Upload
tialiany
View
499
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
makalah
Citation preview
KATA PENGANTAR
Dengan Ridho Allah SWT dan dengan bimbinganNyalah makalah ini
dapat diselesaikan dengan sebaik mungkin, walaupun mendapatkan berbagai
macam kesulitan.
Namun ,kesulitan itulah yang membuat penulis semakin tertarik untuk
membahas dan meneliti makalah yang berjudul “KAJIAN MENGKONSUMSI
ULAR SEBAGAI OBAT” .
Selanjutnya, kami mengucapkan terimakasih dan mohon maaf apabila
kami telah mengambil karya-karya ulama atau para penulis buku yang mana kami
jadikan sebagai bahagian dari kesempurnaan makalah ini. Juga kami ucapkan
terimakasih kepada dosen pembimbing Bapak Muhsin Salim Nasution , yang
telah banyak memberikan masukan demi kesempunaan makalah ini .
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak terdapat
kekurangan dan kelemahan baik didalam penulisan maupun penyempurnaan
bahan kajian .Untuk itulah penulis juga sangat mengharapkan kritikdan saran dari
para pembaca demi kesempurnaan makalah ini .
Demikianlah makalah ini kami sajikan semoga nantinya akan bermanfaat
bagi para pembaca khususnya mahasiswa/i Yayasan Pendidikan Persada Bunda .
Pekanbaru , 3 Desember 2012
Penulis
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Medan Prof M Hatta,
dalam Islam baik yang ditulis dalam ilmu Fiqih, banyak sekali hewan-
hewan yang tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi diantaranya hewan
bertaring, binatang buas ataupun sesuatu yang menjijikkan.
Seperti yang diketahui banyak sekali obat-obatan yang ditempuh
untuk memperoleh hidup sehat. Salah satunya dengan mengonsumsi
obat-obatan dari tim medis ataupun racikan rempah-rempah. Namun, tak
dapat dipungkiri di kalangan masyarakat beredar paradigma memakan
binatang seperti ular, daging kalong (kekelawar) hingga darah ular yang
dapat menyembuhkan penyakit yang diderita seseorang. Contohnya
seperti obat-obatan yang dipakai ibu-ibu untuk menyembuhkan pasca
operasi caesar sehingga lukanya cepat mengering.
Ular adalah hewan yang telah disepakati oleh para ulama
keharamannya untuk dimakan. Karena ular termasuk hewan yang
diperintahkan untuk dibunuh. Namun apakah seseorang boleh
memakannya dengan dalil pengobatan?
Untuk itulah penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian
terhadap satu permasalahan ini karena ternyata kasus ini sangat hangat
dibicarakan dan menjadi pertanyaan besar dikalangan masyarakat umum
tentang hukum mengkonsumsi obat dari ekstrak ular atau daging ular.
Dalam hal ini penulis akan mencoba mengkaji hukum memakan
daging atau meminum darah Ular dan sebabnya diharam berdasarkan
dalil-dalil Al Qur’an dan Al Hadist. Sehingga kita sebagai umat islam
tidak salah makan makanan yang justru makanan itu tergolong makanan
yang haram.
ii
Akhirnya, penulis berserah diri kepada Allah SWT, semoga
penelitian ini bermanfaat dan benar-benar menjadi satu masukan berharga
bagi ummat manusia, khususnya ummat Islam di Dunia.Amin
B. Rumusan Masalah
Dari Latar belakang masalah di atas, maka penulis mencoba untuk
membuat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa saja binatang yang menurut syariat dilarang untuk dimakan
dan sebabnya diharamkan ?
2. Bagaimanakah hukum Memakan daging atau meminum darah ular
dalam Islam dan Kajian hukumnya ?
