Upload
alphyn-wayan
View
79
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
sxcvbnklugyg79gmk
Citation preview
Makalah PBL Blok 20
Gagal Ginjal Kronik Grade V et causa Hipertensi dan Diabetes Melitus
Flavianus Reo L. Wayan
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida
NIM. 10 2010 237
email: [email protected]
Pendahuluan
Ginjal merupakan organ yang berpasangan dan setiap ginjal memiliki berat kurang lebih 125
gram, terletak pada posisi disebelah lateral vertebra torakalis bawah. Ginjal dengan efisien dapat
membersihkan bahan limbah dari dalam darah, dan fungsi ini bisa dilaksanakannya karena aliran
darah yang melalui ginjal jumlahnya sangat besar 25 % dari curah jantung. Ginjal sendiri merupakan
organ vital yang berperan sangat penting dalam mempertahankan kestabilan lingkungan dalam
tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit asam basa dengan cara menyaring
darah yang melalui ginjal, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit serta mengekskresi
kelebihannya sebagai kemih. Ginjal juga mengeluarkan sampah metabolisme (seperti urea, kreatinin,
asam urat) dan zat kimia asing. Selain fungsi regulasi dan ekskresi, ginjal juga mensekresi renin
(penting untuk mengatur tekanan darah), juga bentuk aktif vitamin D (penting untuk mengatur
kalsium) serta eritropoetin (penting untuk sintesis darah)1
Gagal ginjal merupakan masalah yang biasanya ditemukan pada dewasa. Kemajuan yang
pesat dalam pengolahan menjadikan prognosis penyakit ini membaik sehingga pengenalan dini GGK
merupakan langkah yang penting.
GGK adalah suatu keadaaan di mana terjadi penurunan fungsi ginjal yang bersifat tidak
reversible dengan akibat terjadinya penurunan laju filtrasi glomerulus atau keadaan kerusakan ginjal
yang tidak mampu dalam mempertahankan homeostatsis tubuh.2
1
Anamnesis
Anamnesis merupakan hal yang wajib dilakukan dalam pemeriksaan setiap penyakit, karena
sebagian besar diagnosis dapat diketahui hanya dari anamnesis ini sendiri. Anamnesis yang
dilakukan harus sesuai, terarah serta sistematis sesuai dengan keluhan utama pasien.
Adapun anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi:3,4
a. identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, suku bangsa, tempat tinggal,
status, dan agama.
b. keluhan utama pasien, keluahan yang menyebabkan pasien datang kedokter, seperti pada
kasus yang penulis dapatkan, pasein datang dengan keluhan sesak nafas 6 jam yang lalu.
c. riwayat penyakit sekarang, Yang perlu ditanyakan adalah sejak kapan mulai terasa sesak,
sebelumnya pernah merasakan sesak atau belum? Biasanya sesak saat melakukan
pekerjaan atau tidak?dari kasus yang penulis dapatkan pasien tersebut mulai merasakan
sesak 2 hari yang lalu dan muntah 4 kali, 1 hari yang lalu. Dan pasien saat ini tampak
bingung. Dan kaki pasien bengkak 3 hari yang lalu
d. riwayat penyakit dahulu, perlu ditanyakan penyakit-penyakit yang berkaitan dengan penyakit
sekarang dan riwayat minum obatnya seperti pada kasus: pasien tersebut punya riwayat
kencing manis dan darah tinggi sejak 25 tahun yang lalu, tidak teratur minum obat.
e. riwayat pekerjaan,social dan keluarga.
Adakah keluarga yang menderita hal yang sama?
Apakah dalam keluarga ada yang sudah meninggal? Kalau umur berapa meninggal
dan ada apa penyebab kematiannya?
Apakah dalam keluarga pasien ada yang menderita hipertensi, diabetes atau stroke?
Apakah pasien merupakan orang yang aktif merokok?
Sejak kapan mulai merokok? Sehari berapa bungkus rokok yang di habiskan?
Pemeriksaaan Fisik
Pemeriksaan fisik ginjal yang perlu dilakukan untuk pasien dengan dugaan gagal ginjal kronik pada
umumnya sama seperti pemeriksaan fisik untuk penyakit lainnya. Adapun pemeriksaan fisik itu
antara lain :
Pemeriksaan tanda-tanda vital
Pemeriksaan ini selalu dilakukan sebelum menentukan diagnose serta penanganan suatu
penyakit.3
Tabel 1. Pemeriksaan tanda-tanda vital
Variable Nilai normal Hasil pemeriksaan Interpretasi
Tekanan darah <120/<80 140/90 Hipetensi tahap I
2
Frekuensi nafas 16-20 kali/menit 24 kali/menit Takipneu
Nadi 60-100 kali/menit 90 kali/menit Normal
Suhu (celcius) 36,5-37,5 37,2 Normal
inspeksi, melihat keadaan umum pasien (kesadaran pasien) apakah Kesadaran koma,
kesadaran apatis, kesadaran latergi, kesadaran somnolen, kesadaran sopor, kesadaran
kompos mentis dan adanya tanda-tanda seperti adanya edema ekstermitas, nafas yang
dalam dan berat serta anemis
palpasi, palpasi regio abdomen yang khusus seperti palpasi ginjal (balotement dan bimanual)
biasanya ginjal normal tidak teraba serta tidak ada nyeri. Dengan palpasi khusus ini yang
dinilai adalah adanya nyeri dan terabanya ginjal
Perkusi, yang terpenting adalah perkusi pada daerah CVA, yang dinilai adanya nyeri atau
tidak
Auskultasi, biasanya kurang membantu diagnosis ginjal, tapi diperlukan untuk melihat
kompikasi yang ditimbulkan oleh ginjal seperti adanya kelainan paru atau jantung.
