Makala h

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Makalah Filsafat Pancasila

Citation preview

MAKALAHPENDIDIKAN PANCASILA

Disusun oleh :1. Abdul Muid(15050433016)2. Habibie Aldo Putra Pratama(15050433014)3. Kurnia Dewi Cahya Maulina(15050433018)

PRODI D3 TEKNIK SIPIL, JURUSAN TEKNIK SIPILFAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS NEGERI SURABAYA2015

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan dan menyusun makalah pendidikan pancasila yang berjudul Pancasila Sebagai Sistem Filsafat ini.Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah agar mahasiswa mampu mendiskripsi, menganalisa dan memahami pancasila sebagai sistem filsafat. Serta untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila.Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Dosen Pendidikan Pancasila, rekan-rekan kelompok 9 yang bekerjasama dengan baik selama penyusunan makalah Pendidikan Pancasila dan Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, mohon maaf bila ada kesalahan dalam penulisan maupun penyusunan makalah ini. Informasi dan kritik-kritik yang bersifat membangun sangat saya nantikan demi sempurnanya makalah ini.

Surabaya, 10 Oktober 2015Penyusun

DAFTAR ISI

Halaman JuduliKata PengantariiDaftar Isiiii

BAB I PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang11.2. Rumusan Masalah11.3. Tujuan dan Manfaat1

BAB II PEMBAHASAN2.1. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat22.2. Pokok-pokok Pikiran dalam Pancasila42.3. Pengertian Nilai, Moral dan Norma82.4. Pancasila Sebagai Nilai Dasar dan Maknanya10

BAB III PENUTUP1.1. Kesimpulan111.2. Saran11

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangSebagai bangsa Indonesia, kita tentu mengetahui dasar negara kita yaitu Pancasila. Bagi bangsa Indonesia Pancasila merupakan pemikiran filosofis bangsa Indonesia, khususnya para elit bangsa. Melalui pemikiran yang mendalam, mendasar dan menyeluruh para elit bangsa merumuskan Pancasila sebagai dasar negara.Dalam era kesemrawutan global sekarang, ideologi asing mudah masuk dalam aneka bentuknya dan menjadi pesaing Pancasila. Untuk menghadapi kedua ekstrim (memandang nilai-nilai Pancasila terlalu sulit dilaksanakan oleh segenap bangsa Indonesia dan memandang nilai-nilai Pancasila kurang efektif untuk memperjuangkan pencapaian masyarakat adil dan makmur yang diidamkan seluruh bangsa Indonesia) diperlukan usaha bersama yang tak kenal lelah guna menghayati Pancasila sebagai filsafat bangsa dan warisan budaya bangsa yang bernilai luhur.

1.2. Rumusan Masalah1. Apa yang dimaksud dengan Pancasila sebagai sistem filsafat?2. Apa saja pokok-pokok pikiran Pancasila?3. Apa yang dimaksud Nilai, Moral dan Norma?4. Apa yang dimaksud Pancasila sebagai Nilai Dasar dan apa maknanya?

1.3. Tujuan dan Manfaat1. Mahasiswa mampu mengemukakan pengertian Pancasila sebagai sistem filsafat2. Menganalisis pokok pikiran dalam setiap sila Pancasila3. Memahami makna Nilai, Moral dan Norma4. Memahami makna Pancasila sebagai Nilai DasarBAB IIPEMBAHASAN

2.1. Pancasila Sebagai Sistem FilsafatA. Filsafat PancasilaFilsafat berasal dari bahasa Yunani philein yang berarti cinta dan sophia yang berarti kebijaksanaan. Jadi filsafat menurut asal katanya berarti cinta akan kebijaksanaan, atau mencintai kebenaran/pengetahuan. Jadi filsafat secara sederhana dapat diartikan sebagai keinginan yang sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran yang sejati. Menurut Ruslan Abdulgani, bahwa Pancasila merupakan filsafat negara yang lahir sebagai collectieve Ideologie (cita-cita bersama) dari seluruh bangsa Indonesia. Dikatakan sebagai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the founding father kita, kemudian dituangkan dalam suatu sistem yang tepat. Sedangkan menurut Notonagoro, Filsafat Pancasila memberi pengetahuan dan pengertian ilmiah yaitu tentang hakekat dari Pancasila.Pancasila sebagai sistem filsafat pada hakekatnya merupakan nilai-nilai yang bersifat sistematis, fundamental dan menyeluruh. Untuk sila-sila Pancasila merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat bulat dan utuh, hirarkis, dan sistematis. Dalam pengertian inilah maka sila-sila pancasila merupakan suatu sistem filsafat. Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia mengandung makna bahwa setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan dan kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan

