20
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan yang utama bagi setiap penduduk yang hidup di dunia ini, dan pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut baik kesehatan fisik mapupun mental. Keadaan kesehatan seseorang akan dapat berpengaruh pada segi kehidupan sosial ekonominya, maupun kelangsungan kehidupan suatu bangsa dan Negara dimanapun di dunia ini, baik di Negara yang sudah maju maupun di Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Penjelasan Umum atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan pada huruf (b) ditentukan, bahwa pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan secara optimal. Hal itu menunjukkan, bahwa masalah kesehatan di Negara kita mendapatkan perhatian dan penanganan secara serius oleh pemerintah, yaitu dengan didirikannya sarana-sarana kesehatan, tidak hanya di kota-kota, tetapi juga sampai ke desa-desa. Sarana kesehatan adalah setiap tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan”.Dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan ditentukan: Sarana kesehatan meliputi balai pengobatan, pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit umum, rumah sakit khusus, praktek dokter, praktek dokter gigi, praktek dokter spesialis, praktek dokter gigi spesialis, praktek bidan, toko obat, apotek, pedagang besar farmasi, pabrik obat dan bahan obat, laboratorium, sekolah dan akademik kesehatan, balai pelatihan kesehatan, dan sarana kesehatan lainnya. “Sarana kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat”. Dari ketentuan Pasal 56 ayat (2) tersebut dapat dilihat, bahwa kesempatan untuk mendirikan sarana-sarana kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada

Makalah Aspek Hukum Pelayanan Klinik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

membahas tentang pelayanan klinik

Citation preview

Page 1: Makalah Aspek Hukum Pelayanan Klinik

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan kebutuhan yang utama bagi setiap penduduk yang hidup

di dunia ini, dan pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut baik kesehatan

fisik mapupun mental. Keadaan kesehatan seseorang akan dapat berpengaruh pada segi

kehidupan sosial ekonominya, maupun kelangsungan kehidupan suatu bangsa dan

Negara dimanapun di dunia ini, baik di Negara yang sudah maju maupun di Negara

yang sedang berkembang seperti Indonesia.

Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan

sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Penjelasan Umum atas Undang-Undang Republik

Indonesia No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan pada huruf (b) ditentukan, bahwa

pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan

guna hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan

secara optimal.

Hal itu menunjukkan, bahwa masalah kesehatan di Negara kita mendapatkan

perhatian dan penanganan secara serius oleh pemerintah, yaitu dengan didirikannya

sarana-sarana kesehatan, tidak hanya di kota-kota, tetapi juga sampai ke desa-desa.

Sarana kesehatan adalah setiap tempat yang digunakan untuk

menyelenggarakan upaya kesehatan”.Dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No. 23

Tahun 1992 Tentang Kesehatan ditentukan: Sarana kesehatan meliputi balai

pengobatan, pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit umum, rumah sakit khusus,

praktek dokter, praktek dokter gigi, praktek dokter spesialis, praktek dokter gigi

spesialis, praktek bidan, toko obat, apotek, pedagang besar farmasi, pabrik obat dan

bahan obat, laboratorium, sekolah dan akademik kesehatan, balai pelatihan kesehatan,

dan sarana kesehatan lainnya. “Sarana kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) dapat diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat”.

Dari ketentuan Pasal 56 ayat (2) tersebut dapat dilihat, bahwa kesempatan untuk

mendirikan sarana-sarana kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada

Page 2: Makalah Aspek Hukum Pelayanan Klinik

2

masyarakat tidak hanya dimonopoli oleh pihak pemerintah, tetapi juga diberikan

kepada setiap anggota masyarakat atau swasta, sehingga akhir-akhir ini nampak peran

serta masyarakat dalam penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan swasta secara

merata, terjangkau, dan dapat diterima oleh masyarakat sesuai dengan sistem kesehatan

nasional, semakin meningkat dan berkembang dengan didirikannya klinik-klinik

swasta.

Apabila diperhatikan ketentuan Pasal 1 huruf (a) Peraturan Menteri Kesehatan

No. 920 Tahun 1986 pelayanan kesehatan swasta dibidang medik dapat

diselenggarakan oleh perseorangan, kelompok atau yayasan, sedangkan Pasal 58 ayat

(1) Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 menetapkan:

“Sarana kesehatan tertentu yang diselenggarakan masyarakat harus berbentuk badan

hukum”.

Dalam hal pelayanan kesehatan swasta di bidang medik diselenggarakan oleh

kelompok, berarti di dalamnya terdapat beberapa orang sebagai peserta yang

menggabungkan diri untuk bekerjasama mendirikan sarana kesehatan. Kerja sama itu

dapat terjadi antara dokter dengan apoteker, dokter dengan bidan, dokter dengan

perawat dan sebagainya.

Perkembangan dewasa ini menunjukkan bahwa kerjasama di bidang kesehatan

banyak terjadi dengan mendirikan usaha klinik kesehatan bersama yang kemudian

menjelma menjadi suatu kerja sama yang bersifat terus-menerus, yang akhirnya

menimbulkan suatu bentuk lembaga kesatuan kerja sama yang berbentuk suatu badan

yang mempunyai asas tujuan yang bersifat komersial untuk pemenuhan kebutuhan atau

kepentingan anggotanya yang dikenal dengan istilah persekutuan.

