Upload
satria-yuda
View
341
Download
16
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Merupakan kumpulan tugas tentang ilmu bedah veteriner
Citation preview
MAKALAH PRAKTIKUM ILMU BEDAH UMUM
“LAPAROTOMY”
NAMA : FERRIANTO DIYAN KUSUMA WY
NIM : 115130101111022
KELAS : A-2011
KELOMPOK : 8
PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laparotomi berasal dari dua kata terpisah, yaitu laparo dan tomi. Laparo sendiri
berati perut atau abdomen sedangkan tomi berarti penyayatan. Sehingga laparotomi dapat
didefenisikan sebagai penyayatan pada dinding abdomen atau peritoneal. Istilah lain
untuk laparotomi adalah celiotomi.
Tujuan laparotomi adalah untuk menemukan dan mengetahui keadaan organ visceral
yang ada di dalam ruang abdominal secara langsung serta untuk menegakkan diagnosa.
Laparotomi terdiri dari tiga jenis yaitu laparotomi flank, medianus dan paramedianus.
Masing-masing jenis laparotomi ini dapat digunakan sesuai dengan fungsi, organ target
yang akan dicapai, dan jenis hewan yang akan dioperasi. Umumnya pada hewan kecil
laparotomi yang dilakukan adalah laparotomi medianus dengan daerah orientasi pada
bagian abdominal ventral tepatnya di linea alba.
Organ-organ pada saluran pencernaan, saluran limfatik, saluran urogenital dan
saluran reproduksi merupakan organ tubuh yang berada di ruang abdomen. Semua organ
tersebut dapat ditemukan dengan menggunakan teknik operasi laparotomi.
Tindakan bedah biasa dilakukan untuk menangani kasus – kasus yang terjadi pada
hewan kesayangan diantaranya dilakukan di daerah abdomen. Jenis-jenis tindakan bedah
yang sering dilakukan diantaranya adalah laparotomi, cystotomi, histerektomi,
ovariohisterektomi, kastrasi, caudektomi, enterektomi dan lain sebagainya.
Banyak kasus bedah yang ditangani dengan melakukan tindakan laparotomi, baik
medianus, paramedianus anterior maupun posterior, serta laparotomi flank. Masing-
masing posisi memiliki kelebihan dan kekurangannya tersendiri. Pemilihan posisi
penyayatan laparotomi ini didasarkan kepada organ target yang dituju. Hal ini untuk
menegakkan diagnosa berbagai kasus yang terletak di rongga abdomen.
1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses laparotomi
1.2.2 Untuk mengetahui tata cara laparotomi yang benar
1.2.3 Untuk dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan laparotomi
BAB II
ISI
Terdapat banyak hal yang perlu dilakukan atau dipersiapkan sebelum dokter
hewan melakukan tindakan pembedahan atau operasi terhadap suatu kasus bedah
yaitu persiapan operasi atau preoperasi, yang meliputi desinfeksi dan sterilisasi
terhadap peralatan-peralatan yang digunakan dalam operasi, tindak operasi itu sendiri
dan perawatan hewan yang masuk dalam tindakan postoperasi. Selain sterilisasi dan
desinfeksi peralatan operasi, status hewan seperti sejarah penyakit, anamnese dan
status present diperlukan untuk dapat mendiagnosa penyakit. Selanjutnya tindak
bedah apa yang akan dilakukan, perlu juga mempertimbangkan anastesi yang
diberikan sebelum operasi dan tindak bedah yang akan dilakukan pada hewan
tersebut. Perawatan selama operasi dan perawatan setelah operasi tidak boleh
diabaikan, tidak terkecuali obat yang harus diberikan dalam proses persembuhan luka
bekas operasi.