pemeriksaan tanda-tanda vital4
Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis diperlukan pemeriksaan penunjang, diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemerikasaan laboratorium dilakukan untuk menetapkan adanya gagal ginjal kronik,
menetapkan ada tidaknya kegawatan, menetukan derajat gagal ginjal kronik, menetapkan
gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi. Dalam menetapkan ada atau tidaknya
gagal ginjal, tidak semua faal ginjal perlu diuji. Untuk keperluan praktis yang paling lazim diuji
adalah laju filtrasi glomerulus (LFG). Pada pemeriksaan laboratorium darah yang kita perksa
antara lain : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb, trombosit, Ht,
Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin). Sedangkan pada
pemeriksaan urine yang kita periksa antara lain yaitu : Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume,
glukosa, protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT.5,6
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Penunjang dan interpretasi
Variable Nilai normal Hasil pemeriksaan interpretasi
Hemoglobin Laki-laki: 13-18
mg/dl
8 mg/dl anemis
3
Leukosit 5000-10000 mg/dl 7900 mg/dl normal
trombosit 150.000-350.000 334.000 normal
hematokrit Laki-laki: 40-48 % 26% menurun
Kreatinin serum Laki-laki 0,5-1,5 g/dl 4.6 mg/dl meningkat
Ureum serum Laki-laki 20-40 mg/dl 150 mg/dl Uremia
Gula darah sewaktu 200 mg/dl 210 mg/dl diabetes
b. Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG)
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis (misalnya voltase
rendah), aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia).7
c. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk mencari adanya faktor yang reversible seperti obstruksi oleh karena batu atau massa
tumor, juga untuk menilai apakah proses sudah lanjut (ginjal yang lisut). USG ini sering dipakai
karena merupakan tindakan yang non-invasif dan tidak memerlukan persiapan khusus.7
d. Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi dapat memperburuk fungsi ginjal. Menilai bentuk dan
besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.2
e. Pemeriksaan Pielografi Retrogad
Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible.
f. Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat penumpukan cairan (fluid overload), efusi
pleura, kardiomegali dan efusi pericardial2,7
Working Diagnosis
Dari hasil pemeriksaan fisik serta penunjang yang didapat, diagnosis kerja / working diagnosis yang
diambil adalah Gagal Ginjal Kronik Grade V et causa Hipertensi dan Diabetes Melitus
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umunya berakhir dengan gagal
ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible,
diikuti penimbunan sisa metabolisme protein dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang
menyebabkan uremia. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua
organ akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.2,7-9
Kriteria penyakit ginjal kronik
4
1. Kerusakan ginjal selama 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan :
Kelainan patologik
terdapat tanda kerusakan ginjal seperti kelainan pada komposisi darah atau urine atau
kelainan pada pemeriksaan pencitraan
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 mL/min/1,73 m² selama > 3 bulan , dengan atau tanpa kerusakan
ginjal.
Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan dan LFG sama atau labih dari
60ml/menit/1,73m2 , tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage) penyakit
dan atas dasar etiologi
. Derajat (stage) yaitu berdasarkan LFG dengan rumus Kockroft – Gault.
*Dikalikan dengan 0.85 untuk wanita
A. Derajat (stage) yaitu berdasarkan LFG dengan rumus Kockroft – Gault
Tabel 3. Klasifikasi CKD atas dasar derajat penyakit2
Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)
1 Kerusakan ginjal dgn LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dgn LFG ↓ ringan 60 – 89
3 Kerusakan ginjal dgn LFG ↓ sedang 30 – 59
4 Kerusakan ginjal dgn LFG ↓ berat 15 – 29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
B. Berdasarkan diagnosa kausa/etiologi
Tabel 4. Klasifikasi CKD berdasarkan diagnosa kausa/etiologi
Penyakit Tipe mayor
Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular (penyakit otoimun, infeksi sistemik,
obat, neoplasia), Penyakit vascular (penyakit pembuluh
5
darah besar, hipertensi, mikroangiopati), Penyakit
tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu, obstruksi,
keracunan obat), Penyakt kistik (ginjal polikstik)
Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik, Keracunan obat (siklosporin/takrolimus),
Penyakit recurrent (glomerular), Transplant glomerulopathy
Dari tabel di atas (tabel 1 dan tabel 2), dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami uremia,
peningkatan kreatinin plasma, ,takipneu, hipertensi, dan anemia. Hasil ini menunjukan telah terjadi
kelainan fungsi ginjal atau gagal ginjal stadium uremia (akhir).