Bentuk-bentuk kesatuan kerja sama tersebut sama-sama menjalankan

perusahaan dengan tujuan untuk mencari keuntungan, tetapi mempunyai status hukum

yang berbeda. Perbedaan itu nampak dari prosedur pendiriannya, yaitu mutlak

diperlukan pengesahan oleh pemerintah, sedangkan untuk mendirikan kesatuan kerja

sama yang bukan badan hukum tidak diperlukan pengesahan akte pendirian oleh

pemerintah.

Page 3: Makalah Aspek Hukum Pelayanan Klinik

3

Oleh karena usaha klinik kesehatan bersama merupakan institusi yang relatif baru

diselenggarakan di Indonesia, sehingga dalam sistem hukum di Indonesia dapat dilihat

ada aspek hukum tertentu yang belum secara memadai memperoleh pengaturan, baik

dalam hukum kesehatan maupun dalam hukum persekutuan kita, terutama aspek-aspek

yang berkaitan dengan dasar hukum pendirian usaha klinik kesehatan bersama maupun

bentuk kesatuan kerjasamanya. Dengan dasar hukum yang kuat dan bentuk kesatuan

kerjasama yang jelas dan pasti akan dapat lebih menjamin adanya kepastian berusaha.

Namun demikian, mengingat hukum perjanjian Indonesia menganut sistem terbuka

yang tercermin dalam Pasal 1338 KUHPerdata, maka untuk sementara sampai dengan

adanya peraturan perundangan yang lebih rinci, maka semua aspek yang berkaitan

dengan perjanjian untuk mendirikan usaha klinik kesehatan bersama akan tunduk pada

ketentuan-ketentuan umum hukum perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata. Dalam

penyelenggaraan usaha klinik kesehatan bersama, para pesertanya akan mengadakan

kerja sama dan dengan adanya kerja sama tersebut akan melahirkan konsekuensi

yuridis, terutama mengenai tanggung jawab usaha klinik kesehatan bersama tersebut.

B. Permasalahan

Yang akan menjadi fokus penulis dalam makalah ini adalah bagaimana aspek

hukum pelayanan klinik jika ditinjau dari aspek medis dan aspek yuridis serta dasar

hokum pendirian usaha kesehatan klinik bersama.

Page 4: Makalah Aspek Hukum Pelayanan Klinik

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Klinik

Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik,

diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang

tenaga medis (Permenkes RI, No. 028/Menkes/Per/I/2011).

B. Jenis Klinik

a. Klinik Pratama

Klinik Pratama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik

dasar yang dilayani oleh dokter umum dan dipimpin oleh seorang dokter

umum. Berdasarkan perijinannya klinik ini dapat dimiliki oleh badan usaha

ataupun perorangan.

b. Klinik Utama

Klinik Utama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik

spesialistik atau pelayanan medik dasar dan spesialistik. Spesialistik berarti

mengkhususkan pelayanan pada satu bidang tertentu berdasarkan disiplin ilmu,

golongan umur, organ atau jenis penyakit tertentu. Klinik ini dipimpin seorang

dokter spesialis ataupun dokter gigi spesialis. Berdasarkan perijinannya klinik

ini hanya dapat dimiliki oleh badan usaha berupa CV, ataupun PT.

Adapun perbedaan antara klinik pratama dan klinik utama adalah:

1. Pelayanan medis pada klinik pratama hanya pelayanan medis dasar, sementara

pada klinik utama mencangkup pelayanan medis dasar dan spesialis;

2. Pimpinan klinik pratama adalah dokter atau dokter gigi, sementara pada klinik

utama pimpinannya adalah dokter spesialis atau dokter gigi spesialis;

3. Layanan di dalam klinik utama mencangkup layanan rawat inap, sementara

pada klinik pratama layanan rawat inap hanya boleh dalam hal klinik berbentuk

badan usaha;

Page 5: Makalah Aspek Hukum Pelayanan Klinik

5

4. Tenaga medis dalam klinik pratama adalah minimal dua orang dokter atau

dokter gigi, sementara dalam klinik utama diperlukan satu orang spesialis untuk

masing-masing jenis pelayanan.

