang harus dikerjakan bila ada kecurigaan hipertyroid adalah FT4 dan TSHs. Apabila didapatkan peningkatan FT4 dan penurunan TSHs, maka diagnosis hipertyroid dapat ditegakkan. Seperti yang dijelaskan pada gambar 4. Apabila FT4 dan TSHs keduanya meningkat, maka harus dicurigai adanya tumor pituitary yang memproduksi TSH.Apabila FT4 normal sedangkan TSHs rendah, maka FT3 harus diperiksa, diagnosis Graves disease stadium awal dan T3-secreting toxic nodules dapat ditegakkan apabila FT3 meningkat. Apabila FT3 rendah didapat pada euthyroid sick syndrome atau pada penderita yang mendapatkan terapi dopamine atau kortikosteroid.12

Gambar 4. Skema kelainan laboratorium pada keadaan hipertyroidisme.14

Hipertyroid dengan atau tanpa goiter apabila tidak disertai dengan exopthalmus harus dilakukan radioiodine uptake. Bila didapatkan peningkatan uptake, maka diagnosis Graves disease dan toxic nodular goiter dapat ditegakkan. Radioiodine uptake yang rendah didapatkan pada hipertyroidism yang baik, tyroiditis subakut, tyroiditis Hashimoto fase akut, pengobatan dengan levotyroxin, yang jarang yaitu struma ovarii.12 Tjokroprawiro membuat 3 kriteria diagnostic Penyakit Graves yaitu:12a) Diagnosis dengan penyakit Graves : struma, gejala umum, gejala kardiovaskularb) Diagnosis klinis penyakit Graves : diagnosis dengan Indeks Wayne > 20 atau Indeks New Castle > 40 (gambar 4 dan 5)c) Diagnosis pasti penyakit Graves: diagnosis klinis ditambah FT4 meningkat dan TSHs menurun.

Gambar 4. Indeks New Castle14

Gambar 5. Indeks Wayne.14

Tirotropin Reseptor Assay (TSIs) berfungsi untuk menegakkan diagnosis Grave disease. Tes faal hati untuk monitoring kerusakan hati karena penggunaan obat antityroid seperti thioamides. Pemeriksaan Gula darah pada pasien diabetes, penyakit grave dapat memperberat diabetes, sebagai hasilnya dapat terlihat kadar A1C yang meningkat dalam darah Kadar antibodi terhadap kolagen XIII menunjukan Grave Oftalmofati yang sedang aktif.

Pemeriksaan Radiologi 14a. Foto Polos Leher Mendeteksi adanya kalsifikasi, adanya penekanan pada trakea, dan mendeteksi adanya destruksi tulang akibat penekanan kelenjar yang membesar.b. Radio Active Iodine (RAI) scanning dan memperkirakan kadar uptake iodium berfungsi untuk menentukan diagnosis banding penyebab hipertyroid.c. USG Murah dan banyak digunakan sebagai pemeriksaan radiologi pertama pada pasien hipertyroid dan untuk mendukung hasil pemeriksaan laboratoriumd. CT Scan Evaluasi pembesaran difus maupun noduler, membedakan massa dari tyroid maupun organ di sekitar tyroid, evaluasi laring, trakea (apakah ada penyempitan, deviasi dan invasi).e. MRI Evaluasi Tumor tyroid (menentukan diagnosis banding kasus hipertyroid)f. Radiografi nuklir dapat digunakan untuk menunjang diagnosis juga sebagai terapi.

g. Penatalaksanaan 1,3Pada dasarnya pengobatan penderita hipertyroidi meliputi:21. Pengobatan Umum IstirahatHal ini diperlukan agar hipermetabolisme pada penderita tidak makin meningkat. Penderita dianjurkan tidak melakukan pekerjaan yang melelahkan/mengganggu pikiran balk di rmah atau di tempat bekerja. Dalam keadaan berat dianjurkan bed rest total di Rumah Sakit.

DietDiet harus tinggi kalori, protein, multivitamin serta mineral. Hal ini antara lain karena : terjadinya peningkatan metabolisme, keseimbangan nitrogen yang negatif dan keseimbangan kalsium yang negatif.