Tabel 5. Hasil Perhitungan Laju Filtrasi Glomerulus
Perhitungan LFG : (140-umur) x BB (kg)
72 x kreatinin palsma (mg/dl)
: (140-60)x 60kg
72 x 4,6 mg/dl
: 14,49 ml/mn/1.73m2 < 15 ml (gagal ginjal kronik )
Pada gagal ginjal, gangguan kemampuan ginjal mengekskresi ion H dan mereabsorbsi bikarbonat,
mengakibatkan peningkatan jumlah ion H dalam tubuh dan penurunan bikarbonat. Keadaan ini
menyebabkan asidosis metabolik. Agaknya gejala anoreksia, mual, dan lemas yang ditemukan pada
pasien uremia, sebagian disebabkan oleh asidosis. Salah satu gejala yang sudah jelas akibat
asidosis adalah takipneu atau pernapasan kussmaul. Pernapasan kussmaul adalah pernapasan
yang dalam dan berat dalam rangka kompensasi tubuh terhadap asidosis dengan membuang CO2. 2,5,7
Differential Diagnosis
1. Gagal Ginjal Akut
Gagal ginjal akut merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan fingsi gnjal yang
menurun secara cepat, biasanya dalam beberapa hari. Gagal ginjal akut menyebabkan timbulnya
gejala dan tanda menyerupai sindrom uremik pada gagal ginjal kronik, yang mencerminkan
terjadinya kegagalan fungsi regulasi, eksresi dan endokrin ginjal. Namun demikian, osteodistrofi
ginjal dan anemia bukan merupakan gambaran yang lazim terdpaat pada gagal ginjal akut kerana
awitannya akut. Pelbagai jenis komplikasi yang berkaitan dengan penyakit, obat, kehamilan, trauma
dan tindakan bedah dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Berlawanan dengan gagal ginjal kronik,
sebagian besar pasien gagal ginjal akut biasanya memiliki fungsi ginjal yang sebelumnya normal,
6
dan keadaan ini umumnya dapat pulih kembali. Terdapat pelbagai penyebab terjadinya gagal ginjal
akut iaitu : 7,8
Penurunan perfusi ginjal
Perdarahan, dieresis berlebihan, penurunan curah jantung, hipoalbuminemia, stenosis
arteri ginjal, thrombosis vena renalis bilateral
Obstruksi saluran kemih
Obstruksi uretra, hipertrofi kelenjar prostat, obstruksi ureter bilateral, kandung kemih
neurogenik
Gagal ginjal akut intrinsic
Nekrosis tubular akut,glomerulonefritis progresif cepat atau pascastreptokokus akut,
hipertensi maligna, nefritis tubulointerstitial akut
Perjalanan klinis gagal ginjal akut biasanya dibagi menjadi tiga stadium iaitu stadium oliguria, diuresis
dan penyembuhan. Stadium oliguria biasanya timbul dalam waktu 24-48 jam sesudah trauma,
meskipun gejala biasanya tidak timbul sampai beberapa hari sesudah kontak dengan bahan kimia
yang nefrotoksik. Stadium diuresis gagal ginjal akut dimulai bila keluaran urin meningkat sampai lebih
dari 400 ml/hari. Stadium ini biasanya berlansung 2 sampai 3 minggu. Selama stadium diuresis,
pasien mungkin menderita kekurangan kalium, natrium dan air. Jika urin yang hilang tidak digant,
maka diuresis ini akan menimbulkan kematian. Stadium penyembuhan ginjal berlansung selama
sampai 1 tahu, dan selama masa itu, anemia dan kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit
membaik. 2
2. Sindrom Nefrotik
Sindrom nefrotik merupakan salah satu menifestasi klinik glomerulonefritis yang ditandai dengan
edema anasarka, proteinuria massif, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia dan lipiduria.
Proteiunria massif merupakan gejala khas sindrom nefrotik tetapi pada sindrom nferotik berat yang
disertai kadar albumin serum yang rendah, eksresi protein dalam urin juga berkurang. 7
Proteinuria juga berkonstribusi terhadap pelbagai komplikasi yang terjadi pada sindrom nefrotik.
Hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan lipiduria, gangguan keseimbangan nitrogen, hiperkoagubilitas,
ganggaun metabolism kalsium dan tulang serta hormone tiroid sering dijumpai pada sindrom nefrotik.
Umunya sindrom nefrotik dengan fungsi ginjal normal kecuali sebagian kasus yang berkembang
menjadi penyakit ginjal tahap akhir.
Pada beberapa kasus sindrom nefrotik dapat sembuh sendiri dan menunjukkan respon baik terhadap
terapi steroid akan tetapi sebagian lagi dapat berkembang menjadi kronik.
