28
MAKALAH ILMU BEDAH MULUT UJIAN KEPANITERAAN Disusun oleh: Rieska Rachmasari 09/ 281912/ KG/ 8452 Bagian Ilmu Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi

makalah bedah mulut

Embed Size (px)

Citation preview

MAKALAH ILMU BEDAH MULUTUJIAN KEPANITERAAN

Disusun oleh:

Rieska Rachmasari09/ 281912/ KG/ 8452

Bagian Ilmu Bedah Mulut

Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta

2013

BAB I

PENDAHULUAN

I.1Latar BelakangIlmu bedah mulut adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang menangani kasus-kasus dengan kebutuhan tindakan pembedahan. Eksodonsia adalah salah satu cabang ilmu bedah mulut yang mempelajari tentang hal-hal yang berhubungan dengan tindakan bedah gigi dengan tujuan mengeluarkan seluruh bagian gigi beserta jaringan patologisnya dari dalam soket gigi serta menanggulangi komplikasi yang mungkin ditimbulkannya.

Prinsip yang berlaku dalam eksodonsia maupun ilmu bedah yaitu asepsis, bedah atraumatik, anestesi, dan keseimbangan cairan tubuh. Asepsis merupakan keadaan bebas dari mikroorganisme yang dapat dicapai melalui sterilisasi dan desinfeksi. Bedah atraumatik merupakan tindakan bedah dengan prinsip menimbulkan trauma jaringan sekecil mungkin. Anestesi merupakan tindakan dengan tujuan menghilangkan atau sedikitnya mengurangi rasa nyeri selama perawatan bedah dilangsungkan. Anestesi yang sering dijumpai pada eksodonsia adalah anestesi lokal dengan berbagai cara, yaitu topikal, infiltrasi, dan blok syaraf. Keseimbangan cairan tubuh juga merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan dalam eksodonsia.Dokter gigi harus menerapkan prinsip-prinsip dalam eksodonsia maupun ilmu bedah tersebut untuk meminimalisir resiko terjadinya komplikasi pada tindakan bedah. Selain itu, dokter gigi juga harus mengetahui secara tepat keadaan gigi dan jaringan sekitarnya serta keadaan kesehatan umum penderita yang dihadapinya sehingga diagnosis maupun rencana perawatan akan dibuat berdasarkan keadaan pada masing-masing individu dengan keadaan yang berbeda.

I.2Rumusan Masalah

1. Bagaimana teknik anestesi blok N. Alveolaris inferior metode Fisher?

2. Bagaimana cara-cara sterilisasi alat, ruangan, dan bahan-bahan medis?

3. Apa faktor-faktor yang harus diperhatikan pada saat praktikum Bedah Mulut?

4. Apa komplikasi yang dapat terjadi pada pemberian anestesi lokal dan proses pencabutan gigi?5. Apa ciri-ciri tang posterior rahang atas dan rahang bawah?I.3Tujuan

1. Memenuhi ujian kepaniteraan Bedah Mulut

2. Mengetahui teknik anestesi blok N. Alveolaris inferior metode Fisher3. Mengetahui cara-cara sterilisasi alat, ruangan, dan bahan-bahan medis4. Mengetahui faktor-faktor yang harus diperhatikan pada saat praktikum Bedah Mulut5. Mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada pemberian anestesi lokal dan proses pencabutan gigi6. Mengetahui ciri-ciri tang posterior rahang atas dan rahang bawahBAB IIPEMBAHASAN

II.1Anestesi blok n. alveolaris inferior metode FisherAnestesi blok n. alveolaris inferior merupakan teknik yang digunakan untuk menganestesi gigi mandibula, gingiva mandibula, dan bibir bawah. Teknik:

1. Pasien dianjurkan untuk duduk pada posisi semi supin dan beberapa inch di bawah siku operator pada dental chair.2. Pasien benar-benar membuka mulut sehingga bidang oklusal mandibula sejajar dengan lantai.3. Ibu jari operator ditempatkan pada trigonum retromolar yang dibentuk oleh coronoid notch dan linea obliqua interna. Tepi jari secara spontan akan terletak dekat dengan linea obliqua interna saat jari ditempatkan pada trigonum retromolar (Gambar 1.)