2.1 Persiapan pra Operasi
Persiapan sebelum operasi dimulai dengan mempersiapkan ruangan bedah yang
steril, persiapan peralatan operator dan asisten, dan persiapan alat atau instrument
yang telah disterilisasi. Peralatan yang akan digunakan saat operasi disusun diatas
meja instrument yang telah dialasi linen steril. Peralatan lain tergantung dari jenis
operasi yang akan dilakukan. Sterilisasi peralatan operasi meliputi, baju operasi,
masker, penutup kepala, sarung tangan, sikat, dan handuk yang telah dicuci bersih
serta dikeringkan dibungkus dengan kain muslin atau non woven setelah terlebih
dahulu dilipat dan ditata sesuai dengan urutannya masing-masing. Peralatan yang
telah dibungkus dimasukkan ke dalam oven untuk disterilisasi dengan suhu 60oC
selama 15-30 menit. Perlengkapan yang telah disterilisasi digunakan pada saat
operasi oleh operator dan asisten satu (asisten operator).
Alat-alat bedah yang akan digunakan dikumpulkan dalam suatu wadah dan
direndam dengan larutan sabun hingga seluruh bagiannya terendam. Setelah
direndam, instrumen bedah pun dicuci bersih dengan menggunakan sikat hingga sisa
kotoran menghilang dan peralatan menjadi bersih. Instrumen dicuci mulai dari
bagian yang bersentuhan dengan tubuh pasien yaitu bagian ujung hingga bagian
pangkal. Instrumen-instrumen tersebut kemudian dibilas dengan air bersih mulai dari
bagian ujung hingga pangkal sebanyak 10-15 kali. Peralatan operasi minor yang telah
dicuci bersih kemudian dikeringkan terlebih dahulu baru setelah itu ditata rapi di
dalam kotak peralatan sesuai dengan urutan penggunaannya. Kotak peralatan tersebut
kemudian dibungkus dengan muslin atau non woven dan disterilisasi menggunakan
oven dengan suhu 121°C selama 60 menit. Peralatan yang telah disterilisasi
digunakan pada saat operasi.
Pemeriksaan fisik berupa signalement dan keadaan umum hewan. Parameter
signalement yang dicatat adalah nama kucing, jenis dan ras, jenis kelamin, usia,
warna rambut dan kulit, serta bobot badan. Keadaan umum kucing yang dicatat yaitu,
habitus, gizi, sikap berdiri, cara berjalan, adptasi lingkungan, turgor kulit, kelenjar
pertahanan, refleks pupil, refleks palpebrae, frekuensi dan ritme napas, temperatur,
CRT, warna mukosa, dan diameter pupil. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik,
kucing diinjeksikan dengan premedikasi atropin. Dosis sulfa atropin yang digunakan
adalah 0,025 mg/kg BB. Setelah 15 menit, kucing diinjeksikan dengan ketamine -
xylazine. Dosis ketamin-xylazine yang digunakan adalah 10mg/kg BB dan 2 mg/kg
BB.
Faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan operasi, mulai dari kondisi umum
preoperatif, apakah pasien dalam keadaan sakit, sakit ringan, atau ada kelainan
bawaan. Keadaan umum seperti demam dan kondisi sistemik lainnya akan
berpengaruh terhadap keberhasilan operasi. Hewan harus dalam keadaan stabil
sebelum operasi. Pemeriksaan kondisi fisik mutlak harus dilakukan jika terjadi
kelainan pada cairan, asam-basa, elektrolit, dan kelainan kardiovaskular harus
diperbaiki sebelum menginduksi anastesi(Theresa 2007).
2.2 Proses Operatif
Operasi yang dilakukan operator pada saat praktikum adalah laparatomi
medianus central, yaitu suatu tindakan penyayatan abdomen yang dilakukan 1 cm
anterior umbilical sampai 3 cm posterior umbilical. Penyayatan abdomen yang
dilakukann tepat dibagian tengah mempunyai maksud mempermudah eksplorasi
organ-organ yang berada baik disebelah anterior maupun posterior dari tempat
penyayatan (Katzug 2001).
