33
MAKALAH AGAMA HINDU “MANUSIA” Oleh : G. B. SATHYA NARAYANA 1313021005 PUTU SONIA VIRGAWATI PRATIWI 1313021040 Semester/Kelas 2/A JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA

Makala h

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makala h

MAKALAH AGAMA HINDU

“MANUSIA”

Oleh :

G. B. SATHYA NARAYANA 1313021005

PUTU SONIA VIRGAWATI PRATIWI 1313021040

Semester/Kelas 2/A

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

SINGARAJA

2014

Page 2: Makala h

DOA PEMBUKA

“OM SWASTYASTU”

“Om Awighnam Astu Namo Sidhham

Om Sidirastu Tad Astu Swaha”

Ya Tuhan semoga atas perkenaan-Mu,

tiada suatu halangan bagi hamba memulai pekerjaan ini

dan semoga berhasil dengan baik.

i

Page 3: Makala h

PRAKATA

Om Swastyastu,

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa/Tuhan

Yang Maha Esa, karena atas rahmat beliaulah makalah yang berjudul “Manusia”

dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. I

Wayan Satyasa, S.Pd M.Si selaku dosen pengampu mata Agama Hindu, atas

arahan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis. Tidak lupa pula penulis

mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang ikut andil dalam penyusunan

makalah ini dan berbagai sumber yang penulis dapatkan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh

sebab itu, penulis senantiasa membuka diri terhadap kritik dan saran yang

membangun, untuk penyempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis mengucapkan

terimakasih, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Om Santih, Santih, Santih, Om

Singaraja, 15 April 2014

Penulis

ii

Page 4: Makala h

DAFTAR ISI

DOA PEMBUKA i

PRAKATA ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Penulisan 2

1.4 Manfaat Penulisan 3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Manusia Hindu 4

2.2 Hakikat Manusia Hindu 5

2.3 Martabat Manusia Hindu 6

2.4 Tanggung Jawab Manusia Hindu 7

2.5 Awatara 7

2.6 Orang-Orang Suci 9

2.7 Implementasi Konsep, Hakikat, Martabat, Tanggung Jawab

Awatara, Orang-Orang Suci 10

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan 15

3.2 Saran 15

DOA PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

iii

Page 5: Makala h

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mempelajari tentang manusia dapat diartikan kita mempelajari diri kita

sendiri. Oleh karena itu perbincangan tentang manusia senantiasa menarik

perhatian, baik dalam konteks dirinya sebagai subjek pengamat/peneliti

(knower) maupun sebagai objek yang diamati/diteliti (known). Manusia juga

merupakan makhluk yang secara dinamis dan penuh kesadaran membentuk

dan sekaligus dibentuk oleh suatu sistem nilai hidup dan kehidupan ciptaannya

sendiri, sehingga manusia merupakan subjek sekaligus objek kebudayaan atau

produk yang ia ciptakan sendiri.

Manusia memiliki kelebihan berupa akal budi dan kesadaran dalam

berbuat yang cenderung menggunakan hati nuraninya. Kesadaran dan

kelebihan akal budi yang dimiliki manusia inilah yang membedakan sekaligus

menempatkan manusia sebagai mahluk yang paling tinggi derajatnya di antara

makhluk-makhluk lain di dunia. Dengan kelebihan yang dimilikinya, manusia

dengan berbagai sebutan mislnya homo sapiens (makhluk berakal pikiran),

homo socius (makhluk social), dan homo ludens (mahluk bermain) namun ada

sebutan lain lagi yang dikemukakan oleh ahli bahasa (linguis) yaitu manusia

sebagai animal symbolicum (makhluk pencipta sekaligus pengguna tanda

bahasa), dan dari sudut pandang religi manusia dikatakan sebagai homo

religious (makhluk yang berkeyakinan-Ketuhanan).

Berdasarkan pandangan hindu kelebihan manusia ini dapat kita telusuri

dengan konsep Tri Pramana, yang terdiri dari Bayu, Sabda , Idep. Tumbuhan

hanya memiliki bayu sedangkan binatang memiliki bayu dan sabda dimana

binatang memiliki tenaga untuk bertumbuh, berkembang dan mengeluarkan

suara, dan manusia memiliki ketiganya. Maka dari itu pikiran atau idep hanya

dimiliki oleh manusia yang merupakan bekal sejak ia dilahirkan. Dengan

memiliki pikiran maka diharapkan manusia mempunyai wiweka mampu

membedakan mana yang baik dan buruk. Pikiran dipakai berpikir terlebih

dahulu sebelum melakukan tindakan.

