Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pelayanan publik merupakan kegiatan pemenuhan dasar sesuai hak-hak
sipil setiap warga negara atas barang, jasa dan pelayanan administrasi yang
disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.Rumah sakit merupakan salah
satu penyelenggara kegiatan pelayanan publik.Dalam pelaksanaan pelayanan
kesehatan berpotensi untuk menghasilkan sampah.Sampah merupakan sisa
kegiatan sehari-hari manusia.Sampah rumah sakit tersebut dapat berupa limbah
bahan berbahaya beracun yang karena sifat konsentrasinya atau jumlahnya dapat
membahayakan bagi kesehatan maupun lingkungan.Sampah wajib dikeloa karena
setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat
kesehatan. (1)
Pengelolaan limbah di rumah sakit dilaksanakan meliputi pengelolaan
limbah padat, cair, bahan gas yang bersifat infeksius, bahan kimia beracun dan
sebagian bersifat radioaktif, yang diolah secara terpisah. (1)
Sampah yang dihasilkan rumah sakit hampir 90% berupa sampah non medis dan
20% berupa sampah medis. Sebesar 15% dari sampah rumah sakit merupakan
limbah infeksius 6% dan limbah genotoksik serta radioaktif sebesar 1% limbah
kimia dan farmasi 6%, dan limbah genotoksik serta radioaktif sebesar 1%. Negara
maju menghasilkan 10 kg sampah medis per orang per tahun, sedangkan di negara
berkembang biasanya menggolongkan sampah menjadi du
i
1
golongan yaitu sampah non medis dan sampah medis. Negara berkembang
menghasilkan 0,8 sampai 6 kg per orang per tahun. (2)
Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa di Rumah Sakit Kuwait,
sampah yang dihasilkan per hari bervariasi antara 3,87 kg/tempat tidur/hari
sampai 7,44 kg/tempat tidur/hari. Sampah tersebut terdiri dari sampah non medis
sebesar 71,44 % dan limbah infeksius sebesar 27,8 % dan 0,76% limbah benda
tajam. (3)
Penelitian lain melakukan survey di Rumah Sakit Yordania. Rata-rata
sampah yang dihasilkan berkisar antara 0,29 sampai 1,36 kg/tempat tidur/hari
dengan total sampah harian sebesar 6 ton/hari. Berdasarkan survey, rumah sakit
pemerintah menghasilkan 25% limbah infeksius, rumah sakit swasta sebesar 16%
dan rumah sakit pendidikan sebesar 16%. (4)
Sementara itu hasil penelitian pada tahun 2010 menunjukkan bahwa
produksi sampah sebesar ±0,14 kg/tempat tidur/hari. Produksi sampah berupa
limbah non infeksius sebesar 80%, 15% limbah patologis, 1% limbah benda
tajam, 30% limbah klinik dan farmasi. Jumlah rumah sakit pada tahun yang sama
yaitu 1686 rumah sakit. Diperkirakan secara nasional produksi sampah rumah
sakit sebesar 8.132 ton/tahun (9).Sedangkan pada tahun 2009 jumlah rumah sakit
yang memiliki insenerator sebanyak 85%. (5)
Hasil kajian terhadap rumah sakit yang ada di Bandung pada tahun 2010
menunjukkan jumlah sampah rumah sakit yang dihasilkan di Bandung sebesar
3.493 ton per tahun. Komposisi sampah rumah sakit terdiri atas 85% limbah
domestic, 15% limbah medis, terdiri atas 11% limbah infeksius dan 4% limbah
berbahaya, dan limbah domestik yang sudah dimanfaatkan hanya sebesar 19%.
(18)
Sebagian besar rumah sakit melakukan pengelolaan sampah padat dengan
memisahkan antara sampah medis dan non medis (80,7%), tetapi dalam masalah
pewadahan sekitar 20,5% yang menggunakan pewadahan khusus dengan warna
dan lambang yang berbeda. Sementara itu, teknologi pemusnahan dan
pembuangan akhir yang dipakai, untuk limbah infeksius 62,5% dibakar dengan
insenerator, 14,8% dengan cara landfill, dan 22,7 % dengan cara lain, untuk
1
2
limbah toksik 51,1 % dibakar dengan insenerator, 15,9 % dengan cara landfill dan
33,0 % dengan cara lain, untuk limbah radioaktif hanya 37,1 % menyerahkan
limbah radioaktif ke Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), sisanya dengan
cara lainnya. Sedangkan untuk limbah domestik sebanyak 98,8 % rumah sakit
melakukan pengelolaan limbah domestik dengan cara landfill melalui kerjasama
dengan Dinas Kebersihan setempat dan atau dengan dibakar sendiri. (6)
Dengan gambaran tersebut dapat diperkirakan besarnya potensi rumah
sakit untuk mencemari lingkungan dan kemungkinan menimbulkan kecelakaan
serta penularan penyakit.Resiko akibat terpajannya dari limbah layanan kesehatan
antara lain limbah mengandung agen infeksius, bersifat genetoksik, mengandung
zat kimia atau obat-obatan berbahaya atau beracun, bersifat radioaktif, dan
mengandung benda tajam. (7)
Berikut ini beberapa kasus yang timbul akibat dari pengelolaan sampah
yang tidak sesuai. Penggunaan jarum suntik bekas tanpa sterilisasi menyababkan
8 sampai 16 milyar infeksi hepatitis B tiap tahun, 2,3 sampai 4,7 milyar hepatitis
C dan 80.000 sampai 160.000 terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Pada Juni 2000, di Rusia enam anak terkena cacar setelah bermain-main dengan
botol bekas berisi vaksin yang sudah kadaluarsa dari tempat sampah di
Vladivostok, Rusia. Di Goiania Brazil, empat orang meninggal pada tahun 1988
akibat terpajan radiasi dan 28 orang mengalami luka bakar yang serius akibat
radiasi. Secara tidak langsung pembuangan sampah yang mengandung racun ke
lingkungan seperti dari landfill dapat mengkontaminasi perairan, incinerator yang
tidak memadai akan menyebabkan polusi udara, apabila pada proses incenerasi
mengandung chlorine dapat menghasilkan dioxins dan furan yang diklasifikasikan
sebagai zat karsinogen. (8)
Hal yang dapat dihindari dari terjadinya pencemaran lingkungan dan
kemungkinan menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit adalah dengan
melakukan pengelolaan sampah rumah sakit.Pengelolaan sampah rumah sakit
disesuaikan dengan kondisi sampah dan kemampuan rumah sakit.Kegiatan
pengelolaan biasanya meliputi penampungan sampah, pengangkutan dan
pembuangan akhir.Masih terdapat masalah dalam pengelolaan sampah rumah
2
3
sakit.Walaupun sudah dilakukan pengelolaan sampah rumah sakit, tetapi masih
dapat menjadi masalah di beberapa rumah sakit. (5)
Berdasarkan penelitian di Nepal, disimpulkan bahwa sistem pengelolaan
sampah di Rumah Sakit Narayani Sub Regional belum dilakukan pemisahan
sampah rumah sakit, semua sampah rumah sakit dikumpulkan dalam tempat
sampah tidak berpenutup, pengangkutan menggunakan kantong plastik yang tidak
tertutup rapat memungkinkan terjadinya tumpahan yang berbahaya bagi
kesehatan. Tidak terdapat fasilitas ruang penyimpanan sampah sementara. Tenaga
pengelola sampah kurang memperdulikan tempat penyimpanan limbah infeksius,
dan incinerator sudah tidak digunakan lagi. Dapartemen rumah tangga belum
menjalankan fungsinya dengan baik. Rumah sakit harus mengembangkan
perencanaan manajemen pengelolaan sampah sesuai dengan petunjuk pengelolaan
limbah nasional. Pelatihan tenaga maupun organisasi pengelola sampah harus
dikembangkan di seluruh bagian.(1)
Sementara itu di rumah sakit Kotuba Afrika Selatan, sudah dilakukan
pemisahan limbah infeksius dan limbah domestic tetapi pembuangan limbah
infeksius disimpan tanpa dikategorikan.Pengumpulan sementara oleh tenaga
pengelola sampah.Troli digunakan untuk mengangkut sampah padat dari tiap
ruangan ke tempat penampungan sementara, petugas telah menggunakan APD
(Alat Pelindung Diri) berupa apron, sepatu boots dan sarung tangan.Namun
pengelolaan sampah rumah sakit belum memperhatikan standar dan
peraturan.Rumah sakit masih belum menggunakan kode biohazard untuk limbah
infeksius dan belum ada kebijakan dan perencanaan limbah infeksius yang jelas.
(9)
Sementara penelitian pengelolaan sampah padat Rumah Sakit Umum tipe
B di Jakarta terdapat dua organisasi pengelola sampah rumah sakit, yaitu sub
bagian urusan sanitasi dan pihak koperasi hal ini menyebabkan kurang fokusnya
pembagian tanggung jawab pengelolaan sampah, tenaga pengelola sampah belum
sesuai dengan persyaratan, kedisiplinan untuk memakan APD masih kurang baik.
Peralatan untuk pengelolaan sampah masih belum memenuhi persyaratan,
penampungan limbah benda tajam belum tersedia di semua unit pelayanan medis,
3
4
tahapan pengangkutan sampah menggunakan areal tanaman yang diubah
fungsinya sebagai pembuangan dan pembakaran sampah non medis dari kegiatan
taman atau kebun. (10)
Berdasarkan beberapa penelitian tersebut masih terdapat masalah dalam
pengelolaan sampah padat di rumah sakit.Peraturan, kebijakan dan organisasi
pengelola sampah yang belum cukup jelas membuat kurang tertatanya
pengelolaan sampah padat di rumah sakit.Penanganan sampah rumah sakit
dilakukan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit
agar tidak terjadi gangguan kesehatan akibat pencemaran sampah.
Pada survey awal yang dilakukan peneliti, Rumah Sakit Dr. RM.
Djoelham Binjai menjadi pilihan peneliti sebagai tempat penelitian skripsi untuk
mengetahui lebih jauh bagaimana sarana dan prasarana dalam sistem pengelolaan
sampah. Rumah Sakit Dr. RM. Djoelham Binjai merupakan rumah sakit dengan
lingkup tugas dan fungsi pelayanan yang luas, sarana dan prasarana dalam
pengelolaan sampah rumah sakit merupakan salah satu upaya untuk menciptakan
lingkungan rumah sakit yang bersih, nyaman serta higienis. Pada kegiatan layanan
tersebut maka Rumah Sakit Dr. RM. Djoelham Binjai berkewajiban menyediakan
sarana dan prasarana sanitasi yang memenuhi syarat. Berangkat dari gambaran
tersebut, maka peneliti ingin lebih lanjut mengetahui tentang ketersediaan sarana
dan prasarana dalam sistem pengelolaan sampah di Rumah Sakit Dr. RM.
Djoelham Binjai.
Berdasarkan gambaran diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian faktor yang mempengaruhi sistem pengelolaan sampah medis Rumah
Sakit Dr. RM. Djoelham Binjai tahun 2017.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan diatas dapat dirumuskan permasalahan
penelitian yaitu : bagaimana faktor yang mempengaruhi sistem pengelolaan
sampah medis Rumah Sakit Dr. RM. Djoelham Binjai tahun 2017
4
5
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi sistem pengelolaan sampah
medis Rumah Sakit Dr. RM. Djoelham Binjai tahun 2017
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Responden
Sebagai bahan masukan kepada pihak petugas Rumah Sakit Umum Dr. RM.
Djoelham Binjai khususnya dalam pengelolaan sampah medis.
2. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan kepada instansi – instansi lain yang erat
hubungannya dengan pengelolaan sampah medis.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Rumah Sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Undang-Undang No. 44 Tahun 2009
Tentang Rumah Sakit). Berbagai kegiatan rumah sakit menghasilkan bermacam-
macam limbah yang berupa benda cair, padat, dan gas. Diperlukan pengelolaan
limbah rumah sakit yang merupakan bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan
rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran
lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit. (6)
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
204/MENKES?SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit
dinyatakan bahwa rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat
penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencermaran lingkungan dan
gangguan kesehatan. (5)
Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan
upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih dan
terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik untuk pemulihan dan
pemeliharaan kesehatan yang baik. Berdasarkan Permenkes RI Nomor
986/Menkes/Per/11/1992 pelayanan rumah sakit umum Pemerintah Departemen
Kesehatan dan Pemerintah Daerah diklasifikasikan menjadi kelas/tipe A,B,C,D
dan E. (11)
1. Rumah Sakit Tipe A
Adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis
dan subspesialis luas oleh pemerintah ditetapkan sebagai rujukan tertinggi (Top
Referral Hospital) atau disebut pula sebagai rumah sakit pusat.