Pasien dibaringkan dengan posisi terlentang ke atas, kemudian dibuat sayatan
kulit pada garis ventral. Sayatan dapat dilakukan dari dekat processus ziphoidea
sampai dengan daerah pubis. Setelah kulit terbuka, sayat jaringan subkutan sampai
fascia eksternal dari muskulus rektus abdominis terlihat. Ikat atau cauterisasi
pembuluh darah kecil yang menyebabkan pendarahan pada subkutan sehingga linea
alba dapat terlihat jelas. Linea alba disayat tepat diatasnya. Ketika omentum telah
menyembul, linea alba dijepit bagian kiri dan kanan, gunakan gunting untuk
memperpanjang sayatan ke kranial atau kaudal (Theresa 2007). Omentum dan
peritoneum akan terlihat dibawah linea alba. Organ-organ yang terdapat di rongga
abdomen dicari berdasarkan pembagian daerah, yaitu epigastrium, mesogastrium,
dan hipogastrium (Katzug 2001).
Sebelum penutupan dilakukan teteskan antibiotik pada ruang abdomen untuk
meminimalisir infeksi pasca operasi. Penjahitan pertama dilakuakn pada lapisan
peritoneum dan linea alba. Linea alba dapat ditutup dengan jahitan simple interrupted
suture atau simple continuous suture.
Pastikan saat penjahitan pada linea alba tidak ada jaringan lain yang ikut terjahit
karena bisa menghambat penutupan luka. Jahitan kedua tutup jaringan subkutan
dengan jahitan simple continuous suture. Lalu teteskan lagi antibiotik pada subkutan
sebelum dilakukan penutupan kulit. Penjahitan kulit dilakakukan menggunakan
benang nonabsorbable dengan jahitan simple interrupted suture untuk meminimalisir
terjadinya hernia atau dapat pula digunakan stainless steel staples. Jarak tepi jahitan
fascia adalah 4 sampai 10 mm. Jahitan simple interrupted suture diberi jarak 5 mm-
10 mm dari jahitan satu dengan jahitan lainnya, tergantung pada ukuran hewan.
Jahitan pada kulit dilakukan dengan sedikit tegangan untuk meminimalisir bekas
jahitan (Theresa 2007). Setelah penjahitan selesai diberikan iodine di bekas sayatan
yang telah dijahit. Setelah itu sayatan ditutup dengan tampon segi empat dan plester.
Sebelum dipakaikan gurita, hewan di suntik oxytetracycline 0.175 ml secara
intramuscular, setelah itu hewan baru dipakaikan gurita (Katzug 2001).
2.3 Post Operatif
Prosedur bedah laparotomi umumnya didukung perawatan postoperatif.
Pengecekan tersebut anatara lain efek anastesi dan meyakinkan bahwa persembuhan
luka berjalan dengan baik (Hedlund 2002). Komplikasi sering kali menyertai operasi
seperti reaksi alergi jahitan, seroma, hematoma, self trauma, dan ketidaknyamanan
pasien. Terapi cairan harus dilanjutkan pada kebanyakan hewan pasca operasi
abdomen. Elektrolit, asam-basa, dan protein serum harus diperhatikan dan dikoreksi
pasca operasi untuk memastikan bahwa pasien dengan memiliki asupan kalori yang
memadai pasca operasi (Theresa 2007). Perawatan seperti pemberian antibiotik,
terapi cairan, perawatan balutan, anti inflamasi akan membantu persembuhan luka
setelah operasi. Penanganan post operatif sangat penting karena dapat mempengaruhi
persembuhan hewan (pasien).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan terhadap pasien bedah post operatif untuk
perawatan pasien bedah, dianataranya hewan dibawa ke ruang pemulihan yang
tenang, hewan tetap dimonitor dengan diukur suhu, frekuensi nafas, frekuensi denyut
jantung, serta diameter pupil. Diperhatikan membran mukosa, limphonodus, dan
selaput lendir, serta pasien diberikan obat untuk mengatasi rasa nyeri selama 1
sampai 3 hari setelah operasi (Hedlund 2002). Diberikan infus bilaterjadi muntah dan
diare hebat, disfungsi ginjal dan penyakit hati dengan memperhatikan laju infus dan
jenis infus yang diberikan. Apabila pasien hipothermia, diberi penghangat
menggunakan air hangat, diberikan suplemen oksigen, kateter apabila diperlukan
(Mc Curnin 2002).