Adapun bentuk pelayanan klinik dapat berupa:

1. Rawat jalan;

2. Rawat inap;

3. One day care;

4. Home care;

5. Pelayanan 24 jam dalam 7 hari.

Perlu ditegaskan lagi bahwa klinik pratama yang menyelenggarakan rawat inap,

harus memiliki izin dalam bentuk badan usaha. Mengenai kepemilikan klinik, dapat

dimiliki secara perorangan ataupun badan usaha. Bagi klinik yang menyelenggarakan

rawat inap maka klinik tersebut harus menyediakan fasilitas-fasilitas yang mencakup:

1. Ruang rawat inap yang memenuhi persyaratan;

2. Minimal 5 bed, maksimal 10 bed, dengan lama inap maksimal 5 hari;

3. Tenaga medis dan keperawatan sesuai jumlah dan kualifikasi;

4. Dapur gizi;

5. Pelayanan laboratorium klinik pratama.

C. Kewajiban Klinik

Klinik memiliki kewajiban yang meliputi:

1. Memberikan pelayanan aman, bermutu, mengutamakan kepentingan

pasien, sesuai standar profesi, standar pelayanan dan standar prosedur

operasional;

2. Memberikan pelayanan gawat darurat pada pasien sesuai kemampuan tanpa

meminta uang muka terlebih dahulu/mengutamakan kepentingan pasien;

3. Memperoleh persetujuan tindakan medis;

4. Menyelenggarakan rekam medis;

5. Melaksanakan sistem rujukan;

Page 6: Makalah Aspek Hukum Pelayanan Klinik

6

6. Menolak keinginan pasien yang tidak sesuai dengan standar profesi, etika

dan peraturan perundang-undangan;

7. Menghormati hak pasien;

8. Melaksanakan kendali mutu dan kendali biaya;

9. Memiliki peraturan internal dan standar prosedur operasional;

10. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan.

D. Kewajiban Pihak Penyelenggara Klinik

Pihak penyelenggara klinik memiliki kewajiban yaitu:

1. Memasang papan nama klinik;

2. Membuat daftar tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya yang bekerja di

klinik beserta nomor Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP)

atau Surat Izin Kerja (SIK) dan Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) bagi

Apoteker;

3. Melaksanakan pencatatan untuk penyakit-penyakit tertentu dan melaporkan

kepada Dinas Kesehatan kabupaten/kota dalam rangka melaksanakan program

pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penyelenggaraan klinik ini

dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah. Bagi klinik yang melakukan

pelanggaran, maka pemerintah dapat mengenakan sanksi administratif berupa teguran,

teguran tertulis dan pencabutan izin.

E. Bangunan dan Ruangan

Klinik diselenggarakan pada bangunan yang permanen dan tidak bergabung

dengan tempat tinggal atau unit kerja lainnya. Dan juga bangunan klinik harus

memenuhi persyaratan lingkungan sehat sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan. Kemudian bangunan klinik juga harus memperhatikan fungsi, keamanan,

kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan

keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak dan orang usia

lanjut.

Page 7: Makalah Aspek Hukum Pelayanan Klinik

7

Bangunan klinik paling sedikit terdiri atas:

a. ruang pendaftaran/ruang tunggu;

b. ruang konsultasi dokter;

c. ruang administrasi;

d. ruang tindakan;

e. ruang farmasi;

f. kamar mandi/wc;

g. ruangan lainnya sesuai kebutuhan pelayanan.

F. Prasarana Klinik

Prasarana klinik meliputi:

a. instalasi air;

b. instalasi listrik;

c. instalasi sirkulasi udara;

d. sarana pengelolaan limbah;

e. pencegahan dan penanggulangan kebakaran;

f. ambulans, untuk klinik yang menyelenggarakan rawat inap; dan

g. sarana lainnya sesuai kebutuhan.

Prasarana sebagaimana dimaksud di atas harus dalam keadaan terpelihara dan

berfungsi dengan baik.

G. Peralatan

Klinik harus dilengkapi dengan peralatan medis dan nonmedis yang memadai

sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan. Peralatan medis dan nonmedis harus

memenuhi standar mutu, keamanan, dan keselamatan. Selain memenuhi standar,

peralatan medis juga harus memiliki izin edar sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Peralatan medis yang digunakan di klinik harus diuji dan dikalibrasi secara berkala

oleh Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan dan/atau institusi penguji dan

pengkalibrasi yang berwenang. Peralatan medis yang menggunakan radiasi pengion

harus mendapatkan izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Penggunaan

Page 8: Makalah Aspek Hukum Pelayanan Klinik

8

peralatan medis untuk kepentingan penegakan diagnosis, terapi dan rehabilitasi harus

berdasarkan indikasi medis.

H. Ketenagaan

Pimpinan Klinik Pratama adalah seorang dokter atau dokter gigi. Pimpinan Klinik

Utama adalah dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang memiliki kompetensi

sesuai dengan jenis kliniknya. Pimpinan klinik sebagaimana dimaksud pada ayat dan

ayat merupakan penanggung jawab klinik dan merangkap sebagai pelaksana

pelayanan.

Tenaga medis pada Klinik Pratama minimal terdiri dari 2 (dua) orang dokter

dan/atau dokter gigi. Lain hal nya dengan Klinik Utama, minimal harus terdiri dari 1

(satu) orang dokter spesialis dari masing-masing spesialisasi sesuai jenis pelayanan

yang diberikan. Klinik Utama dapat mempekerjakan dokter dan/atau dokter gigi

sebagai tenaga pelaksana pelayanan medis. Dokter atau dokter gigi sebagaimana

dimaksud di atas harus memiliki kompetensi setelah mengikuti pendidikan atau

pelatihan sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan oleh klinik. Jenis, kualifikasi,

dan jumlah tenaga kesehatan lain serta tenaga non kesehatan disesuaikan dengan

kebutuhan dan jenis pelayanan yang diberikan oleh klinik.