1

Page 6: Makala h

Manusia diharapkan mengetahui asal, tujuan, tugas serta kewajibannya

berdasarkan dengan pikiran tersebut. Manusia pun harus mampu

mengendalikan musuh besar dalam dirinya. Menurut agama Hindu musuh

besar manusia itu disebut Sad Ripu. Sad Ripu ini berada di dalam diri setiap

manusia dimana sifat – sifat tersebut akan mempengaruhi watak dan perilaku

manusia. Itulah sebabnya  watak dan perilaku manusia berbeda antara satu

dengan yang lainnya. Sad Ripu tidak bisa kita hilangkan karena begitu

melekat dalam diri manusia. Satu – satunya cara adalah dengan

mengendalikannya. Untuk itu, kita harus bisa mengendalikan sifat tersebut

agar nantinya kita mendapat ketenangan di dalam diri. Jika hati kita tenang,

maka pikiran pun akan tenang untuk menghasilkan pemikiran-pemikiran yang

jernih. Dari pemikiran yang jernih kita senantiasa akan berkata dan berbuat

yang baik. Maka dari pikiran,perkataan dan perbuatan baik tersebutlah yang

akan membantu kita menuju tujuan hidup menurut agama Hindu yaitu

mencapai moksa.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa

permasalah sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana manusia menurut konsepsi manusia Hindu ?

1.2.2 Bagaimana hakikat manusia berdasarkan hakikat manusia Hindu?

1.2.3 Bagaimana martabat dari manusia menurut pandangan Hindu?

1.2.4 Apakah tanggung jawab dari manusia Hindu?

1.2.5 Apakah yang dikamsud dengan Avatara dan jenis-jenis Avatara?

1.2.6 Siapa saja yang dapat disebut sebagai Orang Suci dalam perspkeptif

Hindu?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini berdasarkan dengan pemaparan

rumusan masalah diatas adalah:

1.3.1 Untuk mengetahui konsep manusia Hindu

1.3.2 Untuk mengetahui hakikat manusia Hindu

2

Page 7: Makala h

1.3.3 Untuk mengetahui martabat manusia Hindu

1.3.4 Untuk mengetahui tanggung jawab manusia Hindu

1.3.5 Untuk mengetahui Avatara dan jenis-jenis Avatara.

1.3.6 Untuk mengetahui orang-orang suci dalam Agama Hindu

1.4 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penyusunan makalah ini

adalah:

1.4.1 Bagi Penulis

Penulisan makalah ini bermanfaat untuk melatih penulis dan

menambah pengalaman penulis untuk membuat makalah Agama Hindu

dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. Memalui

makalah ini penulis juga dapat memperoleh pengetahuan baru tentang

manusia dalam perspektif manusia Hindu. Selain itu, makalah ini juga

dapat dijadikan bahan evaluasi pembuatan makalah-makalah

selanjutnya, agar menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat.

1.4.2 Bagi Pembaca

Melalui makalah ini, pembaca dapat menambah, memperdalam

pengetahuannya mengenai manusia dalam perspektif manusia Hindu

serta dapat mengamalkan pengetahuan tersebut dalam kehidupan

sehari-hari. bagi para pendidik dan calon pendidik khususnya, dapat

menerapkan konsep manusia Hindu ini dalam proses pembelajaran.

3

Page 8: Makala h

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Manusia Hindu

Secara etimologis istilah manusia (manusya) menurut ajaran Hindu berasal

dari bahasa Sansekerta, yaitu kata manu yang berarti pikiran dan sya (bentuk

genetif yang menyatakan arti: “milik atau sifat yang dimiliki kata benda yang

dilekatinya”). Dengan demikian secara harfiah kata manusya/manusia berarti ‘(ia)

yang memiliki pikiran’ atau ‘(ia) yang senantiasa berpikir dan menggunakan akal

pikirannya’. Definisi itu dikaitkan dengan pandangan filsafat bahasa Ludwig

Wittgenstein, yang menyatakan kata/bahasa adalah logika. Maka secara

konsepsional dalam kata manu dan manusia, pada dasarnya telah terumuskan

tentang makna hakiki dari jenis makhluk hidup yang bernama manusia: berpikir

dengan akal pikirannya (manah). Berpikir merupakan perwujudan dari tindakan

sadar mengada (eksistensi) dari manusia sebagai subjek pengada yang

berkesadaran, karena itu kepastian pertama dari eksistensi manusia menurut Rene

Descrates adalah “Cogito, ergo sum” (Saya berpikir, maka saya ada) dan

selanjutnya dinyatakan dengan “Cogito, ergo sum cogitans” artinya saya berpikir,

maka saya adalah pengada yang berpikir, yaitu eksistensi dari budi, sebuah

substansi sadar (Gallagher dalam Winawan 2003).

Manusia pertama dalam konsepsi Hindu yang disebutkan malam kitab

Veda adalah manu atau Swayambu-Manu (makhluk berpikir yang menjadikan

dirinya sendiri). Dari konsepsi (lingual dan filosofis) ini maka dalam sistem

kodifikasi Veda kita mengenal Manu sebagai Maharsi pertama yang menuliskan

sabda suci tentang hukum hindu (dharma) berdasar ingatan pikirannya yang

dikenal dengan nama Manusmrti atau Manawadharmasastra (kitab hukum

Hindu dari Manu).