9
10
2. Rumah Sakit Tipe B
Adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis
dan subspesialis terbatas. Rumah sakit ini didirikan di setiap Ibukota propinsi
yang menampung pelayanan rujukan di rumah sakit kabupaten.
1. Rumah Sakit Tipe C
Adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokeran spesialis
terbatas.Rumah sakit ini didirikan disetiap ibukota Kabupaten (Regency
hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari puskesmas.
4. Rumah Sakit Tipe D
Adalah rumah sakit yang bersifat transisi dengan kemampuan hanya
memberikan pelayanan kedokteran umum dan gigi. Rumah sakit ini
menampung rujukan yang berasal dari puskesmas.
5. Rumah Sakit Tipe E
Adalah rumah sakit khusus (spesial hospital) yang menyalenggarakan hanya
satu macam pelayan kesehatan kedokteran saja. Saat ini banyak rumah sakit
kelas ini ditemukan misal, rumah sakit kusta, paru, jantung, kanker, ibu dan
anak. Ragam rumah sakit bukan hanya digolongkan berdasarkan tipe, namun
ada juga penggolongn rumah sakit berdasarkan jenis-jenisnya.
2.3. Pengertian Sampah Rumah Sakit
Sampah ialah segala sesuatu yang tidak dikehendaki oleh yang punya dan
bersifat padat. (12) Menurut defenisi WHO yang dikutip oleh Chandra
mengemukakan pengertian sampah adalah segala sesuatu yang tidak digunakan,
tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari
kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Badan lingkungan hidup
menyatakan bahwa sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau
proses alam yang berbentuk padat.(14)
Sedangkan menurut Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
(FKM-UI) sampah diartikan sebagai sesuatu bahan padat yang terjadi karena
berhubungan dengan aktifitas manusia yang tidak dipakai lagi, tidak disenangi
dan dibuang secara saniter, kecuali buangan yang berasal dari tubuh manusia. (12)
10
11
Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa
benda cair, padat dan gas.Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian dari
kegiatan penyehatan lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi
masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah
rumah sakit. Unsur-unsur yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan
pelayanan rumah sakit (termasuk pengelolaan limbahnya), yaitu: (14)
1. Pemrakarsa atau penanggung jawab rumah sakit.
2. Pengguna jasa pelayanan rumah sakit.
3. Para ahli, pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran.
4. Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana dan fasilitas yang
diperlukan.
Berdasarkan pengertian sampah tersebut dapat disimpulkan bahwa sampah
adalah suatu benda berbentuk padat yang berhubungan dengan aktifitas atau
kegiatan manusia, yang tidak digunakan lagi, tidak disenangi dan dibuang secara
saniter yaitu dengan cara-cara yang diterima umum sehingga perlu pengelolaan
yang baik. (14)
2.4. Sumber dan Karakteristik Sampah Rumah Sakit
2.4.1. Jenis Sampah Rumah Sakit Menurut Sumbernya
Setiap ruangan/ unit kerja di rumah sakit merupakan penghasil sampah.
Jenis sampah dari setiap ruangan berbeda-beda sesuai dengan penggunaan dari
setiap ruangan/unit yang bersangkutan. (8)
Limbah rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan
rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya.Mengingat dampak yang mungkin
timbul, maka diperlukan upaya pengelolaan yang baik meliputi pengelolaan
sumber daya manusia, alat dan sarana, keuangan dan tatalaksana pengorganisasian
yang ditetapkan dengan tujuan memperoleh kondisi rumah sakit yang memenuhi
persyaratan kesehatan lingkungan. (8)
Limbah rumah Sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme
bergantung pada jenis Rumah Sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum
dibuang.Limbah cair rumah sakit dapat mengandung bahan organik dan anorganik
11
12
yang umumnya diukur dan parameter BOD, COD, TSS dan lain-lain. Sedangkan
limbah padat rumah sakit terdiri atas sampah mudah membusuk, sampah mudah
terbakar dan lain-lain. Limbah- limbah tersebut kemungkinan besar mengandung
mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan
penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan
oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kesalahan penanganan
bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan
sarana sanitasi yang masih buruk (8).
Tabel 2.1. Jenis Sampah Menurut Sumbernya
No. Sumber/Area Jenis Sampah1 Kantor/ administrasi Kertas 2 Unit obstetric dan ruang
perawatan obstetricDressing (pembalut/ pakaian), sponge (sepon/ pengosok), placenta, ampul, termasuk kapsul perak nitrat, jarum syringe (alat semprot), masker disposable (masker yang dapat dibuang), disposable drapes (tirai/kain yang dapat dibuang), sanitary napkin (serbet), blood lancet disposable (pisau bedah), disposable chateter (alat bedah), disposable unit enema (alat suntik pada usus) disposable diaper (popok) dan underpad (alas/bantalan), dan sarung disposable.
3 Unit emergency dan bedah termasuk ruang perawatan
Dressing (pembalut/pakaian), sponge (sepon/penggosok), jaringan tubuh, termasuk amputasi ampul bekas, masker disposable (masker yang dapat dibuang), jarum syringe (alat semprot), drapes (tirai/kain), disposable blood lancet (pisau bedah), disposable kantong emesis, Levin tubes (pembuluh) chateter (alat bedah), drainase set ( alat pengaliran), kantong colosiomy, underpads (alas/bantalan), sarung bedah.
4 Unit laboratorium, ruang mayat, phatology dan autopsy
Gelas terkontaminasi, termasuk pipet petri dish, wadah specimen, slide specimen (kaca/alat sorong), jaringan tubuh, organ, dan tulang
5 Unit Isolasi Bahan-bahan kertas yang mengandung buangan nasal (hidung) dan sputum (dahak/air liur), dressing (pembalut/pakaian dan bandages (perban), masker disposable
12
13
(masker yang dapat dibuang), sisa makanan, perlengkapan makan.
6 Unit Perawatan Ampul, jarum disposable dan syringe (alat semprot), kertas dan lain-lain.
7 Unit pelayanan Karton, kertas bungkus, kaleng, botol, sampah dari ruang umum dan pasien, sisa makanan buangan
8 Unit gizi/dapur Sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan sayuran dan lain-lain
9 Halaman Rumah Sakit Sisa pembungkus daun ranting, debu.Sumber : Depkes RI, 2002
2.4.2. Karakteristik Sampah Rumah Sakit
Karakteristik sampah rumah sakit perlu diketahui dalam kaitannya pada
pengelolaan sampah yang baik dan benar. Secara garis besar sampah rumah sakit
dibedakan menjadi sampah medis dan non medis.(15)
a. Sampah Medis
Sampah medis adalah limbah yang langsung dihasilkan dari tindakan diagnosis
dan tindakan medis terhadap pasien. Termasuk dalam kajian tersebut juga
kegiatan medis di ruang poliklinik, perawatan, bedah, kebidanan, otopsi dan
ruang laboratorium. Limbah padat medis sering juga disebut sampah biologis.
Limbah medis dapat digolong-golongkan menjadi: (15)
1. Limbah benda tajam
Limbah ini bisa berupa jarum, pipet, pecahan kaca dan pisau bedah.Benda-
benda ini mempunyai potensi menularkan penyakit.
2. Limbah Infeksius Dapat dihasilkan oleh laboratorium, kamar isolasi, kamar
perawatan, dan sangat berbahaya karena bisa juga menularkan penyakit.
3. Limbah jaringan tubuh.
Limbah ini berupa darah, anggota badan hasil amputasi, cairan tubuh, dan
plasenta.
4. Limbah Farmasi
Berupa obat-obatan atau bahan yamg telah kadaluarsa, obat-obat yang
terkontaminasi, obat yang dikembalikan pasien atau tidak digunakan.
13
14
5. Limbah Kimia
Terdapat limbah kimia yang berbahaya dan tidak berbahaya dan juga
limbah yang bisa meledak atau yang hanya bersifat korosif.
6. Limbah Radioaktif
Bahan yang terkontaminasi dengan radio-isotof.Limbah ini harus dikelola
sesuai dengan peraturan yang diwajibkan.
b. Sampah Non Medis
Sampah padat non medis adalah semua sampah padat diluar sampah padat
medis yang dihasilkan dari berbagai kegiatan seperti kantor/ administrasi, unit
perlengkapan, ruang tunggu, ruang inap, unit gizi/dapur, halaman parkir, taman,
dan unit pelayanan.
2.5. Jumlah Sampah
Rumah sakit akan menghasilkan sampah medis dan non medis. Untuk itu
usaha pengelolahannya terlebih dahulu mementukkan jumlah sampah yang di
hasilkan setiap hari. Jumlah ini akan menentukan jumlah dan volume sarana
penampungan lokal yang harus di sediakan, pemilihan incinerator dan
kapasitasnya dan juga bila rumah sakit memiliki tempat pengelola sendiri jumlah
produksi dapat di proyeksikan untuk memperkirakan pembiayaan, dan lain-lain.
Dalam pengelolaan sampah ukuran yang di gunakan adalah sebagai
berikut :
1. Jumlah Menurut Berat
Ukuran berat yang sering digunakan adalah :
a. Dalam ton perhari untuk jumlah timbunan sampah.
b. Dalam kg/orang/hari atau gram/orang/hari untuk produksi sampah
perorang. (13)
2. Jumlah Menurut Disposable (Benda yang langsung di buang)
Meningkatkan jumlah sampah berkaitan dengan meningkatnya penggunaan
barang disposable.Daftar barang disposable merupakan indikator jumlah dan
kualitas sampah rumah sakit yang di produksi.Berat, ukuran, dan sifat kimiawi
14
15
barang-barang disposable mungkin perlu di pelajari sehingga dapat di peroleh
informasi yang bermanfaat dalam pengelolaan sampah. (15)
3. Jumlah Menurut Volume
Ukuran ini sering di gunakan terutama di negara berkembang dimana masih
terdapat kesulitan biaya untuk pengadaan alat timbangan.Satuan ukuran yang
di gunakan adalah m/hari atau liter/hari.Dalam pelaksanaan dan pengangkut
sampah.Volume sampah harus di ketahui untuk menentukan ukuran bak
sampah dan sarana pengangkutan. (15)
2.6. Pelaksanaan Pengelolaan Sampah Rumah Sakit
Pengelolaan sampah harus dilakukan dengan benar dan efektif dan
memenuhi persyaratan sanitasi.Sebagai sesuatu yang tidak digunakan lagi, tidak
disenangi dan yang harus dibuang maka sampah tentu harus dikelola dengan
baik.Syarat yang harus dipenuhi dalam pengelolaan sampah ialah tidak
mencemari udara, air atau tanah, Tidak menimbulkan bau (segi estetis) tidak
menimbulkan kebakaran dan sebagainya. Selain itu berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2008 pengelolaan sampah merupakan
kegiatan yang sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi
pengurangan dan penanganan sampah. (5)
Menurut Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit didalam pelaksanaan pengelolaan sampah
setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber, harus
mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun,
harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi. Setiap peralatan yang
digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari pengumpulan,
pengangkutan dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak yang
berwenang. Hal ini dapat dilaksanakan dengan melakukan: (5)
1. Menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan limbah sebelum
membelinya.
2. Menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia.
3. Mengutamakan metode pembersihan secara fisik daripada secara kimiawi.
15
16
4. Mencegah bahan-bahan yang dapat menjadi limbah seperti dalam kegiatan
perawatan dan kebersihan.
5. Memonitor alur penggunaan bahan kimia dari bahan baku sampai menjadi
limbah bahan berbahaya dan beracun.
6. Memesan bahan-bahan sesuai kebutuhan.
7. Menggunakan bahan-bahan yang diproduksi lebih awal untuk menghindari
kadaluarsa.