B. Cabang-cabang ilmu filsafat1. Metafisika: mempelajari hal-hal yang ada di balik alam fisik/alam indrawi (riil) 2. Epistimologi: yang mepelajari tentang hakekat pengetahuan. 3. Logika mempejari tentang kaidah-kaidah berpikir, yakni tentang axioma, dalil dan rumusan berpikir (thinking) dan bernalar (reasoning) 4. Etika: mempejari hal-hal yang berkaitan dengan moralitas, tingkah laku manusia. 5. Estetika: mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan yang indah (estetik) dan yang mempunyai nilai seni (artistik). 6. Methodologi: mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan suatu metode, diantaranya, metode deduksi, induksi, analisa, dan sintesa.

C. Aliran Filsafata. Aliran Materialisme, aliran ini mengajarkan bahwa hakikat realitas kesemestaan, termsuk makhluk hidup dan manusia adalah materi dan terikat hukum alam, yaitu hukum sebab-akibat.b. Aliran Idealisme/Spiritualisme, aliran ini mengajarkan bahwa ide dan sprit manusia yang menentukan hidup dan pengertian manusia. Subjek manusia sadar atas realitas dirinya dan kesemestaan karena ada akal budi dan kesadaran rohani manusia yang tidak sadar atau mati sama sekali tidak menyadari dirinya apalagi realitas kesemestaan. Jadi hakikat diri dan kenyataan kesemestaan ialah akal budi (ide dan spirit).c. Aliran Realisme, aliran ini menggambarkan bahwa kedua aliran di atas adalah bertentangan, tidak sesuai dengan kenyataan (tidak realistis). Realitas adalah perpaduan benda (materi dan jasmaniyah) dengan non materi (spiritual, jiwa dan rohaniah). Khusus pada manusia tampak dalam gejala daya pikir, cipta, dan budi. Jadi menmurut aliran ini, realitas merupakan sintesis antara jamaniah-rohaniah, materi dan nonmateri.