Pemahaman dan penjelasan tentang sejarah para manu secara mitologis

diuraikan dalam kitab-kitab Purana, yang secara substansial membicarakan lima

topik besar yaitu (a) Sarga yaitu penciptaan semesta, (b) Pratisarga yaitu

penciptaan segala isi semesta, (c) Manvantara yaitu riwayat penciptaan dan

keturunan Manu, (d) Vamsa yaitu riwayat dinasti Candra dan Surya, dan (e)

4

Page 9: Makala h

Vamsanucarita yaitu riwayat hidup raja-raja dari dinasti Candra dan Surya. Jadi

secara konseptual manusia Hindu adalah manusia yang mampu mengembangkan

dan mengedepankan daya berpikir dan pikiran rasional (manah) untuk menjadikan

dirinya sebagai manusia (swayambu-manu) dalam tatanan menjalani kehidupan

ini.

2.2 Hakikat Manusia Hindu

Hakikat manusia hindu dapat kita telusuri dari jasmani (tubuh) dan rohani

(jiwa) manusia. Berdasarkan pandangan materialisme (dianut kaum Carvaka,

India) badan jasmani lebih bernilai (penting) daripada jiwa. Sedangkan pandangan

spiritualisme beranggapan bahwa jiwa jauh lebih benilai (penting) daripada badan

jasmani. Namun, menurut pandangan Hindu jasmani dan rohani sama pentingnya.

Bidang yang mengkaji hakikat badan jasmani manusia Hindu sebagai res extensa

dari substansi semesta (makrokosmos) adalah Mayatatwa (filsafat kebendaan,

pradhana, maya), sedangkan bidang yang mengkaji hakikat jiwa-atma sebagai res

cogitans dari substansi berpikir adalah Purusatatwa atau Adipurushatatwa (filsfat

non kebendaan, purusa).

Ajaran Samkhya Darsana sebagai salah satu cabang filsafat Veda yang bersifat

dualistik-analisis dapat menjelaskan hakikat badan-jiwa atau purusa-prakerti.

Menurutnya, manusia pada dasarnya terbentuk dan tersusun atas 25 tatwa unsur

yaitu, 1) Purusa, 2) Prakerti, 3) Buddhi, 4) Ahamkara, 5) Manas, 6-10) (Panca

Buddhindriya), 11-15) (Panca Karmendriya), 16-20) (Panca Tan Matra), 21-25)

(Panca Mahabutha). Penjelasannya dimulai dari jasmani adalah badan, tubuh

manusia sedangkan rohani merupakan hakekat Tuhan yang abadi, kekal, yang

disebut dengan Atman. Manusia memiliki tiga lapisan badan yang disebut Tri

Sarira yang terdiri dari Stula Sarira, Suksma Sarira, dan Anta Karana Sarira.Stula

Sarira atau raga manusia dalam konsep Hindu terdiri dari unsur-unsur Panca

Maha Bhuta yaitu Pertiwi, Apah, Teja, Bayu, Akasa. Tubuh manusia merupakan

Bhuana Alit atau Bhuana Sarira. Proses terbentuknya pun sama seperti proses

terjadinya Bhuana Agung atau alam semesta. Sedangkan Suksma Sarira yaitu

badan halus yang terdiri tiga unsur yang disebut Tri Antahkarana terdiri dari

manas atau alam pikiran, Buddhi atau kesadaran termasuk didalamnya intuisi dan

Ahamkara atau keakuan atau ego. Dalam Suksma Sarira terdapat unsur halus dari

5

Page 10: Makala h

Panca Maha Bhuta yang disebut Panca Tan Matra yaitu ; Sabda, Sparsa, Rupa,

Rasa, Gandha membentuk berbagai indra (Panca Buddhindriya dan Panca

Karmendriya). Sedangkan Anta Karana Sarira merupakan unsur rohani yaitu

jiwatman sendiri yang sifatnya sama seperti paramaatman, kekal.

Dalam kitab Taittriya Upanisad II.2.1, 7.1 disebutkan jiwa-atma dalam

badan jasmani sesungguhnya dibungkus oleh lima lapisan yakni Panca Mayakosa,

bagiannya: (a) Annamayakosa (pembungkus berupa badan jasmani yang terbentuk

dari makanan yang dimakan), (b) Pranamayakosa (lapisan pembungkus berupa

energy prana), (c) Manomayakosa (lapisan pembungkus berupa pikiran), (d)

Vjnanamayakosa (lapisan pembungkus berupa kecerdasan), dan (e)

Anandamayakosa (lapisan pembungkus berupa kebahagiaan). Oleh karena badan

jasmani merupakan timpangan sementara bagi jiwa-atma maka, orientasi

pemahaman terhadap Hindu pun akhirnya terarah pada jiwa-atma sebagai upaya

untuk mengendalikan badan jasmani.