Setiap tenaga medis yang berpraktik di klinik harus mempunyai Surat Tanda

Registrasi dan Surat Izin Praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan. Begitu juga tenaga kesehatan lain yang bekerja di klinik harus mempunyai

Surat Izin sebagai tanda registrasi/Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Kerja (SIK)

atau Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di klinik harus bekerja sesuai dengan

standar profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika profesi,

menghormati hak pasien, mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien. Dan

juga Klinik dilarang mempekerjakan tenaga kesehatan warga negara asing.

Page 9: Makalah Aspek Hukum Pelayanan Klinik

9

I. Perizinan

Untuk mendirikan dan menyelenggarakan klinik harus mendapat izin dari

pemerintah daerah kabupaten/kota setelah mendapatkan rekomendasi dari dinas

kesehatan kabupaten/kota setempat. Dinas kesehatan kabupaten/kota mengeluarkan

rekomendasi setelah klinik memenuhi ketentuan persyaratan klinik. Permohonan izin

klinik diajukan dengan melampirkan:

a. surat rekomendasi dari dinas kesehatan setempat;

b. salinan/fotokopi pendirian badan usaha kecuali untuk kepemilikan perorangan;

c. identitas lengkap pemohon;

d. surat keterangan persetujuan lokasi dari pemerintah daerah setempat;

e. bukti hak kepemilikan atau penggunaan tanah atau izin penggunaan bangunan

untuk penyelenggaraan kegiatan bagi milik pribadi atau surat kontrak minimal

selama 5 (lima) tahun bagi yang menyewa bangunan untuk penyelenggaraan

kegiatan;

f. dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan

Lingkungan (UPL);

g. profil klinik yang akan didirikan meliputi struktur organisasi kepengurusan,

tenaga kesehatan, sarana dan prasarana, dan peralatan serta pelayanan yang

diberikan; dan

h. persyaratan administrasi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Izin klinik diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang

dengan mengajukan permohonan perpanjangan 6 (enam) bulan sebelum habis masa

berlaku izinnya. Pemerintah daerah kabupaten/kota dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak

permohonan diterima harus menetapkan menerima atau menolak permohonan izin atau

permohonan perpanjangan izin. Permohonan yang tidak memenuhi syarat ditolak oleh

pemerintah daerah kabupaten/kota dengan memberikan alasan penolakannya.

Page 10: Makalah Aspek Hukum Pelayanan Klinik

10

J. Usaha Klinik Kesehatan Bersama

Dalam pasal 1 huruf (I) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

920/Men.Kes/Per/XII/86 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di bidang medik

dapat dijumpai istilah praktek berkelompok, yaitu penyelenggaraan pelayanan medik

secara bersama oleh dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis atau dokter gigi

spesialis dengan atau tanpa menggunakan penunjang medik. Praktik bersama atau

berkelompok baik yang dilakukan oleh dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis atau

dokter gigi spesialis diselenggarakan dalam suatu tempat (klinik), sehingga dapat

disebut sebagai klinik kesehatan bersama. “Kata “usaha” diartikan sebagai kegiatan

dengan mengerahkan tenaga, pikiran atau badan untuk mencapai suatu maksud”.

Dari arti kata- kata tersebut di atas dapat dirumuskan pengertian Usaha Klinik

Kesehatan Bersama tersebut yaitu Suatu kegiatan bersama atau berkelompok dalam

suatu tempat (klinik) dengan mengerahkan tenaga, pikiran atau badan, guna mengobati

orang sakit agar memperoleh keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang

memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi untuk

mencapai suatu tujuan tertentu. Klinik kesehatan bersama yang menjalankan suatu

usaha dapat disebut sebagai badan usaha, yaitu perusahaan atau bentuk usaha yang

berbentuk badan hukum yang menjalankan suatu jenis usaha yang bersifat tetap dan

terus menerus dengan tujuan untuk memperoleh laba.

K. Dasar Hukum Usaha Klinik Kesehatan Bersama

Usaha klinik kesehatan bersama yang menyelenggarakan pelayanan medik, baik

pelayanan medik dasar maupun pelayanan medik spesialistik merupakan bentuk peran

serta masyarakat dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan merupakan salah

satu unsur di dalam sistem kesehatan, yaitu sebagai penyedia pelayanan kesehatan.