Gambar 1. Ibu jari berada di anterior linea obliqua interna4. 6-8 mm superior menuju titik tengah ibu jari dan 2 mm posterior menuju linea obliqua interna merupakan lokasi awal insersi jarum suntik.5. Barrel dari syringe berada pada sisi kontra lateral premolar dan jarum ditusukkan pada titik yang telah ditentukan (Gambar 2.).

Gambar 2. Lokasi awal insersi jarum6. Jarum harus menyentuh tulang untuk mengkonfirmasi kedekatan jarak antara jarum dengan tulang. Setelah jarum dimasukkan 5 mm dari linea obliqua interna, larutan anestesi dideponir 0,5ml untuk menganestesi n. lingualis.

7. Setelah 15-20 mm panjang jarum dimasukkan dari linea obliqua interna, ujung jarum akan berada di atas foramen mandibula dan semakin dekat dengan n. alveolaris inferior. Lakukan aspirasi, jika negatif deponirkan 1,5 ml larutan anestesi pada area tersebut untuk menganestesi n. alveolaris inferior.

8. Sisa larutan anestesi dideponir pada jaringan yang dekat dengan gigi yang akan diekstraksi untuk menganestesi sisi bukal gingiva.(Thangavelu dkk., 2012)II.2SterilisasiSterilisasi merupakan proses menghancurkan semua mikroorganisme termasuk virus dan spora bakteri (Pedersen, 1996).A.Sterilisasi alat dan bahan

Untuk menentukan tingkat sterilisasi atau disinfeksi yang layak, maka alat-alat digolongkan sesuai dengan penggunaan dan aplikasinya.

1.Alat kritis

Alat kritis adalah alat yang berkontak langsung dengan daerah steril pada tubuh, yaitu semua struktur atau jaringan yang tertutup kulit atau mukosa. Alat yang termasuk dalam kategori ini yaitu jarum suntik, skalpel, elevator, bur, tang, jarum jahit, dan peralatan untuk implantasi misalnya implan, bahan aloplastik, dan bahan hemostatik. Alat kritis sebaiknya disterilisasi dengan autoklaf.

Sterilisasi autoklaf merupakan cara sterilisasi pemanasan dengan uap bertekanan yang merupakan cara sterilisasi paling efektif. Sterilisasi autoklaf pada suhu 121oC selama 10 menit normalnya dapat merusak semua bentuk kehidupan mikrobial (Mulyanti dan Putri, 2011). Apabila penggunaan autoklaf tidak memungkinkan, desinfeksi yang sangat baik dapat dicapai dengan menggunakan bahan kimia yang terdaftar pada US Environmental Protection Agency (EPA). Cara lain untuk mensterilkan adalah dengan merendam dalam air mendidih selama paling sedikit 10 menit.

(Pedersen, 1996)2.Alat semikritis

Alat semikritis adalah alat yang bisa bersentuhan tetapi sebenarnya tidak dipergunakan untuk penetrasi ke membran mukosa mulut. Kaca mulut dan alat-alat lain yang digunakan untuk pemeriksaan dan tes termasuk dalam kategori ini. Handpiece yang digunakan dalam bedah mulut idealnya bisa diautoklaf.

(Pedersen, 1996)3.Alat nonkritisAlat nonkritis adalah peralatan yang biasanya tidak berkontak dengan membran mukosa, meliputi pengontrol posisi kursi, kran yang dioperasikan dengan tangan, dan pengontrol kontak untuk melihat gambar sinar X. Apabila terkontaminasi oleh darah, dan/atau saliva, mula-mula harus dilap dengan handuk pengisap kemudian didesinfeksi dengan larutan antibakteri yang cocok.