2.3 Martabat Manusia Hindu

Pemahaman akan tinggi martabat manusia dalam pemahaman manusia

modern adalah (a) tingkat pendidikan, (b) tingkat profesi dan sosial ekonomi, (c)

peran dan kedudukan dalam hidup sosial kemasyarakatan-kemanusiaan, (d)

keimanan dan ketakwaanserta hidup keberagamaan.

Berdasarkan pandangan Veda ada beberapa aspek yang langsung ataupun

tidak langsung yang dianggap mengindikasikan dan merepresentasikan tentang

rumusan (konsepsi) harkat martabat manusia Hindu, antara lain (1) Jati (kelahiran

baik surge ccyuta maupun neraka cyuta), (2) Dharma (kewajiban hidup,

kebenaran serta kedudukan dan peran sosial-kemasyarakatan-keagamaan), (3)

Warna Kasta (profesi atau bidang pekerjaan), (4) Karma secara luas meliputi

Manacika yang artinya berpikir, Wacika yang artinya berkata dan Kayika yang

artinya berbuat, (5) Guna (yang dapat berupa Guna Satwa, Rajas dan Tamas, (6)

tingkat kebrahmacarian dan wawasan pengetahuan, serta (7) tingkat keimanan dan

kerohaniawanan (Sradham, Satyam).

Martabat manusia berkaitan dengan konsep warna dalam ajaran agama

hindu yakni dilandasi pengertian atas tugas, keahlian dan profesi seseorang (1)

Brahmana, yaitu tergolong ke dalam kelompok cendikiawan, ilmuan, dan

6

Page 11: Makala h

pendeta, yang memiliki tugas untuk memberikan pencerahan kepada umat

manusia, (2) Kesatria, yaitu tergolong dalam kelompok kemiliteran, pengawal,

pembela negara, prajurit, dan perwira angkatan bersenjata, yang memiliki tugas

menjaga ketentraman dan keamanan, (3) Waisya, yaitu tergolong dalam pedagang

dan pengusaha dalam berbagai kegiatan ekonomi, (4) Sudra, yaitu tergolong

dalam kelompok pekerja kasar, pelayan, dan sebagainya, (5) Paria adalah

tergolong dalam kelompok tunawisma, tunakarya, gelandangan, pengemis, dan

sebagainya (Subadra, 2007). Namun sesungguhnya pembagian manusia atas

warna merupakan cara pemahaman hidup yang bersifat relatif dan hal yang

menadasar untuk harkat-martabat manusia adalah jiwa-atma, pikiran dan kualitas

perilakunya.

2.4 Tanggung Jawab Manusia Hindu

Pengertian tanggung jawab menurut ensiklopedia umum adalah kewajiban

dalam melakukan sesuatu atau tugas tertentu. Sedangkan menurut

Poerwodarminto tanggung jawab adalah sesuatu yang menjadi kewajiban untuk

dilaksanakan. Ada empat macam tanggung jawab yaitu: tanggung jawab terhadap

diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan Tuhan Yang Maha Esa Dalam hal manusia

Hindu lebih ditekankan pada tanggung jawab keluarga untuk menjadi anak

suputra. Kewajiban ini paling prinsip bagi Umat Hindu karena merupakan yadnya

yang paling besar. Disamping itu tanggung jawab manusia Hindu secara vertikal

(hubungan dengan Brahman) dan horizontal (hubungan dengan sesama hidup, Tat

Twam Asi). Dalam kehidupan manusia Hindu di Bali dijabarkan dalam konsep

Tri Hita Karana (Perhyangan, Pawongan, dan Palemahan yang dilandasi oleh

Satyam, Siwam, Sundara) yang ada di dalam Veda.

2.5 Awatara

Awatara atau Avatar dalam agama Hindu adalah inkarnasi dari Tuhan Yang

Maha Esa maupun manifestasinya. Tuhan Yang Maha Esa ataupun manifestasinya

turun ke dunia, mengambil suatu bentuk dalam dunia material, guna

menyelamatkan dunia dari kehancuran dan kejahatan, menegakkan dharma dan

menyelamatkan orang-orang yang melaksanakan Dharma/Kebenaran.

Hindu mengenal adanya Dasa Awatara antaralain: (1) Matsya Awatara, sang

ikan, muncul saat Satya Yuga, (2) Kurma Awatara, sang kura-kura, muncul saat

7

Page 12: Makala h

Satya Yuga (3) Waraha Awatara, sang babi hutan, muncul saat Satya Yuga,

(4)Narasimha Awatara, manusia berkepala singa, muncul saat Satya Yuga, (5)

Wamana Awatara, sang orang cebol, muncul saat Treta Yuga, (6) Parasurama

Awatara, sang Rama bersenjata kapak, muncul saat Treta Yuga, (7) Rama

Awatara, sang ksatria, muncul saat Treta Yuga, (8) Kresna Awatara, putra

Wasudewa, muncul saat Dwapara Yuga, (9) Buddha Awatara, pangeran Siddharta

Gautama, muncul saat Kali Yuga, (10) Kalki Awatara, sang pemusnah, muncul

saat Kali Yuga.