8. Menghabiskan bahan dari setiap kemasan.
9. Mengecek tanggal kadaluarsa bahan-bahan pada saat diantar oleh distributor.
Hal ini dilakukan agar sampah yang dihasilkan dari rumah sakit dapat
dikurangi sehingga dapat menghemat biaya operasional untuk pengelolaan
sampah. (5)
2.6.1. Penampungan Sampah Rumah Sakit
Sampah biasanya ditampung di tempat produksi di tempat produksi
sampah untuk beberapa lama.Untuk itu setiap unit hendaknya disediakan tempat
penampungan dengan bentuk, ukuran dan jumlah yang disesuaikan dengan jenis
dan jumlah sampah serta kondisi setempat.Sampah sebaiknya tidak dibiarkan di
tempat penampungan terlalu lama. Kadang-kadang sampah juga diangkut
langsung ke tempat penampungan blok atau pemusnahan. Penyimpanan limbah
medis padat harus sesuai iklim tropis yaitu pada musim hujan paling lama 48 jam
dan musim kemarau paling lama 24 jam. (5)
Untuk memudahkan pengelolaan sampah rumah sakit maka terlebih
dahulu limbah atau sampahnya dipilah-pilah untuk dipisahkan. Pewadahan atau
penampungan sampah harus memenuhi persyaratan dengan penggunaan jenis
wadah sesuai kategori sebagai berikut :
16
17
Tabel 2.2. Jenis Wadah dan Label Sampah Padat Sesuai Kategorinya
No. Kategori Warna Kontainer/kantong Plastik
Lambang Keterangan
1. Radioaktif Merah Kantong boks timbal dengan simbol radioaktif
2. Sangat infeksius
Kuning Kantong plastik kuat, anti bocor, atau kontainer yang dapat disterilisasi dengan otoklaf
3. Sampah infeksius Patologi dan anatomi
Kuning Kantong plastik kuat dan anti bocor, atau kontainer
4. Sitotoksis Ungu Kontainer plastik kuat dan anti bocor
5. Sampah Kimia dan Farmasi
Coklat - Kantong plastik atau kontainer
Sumber : Depkes RI, 2004
Tempat-tempat penampungan sampah hendaknya memenuhi persyaratan
minimal sebagai berikut: (11)
a. Bahan tidak mudah karat
b. Kedap air, terutama untuk menampung sampah basah
c. Bertutup rapat
d. Mudah dibersihkan
e. Mudah dikosongkan atau diangkut
f. Tidak menimbulkan bising
g. Tahan terhadap benda tajam dan runcing.
Kantong plastik pelapis dan bak sampah dapat digunakan untuk
memudahkan pengosongan dan pengangkutan.Kantong plastik tersebut membantu
membungkus sampah waktu pengangkutan sehingga mengurangi kontak langsung
17
18
mikroba dengan manusia dan mengurangi bau, tidak terlihat sehingga memberi
rasa estetis dan memudahkan pencucian bak sampah. (16)
Penggunaan kantong plastik ini terutama bermanfaat untuk sampah
laboratorium. Ketebalan plastik disesuaikan dengan jenis sampah yang dibungkus
agar petugas pengangkut sampah tidak cedera oleh benda tajam yang menonjol
dari bungkus sampah. Kantong plastik diangkat setiap hari atau kurang sehari
apabila 2/3 bagian telah terisi sampah. Untuk benda-benda tajam hendaknya
ditampung pada tempat khusus (safety box) seperti botol atau karton yang aman.
(5)
Unit laboratorium menghasilkan berbagai jenis sampah. Untuk itu
diperlukan tiga tipe dari tempat penampungan sampah di laboratorium yaitu
tempat penampungan sampah gelas dan pecahan gelas untuk mencegah cedera,
sampah yang basah dengan solvent untuk mencegah penguapan bahan-bahan
solvent dan mencegah timbulnya api dan tempat penampungan dari logam untuk
sampah yang mudah terbakar. Hendaknya disediakan sarana untuk mencuci
tempat penampungan sampah yang disesuaikan dengan kondisi setempat.Untuk
rumah sakit kecil mungkin cukup dengan pencuci manual, tetapi untuk rumah
sakit besar mungkin perlu disediakan alat cuci mekanis.Pencucian ini sebaiknya
dilakukan setiap pengosongan atau sebelum tampak kotor.Dengan menggunakan
kantong pelapis dapat mengurangi frekuensi pencucian.Setelah dicuci sebaiknya
dilakukan disinfeksi dan pemeriksaan bila terdapat kerusakan dan mungkin perlu
diganti. (14)
2.6.2. Pengangkutan Sampah Rumah Sakit
Pengangkutan sampah dimulai dengan pengosongan bak sampah di setiap
unit dan diangkut ke pengumpulan lokal atau ke tempat pemusnahan.
Pengangkutan biasanya dengan kereta, sedang untuk bangunan bertingkat dapat
dibantu dengan menyediakan cerobong sampah atau lift pada tiap sudut bangunan.
Pengangkutan limbah ke luar rumah sakit menggunakan kendaraan khusus.
Kantong sampah sebelum dimasukkan ke kendaraan pengangkut harus diletakkan
dalam kontainer yang kuat dan tertutup.Kantong sampah juga harus aman dari
jangkauan manusia maupun binatang. (17)
18
19
a. Kereta
Kereta adalah alat angkut yang umum digunakan dan dalam merencanakan
pengangkutan perlu mempertimbangkan :
1. Penyebaran tempat penampungan sampah
2. Jalur jalan dalam rumah sakit
3. Jenis dan jumlah sampah
4. Jumlah dan tenaga dan sarana yang tersedia
Kereta pengangkut disarankan terpisah antara sampah medis dan non medis
agar tidak kesulitan didalam pembuangan dan pemusnahannya. Kereta
pengangkut hendaknya memenuhi syarat :
1. Permukaan bagian dalam harus rata dan kedap air
2. Mudah dibersihkan
3. Mudah diisi dengan dikosongkan
b. Cerobong Sampah/Lift
Sarana cerobong sampah biasanya tersedia di gedung modern bertingkat untuk
efisiensi pengangkutan sampah dalam gedung. Namun penggunaan cerobong
sampah ini banyak mengandung resiko, antara lain dapat menjadi tempat
perkembangbiakan kuman, bahaya kebakaran, pencemaran udara, dan kesulitan
lain, misalnya untuk pembersihannya dan penyediaan sarana penanggulangan
kebakaran. Karena itu bila menggunakan sarana tersebut perlu ada perhatian
khusus antara lain dengan menggunakan kantong plastik yang kuat.
c. Perpipaan
Sarana perpipaan digunakan untuk sampah yang berbentuk bubur yang
dialirkan secara gravitasi ataupun bertekanan.Walau beberapa rumah sakit
menggunakan perpipaan (chute) untuk pengangkutan sampah internal, tetapi
pipa tidak disarankan karena alasan keamanan, teknis dan hygienis terutama
untuk pengangkutan sampah benda-benda tajam, jaringan tubuh, infeksius,
sitotoksik, dan radioaktif.
d. Tempat Pengumpulan Sementara
Sarana ini harus disediakan dalam ukuran yang memadai dan dengan kondisi
baik (tidak bocor, tertutup rapat, dan terkunci).Sarana ini bisa ditempatkan
19
20
dalam atau di luar gedung.Konstruksi tempat pengumpul sampah sementara
bisa dari dinding semen atau container logam dengan syarat tetap yaitu kedap
air, mudah dibersihkan dan bertutup rapat.Ukuran hendaknya tidak terlalu
besar sehingga mudah dikosongkan, apabila jumlah sampah yang ditampung
cukup banyak perlu menambah jumlah container.
Tersedia tempat penampungan sampah non medis sementara yang tidak
menjadi sumber bau dan lalat bagi lingkungan sekitarnya dilengkapi saluran
untuk cairan lindi dan dikosongkan dan dibersihkan sekurang-kurangnya 1 x 24
jam.Sedangkan untuk sampah medis bagi rumah sakit yang mempunyai
insinerator di lingkungannya harus membakar limbahnya selambat-lambatnya
24 jam. Bagi rumah sakit yang tidak mempunyai insinerator, maka limbah
medis padatnya harus dimusnahkan melalui kerjasama dengan rumah sakit lain
atau pihak lain yang mempunyai insinerator untuk dilakukan pemusnahan
selambat-lambatnya 24 jam apabila disimpan pada suhu ruang. (17)
2.6.3. Metode Pembuangan Sampah Rumah Sakit
Sebagian besar limbah klinis dan yang sejenis itu dibuang dengan
insinerator atau landfill. Metode yang digunakan tergantung pada faktor-faktor
khusus yang sesuai dengan institusi, peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan
yang berpengaruh terhadap masyarakat. Dalam metode penanganan sampah
sebelum dibuang untuk sampah yang berasal dari rumah sakit perlu mendapat
perlakuan agar limbah infeksius dapat dibuang ke landfill yakni: (17)
a. Autoclaving
Autoclaving sering dilakukan untuk perlakuan limbah infeksius.Limbah
dipanasi dengan uap dibawah tekanan.Namun dalam volume sampahyang besar
saat dipadatkan, penetrasi uap secara lengkap pada suhu yang diperlukan sering
tidak terjadi dengan demikian tujuan autoclaving (sterilisasi) tidak tercapai.
Perlakuan dengan suhu tinggi pada periode singkat akan membunuh bakteri
vegetatif dan mikroorganisme lain yang bisa membahayakan penjamah sampah.
Kantong limbah plastik biasa hendaknya tidak digunakan karena tidak tahan panas
dan akan meleleh selama autoclaving. Karena itu diperlukan kantong
autoclaving.Pada kantong ini terdapat indikator, seperti pita autoclave yang
20
21
menunjukkan bahwa kantong telah mengalami perlakuan panas yang
cukup.Autoclave yang digunakan secara rutin untuk limbah biologis harus diuji
minimal setahun sekali untuk menjamin hasil yang optimal.
b. Disinfeksi dengan Bahan Kimia
Peranan disinfeksi untuk institusi yang besar tampaknya terbatas
penggunanya, misalnya digunakan setelah mengepel lantai atau membasuh
tumpahan dan mencuci kendaraan limbah.Limbah infeksius dengan jumlah kecil
dapat didesinfeksi (membunuh mikroorganisme tapi tidak membunuh spora
bakteri) dengan bahan kimia seperti hypochloite atau permanganate. Limbah
dapat menyerap cairan disinfeksi sehingga akan menambah masalah penanganan.
2.6.4. Pembuangan dan Pemusnahan Sampah Rumah Sakit
Pembuangan dan pemusnahan sampah dapat ditempuh melalui dua
alternatif yaitu: (18)
1. Pembuangan dan pemusnahan sampah medis dan non medis secara terpisah.
Pemisahan ini dimungkinkan bila Dinas Kebersihan dapat diandalkan
sehingga beban rumah sakit tinggal memusnahkan sampah medis.
2. Pembuangan dan pemusnahan sampah medis dan non medis dijadikan satu.
Dengan demikian rumah sakit harus menyediakan sarana yang memadai.
Pemusnahan sampah rumah sakit dapat dilakukan dengan metode sebagai
berikut:
1. Insinerator
Insinerator merupakan alat yang digunakan untuk memusnahkan sampah
dengan membakar sampah tersebut dalam satu tungku pada suhu 1500-
1800 0F dan dapat mengurangi sampah 70%. Dalam penggunaan
insinerator di rumah sakit, maka beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan adalah ukuran, desain yang disesuaikan dengan peraturan
pengendalian pencemaran udara, penempatan lokasi yang berkaitan
dengan jalur pengangkutan sampah dalam komplek rumah sakit dan jalur
pembuangan abu dan sarana gedung untuk melindungi insinerator dari
bahaya kebakaran. Insinerator hanya digunakan untuk memusnahkan
limbah klinis atau medis.Ukuran insinerator disesuaikan dengan jumlah
21
22
dan kualitas sampah.Sementara untuk memperkirakan ukuran dan
kapasitas insinerator perlu mengetahui jumlah puncak produksi sampah
2. Lokasi Penguburan
Khusus untuk limbah medis, seperti plasenta atau sisa potongan anggota
tubuh dari ruang operasi atau otopsi yang mudah membusuk, perlu segera
dikubur.
3. Sanitary Landfill
Pembuangan sampah medis dapat juga dibuang ke lokasi pembuangan
sampah akhir dengan menggunakan carasanitary landfill. Sampah medis
terlebih dahulu dilakukan sterilialisasi atau disinfeksi kemudian dibuang
dan dipadatkan ditutup dengan lapisan tanah setiap akhir hari kerja.
2.7. Pengaruh Pengelolaan Sampah Rumah Sakit terhadap Masyarakat
dan Lingkungan
Pengelolaan sampah yang kurang baik akan memberikan pengaruh negatif
tehadap masyarakat dan lingkungannya. Adapun pengaruh-pengaruh tersebut
dapat berupa: (18)
a. Pengaruh terhadap Kesehatan
1. Pengelolaan sampah rumah sakit yang kurang baik akan menjadi tempat
yang baik bagi vektor-vektor penyakit seperti lalat dan tikus.
2. Kecelakaan pada pekerja atau masyarakat akibat tercecernya jarum suntik
dan bahan tajam lainnya.
3. Insiden penyakit demam berdarah dengue akan meningkat karena vektor
penyakit hidup dan berkembangbiak dalam sampah kaleng bekas ataupun
genangan air.
b. Pengaruh terhadap Lingkungan
1. Estetika lingkungan menjadi kurang sedap dipandang.
2. Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme akan mengjhasilkan gas-
gas tertentu yang menimbulkan bau busuk.
