Upload
fitrah-reynaldi
View
1.185
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
membahas tentang pelayanan klinik
Citation preview
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan kebutuhan yang utama bagi setiap penduduk yang hidup
di dunia ini, dan pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut baik kesehatan
fisik mapupun mental. Keadaan kesehatan seseorang akan dapat berpengaruh pada segi
kehidupan sosial ekonominya, maupun kelangsungan kehidupan suatu bangsa dan
Negara dimanapun di dunia ini, baik di Negara yang sudah maju maupun di Negara
yang sedang berkembang seperti Indonesia.
Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan
sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Penjelasan Umum atas Undang-Undang Republik
Indonesia No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan pada huruf (b) ditentukan, bahwa
pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan
guna hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan
secara optimal.
Hal itu menunjukkan, bahwa masalah kesehatan di Negara kita mendapatkan
perhatian dan penanganan secara serius oleh pemerintah, yaitu dengan didirikannya
sarana-sarana kesehatan, tidak hanya di kota-kota, tetapi juga sampai ke desa-desa.
Sarana kesehatan adalah setiap tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan”.Dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No. 23
Tahun 1992 Tentang Kesehatan ditentukan: Sarana kesehatan meliputi balai
pengobatan, pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit umum, rumah sakit khusus,
praktek dokter, praktek dokter gigi, praktek dokter spesialis, praktek dokter gigi
spesialis, praktek bidan, toko obat, apotek, pedagang besar farmasi, pabrik obat dan
bahan obat, laboratorium, sekolah dan akademik kesehatan, balai pelatihan kesehatan,
dan sarana kesehatan lainnya. “Sarana kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dapat diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat”.
Dari ketentuan Pasal 56 ayat (2) tersebut dapat dilihat, bahwa kesempatan untuk
mendirikan sarana-sarana kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada
2
masyarakat tidak hanya dimonopoli oleh pihak pemerintah, tetapi juga diberikan
kepada setiap anggota masyarakat atau swasta, sehingga akhir-akhir ini nampak peran
serta masyarakat dalam penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan swasta secara
merata, terjangkau, dan dapat diterima oleh masyarakat sesuai dengan sistem kesehatan
nasional, semakin meningkat dan berkembang dengan didirikannya klinik-klinik
swasta.
Apabila diperhatikan ketentuan Pasal 1 huruf (a) Peraturan Menteri Kesehatan
No. 920 Tahun 1986 pelayanan kesehatan swasta dibidang medik dapat
diselenggarakan oleh perseorangan, kelompok atau yayasan, sedangkan Pasal 58 ayat
(1) Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 menetapkan:
“Sarana kesehatan tertentu yang diselenggarakan masyarakat harus berbentuk badan
hukum”.
Dalam hal pelayanan kesehatan swasta di bidang medik diselenggarakan oleh
kelompok, berarti di dalamnya terdapat beberapa orang sebagai peserta yang
menggabungkan diri untuk bekerjasama mendirikan sarana kesehatan. Kerja sama itu
dapat terjadi antara dokter dengan apoteker, dokter dengan bidan, dokter dengan
perawat dan sebagainya.
Perkembangan dewasa ini menunjukkan bahwa kerjasama di bidang kesehatan
banyak terjadi dengan mendirikan usaha klinik kesehatan bersama yang kemudian
menjelma menjadi suatu kerja sama yang bersifat terus-menerus, yang akhirnya
menimbulkan suatu bentuk lembaga kesatuan kerja sama yang berbentuk suatu badan
yang mempunyai asas tujuan yang bersifat komersial untuk pemenuhan kebutuhan atau
kepentingan anggotanya yang dikenal dengan istilah persekutuan.
Bentuk-bentuk kesatuan kerja sama tersebut sama-sama menjalankan
perusahaan dengan tujuan untuk mencari keuntungan, tetapi mempunyai status hukum
yang berbeda. Perbedaan itu nampak dari prosedur pendiriannya, yaitu mutlak
diperlukan pengesahan oleh pemerintah, sedangkan untuk mendirikan kesatuan kerja
sama yang bukan badan hukum tidak diperlukan pengesahan akte pendirian oleh
pemerintah.
3
Oleh karena usaha klinik kesehatan bersama merupakan institusi yang relatif baru
diselenggarakan di Indonesia, sehingga dalam sistem hukum di Indonesia dapat dilihat
ada aspek hukum tertentu yang belum secara memadai memperoleh pengaturan, baik
dalam hukum kesehatan maupun dalam hukum persekutuan kita, terutama aspek-aspek
yang berkaitan dengan dasar hukum pendirian usaha klinik kesehatan bersama maupun
bentuk kesatuan kerjasamanya. Dengan dasar hukum yang kuat dan bentuk kesatuan
kerjasama yang jelas dan pasti akan dapat lebih menjamin adanya kepastian berusaha.