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang :
1. Menjelaskan jenis dan sebab hewan yg haram dimakan
2. Memeberikan jawaban tentang hukum memakan daging atau darah
ular sebagai obat dalam Islam
iii
BAB II
PEMBAHASAN
A. Binatang yang Haram Dimakan
1. Pengertian
Binatang yang haram adalah binatang yang menurut syariat
dilarang untuk dimakan. Setiap binatang yang diharamkan oleh syariat
pasti ada bahayanya dan meninggalkan yang dilarang syariat pasti ada
faidahnya dan mendapat pahala.
2. Jenis-Jenis Binatang yang Haram
Binatang haram dapat diketahui dari keterangan Al-Qur’an
dan sabda Rasulullah. Di dalam Al-Qur’an, jenis binatang yang secara
tegas diharamkan adalah sebagai berikut :
Haram karena Nas (sesuai dalil)
Haram karena dilarang dan diperintahkan membunuhnya
Haram karena jijik
Bangkai
Darah
Daging babi dan anjing
Binatang yang disembelih tanpa menyebut nama Allah SWT
Binatang yang mati tercekek/dipukul/jatuh/ditanduk
iv
Binatang yang mati diterkam binatang buas
Binatang yang disembelih atas nama berhala
Adapun sebab-sebab binatang diharamkan adalah sebagai
berikut :
1) Haram karena Nash, berdasarkan keterangan baik Al-Qur’an
yaitu:
Bangkai Binatang Darat
Bangkai binatang darat hukumnya haram dimakan.
Binatang yang mati bukan dengan cara syar’i, baik karena
mati sendiri atau karena anak adam yang tanpa melalui
syar’i. Hukum nya jelas haram berdasarkan Al-Qur’an,
Hadis dan ijma’ dan bahaya yang ditimbulkannya bagi
badan manusia sangat nyata, sebab pada bangkai terdapat
darah yang mengendap sehingga mengandung racun dan
bakteri, dan ini sangat berbahaya bagi kesehatan1.
Sekalipun bangkai haram hukumnya tetapi ada yang
dikecualikan, yaitu bangkai ikan dan belalang berdasarkan
hadits:
“Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anh berkata, ‘Dihalalkan untuk kita dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai yaitu ikan dan belalang, sedangkan dua darah yaitu hati dan limpa.”2
Babi, semua unsur yang berasal dari babi hukumnya haram
dimakan. Baik babi peliharaan maupun liar, dan mencakup
seluruh anggota tubuh babi termasuk minyaknya. Tentang
1 Tafsir al-Manar : 6/1342 diriwayatkan Imam Ahmad 2/97, Syafi’i dalam al-Umm 2/197
v
keharamannya, telah dijelaskan dalam al-Qur’an, Hadits,
dan Ijma’ ulama. Imam adz-Dzahabi berkata :
“saya tidak mengira akan ada seorang muslim yang dengan sengaja makan babi, karena yang memakan babi hanyalah orang-orang zindiq Jabaliyah dan Tayaminah yang keluar dari Islam. Dalam hati orang-orang yang beriman, makan babi lebih besar dosanya daripada minum khamr”3
Hewan yang disembelih bukan atas nama Allah. Jika
disembelih tidak dengan atas nama Allah, binatng yang
disembelih haram dimakan dagingnya.
Hewan yang mati karena tercekek atau dipukul
Hewan yang mati karena terjatuh. Hewan yang mati karena
terjatuh dan tidak sempat disembelih hukumnya haram.
Hewan yang mati karena ditanduk atau diterkam hewan
lain haram dimakan. Yakni hewan yang diterkam oleh
harimau, serigala, atau anjing, lalu dimakan sebagiannya
kemudian mati karenanya. Maka hukumnya adalah haram
sekalipun darahnya mengalir dan yang tergigit sebatas
bagian leher. Semua itu hukumnya haram dengan
kesepakatan ulama.
Apabila dijumpai masih hidup (bernyawa) seperti kalau
tangan dan kakinya masih bergerak atau masih bernafas,
kemudian disembelih secara syar’i, maka hewan tersebut
adalah halal, karena telah disembelih secara halal.