Menurut kitab-kitab purana, tak terhitung banyaknya Awatara yang pernah

turun ke dunia ini. Awatara-awatara tersebut tidak selamanya merupakan

“inkarnasi langsung” atau “penjelmaan langsung” dari Sang Hyang Wisnu.

Beberapa Awatara diyakini memiliki “jiwa yang terberkati” atau mendapat

“kekuatan Tuhan” sebagai makhluk yang terpilih.

a. Purusha Awatara, Awatara pertama Sang Hyang Wisnu yang memengaruhi

penciptaan alam semesta. Awatara tersebut yakni Vasudeva, Sankarshan,

Pradyumna dan Aniruddha. Menurut Bhagavad Gītā: (1) Kāranodakaśāyi

Vishnu (Mahā Vishnu): Wisnu yang berbaring dalam lautan penyebab dan

Beliau menghembuskan banyak alam semesta yang jumlahnya tak dapat

dihitung, (2) Garbhodakaśāyī Vishnu: Wisnu masuk ke dalam setiap alam

semesta dan menciptakan aneka rupa (3)Ksirodakasāyī Vishnu (Roh utama):

Wisnu masuk ke dalam setiap makhluk dan ke dalam setiap atom.

b. Guna Awatara, adalah awatara yang mengatur tiga macam aspek dalam diri

makhluk hidup. Awatara-Awatara tersebut yakni, Brahmā, pengatur nafsu dan

keinginan (Rajas), Wisnu, pengatur sifat-sifat kebaikan (Sattwam), Çiwa,

pengatur sifat kemalasan (Tamas)

c. Lila Awatara, Awatara yang sering ditampilkan dalam kitab-kitab Purana,

seperti Dasa Awatara dan Awatara lainnya. Awatara tersebut turun secara

teratur ke dunia, dari zaman ke zaman untuk menjalankan misi menegakkan

Dharma dan menunjukkan jalan Bhakti dan Moksha.

d. Manwantara Awatara, Awatara yang diyakini sebagai pencipta para leluhur

dari umat manusia di muka bumi.

8

Page 13: Makala h

e. Shaktyawesa Awatara, terdapat dua jenis Shaktyawesa Awatara yaitu (1)

makhluk yang merupakan penjelmaan Wisnu secara langsung; dan (2)

makhluk diberkati yang mendapatkan kekuatan dari Wisnu. Awatara pertama

jenis ini, misalnya saja Narada Muni atau Sang Buddha. Awatara jenis

tersebut kadang-kadang dikenal dengan sebutan Saktyamsavatar,

Saktyaveshavatar atau Avesha avatar. Awatara lain yang termasuk jenis

kedua, misalnya Parashurama, Dewa Wisnu tidak secara langsung menjelma.

Dalam jenis yang kedua tersebut, menurut Srivaishnavism, ada dua macam

lagi yakni: (1) Wisnu memasuki jiwa makhluk yang terpilih tersebut (seperti

Parashurama); (2) Wisnu tidak memasuki jiwa secara langsung, namun

memberikan kekuatan suci (misalnya Vyasa, penyusun Veda).

2.6 Orang Suci dalam Agama Hindu

Orang-orang suci Hindu antara lain: (a) Sapta Rsi Adapun Sapta Maha

Resipenerima wahyu dalam kitab suci Weda adalah Rsi Gritsamada, Rsi

Wiswamitra, Rsi Wamadewa, Rsi Atri, Rsi Bharadwaja, Rsi Wasista, Rsi Kanwa,

(b) Maha Rsi Vyasa ( Krishnadvaipayana), berhasil menyusun karya besar,

mengumpulkan serta menuliskan kembali ajaran weda dalam empat himpunan

(samhita ), dibantu oleh empat orang sisya, yaitu Rsi Pulaha, menyusun Rg. Veda,

Rsi Vaisampayana menyusun, Yajur Veda, Rsi Jaimini, menyusun Sama Veda

dan Rsi Sumantu, menyusun Atharva Veda (c) Orang- orang suci hindu lainnya

disesuasikan dengan perkembangannya misalnya bergelar Bhagawan ( Bhagawan

Wyasa), Empu (Empu Kuturan, Empu Bharadah), Dang Hyang Dwijendra, Dang

Hyang Astapaka dan lain-lain.