Namun demikian, mengingat hukum perjanjian Indonesia menganut sistem terbuka
yang tercermin dalam Pasal 1338 KUHPerdata, maka untuk sementara sampai dengan
adanya peraturan perundangan yang lebih rinci, maka semua aspek yang berkaitan
dengan perjanjian untuk mendirikan usaha klinik kesehatan bersama akan tunduk pada
ketentuan-ketentuan umum hukum perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata. Dalam
penyelenggaraan usaha klinik kesehatan bersama, para pesertanya akan mengadakan
kerja sama dan dengan adanya kerja sama tersebut akan melahirkan konsekuensi
yuridis, terutama mengenai tanggung jawab usaha klinik kesehatan bersama tersebut.
B. Permasalahan
Yang akan menjadi fokus penulis dalam makalah ini adalah bagaimana aspek
hukum pelayanan klinik jika ditinjau dari aspek medis dan aspek yuridis serta dasar
hokum pendirian usaha kesehatan klinik bersama.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Klinik
Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik,
diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang
tenaga medis (Permenkes RI, No. 028/Menkes/Per/I/2011).
B. Jenis Klinik
a. Klinik Pratama
Klinik Pratama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik
dasar yang dilayani oleh dokter umum dan dipimpin oleh seorang dokter
umum. Berdasarkan perijinannya klinik ini dapat dimiliki oleh badan usaha
ataupun perorangan.
b. Klinik Utama
Klinik Utama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik
spesialistik atau pelayanan medik dasar dan spesialistik. Spesialistik berarti
mengkhususkan pelayanan pada satu bidang tertentu berdasarkan disiplin ilmu,
golongan umur, organ atau jenis penyakit tertentu. Klinik ini dipimpin seorang
dokter spesialis ataupun dokter gigi spesialis. Berdasarkan perijinannya klinik
ini hanya dapat dimiliki oleh badan usaha berupa CV, ataupun PT.
Adapun perbedaan antara klinik pratama dan klinik utama adalah:
1. Pelayanan medis pada klinik pratama hanya pelayanan medis dasar, sementara
pada klinik utama mencangkup pelayanan medis dasar dan spesialis;
2. Pimpinan klinik pratama adalah dokter atau dokter gigi, sementara pada klinik
utama pimpinannya adalah dokter spesialis atau dokter gigi spesialis;
3. Layanan di dalam klinik utama mencangkup layanan rawat inap, sementara
pada klinik pratama layanan rawat inap hanya boleh dalam hal klinik berbentuk
badan usaha;
5
4. Tenaga medis dalam klinik pratama adalah minimal dua orang dokter atau
dokter gigi, sementara dalam klinik utama diperlukan satu orang spesialis untuk
masing-masing jenis pelayanan.
Adapun bentuk pelayanan klinik dapat berupa:
1. Rawat jalan;
2. Rawat inap;
3. One day care;
4. Home care;
5. Pelayanan 24 jam dalam 7 hari.
Perlu ditegaskan lagi bahwa klinik pratama yang menyelenggarakan rawat inap,
harus memiliki izin dalam bentuk badan usaha. Mengenai kepemilikan klinik, dapat
dimiliki secara perorangan ataupun badan usaha. Bagi klinik yang menyelenggarakan
rawat inap maka klinik tersebut harus menyediakan fasilitas-fasilitas yang mencakup:
1. Ruang rawat inap yang memenuhi persyaratan;
2. Minimal 5 bed, maksimal 10 bed, dengan lama inap maksimal 5 hari;
3. Tenaga medis dan keperawatan sesuai jumlah dan kualifikasi;
4. Dapur gizi;
5. Pelayanan laboratorium klinik pratama.
C. Kewajiban Klinik
Klinik memiliki kewajiban yang meliputi:
1. Memberikan pelayanan aman, bermutu, mengutamakan kepentingan
pasien, sesuai standar profesi, standar pelayanan dan standar prosedur
operasional;
2. Memberikan pelayanan gawat darurat pada pasien sesuai kemampuan tanpa
meminta uang muka terlebih dahulu/mengutamakan kepentingan pasien;
3. Memperoleh persetujuan tindakan medis;
4. Menyelenggarakan rekam medis;
5. Melaksanakan sistem rujukan;
6
6. Menolak keinginan pasien yang tidak sesuai dengan standar profesi, etika
dan peraturan perundang-undangan;
7. Menghormati hak pasien;
8. Melaksanakan kendali mutu dan kendali biaya;
9. Memiliki peraturan internal dan standar prosedur operasional;
10. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan.