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan sekunder akibat infeksi,
keganasan, penyakit jaringan penghubung, akibat obat atau toksin dan akibat penyakit sistemik
seperti diabetes mellitus dan amiloidosis.
7
Protein kalori malnutrisi dapat terjadi pada sindrom nefrotik dewasa terutama apabila disertai
prteinuria yang massif, asupan oral yang kurang dan proses katabolisme yang tinggi. Kemungkinan
efek toksik obat yang terikat protein akan meningkat kerana hipoalbuminemia menyebabkan kadar
obat bebas dalapm plasma lebih tinggi. 4,6
Hipertensi tidak jarang ditemukan sebagai komplikasi sindrom nefrotik tertuama dikaitkan dengan
retensi sodium dan air. Pengobatan sindrom nefrotik terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan
terhadap penyakit dasar dan pengobatan non-spesifik untuk mengurangi proteinuria, edema dan
mengobati komplikasi.
Diuretic disertai diet rendah garam dan tirah baring dapat membantu mengontrol edema.
Pembatasan asupan protein 0,8-1,0 g/kgBB/hari dapat mengurangi proteinuria. 4,5,6
Etiologi
Terdapat berbagai penyebab gagal ginjal kronik. Yang paling banyak menyebabkan penyakit gagal
ginjal kronik ialah diabetes dan hipertensi sebanyak 34% dan 21%. Glomerulonefritis adalah
penyebab tersering yang ketiga, 17%. Infeksi nefritis tubulointestitial (pielonefritis kronik atau
nefropati refluks ) dan penyakit ginjal polikistik masing-masing terhitung sebanyak 3,4%. Penyebab
lain adalah nefrosklerosis, penyalahgunaan analgesic dan stenosis arteria renalis.7
Empat factor risiko utama dalam perkembangan gagal ginjal kronik adalah usia, ras, jenis kelamin
dan riwayat keluarga. Insidensi gagal ginjal diabetikum sangat meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia. Gagal ginjal kronik yang disebabkan nefropati hipertensif 6,2 kali lebih sering
terjadi pada orang Afrika-Amerika daripada orang Kaukasia. Secara keseluruhan insidensi penyakit
gagal ginjal kronik lebih besar pada laki-laki (56,3%) daripada perempuan (43,7%). Pada akhirnya,
riwayat keluarga adaalh factor risiko dalam perkembangan diabetes dan hipertensi.7
a. Diabetes melitus
Nefropati diabetika merupakan salah satu penyebab kematian terpenting pada diabetes
mellitus yang lama. Diperkirakan bahawa sekitar 35% hingga 40% pasien diabetes tipe 1 akan
berkembang menjadi gagal ginjal kronik dalam waktu 15 hingga 25 tahun setelah awitan diabetes.
Individu dengan diabetes tpe 2 lebih sedikit yang berkembang menjadi gagal ginjal kronik (10-20%)
dengan pengecualian pada orang Indian Pima dengan insidensi mendekati 50%. Penduduk Amerika
asli dan Afro-Amerika sangat berisiko mengalami gagal ginjal diabetic. Riwayat perjalanan nefropati
diabetikum dari awitan hingga gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi lima fase, iaitu : 7,8
Stadium 1 (perubahan fungsional dini)
Hipertrofi ginjal
Peningkatan daerah permukaan kapiler glomerular
Peningkatan GFR
Stadium 2 (perubahan struktur dini)
Penebalan membrane basalis kapiler glomerulus
8
GFR normal atau sedikit meningkat
Stadium 3 ( nefropati insipient)
Mikroalbuminuria (30-300 mg/24jam)
Tekanan darah meningkat
Stadium 4 (nefropati klinis atau menetap)
Proteinuria (> 300 mg/24 jam)
GFR menurun
Stadium 5 (gagal ginjal progresif)
GFR menurun dengan cepat (-1 m/bln)
Ginjal kehilangan fungsinya setiap bulan hingga 35%
b. Nefrosklerosis hipertensif
Hipertensi dan gagal ginjal kronik memiliki kaitan yang erat. Hipertensi mungkin merupakan
penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada ginjal. Sebaliknya, penyakit ginjal kronik yang
berat dapat menyebabkan hipertensi atau ikut berperan dalam hipertensi melalui mekanisme retensi
natrium dan air, pengaruh vasopressor dari sitem rennin-angiotensin dan mungkin melalui defisiensi
prostaglandin. Nefrosklerosis menunjukkan adanya perubahan patologis pada pembuluh darah ginjal
akibat hipertensi. Keadaan ini merupakan salah satu penyebab utama gagal ginjal kronik terutama
pada populasi bukan orang kulit putih.9
c. Glomerulonefritis
Glemorulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam
glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria . meskipun lesi terutama
ditemukan oada glomerulus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan
sehingga terjadi gagal ginjal kronik. Kalsifikasi glomerulonefritis menurut stadium klinis adalah : 8,9
Stadium nefritis akut
Nefritis akut yang imbul mendadak biasanya menyertai glomerulonefritis
pascastreptokokus tetapi dapat juga terjadi pada pelbagai penyakit ginjal lainnya dan
sebagai eksaserbasi akut glomerulonefritis kronik.