Hewan yang disembelih untuk persembahan berhala
Hewan yang dijadikan sesaji untuk makhluk atau berhala
hukumnya haram dimakan.
Hewan yang menjijikkan
3 al-Kabair hlm. 267-269vi
Beberapa binatang yang hidup dialam terlihat kotor dan
menjijikkan. Setiap orang dapat berbeda dalam menentukan
jenis binatang yang menjijikkan. Namun, semuanya akan
sepakat jika melihat jenis binatang yang kotor. Binatang-
binatang yang kotor dan menjijikkan haram dimakan.
Sesuai dengan firman Allah SWT berikut :
Artinya :
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan
vii
(diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Q.S. Al-Maidah [5]:3)
2) Hewan yang diharamkan berdasarkan Hadis :
Khimar Ahliyah (Jinak)
Khimar jinak haram dimakan dagingnya. Hal ini
berdasarkan hadis berikut :
Artinya : Dari jabir r.a., pada perang khaibar Nabi telah
melarang memakan daging Khimar jinak [H.R Bukhari dan
Muslim]4
Dalam riwayat lain disebutkan: “Pada perang khaibar mereka menyembelih kuda, bighal, dan khimar. Lalu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari bighal dan khimar, dan tidak melarang dari kuda.”[ HR. Abu Dawud 3789]
Haram karena diperintahkan untuk membunuhnya, yaitu ular,
burung gagak, tikus, anjing buas, dan burung elang. Hal ini
sesuai dengan sabda Rasulullah saw :
4 Udin Wahyudin dkk, Fiqih (Bandung : Grafindo Media Pratama, 2006) h.46
viii
“Dari Aisyah r.a., Rasulullah saw menyuruh membunuh lima binatang yang merusak baik halal maupun haram, yaitu ular, gagak, tikus, anjing galak, dan burung elang ”5.
Dari riwayat lain, dari Ummu Syarik Radhiallahu’anha
berkata, bahwa Nabi Shalallahu’alaihi wa salam
memerintahkan supaya membunuh tokek atau cicak6
Binatang yang Bertaring
Binatang yang memiliki taring haram dimakan. Jenis
binatang tersebut diantaranya anjing, singa, harimau,
beruang, serigala, dan lain sebagainya. Yang menjadi
patokan keharaman binatang buas adalah apabila dia
memiliki dua sifat, yaitu memiliki gigi taring, dan melawan
dengan taringnya. Hal ini terlarang berdasarkan hadits Abu
Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Artinya : “Setiap binatang buas yang bertaring, maka
memakannya adalah haram.” [HR. Muslim no. 1933]
An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud
dengan memiliki taring–menurut ulama Syafi’iyah- adalah
taring tersebut digunakan untuk berburu (memangsa).”7
Binatang yang Berkuku Tajam
Binatng yang diharamkan karena mempunyai kuku tajam,
diantaranya burung elang, burung hantu, burung rajawali,
kelelawar dan sebagainya. Jenis binatang tersebut biasanya
menjadi predator atau pemangsa binatang lain. Selain itu,
5 H.R. Muslim 1190, dan Bukhari 1829 dengan lafadz “KALAJENGKING” ganti dari “ULAR”6 H.R . Bukhari 3359 dan Muslim 22377 Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, 13/83, Dar Ihya’ At Turots Al ‘Arobi, cetakan kedua, 1392.
ix
dapat merugikan dapat merugikan manusia. Kelelawar
sangat menyukai buah-buahan, rajawali, atau elang sangat
menyukai anak ayam, itik dan lain sebagainya. Hal tersebut
sesuai dengan keterangan hadis berikut:
Artinya : Nabi saw. telah melarang memakan setiap burung
yang mempunyai kuku tajam. [H.R. Muslim]8
Binatang yang Dilarang untuk dibunuh
Ada beberapa jenis binatang yang haram dimakan karena
dilarang membunuhnya. Contoh binatang yang dilarang
dibunuh yaitu lebah, semut, dan burung suradi. Binatang-
binatang tersebut banyak memiliki manfaat dan tidak
berbahaya bagi manusia. Lebah adalah binatang penghasil
madu yang banyak manfaatnya bagi manusia. Binatang-
binatang tersebut tidak mengganggu kehidupan manusia.