Hal lain yang perlu dilakukan post operatif adalah pencucian peralatan,
pencucian perlengkapan, pembersihan ruang operasi. Pencucian peralatan dilakukan
dengan mencuci alat setelah digunakan dengan direndam dalam air yang diberi
larutan pencuci, disikat, dimulai dari ujung yang paling steril (ujung yang pertama
mengenai pasien), kemudia dibilas dengan air yang mengalir sebanyak 10-15 kali,
dikeringkan dengan ditata di rak (Suriadi, 2007). Peralatan yang sudah kering
kemudian disterilisasi lagi seperti di awal tadi. Pencucian perlengkapan meliputi
masker, tutup kepala, handuk dan baju operasi yang telah selesai digunakan dicuci
dengan sabun, dibilas dikeringkan. Perlengkapan-perlengkapan tersebut kemudian
disterilisasi sebagaimana proses pra operasi tadi. Ruang operasi kembali dibersihkan
dari kotoran/debu dengan disapu dan disterilisasi baik dengan radiasi atau dengan
menggunakan desinfektan berupa alkohol 70% (Harari 2004).
BAB III
PENUTUP
Laparotomi berasal dari dua kata terpisah, yaitu laparo dan tomi. Laparo sendiri
berati perut atau abdomen sedangkan tomi berarti penyayatan. Sehingga laparotomi
dapat didefenisikan sebagai penyayatan pada dinding abdomen atau peritoneal.
Istilah lain untuk laparotomi adalah celiotomi.
Tujuan laparotomi adalah untuk menemukan dan mengetahui keadaan organ
visceral yang ada di dalam ruang abdominal secara langsung serta untuk menegakkan
diagnosa.
Metode laparotomi yang dilakukan adalah laparotomi medianus central, yaitu
suatu tindakan penyayatan abdomen yang dilakukan 1 cm anterior umbilical sampai
3 cm posterior umbilical.
Sebelum dilakukan laparotomi, dilakukan beberapa persiapan diantaranya
persiapan operator, alat dan bahan instrumen bedah, pasien, serta tempat untuk
laparotomi. Persiapan ini dilakukan bertujuan untuk mempermudah jalannya proses
laparotomi. Selain itu dilakukan sterilisasi alat yang bertujuan agar tidak terjadi
infeksi mikroba pada pasien dan untuk membantu proses penyembuhan pada pasien.
Setelah dilakukan laparotomi pada pasien (kucing) dilakukan perawatan pasca
operasi pada pasien untuk mempercepat proses penyembuhan luka jahitan pada
pasien dan juga untuk mengembalikan kondisi pasien ke kondisi awal.
DAFTAR PUSTAKA
Aspinall V, O’Reilly M. 2004.Introduction to Veterinary Anatomy and Physiology.
Philadelphia: Butterworth-Heinemann.
Eldredge D. M, Carlson D. G, Carlson L. D & Giffin J. M. 2008.Cat Owner’s Home
Veterinary Handbook. 3th Ed . Wiley Publishing, INC. Hoboken, New Jersey.
Hall, L.W., K.W Clarke, CM Trim. 2001.Veterinary Anaesthesia 10thEdition. W.B.
Saunder. London
Harari, Joseph. 2004.Small Animal Surgery Secret 2nd Edition. Hanley & Belfus INC.
Philadelpia, USA.
Hedlund CS, Donald AH, Ann LJ, Howard BS, Michael DW, Gwendolyn LC. 2002.Small
Animal Surgery 2nd Edition. Mosby of Elsevier. USA.
Katzug, BG. 2001.Farmakologi Dasar dan Klinik .Salemba Medika: Jakarta.
Mc Curnin DM, Joanna MB. 2002.Clinical Textbook For Veterinary Technicians 6rd
Edition. Elsevier Sabre Faundation. USA.
Suriadi. 2007. Manajemen luka. STIKEP Muhammadiyah. Pontianak
Theresa, Welch., Fossum,et all.2007.Small Animal Surgery 3rd Edition.Mosby Elsevier.
Missouri.
Widodo Setyo, Sajuthi Dondin, Choliq Chusnul, Wijaya Agus, Wulansari Retno Lelana
Agus.2011.Diagnostik Klinik Hewan Kecil.IPB Press:Bogor