9

Page 14: Makala h

2.7 Implementasi Manusia Hindu dalam Kehidupan Sehari-Hari

1. Konsep Manusia Hindu

Manusia yang dapat dikatakan sebagai manusia Hindu apabila dia mampu

melaksanakan dan mempertimbangkan segala sesuatu dengan menggunakan

pikirannya. Dengan demikian implementasi dari konsep manusia Hindu adalah:

a. Berpikir berdasarkan atas kesadaran dan ajaran agama sehingga segala

sesuatu yang kita perbuat mendapati hasil yang baik. Melaksanakan

sesuatu dengan penuh pertimbangan jangan tergesa-gesa misalnya,

membuat keputusan harus berdasarkan permikiran yang matang dan

tidak lupa untuk memikirkan alternatif-alternatif lain serta segala

risiko yang akan didapat apabila keputusan tersebut sudah

dilaksanakan. Contohnya kita harus mempertimbangkan kemana arah

kita kedepannya setelah lulus dari perguruan tinggi, misalnya kita ingin

mengajar di SMA A namun apabila itu tidak memungkinkan kita harus

mempunyai alternatif lain misalnya di SMA B atau menjadi pengajar

di tempat les dan harus mempertimbangkan konsekwensinya misalnya

jarak tempuhnya jauh dan lain-lain.

b. Sebagai mahluk sebagai subjek sekaligus objek budaya, dengan

pikirannya manusia diharapkan mampu menciptakan kebudayaan-

kebudayaan baru dan memelihara dan mewariskan kebudayaan lama

untuk mensejahterakan hidup dan kehidupan kita. Misalnya dengan

menciptakan produk-produk teknologi baru seperti televisi, handphone,

laptop yang mampu memperkuat rasa keimanan kita misalnya dengan

adanya televisi kita dapat melihat acara televisi yang menanyangkan

keindahan Pura Tanah Lot, pasti kita akan tergugah untuk datang

kesana dan bersembayang disana dan dengan laptop kita bisa

menjelajah internet dan melihat informasi piodalan pura Tanah Lot dan

dengan handphone atau kita kenal dengan smart phone kita dapat

mengaktifkan GPS untuk pentunjuk arah ke pura Tanah Lot. Dalam hal

mewariskan dan memelihara budaya bisa kita implementasikan dengan

melestarikan kebudayaan Bali, misalnya tari pendet, tari jauk dengan

10

Page 15: Makala h

mempromosikannya ke media internet sehingga dapat dikenal oleh

masyarakat dunia.

c. Dengan pemikiran rasional yang baik dapat mempererat tali

persaudaraan kita dengan tempat kita tinggal (banjar) terkait dengan

manusia sebagai mahluk sosial misalnya dengan bergotong royong

atau nguwopin tetangga kita yang sedang melaksanakan upacara

yadnya.

d. Sebagai mahluk yang dikarunia pikiran oleh Ida Sang Hyang Widhi,

manusia juga dinamai dengan animal symbolicum (makhluk pencipta

sekaligus pengguna tanda bahasa) dengan demikian

pengimplemantasiannya adalah sebagai manusia kita harus

menggunakan tanda bahasa yang baik, sopan dan satun terlebih kita

sebagai mahluk yang beragama.

2. Hakikat Manusia Hindu

Berikut ini uraian mengenai implementasi hakikat manusia Hindu dalam

kehidupan sehari-hari.

a. Menjaga dan mengharai kesehatan jasmani agar atma kita merasa

senang untuk menempatinya, dengan jalan berolah raga, tidak

mengkonsumsi narkoba, tidak merokok, tidak minum-minuman keras

dan lain-lain yang dapat membahayakan jasmani. Terkait dengan

panca mayakosa khususnya annamayakosa (pembungkus berupa badan

jasmani yang terbentuk dari makanan yang dimakan), maka kita juga

harus mengkondisikan makanan yang kita makan dan upayakan untuk

menngoptimalkan pengkonsumsian makanan-makanan yang bersifat

sattwam dibandingkan dengan makanan rajas dan tamas. Selain itu kita

juga dapat melaksanakan puasa atau melakukan vegertarian.

b. Menjaga kesehatan rohani dengan melaksanakan meditasi, japa, bhajan

maupun yoga untuk memperoleh ketenangan jiwa dan mengatur

pikiran agar dijauhi dari stress misalnya dengan mengendalikan diri

dari Sad Ripu.

11

Page 16: Makala h

3. Martabat Manusia Hindu

Pengimplementasian martabat Manusia Hindu adalah :

a. Selau memposisikan diri dengan baik, tidak merasa rendah diri dan

tidak mengkotak-kotakkan berdasarkan tingkatan wangsa yang kita

miliki karena itu hanya bersifat sementara. Vasudaiva kutumbakam

yang artinya semua mahluk adalah bersaudara, sehingga tidaklah baik

mengkotak-kotak diri kita yang sebenarnya kita semua adalah saudara.

b. Memperdalam ilmu dan wawasan serta mengembangkan daya pikir

kita karena kita dapat meningkatkan harkat dan martabat kita dengan

IQ, SQ dan EQ yang seimbang.

c. Dahulu martabat perempuan dipandang lebih rendah dibandingkan

dengan laki-laki namun menurut pandangan Veda martabat antara laki-

laki dengan permepuan disejajarkan. Maka kita sebagai umat Hindu

harus memandang gender segabai hal yang sama, jangan pernah

merendahkan masing-masing gender.