Imam Syafi’I dan para sahabatnya mengatakan, “Setiap
hewan yang dilarang dibunuh berarti tidak boleh dimakan,
karena seandainya boleh dimakan, tentu tidak akan
dilarang membunuhnya”9. Haramnya jenis binatang
tersebut sesuai dengan sabda Nabi saw berikut :
8 Ibid hlm. 489 Lihat al-Majmu’ 9/23 oleh an-Nawawi
x
Artinya : “Dari Ibnu Abbas, Nabi saw melarang membunuh
empat macam binatang yaitu semut, tawon, burung teguk-
teguk dan burung suradi”[H.R. Ahmad dan lainnya]10
B. Hukum Memakan Ular
Dalam kajian fiqh islam, makanan termasuk dalam kategori
non ibadah yang hukum asalnya adalah boleh dan halal, hal tersebut
sesuai dengan ayat-ayat yang sangat jelas, diantaranya firman Allah:
"Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk
kamu." (QS. 2 : 29).
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, semua hewan yang
diperintahkan untuk dibunuh tanpa melalui proses penyembelihan
adalah haram dimakan, karena seandainya hewan-hewan tersebut halal
untuk dimakan maka tentunya Nabi tidak akan mengizinkan untuk
membunuhnya kecuali lewat proses penyembelihan yang syar’iy.
1. Hukum mengkonsumsi Ular sebagai Obat
Perihal bahwa binatang—binatang tersebut dikatakan dapat
menyembuhkan penyakit, maka kita kembali pada kaidah dasar
pengobatan dalam Islam “bahwa Allah tidak memperkenankan
obat untuk penyakit kita dari sesuatu yang diharamkan”. Abdullah
bin Mas’ud berkata “ sesungguhnya Allah tidak membolehkan
terapi bagi kalian dengan sesuatu yang diharamkan” [H.R.
Bukhori]
Sesungguhnya tidak ada satu penyakit kecuali Allah Ta'ala sudah
menyediakan obat dan penawarnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda :
10 Ibid hlm. 50
xi
Artinya : “Setiap penyakit ada obatnya, dan bila telah ditemukan
dengan tepat obat suatu penyakit, niscaya akan sembuh dengan
izin Allah Azza wa Jalla." [HR. Muslim dari sahabat Jabir]
Ular adalah hewan yang telah disepakati oleh para ulama
keharamannya untuk dimakan. Karena ular termasuk hewan yang
diperintahkan untuk dibunuh.
Syaikh Sulaiman bin Shalih al-Khurasyi dalam kitabnya Al-
Hayawanaat; Maa Yu'kal wa Maa Laa Yu'kal (Diterjemahkan:
Kamus Halal-Haram), menyebutkan tentang pendapat yang shahih,
bahwa setiap binatang yang diperintahkan untuk dibunuh maka
dagingnya haram dimakan. Maksud dibunuh di sini adalah dibunuh
tanpa dengan sebab yang dibenarkan syariat, yaitu disembelih
sesuai syar'i. Karena seandainya diperbolehkan mengambil
manfaat dengan cara memakan dagingnya tentu Nabi shallallahu
'alaihi wasallam tidak akan memerintahkan untuk membunuhnya.11
Ada dua pendapat di kalangan ulama tentang hukum
berobat dengan sesuatu yang haram. Pendapat yang pertama
mengharamkan secara total. Pendapat kedua membolehkan karena
darurat.
1) Pendapat yang Mengharamkan
Pendapat ini menyatakan bahwa apa pun dalihnya,
pokoknya haram hukumnya bagi seorang muslim
memakan hewan yang sudah diharamkan Allah untuk
mengkonsumsinya. Mereka juga tidak menerima kalau
dikatakan bahwa sebuah penyakit tidak ada obatnya.