Sindrom nefrotik
Kompleks klinis yang ditandai dengan proteinuria massif (>3,5 g/hari),
hipoalbuminemia, edema dan hiperlipidemia. Terjadi pada banyak penyakit ginjal
primer dan sistemik
Kelainan urin asimptomatik persisten
Stadiu laten pada glomerulonefritis kronik ditandai dengan proteinuria minimal dan
atau hematuria tapi tanpa gejala. Fungsi glomerulus relative stabil atau mungkin
memperlihatkan perkembangan yang lambat
Sindrom uremik
Stadium akhir gagal ginjal simptomatik
9
d. Penyakit ginjal polikistik
Penyakit ginjal polikistik ditandai dengan kista-kista multiple, bilateral dan berekspansi yang
lambat laun menggangu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat penekanan. Ginjal dapat
membesar dan terisi oleh kelompok kista-kista yang menyerupai anggur. Kista-kista itu terisi oleh
cairan jernih atau hemoragik dan mudah terjadi komplikasi seperti infeksi yang berulang, hematuris,
poliuria dan mudah membesar. Sering terdapat hipertensi dan garam ginjal yang berlebihan.
Penurunan fungsi ginjal yang progresif lambat biasa terjadi dan sekitar 50% akan menjadi gagal
ginjal kronik pada usia 60 tahun.7
e. Amiloidosis
Amiloidosis merupakan suatu penyakit metabolic dengan penimbunan amiloid iaitu suatu
protein fibrilar ekstraselular yang abnormal pada pelbagai jaringan. Timbunan amiloid ini dapat
merusak ginjal, hepar, limpa, jantung dan system saraf. Penyebab kematian utama adalah gagal
jantung dan gagal ginjal. Amiloid dapat tertimbun dalam pembuluh darah ginjal, tubulus dan
glomerulus (menghasilkan nodul-nodul menyerupai glomeruloskelrosis diabetic).8
f. Stenosis arteria renalis
Arteria renalis dapat tersumabt oleh plak aterosklerosis atau dysplasia fibromuskular
sehingga mengakibatkan hipertensi yang sering merupakan jenis progresif cepat. Stenosis arteria
renalis dapt bersifat unilateral atau bilateral. Bila ukuran arteri berkurang sampai 70% atau lebih,
maka terjadilah iskemia ginjal. Iskemia ginjal mengaktifkan system rennin-angiotensin yang diikuti
hipertensi.9
g. Nefropati toksik
Ginjal khususnya rentan terhadap efek toksik, obat-obatan dan bahan kimia kerana ginjal
menerima 25% dari curah jantung sehingga sering dan mudah kontak dengan zat kimia dalam jumlah
yang besar, interstisium yang hiperosmotik memungkinkan zat kimia dikonsentrasikan pada daerah
yang relative hipovaskular dan ginjal merupakan jalur eksresi obligatorik untuk sebagian besar obat,
sehingga insufisiensi ginjal mengakibatkan penimbunan obat dan meningkatkan konsentrasi dalam
cairan tubulus. Gagal ginjal kronik dapat terjadi akibat penyalahgunaan analgetik dan pajanan
timbal.7
Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi
dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Patofisiologi penyakit ginjal
kronik melibatkan 2 mekanisme kerusakan: (1) merupakan mekanisme pencetus yang spesifik
sebagai penyakit yang mendasari kerusakan selanjutnya seperti kompleks imun dan mediator
inflamasi pada glomerulonephritis, atau pajanan zat toksin pada penyakit tubulus ginjal dan
interstitium; (2) merupakan mekanisme kerusakan progresif, ditandai adanya hiperfiltrasi dan
hipertrofi nephron yang tersisa.8
10
Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron secara struktural dan fungsional
sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi “kompensatori” ini akibat hiperfiltrasi adaptif yang diperantarai
oleh penambahan tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat
akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini
akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah
tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal ikut
memberikan konstribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut. Aktivitas
jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti
transforming growth factor ß. Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya
progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.2,8,9
Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun
tubulointerstitial. Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik terjadi kehilangan daya cadang
ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau bahkan meningkat.
Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang
ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%,
pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea
dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti
nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di
bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia,
peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan
lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran
napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo
atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG
dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan
terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada
keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.2
Patofisiologi dan biokimia uremia
Uremia adalah salah satu sindroma klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ yang
diakibatkan oleh hilangnya fungsi ginjal yang sangat besar karena adanya gangguan pada ginjal
yang kronik. Gangguan ini meliputi fungsi metabolik dan endokrin, gagal jantung, dan malnutrisi.