2. Pengobatan Khusus Obat antityroidObat-obat yang termasuk golongan ini adalah thionamide, yodium, lithium, perchlorat dan thiocyanat. Obat yang sering dipakai dari golongan thionammide adalah propylthiouracyl (PTU), 1 - methyl 2 mercaptoimidazole (methimazole, tapazole, MMI), carbimazole. Obat ini bekerja menghambat sintesis hormon tetapi tidak menghambat sekresinya, yaitu dengan menghambat terbentuknya monoiodotyrosine (MIT) dan diiodotyrosine (DIT), serta menghambat coupling diiodotyrosine sehingga menjadi hormon yang aktif. PTU juga menghambat perubahan T4 menjadi T3 di jaringan tepi, serta harganya lebih murah sehingga pada saat ini PTU dianggap sebagai obat pilihan.Obat antityroid diakumulasi dan dimetabolisme di kelenjar gondok sehingga pengaruh pengobatan lebih tergantung pada konsentrasi obat dalam kelenjar dari pada di plasma. MMI dan carbimazole sepuluh kali lebih kuat daripada PTU sehingga dosis yang diperlukan hanya satu persepuluhnya. Dosis obat antityroid dimulai dengan 300 - 600 mg perhari untuk PTU atau 30 - 60 mg per hari untuk MMI/carbimazole, terbagi setiap 8 atau 12 jam atau sebagai dosis tunggal setiap 24 jam. Dalam satu penelitian dilaporkan bahwa pemberian PTU atau carbimazole dosis tinggi akan memberi remisi yang lebih besar.Secara farmakologi terdapat perbedaan antara PTU dengan MMI/CBZ, antara lain adalah : MMI mempunyai waktu paruh dan akumulasi obat yang lebih lama dibanding PTU di clalam kelenjar tyroid. Waktu paruh MMI 6 jam sedangkan PTU + 11/2 jam. Penelitian lain menunjukkan MMI lebih efektif dan kurang toksik dibanding PTU. MMI tidak terikat albumin serum sedangkan PTU hampir 80% terikat pada albumin serum, sehingga MMI lebih bebas menembus barier plasenta dan air susu sehingga untuk ibu hamil dan menyusui PTU lebih dianjurkan.Jangka waktu pemberian tergantung masing-masing penderita (6 - 24 bulan) dan dikatakan sepertiga sampai setengahnya (50 - 70%) akan mengalami perbaikan yang bertahan cukup lama. Apabila dalam waktu 3 bulan tidak atau hanya sedikit memberikan perbaikan, maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan yang dapat menggagalkan pengobatan (tidak teratur minum obat, struma yang besar, pernah mendapat pengobatan yodium sebelumnya atau dosis kurang).Efek samping ringan berupa kelainan kulit misalnya gatal-gatal, skin rash dapat ditanggulangi dengan pemberian anti histamin tanpa perlu penghentian pengobatan. Dosis yang sangat tinggi dapat menyebabkan hilangnya indera pengecap, cholestatic jaundice dan kadang-kadang agranulositosis (0,2 - 0,7%), kemungkinan ini lebih besar pada penderita umur di atas 40 tahun yang menggunakan dosis besar. Efek samping lain yang jarang terjadi berupa arthralgia, demam rhinitis, conjunctivitis, alopecia, sakit kepala, edema, limfadenopati, hipoprotombinemia, trombositopenia, gangguan gastrointestinal.

YodiumPemberian yodium akan menghambat sintesa hormon secara akut tetapi dalam masa 3 minggu efeknya akan menghilang karena adanya escape mechanism dari kelenjar yang bersangkutan, sehingga meski sekresi terhambat sintesa tetap ada. Akibatnya terjadi penimbunan hormon dan pada saat yodium dihentikan timbul sekresi berlebihan dan gejala hipertyroidi menghebat. Pengobatan dengan yodium (MJ) digunakan untuk memperoleh efek yang cepat seperti pada krisis tyroid atau untuk persiapan operasi. Sebagai persiapan operasi, biasanya digunakan dalam bentuk kombinasi. Dosis yang diberikan biasanya 15 mg per hari dengan dosis terbagi yang diberikan 2 minggu sebelum dilakukan pembedahan. Marigold dalam penelitiannya menggunakan cairan Lugol dengan dosis 1/2 ml (10 tetes) 3 kali perhari yang diberikan 10 hari sebelum dan sesudah operasi.