11 Lihat: Adwa' al-Bayan, Syaikh Muhammad Amin al-Syinqithi: 2/273
xii
Sebab ada dalil yang shahih yang menyebutkan
bahwa Allah SWT tidak menurunkan penyakit kecuali
disertai juga dengan obatnya.
Sesungguhnya Allah SWT menurunkan penyakit dan obat,
dan menjadikan setiap penyakit ada obatnya. Hendaklah
kalian berobat, dan janganlah kalian berobat dengan
sesuatu yang haram.” (HR Abu Dawud).
Dengan hadits ini maka makan daging atau darah
ular hukumnya haram. Walau pun tujuannya untuk
berobat atau mencari kesembuhan. Sebab tidak ada
penyakit yang tidak ada obatnya. Dan obat itu sudah
diturunkan Allah SWT beserta dengan turunnya penyakit.
Tugas kita adalah menemukan obat yang telah Allah SWT
turunkan. Bukan menggunakan obat yang diharakamkan.
Bahkan ada hadits yang justru menyebutkan bahwa
bila sesuatu makanan itu haram, maka pasti bukan obat.
Karena Allah SWT tidak pernah menjadikan obat dari
sesuatu yang hukumnya haram.
”Sesungguhnya Allah tidak menjadikan obat bagimu pada
apa-apa yang diharamkankan Allah atasmu.” (HR
Bukhari dan Baihaqi).
Selain itu, ular masuk kategori makanan yang
khabaits (buruk), sama hukumnya seperti kalajengkikng,
lalat, cicak, dan lainnya. Syaikh al-Syinqithi berkata
mengenai serangga-serangga tersebut
"Naluri yang sehat tidak mungkin bisa menikmati binatang-binatang yang buruk ini, apalagi memandangnya sebagai sesuatu yang baik. Bila ada orang Arab yang memakan serangga-serangga ini, hal itu
xiii
semata-mata dikarenakan mereka dalam kondisi yang sangat kelaparan."12
Syaikhul Islam ibnu Taimiyah berkata, "Makan
daging ular dan kalajengking adalah haram menurut ijma'
ulama kaum muslimin." [Al-Fatawa: 11/609]
Maka semakin jelas menurut pendapat ini bahwa makan
daging ular atau minum darahnya bukanlah sebuah upaya
penyembuhan yang benar. Karena obat itu tidak pernah
diturunkan kecuali berupa benda-benda yang halal.
2) Pendapatan yang Menghalalkan
Pendapat kedua yang menghalalkan berobat dengan
sesuatu yang haram, menggunakan dua dalil utama.
Dalil Kedaruratan
Dalam hukum syariat, ada kaidah bahwa sesuatu
yang dharurat itu bisa menghalakan sesuatu yang
dilarang. Ad-Dharuratu tubihul mahdzurat. Selain
itu Allah SWT telah berfirman:
Dan barangsiapa yang terpaksa pada (waktu)
kelaparan dengan tidak sengaja untuk berbuat dosa,
maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan
Maha Belas-kasih. (QS. Al-Maidah: 3)
Allah telah menerangkan kepadamu apa-apa yang
Ia telah haramkan atas kamu, kecuali kamu dalam
keadaan terpaksa." (QS. Al-An'am: 119)
Namun mereka sepakat dalam menetapkan syarat-syarat yang
harus terpenuhi, antara lain:
12 Lihat dalam Kamus Halal-Haram, hal. 38)
xiv
Terdapat bahaya yang mengancam kehidupan manusia jika tidak
berobat.
Tidak ada obat lain yang halal sebagai ganti obat yang haram itu.