(Pedersen, 1996)

Alat dan bahan juga dapat disterilisasi menggunakan metode pemanasan kering. Prosedur ini dikerjakan dalam oven. Hal ini berlaku bagi peralatan laboratorium seperti cawan petri, pipet, juga minyak atau serbuk. Waktu yang diperlukan yaitu 1-2 jam (Mulyanti dan Putri, 2011).B.Sterilisasi ruanganDekontaminasi permukaan-permukaan yang tersentuh sekresi mulut pasien, instrumen, atau tangan operator dapat diatasi dengan bahan kimia antibakteri seperti sodium hipoklorit (larutan pemutih). Semua permukaan kerja yang terkontaminasi pertama-tama dilap dengan handuk untuk menghilangkan bahan-bahan organik kemudian didesinfeksi dengan larutan pemutih (clorox diencerkan dalam perbandingan 1:10 sampai dengan 1:100 tergantung bahan organik yang ada). Hal tersebut dilakukan setiap hari. Pemutih merupakan salah satu bahan antibakteri yang murah dan efektif, namun perlu diperhatikan bahwa bahan ini bersifat korosif terhadap logam, khususnya alumunium.

Idealnya pengontrolan dengan tangan sebaiknya dihindarkan atau dikurangi. Tempat kumur, dispenser untuk sabun, dan pengontrol kursi sebaiknya menggunakan peralatan yang bisa dioperasikan dengan kaki.

Peralatan tajam yang biasanya digunakan di dalam prosedur bedah mulut dan sering terkontaminasi darah dan saliva, misalnya jarum suntik, jarum jahit, blade, elevator, dan lain-lain dianggap berpotensi untuk menginfeksi dan harus ditangani dengan cara khusus. Untuk menghindari kontak yang tidak diperlukan, semua peralatan disposibel ditempatkan dalam wadah yang diletakkan sedekat mungkin dengan tempat penggunaanya. Secara umum, semua alat yang disposibel diautoklaf dulu sebelum dibuang.(Pedersen, 1996)Ruangan bedah pada umumnya dibagi menjadi 4 area yang dibagi menurut aktivitas yang dilakukan, yaitu:

1.Daerah tidak terbatas

Area ini adalah pintu masuk dari koridor utama dan terisolasi dari area lainnya dari ruangan bedah. Tempat ini adalah tempat petugas, pasien, dan material.

2.Zona transisi

Area ini terdiri atas ruang pakaian dan lemari, adalah tempat petugas memakai pakaian bedah yang memungkinkan mereka berpindah dari daerah tidak terbatas ke daerah semi terbatas atau daerah terbatas pada ruangan bedah. Hanya petugas yang berwenang yang bisa memasuki area ini.

3.Daerah semi terbatas

Area ini merupakan area penunjang dari ruangan bedah dan terdiri atas ruangan pra-operasi dan ruang pemulihan, serta tempat penyimpanan untuk instrumen steril. Hal-hal yang harus diperhatikan di area ini adalah.

a.Batasi lalu lintas petugas dan pasien setiap waktu

b.Ada area kerja untuk pemrosesan instrumen bersih

c.Ada tempat penyimpanan untuk suplai yang bersih dan steril dengan rak-rak tertutup untuk meminimalkan debu dan kotoran yang menumpuk di atas instrumen yang disimpan

d.Ada pintu yang membatasi akses ke daerah terbatas dari ruangan bedah tersebut

e.Petugas yang bekerja di area ini diwajibkan memakai pakaian bedah dan menutup seluruh kepala

f.Petugas harus memakai sepatu yang bersih dan tertutup yang akan melindungi kaki mereka dari cairan dan instrumen yang jatuh