2.2. Pokok-pokok Pikiran dalam PancasilaSebagai suatu filsafat Pancasila yang rumusannya tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, mempunyai pokok-pokok pikiran atau konsep dasar dalam aspek ontologi, epistomologi, dan aksiologi:A. Aspek OntologisOntologi ialah penyelidikan hakikat ada (esensi) dan keberadaan (eksistensi) segala sesuatu: alam semesta, fisik, psikis, spiritual, metafisik, termasuk kehidupan sesudah mati, dan Tuhan. Ontologi Pancasila mengandung azas dan nilai antara lain: Tuhan Yang Maha Esa adalah maha sumber, sebab pertama dari segala sesuatu yang ada. Keberadaan alam semesta sebagai ada tak terbatas. Eksistensi subyek/ pribadi manusia: individual, suku, nasional, umat manusia (universal). Manusia adalah subyek unik dan mandiri baik personal maupun nasional, merdeka dan berdaulat. Subyek pribadi mengemban identitas unik: menghayati hak dan kewajiban dengan Tuhan dalam kebersamaan dengan alam dan sesama manusia. Pribadi manusia bersifat utuh dan unik dengan potensi jasmani-rohani. Eksistensi tata budaya, sebagai perwujudan martabat dan kepribadian manusia yang unggul. Baik kebudayaan nasional maupun universal adalah perwujudan martabat dan kepribadian manusia: sistem nilai, sistem kelembagaan hidup seperti keluarga, masyarakat, organisasi, negara. Eksistensi kultural dan peradaban perwujudan teleologis manusia: hidup dengan motivasi dan cita-cita sehingga kreatif, produktif, etis, berkebajikan; Eksistensi bangsa-negara yang berwujud sistem nasional, sistem kenegaraan yang merdeka dan berdaulat, yang menampilkan martabat, kepribadian dan kewibawaan nasional. Sistem kenegaraan yang merdeka dan berdaulat merupakan puncak prestasi perjuangan bangsa, pusat kesetiaan, dan kebanggaan nasional.B. Aspek EpistemologisEpistemologi menyelidiki sumber, proses, syarat-syarat batas, validitas dan hakikat ilmu. Sebagai Maha sumber ilmu pengetahuan ialah Tuhan, yang menciptakan kepribadian manusia dengan martabat dan potensi unik yang tinggi, menghayati kesemestaan, nilai agama dan ketuhanan. Kepribadian manusia sebagai subyek diberkati dengan martabat luhur: pancaindra, akal, rasa, karsa, cipta, karya dan budi nurani. Kemampuan martabat manusia sesungguhnya adalah anugerah dan amanat ketuhanan/ keagamaan.Sumber pengetahuan dibedakan dibedakan secara kualitatif :a. Sumber primer, yang tertinggi dan terluas, orisinal: lingkungan alam, semesta, sosio-budaya, sistem kenegaraan dan dengan dinamikanya;b. Sumber sekunder: bidang-bidang ilmu yang sudah ada/ berkembang, kepustakaan, dokumentasi;c. Sumber tersier: cendekiawan, ilmuwan, ahli, narasumber, guru.Wujud dan tingkatan pengetahuan dibedakan secara hierarkis: (a) Pengetahuan indrawi; (b)Pengetahuan ilmiah; (c) Pengetahuan filosofis; (d) Pengetahuan religius.Pengetahuan manusia relatif mencakup keempat wujud tingkatan itu. Ilmu adalah perbendaharaan dan prestasi individual maupun sebagai karya dan warisan budaya umat manusia merupakan kualitas martabat kepribadian manusia. Perwujudannya adalah pemanfaatan ilmu guna kesejahteraan manusia, martabat luhur dan kebajikan para cendekiawan (kreatif, sabar, tekun, rendah hati, bijaksana). Ilmu membentuk kepribadian mandiri dan matang serta meningkatkan harkat martabat pribadi secara lahiriah, sosial (sikap dalam pergaulan), psikis (sabar, rendah hati, bijaksana). Ilmu menjadi kualitas kepribadian, termasuk kegairahan, keuletan untuk berkreasi dan berkarya.Martabat kepribadian manusia dengan potensi uniknya memampukan manusia untuk menghayati alam metafisik jauh di balik alam dan kehidupan, memiliki wawasan kesejarahan (masa lampau, kini dan masa depan), wawasan ruang (negara, alam semesta), bahkan secara suprarasional menghayati Tuhan yang supranatural dengan kehidupan abadi sesudah mati. Pengetahuan menyeluruh ini adalah perwujudan kesadaran filosofis-religius, yang menentukan derajat kepribadian manusia yang luhur. Berilmu/ berpengetahuan berarti mengakui ketidaktahuan dan keterbatasan manusia dalam menjangkau dunia suprarasional dan supranatural. Tahu secara melampaui tapal batas ilmiah dan filosofis itu justru menghadirkan keyakinan religius yang dianut seutuh kepribadian: mengakui keterbatasan pengetahuan ilmiah-rasional adalah kesadaran rohaniah tertinggi yang membahagiakan.