Penyekat Beta (Beta Blocker)Terjadinya keluhan dan gejala hipertyroidi diakibatkan oleh adanya hipersensitivitas pada sistim simpatis. Meningkatnya rangsangan sistem simpatis ini diduga akibat meningkatnya kepekaan reseptor terhadap katekolamin. Penggunaan obat-obatan golongan simpatolitik diperkirakan akan menghambat pengaruh hati. Reserpin, guanetidin dan penyekat beta (propranolol) merupakan obat yang masih digunakan. Berbeda dengan reserpin/guanetidin, propranolol lebih efektif terutama dalam kasus-kasus yang berat. Biasanya dalam 24 - 36 jam setelah pemberian akan tampak penurunan gejala. Khasiat propranolol: Penurunan denyut jantung permenit Penurunan cardiac output Perpanjangan waktu refleks achilles Pengurangan nervositas Pengurangan produksi keringat Pengurangan tremorDi samping pengaruh pada reseptor beta, propranolol dapat menghambat konversi T4 ke T3 di perifer. Bila obat tersebut dihentikan, maka dalam waktu 4 - 6 jam hipertyroid dapat kembali lagi. Hal ini penting diperhatikan, karena penggunaan dosis tunggal propranolol sebagai persiapan operasi dapat menimbulkan krisis tyroid sewaktu operasi. Penggunaan propranolol antara lain sebagai: persiapan tindakan pembedahan atau pemberian yodium radioaktif, mengatasi kasus yang berat dan krisis tyroid.

3. Ablasi kelenjar gondokPelaksanaan ablasi dengan pembedahan atau pemberian I131. Tindakan pembedahanIndikasi utama untuk melakukan tindakan pembedahan adalah mereka yang berusia muda dan gagal atau alergi terhadap obat-obat antityroid. Tindakan pembedahan berupa tyroidektomi subtotal juga dianjurkan pada penderita dengan keadaan yang tidak mungkin diberi pengobatan dengan I131 (wanita hamil atau yang merencanakan kehamilan dalam waktu dekat). Indikasi lain adalah mereka yang sulit dievaluasi pengobatannya, penderita yang keteraturannya minum obat tidak terjamin atau mereka dengan struma yang sangat besar dan mereka yang ingin cepat eutyroid atau bila strumanya diduga mengalami keganasan, dan alasan kosmetik. Untuk persiapan pembedahan dapat diberikan kombinasi antara thionamid, yodium atau propanolol guna mencapai keadaan eutyroid. Thionamid biasanya diberikan 6 - 8 minggu sebelum operasi, kemudian dilanjutkan dengan pemberian larutan Lugol selama 10 - 14 hari sebelum operasi. Propranolol dapat diberikan beberapa minggu sebelum operasi, kombinasi obat ini dengan Yodium dapat diberikan 10 hari sebelum operasi. Tujuan pembedahan yaitu untuk mencapai keadaan eutyroid yang permanen. Dengan penanganan yang baik, maka angka kematian dapat diturunkan sampai 0.

Ablasi dengan I131Sejak ditemukannya I131 terjadi perubahan dalam bidang pengobatan hipertyroid. Walaupun dijumpai banyak komplikasi yang timbul setelah pengobatan, namun karena harganya murah dan pemberiannya mudah, cara ini banyak digunakan. Tujuan pemberian I131 adalah untuk merusak sel-sel kelenjar yang hiperfungsi. Sayangnya I131 ini temyata menaikan angka kejadian hipofungsi kelenjar gondok (30 70% dalam jollow up 10 20 tahun) tanpa ada kaitannya dengan besarnya dosis obat yang diberikan. Di samping itu terdapat pula peningkatan gejala pada mata sebanyak 1 5% dan menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya perubahan gen dan keganasan akibat pengobatan cara ini, walaupun belum terbukti.Penetapan dosis 1131 didasarkan atas derajat hiperfungsi serta besar dan beratnya kelenjar gondok. Dosis yang dianjurkan 140 160 micro Ci/gram atau dengan dosis rendah 80 micro Ci/gram.Dalam pelaksanaannya perlu dipertimbangkan antara lain: dosis optimum yang diperlukan kelenjar tyroid, besar/ukuran dari kelenjar yang akan diradiasi, efektivitas I131 di dalam jaringan dan sensitivitas jaringan tyroid terhadap I131. 11