4.Daerah terbatas

Area ini terdiri atas ruangan-ruangan operasi dan tempat cuci tangan. Hal-hal yang harus diperatikan di area ini adalah:

a.Batasi lalu lintas staf dan pasien setiap waktu

b.Pintu harus selalu tertutup

c.Petugas pencuci harus memakai pakaian bedah penuh, penutup kepala, dan masker

d.Masker wajib digunakan ketika peralatan bedah dibuka dan petugas menyusun peralatan bedah

e.Pasien yang memasuki unit bedah harus memakai baju bersih dan tutup kepala

(Mulyanti dan Putri, 2011)II.3Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam praktikum Bedah MulutFaktor-faktor yang harus diperhatikan dalam praktikum Bedah Mulut, yaitu asepsis, bedah atraumatik, dan di bawah anestesi yang baik serta keseimbangan cairan tubuh (Mangunkusumo, 1997).

A.Asepsis

Asepsis adalah suatu keadaan yang bebas mikroorganisme. Di bidang kedokteran gigi, asepsis di daerah rongga mulut harus diusahakan sebaik mungkin. Keadaan tersebut juga diusahakan untuk operator, alat bedah yang digunakan, dan kamar bedah. Hasil bedah yang paling baik tidak akan dicapai tanpa keadaan yang asepsis karena umumnya kegagalan bedah terutama berasal dari infeksi.

(Mangunkusumo, 1997)B.Bedah Atraumatik

Bedah atraumatik adalah cara mengerjakan bedah (operasi) jaringan hidup yang berprinsip pada trauma jaringan yang ditimbulkan diusahakan sekecil mungkin. Prinsip ini berlaku bagi tindakan eksodonsia. Pada bedah yang membutuhan pembukaan lapisan jaringan lunak, ada beberapa persyaratan yang harus diperhatikan, yaitu:

1.Lapisan jaringan lunak harus direncanakan sehingga persediaan darah akan tetap dipertahankan;

2.Pola lapisan jaringan lunak harus memberi kemudahan dalam refleksinya; lapisan jaringan lunak tersebut harus dapat menutup daerah operasi secara sempurna saat dikembalikan pada posisi semula dan dapat ditahan oleh jahitan tanpa ada ketegangan jaringan.

(Mangunkusumo, 1997)

C.Anestesi

Anestesi diartikan sebagai tanpa rasa atau tanpa sensasi. Setiap tindakan bedah selalu dilaksanakan di bawah pengaruh anestesi yang dapat dilakukan secara umum atau lokal dengan tujuan menghilangkan ataupun mengurangi rasa nyeri selama perawatan bedah berlangsung sehingga dapat dicapai ketenangan kerja operator selama bekerja. Anestesi umum merupakan suatu keadaan tidak ada sensibilitas yang meliputi seluruh tubuh dan penderita tidak dalam kesadaran penuh, sedangkan anestesi lokal merupakan keadaan tidak adanya rasa pada daerah yang terbatas atau hilangnya sensasi pada daerah tertentu sewaktu penderita masih dalam keadaan sadar. Pada umumnya anestesi untuk kepentingan eksodonsia atau bedah minor lainnya dilakukan secara lokal.

(Mangunkusumo, 1997)D.Keseimbangan cairan tubuh

Seorang penderita yang mengalami perdarahan yang berlebihan akibat kecelakaan atau tindakan bedah perlu mendapatkan pengganti darah yang hilang. Beberapa penderita memerlukan penggantian cairan tubuh melalui jalan intravenosa (infus). Umumnya pemberian cairan intravenosa terdiri dari glukosa dalam 500-1000cc akuades steril. Pemberian larutan glukosa dianjurkan 250cc per jam dan jangan lebih cepat dari ketentuan itu. Bila penderita dalam keadaan dehidrasi dan toksis, lebih baik diberikan cairan garam (salin).

(Dwirahardjo, 2004)

II.4Komplikasi dalam pencabutan gigiTindakan pencabutan gigi dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan baik pada pemberian anestesi lokal maupun selama proses pencabutan gigi itu berlangsung.

