LONGSORAN BAJI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

geoteknik

Citation preview

13

LONGSORAN BAJI

I. Pengantar UmumKestabilan dari suatu lereng pada kegiatan penambangan dipengaruhi oleh kondisi geologi daerah setempat, bentuk keseluruhan lereng pada lokasi tersebut, kondisi air tanah setempat, faktor luar seperti getaran akibat peledakan ataupun alat mekanis yang beroperasi dan juga dari teknik penggalian yang digunakan dalam pembuatan lereng. Faktor pengontrol ini jelas sangat berbeda untuk situasi penambangan yang berbeda dan sangat penting untuk memberikan aturan yang umum untuk menentukan seberapa tinggi atau seberapa landai suatu lereng untuk memastikan lereng itu akan tetap stabil.Apabila kestabilan dari suatu lereng dalam operasi penambangan meragukan, maka analisa terhadap kestabilannya harus dinilai berdasarkan dari struktur geologi, kondisi air tanah dan faktor pengontrol lainnya yang terdapat pada suatu lereng.Kestabilan lereng penambangan dipengaruhi oleh geometri lereng, struktur batuan, sifat fisik dan mekanik batuan serta gaya luar yang bekerja pada lereng tersebut. Suatu cara yang umum untuk menyatakan kestabilan suatu lereng penambangan adalah dengan faktor keamanan. Faktor ini merupakan perbandingan antara gaya penahan yang membuat lereng tetap stabil, dengan gaya penggerak yang menyebabkan terjadinya longsor.Faktor keamanan (FK) lereng tanah dapat dihitung dengan berbagai metode. Longsoran dengan bidang gelincir (slip Surface), F dapat dihitung dengan metode sayatan (slice method) menurut Fellinius atau Bishop. Untuk suatu lereng dengan penampang yang sama, cara Fellinius dapat dibandingkan nilai faktor keamanannya dengan cara Bishop. Data yang diperlukan dalam suatu perhitungan sederhana untuk mencari nilai FK (Faktor keamanan lereng) adalah sebagai berikut : a. Data lereng atau geometri lereng (terutama diperlukan untuk membuat penampang lereng). Meliputi : sudut Kemiringan lereng, tinggi lereng dan lebar jalan angkut atau berm pada lereng tersebut.b. Data mekanika tanah - Sudut geser dalam ()- Bobot isi tanah atau batuan ()- Kohesi (c)- Kadar air tanah () c. Faktor Luar-Getaran akibat kegiatan peledakan, - Beban alat mekanis yang beroperasi, dll.

II. LongsoranLongsoran merupakan suatu proses pergerakan massa tanah dan atau massa hancuran batuan penyusun lereng yang bergerak menuruni lerengnya akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut.Masalah kelongsoran khususnya di Indonesia, sering terjadi disebabkan keadaan geografi yang dibeberapa tempat memiliki curah hujan cukup tinggi dan daerah potensi gempa. Curah hujan yang tinggi dianggap sebagai faktor utama kelongsoran karena air dapat mengikis suatu lapisan pasir, melumasi batuan ataupun meningkatkan kadar air suatu lempung sehingga mengurangi kekuatan geser. Kemungkinan longsor akibat hujan masih harus dikaitkan dengan beberapa faktor antara lain topografi daerah setempat, struktur geologi, sifat kerembesan tanah dan morfologi perkembangannya.Jenis atau bentuk longsoran tergantung pada jenis material penyusun dari suatu lereng dan juga struktur geologi yang berkembang di daerah tersebut. Karena batuan mempunyai sifat yang berbeda, maka jenis longsorannya pun akan berbeda pula.Longsoran pada kegiatan pertambangan secara umum diklasifikasikan menjadi empat bagian, yaitu : longsoran bidang (plane failure), longsoran baji (wedge failure), longsoran guling (toppling failure) dan longsoran busur (circular failure). Made Astawa Rai, Dr. Ir, (1998) Laboratorium Geoteknik, Pusat Ilmu Rekayasa Antar Universitas ITB Bandung.a. Longsoran bidang (plane failure)Longsoran bidang merupakan suatu longsoran batuan yang terjadi disepanjang bidangluncur yang dianggap rata. Bidang luncur tersebut dapat berupa rekahan, sesar maupun bidang perlapisan batuan.Syarat-syarat terjadinya longsoran bidang adalah berikut :- Bidang luncur mempunyai arah yang tidak berbentuk lingkaran.- Jejak bagian bawah bidang lemah yang menjadi bidang luncur dapat dilihat di muka lereng, dengan kata lain kemiringan bidang gelincir lebih kecil dari kemiringan lereng.- Kemiringan bidang luncur lebih besar dari pada sudut geser dalamnya.- Terdapat bidang bebas pada kedua sisi longsoran.