4. Pengobatan dengan Penyulit1. Graves Disease dan KehamilanAngka kejadian GD dengan kehamilan 0,2%. Selama kehamilan biasanya GD mengalami remisi, dan eksaserbasi setelah melahirkan.Dalam pengobatan, yodium radioaktif merupakan kontraindikasi karena pada bayi dapat terjadi hipotyroidi yang ireversibel. Penggunaan propranolol masih kontroversi. Beberapa peneliti memberikan propranolol pada kehamilan, dengan dosis 40 mg 4 kali sehari tanpa menimbulkan gangguan pada proses kelahiran, tanda-tanda teratogenesis dan gangguan fungsi tyroid dari bayi yang baru dilahirkan. Tetapi beberapa peneliti lain mendapatkan gejala-gejala proses kelahiran yang terlambat, terganggunya pertumbuhan bayi intrauterin, plasenta yang kecil, hipoglikemi dan bradikardi pada bayi yang baru lahir.Umumnya propranolol diberikan pada wanita hamil dengan hipertyroid dalam waktu kurang dari 2 minggu bilamana dipersiapkan untuk tindakan operatif.Pengobatan yang dianjurkan hanya pemberian obat antityroid dan pembedahan. Untuk menentukan pilihan tergantung faktor pengelola maupun kondisi penderita. PTU merupakan obat antityroid yang digunakan, pemberian dosis sebaiknya serendah mungkin. Bila terjadi efek hipotyroid pada bayi, pemberian hormon tyroid tambahan pada ibu tidak bermanfaat mengingat hormon tyroid kurang menembus plasenta.Pembedahan dilakukan bila dengan pemberian obat antityroid tidak mungkin. Sebaiknya pembedahan ditunda sampai trimester I kehamilan untuk mencegah terjadinya abortus spontan.

2. EksoftalmusPengobatan hipertyroid diduga mempengaruhi derajat pengembangan eksofalmus. Selain itu pada eksoftalmus dapat diberikan terapi antara lain: istirahat dengan berbaring terlentang, kepala lebih tinggi; mencegah mata tidak kering dengan salep mata atau larutan metil selulose 5%; menghindari iritasi mata dengan kacamata hitam; dan tindakan operasi; dalam keadaan yang berat bisa diberikan prednison peroral tiap hari.

3. Krisis TyroidKrisis tyroid merupakan suatu keadaan tirotoksikosis yang sekonyong-konyong menjadi hebat dan disertai antara lain adanya panas badan, delirium, takikardi, dehidrasi berat dan dapat dicetuskan oleh antara lain: infeksi dan tindakan pembedahan. Prinsip pengelolaan hampir sama, yakni mengendalikan tirotoksikosis dan mengatasi komplikasi yang terjadi. Untuk mengendalikan tirotoksikosis dapat digunakan terapi kombinasi dengan dosis tinggi misalnya PTU 300 mg tiap 6 jam, KJ 10 tetes tiap 6 jam, propranolol 80 mg tiap 6 jam (IV 2 4 mg tiap 4 jam) dan dapat diberikan glukokortikoid (hidrokortison 300 mg). Sedangkan untuk mengatasi komplikasinya tergantung kondisi penderita dan gejala yang ada. Tindakan harus secepatnya karena angka kematian penderita ini cukup besar.BAB IILAPORAN KASUS