4. Tanggung Jawab Manusia Hindu

Tanggung jawab manusia Hindu dibedakan menjadi dua yaitu tanggung

jawab secara vertical dan tanggung jawab secara horizontal. Tanggung jawab

manusia Hindu dalam kehidupan sehari-hari dapat tercermin dan terangkum

dalam Tri Hita Karana (Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan).

a. Tanggung jawab vertikal kepada Tuhan (Parhyangan) yang dapat

diimplemetasikan dengan pendirian tempat suci (pelinggih atau

sanggah atau merajan di masing-masing keluarga, pendirian pura

khayangan tiga yang merupakan perwujudan tanggung jawab kepada

dewa Tri Murti), pemeliharaan tempat suci dengan jalan menjaga

kesucian tempat suci, melakukan upacara yadnya.

b. Tanggung jawab manusia secara horizontal (Palemahan) dapat

dilakukan dengan melaksanakan upacara Tawur Agung berkenaan

dengan hari suci nyepi untuk mengentaskan sarwa bhuta yang ada di

sekelilingnya ke kehidupan yang lebih tinggi, melaksanakan upacara

tumpek wariga dan tumpek kandang untuk menjaga keharmonisan di

jagat raya ini, menjaga kelestarian tumbuh-tumbuhan dengan

12

Page 17: Makala h

memeliharanya dan tidak melakukan penebangan hutan dengan cara

yang illegal, melaksanakan reboisasi, menyayangi binatang,

melaksanakan upacara tumpek kandang, tidak membunuh binatang dan

lain-lain. Tanggung Jawab lainnya yaitu Pawongan dengan jalan

selalu ingat dengan Tat Twam Asi, mengukuhkan HAM, dan

menyayangi semuanya dan melayani semuanya dengan ikhlas.

5. AwataraAwatara merupakan Tuhan Yang Maha Esa ataupun manifestasinya turun

ke dunia, mengambil suatu bentuk dalam dunia material, guna menyelamatkan

dunia dari kehancuran dan kejahatan, menegakkan dharma dan menyelamatkan

orang-orang yang melaksanakan Dharma/Kebenaran. Maka sebagai manusia

dalam kehidupan sehari-hari semestinya berbuat mengarah ke jalan Dharma.

Seperti apa yang disabdakan oleh Khrisna dalam Bagawad Gita IV. 7

“Yada yada hi dharmasya,

Glanir bhavati bharata,

Abhyutthanam adharmasya,

Tadatmanam srjamy aham”

Artinya: Wahai Arjuna, kapan saja dan di mana saja terjadi kemunduran

dalam pelaksanaan ajaran-ajaran kebenaran, dan meningkatkan hal-hal yang

bukan ajaran kebenaran, maka pada waktu itu Aku Sendiri akan menjelma (ke

dunia ini). Bagawad Gita IV. 8.

“Sadhunam Vinashaya,

Cha Dushkritam,

Dharamasansthapnaya,

Sambhavami Yuge-Yuge.

Artinya: Untuk melindungi orang-orang yang saleh, membinasakan orang-

orang yang jahat, dan menegakkan kembali prinsip-prinsip ajaran kebenaran yang

murni, maka Aku menjelma ke dunia ini pada setiap zaman.

Dari sloka bhagawad gita diatas maka dapat kita jabarkan bahwa Ida Sang

Hyang Widhi Wasa akan senantiasa melindungi orang-orang yang baik dan Beliau

akan senatiasa memusnahkan orang-orang yang adharma dan beliau akan

menegakkan kembali prinsip ajaran dharma yang murni dengan menjelma ke

dunia ini pada setiap zaman. Maka dari itu sebagai umat manusia yang baik, selalu

13

Page 18: Makala h

ingat dengan prinsip Tat Twan Asi, selalu berbuat baik dan mengamalkan ajaran

darma dan menjauhi semua larangannya. Hindari perbuatan yang tidak sesuai

dengan ajarannya misalnya, jangan mencuri, tidak melakukan tidak kriminal yang

merupakan kejahatan yang luar biasa misalnya menggelapkan uang negara

(korupsi, kolusi, nepotisme), tindak pembunuhan, mutilasi dan lain-lain. Kita juga

harus selalu membina kerukunan dengan intern umat Hindu, kerukunan dalam

hidup beragama dengan agama lain agar tidak terulang kembali tragedi-tragedi

tawuran antar beda agama, di Bali misalnya agar tidaak terulang kembali tragedi

perebutan setra, dan pura dan lain-lain. Memang Ida Sang Hyang Widhi tidak

murka, tapi hal ini akan membuat semakin buruk atau semakin terpuruk karma

sebagai manusia. Caran untuk menghindari hal terebut adalah dengan

mempertebal keimanan, dan tidak menumbuhkembangkan sikap fanatisme agar

kita tidak terkesan membeda-bedakan agama.