Gambar 1.1Longsoran Bidang

b. Longsoran guling (toppling failure)Longsoran guling terjadi pada lereng terjal untuk batuan yang keras dengan bidang-bidang lemah tegak atau hampir tegak dan arahnya berlawanan dengan arah kemiringan lereng. Kondisi untuk menggelincir atau mengguling ditentukan oleh sudut geser dalam dan kemiringan sudut bidang gelincirnya.

Dari gambar diatas terdapat empat kondisi yaitu :

Gambar 1.2Longsoran Guling- Jika < dan b/h > tan , balok dalam kondisi stabil, artinya lereng tersebut dalam kondisi Aman.- Jika > dan b/h > tan , balok akan menggelincir, artinya material pada lereng tersebut akan menggelincir (Tidak Aman)- Jika > dan b/h < tan , balok akan menggelincir dan mengguling, artinya material pada lereng tersebut akan menggelincir dan mengguling (Tidak Aman)- Jika < dan b/h < tan , balok akan langsung mengguling, artinya material pada lereng tersebut akan langsung mengguling atau terjadi longsoran guling (Tidak Aman).

c. Longsoran busur (circular failure)Longsoran busur merupakan longsoran yang paling umum terjadi di alam, terutama pada tanah dan batuan yang telah mengalami pelapukan sehingga hampir menyerupai tanah. Pada batuan yang keras longsoran busur hanya dapat terjadi jika batuan tersebut sudah mengalami pelapukan dan mempunyai bidang-bidang lemah (rekahan) dengan jarak yang sangat rapat kedudukannya.Dengan demikian longsoran busur juga terjadi pada batuan yang rapuh atau lunak serta banyak mengandung bidang lemah, maupun pada tumpukan batuan yang hancur

Gambar 1.3Longsoran Busurd. Longsoran baji

III. Longsoran BajiLongsoran baji terjadi apabila terdapat dua bidang lemah atau lebih perpotongan sedemikian rupa sehingga sehingga membentuk baji terhadap lereng longsoran baji ini dapat dibedakan menjadi dua tipe longsoran yaitu longsoran tunggal (single sliding) dan longsoran ganda (double sliding). Untuk longsoran tunggal, luncuran terjadi pada salah satu bidang, sedangkan untuk longsoran ganda luncuran terjadi pada perpotongan kedua bidang.Longsoran baji tersebut akan terjadi bila memenuhi syarat sebagai berikut :a. Kemiringan lereng lebih besar daripada kemiringan garis potong kedua bidang lemahb. Sudut garis potong kedua bidang lemah lebih besar daripada sudut geser dalamnya

Gambar 1.4 Longsoran BajiSama halnya dengan longsoran bidang, longsoran baji ini juga diakibatkan oleh adanya struktur geologi yang berkembang. Perbedaannya adalah adanya dua struktur geologi (dapat sama jenis atau berbeda jenis dan dapat single ataupun set) yang berkembang dan saling berpotongan Longsoran baji ini terjadi bila dua buah jurus bidang diskontinue berpotongan dan besar sudut garis potong kedua bidang tersebut (fi) lebih besar dari sudut geser dalam () dan lebih kecil dari sudut kemiringan lereng (i).1. Longsoran sepanjang perpotongan bidang A dan B bisa terjadi bila kemiringan garis potong ini lebih kecil daripada dip muka lereng, yang diukur sesuai dengan arah longsoran, yf>yi2. Longsoran diasumsikan terjadi bila kemiringan garis perpotongan melebihi sudut gesek dalam, yf> yi> f F1 tergantung pada paralelisme antara kekar dan kemiringan muka lereng (strike)F2 berhubungan dengan sudut dip kekar pada longsoran bidangF3 menunjukkan hubungan antara kemiringan lereng dan kemiringan kekarF4 tergantung pada kondisi apakah lereng alamiah, digali dengan peledakan presplit, peledakan smooth, penggalian mekanis atau peledakan burukTabel 1 Bobot pengatur untuk kekar, F1, F2 dan F3 (Romana, 1980)

KasusKriteria faktor koreksiSangat me-nguntungkanMenguntung-kanSedangTak mengun-tungkanSangat tak menguntungka

P|aj - as|> 3030 - 2020 - 1010 - 5< 5

T|aj - as - 180|

P/TF10.150.400.700.851.00

P|bj|< 2020 - 3030 - 3535 - 45> 45

PF20.150.400.700.851.00

TF211111

kuat tak mudah longsorlemah mudah longsor

Pbj - bs> 1010 - 000 - (-10)< -10

Tbj + bs< 100110 - 120> 120

P/TF30-6-25-50-60

aj = Arah dip kekar as = Kemiringan lereng bj = Dip kekar bs = Dip lerengP = Longsoran bidang T = Longsoran topling

Bobot pengatur untuk metoda penggalian, F4 :Lereng alamiah = 15Peledakan presplitting = 10Peledakan smooth= 8Peledakan normal= 0Peledakan buruk = -8Penggalian mekanis = 0