Pasien adalah Nn S dengan usia 17 Tahun. Pekerjaan sebagai Siswa SMA. Alamat Byy Pass (belakang took Wirawan Gas). Suku Tolaki. Nomor Rekam Medik 41 43 66 dan di rawat di ruangan Asoka. Tanggal Masuk rumah sakit adalah 21 September 2014.Pasien masuk dengan keluhan demam yang dirasakan sejak 2 hari SMRS. Demam dirasakan terus menerus. Pasien juga mengeluh mual dan muntah serta nyeri pada ulu hati. Pasien sering merasa jantungnya berdebar-debar yang diraskan sejak 1,5 tahun yang lalu. Pasien juga mengeluh tangannya sering bergetar tanpa sebab serta merasa tubuhnya sering berkeringat yang dirasakan terus-menerus bahkan saat pasien berada ditempat yang tidak panas, sehingga pasien lebih menyukai untuk berada ditempat yang bersuhu dingin. Pasien juga merasa dirinya sulit mengontrol emosi dan menjadi lebih pemarah belakangan ini. Pasien juga mengeluhkan badan yang terasa lemas serta berat badan yang juga menurun kurang lebih 5 kg dalam waktu 1,5 tahun. Pasien juga merasakan sering tidak bisa tidur, BAB encer serta menstruasi yang tidak teratur yang dirasakan sejak 2 tahun lalu. Sejak 1 tahun yang lalu pasien merasakan adanya benjolan didaerah leher yang tidak dirasakan membesar oleh pasien, serta menyangkal adanya nyeri pada benjolan tersebut. Pasien juga merasa kedua matanya terasa lebih menonjol keluar sejak 4 bulan yang lalu, namun tidak ada gangguan penglihatan. Pasien menyangkal adanya perubahan suara, serta kesulitan menelan. Pasien menyangkal adanya nyeri dada yang menjalar, bengkak pada kedua kaki serta masalah yang sedang mengganggu pikiran pasien belakangan ini. Belakangan ini pasien merasa sesak napas jika beraktivitas.Riwayat penyakit terdahulu tdak ada. Pasien menyangkal menderita penyakit diabetes, hipertensi, Asma, dan alergi terhadap obat. Tidak terdapat riwayat keluarga dengan keluhan yang sama.Riwayat kebiasaan : pasien menyangkal kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol, dam mengaku mengkonsumsi garam beryodium.Keadaan umum pasien adalah sakit sedang. Keadaan gizi kurang dengan tinggi badan 155 cm, berat badan 43 kg, dan Indeks Massa Tubuh 17,9 kg/m2. Kesadaran pasien composmentis.Tanda vital pasien yaitu tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 120 kali permenit, pernapasan 28 kali permenit dengan tipe torakoabdominal, dan suhu 40,3 0C axilarHasil pemeriksaan fisik yang di dapatkan adalah pada bagian kepala Nampak ekspresi terlihat lelah dan pucat, muka bentuk oval serta simetris, tidak ada deformitas, dan rambut berwarna hitam serta mudah tercabut. Pada pemeriksaan mata dijumpai eksoptalmus. Namun terlihat kelopak mata cekung di sekitar mata dan konjungtiva tidak anemis. Tidak adanya ikterus pada sclera. adanya reflex cahaya pada kornea. Pemeriksaan pupil didapatkan isokor dengan diameter 3 mm / 3 mm. Pada pemeriksaan hidung dan telinga dalam batas normal. Pada pemeriksaan mulut terlihat bibir pucat dan kering dan gigi geligi intak. Pada pemeriksaan leher didapatkan benjolan yang ikut bergerak pada saat menelan serta terdapat bruit. Pada pemeriksaan thoraks didapatkan ictus cordis terlihat dan teraba dengan kesan palpitasi, punggung dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen di dapatkan nyeri tekan pada regio epigastrium. Pada pemeriksaan ekstremitas tidak di dapatkan akral dingin pada ekstermitas superior dan ekstermitas inferior, tidak ada edema.Pasien sebelumnya telah dirawat di Muna dan didapatkan hasil periksaan laboratorium di jumpai gangguan pada beberapa segmen yaitu Leukosit (2,6 x 103 /mm3) , MCV (66,7 fl), MCH (19,9 pg), Trombodit (150 x 103/mm3). Hasil tes widal didapatkan S.Typhi O=1/80, S.Typhi H=1/160, S. Para Thypi AH dan BH (-). Hasil pemeriksaan darah rutin pada tanggal 24 september 2014 di jumpai gangguan beberepa segmen yaitu hemoglobin (11,6 g/dL),hematokrik (35,2 %) , trombosit (12 x 103 /uL), MCV (62,3 pg), MCH (20,5 d/dL) dan neutrofil (1,37 x 103 uL ; 27,6 %), Limfosit (2,78 x 103 uL ; 56,0 %), Monosit (0,47 x 103 uL ; 9,5 %), basofil (0,33 x 103 uL ; 6,7 %). Dari hasil pemeriksaan darah rutin di peroleh hasil bisitopenia.Pada pemeriksaan kimia darah tanggal 24 september 2014 dijumpai nilai GDS 94 mg/dl, SGOT/ AST 136 U/L dan SGPT/ ALT 23 U/L dengan kesan SGOT terganggu. Test Widal (-)Hasil pemeriksaan hormone pada tanggal 25 September 2014 didapatkan nilai FT4 : 5,23 ng/dL, TSH 0,052 IU/mL. Dari anamnesis, status present, tanda vital, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang di simpulkan pasien terdiagnostik Graves Diasease.Terapi yang di berikan pada pasien ini adalah IVFD RL 28 tpm, inc. ceftriaxon 1 gr/12jam/iv, Cotrimoksazole 2x160/800mg, PTU 3x200 mg, propanolol 10 mg 3x1, diazepam 2 mg 0-0-1, New diatabs 3x1, Omeprazole 20 2x1, sistenol 3x1 (kalau demam).