Adanya suatu pernyataan dari seorang dokter muslim yang dapat
dipercaya, baik pemeriksaannya maupun agamanya (i'tikad baiknya
Rukhshah (Keringanan) di Masa Nabi
Selain itu mereka juga menggunakan
kejadian di masa Nabi di mana -menurut mereka-
ada hadits-hadits yang membolehkan berobat
dengan benda najis dan haram, sebagai sebuah
keringanan atau rukhshah.
Misalnya hadits yang menyebutkan bahwa
Nabi SAW pernah membolehkan suku ‘Ukl dan
‘Uraynah berobat dengan meminum air kencing
unta. Hadits ini membolehkan berobat dengan najis,
sebab air kencing unta itu najis menurut kebanyakan
ulama. Walau pun mazhab Hanbali mengatakan
bahwa air kencing unta tidak najis, karena daging
unta halal dimakan.
Selain itu juga hadits dari Anas radhiyallahu
'anhu yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW
memberi keringanan (rukhsah) kepada Zubair bin
Al-‘Awwam dan Abdurrahman bin Auf untuk
memakai kain sutera.
Padahal begitu banyak hadits yang
mengharakan laki-laki muslim mengenakan pakaian
yang terbuat dari sutera. Namun lantaran kdua
shahabat itu menderita penyakit gatal-gatal, maka
xv
beliau pun memberikan keringanan untuk
memakainya.
Untuk kepentingan mempertahankan
hidupnya, dalam keadaan darurat, seseorang tidak
hanya diperbolehkan bahkan diwajibkan memakan
benda yang diharamkan dalam keadaan normal.
Dalam keadaan terpaksa perkara yang dilarang
menjadi diperbolehkan.
Oleh karena itu, sebagaimana untuk menolak
lapar dan dahaga dalam keadaaan darurat
diperbolehkan makan dan minum barang haram,
diperkenankan pula mengkonsumsi barang haram
untuk keperluan pengobatan, kecuali minuman
keras.
Dengan begitu, minum darah kobra dapat
dijadikan sebagai pengobatan alternativ. Mengingat
pembolehan ini termasuk rukhshah, maka harus
memenuhi dua persyaratan:
1. Tidak ada alternatif lain yang halal
2. Menurut dokter yang berkompeten, darah ular
kobra efektif menyembuhkan penyakit yang
diderita.
Memang juga ulama yang tidak membolehkan berobat dengan barang
haram (darah ular kobra). Mereka berpegang pada sebuah hadits yang
artinya,”Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan pada sesuatu
yang dihramkan atas kalian”.
xvi
Hadits ini secara eksplisit membatasi pengobatan pada hal-hal yang
diharamkan. Barang haram merupakan sumber penyakit, bukan sumber
kesehatan.
Dua kondisi yang tampak bertentangan ini dikompromikan oleh para
ulama dengan mengadakan perbedaaan antara dengan keadaan terpaksa
dan tidak. Kalau terpaksa diperbolehkan, jika tidak terpaksa maka
dilarang. Keterpaksaan dalam konteks pengobatan barang haram, bearti
tidak diketemukannya obat dari bahan yang halal dalam penyakit tertentu.
Bahkan bisa dikatakan bahwa berobat dengan obat-obatan yang haram
adalah tanda adanya penyakit dalam hati seseorang, yaitu pada imannya.
Karena jika ia adalah bagian dari umat Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam yang beriman, maka Allah tidaklah menjadikan kesembuhannya
pada apa yang diharamkan.Oleh karena itu, jika ia terpaksa makan bangkai
atau sejenisnya, wajib baginya untuk memakannya menurut pendapat yang
masyhur dari keempat imam madzhab. Sedangkan berobat (dengan
barang halal sekalipun), hukumnya tidak wajib menurut sebagian besar
ulama. Bahkan mereka berbeda pendapat, apakah yang lebih afdol berobat
atau meninggalkannya karena tawakkal.
Dan diantara dalil yang memperjelas hal ini, ketika Allah mengharamkan
bangkai, darah, daging babi dsb, Dia tidak menghalalkannya kecuali untuk
orang yang terpaksa (mudltor) dengan syarat tidak berlebihan dan tidak
dalam keadaan maksiyat, sebagaimana disebutkan dalam ayat : “Maka
barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat
dosa,sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [ QS.