A.Komplikasi pada pemberian anestesi lokal

1.Kegagalan mencapai keadaan anestesi

Kegagalan mencapai keadaan anestesi biasanya disebabkan oleh teknik yang salah. Bila anestesi kurang memadai sebaiknya prosedur tersebut diulangi denggan memberi perhatian khusus terhadap bangunan-bangunan anatomis dan detail teknik. Alasan lain yang umum dari kegagalan ini adalah adanya infeksi. Anestesi lokal harus diberikan pada daerah di dekat daerah infeksi.

(Roberts dan Rosenbaum, 1991)

2.Sakit selama penyuntikan

Rasa sakit selama penyuntikan dapat disebabkan oleh teknik yang buruk. Ahli bedah harus melakukannya dengan hati-hati dan perlahan. Selama proses blok syaraf, terkadang terjadi sakit syok elektrik di sepanjang distribusi syaraf yang diblok. Gejala ini menunjukkan bahwa selubung syaraf sudah tertembus dan jarum harus ditarik.(Roberts dan Rosenbaum, 1991)

3.Pembentukan hematoma

Beberapa daerah yang mempunyai suplai syaraf ke jaringan orofasial sangat bersifat vaskular. Pada saat melakukan blok syaraf, terutama blok alveolar superior posterior, pembuluh darah dapat tertembus. Hal tersebut akan menimbulkan perdarahan ke jaringan dan merangsang terbentuknya hematoma. Antibiotik harus diberikan sebagai tindakan profilaksis karena hematoma ini mungkin akan terinfesi. Pasien harus diperiksa ulang setelah 2 minggu.

(Roberts dan Rosenbaum, 1991)

4.Suntikan intravaskular

Suntikan intravaskular dapat dicegah dengan melakukan aspirasi. Tidak ada efek lokal kecuali resiko terjadinya hematoma kecil.

(Roberts dan Rosenbaum, 1991)

5.Trismus

Trismus adalah kejang otot yang menyulitkan gerak membuka mulut. Hal ini dapat terjadi bila suntikan ke pterigoid medial menyebabkan sobeknya serat otot dan hematoma. Timbulnya trismus seringkali lebih dari 24 jam setelah penyuntikan, tetapi biasanya hilang secara spontan.(Roberts dan Rosenbaum, 1991)

6.Paralisa

Paralisa unilateral dari otot wajah adalah komplikasi yang tidak umum dan biasanya terjadi setelah suntikan alveolar inferior. Hal tersebut terjadi karena ujung jarum terletak terlalu jauh dalam hubungannya dengan mandibula dan masuk ke kelenjar parotid, menyebabkan cabang-cabang syaraf fasial teranestesi, dan menimbulkan paralisa otot yang disuplainya serta paralisa sebagian besar sisi wajah. Perawatan gigi harus ditunda sampai komplikasi ini hilang atau sampai efek larutan anestesi lokal reda.

(Roberts dan Rosenbaum, 1991)

7.Gangguan sensasi jangka panjang (parestesi)

Parestesi dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut.

a.Trauma pada selubung syaraf yang diakibatkan jarum suntik

b.Injeksi larutan anestesi lokal yang terkontaminasi oleh alkohol atau larutan untuk sterilisasi yang dekat dengan nervus dapat menyebabkan iritasi yang berlanjut pada edema dan meningkatnya tekanan pada regio dari nervus, dan parestesi dapat terjadic.Hemorragi pada atau sekitar selubung syaraf

(Malamed, 2004)

8.Trauma bibirTrauma bibir biasa terjadi pada anak-anak yang menerima blok syaraf alveolar inferior. Bila sensasi mulai kembali tetapi bibir masih kebas dan seperti karet, beberapa anak cenderung menggigit bibirnya untuk mengetes sensasi dan tidak menyadari bahwa hal ini akan menimbulkan trauma yang parah.

(Roberts dan Rosenbaum, 1991)9.Edema

Edema atau pembengkakan jaringan dapat disebabkan oleh trauma selama injeksi, adanya infeksi, reaksi alergi, hemorragi, injeksi dari larutan yang mengiritasi, dan angioedema herediter.