FOLLOW UP

TanggalPemeriksaanTerapi

22/09/2014TD : 140/80, N=119 x/m, P=24x/m, S=40CPalpitasi (+)BAB encer > 3xMual Muntah Lidah kotor Goiter difus, ikut gerak menelan Exophtalmus IVFD RL : D5 = 1:1 28 tpm Ceftriaxone 1 gr/12 j/ivLevofloxacin 1x500 mgPTU 3x200 mgPropanolol 3x10 mgDiazepam 2 mg 0-0-1 New diatabs 3x1Ondansentron 1A/12 jam/ivRanitidin 1A/12 jam/iv

23/09/2014TD : 110/70 , N : 100 x/m, P :23x/ mS : 38,9C Febris BAB encer, hitam Nyeri Goiter difus, ikut gerak menelan Exophtalmus Muntah IVFD RL 32 tpm Adona (TGC)/dripsCeftriaxone 1 gr/12 j/ivCotrimoxazole 480 2x2PTU 3x200 mgPropanolon 3x10 mgDiazepam 2mg 0-0-1/2New diatabs 3x1Ondansentron 1A/12 j/ivPantera 1 vial/12 j/ivSistenol 3x1

24/09/2014TD : 120/70, N : 112/m, P :23x/ m S : 38CFebris Nyeri Ulu hati Mual muntah IVFD RL 32 tpm Ceftriaxone 1 gr/12 j/ivCotrimoxazole 480 2x2PTU 3x200 mgPropanolon 3x10 mgDiazepam 2mg 0-0-1/2New diatabs 2x1Ondansentron 1A/12 j/ivPantera 1 vial/12 j/ivDomperidone 2x1Sistenol 3x1

25/09/2014TD : 130/70, N : 115x/m, P :23 x/ m S : 39,3 C Febris Nyeri epigastrium BAB encer , hitam

IVFD RL 32 tpm Adona (TGC)/dripsCeftriaxone 1 gr/12 j/ivCotrimoxazole 480 2x2PTU 3x200 mgPropanolon 3x10 mgDiazepam 2mg 0-0-1/2New diatabs 3x1Ondansentron 1A/12 j/ivPantera 1 vial/12 j/ivDomperidone 2x1Sistenol 3x1

26/09/2014TD : 110/80, N : 98x/m, P :19x/ m S : 36,5 CFebris (-)BAB sudah biasa

IVFD RL 28 tpm Ceftriaxone 1 gr/12j/ivCotrimoxazole 480 2x2PTU 3x200Propanolol 3x10 mgDiazepam 2 mg 0-0-1New Diatabs 3x1Omeprazole 2x20Sistenol 3x1 (kalau demam)

27/09/2014 TD : 110/80, N : 98x/m, P :19x/ mS : 36,5 CFebris (-)BAB sudah biasa PLT : 10.000 IVFD RL 28 tpm Ceftriaxone 1 gr/12j/ivCotrimoxazole 480 2x2PTU 3x200Propanolol 3x10 mgDiazepam 2 mg 0-0-1New Diatabs 3x1Omeprazole 2x20Sistenol 3x1 (kalau demam)Transfusi TC 3 unit

28/09/2014 TD : 110/80, N : 98x/m, P :19x/ mS : 36,5 CFebris (-)BAB sudah biasa IVFD RL 28 tpm Ceftriaxone 1 gr/12j/ivCotrimoxazole 480 2x2PTU 3x200Propanolol 3x10 mgDiazepam 2 mg 0-0-1New Diatabs 3x1Omeprazole 2x20Sistenol 3x1 (kalau demam)

29/09/2014 TD : 110/80, N : 98x/m, P :19x/ mS : 36,5 CFebris (-)BAB sudah biasa IVFD RL 28 tpm Ceftriaxone 1 gr/12j/ivPTU 3x200Propanolol 3x10 mgDiazepam 2 mg 0-0-1Omeprazole 2x20Sistenol 3x1 (kalau demam)

30/09/2014 TD : 110/80, N : 98x/m, P :19x/ mS : 36,5 CKeluhan : -PLT : 173.000IVFD RL 28 tpm Ceftriaxone 1 gr/12j/ivPTU 3x200Propanolol 3x10 mgBISA PULANG