22
23
3. Adanya partikel debu yang beterbangan akan menganggu pernapasan,
menimbulkan pencemaran udara yang akan menyebabkan kuman penyakit
mengkontaminasi peralatan medis dan makanan rumah sakit.
4. Apabila terjadi pembakaran sampah rumah sakit yang tidak saniter asapnya
akan menganggu pernapasan, penglihatan, dan penurunan kualitas udara.
c. Pengaruh terhadap Rumah Sakit
1. Keadaan lingkungan rumah sakit yang tidak saniter akan menurunkan hasrat
pasien berobat di rumah sakit tersebut.
2. Keadaan estetika lingkungan yang lebih saniter akan menimbulkan rasa
nyaman bagi pasien, petugas, dan pengunjung rumah sakit.
3. Keadaan lingkungan yang saniter mencerminkan mutu pelayanan dalam
rumah sakit yang semakin meningkat.
2.8. Pengelola Sampah Rumah Sakit
1. Sampah dari setiap unit pelayanan fungsional dalam rumah sakit dikumpulkan
oleh tenaga perawat khususnya yang menyangkut pemilahan sampah medis
dan non-medis, sedangkan ruangan lain bisa dilakukan oleh tenaga kebersihan.
2. Proses pengangkutan sampah dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kualifikasi
SMP ditambah latihan khusus.
3. Pengawas pengelolaan sampah rumah sakit dilakukan oleh tenaga sanitasi
dengan kualifikasi D1 ditambah latihan khusus.
Menurut Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 petugas pengelola sampah
harus menggunakan alat pelindung diri yang terdiri :
a) Topi/helm.
b) Masker.
c) Pelindung mata.
d) Pakaian panjang (coverall).
e) Apron untuk industry.
f) Pelindung kaki/sepatu boot.
g) Sarung tangan khusus (disposable gloves atau heavy duty gloves). (16)
2.9. Aspek-Aspek dalam Sistem Pengelolaan Sampah Rumah Sakit
23
24
Sistem Pengolahan sampah adalah proses pengelolaan sampah yang
meliputi 5 (lima) aspek/komponen yang saling mendukung dimana antara satu
dengan lainnya saling berinteraksi untuk mencapai tujuan. (16)
Kelima aspek tersebut meliputi: (16)
1. Aspek Teknis Operasional
Aspek teknis operasional pengelolaan sampah perkotaan meliputi dasar-
dasar perencanaan untuk kegiatan-kegiatan pewadahan sampah, pengumpulan
sampah, pengangkutan sampah, pengelolaan sampah di tempat pembuangan
akhir.
2. Aspek Kelembagaan
Didalam kegiatan pengelolaan sampah membutuhkan sejumlah tenaga
dengan penyusunan struktur organisasi untuk menentukan hubungan-hubungan
dan tugas-tugas serta tanggung jawab individu.Hal ini sangat diperlukan dalam
pengelolaan sampah karena banyaknya kegiatan di dalamnya.Banyaknya
pembagian kegiatan dalam struktur organisasi bergantung dari besarnya
organisasi.
3. Aspek Hukum dan Peraturan
Hukum dan peraturan didasarkan atas kenyataan bahwa negara Indonesia
adalah negara hukum, dimana sendi-sendi kehidupan bertumpu pada hukum
yang berlaku. Berbagai peraturan dan perundangan sebagai landasan hukum
yang berkaitan dengan Program Kesehatan Lingkungan khususnya dalam hal
pengelolaan sampah adalah sebagai berikut :
1. Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 162
menyatakan bahwa upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk
mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia,
biologi,maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya. Pada pasal 163 ayat 1 menyatakan
bahwa pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat menjamin
ketersediaan lingkungan yang sehat dan tidak mempunyai risiko buruk bagi
kesehatan.Kemudian pada ayat 2 menyatakan bahwa Lingkungan sehat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup lingkungan permukiman,
24
25
tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum. Pada ayat 3
lingkungan sehat seharusnya bebas dari unsur-unsur yang menimbulkan
gangguan kesehatan antara lain limbah cair, limbah padat, limbah gas,
sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
pemerintah, binatang pembawa penyakit, zat kimia yang berbahaya,
kebisingan yang melebihi ambang batas, radiasi sinar pengion dan non
pengion, air yang tercemar, udara yang tercemar dan makanan yang
terkontaminasi. Ketentuan mengenai standar baku mutu kesehatan
lingkungan dan proses pengolahan limbah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun Rumah sakit juga menghasilkan limbah B3.
Untuk itu didalam program kesehatan lingkungan Rumah sakit juga
diperkuat dengan PP Nomor 85 tahun 2009 berdasarkan ketentuan dalam
Pasal 3 Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang
menghasilkan limbah B3 dilarang membuang limbah B3 yang
dihasilkannya itu secara langsung ke dalam media lingkungan hidup, tanpa
pengolahan terlebih dahulu. Pada pasal 9 juga disebutkan bahwa :
1. Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang
menggunakan bahan berbahaya dan beracun dan/atau menghasilkan
limbah B3 wajib melakukan reduksi limbah B3, mengolah limbah B3
dan/atau menimbun limbah B3.
2. Apabila kegiatan reduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih
menghasilkan limbah B3, dan limbah B3 tersebut masih dapat
dimanfaatkan, penghasil dapat memanfaatkannya sendiri atau
menyerahkan pemanfaatannya kepada pemanfaat limbah B3.
3. Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib mengolah limbah B3
yang dihasilkannya sesuai dengan teknologi yang ada dan jika tidak
mampu diolah di da1am negeri dapat diekspor ke negara lain yang
memiliki teknologi pengolahan limbah B3.
25
26
4. Pengolahan dan/atau penimbunan limbah B3 sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan sendiri oleh penghasil limbah B3 atau
penghasil limbah B3 dapat menyerahkan pengolahan dan/atau
penimbunan limbah B3 yang dihasilkannya itu kepada pengolah
dan/atau penimbun limbah B3. Pada Tabel 2 lampiran PP no 85 tahun
2009 Rumah sakit termasuk penghasil limbah B3 dari sumber yang
spesifik dengan jenis limbah sebagai berikut :
a. Limbah klinis
b. Produk farmasi kadaluarsa
c. Peralatan laboratorium terkontaminasi
d. Kemasan produk farmasi
e. Limbah laboratorium
f. Residu dari proses insenerasi
g. Pelarut
h. Bahan kimia kadaluarsa
i. Residu sampel
3. Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit, yang mempertimbangkan :
1. Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya
orang sakit maupun sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit
serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan
kesehatan.
2. Oleh karena itu (tindak lanjut poin a), perlu penyelenggaraan kesehatan
lingkungan rumah sakit sesuai dengan persyaratan kesehatan. Untuk
meningkatkan kesehatan lingkungan rumah sakit telah diterbitkan Pedoman
Sanitasi Rumah Sakit tahun 2002 dan Persyaratan dan Petunjuk Teknis
Tatacara Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit tahun 1993 oleh Direktur
Jenderal PPM dan PLP yang merupakan pedoman atau petunjuk
pelaksanaan dan sekaligus landasan hukum upaya peningkatan kesehatan
lingkungan rumah sakit di Indonesia.
4. Aspek Pembiayaan
26
27
Pembiayaan merupakan sumber daya penggerak agar pada roda sistem
pengelolaan persampahan di rumah sakit tersebut dapat bergerak dengan
lancar.Sistem pengolahan persampahan di Indonesia lebih di arahkan kesistem
pembiayaan sendiri yaitu melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) setempat serta dari retribusi konsumen sampah yaitu pihak rumah
sakit.
5. Aspek Peran Serta Masyarakat
Masyarakat perlu mengetahui sistem dan cara-cara kerja dari pengelolaan
sampah.Informasi tersebut bisa disampaikan melalui poster, pamflet dan
penyuluhan.
2.10. Dampak Limbah Rumah Sakit
Limbah Rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan
rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Limbah rumah Sakit bisa
mengandung bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis rumah
sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang. Limbah cair rumah
sakit dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan
parameter BOD, COD, TSS, dan lain-lain.Sedangkan limbah padat rumah sakit
terdiri atas sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan lain-lain.
Limbah- limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme
patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi
dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik
pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kesalahan penanganan bahan-bahan
terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi
yang masih buruk. (8)
Dalam profil kesehatan Indonesia, diungkapkan seluruh RS di Indonesia
berjumlah 1090 dengan 121.996 tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100 RS di
Jawa dan Bali menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 Kg per
tempat tidur per hari. Sedangkan produksi limbah cair sebesar 416,8 liter per
tempat tidur per hari. Analisis lebih jauh menunjukkan, produksi sampah (limbah
padat) berupa limbah domestik sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infektius
27
28
sebesar 23,2 persen. Diperkirakan secara nasional produksi sampah (limbah padat)
RS sebesar 376.089 ton per hari dan produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton per
hari.Dari gambaran tersebut dapat dibayangkan betapa besar potensi RS untuk
mencemari lingkungan dan kemungkinannya menimbulkan kecelakaan serta
penularan penyakit. (8)
Rumah sakit menghasilkan limbah dalam jumlah besar, beberapa
diantaranya membahyakan kesehatan di lingkungannya. Di negara maju, jumlah
limbah diperkirakan 0,5 – 0,6 kilogram per tempat tidur rumah sakit per hari (19).
Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini paling baik jika
dilakukan dengan memilah-milah limbah ke dalam berbagai kategori. Untuk
masing-masing jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda.
Prinsip umum pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh mungkin
menghindari resiko terkontaminasi dan trauma (injury). (11)
Dari berbagai jenis sampah/limabah yang dihasilkan oleh rumah sakit
sangat berpotensi untuk menyebabkan gangguan dalam kehidupan dan kesehatan
manusia serta lingkungannya dan dampak negatif yang dapat terjadi bila sampah
rumah sakit tidak di tangani secara baik dan benar dapat mengakibatkan berbagai
macam gangguan-gangguan antara lain : infeksi silang (Nosokomial) dapat terjadi
pada pengguna rumah sakit yaitu pasien, pengunjung dan karyawan. Gangguan
kesehatan dan keselamatan kerja,terutama bagi karyawan rumah sakit bila tidak di
lengkapi dengan sistem proteksi yang tepat. Gangguan estetika dan kenyamanan
berupa bau, kesan kotor yang dapat memberikan efek psikologis bagi pengguna
rumah sakit. Pencemaran lingkungan,melalui sampah/limbah yang di buang baik
internal maupun external. Kerusakan bangunan dapat disebab oleh kimia yang
terlarut. Gangguan kerusakan tanaman dan binatang hidup di sebabkan oleh
buangan bahan kimia dan bahan infeksius. Gangguan terhadap kesehatan manusia
disebabkan oleh virus/bakteri bahan kimia dan gas. Gangguan terhadap genetik
dan reproduksi manusia dapat disebabkan oleh bahan kimia, senyawa radio aktif
dan lainnya.Dapat terjadi kerusakan ekosistem yang lebih luas dan berskala besar.
(11)
28
29
Melihat karakteristik dan dampak-dampak yang dapat ditimbulkan oleh
buangan/limbah rumah sakit seperti tersebut diatas, maka konsep pengelolaan
lingkungan sebagai sebuah sistem dengan berbagai proses manajemen didalamnya
yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan (Environmental
Managemen System) dan diadopsi Internasional Organization for Standar (ISO)
sebagai salah satu sertifikasi internasioanal di bidang pengelolaan lingkungan
dengan nomor seri ISO 14001 perlu diterapkan di dalam Sistem Manajemen
Lingkungan Rumah Sakit, dengan pendekatan sistem tersebut, pengelolaan
lingkungan itu sendiri adalah suatu usaha untuk meningkatkan kualitas dengan
menghasilkan limbah yang ramah lingkungan dan aman bagi masyarakat sekitar.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit. Persyaratan Pewadahan Limbah Medis. (11)
Syarat tempat pewadahan limbah medis, antara lain: (11)
1. Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan
mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya, misalnya
fiberglass.
2. Di setiap sumber penghasil limbah medis harus tersedia tempat pewadahan
yang terpisah dengan limbah non-medis.
3. Kantong plastik di angkat setiap hari atau kurang sehari apabila 2/3 bagian
telah terisi limbah.
4. Untuk benda-benda tajam hendaknya di tampung pada tempat khusus (safety
box) seperti botol atau karton yang aman.
5. Sarat benda tajam harus ditampung pada tempat khusus (safety box) seperti
botol, jeregen atau karton yang aman.
6. Tempat pewadahan limbah medis infeksius dan sitotoksik yang tidak langsung
kontak dengan limbah harus segera dibersihkan dengan larutan desinfektan
apabila akan dipergunakan kembali, sedangkan untuk kantong plastik yang
29
30
telah di pakai dan kontak langsung dengan limbah tersebut tidak boleh
digunakan lagi.