(Malamed, 2004)

10.Alergi

Alergi merupakan reaksi hipersensitif yang dapat disebabkan oleh larutan anestesi lokal. Respon alergi dapat meliputi dermatitis, bronchospasme, dan anafilaksis sistemik. (Malamed, 2004)

B.Komplikasi pada proses pencabutan gigi

1.Perdarahan

Dalam keadaan normal, keparahan perdarahan tergantung pada ukuran dan sifat lumen pembuluh darah. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah vena, arteri, dan kapiler.

Sebab perdarahan yang abnormal dapat mekanis atau biokimiawi. Perdarahan mekanis yatu perdarahan yang berasal dari berbagai ukuran pembuluh darah yang terluka yang tidak dapat berhenti karena jendalan darah tidak dapat terbentuk atau karena jendalan darah yang sudah terjadi pecah atau lepas dari ujung pembuluh yang terbuka. Contohnya adalah perdarahan dari ekstraksi gigi, insisi jaringan lunak, trauma tulang rahang, dll. Perdarahan biokimiawi disebabkan abnormalitas elemen darah atau sistem vaskular yang menghambat pembentukan jendalan darah. Perdarahan ini ditemui pada pasien dengan hemofilia, gangguan hepar, dll.Perdarahan juga dapat dibagi menjadi perdarahan primer dan sekunder.a.Perdarahan primer

Pada penderita normal, setelah prosedur bedah dan penutupan luka dalam rongga mulut selesai, perdarahan biasanya secara spontan akan berhenti. Perdarahan primer merupakan perdarahan yang tidak berhenti 4-5 menit setelah akhir operasi atau ekstraksi gigi, sebelum penderita dipulangkan. Jika terjadi, dapat dilakukan kontrol perdarahan. Di dalam rongga mulut, perdarahan primer dapat berasal dari tulang maupun jaringan lunak.

b.Perdarahan sekunder

Perdarahan sekunder adalah perdarahan yang terjadi setelah 24 jam. Umumnya disebabkan karena jendalan darah yang telah terjadi hancur atau lepas karena suatu proses infeksi.

(Dwirahardjo, 2004)

2.Fraktur akar gigiPencabutan gigi yang dipaksakan dapat menyebabkan fraktur mahkota gigi atau bagian akar gigi yang meninggalkan sisa akar di dalam soket gigi. Pada prinsipnya, sisa akar yang tertinggal seluruhnya harus diambil segera terutama bila gigi yang bersangkutan berasal dari gigi yang telah terinfeksi.

Penyebab fraktur gigi atau akar gigi:

a. Kesalahan dalam menempatkan paruh forsep, paruh forsep memegang bagian gigi di luar daerah sementum atau poros panjang paruh forsep tidak sejajar dengan poros panjang gigi

b.Pemilihan forsep yang salah

c.Karies gigi yang meluas; struktur gigi akan menjadi rapuh dan mudah fraktur

d.Kerapuhan struktur gigi yang berhubungan dengan usia lanjut atau nekrosis jaringan pulpa gigi

e.Gigi yang mempunyai kelainan akar, misalnya akar gigi membengkok atau menyudut pada ujungnya

f.Kelainan tulang pendukung gigi

g.Gerakan ekstraksi gigi yang salah arah

h.Menggerakan gigi yang akan diekstraksi ke satu arah saja dengan kekuatan yang melebihi batas kekuatan struktur gigi tersebut.

(Dwirahardjo, 2004)

3.Alveolalgia

Keadaan alveolus gigi dapat dikatakan menderita alveolalgia atau dry socket bila pasca pencabutan gigi alveolus gigi yang bersangkutan tidak terisi jendalan darah, atau jendalan darah yang sudah terjadi rusak atau lepas dari soket gigi. Sebab utama alveolalgia adalah adanya gangguan nutrisi di daerah alveolus yang bersangkutan yang berasal dari kerusakan vasa darah pokok yang memberi nutrisi pada soket gigi yang bersangkutan. Alveolalgia ini juga dapat disebabkan oleh adanya infeksi bakteri ke dalam soket gigi, benda asing yang masuk ke dalam soket gigi, trauma, dan lain-lain.