6. Orang Suci

Orang-orang suci di tengah-tengah kehidupan kita dapat memberikan panutan

kepada kita dan menyelamatkan kita dari kemerosotan moral. Orang suci seperti

Pandita sangat berperan dalam kehidupan kita terutama untuk memimpin

jalannya suatu upacara, biasanya upacara yang dipuput / dipimpin oleh Pandita

dalam kehidupan sehari-hari bagi umat hindu seperti upacara Ngaben, Karya

Agung, Pemelaspasan di Pura dan upacara besar lainnya. Selain itu kita juga bisa

meminta wejangan atau petuah-petuah dari orang suci tersebut untuk

menciptakan ketentraman batin manusia dan meminta solusi ketika kita sedang

mengalami masalah yang sangat besar dan tidak bisa terpecahkan. Pada jaman

sekarang ini sudah mulai banyak dari setiap upacara akan mengundang orang suci

untuk melakukan dharma wacana. Diharapkan dengan dharma wacana yang

disampaikan oleh orang suci tersebut kita bisa memperoleh pedoman yanng baik

dalam kehidupan di jaman kaliyuga ini.

Selain Pandita orang suci yang berperan dalam kehidupan kita adalah

pemangku. Pemangku yang paling sering membantu kita dalam memuput/

memimpin upacara yang dilakukan sehari-hari seperti piodalan alit, ngotonin,

upacara pawiwahan dan upacara kematian.

14

Page 19: Makala h

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

1. Secara etimologis istilah manusia (manusya) menurut ajaran Hindu berasal

dari bahasa Sansekerta, yaitu kata manu yang berarti pikiran dan sya (bentuk

genetif yang menyatakan arti: “milik atau sifat yang dimiliki kata benda yang

dilekatinya”).

2. Hakikat manusia hindu dapat kita telusuri dari jasmani (tubuh) dan rohani

(jiwa) manusia dan kedua hal tersebut merupakan hal yang sama penting

menurut pandangan Hindu.

3. Pandangan Veda harkat martabat manusia Hindu, antara lain (1) Jati (2)

Dharma, (3) Warna Kasta (4) Karma (5) Guna (6) tingkat kebrahmacarian dan

wawasan pengetahuan, serta (7) tingkat keimanan dan kerohaniawanan

(Sradham, Satyam).

4. Tanggung jawab manusia Hindu secara vertikal (hubungan dengan Brahman)

dan horizontal (hubungan dengan sesama hidup, Tat Twam Asi). Dalam

kehidupan manusia Hindu di Bali dijabarkan dalam konsep Tri Hita Karana

(Perhyangan, Pawongan, dan Palemahan yang dilandasi oleh Satyam, Siwam,

Sundara) yang ada di dalam Veda.

5. Awatara atau Avatar adalah inkarnasi dari Tuhan Yang Maha Esa maupun

manifestasinya yang turun ke dunia, mengambil suatu bentuk dalam dunia

material, guna menyelamatkan dunia dari kehancuran dan kejahatan,

menegakkan dharma dan menyelamatkan orang-orang yang melaksanakan

Dharma/Kebenaran.

6. Orang-orang suci Hindu antara lain: (a) Sapta Rsi (b) Maha Rsi Vyasa, Rsi

Pulaha, Yajur Veda, Rsi Jaimini, dan Rsi Sumantu, (c) Orang- orang suci

misalnya bergelar Bhagawan ( Bhagawan Wyasa), Empu (Empu Kuturan,

Empu Bharadah), Dang Hyang Dwijendra, Dang Hyang Astapaka dan lain-

lain.

7. Implementasi konsepsi manusia hindu adalah selalu mempertimbangkan

sesuatu dengan pemikiran yang matang, Hakikat manusia hindu dengan

menjaga kesehatan jasmani dan rohani, martabat manusia hindu

15

Page 20: Makala h

diimplementasikan dengan tidak mengkotak-kotakkan diri karena wangsa

ataupun kasta dan gender, implementasi awatara, sehubungan dengan itu kita

harus menenggakkan dharma dan menjauhi perbuatan adharma, impelentasi

orang suci berupa tugas utama orang suci yakni memuput karya, memberi

tahukan dewasa ayu, kita bisa meminta wejangan kepada beliau dan lain-lain.

3.2 Saran

Adapun saran-saran yang dapat penulis sampaikan sebagai umat hindu yang

baik kita sebaiknya memahami konsepsi, hakikat, martabat, tanggungjawab,

sebagai manusia Hindu baik secara teoritis maupun konseptual sehingga kita lebih

memaknai ajaran-ajaran tersebut serta implementasinya dalam kehidupan sehari-

hari diikuti dengan pendalaman wawasan tentang awatara dan orang-orang suci

agar kita menghargai keberadaan orang suci dan memaknai masud turunnya

awatara ke dunia.

16

Page 21: Makala h

DOA PENUTUP

“Om Ano Bhadrah Krattawoyantu Wiswatah

Om Dewa Suksma Parama Acintya Ya Namah Swaha, Sarwa

Karya Prasidhantam”

Ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah

Ya Tuhan dalam wujud Parama Acintya yang Maha Gaib dan Maha

Karya, hanya atas anugrah-Mu lah maka pekerjaan ini berhasil dengan

baik

“OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM”

17