Patofisiologi sindrom uremia dapat dibagi menjadi 2 mekanisme: (1) akibat akumulasi produk
metabolism protein; hasil metabolism protein dan asam amino sebagian besar bergantung pada
ginjal untuk diekskresi. Urea mewakili kira-kira 80 % nitrogen atau lebih dari seluruh nitrogen yang
diekskresikan ke dalam urin. Gejala uremik itu ditandai dengan peningkatan urea di dalam darah
yang menyebabkan manifestasi klinis seperti anoreksia, malaise, mula, muntah, sakit kepala, dll; (2)
akibat kehilangan fungsi ginjal yang lain, seperti gangguan hemostasis cairan dan elektrolit dan
11
abnormalitas hormonal. Pada gagal ginjal, kadar hormone di dalam plasma seperti hormone
paratiroid (PTH), insulin, glucagon, LTH, dan prolaktin meningkat. Hal ini selain disebabkan
kegagalan katabolisme ginjal tetapi juga karena sekresi hormone tersebut meningkat, yang
merupakan konsekuensi sekunder dari disfungsi renal. Ginjal juga memproduksi erythropoietin (EPO)
dan 1,2,3-dihidroxychlorocalsiferol yang pada penyakit ginjal kronik kadarnya menurun.8,9
Perjalanan klinis 7,8,9
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium :
Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % – 75 %). Tahap inilah yang paling ringan, dimana
faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum merasasakan gejala gejala dan
pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam masih dalam batas normal. Selama tahap ini
kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita
asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberikan beban
kerja yang berat, sepersti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test GFR yang
teliti.
Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % – 50 %). Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas
tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pada stadium ini pengobatan
harus cepat dalam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan
pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat mengganggu faal ginjal. Apabila langkah -langkah
ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang lebih berat.
Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat
di atas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda -beda, tergantung dari kadar protein
dalam diet. Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal. Poliuria
akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang tubulus, meskipun
poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter / hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal
ginjal dengan faal ginjal diantara 5 % – 25 % . Faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala
gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, , aktifitas penderita mulai terganggu.
Stadium III
Uremia gagal ginjal terjadi apabila faal ginjal kurang dari 10 %.Semua gejala sudah jelas dan
penderita masuk dalam keadaan tak dapat melakukan tugas sehari harian sebagaimana
semestinya. Gejala- gejala yang timbul antara lain mual, munta, nafsu makan berkurang, sesak
nafas, pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang kejang dan akhirnya terjadi
penurunan kesadaran sampai koma. Stadum akhir timbul pada sekitar 90 % dari massa nefron telah
hancur. Nilai GFR nya kurang 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10
ml / menit atau kurang.
12
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat
mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala
yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis caiaran dan
elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/ hari
karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula mula menyerang tubulus
ginjal.Kompleks perubahan biokimia dan gejala gejala yang dinamakan sindrom uremik
mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan
meninggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
Manifestasi Klinis
Akibat-akibat pada berbagai sistem tubuh yang timbul bila ginjal mengalami penurunan fungsi atau
tidak berfungsi antara lain :
1. Gangguan pada sistem darah
Anemia terjadi pada penderita gagal ginjal, hal ini karena :
a. Produksi hormon eritropoietin (oleh ginjal) menurun.
b. Memendeknya umur dan pecahnya sel darahh merah oleh keracunan.
c. Kekurangan zat besi atau asam folat.
d. Pendarahan saluran cerna.
e. Pembentukan jaringan ikat dalam sumsum belakang (tempat pembuatan sel darah merah)
Prows pembekuan darah dapat terganggu karena kekurangan atau gangguan fungsi sel -
sel darah pembeku (trombositopenia atau trombopati). Sistem pertahanan tubuh secara
umum menurun, sehingga orang mudah terkena infeksi.
2. Gangguan gastro intestinal
Keluhan tidak nafsu makan, mual, dan muntah merupakan kumpulan gejala akibat
penimbunan zat - zat racun. Penimbunan zat di dalam air liur, diubah oleh jasad renik (kuman -
kuman) dalam rongga mulut menjadi amonia, yang menimbulkan bau khas. Penderita dapat
mengalami sakit lambung atau gastritis, karang lambung, radang usus besar.
3. Gangguan sistem persyarafan
Gangguan sistem ini dapat berwujud rasa lemah, sulit tidur, gemetar halus, sampai kejang -
kejang, hal ini menandakan adanya keracunan pada susunan syaraf pusat. Penderita sering
mengeluh pegal pada kedua tungkai, rasa kesemutan maupun baal (mati rasa) pada telapak
tangan dan kaki. Beberapa faktor lain yang ikut berperan pada gangguan ini adalah
rendahnya kadar kalsium dan fosfat dalam tubuh yang merupakan bagian dari penyakit dasar.