D. Kewajiban Pihak Penyelenggara Klinik
Pihak penyelenggara klinik memiliki kewajiban yaitu:
1. Memasang papan nama klinik;
2. Membuat daftar tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya yang bekerja di
klinik beserta nomor Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP)
atau Surat Izin Kerja (SIK) dan Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) bagi
Apoteker;
3. Melaksanakan pencatatan untuk penyakit-penyakit tertentu dan melaporkan
kepada Dinas Kesehatan kabupaten/kota dalam rangka melaksanakan program
pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penyelenggaraan klinik ini
dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah. Bagi klinik yang melakukan
pelanggaran, maka pemerintah dapat mengenakan sanksi administratif berupa teguran,
teguran tertulis dan pencabutan izin.
E. Bangunan dan Ruangan
Klinik diselenggarakan pada bangunan yang permanen dan tidak bergabung
dengan tempat tinggal atau unit kerja lainnya. Dan juga bangunan klinik harus
memenuhi persyaratan lingkungan sehat sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan. Kemudian bangunan klinik juga harus memperhatikan fungsi, keamanan,
kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan
keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak dan orang usia
lanjut.
7
Bangunan klinik paling sedikit terdiri atas:
a. ruang pendaftaran/ruang tunggu;
b. ruang konsultasi dokter;
c. ruang administrasi;
d. ruang tindakan;
e. ruang farmasi;
f. kamar mandi/wc;
g. ruangan lainnya sesuai kebutuhan pelayanan.
F. Prasarana Klinik
Prasarana klinik meliputi:
a. instalasi air;
b. instalasi listrik;
c. instalasi sirkulasi udara;
d. sarana pengelolaan limbah;
e. pencegahan dan penanggulangan kebakaran;
f. ambulans, untuk klinik yang menyelenggarakan rawat inap; dan
g. sarana lainnya sesuai kebutuhan.
Prasarana sebagaimana dimaksud di atas harus dalam keadaan terpelihara dan
berfungsi dengan baik.
G. Peralatan
Klinik harus dilengkapi dengan peralatan medis dan nonmedis yang memadai
sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan. Peralatan medis dan nonmedis harus
memenuhi standar mutu, keamanan, dan keselamatan. Selain memenuhi standar,
peralatan medis juga harus memiliki izin edar sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Peralatan medis yang digunakan di klinik harus diuji dan dikalibrasi secara berkala
oleh Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan dan/atau institusi penguji dan
pengkalibrasi yang berwenang. Peralatan medis yang menggunakan radiasi pengion
harus mendapatkan izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Penggunaan
8
peralatan medis untuk kepentingan penegakan diagnosis, terapi dan rehabilitasi harus
berdasarkan indikasi medis.
H. Ketenagaan
Pimpinan Klinik Pratama adalah seorang dokter atau dokter gigi. Pimpinan Klinik
Utama adalah dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang memiliki kompetensi
sesuai dengan jenis kliniknya. Pimpinan klinik sebagaimana dimaksud pada ayat dan
ayat merupakan penanggung jawab klinik dan merangkap sebagai pelaksana
pelayanan.
Tenaga medis pada Klinik Pratama minimal terdiri dari 2 (dua) orang dokter
dan/atau dokter gigi. Lain hal nya dengan Klinik Utama, minimal harus terdiri dari 1
(satu) orang dokter spesialis dari masing-masing spesialisasi sesuai jenis pelayanan
yang diberikan. Klinik Utama dapat mempekerjakan dokter dan/atau dokter gigi
sebagai tenaga pelaksana pelayanan medis. Dokter atau dokter gigi sebagaimana
dimaksud di atas harus memiliki kompetensi setelah mengikuti pendidikan atau
pelatihan sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan oleh klinik. Jenis, kualifikasi,
dan jumlah tenaga kesehatan lain serta tenaga non kesehatan disesuaikan dengan
kebutuhan dan jenis pelayanan yang diberikan oleh klinik.
Setiap tenaga medis yang berpraktik di klinik harus mempunyai Surat Tanda
Registrasi dan Surat Izin Praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan. Begitu juga tenaga kesehatan lain yang bekerja di klinik harus mempunyai
Surat Izin sebagai tanda registrasi/Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Kerja (SIK)
atau Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di klinik harus bekerja sesuai dengan
standar profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika profesi,
menghormati hak pasien, mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien. Dan
juga Klinik dilarang mempekerjakan tenaga kesehatan warga negara asing.