Sedangkan persyaratan yang ditetapkan sebagai tempat pewadahan limbah
non medis sebagai berikut: (11)
1. Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan
mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya, misalnya
fiberglass.
2. Mempunyai tutup yang mudah dibuka dan ditutup tanpa mengotori tangan.
3. Terdapat minimal 1 (satu) buah untuk setiap kamar atau sesuai dengan
kebutuhan.
4. Limbah tidak boleh dibiarkan dalam wadahnya melebihi 3 x 24 jam atau
apabila 2/3 bagian kantong sudah terisi oleh limbah, maka harus diangkut
supaya tidak menjadi perindukan vektor penyakit atau binatang pengganggu.
Pemilahan Limbah
1. Dilakukan pemilihan jenis limbah medis mulai dari sumber yang terdiri dari
limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi,
sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan
dan dengan kandungan logam berat yang tinggi.
2. Pemisahan limbah berbahaya dari semua limbah pada tempat penghasil limbah
adalah kunci pembuangan yang baik.
Tempat Penampungan Sementara
Bagi rumah sakit yang mempunyai insinerator di lingkungannya harus
membakar limbahnya selambat-lambatnya 24 jam.
Bagi rumah sakit yang tidak mempunyai insinerator, maka limbah medis harus
dimusnahkan melalui kerjasama dengan rumah sakit lain atau pihak lain yang
mempunyai insinerator untuk dilakukan pemusnahan selambat-lambatnya 24
jam apabila disimpan pada suhu ruang.
2.11. Sarana dan Prasarana Rumah Sakit
2.11.1. Definisi Sarana dan Prasarana Rumah sakit
30
31
Sarana dan prasarana adalah sarana yang minimal dapat menunjang
pelaksanaan Manajemen lingkungan sanitasi untuk kegiatan promotif dan
preventif. Pelaksanaan pelayanan sanitasi juga harus ditunjang kelengkapan
materi yang diperlukan berupa proses administrasi, pencatatan dan pelaporan, dan
pedoman buku petunjukteknis sanitasi. (5)
Upaya pengelolaan limbah RS dapat dilaksanakan dengan menyiapkan
perangkat lunaknya yang berupa peraturan, pedoman, dan kebijakan yang
mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkungan RS. Unsur-unsur
yang terkait dengan penyelenggaraan kegitan pelayanan RS (termasuk
pengelolaan limbahnya), yaitu :
1. Pemrakarsa atau penanggung jawab RS
2. Pengguna jasa pelayanan RS
3. Para ahli, pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran
4. Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan saranadan fasilitas yang
diperlukan. (6)
2.11.2. Fasilitas
Untuk mengoptimalkan penyehatan lingkungan Rumah Sakit dari
pencemaran limbah yang dihasilkannya maka Rumah Sakit harus mempunyai
fasilitas sendiri yang ditetapkan KepMenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004
tentang Persyaratan Kesehatan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
yaitu: (6)
1. Fasilitas Pengelolaan Limbah Padat
Setiap Rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber dan
harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya,
beracun dan setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis
mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui
sertifikasi dari pihak yang berwenang.
2. Fasilitas Pembangunan Limbah CairLimbah cair harus dikumpulkan dalam
container yang sesuai dengan karakteristik bahan kimia dan radiologi, volume,
dan prosedur penanganan dan penyimpanannya. Rumah sakit harus memiliki
31
32
instalasi pengolahan limbah cair sendiri atau bersama-sama secara kolektif
dengan bangunan disekitarnya yang memenuhi persyaratan teknis.
2.11.3. Sarana dan Prasarana Pengelolaan
Rumah sakit menyediakan troli untuk pengangkutan sampah dari ruangan
penghasil sampah ke tempat penampungan sementara, tetapi sampah tidak di
tempatkan di wadah yang tertutup, langsung di tempatkan ke bak penampungan,
dapat terjadi kemungkinan tumpahan pada saat pengangkutan.Menggunakan
insenerator untuk pembuangan akhir. Pengelola sampah disediakan alat pelindung
diri seperti apron, sarung tangan dan sepatu boots. (9)
Tenaga Pengelola
Tenaga pengelola sampah harus menggunakan sarung tangan, dan masket
selama pengumpulan limbah infeksius, pemisahan sesuai warna dan kode ke
wadah penampung sampah, dan pengangkutan menggunakan gerobak, serta
mencegah tumpahan dari kantong plastik.Petugas kebersihan dan perawat adalah
staf yang bertanggung jawab untuk penyimpanan, pengangkutan sampah internal
dan eksternal untuk sampah medis. (3)
Penampungan
Tahapan pengumpulan termasuk pengemasan dan pelabelan.Di rumah
sakit limbah infeksius kantong merah diletakkan di tempat perawatan yang
menghasilkan limbah menular. Kantong hitam diletakkan diruang perawatan
pasien, kantor, kamar mandi, dan ruang tunggu. Kantong dikumpulkan setelah
terisi 2/3 dari bagian kantong agar menghindari tumpahan. (13)
Pengelolaan sampah non medis dipisahkan dari sampah medis. Sampah
non medis ditampung menggunakan kantong plastik berwarna hitam ukuran 60
cm x 100 cm dan ukuran 50 cm x 75 cm yang disediakan di dalam penampungan
berupa tempat sampah yang terbuat dari fiber yang diletakkan dit tiap-tiap unit.
Sampah medis ditampung menggunakan kantong plastik berwarna kuning ukuran
50 cm x 75 cm diletakkan dalam bak sampah.Penyebaran tempat sampah medis
dapat ditemui di ruang perawatan, ruang bedah, ruang poliklinik, ruang
kebidanan, dan laboratorium. (7)
Pengangkutan
32
33
Sampah medis yang diangkut harus melalui rute khusus seperti
menggunakan koridor dan lift khusu dari ruang penyimpanan sementara ke tempat
pembuangan akhir di rumah sakit. (7) Sampah medis dikumpulkan setiap hari dan
diangkut ke tempat penampungan sementara oleh staf rumah sakit, sampah rumah
sakit diangkut dengan troli atau gerobak yang khusus digunakan untuk
mengangkut sampah di Afrika Selatan. (9)
Pengangkutan sampah biasanya dilakukan dengan gerobak dengan
persyaratan antara lain permukaan bagian dalam harus rata dan kedap air, mudah
dibersihkan, mudah diisi dan dikosongkan. Sedangkan pada bangunan rumah sakit
yang bertingkat dapat menggunakan lift atau cerobong khusus.
Pemusnahan dan Pembuangan Akhir
Metode yang digunakan untuk mengelolah dan membuang sampah medis
tergantung pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan
dengan peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap
masyarakat. Teknik pengolahan sampah medis yang dapat digunakan yaitu
sterilisasi untuk benda tajam atau bahan yang terbuat dari logam yang dapat
didaur ulang sebagai bahan baku sekunder dan penimbunan serta insenerasi untuk
limbah kimia dan farmasi. Proses insinerasi dapat menghancurkan patogen dan
mengurangi volume sampah sebesar 95% serta mengurangi berat sampah sebesar
75%. (3)
33
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptif dengan
pendekatan korelasi, yaitu suatu pendekatan yang sifatnya sesaat pada waktu dan
tidak diikuti dalam suatu waktu tertentu yaitu untuk mempelajari dinamika
korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek dengan cara pendekatan,
observasi/pengumpulan data sekaligus pada suatu saat. (20)
3.2. Lokasi dan Tempat Penelitian
3.2.1. Tempat
Penelitian ini di laksanakan di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai, alasan
pemilihan lokasi dalam penelitian:
1. RSUD Dr. R.M tipe B, yang seharusnya memiliki kelengkapan sarana dan
prasarana serta memenuhi standar persampahan medis yang berkaitan
dengan pengolahan sampah medis.
3.2.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian hingga blan Oktober tahun 2017
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : objek/subjek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (11). Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh tenaga kesehatan berjumlah 350 orang di RSUD Dr. R.M.
Djoelham Binjai.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi. Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian
42
43
jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Teknik pengambilan sampel
yang digunakan yaitu seluruh tenaga kesehatan di rumah sakit Dr. RM. Djoelham
Binjai. sampel dalam penelitian ini adalah 78 Orang
3.4. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah konsep yang ingin diamati atau diukur melalui
penelitiaan yang akan dilakukan.
Gambar 3.1. Kerangka Konsep
3.6. Aspek Pengukuran
variabel yang diukur adalah :
Tabel 3.1 Aspek Pengukuran Variable Independen
No. Variabel Kategori Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1 Ketersediaan sarana dan prasarana
a. Baik (14-20)b. Cukup (7-13)c. Kurang (0-6)
Daftar Tilik 10
Skala Ordinal
2 Pengolahan sampah rumah sakit Penampungan
Pengangkutan
Pembuangan akhir
a. Baik (8-10)b. Cukup (5-7)c. Kurang (0-4)a. Baik (8-10)b. Cukup (5-7)c. Kurang (0-4)a. Baik (8-10)b. Cukup (5-7)c. Kurang (0-4)a. Baik (8-10)b. Cukup (5-7)c. Kurang (0-4)
Daftar Tilik
Daftar Tilik
Daftar Tilik
Daftar Tilik
10
10
10
10
Skala Ordinal
Skala Ordinal
Skala Ordinal
Skala Ordinal
43
Variabel Y (Dependen) Sistem Pengolahan Sampah
1. Penampungan2. Pengangkutan3. Pembuangan
Variable X (Independen) :Sarana dan prasarana
44
3.10. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dilakukan dengan dua cara yaitu :
1. Analisis Univariat
Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui gambaran keadaan variable
yang diteliti dan untuk mengetahui apakah data sudah layak dipergunakan
untuk analisis berikutnya. Data akan digambarkan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi berdasarkan semua variabel, ukuran tedensi sentral,
proporsi, persentase serta pembahasan tentang gambaran variable yang
diamati.
2. Analisis Bivariat
Analisis yang dilakukan untuk melihat pengaruh dua variable bebas yaitu
perilaku tenaga kesehatan tentang persampahan terhadap pengolahan
sampah medis di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai dengan menggunakan
uji Chi Square dengan tingkat kemaknaan sebesar 95%.
3. Analisis Multivariat
Untuk melihat variable bebas yang paling dominan mempengaruhi
variable terikat menggunakan uji Regresi Logistik Ganda. Menggunakan
metode enter yaitu dengan cara memasukkan semua variable independen
yang signifikan kedalam model.
44
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1. Letak dan Geografis
Sejarah tentang RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai belum dapat dikisahkan
secara pasti. Namun berdasarkan kisah-kisah yang dikumpulkan, RSUD Dr. R.M.
Djoelham Binjai berawal dari sebuah gedung yang memberikan pelayanan
kesehatan dengan nama RSU Binjai. Gedung ini telah ada sejak zaman
Kesultanan. Dengan luas bangunan yang tidak begitu besar, fasilitas peralatan
medis yang disediakan pun sangat sederhana. Bangunan tersebut diperkirakan
letaknya di Gedung A RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai saat ini. (29)
Dikisahkan RSU Binjai sudah berdiri sejak tahun 1927, yang didirikan
oleh Tengku Musa. Pada masa itu telah ada seorang dokter umum yang bertugas
memberikan pelayanan kesehatan, baik bagi keluarga kesultanan maupun
masyarakat. Dokter tersebut adalah dr. Jalaluddin Siregar. Tidak ada catatan resmi
sampai kapan beliau melaksanakan pengabdiannya di RSU Binjai. (29)
Diperkirakan sejak tahun 1937 Dr. R.M. Djoelham mulai memberikan
pelayanan kesehatan di RSU Binjai. Pada masa penjajahan Jepang, disamping
berjuang dalam memberikan pelayanan kesehatan, Dr. R.M. Djoelham juga aktif
memperjuangkan kemerdekaan Kota Binjai. Antara tahun 1942-1945 Dr. R.M.
Djoelham tercatat dalam sejarah Kota Binjai sebagai Anggota Dewan Eksekutif
Kota Binjai. (29)
Seiring dengan ditetapkannya Kota Binjai sebagai Kota Administrasi,
sekitar tahun 1960 mulai dikenal suatu jawatan yang disebut Dinas Kesehatan
Rakyat (DKR). Pada awal berdirinya, DKR membawahi jajaran bidang kesehatan
termasuk rumah sakit secara langsung. Hal ini berarti bahwa Kepala DKR adalah
juga Kepala (Pimpinan) Rumah Sakit. Karena itu pada sekitar tahun 1963
Pimpinan RSU Binjai dijabat oleh Kepala DKR Kota Binjai yaitu dr. Abdoellah
Hoed. Kondisi ini berlanjut pada periode 1966-1971 yaitu Kepala DKR yang juga
Pimpinan RSU Binjai dijabat oleh dr. Maringan E. Hutapea.