C. Aspek aksiologisAksiologi menyelidiki pengertian, jenis, tingkatan, sumber dan hakikat nilai secara kesemestaan. Aksiologi Pancasila pada hakikatnya sejiwa dengan ontologi dan epistemologinya. Pokok-pokok aksiologi itu dapat disarikan sebagai berikut:a. Tuhan Yang Maha Esa sebagai mahasumber nilai, pencipta alam semesta dan segala isi beserta antarhubungannya, termasuk hukum alam. b. Subyek manusia dapat membedakan hakikat mahasumber dan sumber nilai dalam perwujudan Tuhan yang mahaesa, pencipta alam semesta, asal dan tujuan hidup manusia (sangkan paraning dumadi, secara individual maupun sosial).c. Nilai dalam kesadaran manusia dan perwujudannya dalam realita meliputi : (1) Tuhan Yang Maha Esa, perwujudannya dalam nilai agama yang diwahyukan; (2) Alam semeta, perwujudannya adalah hukum alam dan unsur-unsurnya menjamin kehidupan bagi semua makhluk seperti tanah, air, udara, panas yang semuanya bernilai bagi kehidupan; dan (3) Manusia, kesadaran manusia akan kodratnya mendorong munculnya rasa tangung jawab dan cinta kasih terhadap dirinya sendiri, sesama, dan alam semesta.d. Filsafat, ilmu dan teknologi sebagai hasil budaya manusia secara keseluruhan telah membentuk sistem nilai dalam peradaban manusia menurut tempat dan jamannya;e. Manusia dengan potensi dan kodratnya menduduki fungsi ganda dalam hubungan dengan nilai:(1) Manusia sebagai subyek nilai, yaitu sebagai pencipta atau produsen nilai; dan(2) Manusia sebagai obyek nilai, yaitu sebagai pengemban nilai. Manusia sebagai subyek dan obyek nilai maka memiliki kedudukan sebagai penghayat, pengamal, dan pengemban nilai.f. Martabat kepribadian manusia secara potensial-integritas bertumbuhkembang dari hakikat manusia sebagai makhluk individu-sosial-moral: berhikmat kebijaksanaan, tulus dan rendah hati, cinta keadilan dan kebenaran, karya dan darma bakti, amal kebajikan bagi sesama.g. Mengingat Tuhan Yang Maha Esa sebagai Maha Sumber nilai dan manusia sebagai makhluk ciptaanNya yang dilengkapi dengan akal budi secara potensial mampu menghayati dan mempercayai Tuhan yang secara filosofis bersifat metafisis. Selanjutnya Tuhan mengikat ciptaannya itu dengan hukum alam dan hukum moral supaya tetap harmonis dan lestari.h. Manusia sebagai subyek nilai memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap pendayagunaan nilai, mewariskan dan melestarikan nilai dalam kehidupan. Hakikat kebenaran ialah cinta kasih, dan hakikat ketidakbenaran adalah kebencian (dalam aneka wujudnya: dendam, permusuhan, perang, etc.).i. Eksistensi fungsional manusia ialah subyek dan kesadarannya. Kesadaran berwujud dalam dunia indra, ilmu, filsafat (kebudayaan/ peradaban, etika dan nilai-nilai ideologis) maupun nilai-nilai supranatural. 2.3. Pengertian Nilai, Moral, dan Norma2.3.1 Nilai dan nilai dasarMenurut Suyitno, nilai merupakan sesuatu yang kita alami sebagai ajakan dari panggilan untuk dihadapi. Nilai mau dilaksanakan dan mendorong kita untuk bertindak. Nilai mengarahkan perhatian serta minat kita, menarik kita keluar dari kita sendiri ke arah apa yang bernilai.nilai berseru kepada tingkah laku dan membangkitkan keaktifan kita. (Suyitno, 1984 : 11-13)Pendapat lain menyatakan bahwa, nilai adanya ditentukan oleh subjek dan objek yang dinilai. Bagi aliran subyektivisme, adanya nilai tergantung pada subjek yang menilai. Sebaliknya aliran obyektivisme menyatakan bahwa adanya nilai terletak pada objek itu sendiri.Nilai memiliki tingkatan tertentu, yaitu :1. Nilai dasaradalah nilai yang mendasari nilai instrumental, mendasari semua aktivitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang tercermin di dalam Pancasila yang secara eksplisit tertuang dalam UUD 1945. 2. Nilai instrumentalmerupakan manivestasi dari nilai dasar, berupa pasal-pasal UUD 1945, perundang-undangan, ketetapan-ketetapan, dan peraturan-peraturan lainnya yang berfungsi menjadi pedoman, kaidah, petunjuk kepada masyarakat untuk mentaatinya.3. Nilai praksismerupakan penjabaran dari nilai instrumental dan berkaitan langsung dengan kehidupan nyata, yaitu suatu kehidupan yang penuh diwarnai oleh pertimbangan-pertimbangan tertentu yang sifatnya cenderung pada hal yang bermanfaat dan menguntungkan.

2.3.2 MoralSecara etimologis kata moral berasal dari kata mos artinya cara/adat istiadat/kebiasaan, jamaknya mores. Kata moral sama dengan kata etos (Yunani) menurunkan kata etika. Dalam bahasa Arab, moral berarti budi pekerti/akhlak. Menurut Driyarka, moral atau kesusilaan adalah nilai yang sebenarnya bagi manusia, dengan kata lain moral atau kesusilaan adalah kesempurnaan sebagai manusia atau kesusilaan adalah tuntutan kodrat manusia. (Driyarkara, 1966 : 25). Norma atau kesusilaan adalah keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku manusia di masyarakat untuk melaksanakan perbuatan yang baik dan benar.