9
I. Perizinan
Untuk mendirikan dan menyelenggarakan klinik harus mendapat izin dari
pemerintah daerah kabupaten/kota setelah mendapatkan rekomendasi dari dinas
kesehatan kabupaten/kota setempat. Dinas kesehatan kabupaten/kota mengeluarkan
rekomendasi setelah klinik memenuhi ketentuan persyaratan klinik. Permohonan izin
klinik diajukan dengan melampirkan:
a. surat rekomendasi dari dinas kesehatan setempat;
b. salinan/fotokopi pendirian badan usaha kecuali untuk kepemilikan perorangan;
c. identitas lengkap pemohon;
d. surat keterangan persetujuan lokasi dari pemerintah daerah setempat;
e. bukti hak kepemilikan atau penggunaan tanah atau izin penggunaan bangunan
untuk penyelenggaraan kegiatan bagi milik pribadi atau surat kontrak minimal
selama 5 (lima) tahun bagi yang menyewa bangunan untuk penyelenggaraan
kegiatan;
f. dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan (UPL);
g. profil klinik yang akan didirikan meliputi struktur organisasi kepengurusan,
tenaga kesehatan, sarana dan prasarana, dan peralatan serta pelayanan yang
diberikan; dan
h. persyaratan administrasi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Izin klinik diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang
dengan mengajukan permohonan perpanjangan 6 (enam) bulan sebelum habis masa
berlaku izinnya. Pemerintah daerah kabupaten/kota dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak
permohonan diterima harus menetapkan menerima atau menolak permohonan izin atau
permohonan perpanjangan izin. Permohonan yang tidak memenuhi syarat ditolak oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota dengan memberikan alasan penolakannya.
10
J. Usaha Klinik Kesehatan Bersama
Dalam pasal 1 huruf (I) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
920/Men.Kes/Per/XII/86 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di bidang medik
dapat dijumpai istilah praktek berkelompok, yaitu penyelenggaraan pelayanan medik
secara bersama oleh dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis atau dokter gigi
spesialis dengan atau tanpa menggunakan penunjang medik. Praktik bersama atau
berkelompok baik yang dilakukan oleh dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis atau
dokter gigi spesialis diselenggarakan dalam suatu tempat (klinik), sehingga dapat
disebut sebagai klinik kesehatan bersama. “Kata “usaha” diartikan sebagai kegiatan
dengan mengerahkan tenaga, pikiran atau badan untuk mencapai suatu maksud”.
Dari arti kata- kata tersebut di atas dapat dirumuskan pengertian Usaha Klinik
Kesehatan Bersama tersebut yaitu Suatu kegiatan bersama atau berkelompok dalam
suatu tempat (klinik) dengan mengerahkan tenaga, pikiran atau badan, guna mengobati
orang sakit agar memperoleh keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi untuk
mencapai suatu tujuan tertentu. Klinik kesehatan bersama yang menjalankan suatu
usaha dapat disebut sebagai badan usaha, yaitu perusahaan atau bentuk usaha yang
berbentuk badan hukum yang menjalankan suatu jenis usaha yang bersifat tetap dan
terus menerus dengan tujuan untuk memperoleh laba.
K. Dasar Hukum Usaha Klinik Kesehatan Bersama
Usaha klinik kesehatan bersama yang menyelenggarakan pelayanan medik, baik
pelayanan medik dasar maupun pelayanan medik spesialistik merupakan bentuk peran
serta masyarakat dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan merupakan salah
satu unsur di dalam sistem kesehatan, yaitu sebagai penyedia pelayanan kesehatan.
“Adapun yang dimaksud dengan penyedia pelayanan kesehatan (health provider)
adalah pihak yang bertanggungjawab secara langsung dalam menyelenggarakan
berbagai upaya kesehatan . Ditinjau dari segi pihak yang menyelenggarakan , maka
sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang No.23 Tahun 1992
tentang kesehatan yang tercantum dalam sistem kesehatan Nasional terutama dalam
11
uraian tentang bentuk-bentuk pokok Sistem Kesehatan Nasional, maka pelayanan
medik di Indonesia dapat dibedakan atas 2 macam, yaitu pelayanan medik yang
diselenggarakan oleh pemerintah dan pelayanan medik yang diselenggarakan oleh
pihak swasta. Dengan demikian Undang-undang Kesehatan dan juga Sistem Kesehatan
Nasional memang mengakui adanya peranan pihak swasta. Sebagai akibat dari telah
dibenarkannya pemilik mulai banyak didirikan usaha-usaha klinik kesehatan swasta
yang diseleggarakan secara bekerja sama dan dikelola secara komersial serta yang
berorientasi untuk mencari keuntungan. dalam pendirian usaha klinik kesehatan
bersama tunduk pada peraturan-peraturan umum tentang perjanjian sebagaimana diatur
di dalam Buku III KUHPerdata. Hal ini sesuai dengan pasal 1319 KUHPerdata yang
menentukan bahwa : Semua perjanjian baik yang mempunyai suatu nama khusus
maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-
peraturan umum yang termuat didalam bab ini dan bab yang lalu.