48
49
Pada tahun 1971-1976, Kepala DKR yang juga pimpinan RSU Binjai
dijabat oleh dr. H. Mahyuddin. Pada periode ini mulai ada pemisahan jabatan
Kepala DKR dengan pimpinan rumah sakit. Namun penyelenggaraan pelayanan
kesehatan belum mengalami perubahan, pelayanan yang diberikan hanya
pelayanan kesehatan dasar.
Selanjutnya pada periode 1976-1980 pimpinan RSU Binjai dijabat oleh dr.
H. Azwar Hamid. Pada periode ini RSU Binjai ditetapkan sebagai RSUD Kelas D
yang merupakan Rumah Sakit Pembantu, dengan RSU Tanjung Pura sebagai
Rumah Sakit Induk. Sebagai rumah sakit pembantu, RSU Binjai hanya
menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar, sedangkan pelayanan spesialistik
dilaksanakan di Rumah Sakit Induk.
Perkembangan yang cukup berarti dalam penyelenggaraan pelayanan
kesehatan terjadi pada masa RSU Binjai dipimpin oleh dr. H. Ahmad Yusmadi
Yunus pada tahun 1981-1985. Pada periode ini RSU Binjai tidak hanya
melaksanakan pelayanan kesehatan dasar, namun sudah ditambah beberapa
kunjungan pelayanan spesialistik yang dilaksanakan dengan Sistem Paket
Pelayanan Dokter Spesialis dari Rumah Sakit Induk yaitu RSU Tanjung Pura.
Pelaksanaan Sistem Paket Pelayanan Dokter Spesialis ini merupakan langkah
awal penyelenggaraan pelayanan 4 (empat) spesialistik dasar, yang merupakan
langkah awal persiapan menuju RSUD kelas C.
Periode selanjutnya yaitu tahun 1994-2001 RSUD Dr. R.M. Djoelham
Binjai dipimpin oleh Dr. Mahim MS Siregar. Kondisi sarana prasarana rumah
sakit tidak mengalami perubahan karena keterbatasan dana APBD. Pada periode
berikutnya yaitu tahun 2001-2009 Direktur RSUD Dr. R.M. Djoelham adalah Dr.
H.T. Murad El Fuad, Sp. A. Dengan dukungan Walikota Binjai yang saat itu
dijabat oleh H.M. Ali Umri, SH. M.Kn. sarana prasarana rumah sakit mengalami
kemajuan yang pesat, diantaranya:
1. Penambahan luas lahan untuk rumah sakit sebesar 3.921 m2
2. Peresmian poliklinik spesialis rawat jalan
3. Tersusunnya master plan rencana pengembangan rumah sakit
4. Pembangunan gedung pelayanan rawat jalan satu atap
49
50
5. Pembangunan gedung rawat inap sebanyak tiga lantai.
Periode selanjutnya adalah tahun 2009-2010 Direktur RSUD Dr. R.M.
Djoelham Binjai dijabat oleh Dra. Hj. Sri Sutarti, Apt. Selanjutnya dari bulan
Februari sampai dengan bulan Oktober 2011 ditunjuk Dr. H.T. Murad El Fuad,
Sp. A. yang saat itu adalah Kepala Dinas Kesehatan Kota Binjai sebagai Plt.
Direktur.
Periode selanjutnya tahun 2011-2012 Direktur RSUD Dr. R.M. Djoelham
Binjai dijabat oleh drg. Susyanto Markidi. Setelah masa ini, direktur sering
mengalami pergantian. Untuk mengisi kekosongan jabatan direktur, ditunjuk drg.
Effendi Ibral sebagai pelaksana direktur. Selanjutnya diangkat kembali Dr.
Mahim MS Siregar sebagai direktur, namun tidak lama kemudian direktur
diberhentikan dari jabatannya. Selanjutnya ditunjuk Ir. Darianto Bangun, M.Si
yang saat itu menjabat sebagai Wakil Direktur Umum dan SDM sebagai Plt.
Direktur sampai dengan bulan Juni 2013.
Selanjutnya sejak bulan Juni 2013 sampai sekarang, direktur RSUD Dr. R.M.
Djoelham Binjai dijabat oleh dr. Tengku Amri Fadli. RSUD Dr. R.M. Djoelham
Binjai terletak di Jalan Sultan Hasanuddin Binjai, berada di atas lahan seluas
3.450 m2. Bangunan terdiri dari 2 bagian besar yang terpisah, yaitu bangunan
utama dan bangunan Poliklinik Spesialis. Pada bangunan utama, terdapat 3
gedung, yaitu gedung A sebanyak 4 lantai, gedung B sebanyak 3 lantai, dan
gedung C sebanyak 4 lantai.
Sedangkan gedung poliklinik spesialis terdiri dari 2 lantai. Pada tahun 2017
direncanakan gedung poliklinik spesialis akan ditambah 1 lantai, sehingga
keseluruhan menjadi 3 lantai. Gedung utama sudah difasilitasi dengan lift
sebanyak 2 unit, yaitu di Gedung A dan Gedung C. Sedangkan gedung poliknik
spesialis direncanakan akan dilengkapi juga dengan fasilitas lift pada tahun 2017.
Secara umum, kategori pasien yang dilayani di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai
adalah: Pasien Rawat Inap, Pasien Rawat Jalan.
50
51
4.2. Hasil
Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti mengenai pengaruh
ketersediaan sarana dan prasarana dengan sistem pengelolaan sampah medis di
Rumah Sakit Umum Dr. R.M Djoelham Binjai tahun 2017. Periode Mei-Juni
2017 diketahui jumlah responden 78 orang. Peneliti memperoleh hasil sebagai
berikut :
4.2.1. Analisis Univariat
4.2.1.1. Ketersedian Sarana dan Prasarana
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi berdasarkan Ketersediaan Sarana dan
Prasarana di RSUD Dr. R.M Djoelham Binjai Tahun 2017
No. Ketersediaan Sarana danPrasarana
f %
123
Baik CukupKurang
412017
52,625,621,8
Total 78 100,0
Berdasarkan Tabel 4.1. dapat diketahui bahwa dari 78 responden
mayoritas ketersediaan sarana dan prasarana baik sebanyak 41 responden (52,6%)
dan minoritas ketersediaan sarana dan prasarana kurang sebanyak 17 responden
(21.8%).
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi berdasarkan Pengolahan Sampah Rumah
Sakit di RSUD Dr. R.M Djoelham Binjai Tahun 2017
No. Pengolahan Sampah Rumah Sakit
f %
123
Baik CukupKurang
203721
25,647,426,9
Total 78 100,0
Berdasarkan Tabel 4.2. dapat diketahui bahwa dari 78 responden
mayoritas pengolahan sampah rumah sakit cukup sebanyak 37 responden (47,4%)
dan minoritas pengolahan sampah rumah sakit kurang sebanyak 21 responden
(26,9%).
51
52
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi berdasarkan Penampungan Sampah Rumah
Sakit di RSUD Dr. R.M Djoelham Binjai Tahun 2017
No. Penampungan Sampah Rumah Sakit
f %
123
Baik CukupKurang
362517
46,232,121,7
Total 78 100,0
Berdasarkan Tabel 4.3. dapat diketahui bahwa dari 78 responden
mayoritas penampungan sampah rumah sakit baik sebanyak 36 responden
(46,2%) dan minoritas penampungan sampah rumah sakit kurang sebanyak 17
responden (21,7%).
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi berdasarkan Pengangkutan Sampah Rumah
Sakit di RSUD Dr. R.M Djoelham Binjai Tahun 2017
No. Pengangkutan Sampah Rumah Sakit f %
123
Baik CukupKurang
372318
47,429,523,1
Total 78 100,0
Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa dari 78 responden mayoritas
pengangkutan sampah rumah sakit baik sebanyak 37 responden (47,4%) dan
minoritas pengangkutan sampah rumah sakit kurang sebanyak 18 responden
(23,1%).
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi berdasarkan Pembuangan Akhir Sampah
Rumah Sakit di RSUD Dr RM Djoelham Binjai Tahun 2017.
No. Pembuangan Akhir Sampah Rumah Sakit f %
123
Baik CukupKurang
382515
48,732,119,2
Total 78 100,0Berdasarkan Tabel 4.5. dapat diketahui bahwa dari 78 responden
mayoritas pembuangan akhir sampah rumah sakit baik sebanyak 38 responden
52
53
(48,7%) dan minoritas pembuangan akhir sampah rumah sakit kurang sebanyak
15 responden (19,2%).
4.2.2. Analisis Bivariat
Tabel 4.6. Tabulasi Silang Ketersediaan Sarana dan Prasarana dengan
Pengolahan Sampah Medis Ruangan di RSUD Dr. R.M Djoelham
Binjai Tahun 2017
No. Ketersediaan Sarana dan Prasarana
Pengolahan Sampah Medis Total AsympSig Baik Cukup Kurang
f % f % f % f %123
BaikCukup Kurang
13 65,0 4 20,0 3 15,0
21 57,0 7 33,0 7 19,0 9 43,0 9 24,0 5 24,0
41 53,020 26,017 22,0
0,001
Total 20 100,0 37 100,0 21 100,0 78 100,0
Berdasarkan tabel 4.6. dapat dilihat bahwa tabulasi silang antara
ketersediaan sarana dan prasarana dengan pengolahan sampah medis ruangan di
rumah sakit. Dari 78 responden diketahui ketersediaan sarana dan prasarana
mayoritas cukup dan pengolahan sampah medis cukup sebanyak 37 responden
(47,0%) dan minoritas ketersediaan sarana dan prasarana kurang dan pengolahan
sampah kurang sebanyak 21 responden (27,0%).
Berdasarkan analisis data dengan menggunakan uji chi square dengan
tingkat kepercayaan 95% dengan perhitungan statistik α=0,05 di peroleh nilai
p=0,001, maka diperoleh nilai probabilitas <0,05, hasil tersebut membuktikan
bahwa ada pengaruh ketersediaan sarana dan prasarana dengan pengolahan
sampah medis di RSUD Dr RM Djoelham Binjai tahun 2017.
Tabel 4.7. Tabulasi Silang Ketersediaan Sarana dan Prasarana dengan
Penampungan Sampah Medis Ruangan di RSUD Dr. R.M
Djoelham Binjai Tahun 2017
No.Ketersediaan Sarana dan Prasarana
Penampungan Sampah Medis Total AsympsigBaik Cukup Kurang
f % f % f % f %
53
54
123
BaikCukup Kurang
18 50,0 8 22,0 10 28,0
13 52,0 10 59,0 6 24,0 6 35,0 6 24,0 1 6,0
41 53,020 26,017 22,0
0,030
Total 36 100,0 25 100,0 17 100,0 78 100,0
Berdasarkan tabel 4.7. dapat dilihat bahwa tabulasi silang antara
ketersediaan sarana dan prasarana dengan penampungan sampah medis ruangan di
rumah sakit. Dari 78 responden diketahui ketersediaan sarana dan prasarana
mayoritas baik dan penampungan sampah medis baik sebanyak 36 responden
(46,2%) dan minoritas ketersediaan sarana dan prasarana kurang dan
penampungan sampah kurang sebanyak 17 responden (22,0%).
Berdasarkan analisis data dengan menggunakan uji chi square dengan
tingkat kepercayaan 95% dengan perhitungan statistic α=0,05 di peroleh nilai
p=0,030, maka diperoleh nilai probabilitas <0,05, hasil tersebut membuktikan
bahwa ada pengaruh ketersediaan sarana dan prasarana dengan penampungan
sampah medis di RSUD Dr. R.M Djoelham Binjai tahun 2017.
Tabel 4.8. Tabulasi Silang Ketersediaan Sarana dan Prasarana dengan
Pengangkutan Sampah Medis Ruangan di RSUD Dr. R.M
Djoelham Binjai Tahun 2017
No. Ketersediaan Sarana dan Prasarana
Pengangkutan Sampah Medis Total AsympSig Baik Cukup Kurang
f % f % f % f %123
BaikCukup Kurang
19 51,0 7 19,0 11 30,0
13 57,0 9 50,0 6 26,0 7 39,0 4 17,0 2 11,0
41 53,020 26,017 22,0
0,024
Total 37 100,0 23 100,0 18 100,0 78 100,0
Berdasarkan tabel 4.8. dapat dilihat bahwa tabulasi silang antara
ketersediaan sarana dan prasarana dengan pengangkutan sampah medis ruangan di
rumah sakit. Dari 78 responden diketahui ketersediaan sarana dan prasarana
mayoritas baik dan pengangkutan sampah medis baik sebanyak 37 responden
(47,0%) dan minoritas ketersediaan sarana dan prasarana dan pengangkutan
sampah kurang sebanyak 18 responden (23,1%).