(Dwirahardjo, 2004)

4.Fistula Oro-Antral

Fistula oroantral adalah saluran yang menghubungkan rongga mulut dan rongga sinus maksilaris. Fistula ini dapat dibentuk oleh penutupan lubang yang tidak sempurna dari suatu lesi (misalnya abses, luka, proses penyakit).

Fistula oroantral dapat terjadi sebagai komplikasi pencabutan gigi posterior maksila, misalnya akibat penggunaan elevator yang salah dalam pengambilan akar gigi atau gigi sehingga mendorong akar gigi atau gigi masuk ke sinus, ataupun akibat rongga sinus yang terlalu luas sampai daerah akar gigi sehingga ekstraksi gigi yang berdekatan dengan sinus meninggalkan lubang besar.

(Dwirahardjo, 2004)

5.Sinkop dan syok

Sinkop merupakan bentuk syok nerogenetik dan disebabkan oleh iskhemia serebral yang timbul sekunder setelah terdapat vasodilatasi atau suatu kenaikan volume darah pada vaskular periferal disertai suatu penurunan dalam tekanan darah.

Sinkop banyak dijumpai pada praktek kedokteran gigi sebagai komplikasi setelah anestesi lokal ataupun pasien yang sedang menerima perawatan gigi. Pasien yang duduk di atas kursi gigi, otaknya berada posisi superior seingga sangat mudah terkena penurunan aliran volume darah.

Syok merupakan keadaan klinis yang menunjukkan adanya reduksi pada sirkulasi darah perifer atau rerata aliran darah perifer yang bermakna. Syok akibat trauma, perdarahan, tindakan bedah, atau luka terbakar termasuk dalam tipe hipovolemik.

(Dwirahardjo, 2004)

II.5Tang posterior rahang atas dan rahang bawahA.Tang posterior rahang atas

Gambar 3. Paruh tang premolar rahang atas berhadapan seperti bayangan cermin satu sama lain, dapat digunakan untuk pencabutan premolar rahang atas kiri maupun kanan.

Gambar 4. Paruh bukal dari masing-masing tang memiliki desain yang runcing, yang mana akan tepat menempati bifurkasio bukal dari kedua akar bukal.

Gambar 5. Tang bayonet dengan paruh memanjang didesain untuk ekstraksi gigi dan akar molar ketiga rahang atas.

B.Tang posterior rahang bawah

Gambar 6. Tang akar rahang bawah dengan paruh runcing digunakan untuk pencabutan incisivus, premolar, dan akar gigi rahang bawah.

Gambar 7. Tang molar rahang bawah digunakan untuk pencabutan gigi permanen rahang bawah. Ujung paruh akan menempati furkasi molar, dapat digunakan pada gigi rahang bawah kanan atau kiri.

(Abusallamah, 2013)

C.Perbedaan tang posterior rahang atas dan rahang bawah

Rahang AtasRahang Bawah

DesainParuhnya cenderung lebih paralel terhadap pegangannya. Desain pegangan bayonet hanya khusus untuk tang rahang atas. Modifikasi ini dimaksudkan untuk membantu menghindari bibir bawah. Desain paruh yang asimetris, kanan dan kiri hanya terdapat pada tang untuk gigi molar atasParuhnya lebih membentuk sudut terhadap pegangannya. Paruh tang mandibula selalu simetris. Pegangan vertikal jika digunakan adalah khusus untuk tang-tang rahang bawah

AplikasiDikenakan pada daerah servikal gigi yang dicabut. Adaptasi diperoleh melalui kombinasi dari tekanan mencengkram dan apikal. Digunakan dengan pinch grasp dan telapak tangan menghadap ke atas.Gaya vertikal yang diperlukan untuk adaptasi atau menempatkan tang diimbangi oleh gaya berlawanan yang dikenakan terhadap mandibula dengan melakukan sling grasp. Telapak tangan menghadap ke bawah