Swindells (1985) melakukan penelitian mengenai pengaruh peledakan pada kemantapan 16 lereng di Scotlandia. Hasil penyelidikannya menunjukkan bahwa tingkat tebal atau kedalaman kerusakan lereng dipengaruhi oleh metoda penggalian yang dipakai (lihat Tabel 3).Tabel 2Bobot pengatur Swindells SMR (Swindells, 1985)

Metoda penggalianNoTebal/kedalaman kerusakanSMR

Selang (m)Rata (m)F4

Lereng alamiah40015

Peledakan presplitting30 - 0.60.510

Peledakan smooth22 - 438

Peledakan masal33 - 640

Hasil penyelidikan Swindell menunjukkan kesamaan umum antara tebal/kedalaman zone kerusakan dengan faktor koreksi F4 menurut Romana.Dari penjelasan di atas tampak bahwa tidak ada faktor khusus untuk penentuan kemantapan lereng menurut longsoran baji. Maka untuk menganalisis longsoran baji adalah dengan cara menghitung RMR untuk masing-masing sistem kekar. Cara langsung penentuan kemantapan lereng menurut longsoran baji dapat menggunakan metoda Hoek & Bray (1981). Cara ini menggunakan analisis stereonet.Pada tahun 1980 Selby melakukan penelitian untuk mencari hubungan antara kekuatan massa batuan profil singkapan dan kemiringan lereng di Antartika dan Selandia Baru. Dia menekankan pada derajat pelapukan dan orientasi kekar untuk membuat Klasifikasi Kekuatan Massa Geomorfik yang tujuannya untuk meramalkan kemantapan lereng dan disebut sebagai Rock Mass Strength (RMS). Dari 300 macam massa batuan penelitiannya menghasilkan bobot numerik maksimum untuk parameter-parameter yang berpengaruh pada kemantapan lereng yang ditunjukkan pada Tabel 3 dan 4, sebagai alternatif dari RMR.Tabel 3 Bobot numerik maksimum untuk parameter klasifikasi RMS (Selby, 1980 ).Batuan utuh201814105

Pelapukan109753

Jarak kekar 302821158

Orientasi kekar20181495

Lebar kekar76542

Kemenerusan kekar76541

Aliran air tanah65431

Sangat kuatKuatSedangLemahSangat lemah

Bobot total100-9190-7170-5150-26 3 mr : 303 - 1 mr : 281 - 0.3 mr : 21300 - 500 mmr : 15< 50 mmr : 8

Orientasi kekarsangat menguntung-Kan. curam searah leereng, kekar saling kuncimenguntung-kan miring sedang searah lereng

sedang. horizontal, hampir tegak (batu keras)tak menguntung-kan. sedang, miring tak searah lerengsangat tak menguntung-kan. curam tak searah lereng

r : 20r : 18r : 14r : 9r : 5

Lebar kekar< 0.1 mm r : 70.1 - 1 mmr : 61 - 5 mmr : 55 - 20 mmr : 4> 20 mmr : 2

Kemenerusan kekartak ada, menerusbeberapa menerusmenerus tak ada isianmenerus, isian tipismenerus, isian tebal

r : 7r : 6r : 5r : 4r : 1

Aliran airkeringsangat kecilkecil < 25 Lt/men/m2sedang 25 - 125 Lt/men/m2besar > 125 Lt/men/m2

r : 6r : 5r : 4r : 3r : 1

Bobot total 100 - 9190 - 7170 - 5150 - 26< 26

Untuk menentukan faktor keamanan dengan asumsi bahwa air hanya masuk di sepanjang garis potong bidang lemah dengan muka atas lereng (garis 3 dan 4 pada Gambar 1.5) dan merembes keluar di sepanjang garis potong bidang lemah dengan muka lereng (garis 1 dan 2 pada Gambar 1.6) serta baji bersifat impermeabel dapat dilakukan dengan persamaan berikut :

Gambar 1.5Analisis Kesetimbangan Batas untuk Longsoran Baji (1) (Hoek & Bray, 1981)

Gambar 1.6Analisis Kesetimbangan Batas untuk Longsoran Baji (2) (Hoek & Bray, 1981)

w23 H

w2FK= ( cAX + cBY) + ( A - X ) tan A + (B ) tan B..(10) di mana, cA dan cB = Kohesi bidang lemah A dan B A dan B = Sudut Geser dalam bidang lemah A dan B = Bobot isi satuan w = Bobot isi air H = Tinggi keseluruhan dari baji yang terbentuk X= sin 24 / ( sin 45 2.na ) Y = sin 13 / ( sin 35 1.nb ) A = (cos a cos b cos na.nb) / (sin 5 sin2na.nb) B = (cos b cos a cos na.nb) / (sin 5 sin2na.nb) a dan b = dip bidang lemah A dan B 24 dll = sudut-sudut antara bidang lemah1