4. Gangguan sistem jantung dan pembuluh darah
Hipertensi sering menyertai gagal ginjal, bila tidak terkontrol dapat menyebabkan kerusakan
yang progresif pada ginjal. Hipertensi juga dapat merupakan bagian dari gagal ginjal kronis,
yang diakibatkan oleh beberapa hal, seperti tertahannya Na+ di dalam tubuh, penimbunan cairan
13
karena gangguan fungsi daya saring ginjal dan meningkatnya kadar hormon renin.
Penimbunan cairan di dalam selaput pembungkus jantung dan radang otot jantung merupakan
salah satu pertanda memburuknya penyakit. Penderita gagal ginjal kronis yang mengalami
kelebihan beban cairan tubuh dapat mengalami gagal jantung, lebih - lebih dengan adanya
anemia kronik yang memperberat keadaan ini.
5. Gangguan sistem hormonal
Penderita gagal ginjal kronis kadang mengeluh terjadi penurunan libido, gangguan kesuburan
(fertilitas), dan impotensi, sedangkan pada penderita wanita dapat dijumpai gangguan menstruasi.
Gangguan hormon kalsitriol ginjal berdampak pada metabolisme kalsium dan fosfat tubuh, yang
berakibat terjadinya kerapuhan tulang. Pasien mengeluh tulang sendi pegal dan sakit.
6. Gangguan pada pengaturan asaam basa dan elektrolit
Gangguan kemampuan ginjal untuk membuang sisa metabolisme (asam) dari tubuh
mengakibatkan terjadinya keracunan asam (asidosis metabolik). Keadaan ini seringkali
dimanifestasikan dengan ; sesak nafas yang sebenarnya merupakan kompensasi paru - paru
untuk mengatasi keasaman dalam darah yang berlebihan dengan membuang CO2 sebanyak
mungkin, melalui pernafasan cepat daan dalam (kusmoul). Peningkatan kadar kalium dalam
darah (hiperkalemia) dapat membahayakan fungsi jantung dan merupakan bagian dari
ketidakmampuan ginjal untuk membuang kalium serta keluarnya kalium dari dalam sel, pada
keadaan keracunan asam tersebut.
7. Gangguan pada kulit
Gatal - gatal umumnya disebabkan oleh zat - zat racun krenik clan pengendapan kalsium di pori -
pori kulit. Kristal ureum dalam keringat pada kulit jarang dijumpai
Penatalaksanaan
Banyak faktor yang perlu dikendalikan untuk mencegah / memperlambat progresifitas penurunan
faal ginjal (LFG). Diantara penyakit dasar ginjal glomerulopati tergantung dari kelainan histopatologi
ginjal, protein hewani, hiperkolesterolemia, hipertensi sistemik, gangguan elektrolit (hipokalsemia dan
hipokalemia) merupakan faktor-faktor yang memperburuk faal ginjal. 2,4,5,9
a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG, sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang
masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat
menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah
menurun samapai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak
bermanfaat.
b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition)
14
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien
Penyakit Ginjal Kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid (superimposed factors)
yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain, gangguan
keseimbanagn cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi
traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan aktivitas
penyakit dasarnya.
c. Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal
Pembatasan Asupan Protein. Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG ≤ 60
ml/mnt, sedangkan di atas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan.
Protein diberikan 0,6-0,8/kg.bb/hari, yang 0,35-0,50 gr diantaranya merupakan protein nilai
biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari. Dibutuhkan
pemantauan yang teratur terhadap status nutrisi pasien. Bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan
kalori dan protein dapat ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan
protein tidak disimpan dalam tubuh tetapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain,
yang terutama diekskresikan melalui ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein yang
mengandung ion hydrogen, fosfst, sulfat, dan ion unorganik lain juga diekskresikan melalui
ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi protein pada pasien Penyakit Ginjal Kronik akan
mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lain, dan mengakibatkan
gangguan klinis dan metabolik yang disebur uremia. Dengan demikian, pembatasan asupan
protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom uremic. Masalah penting lain adalah,
asupan protein berlebih (protein overloaded) akan mengakibatkan perubahan hemodinamik
ginjal berupa peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus (intaglomerulus
hyperfiltration), yang akan meningkatkan progresifitas pemburukan fungsi ginjal. Pembatasan
asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat
selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasan fosfat perlu untuk mencegah terjadinya
hiperfosfatemia. 7,8
Tabel 6. Pembatasan asupan protein & fosfat pada PGK
LFG ml/mnt Asupan protein g/kg/hari Fosfat
g/kg/hr
> 60 Tidak dianjurkan Tdk dibatasi
25 – 60 0,6-0,8 kg/hr termasuk ≥ 0,35 gr/kg/hr nilai
biologi tinggi
≤ 10 g
5 – 25 0,6-0,8 kg/hr termasuk ≥ 0,35 gr/kg/hr nilai
biologi tinggi atau tambahan 0,3 g asam amino
≤ 10 g
15
esensial atau asam keto
< 60
(sindrom
nefrotik)
0,8/kg/hr (+1 gr protein / g proteinuria atau 0,3
g/kg tambahan asam amino esensial atau asam
keto
≤ 9 g
Penatalaksaan farmakologi pada kasus ini meliputi penatalaksaan pada penyakit hipertensi,
diabetes mellitus dan gagal ginjal kronik itu sendiri. 2
- Hipertensi
Menggunakan ACE inhibitor misalnya kaptopril dapat bermanfaat untuk pasien hipertensi dan
diabetes esensial atau diabetes mellitus. Selain itu ACE inhibitor juga dapat menurunkan
proteinuria.