54
55
Berdasarkan analisis data dengan menggunakan uji chi square dengan
tingkat kepercayaan 95% dengan perhitungan statistic α=0,05 di peroleh nilai
p=0,024, maka diperoleh nilai probabilitas <0,05, hasil tersebut membuktikan
bahwa ada pengaruh ketersediaan sarana dan prasarana dengan pengangkutan
sampah medis di RSUD Dr. R.M Djoelham Binjai Tahun 2017.
Tabel 4.9. Tabulasi Silang Ketersediaan Sarana dan Prasarana dengan
Pembuangan Sampah Medis Ruangan di RSUD Dr. R.M
Djoelham Binjai Tahun 2017
No. Ketersediaan Sarana dan Prasarana
Pembuangan Sampah Medis Total
Asymp sig Baik Cukup Kurang
f % f % f % f %123
BaikCukup Kurang
20 53,0 8 21,0 10 26,0
13 52,0 8 53,0 6 24,0 6 40,0 6 14,0 1 7,0
41 53,020 26,017 22,0
0,006
Total 38 100,0 25 100,0 15 100,0 78 100,0
Berdasarkan tabel 4.8. dapat dilihat bahwa tabulasi silang antara
ketersediaan sarana dan prasarana dengan pembuangan sampah medis ruangan di
rumah sakit. Dari 78 responden diketahui ketersediaan sarana dan prasarana
mayoritas baik dan pembuangan sampah medis baik sebanyak 38 responden
(48,7%) dan minoritas ketersediaan sarana dan prasarana kurang dan pembuangan
sampah kurang sebanyak 15 responden (19,2%).
Berdasarkan analisis data dengan menggunakan uji chi square dengan
tingkat kepercayaan 95% dengan perhitungan statistik α=0,05 di peroleh nilai
p=0,006, maka diperoleh nilai probabilitas <0,05, hasil tersebut membuktikan
bahwa ada pengaruh ketersediaan sarana dan prasarana dengan pembuangan
sampah medis di RSUD Dr. R.M Djoelham Binjai tahun 2017.
4.2.3. Analisis Multivariat
Setelah dilakukan analisis bivariat untuk melihat pengaruh masing-masing
ketersedian sarana dan prasarana, maka dilakukan analisis multivariat untuk
melihat variabel mana yang paling dominan berpengaruh dengan pengolahan,
penampungan, pengangkutan, pemusnahan dengan menggunakan Uji Regresi
Logistik Ganda.
55
56
Tabel 4.9. Analisis Multivariat Pengaruh Ketersediaan Sarana dan
Prasarana Sampah Medis Ruangan dengan Sistem Pengelolaan
Sampah Medis di RSUD Dr. R.M Djoelham Binjai Tahun 2017
No. Variabelpenelitian B SE Sig OR lower
95 % C.I For EXP (b)upper
1234
Pengolahan Penampungan PengangkutanPembuangan
0,158 0,311 0,017 0,263
0,138 0,030 4,7490,305 0,30 3,8840,172 0,024 3,7290,315 0,006 2,762
0,1880,9190,3590,364
0,4330,2970,3260,891
Constant 1,502 0,438 0,001 0,001 0,629 2,374
Berdasarkan Tabel 4.9. dapat dilihat bahwa dari 4 sub variabel penelitian
adalah telah signifikan yaitu pengolahan sampah (p = 0,030; OR = 4,749),
penampungan (p = 0,030; OR = 3,884), pengangkutan (p = 0,024; OR = 3,729),
pemusnahan (p = 0,006; OR = 2,762). Dari data diatas juga dapat dilihat bahwa
variabel yang paling dominan berpengaruh dengan ketersediaan sarana dan
prasarana adalah variabel pengolahan sampah (p = 0,030) dengan OR = 4,749
artinya bahwa ketersedian sarana dan prasarana yang kurang baik memiliki
peluang berisiko sebesar 4,749 kali lebih besar terhadap pengolahan sampah yang
kurang baik juga.
4.3. Pembahasan
4.3.1. Ketersediaan Sarana dan Prasarana dengan Pengolahan Sampah
Medis Ruangan di RSUD Dr. R.M Djoelham Binjai Tahun 2017
Berdasarkan analisis data dengan menggunakan uji chi square dengan
tingkat kepercayaan 95% dengan perhitungan statistik α=0,05 di peroleh nilai
p=0.001, maka diperoleh nilai probabilitas <0,05, hasil tersebut membuktikan
bahwa ada pengaruh ketersediaan sarana dan prasarana dengan pengolahan
sampah medis di RSUD Dr. R.M Djoelham Binjai tahun 2017.
Hasil penelitian di RSUD dr. Moewardi ini menunjukan bahwa jumlah
timbunan sampah medis sebesar 240,6443 kg/hari, yang tertangani 219,5014
kg/hari (91,214 %) dan yang tidak tertangani 21,1429 kg/hari (8,786 %). Untuk
56
57
sampah non medis, jumlah timbunannya 1002,271 kg/hari, yang tertangani
969,6567 kg/hari (96,746 %) dan yang tidak tertangani 32,6143 kg/hari (3,254 %).
Masalah yang ada pada tahap input adalah tidak dilakukannya perencanaan
sumber daya manusia pengelola sampah. Dari segi keuangan, diminimalkannya
penggunaan anggaran yang ada (selisih antara perencanaan anggaran dengan dana
yang dialokasikan adalah Rp 8.719.500,00), sedangkan pada tahap proses
masalahnya berada pada prosedur pelaksanaan pengelolaan sampah di RSUD dr.
Moewardi Surakarta yang masih belum optimal (belum sesuai dengan standar
yang ditetapkan). Terjadinya masalah-masalah tersebut karena pengelolaan
sampah kurang mendapat perhatian dari pihak rumah sakit sehingga perlu adanya
peningkatan manajemen pengelolaan sampah dan adanya evaluasi pengelolaan
sampah secara reguler supaya tercipta lingkungan rumah sakit yang sehat. (22)
Rumah sakit sebagai salah satu jenis badan layanan umum merupakan
ujung tombak dalam pembangunan kesehatan masyarakat. Namun, tidak sedikit
keluhan selama ini diarahkan pada kualitas pelayanan rumah sakit yang dinilai
masih rendah. Ini terutama pada rumah sakit daerah atau rumah sakit milik
pemerintah. (23)
Masalah kebersihan dan sampah merupakan masalah yang kompleks bagi
setiap rumah sakit di Indonesia termasuk di RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai.
Pelaksanaan pengelolaan sampah RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai sekarang ini
masih jauh dari Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia dan syarat
penyehatan lingkungan rumah sakit menurut Kepmenkes RI
No.1204/Menkes/SK/X/2004.
Asumsi peneliti srana dan prasarana yang ada di rumah sakit sangat
penting untuk diperhatikan, karena tanpa sarana dan prasarana yang memadai
maka pengolahan sampah tidak bias berjalan dengan semestinya.
4.3.2 Ketersediaan Sarana dan Prasarana dengan penampungan Sampah
Medis Ruangan di RSUD Dr RM Djoelham Binjai Tahun 2017
Berdasarkan analisis data dengan menggunakan uji chi square dengan
tingkat kepercayaan 95% dengan perhitungan statistik α=0,05 di peroleh nilai
p=0,030, maka diperoleh nilai probabilitas <0,05, hasil tersebut membuktikan
57
58
bahwa ada pengaruh ketersediaan sarana dan prasarana dengan penampungan
sampah medis di RSUD Dr RM Djoelham Binjai tahun 2017.
Pada hasil penilaian tempat pengumpulan dan penampungan limbah
sementara didesinfeksi setelah dikosongkan dengan skor sebesar 15%. Rumah
Sakit X tidak mendapatkan skor atau 0 % karena petugas kebersihan tidak
langsung mendesinfeksi tempat sampah setelah dibersihkan. Tempat sampah
dicuci dengan detergent kalau ada ceceran sampah di tempat sampah saja hanya
sekali dalam seminggu.
Tahap penampungan sampah diruangan-ruangan rumah sakit adalah tahap
yang paling sulit dan rumit dari segi pengelolaan sampah karena berhubungan
langsung dengan sumber daya manusia yaitu tenaga pegawai perawat rumah sakit
baik di sektor pengobatan, perawatan, penunjang diagnostic dan pelayanan seperti
dokter umum dan spesialis, perawat dan tenaga apoteker. Tetapi bila pada tahap
ini dilakukan sesuai dengan pedoman pelaksanaan sanitasi rumah sakit maka pada
tahap selanjutnya akan dapat dilakukan dengan mudah. (19)
Pada tahap penampungan sampah sebaiknya sampah tidak dibiarkan
terlalu lama karena dapat menjadi tempat perkembangan vector. Untuk
memudahkan tahap penampungan terutama dalam hal pengosongan dan
pengangkutan sebaiknya menggunakan kantong plastic pelapis dalam tempat
sampah dengan lambang dan warna yang sama pada tempat pewadahannya. Untuk
sampah radioaktif sebaiknya menggunakan kantong bok timbal dengan symbol
radioaktif, sampah infeksius, patologi dan anatomi, sitotoksik, farmasi serta bahan
kimia sebaiknya menggunakan kantong plastic kuat, dan anti bocor. (24)
Terselenggaranya suatu program dengan baik ditunjang oleh peralatan dan
fasilitas yang memadai (8). Hasil penelitian menunjukkan bahwa peralatan
/fasilitas RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai masih perlu dibenahi untuk
memaksimalkan proses kerja pengelolaan sampah. Peralatan/fasilitas tersebut
hanya akan diganti apabila dalam keadaan rusak dan tidak dapat digunakan lagi.
Berdasarkan data yang diperoleh sebagian besar dari tempat penampungan
dan pengangkutan sampah belum memenuhi syarat kesehatan lingkungan rumah
sakit di Indonesia. Untuk itu setiap unit hendaknya disediakan tempat
58
59
penampungan dengan bentuk, ukuran, dan jumlah yang disesuaikan dengan jenis
dan jumlah sampah serta kondisi setiap unit ruangan.
Asumsi peneliti RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai memiliki tempat
penampungan sendiri yang tempatnya bersebelahan dengan tempat pemusnahan
sampah. Sampah yang telah dikumpulkan dari ruangan oleh petugas pengangkut
sampah akan mengantarnya ke TPS. TPS tersebut terbuat dari semen dengan
ukuran 3 x 2,5 x 1,3 meter dan memiliki tutup. Namun kondisinya sebagian
dindingnya telah rusak sehingga serangga dan binatang pengganggu dapat masuk
kedalamnya
4.3.3 Ketersediaan Sarana dan Prasarana dengan Pengangkutan Sampah
Medis Ruangan di RSUD Dr. R.M Djoelham Binjai Tahun 2017
Berdasarkan analisis data dengan menggunakan uji chi square dengan
tingkat kepercayaan 95% dengan perhitungan statistik α=0,05 di peroleh nilai
p=0.030, maka diperoleh nilai probabilitas <0,05, hasil tersebut membuktikan
bahwa ada pengaruh ketersediaan sarana dan prasarana dengan pengangkutan
sampah medis di RSUD Dr RM Djoelham Binjai tahun 2017.
Berdasarkan pengamatan pada tahap pengangkutan sampah. Rumah Sakit
X memperoleh skor yaitu sebesar 0% dari skor minumum sebesar 50%. Rumah
sakit X masih belum mengikuti persyaratan yang telah ditetapkan karena sampah
non medis diangkut ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) 1 (satu) kali per 2 (dua)
hari. Menurut persyaratan sampah non medis harus diangkut ke TPA lebih dari 1
(satu) kali per hari.
Kebijakan lingkungan adalah penggerak pelaksanaan perbaikan sistem
manajemen lingkungan sehingga kebijakan lingkungan dapat memelihara secara
potensial perbaikan kinerja lingkungan. Oleh karena itu kebijakan rumah sakit
seharusnya mencerminkan komitmen rumah sakit untuk taat pada peraturan dan
perundang-undangan pengelolaan sampah rumah sakit dan berupaya melakukan
perbaikan kualitas lingkungan secara berkelanjutan. (6)
Hukum dan peraturan yang menjadi landasan yang berkaitan dengan
Program Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit adalah Kepmenkes RI No.