BAB IIIPEMBAHASAN

Dari Anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan adanya keluhan jantung berdebar, dan terjadi penurunan berat badan sejak 1,5 tahun yang lalu. Selain itu belakangan ini pasien juga sulit mengontrol emosi. Pasien juga mengeluh merasa sesak saat beraktivitas dan mudah berkeringat ketika beraktivitas sehingga lebih menyukai tempat yang dingin. Selain itu pasien juga mengeluhkan terjadi penurunan nafsu makan. Disamping gejala tersebut juga terdapat gejala demam, mual, mutah, BAB encer, sulit tidur, dan mens yang tidak lancer. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: teraba nodul yang ikut bergerak pada saat menelan dan terdapat bruit, terdapat eksoftalmus pada mata, tremor halus pada jari, dan tangan teraba dingin. Pada pemeriksaan tanda tanda vital terdapat nadi:120 kali dan suhu 40,3OC pada axilar.Adanya gejala-gejala dan tanda diatas dapat mengarahkan pada diagnosis hipertyroid yang menurut indeks wayne yaitu terdapat gejala sesak saat bekerja, berdebar, kelelahan, menyukai tempat dingin, adanya keringat berlebih, mudah gugup, dan peningkatan nafsu makan. Kemudian diikuti oleh tanda-tanda: terabanya tyroid, adanya bising tyroid, eksoftalmus, tertinggalnya kelopak mata, hiperkinetik, tremor, tangan panas dan basah, atrial fibrilasi dan peningkatan nadi. Sehingga apabila mengacu pada indeks wayne, pasien ini mendapatkan nilai 22, sehingga mengarah pada hipertyroid. Untuk memperkuat dugaan maka dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu nilai FT4 dan TSH. Gambaran laboratorium pada pasien ini didapatkan nilai FT4 : 5,23 ng/dL, TSH 0,05 IU/mL, atau terjadi peningkatan FT4 dan penurunan TSH yang mengarahkan pada kondisi hipertyroidisme. Selain itu juga didapatkan, SGOT/ AST 136 U/L dan SGPT/ ALT 23 U/L dengan kesan SGOT terganggu. Dari hasil lab tersebut diikuti adanya gejala eksoftalmus dan struma, maka memperkuat diagnosis penyakit grave pada pasien ini.Pada pasien ini dilakukan rawat inap karena pasien demam dan lemas, serta keadaan umum yang tampak sakit sedang, bila tidak dirawat dikhawatirkan kondisi pasien akan memburuk.Penatalaksanaan penyakit grave pada umumnya meliputi pengobatan umum dan pengobatan khusus. Pengobatan umum pada pasien ini yang pertama adalah istirahat agar hipermetabolisme pada pasien tidak semakin meningkat, selanjutnya diberikan diet tinggi kalori, tinggi protein, serta multivitamin dan mineral agar terjadi keseimbangan dalam metabolismenya. Selanjutnya diberikan terapi khusus berupa obat-obatan untuk mengobati gejala dan tanda pada penyakit grave ini. Obat yang pertama adalah pemberian obat anti Tyroid yaitu propylthiouracyl (PTU) dengan dosis 300-600 mg terbagi setiap 8 atau 12 jam, dan pada pasien ini diberikan dengan dosis 3x200 mg. Kemudian juga diberikan obat golongan penyekat beta (Beta blocker) untuk mengurangi rangsang simpatis yang terjadi, yang diberikan adalah propanolol dengan dosis 3x10 mg.Pemberian terapi suportif pada pasien seperti pemberian sistenol 3x1 untuk mengurangi gejala demamnya dan mengurangi efek samping hepatotoksik dengan bantuan n-acetylcysteine yang terkandung di dalamnya. New Diatabs diberikan untuk mengatasi keluhan mencret dan omeprazole untuk mengatasi keluhan mual pada pasien, pemberian ondansentron untuk mengatasi muntah pasien. Pemberian Co-trimoxazole 160/800 mg 2x sehari digunakan untuk mengatasi kemungkinan penyebab infeksi pada keluhan mencret pasien. Pemberian Ceftriaxone 2x1gr dianggap sebagai antibiotik. Dan pemberian diazepam pada pasien untuk mengatasi keluhan sulit tidur yang diderita pasien.

1Laporan Kasus Bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK UHO