2.3.3 NormaNorma dapat diperoleh dari orang tua sejak kita kecil maupun dari lingkungan yang lebih luas seperti masyarakat setempat, sekolah, umat beragama, pemerintah daerah, negara, dan pers serta media masa lainnya.Norma secara normatif mengandung arti aturan, kaidah, petunjuk, pedoman yang harus dipatuhi oleh manusia agar perilakunya tidak menyimpang dan tidak merugikan orang lain. Bagi pelanggarnya akan mendapatkan sanksi sesuai dengan aturan yang disepakati bersama.

Macam-macam norma antara lain : Norma adat sopan santun ialah aturan, kaidah yang telah disepakati sekelompok masyarakat dan pelanggarnya mendapat sanksi adat. Norma hukum ialah suatu kaidah, aturan yang pelaksanaannya dapat dipaksaan dan pelanggarnya dapat ditindak dengan pasti oleh penguasa yang sah dalam masyarakat. Norma moral/ norma sosial ialah aturan atau kaidah unruk berperilaku baik dan benar yang berlaku universal. Pelanggarnya mendapatkan sanksi moral. Norma agama ialah kaidah, aturan, petunjuk yang bersumber dari Tuhan lewat Nabi/Rosul untuk mentaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

2.4. Pancasila Sebagai Nilai Dasar dan MaknanyaKetika Para Pendiri memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia, muncul pertanyaan, Negara yang akan dibangun ini berdasarkan nilai apa? Apa yang dicita-citakan setelah Indonesia merdeka? Dalam proses merumuskan dasar negara tersebut para elit bangsa mencoba menggali nilai-nilai yang terdapat dalam budaya masyarakat Indonesia. Di dalam budaya masyarakat Indonesia ada beberapa nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Diantaranya adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan. Akhirnya, melalui diskusi para elit bangsa sepakat bahwa dsar Negara yang akam diproklamasikan, adalah Ketuhanan Yang Maha Esa; Kemanusiaan yang adil dan beradab; Persatuan Indonesia; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan; dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dasar Negara tersebut kemudian dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945 pada alenia keempat, yang dikenal dengan Pancasila.Sebagai nilai dasar, sila-sila Pancasila memberi gambaran tentang Negara yang dicita-citakan dan bagaimana Negara ini harus dijalankan.Dengan fungsi Pancasila sebagai dasar Negara, maka penyelenggaraan Negara harus didasarkan pada Pancasila. Ini menjadikan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber tertib hukum di Indonesia.

BAB IIIPENUTUP

1.3. KesimpulanPancasila merupakan filsafat negara yang lahir sebagai collectieve Ideologie (cita-cita bersama) dari seluruh bangsa Indonesia. Dikatakan sebagai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the founding father kita, kemudian dituangkan dalam suatu sistem yang tepat. Pokok pikiran pancasila sebagai sistem filsafat di uraikan menjadi 3 yaitu: Aspek Ontologis (penyelidikan hakikat dan keberadaan segala sesuatu: alam semesta, fisik, psikis, spiritual, metafisik, termasuk kehidupan sesudah mati, dan Tuhan.), Aspek Epstomologisi (menyelidiki sumber, proses, syarat-syarat batas, validitas dan hakikat ilmu), Aspek Aksiologis (menyelidiki pengertian, jenis, tingkatan, sumber dan hakikat nilai secara kesemestaan).Nilai, Norma, dan Moral yang baik merupakan satu kesatuan dalam kehidupan masyarakat yang merupakan dasar untuk menjadi individu maupun masyarakat yang baik.Sebagai nilai dasar, sila-sila Pancasila memberi gambaran tentang Negara yang dicita-citakan dan bagaimana Negara ini harus dijalankan.

1.4. Saran

DAFTAR PUSTAKAWarsono, dkk. 2014. Pendidikan Pancasila. Surabaya: Unesa University Press.Sunoto. 1985. Filsafat Sosial dan Politik Pancasila. Yogyakarta: Andi Offset