18
Kejang Demam Sederhana pada Anak-Anak Nico Stefan 102012010 F8 [email protected] Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Alamat Korespondensi Jl.Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Pendahuluan Kejang bukan suatu penyakit, tetapi gejala dari suatu atau beberapa penyakit, yang merupakan manifestasi dari lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel-sel neuron otak oleh karena terganggu fungsinya. Kejang demam pada anak merupakan kelainan neurologik yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Kejang demam pada umumnya tidak berbahaya dan jarang menimbulkan gejala sisa; akan tetapi bila kejang berlangsung lama sehingga menimbulkan hipoksia pada jaringan Susunan Saraf Pusat (SSP), dapat menyebabkan adanya gejala sisa di kemudian hari. Frekuensi dan lamanya kejang sangat penting untuk diagnosa serta tata laksana kejang, ditanyakan kapan kejang terjadi, apakah kejang itu baru pertama kali terjadi atau sudah pernah sebelumnya, bila sudah pernah berapa kali dan 1

Makalah KDS 22 Nicostefan

  • Upload
    yogidj

  • View
    22

  • Download
    12

Embed Size (px)

DESCRIPTION

nicopunya

Citation preview

Kejang Demam Sederhana pada Anak-AnakNico [email protected] Fakultas Kedokteran Universitas

Kristen Krida WacanaAlamat Korespondensi Jl.Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

Pendahuluan

Kejang bukan suatu penyakit, tetapi gejala dari suatu atau beberapa penyakit, yang merupakan manifestasi dari lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel-sel neuron otak oleh karena terganggu fungsinya. Kejang demam pada anak merupakan kelainan neurologik yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak.Kejang demam pada umumnya tidak berbahaya dan jarang menimbulkan gejala sisa; akan tetapi bila kejang berlangsung lama sehingga menimbulkan hipoksia pada jaringan Susunan Saraf Pusat (SSP), dapat menyebabkan adanya gejala sisa di kemudian hari.Frekuensi dan lamanya kejang sangat penting untuk diagnosa serta tata laksana kejang, ditanyakan kapan kejang terjadi, apakah kejang itu baru pertama kali terjadi atau sudah pernah sebelumnya, bila sudah pernah berapa kali dan waktu anak berumur berapa . Sifat kejang perlu ditanyakan, apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum atau fokal. Ditanya pula lama serangan, kesadaran pada waktu kejang dan pasca kejang. Gejala lain yang menyertai diteliti, termasuk demam, muntah, lumpuh, penurunan kesadaran atau kemunduran kepandaian. Pada neonatus perlu diteliti riwayat kehamilan ibu serta kelahiran bayi.1Anamnesis Anamnesis pasien dilakukan secara allo-anamnesis kepada orang terdekat dari pasien. Hal hal yang perlu ditanyakan saat anamnesis yaitu : adanya kejang, jenis kejang (umum atau fokal), kesadaran, lama atau durasi kejang. Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak pasca kejang. Penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (gejala infeksi saluran napas akut/ISPA, infeksi saluran kemih/ISK. Otitis media akut/OMA, dll). Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam keluarga. Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare/muntah yang mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia).2Selain itu ada beberapa hal juga yang perlu ditanyakan saat anamnesis adalah faktor resiko terjadinya kejang demam yang merupakan perkiraan diagnosis dari skenario. Riwayat keluarga akan adanya kejang demam perlu ditanyakan. Selain itu, demam tinggi diatas 38C, gagal tumbuh, konsumsi alkohol dan rokok selama kehamilan, perawatan di rumah sakit selama lebih dari 28 hari kelahiran dan penitipan anak pada jasa penitipan anak perlu dikumpulkan dalam anamnesis. Adanya 2 faktor positif dari faktor diatas dapat meningkatkan kejadian kejang demam pertama sebanyak 30% pada anak.2Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik yang pertama kali dilakukan adalah penilaian kesadaran dan didapatkan kesadaran pasien compos mentis dan pasien tampak aktif. Pemeriksaan berikutnya yaitu tanda-tanda vital terutama suhu karena pasien ini mengalami demam. Pemeriksaan fisik dalam batas normal. Tanda rangsang meningeal negatif dengan pemeriksaan saraf kranial, fungsi motorik dan sensorik dalam batas normal.3Tanda rangsang meningeal yang merupakan suatu tanda adanya iritasi meningeal, secara klasik terdiri dari kaku kuduk, tanda Brudzinski dan tanda Kernig. Tanda Brudzinski adalah tanda dimana adanya fleksi pasif dari tengkuk menyebabkan fleksi dari pinggul dan lutut. Pada pasien dengan positifnya tanda rangsang meningeal, sugestif untuk adanya meningitis terutama meningitis bakterialis. Jadi pemeriksaan tanda rangsang meningeal ini dapat digunakan sebagai salah satu indikator untuk menyingkirkan diagnosis meningitis.4Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.5Pemeriksaan cairan serebrospinal Dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada ; bayi kurng dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan, bayi antara 12-18 bulan dianjurkan, bayi > 19 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.5Elektroensefalografi (EEG)