Al-Maidah:3] . Dan kita ketahui bahwa berobat tidaklah termasuk kategori
terpaksa, sehingga tidak boleh berobat dengannya.
xvii
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan Maklah diatas, maka penulis mencoba
mengambil kesimpulan sebagai berikut :
xviii
1. Allah SWT menciptakan sesuatu dan membuat aturan yang
bertujuan demi kebaikan manusia. Allah melarang umat Islam
mengonsumsi binatang tertentu dengan banyak hikmah.
2. Binatang yang haram itu terbagi menjadi dua, yaitu haram karena
sudah ditetapkan oleh Al-Qur’an dan haram berdasarkan Al-Hadist
3. Tidak dibenarkan berobat dengan hal-hal yang diharamkan,
termasuk ular. Setiap muslim wajib meyakini bahwa tidak ada satu
penyakit kecuali Allah seudah menyediakan obatnya. Dan Allah
tidak menjadikan obat dari sesuatu yang haram. Maka jelaslah
bahwa ular atau hewan yang diharamkan lainnya tidak sepatutnya
menjadi alternatif pilihan dalam mencari kesembuhan.
4. Ada yang berobat dengan ular dan bisa mendapat kesembuhan.
Namun, patokan dalam berobat bukan hanya sembuh, tapi
mengunakan sesuatu yang dibolehkan oleh Syariat harus menjadi
prioritas.
B. Saran
Kita harus menghindari mengonsumsi binatang haram dapat meningkatkan
Kesehatan jiwa dan raga. Seseorang akan menjadi suci lhir dan bathin.
Kalau terpaksa diperbolehkan, jika tidak terpaksa maka dilarang.
Keterpaksaan dalam konteks pengobatan barang haram, bearti tidak
diketemukannya obat dari bahan yang halal dalam penyakit tertentu.
xix
Untuk pengobatan ini harus dilihat pembandingnya. Masih adakah cara
lain untuk mengobati seseorang selain dari minum darah ular ? Karena
minum darah ular pada dasarnya adalah haram, maka untuk bisa
menghalalkannya harusnya ada syarat kondisi darurat yang bisa diterima
secara syariat.
DAFTAR PUSTAKA
Udin, Wahyudin, (2006). Fiqih.Bandung: Grafindo Media Pratama.
Utomo, Setiawan Budi, (2003). Fiqih Aktual: Jawaban tuntas masalah
kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press.
xx
M.Mahfud S, 2012, Binatang haram dalam Al-Qur’an dn As-Sunnah, [online]
(http://sejenakberpikir.blogspot.com/2012/07/binatang-haram-dalam-al-
quran-dan-as.html)
Badrul Tamam, 2010, voa-islam.com: Hukum Mengkonsumsi Obat dari Ekstrak
Ular, [online]
(http://www.voa-islam.com/islamia/konsultasi-agama/2010/07/29/8700
/hukum-mengkonsumsi-obat-dari-ekstrak-ular)
Aina Mulyana 2012, Jenis-Jenis Hewan yang Halal dan Haram dimakan serta
Makanan yang Bersumber dari Binatang yang Diharamkan, [online]
(http://ujungkulon22.blogspot.com/2012/03/jenis-jenis-hewan-yang-halal-
dan-haram.html)
Dwi Rachmawati, 2012, Hukum Memakan Darah Kobra Makan Empedunya
Untuk Obat [online]
(http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/10/13/apa-hukum-
meminum-darah-kobra-dan-makan-empedunya-untuk-obat/495346/)
Idfasysyfa, 2008, Hukum Memakan Benda Haram untuk Pengobatan, [online]
(http://ldfasysyifa.multiply.com/journal/item/5?&show_interstitial=1&u=
%2Fjournal%2Fitem)
xxi