“Adapun yang dimaksud dengan penyedia pelayanan kesehatan (health provider)

adalah pihak yang bertanggungjawab secara langsung dalam menyelenggarakan

berbagai upaya kesehatan . Ditinjau dari segi pihak yang menyelenggarakan , maka

sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang No.23 Tahun 1992

tentang kesehatan yang tercantum dalam sistem kesehatan Nasional terutama dalam

Page 11: Makalah Aspek Hukum Pelayanan Klinik

11

uraian tentang bentuk-bentuk pokok Sistem Kesehatan Nasional, maka pelayanan

medik di Indonesia dapat dibedakan atas 2 macam, yaitu pelayanan medik yang

diselenggarakan oleh pemerintah dan pelayanan medik yang diselenggarakan oleh

pihak swasta. Dengan demikian Undang-undang Kesehatan dan juga Sistem Kesehatan

Nasional memang mengakui adanya peranan pihak swasta. Sebagai akibat dari telah

dibenarkannya pemilik mulai banyak didirikan usaha-usaha klinik kesehatan swasta

yang diseleggarakan secara bekerja sama dan dikelola secara komersial serta yang

berorientasi untuk mencari keuntungan. dalam pendirian usaha klinik kesehatan

bersama tunduk pada peraturan-peraturan umum tentang perjanjian sebagaimana diatur

di dalam Buku III KUHPerdata. Hal ini sesuai dengan pasal 1319 KUHPerdata yang

menentukan bahwa : Semua perjanjian baik yang mempunyai suatu nama khusus

maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-

peraturan umum yang termuat didalam bab ini dan bab yang lalu.

Menurut Wirjono Prodjodkoro, “sistem perundang-undangan yang kini dianut,

dasar hukum dari segala perkumpulan adalah adanya suatu persetujuan (overeenkoms)

antara pihak-pihak yang bersangkutan. Oleh karena usaha klinik kesehatan bersama

yang menggunakan bentuk persekutuan perdata (maatschap) merupakan perjanjian

berdasarkan atas penyerahan milik, maka tunduk pada perjanjian berdasarkan atas

penyerahan milik, maka tunduk pada perjanjian khusus (bijzondere ovreenkomst)

sebagaimana diatur di dalam Pasal 1618 sampai dengan Pasal 1652 KUHPerdata.

Usaha klinik kesehatan bersama yang menggunakan bentuk perseroan Terbatas di

samping tunduk pada peraturan-peraturan umum tentang perjanjian , juga tunduk pada

ketentuan –ketentuan tentang PT yang diatur dalam Undang-undang RI No.40 tahun

2007 tentang Perseroan Terbatas. Oleh karena kerjasama yang diadakan oleh para

peserta dalam usaha klinik kesehatan bersama tunduk pada peraturan-peraturan umum

tentang perjanjian, maka dapat disebutkan bahwa dasar hukum pendirian usaha klinik

kesehatan bersama adalah perjanjian yang tercantum di dalam Buku III KUHPerdata.

Perjanjian yang diadakan oleh peserta dalam pendirian usaha klinik kesehatan bersama

adalah sebagai konsekuensi yuridis dari prinsip kebebasan berkontrak dalam Pasal

1338 ayat (1) KUHPerdata. Prinsip kebebasan yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (1)

Page 12: Makalah Aspek Hukum Pelayanan Klinik

12

KUHPerdata tersebut tidak berarti bahwa mereka yang membuat perjanjian itu bebas

sama sekali, melainkan kebebasan seseorang dalam membuat suatu perjanjian ada

pembatasnya, yaitu sejauh perjanjian yang dibuatnya itu tidak bertentangan dengan

kesusilaan, ketertiban umum dan undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 1337

KUHPerdata. Prinsip kebebasan yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata

tersebut tidak berarti bahwa mereka yang membuat perjanjian itu bebas sama sekali,

melainkan kebebasan seseorang dalam membuat suatu perjanjian ada pembatasnya,

yaitu sejauh perjanjian yang dibuatnya itu tidak bertentangan dengan kesusilaan,

ketertiban umum dan undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 1337

KUHPerdata. Jika yang mengadakan perjanjian itu subjeknya berupa Badan Hukum,

maka untuk dapat melakukan perbuatan hukum, dalam Pasal 1654 KUHPerdata

dinyatakan dengan tegas :

1. Kumpulan orang-orang yang bersama-bersama bertujuan untuk mendirikan suatu

badan yaitu perkumpulan.

2. Kumpulan harta kekayaan yang disediakan untuk tujuan-tujuan tertentu.

Perjanjian yang menjadi dasar hukum pendirian usaha klinik kesehatan bersama

adalah hanya mengenai perjanjian untuk menimbulkan perikatan yang disebut dengan

perjanjian obligatoir (memberi hak dan kewajiban kepada keduabelah pihak), tidak

berlaku bagi perjanjian jenis lainnya seperti misalnya perjanjian pembuktian.

Akibat hukum yang ditimbulkan dari perjanjian adalah berbeda dengan akibat hukum

dari perjanjian yang diadakan untuk mendirikan usaha klinik kesehatan bersama,

karena dalam perjanjian perndirian usaha klinik kesehatan bersama akibat hukum yang

ditimbulkan adalah sama atau manfaat yang diperolehnya adalah sama.

Meskipun pendirian usaha klinik kesehatan bersama mempunyai dasar hukum

perjanjian yang tercantum dalam KUHPerdata, tetapi para peserta yang membuat

perjanjian itu tetap harus memperhatikan peraturan-peraturan lainnya yang

berhubungan dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan swasta dibidang medik

atau kedokteran.