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam tidak khas misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.5 Pencitraan Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti ; kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI, papil edema.5Diagnosis Kerja

Kejang Demam Sederhana

Kejang demam terjadi pada 2-4% anak usia dibawah 6 tahun. Kriteria diagnostik mencakup kejang pertama yang dialami oleh anak lebih tinggi dari 38 derajat celcius, anak berusia kurang dari 6 tahun, tidak ada tanda infeksi atau peradangan susunan saraf pusat, dan anak tidak menderita gangguan metabolik sistemik akut. Kejang demam dapat diklasifikasikan dalam kejang demam sederhana apabila berlangsung kurang dari 15 menit, tidak memperlihatkan gambaran fokal yang signifikan, dan tidak berlangsung dalam suatu rangkaian yang memiliki durasi total lebih dari 30 menit. Sedangkan kejang demam kompleks memiliki durasi lebih lama, ada tanda fokal, dan terjadi dalam rangkaian yang berkepanjangan. Kejang demam bersifat dependen-usia, biasanya terjadi pada anak berusia 9 hingga 20 bulan dan kejang jarang dimulai sebelum usia 6 bulan.6Sebagian besar kejang demam terjadi dalam 24 jam pertama sakit, sering sewaktu tubuh meningkat cepat, tetapi pada sebagian anak, tanda pertama penyakit mungkin kejang dan pada yang lain, kejang terjadi saat demam menurun. Derajat demam bukan merupakan faktor kunci yang memicu kejang. Selama suatu penyakit, setelah demam turun dan naik kembali sebagian anak tidak kembali kejang walalupun tercapai tingkatan suhu yang sama, dan sbeagian anak lain tidak lagi mengalami kejang pada penyakit demam berikutnya walaupun mencapai tingkatan suhu yang sama.6EpidemiologiInsiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki.1Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar 37%.1Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 4% dari jumlah penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang anak laki-laki.1Etiologi Etiologi dan patogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi umur anak, tingginya dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor hereditas juga mempunyai peranan yaitu 8-22 % anak yang mengalami kejang demam memiliki orangtua yang memiliki riwayat kejang demam pada masa kecilnya.7