Bila pasien sedang mengalami hemodialisis maka pemberian antihipertensi harus dihentikan.
Selain itu ACE inhibitor terdapat penyekat kanal kalsium atau minodiksil yang dapat
digunakan untuk mengkontrol tekanan darah.
Dosis : 12,5 mg
- Diabetes melitus
Pengobatan diabetes mellitus dengan mengendalikan kadar gula darah. Pengobatannya
dengan menggunakan ACE inhibitor tetapi obat ini harus digunakan pada awal pengobatan
hipertensi karena mempunyai efek antiproteinurik.
- Gagal ginjal kronik
Tabel 7. Terapi Gagal Ginjal Kronik
Derajat GFR (ml/menit/1,73m2) Rencana tatalaksana
1 ≥ 90
Terapi penyakit dasar, kondisi
komorbid,evaluasi perburukan
fungdi ginjal, memperbaiki
resiko kardiovaskular
2 60-89Menghambat pemburukan
fungsi ginjal
3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi
4 15-29Persiapan untu terapi
penggantian ginjal
5 <15 atau dialysis Terapi pengganti ginjal
16
Terapi lainnya dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.
1) Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan
malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap
akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.Beberapa yang
termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik,
bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi
refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10
mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah,
dan astenia berat.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan
di banyak rumah sakit rujukan.Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen
darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney).Kualitas hidup
yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14
tahun.Kendala yang ada adalah biaya yang mahal.
2) Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal
di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua
(umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular,
pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis,
kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal)
dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-
mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk
melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.
3) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan
program transplantasi ginjal, yaitu:
a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,
sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
b)Kualitas hidup normal kembali
c) Masa hidup (survival rate) lebih lama
d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat imunosupresif
untuk mencegah reaksi penolakan
e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi6,7
17
Komplikasi
Tabel 8. Komplikasi Gagal Ginjal Kronik
Stadium Laju filtrasi glomerulus
(ml/menit/1,73m2 )
Komplikasi
Stadium 1 > 90 (ada kerusakan ginjal,
proteinuria menetap, kelainan
sedimen urin, kelainan kimia
darah dan urin, kelainan pada
pemeriksaan radiologi)
-
Stadium 2 60-89 Tekanan darah mulai ↑
Stadium 3 30-59 - Hiperfosfatemia
- Hipokalsemia
- Anemia
- Hiperparatiroid
- Hipertensi
Stadium 4 15-29 - Malnutrisi
- Asidosis metabolic
- Hiperkalemia
- Dislipidemia
Stadium 5 < 15 - Gagal jantung
- Uremia
Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan pada stadium
dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam
mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular adalah :
a. pengobatan hipertensi yaitu makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal
b. pengendalian gula darah, lemak darah, dan anemia
c. penghentian merokok
d. peningkatan aktivitas fisik
e. pengendalian berat badan
f. obat penghambat sistem renin angiotensin seperti penghambat ACE (angiotensin converting
enzyme) dan penyekat reseptor angiotensin telah terbukti dapat mencegah dan menghambat
proteinuria dan penurunan fungsi ginjal.7,9
18
Prognosis
Prognosis gagal ginjal kronis umumnya buruk. Umumnya terjadi karena komplikasi penyakit
Daftar Pustaka
1. Guyton and Hall.. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Penerbit EGC ;Edisi 9: 2007
2. Sudoyo AW, Sutiyohadi B, Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 4. Pusat
Perubatan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. 2006. Hal 581-584.
3. Gleadle J. At a Glance : Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2005.
h. 146-7.
4. Lawrence S. Friedman. Current Medical Diagnosis and Treatment 45th Ed. Lawrence S
Friedman, Stephen J. Mcphee, Maxine A. Papadakis. Mc Graw Hill, 2006. Hal 906-913
5. Sudiono H, iskandar I, halim SL, santoso R dkk. Hematologi. Jakarta. 2009. 38-42
6. Sudiono H, iskandar I, halim SL, santoso R dkk. Urinalisis. Jakarta Edisi 2.2008. 13-79
7. Sukandar.Enday. 2006. Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis. Pusat Informasi Ilmiah
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK.UNPAD., 2007
8. Sylvia A. price, Lorraine M W. Patofisologi konsep klinis proses-proses penyakit, edisi 6 jilid II;
EGC: 2006 912-990
9. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification, and
Stratification. Individuals at increased risk of chronic kidney disease. Diunduh dari:
http://www.kidney.org/professionals/KDOQI/guidelines_ckd/p4_class_g3.htm.
19