Page 13: Makalah Aspek Hukum Pelayanan Klinik

13

Pelayanan medik kelompok dapat digolongkan atas dua macam yaitu:

a. Pelayanan medik berkelompok yang hanya menyelenggarakan satu macam

pelayanan medik, spesialis jantung dan sebagainya.

b. Pelayanan medik berkelompok yang menyelenggarakan lebih dari satu macam

pelayanan medik, misalnya praktik bersama dokter spesialis anak dengan

dokter spesialis kebidanan.

L. Bentuk Kesatuan Kerjasama dalam Usaha Klinik Kesehatan Bersama

Usaha klinik kesehatan bersama didirikan oleh beberapa orang yang bersatu untuk

bekerjasama guna bersama-sama mengejar suatu tujuan. Pegertian mengenai suatu

kerjasama atau bentuk kerjasama itu, Achmad Ichsan menjelaskan sebagai berikut:

Dalam buku Hukum Perdata I B mengenai hukum perjanjian atau hukum perikatan

telah diberikan landasan pengertian tentang “persetujuan”, yaitu suatu permufakatan

atau persepakatan antara pihak-pihak yang mengadakan, yang kemudian menimbulkan

suatu “perikatan” bagi masing-masing pihak dan “perjanjian” terhadap satu sama lain.

Perikatan ini dimana masing-masing pihak masih berdiri berhadapan satu sama lain

dan dimana masing-masing diikat oleh janji-janji yang telah diadakan antara masing-

masing, kemudian berkembang menjadi suatu “kerjasama” antara pihak masing-

masing untuk secara bersama mencapai suatu tujuan tertentu yang telah disepakati.

Kerjasama ini yang kemudian menjelma menjadi suatu kerjasama yang bersifat terus-

menerus akhirnya menimbulkan suatu bentuk lembaga kesatuan kerjasama yang

berbentuk badan dengan sebutan “perkumpulan” (verenigingswezen).

Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa bentuk-bentuk kesatuan kerjasama yang

bertujuan untuk mencapai suatu keuntungan kebendaan (tujuan material) dapat

dijumpai dalam bentuk organisasi dengan sebutan :

1. Persekutuan perdata (Maatschap)

2. Persekutuan firma

3. Persekutuan komanditer

4. Perseroan terbatas

5. Koperasi

Dalam peraturan Menteri Kesehatan No. 920 Tahun 1986 Pasal 1 huruf (a) ditentukan,

pelayanan kesehatan swasta di bidang dapat deselenggarakan oleh perorangan,

kelompok atau yayasan, sedangkan dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-undang No. 23

Tahun 1992 ditentukan, sarana kesehatan tertentu yang diselenggarakan masyarakat

Page 14: Makalah Aspek Hukum Pelayanan Klinik

14

harus berbentuk badan hukum. Dalam Penjelasan Pasal 58 ayat (1) dijelaskan, bahwa

sarana kesehatan tertentu yang dimiliki oleh masyarakat termasuk swasta seperti rumah

sakit, pabrik obat, pedagang besar farmasi harus berbentuk badan hukum dengan

maksud agar dapat kepastian usaha, kemudahan pengawasan dan penyelenggaraan

usaha. Sarana yang tidak perlu berbentuk badan hukum lain praktek dokter, praktek

dokter, praktek dokter spesialis, apotek. Lebih lanjut di dalam penjelasan pasal 58 ayat

(1) tersebut ditentukan, bahwa sarana kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah

tidak perlu berbentuk badan hukum, karena pemerintah sendiri sudah merupakan badan

hukum publik. Tetapi ketentuan ini di dalam perkembangan dewasa ini terutama dalam

rangka otonomi daerah tidak bisa dipertahankan lagi, karena sarana-sarana pelayanan

kedokteran yang deselenggarakan oleh pemerintah seperti Puskesmas sebagai sarana

pelayanan kesehatan tingkat pertama, serta Rumah Sakit dengan berbagai jenjangnya

sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat kedua dan ketiga mengalami berbagai

perkembangan pula sebagaimana dikemukakan oleh Azwar, yaitu “bahwa dahulu

rumah sakit tidak pernah memikirkan masalah untung rugi karena semata-mata

didirikan untuk kepentingan sosial dan kemanusiaan (non profit), tetapi saat ini telah

berubah menjadi salah satu kegiatan ekonomi.”50Malah untuk yang dikelola oleh

badan-badan swasta kegiatan rumah sakit telah dijadikan sebagai salah satu badan

usaha yang mencari keuntungan (profit making). Oleh karena terjadi perubahan dari no

profit ke Profit making maka sarana-sarana kesehatan yang diselenggarakan oleh

pemerintah harus merupakan badan usaha dengan bentuk usaha Negara tertentu. Dari

ketentuan pasal 1 huruf (a) peraturan Menteri Kesehatan No. 920 Tahun 1986 dan Pasal

58 ayat (1) Undang-undang No. 23 Tahun 1992 dapat disimpulkan, bahwa bentuk

kesatuan kerjasama usaha klinik kesehatan bersama yang menyelenggarakan

pelayanan medik spesialis dapat berbentuk perorangan, kelompok, yayasan dan badan

hukum.