Menurut Wirjono Prodjodkoro, “sistem perundang-undangan yang kini dianut,
dasar hukum dari segala perkumpulan adalah adanya suatu persetujuan (overeenkoms)
antara pihak-pihak yang bersangkutan. Oleh karena usaha klinik kesehatan bersama
yang menggunakan bentuk persekutuan perdata (maatschap) merupakan perjanjian
berdasarkan atas penyerahan milik, maka tunduk pada perjanjian berdasarkan atas
penyerahan milik, maka tunduk pada perjanjian khusus (bijzondere ovreenkomst)
sebagaimana diatur di dalam Pasal 1618 sampai dengan Pasal 1652 KUHPerdata.
Usaha klinik kesehatan bersama yang menggunakan bentuk perseroan Terbatas di
samping tunduk pada peraturan-peraturan umum tentang perjanjian , juga tunduk pada
ketentuan –ketentuan tentang PT yang diatur dalam Undang-undang RI No.40 tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas. Oleh karena kerjasama yang diadakan oleh para
peserta dalam usaha klinik kesehatan bersama tunduk pada peraturan-peraturan umum
tentang perjanjian, maka dapat disebutkan bahwa dasar hukum pendirian usaha klinik
kesehatan bersama adalah perjanjian yang tercantum di dalam Buku III KUHPerdata.
Perjanjian yang diadakan oleh peserta dalam pendirian usaha klinik kesehatan bersama
adalah sebagai konsekuensi yuridis dari prinsip kebebasan berkontrak dalam Pasal
1338 ayat (1) KUHPerdata. Prinsip kebebasan yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (1)
12
KUHPerdata tersebut tidak berarti bahwa mereka yang membuat perjanjian itu bebas
sama sekali, melainkan kebebasan seseorang dalam membuat suatu perjanjian ada
pembatasnya, yaitu sejauh perjanjian yang dibuatnya itu tidak bertentangan dengan
kesusilaan, ketertiban umum dan undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 1337
KUHPerdata. Prinsip kebebasan yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata
tersebut tidak berarti bahwa mereka yang membuat perjanjian itu bebas sama sekali,
melainkan kebebasan seseorang dalam membuat suatu perjanjian ada pembatasnya,
yaitu sejauh perjanjian yang dibuatnya itu tidak bertentangan dengan kesusilaan,
ketertiban umum dan undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 1337
KUHPerdata. Jika yang mengadakan perjanjian itu subjeknya berupa Badan Hukum,
maka untuk dapat melakukan perbuatan hukum, dalam Pasal 1654 KUHPerdata
dinyatakan dengan tegas :
1. Kumpulan orang-orang yang bersama-bersama bertujuan untuk mendirikan suatu
badan yaitu perkumpulan.
2. Kumpulan harta kekayaan yang disediakan untuk tujuan-tujuan tertentu.
Perjanjian yang menjadi dasar hukum pendirian usaha klinik kesehatan bersama
adalah hanya mengenai perjanjian untuk menimbulkan perikatan yang disebut dengan
perjanjian obligatoir (memberi hak dan kewajiban kepada keduabelah pihak), tidak
berlaku bagi perjanjian jenis lainnya seperti misalnya perjanjian pembuktian.
Akibat hukum yang ditimbulkan dari perjanjian adalah berbeda dengan akibat hukum
dari perjanjian yang diadakan untuk mendirikan usaha klinik kesehatan bersama,
karena dalam perjanjian perndirian usaha klinik kesehatan bersama akibat hukum yang
ditimbulkan adalah sama atau manfaat yang diperolehnya adalah sama.
Meskipun pendirian usaha klinik kesehatan bersama mempunyai dasar hukum
perjanjian yang tercantum dalam KUHPerdata, tetapi para peserta yang membuat
perjanjian itu tetap harus memperhatikan peraturan-peraturan lainnya yang
berhubungan dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan swasta dibidang medik
atau kedokteran.
13
Pelayanan medik kelompok dapat digolongkan atas dua macam yaitu:
a. Pelayanan medik berkelompok yang hanya menyelenggarakan satu macam
pelayanan medik, spesialis jantung dan sebagainya.
b. Pelayanan medik berkelompok yang menyelenggarakan lebih dari satu macam
pelayanan medik, misalnya praktik bersama dokter spesialis anak dengan
dokter spesialis kebidanan.