1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
59
60
Sakit dan Petunjuk Teknis Tata Cara Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit Tahun
2002 oleh Direktur Jenderal PPM dan PLP yang tertuang dalam pedoman sanitasi
rumah sakit di Indonesia. Rumah Sakit juga menghasilkan limbah B3, untuk itu
didalam program kesehatan lingkungan Rumah Sakit juga diperkuat dengan PP
Nomor 85 tahun 2009 untuk itu limbah B3 yang dihasilkan dari rumah sakit harus
menyerahkan pengolahan atau penimbunan limbah B3. (5)
Penyimpanan limbah medis padat harus sesuai iklim tropis yaitu pada
musim hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam. (11)
Asumsi peneliti proses pengangkutan sampah di RSUD Dr. RM. Djoelham
Binjai dilakukan setiap hari pada pagi dan siang hari, pada pengumpulan pagi hari
adalah untuk sampah yang dihasilkan pada kegiatan pelayanan pada sore dan
malam hari sedangkan pengumpulan dan pengangkutan yang dilakukan pada
siang hari untuk pelayanan medis dan diagnostik penyakit yang dilakukan pada
pagi hari dengan demikian sampah yang dihasilkan dari setiap unit ruangan
diangkat setiap hari sehingga tidak ada sampah yang disimpan terlalu lama
ditempat penampungan sampah.
4.3.4 Ketersediaan Sarana dan Prasarana dengan pembuangan akhir
Sampah Medis Ruangan di RSUD Dr RM Djoelham Binjai Tahun
2017
Berdasarkan analisis data dengan menggunakan uji chi square dengan
tingkat kepercayaan 95% dengan perhitungan statistik α=0,05 di peroleh nilai
p=0.006, maka diperoleh nilai probabilitas <0,05, hasil tersebut membuktikan
bahwa ada pengaruh ketersediaan sarana dan prasarana dengan pembuagan
akhirsampah medis di RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai tahun 2017.
Hasil studi pengolahan limbah rumah sakit di Indonesia menunjukkan
hanya 53,4% rumah sakit yang melaksanakan pengelolaan limbah cair dan dari
rumah sakit yang mengelola limbah tersebut 51,1% melakukan dengan instalasi
IPAL dan septic tank, dan sisanya hanya menggunakan septic tank. Pemeriksaan
kualitas limbah hanya dilakukan oleh 57,7% rumah sakit dan dari rumah sakit
yang melakukan pemeriksaan tersebut sebagian besar telah memenuhi syarat baku
mutu (63,0%).
60
61
Pengangkutan sampah dimulai dengan pengosongan bak sampah disetiap
unit dan diangkat ke TPS, jalur yang digunakan untuk mengangkut sampah
menuju TPS merupakan jalur yang sama yang digunakan oleh pengunjung rumah
sakit, untuk itu perlu diperhatikan dalam kemungkinan sampah tercecer. Harus di
usahakan agar bahan yang berbahaya tidak mencemari jalan yang ditempuh
kepembuangan (25). Untuk itu pengangkutan sampah perlu dipertimbangkan
distribusi tempat penampungan sampah, jalur yang dilalui agar berbeda dengan
jalur jalan yang dilalui pengunjung dalam rumah sakit, jenis dan jumlah sampah
serta jumlah tenaga dan sarana yang tersedia. (5)
RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai memiliki tempat penampungan sendiri
(TPS) yang tempatnya bersebelahan dengan tempat pemusnahan sampah, namun
kondisi sebagian dindingnya telah rusak sehingga serangga dan binatang dapat
masuk kedalamnya. Konstruksi tempat pengumpulan sampah sementara bias dari
dinding semen atau continer logam dengan syarat tetap yaitu kedap air, sulit
dibersihkan karena ukuranya yang besar. Pengangkutan sampah yang dilakukan
tidak tentu menuju ke TPA mengakibatkan TPS ini juga dijadikan tempat
pembakaran manual dari sampah rumah sakit.
Sedangkan menurut pedoman sanitasi Rumah Sakit di Indonesia TPS
sebaiknya disediakan dalam ukuran yang memadai dan dengan kondisi baik (tidak
bocor, tertutup rapat, dan terkunci), sebaiknya sampah dari TPS juga harus
diangkut setiap hari ke TPA. (16)
Asumsi peneliti semua sampah yang dihasilkan dari setiap unit ruangan di
RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai dikumpulkan kedalam kereta/sorong sampah
tanpa memisahkan sampah medis dan non medis terlebih dahulu. Kereta yang
digunakan juga terpisah antara sampah medis dan non medis agar tidak kesulitan
didalam pembuangan dan pemusnahannya.
61
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dengan tingkat kepercayaan 95% dengan
perhitungan statistik α=0,05 maka diperoleh nilai probabilitas <0,05, hasil tersebut
membuktikan bahwa ada pengaruh pengelolaan, pengangkutan dan pembuangan
dengan pengolahan sampah medis di RSUD Dr RM Djoelham Binjai tahun 2017.
5.2. Saran
1. Mengganti tempat penampungan sampah dan melakukan pemeliharaan
sesuai dengan Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004.
2. Menambah jumlah fasilitas kereta sorong untuk mengangkut sampah sesuai
dengan kebutuhan rumah sakit dan mengganti yang telah rusak.
3. Hendaknya dilakukan perbaikan dan pemanfaatkan kembali incinerator
untuk mengurangi jumlah sampah berbahaya yang dibuang kelingkungan.
4. Membuat kebijakan/peraturan tentang landasan kerja pengelolaan sampah
yang memuat ketentuan umum, pertanggung jawaban administrasi, dan
pembiayaan.
5. Diharapkan pada petugas pengelola sampah agar selalu menggunakan APD
seperti sepatu, sarung tangan, topi, masker, maupun pelindung kaki disaat
bekerja untuk menghindari terjadinya kecelakaan kerja.
72
73
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Waste from Heath-care Activities; 2013
2. Chandra, B. Pengantar Kesehatan, ECG, Jakarta; 2007
3. Alhumoud, J. M., & Alhumoud, H. M. An Analysis of Trends Related to
Hospital Solid Wastes Management in Kuwait Management of
Environmental Quality An International Journal, Vol. 18 No. 5. October;
2011
4. Shabib MN, D. Profil DNA Plasmid E. coli yang Diisolasi dari Limbah Cair
Rumah Sakit. Majalah Kedokteran Bandung; 2005
5. Kementrian Lingkungan Hidup. Limbah Rumah Sakit; 2006
6. Adisasmito, W. Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada; 2007
7. Kepmenkes RI No.1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta; 2009.
8. Said NI. Teknologi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit dengan System
“Biofilter Anaerob-Aerob”. Seminar Teknologi Pengolahan Limbah II:
Prosiding, Jakarta; 2006
9. Abor, P. A. & Bouwer, A. Medical Waste Management Practices in a
Southern African Hospital International Journal of Health Care Quality
Assurance, Vol. 21 N0.4 October 26; 2011
10. __________. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : PT. Rineka
Cipta; 2007
11. Azwar, S. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pusaka
Pelajar; 2007
12. Soemirat, J. Kesehatan Lingkungan, Gadjamada University Press,
Yogyakarta; 2006
13. __________. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta;
2007
14. KEP. MENKES RI NO. 1204/Menkes/SK/X. Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Ruang Rawat Inap, http://docs.google.com, diakses 20 Agustus
2014
73
74
15. Depkes. Pedoman Bersama ILO/WHO tentang Pelayanan Kesehatan dan
HIV/AIDS; 2005
16. Badan Standarisasi Nasional, Air dan Air Limbah-Bagian 22: Cara Uji Nilai
Permanganat secara Titrimetri; 2005
17. Fauziah, M., dkk. (Ed.). Pengelolaan Aman Limbah Layanan Kesehatan.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran; 2005
18. Chandra, B. Pengantar Kesehatan. EGC. Jakarta; 2007
19. Paramita, N. Pengelolaan Sampah Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot
Soebroto. Jurnal Presipitasi, Vol. 2 No. 1; 2007
20. Sabayang P, M, B. Konstruksi dan Evaluasi Incinerator untuk Limbah Padat
Rumah Sakit. Pusat Penelitian dan Pengembangan Fisika Terapan; 2006
21. Kusnoputranto, dkk.Analisis Dampak Limbah Rumah Sakit terhadap
Kesehatan Lingkungan. Jakarta; 2008
22. Riza H, Analisis Pengolahan Sampah dengan pendekatan Sistem, Semarang;
2010
23. Qdais, H. A, et al. Characteristics of the Medical Waste Generated at the
Jordanian Hospitals; 2007
24. Penyehatan Lingkungan dan Direktorat Jendral Pelayanan Medik. Pedoman
Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah, Keputusan Menteri Kesehatan
RI No. 1114/MENKES/SK/X/2005, Jakarta: Departemen Kesehatan RI;
2004
25. Penyehatan Lingkungan dan Direktorat Jendral Pelayanan Medik. Pedoman
Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah, Keputusan Menteri Kesehatan
RI No. 1114/MENKES/SK/X/2005, Jakarta: Departemen Kesehatan RI;
2005
26. Windasari, D. Pengelolaan Limbah B3 Medis Rumah Sakit Khusus Di
Surabaya Pusat Dan Selatan; 2012. http://digilib.its.ac.id/pengelolaan-
limbah-b3-medis-rumah-sakit-khusus-di-surabaya-pusat-dan-selatan-
19615.html, diakses tanggal 25 Agustus 2014
74
75
27. Sumaiku, Y.. “Apa Akibat dari Pembakaran Sampah du Pekarangan Rumah
Tangga dan Pembakaran/Kebakaran Hutan terhadap Kesehatan”; 2007
www1.bpkpenabur.or.id, diakses tanggal 25 Agustus 2014
28. Notoadmodjo. Metode Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta; 2005
29. Rumah Sakit Umum Daerah Dr. R.M. Djoelham Binjai. Profil RSUD Dr.
R.M. Djoelham Binjai; 2013
75
76
Lampiran 1.
BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN
Biaya Penelitian
No Jenis Pengeluaran Biaya yang Diusulkan1 Honor Rp 1.000.000,-2 Pembelian Bahan Habis Pakai Rp 1.000.000,-3 Perjalanan Rp 1.000.000,-4 Sewa alat laboratorium dan Lain-lain Rp 1.000.000,-
Rp 4.000.000,-
Jadwal Penelitian
No Kegiatan
Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Persiapan Penelitian
2. Pelaksanaan Penelitian
3. Pengambilan Data
4. Analisis Data
5. Pembuatan draft laporan
6. Laporan Akhir
76
77
77
Lampiran II Kuesioner
DAFTAR TILIK BERDASARKAN KEPMENKES PENGOLAHAN SAMPAH RUMAH SAKIT
HUBUNGAN PERILAKU TENAGA KESEHATAN DENGAN SISTEM PENGOLAHAN
SAMPAH MEDIS DI RUMAH SAKIT Dr RM DJOELHAM BINJAI TAHUN 2014
No. Varibel Skor Ok
P. Gigi
P. Kulit
P.THT
P.Mata
P.PD
ICU
PIH
Kencur
VIP
P. Bedah
Sirih
IGD
Ketumbar
Pinang
PAnak
BPutih
K. Kucing
Mengkudu
Pala
1 Sarana : 1. Membuang sampah
sesuai dengan sarana yang ada- Sampah B3 :
a. Syringe, jarum dan cartridges dibuang dengan keadaan tertutup.
b. Di tampung dalam bak tahan benda tajam
c. Untuk sampah infeksius menggunakan kantong plastik berwarna
1 : ya
0:tidak
72
73
kuning. d. Benda-benda
tajam dan jarum ditampung pada wadah khusus seperti botol.
e. Pelabelan tempat sampah
f. Pemisahan warna kantong tempat sampah
g. Pemisahan benda tajam dan jarum (dimasukkan botol)
h. Pemisahan limbah cairan badan, anggota badan yang diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas, kantong urin dan produk darah, botol infus, ampul, botol bekas injeksi, kateter, plester, dan masker.
2. Pemilahan sampah : - Menggunakan
1 : ya
0 : Tidak
73
74
kantong berkode
- Limbah harus dipisahkan dari sumbernya
- Semua limbah beresiko tinggi hendaknya diberi label jelas
- Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda, yang menunjukkan ke mana plastik harus diangkut untuk insinerasi atau dibuang.
- dilakukan pemilahan jenis limbah medis padat mulai dari sumber yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi dan limbah sitotoksis.
- kantung-kantung dengan warna harus dibuang
74
75
jika telah berisi 2/3 bagian.
- Kemudian diikat bagian atasnya dan diberi label yang jelas
Prasarana :
Kantong bok timbal dengan symbol
Kantong plastik harus kuat dan anti bocor
Plastic kuat dan anti bocor atau container, untuk tempat limbah infeksius, patologi dan anatomi.
75
76
Container plastic kuat dan anti bocor (Sitotoksis)
Keterangan :
1. Cara pembuangan sampah : skor 1 : ya, 0 : tidak
2. Pemilahan sampah : skor 1 : ya, 0 : tidak
Lampiran III Master Data
76
72