Di samping itu juga karena para peserta atau para anggota usaha klinik

kesehatan bersama tidak menghendaki suatu bentuk kesatuan kerjasama yang sifatnya

permanen, supaya mereka (para dokteryang menjadi peserta) dapat lebih mudah keluar

dari persekutuan apabila nanti suatu saat mereka mendapatkan pengangkatan dari

Page 15: Makalah Aspek Hukum Pelayanan Klinik

15

pemerintah sebagai pegawai negeri atau dokter pemerintah. Dengan demikian usaha

klinik kesehatan bersama yang memakai bentuk kesatuan kerjasama persekutuan

perdata para peserta bebas untuk keluar dari persekutuan apabila mereka

menghendakinya. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1646 KUHPerdata yang

mengatur mengenai berakhirnya suatu persekutuan perdata, yaitu :

1. Atas kehendak semata-mata dari beberapa atau seorang anggota.

2. Dengan lewatnya waktu untuk mana persekutuan telah diadakan.

3. Dengan musnahnya barang atau diselesaikannya perbuatan yang menjadi pokok

persekutuan.

4. Jika salah seorang anggota meninggal dunia atau ditaruh dibawah pengampuan

(curatele) atau dinyatakan pailit.

“Marthalena Pohan juga berpendapat, bahwa kerjasama dari para Advokat, juga di

kalangan kedokteran menurut keadaan dinamakan praktek bersama (group praktijk),

notaris dan juga kerjasama dengan lain golongan, kebanyakan terdiri dalam bentuk

persekutuan perdata (maatschap).51

“Kansil menyebutkan bentuk ini sebenarnya hanya mengatur perhubungan intern saja

antar orang- orang yang tergabung di dalamnya

Maksud perseroan ini adalah:

1. Harus bersifat kebendaan

2. Harus untuk memperoleh keuntungan

3. Keuntungan itu ahrus dibagi- bagi antara para anggota- anggotanya

4. Harus mempunyai sifat yang baik dan dapt diizinkan

Usaha klinik kesehatan bersama yang menggunakan Perseroan Terbatas

sebagai bentuk kesatuan kerjasamanya, diperlukan modal yang lumayan besar untuk

penyediaan peralatan medik maupun fasilitas lainnya. Untuk memperoleh modal yang

cukup besar itu diperlukan pemilik modal yang bersedia diajak kerjasama di dalam

suatu usaha klinik kesehatan, dan mereka sekaligus sebagai peserta di dalamnya.

Page 16: Makalah Aspek Hukum Pelayanan Klinik

16

Dokter- dokter yang tergabung di dalam suatu kerjasama itu adalah sebagai pemilik

modal (pemegang saham), di samping ada juga sebagai karyawan yang digaji oleh

perusahaan.

Dengan dipergunakan Persekutuan Perdata maupun Perseroan Terbatas sebagai

bentuk kesatuan kerjasama, maka dapatlah dikatakan, bahwa usaha kesehatan klinik

bersama tersebut tidak lagi semata- mata didasarkan pada fungsi sosial sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) Undang- undang No. 23 tahun 1992, tetapi sudah

mengarah pada usaha komersil.

Sebagaimana dikemukakan oleh Purnomo, B, bahwa kemajuan zaman modern

sekarang ini juga menambah pengaruh besar yang menjurus ke arah pengobatan

menjadi sumber pokok mata pencarian untuk nafkah dan kehidupan bagi dokter.

Praktik pengobatan dokter swasta atas dasar dorongan sumber pokok mata pencarian

dapat memberikan warna lain profesi kedokteran sebagai usaha komersial. Pelayanan

kesehatan dengan perhitungan yang komersial tidak bisadihindarkan lagi manakala

perkembangan ilmu kedokteran telah menggantungkan bantuan alat- alat teknologi/

elektronika yang mahal harganya.

Perhitungan- perhitungan yang bersifat komersil itu terletak pada kegiatan

perusahaan, yaitu suatu unit kegiatan yang melakukan aktvitas pengolahan faktor-

faktor produksi, untuk menyediakan barang- barang dan jasa bagi masyarakat,

mendistribusikannya serta melakukan upaya- upaya lain dengan tujuan memperoleh

keuntungan dan memuaskan kebutuhan masyarakat.

Oleh karena itu maka usaha klinik kesehatan bersama adalah menjalankan

perusahaan. Dalam Pasal 1 butir 6 Undang- undang No. 3 tahun 1982 tentang Wajib

Daftar Perusahaan ditentukan, perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang

menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap menerus dan yang dapat didirikan,

bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan

memperoleh laba atau keuntungan . Perusahaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan

secara terus menerus bertindak keluar untuk memperoleh penghasilan dengan

memperniagakan atau menyerahkan barang- barang atau mengadakan perjanjian-

perjanjian perniagaan.

Page 17: Makalah Aspek Hukum Pelayanan Klinik

17

Pada persekutuan perdata walaupun bersifat kebendaan dengan tujuan mencari

keuntungan, tetapi persekutuan bertindak tidak secara terang- terangan dan tidak ada

peraturan pengumuman- pengumuman terhadap pihak ketiga.