L. Bentuk Kesatuan Kerjasama dalam Usaha Klinik Kesehatan Bersama
Usaha klinik kesehatan bersama didirikan oleh beberapa orang yang bersatu untuk
bekerjasama guna bersama-sama mengejar suatu tujuan. Pegertian mengenai suatu
kerjasama atau bentuk kerjasama itu, Achmad Ichsan menjelaskan sebagai berikut:
Dalam buku Hukum Perdata I B mengenai hukum perjanjian atau hukum perikatan
telah diberikan landasan pengertian tentang “persetujuan”, yaitu suatu permufakatan
atau persepakatan antara pihak-pihak yang mengadakan, yang kemudian menimbulkan
suatu “perikatan” bagi masing-masing pihak dan “perjanjian” terhadap satu sama lain.
Perikatan ini dimana masing-masing pihak masih berdiri berhadapan satu sama lain
dan dimana masing-masing diikat oleh janji-janji yang telah diadakan antara masing-
masing, kemudian berkembang menjadi suatu “kerjasama” antara pihak masing-
masing untuk secara bersama mencapai suatu tujuan tertentu yang telah disepakati.
Kerjasama ini yang kemudian menjelma menjadi suatu kerjasama yang bersifat terus-
menerus akhirnya menimbulkan suatu bentuk lembaga kesatuan kerjasama yang
berbentuk badan dengan sebutan “perkumpulan” (verenigingswezen).
Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa bentuk-bentuk kesatuan kerjasama yang
bertujuan untuk mencapai suatu keuntungan kebendaan (tujuan material) dapat
dijumpai dalam bentuk organisasi dengan sebutan :
1. Persekutuan perdata (Maatschap)
2. Persekutuan firma
3. Persekutuan komanditer
4. Perseroan terbatas
5. Koperasi
Dalam peraturan Menteri Kesehatan No. 920 Tahun 1986 Pasal 1 huruf (a) ditentukan,
pelayanan kesehatan swasta di bidang dapat deselenggarakan oleh perorangan,
kelompok atau yayasan, sedangkan dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-undang No. 23
Tahun 1992 ditentukan, sarana kesehatan tertentu yang diselenggarakan masyarakat
14
harus berbentuk badan hukum. Dalam Penjelasan Pasal 58 ayat (1) dijelaskan, bahwa
sarana kesehatan tertentu yang dimiliki oleh masyarakat termasuk swasta seperti rumah
sakit, pabrik obat, pedagang besar farmasi harus berbentuk badan hukum dengan
maksud agar dapat kepastian usaha, kemudahan pengawasan dan penyelenggaraan
usaha. Sarana yang tidak perlu berbentuk badan hukum lain praktek dokter, praktek
dokter, praktek dokter spesialis, apotek. Lebih lanjut di dalam penjelasan pasal 58 ayat
(1) tersebut ditentukan, bahwa sarana kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah
tidak perlu berbentuk badan hukum, karena pemerintah sendiri sudah merupakan badan
hukum publik. Tetapi ketentuan ini di dalam perkembangan dewasa ini terutama dalam
rangka otonomi daerah tidak bisa dipertahankan lagi, karena sarana-sarana pelayanan
kedokteran yang deselenggarakan oleh pemerintah seperti Puskesmas sebagai sarana
pelayanan kesehatan tingkat pertama, serta Rumah Sakit dengan berbagai jenjangnya
sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat kedua dan ketiga mengalami berbagai
perkembangan pula sebagaimana dikemukakan oleh Azwar, yaitu “bahwa dahulu
rumah sakit tidak pernah memikirkan masalah untung rugi karena semata-mata
didirikan untuk kepentingan sosial dan kemanusiaan (non profit), tetapi saat ini telah
berubah menjadi salah satu kegiatan ekonomi.”50Malah untuk yang dikelola oleh
badan-badan swasta kegiatan rumah sakit telah dijadikan sebagai salah satu badan
usaha yang mencari keuntungan (profit making). Oleh karena terjadi perubahan dari no
profit ke Profit making maka sarana-sarana kesehatan yang diselenggarakan oleh
pemerintah harus merupakan badan usaha dengan bentuk usaha Negara tertentu. Dari
ketentuan pasal 1 huruf (a) peraturan Menteri Kesehatan No. 920 Tahun 1986 dan Pasal
58 ayat (1) Undang-undang No. 23 Tahun 1992 dapat disimpulkan, bahwa bentuk
kesatuan kerjasama usaha klinik kesehatan bersama yang menyelenggarakan
pelayanan medik spesialis dapat berbentuk perorangan, kelompok, yayasan dan badan
hukum.