Tekanan yang dihantarkanLateral (bukal/lingual), paralel (apikal/oklusal), dan rotasionalTekanan lateral (bukal/lingual) dihantarkan, tetapi tekanan lingual mungkin lebih dominan pada pencabutan gigi-gigi molar bawah. Tekanan paralel, apikal, dan oklusal serta tekanan rotasional juga digunakan apabila diperlukan

(Pederson, 1996)

BAB IIIPENUTUP

III.1Kesimpulan

1. Anestesi blok n. alveolaris inferior metode Fisher merupakan teknik yang digunakan untuk menganestesi gigi mandibula, gingiva mandibula, dan bibir bawah.2. Untuk menentukan tingkat sterilisasi atau disinfeksi yang layak, maka alat-alat dapat digolongkan sesuai dengan penggunaan dan aplikasinya menjadi alat kritis, semikritis, dan nonkritis. Sterilisasi dapat dilakukan menggunakan autoklaf, oven, dan lain-lain.3. Desinfeksi ruangan dapat dilakukan dengan menggunakan larutan pemutih pada daerah yang terkontaminasi. Kontaminasi pada ruangan dapat dicegah dan diminimalisir dengan mengurangi pemakaian tangan pada peralatan-peralatan seperti tempat kumur, dispenser untuk sabun, pengontrol kursi, serta dengan melakukan pengaturan letak alat.

4. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam praktikum Bedah Mulut, yaitu asepsis, bedah atraumatik, anastesi, dan keseimbangan cairan tubuh.5. Tindakan pencabutan gigi dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan baik pada pemberian anestesi lokal maupun selama proses pencabutan gigi itu berlangsung, antara lain kegagalan mencapai keadaan anestesi, sakit selama penyuntikan, pembentukan hematoma, paralisa, gangguan sensasi jangka panjang (parestesi), edema, trismus, alergi, fraktur akar gigi, alveolalgia, fistula oro-antral, sinkop, dan syok

6. Terdapat beberapa perbedaan tang posterior rahang atas dan rahang bawah dilihat dari desain, aplikasi, dan tekanan yang dihantarkan.III.2Saran

Dokter gigi perlu melaksanakan prinsip-prinsip bedah (asepsis, bedah atraumatik, anestesi, keseimbangan cairan tubuh) dengan sebaik-baiknya untuk meminimalisir komplikasi yang mungkin dapat terjadi, karena sebagian besar komplikasi disebabkan oleh tidak terciptanya kondisi yang asepsis serta teknik anestesi yang tidak sesuai.DAFTAR PUSTAKA

Abusallamah, A., 2012, Simple Tooth Extraction Technique, http://www.slideshare.net/, diakses pada 10/9/2013.

Dwirahardjo, B., Bahan Ajar Bedah Mulut I, Yogyakarta, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, h. 2-3, 30-50.Malamed, S.F., 2004, The Handbook of Local Anesthesia, 5th ed., Los Angeles, Elsevier, h. 288, 297, 319.

Mangunkusumo, H., 1997, Eksodonsia dan Komplikasinya, Yogyakarta, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, h. 21-23.Mulyanti, S. dan Putri, M.H., 2011, Pengendalian Infeksi Silang di Klinik Gigi, Jakarta, EGC, h.66, 161-2.Pederson, G.W., 1996, Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (terj.), Jakarta, EGC, h. 1-3, 25Roberts, G.J. dan Rosenbaum, N.L., 1991, Atlas Berwarna Analgesia dan Sedasi Gigi Geligi, Jakarta, Hipokrates, h. 65-67.Thangavelu K., Sabitha S., Kannan R., dan Saravanan K., 2012, Inferior alveolar nerve block using internal oblique ridge as landmark, Streamdent, 3(1): 15-8.

3