Page 18: Makalah Aspek Hukum Pelayanan Klinik

18

BAB IV PENUTUP

A. SIMPULAN

1. Dasar hukum pendirian usaha klinik keshatan bersama di bidang medik adalah

perjanjian antara peserta yaitu : antara pengusaha klinik dengan para dokter.

Oleh karena didasarkan pada perjanjian, maka dalam pendirian usaha klinik

kesehatan bersama tunduk pada peraturan-peraturan umum tentang perjanjian

sebagaimana diatur dalam Buku III KUHPerdata.

2. Tanggung jawab usaha klinik kesehatan bersama terhadap kerugian usaha

tegantung pada bentuk kesatuan kerjasama yang digunakan. Bagi yang

menggunakan bentuk kesatuan kerjasama Persekutuan Perdata ( maatschap )

telah diadakan ketentuan oleh para peserta dalam persekutuan itu sendiri, yaitu

para dokter hanya memasukkan tenaga atau keahliannya saja dan tidak dibebani

tanggung jawab atas kerugian usaha, melainkan yang bertanggung jawab

adalah pengusaha klinik. Sedangkan yang mengunakan bentuk Perseroan

Terbatas, jika terjadi kerugian usaha maka tanggung jawab tersebut mengacu

pada Undang-undang No.40 tahu 2007 pasal 3 yang menentukan, bahwa

pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas

perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas

kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya. Dalam hal

terjadi kerugian pada pihak pemakai jasa layanan kesehatan (pasien), maka

yang bertanggung jawab adalah tenaga kesehatan ( dokter yang bersangkutan),

karena di dalam usaha klinik kesehatan bersama tanggung jawab teknis dalam

pelayanan medik terletak pada masing-masing dokter bukan pada institusinya.

B. SARAN

1. Oleh karena dewasa ini bayak bermunculan usaha- usaha klinik kesehatan

bersama dan belum ada peraturan Perundang- undangan yang mengaturnya

secata tegas, maka untuk menjamin adanya kepastian hukum dan kepastian

berusaha serta melindungi kepentingan masyarakat pemakai jasa pelayanan

Page 19: Makalah Aspek Hukum Pelayanan Klinik

19

kesehatan swasta di bidang medik perlu segera dibuatkan peraturan perundang-

undangan yang mengatur secara rinci tentang usaha klinik kesehatan bersama

tersebut.

2. Oleh karena usaha klinik kesehatan bersama menjalankan suatu usaha yang

bertujuan komersil sebagaimana halnya dengan badan- badan usaha lainnya,

maka dalam pendiriannya perlu diisyaratkan adanya Surat Izin Usaha

Perusahaan (SIUP) dan didaftarkan dalam suatu daftar perusahaan sehingga

lebih menjamin adanya kepastian hukum dan kepastian berusaha.

Page 20: Makalah Aspek Hukum Pelayanan Klinik

20

DAFTAR PUSTAKA

Azwar.A, 1996, Pengantar Administrasi Kesehatan, Binarupa Aksara, Jakarta.

Badrulzaman, Mariam Darus, 1983, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Buku III

Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, Alumni, Bandung.

Halim, Ridwan, 1982, Hukum Perdata Dalam Tanya Jawab, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Harahap, Yahya,M., 1986, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung.

Kansil, C.S.T., 1984, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Aksara

Baru, Jakarta.

Komalawati,C., 1989, Hukum dan Etika Dalam Praktek Dokter, Pustaka Sinar

Harapan, Jakarta.

Meliala, Qiron Syamsudin, A., 1985, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta

Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta.

Mertokusumo, Sudikno, 1986, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Liberty,

Yogyakarta.

Muhammad, Abdulkadir, 1982, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung.

Poernomo, B.,1996, Kapita Selekta Hukum Kesehatan, Program Pasca Sarjana Ilmu

Kesehatan Masyarakat UGM, Yogyakarta.

Prodjodikoro, Wirjono, 1985, Hukum Perkumpulan,Perseroan dan Koperasi di

Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta.

Purwosutjipto,H.M.N., 1980, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia,Hukum

Persekutuan Perusahaan, Jambatan, Jakarta.

Said, M.Natzir, 1987, Hukum Perseroan, Alumni, Bandung.

Satrio,J., 1999, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung.

Setiawan, R.,1979, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian,Binacipta, Bandung.

Simanjuntak, Emmy Pangaribuan, 1995, Mengenal Liability Insurance, UMM Press,

Yogyakarta.

Soekanto,Soerjono dan Herkutanto, 1987, Pengantar Hukum Kesehatan, Remaja

Karya, Bandung.

Soekardono, 1983, Hukum Dagang Indonesia, Bagian Pertama, Dian Rakyat, Jakarta.

Sofwan,M. Sri Soedewi, 1980. Hukum Perdata Tentang Hukum Perutangan Bagian B,

Seksi Hukum Perdata Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta.

Subekti.R.,1984, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta.

Supriadi, Wilachandrawila, 2001, Hukum Kedokteran, Mandar Maju, Bandung.