Di samping itu juga karena para peserta atau para anggota usaha klinik
kesehatan bersama tidak menghendaki suatu bentuk kesatuan kerjasama yang sifatnya
permanen, supaya mereka (para dokteryang menjadi peserta) dapat lebih mudah keluar
dari persekutuan apabila nanti suatu saat mereka mendapatkan pengangkatan dari
15
pemerintah sebagai pegawai negeri atau dokter pemerintah. Dengan demikian usaha
klinik kesehatan bersama yang memakai bentuk kesatuan kerjasama persekutuan
perdata para peserta bebas untuk keluar dari persekutuan apabila mereka
menghendakinya. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1646 KUHPerdata yang
mengatur mengenai berakhirnya suatu persekutuan perdata, yaitu :
1. Atas kehendak semata-mata dari beberapa atau seorang anggota.
2. Dengan lewatnya waktu untuk mana persekutuan telah diadakan.
3. Dengan musnahnya barang atau diselesaikannya perbuatan yang menjadi pokok
persekutuan.
4. Jika salah seorang anggota meninggal dunia atau ditaruh dibawah pengampuan
(curatele) atau dinyatakan pailit.
“Marthalena Pohan juga berpendapat, bahwa kerjasama dari para Advokat, juga di
kalangan kedokteran menurut keadaan dinamakan praktek bersama (group praktijk),
notaris dan juga kerjasama dengan lain golongan, kebanyakan terdiri dalam bentuk
persekutuan perdata (maatschap).51
“Kansil menyebutkan bentuk ini sebenarnya hanya mengatur perhubungan intern saja
antar orang- orang yang tergabung di dalamnya
Maksud perseroan ini adalah:
1. Harus bersifat kebendaan
2. Harus untuk memperoleh keuntungan
3. Keuntungan itu ahrus dibagi- bagi antara para anggota- anggotanya
4. Harus mempunyai sifat yang baik dan dapt diizinkan
Usaha klinik kesehatan bersama yang menggunakan Perseroan Terbatas
sebagai bentuk kesatuan kerjasamanya, diperlukan modal yang lumayan besar untuk
penyediaan peralatan medik maupun fasilitas lainnya. Untuk memperoleh modal yang
cukup besar itu diperlukan pemilik modal yang bersedia diajak kerjasama di dalam
suatu usaha klinik kesehatan, dan mereka sekaligus sebagai peserta di dalamnya.
16
Dokter- dokter yang tergabung di dalam suatu kerjasama itu adalah sebagai pemilik
modal (pemegang saham), di samping ada juga sebagai karyawan yang digaji oleh
perusahaan.
Dengan dipergunakan Persekutuan Perdata maupun Perseroan Terbatas sebagai
bentuk kesatuan kerjasama, maka dapatlah dikatakan, bahwa usaha kesehatan klinik
bersama tersebut tidak lagi semata- mata didasarkan pada fungsi sosial sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) Undang- undang No. 23 tahun 1992, tetapi sudah
mengarah pada usaha komersil.
Sebagaimana dikemukakan oleh Purnomo, B, bahwa kemajuan zaman modern
sekarang ini juga menambah pengaruh besar yang menjurus ke arah pengobatan
menjadi sumber pokok mata pencarian untuk nafkah dan kehidupan bagi dokter.
Praktik pengobatan dokter swasta atas dasar dorongan sumber pokok mata pencarian
dapat memberikan warna lain profesi kedokteran sebagai usaha komersial. Pelayanan
kesehatan dengan perhitungan yang komersial tidak bisadihindarkan lagi manakala
perkembangan ilmu kedokteran telah menggantungkan bantuan alat- alat teknologi/
elektronika yang mahal harganya.
Perhitungan- perhitungan yang bersifat komersil itu terletak pada kegiatan
perusahaan, yaitu suatu unit kegiatan yang melakukan aktvitas pengolahan faktor-
faktor produksi, untuk menyediakan barang- barang dan jasa bagi masyarakat,
mendistribusikannya serta melakukan upaya- upaya lain dengan tujuan memperoleh
keuntungan dan memuaskan kebutuhan masyarakat.
Oleh karena itu maka usaha klinik kesehatan bersama adalah menjalankan
perusahaan. Dalam Pasal 1 butir 6 Undang- undang No. 3 tahun 1982 tentang Wajib
Daftar Perusahaan ditentukan, perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang
menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap menerus dan yang dapat didirikan,
bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan
memperoleh laba atau keuntungan . Perusahaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan
secara terus menerus bertindak keluar untuk memperoleh penghasilan dengan
memperniagakan atau menyerahkan barang- barang atau mengadakan perjanjian-
perjanjian perniagaan.
17
Pada persekutuan perdata walaupun bersifat kebendaan dengan tujuan mencari
keuntungan, tetapi persekutuan bertindak tidak secara terang- terangan dan tidak ada
peraturan pengumuman- pengumuman terhadap pihak ketiga.
18
BAB IV PENUTUP
A. SIMPULAN
1. Dasar hukum pendirian usaha klinik keshatan bersama di bidang medik adalah
perjanjian antara peserta yaitu : antara pengusaha klinik dengan para dokter.
Oleh karena didasarkan pada perjanjian, maka dalam pendirian usaha klinik
kesehatan bersama tunduk pada peraturan-peraturan umum tentang perjanjian
sebagaimana diatur dalam Buku III KUHPerdata.
2. Tanggung jawab usaha klinik kesehatan bersama terhadap kerugian usaha
tegantung pada bentuk kesatuan kerjasama yang digunakan. Bagi yang
menggunakan bentuk kesatuan kerjasama Persekutuan Perdata ( maatschap )
telah diadakan ketentuan oleh para peserta dalam persekutuan itu sendiri, yaitu
para dokter hanya memasukkan tenaga atau keahliannya saja dan tidak dibebani
tanggung jawab atas kerugian usaha, melainkan yang bertanggung jawab
adalah pengusaha klinik. Sedangkan yang mengunakan bentuk Perseroan
Terbatas, jika terjadi kerugian usaha maka tanggung jawab tersebut mengacu
pada Undang-undang No.40 tahu 2007 pasal 3 yang menentukan, bahwa
pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas
perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas
kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya. Dalam hal
terjadi kerugian pada pihak pemakai jasa layanan kesehatan (pasien), maka
yang bertanggung jawab adalah tenaga kesehatan ( dokter yang bersangkutan),
karena di dalam usaha klinik kesehatan bersama tanggung jawab teknis dalam
pelayanan medik terletak pada masing-masing dokter bukan pada institusinya.
B. SARAN
1. Oleh karena dewasa ini bayak bermunculan usaha- usaha klinik kesehatan
bersama dan belum ada peraturan Perundang- undangan yang mengaturnya
secata tegas, maka untuk menjamin adanya kepastian hukum dan kepastian
berusaha serta melindungi kepentingan masyarakat pemakai jasa pelayanan
19
kesehatan swasta di bidang medik perlu segera dibuatkan peraturan perundang-
undangan yang mengatur secara rinci tentang usaha klinik kesehatan bersama
tersebut.
2. Oleh karena usaha klinik kesehatan bersama menjalankan suatu usaha yang
bertujuan komersil sebagaimana halnya dengan badan- badan usaha lainnya,
maka dalam pendiriannya perlu diisyaratkan adanya Surat Izin Usaha
Perusahaan (SIUP) dan didaftarkan dalam suatu daftar perusahaan sehingga
lebih menjamin adanya kepastian hukum dan kepastian berusaha.
20
DAFTAR PUSTAKA
Azwar.A, 1996, Pengantar Administrasi Kesehatan, Binarupa Aksara, Jakarta.
Badrulzaman, Mariam Darus, 1983, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Buku III
Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, Alumni, Bandung.
Halim, Ridwan, 1982, Hukum Perdata Dalam Tanya Jawab, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Harahap, Yahya,M., 1986, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung.
Kansil, C.S.T., 1984, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Aksara
Baru, Jakarta.
Komalawati,C., 1989, Hukum dan Etika Dalam Praktek Dokter, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta.
Meliala, Qiron Syamsudin, A., 1985, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta
Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta.
Mertokusumo, Sudikno, 1986, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Liberty,
Yogyakarta.
Muhammad, Abdulkadir, 1982, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung.
Poernomo, B.,1996, Kapita Selekta Hukum Kesehatan, Program Pasca Sarjana Ilmu
Kesehatan Masyarakat UGM, Yogyakarta.
Prodjodikoro, Wirjono, 1985, Hukum Perkumpulan,Perseroan dan Koperasi di
Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta.
Purwosutjipto,H.M.N., 1980, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia,Hukum
Persekutuan Perusahaan, Jambatan, Jakarta.
Said, M.Natzir, 1987, Hukum Perseroan, Alumni, Bandung.
Satrio,J., 1999, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung.
Setiawan, R.,1979, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian,Binacipta, Bandung.
Simanjuntak, Emmy Pangaribuan, 1995, Mengenal Liability Insurance, UMM Press,
Yogyakarta.
Soekanto,Soerjono dan Herkutanto, 1987, Pengantar Hukum Kesehatan, Remaja
Karya, Bandung.
Soekardono, 1983, Hukum Dagang Indonesia, Bagian Pertama, Dian Rakyat, Jakarta.
Sofwan,M. Sri Soedewi, 1980. Hukum Perdata Tentang Hukum Perutangan Bagian B,
Seksi Hukum Perdata Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta.
Subekti.R.,1984, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta.
Supriadi, Wilachandrawila, 2001, Hukum Kedokteran, Mandar Maju, Bandung.