Kejang demam biasanya diawali dengan infeksi virus atau bakteri. Penyakit yang paling sering dijumpai menyertai kejang demam adalah penyakit infeksi saluran pernapasan, otitis media, dan gastroenteritis.7Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. dr. Lumantobing pada 297 anak penderita kejang demam, infeksi yang paling sering menyebabkan demam yang akhirnya memicu serangan kejang demam adalah tonsillitis/faringitis yaitu 34 %. Selanjutnya adalah otitis media akut (31 %) dan gastroenteritis (27%).7Manifestasi KlinisKriteria diagnostik mencakup kejang pertama yang dialami oleh anak lebih tinggi dari 38 derajat celcius, anak berusia kurang dari 6 tahun, tidak ada tanda infeksi atau peradangan susunan saraf pusat, dan anak tidak menderita gangguan metabolik sistemik akut. Kejang demam dapat diklasifikasikan dalam kejang demam sederhana apabila berlangsung kurang dari 15 menit, tidak memperlihatkan gambaran fokal yang signifikan, dan tidak berlangsung dalam suatu rangkaian yang memiliki durasi total lebih dari 30 menit. Sedangkan kejang demam kompleks memiliki durasi lebih lama, ada tanda fokal, dan terjadi dalam rangkaian yang berkepanjangan. Kejang demam bersifat dependen-usia, biasanya terjadi pada anak berusia 9 hingga 20 bulan dan kejang jarang dimulai sebelum usia 6 bulan. 6Sebagian besar kejang demam terjadi dalam 24 jam pertama sakit, sering sewaktu tubuh meningkat cepat, tetapi pada sebagian anak, tanda pertama penyakit mungkin kejang dan pada yang lain, kejang terjadi saat demam menurun. Derajat demam bukan merupakan faktor kunci yang memicu kejang. Selama suatu penyakit, setelah demam turun dan naik kembali sebagian anak tidak kembali kejang walalupun tercapai tingkatan suhu yang sama, dan sbeagian anak lain tidak lagi mengalami kejang pada penyakit demam berikutnya walaupun mencapai tingkatan suhu yang sama.6Patofisiologi

Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh natrium (Na+). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah. Keadaan sebaliknya terjadi di luar sel neuron. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi yang berasal dari glukosa yang melalui proses oksidasi oleh oksigen.7Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan meningkatnya kebutuhan oksigen sebanyak 20%. Akibatnya terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel otak dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium dan ion natrium melalui membran, sehingga terjadi lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik yang cukup besar dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel di dekatnya dengan bantuan neurotransmiter dan menyebabkan terjadinya kejang.7Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi kejang baru dapat terjadi pada suhu 40C atau lebih.7Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnoe sehingga kebutuhan oksigen untuk otak meningkat dan menyebabkan terjadinya kerusakan sel neuron otak yang berdampak pada terjadinya kelainan neurologis.7

Diagnosis Banding

Kejang Demam Kompleks. Kejang demam kompleks pada umumnya tidak berbeda dari kejang demam sederhana yang dialami oleh pasien diatas. Perbedaannya adalah pada kejang demam kompleks memiliki durasi lebih lama dari 15 menit, memiliki gambaran fokal, dan terjadi dalam rangkaian yang berkepanjangan. Sedangkan pada manifestasi klinis, pemeriksaan fisik dan penunjang tidak memperlihatkan adanya perbedaan dari kejang demam sederhana.6Epilepsi. Status epileptikus didefinisikan sebagai kejang yang berlangung dalam waktu lebih dari 30 menit dan merupakan suatu emergensi neurologis. Kejang ini dapat berlangsung terus menerus maupun intermiten dengan kembalinya kesadaran dari pasien antara satu fase kejang dengan fase kejang lainnya. Biasanya sebelum dimulainya epilepsi, terdapat fase aura, dan kemudian kerjadi fase kejang epilepsi yang terdiri dari 5 jenis, yakni status epileptikus sederhana, kompleks, absen, nonkonvulsif dan mioklonik. Pada umumnya, kondisi ini merupakan kejang tonik-klonik yang terdiri dari 3 fase dimulai dari kejang fokal yang lama-kelamaan menyatu menjadi seluruh tubuh. Sedangkan pada kejang nonkonvulsif pasien menjadi tidak sadar, dengan atau tanpa gerakan klonik pada ekstremitas atas maupun kelopak mata. Pemeriksaan darah rutin dapat menunjukkan adanya peningkatan leukosit pada pasien dengan demam dengan elektrolit yang normal. Sedangkan pada pemeriksaan radiologis lebih dianjurkan penggunaan MRI dengan adanya peningkatan T2 dan untuk melihat adanya gangguan anatomis lainnya. Pada EEG dapat terlihat kejang EEG parsial yang kemudian menyatu menjadi kejang kontinu.8Meningitis. Merupakan suatu infeksi susunan saraf pusat yang menyerang membran pelapis otak dan medulla spinalis, yakni meninges. Gejala klasik dari meningitis adalah demam, sakit kepala dan kaku kuduk. Gejala lain meliputi mual, muntah, fotofobia, somnolen, bingung, iritabel, delirium dan koma. Pada anak-anak dapat meliputi ubun-ubun menggembung, hipotonia dan menangis dengan nada yang tinggi seperti pada dehidrasi. Pada pemeriksaan darah lengkap dapat menunjukkan leukositosis dominan PMN. Sedangkan pemeriksaan radiologis tidak diindikasikan pada kondisi ini. Pada beberapa pasien dapat menunjukkan adanya meningeal enchancement. Sedangkan MRI dapat menunjukkan ventrikulomegali pada potongan T2. Peningkatan tekanan intra kranial juga didapatkan pada kasus meningitis terutama bakterial akibat adanya edema. Pada pungsi lumbal dapat ditemukan peningkatan leukosit (diatas 500 per mikroliter), peningkatan kadar laktat (diatas sama dengan 31.53 mg/dL) dan penurunan ratio glukosa CSF dibandingkan dengan plasma menjadi dibawah sama dengan 0.4. Pada kasus meningitis bakterialis, predominansi selnya adalah PMN. Sedangkan pada meningitis tuberculosis dan virus, predominan sel limfosit. Pada meningitis bakterialis ditemukan warna cairan purulen, pada tuberkulosis serosa sedangkan pada virus cairan jernih.9Penatalaksanaan

Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :

1. Mengatasi kejang secepat mungkin

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu datang, kejang sudah berhenti. Apabila pasien dating dalam keadaan kejang, obat paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena dengan dosis 0,3-0,5 mm/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2mg.menit atau dalam waktu 3-5 menit. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua di rumah atau yang sering digunakan di rumah sakit adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg, dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10kg. atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun atau 7,5 mg mg untuk anak diatas usia 3 tahun.10Jika kejang masih berlanjut : (1). Pemberian diazepam 0,2 mg/kgBB per infus diulangi. Jika belum terpasang selang infus, 0,5 mg/kg per rektal. (2). Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan.10Jika kejang masih berlanjut : (1). Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kgBB per infus dalam 30 menit. (2). Pemberian fenitoin 10-20mg/kgBB per infus dalam 30 menit dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50mg/menit.10Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.102. Pengobatan penunjang Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas, pernafasan, sirkulasi dan memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala dimiringkan untuk mencegah aspirasi lambung. Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin, kalau perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi. Pengisapan lender dilakukan secara teratur dan pengobatan ditambah dengan pemberian oksigen. Cairan intavena sebaiknya diberikan dan dimonitor sekiranya terdapat kelainan metabolik atau elektrolit. Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat.10Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi, manakala pembuluh darah perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres es dan alkohol tidak lagi digunakan karena pembuluh darah perifer bisa mengalami vasokontriksi yang berlebihan sehingga menyebabkan proses penguapan panas dari tubuh pasien menjadi lebih terganggu. Kompres hangat juga tidak digunakan karena walaupun bisa menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah perifer, tetapi sepanjang waktu anak dikompres, anak menjadi tidak selesa karena dirasakan tubuh menjadi semakin panas, anak menjadi semakin rewel dan gelisah. Menurut penelitian, apabila suhu penderita tinggi (hiperpireksi), diberikan kompres air biasa. Dengan ini, proses penguapan bisa terjadi dan suhu tubuh akan menurun perlahan-lahan. Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 10 mg/kgBB/kali, 3 4 kali sehari.103. Memberikan pengobatan rumat Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara mengirim penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut. Kejang demam kompleks merupakan salah satu indikasi seorang pasien untuk dirawat di rumah sakit selain adanya hiperpireksia, pasien < 6 bulan, kejang demam yang pertama kali, dan terdapat kelainan neurologis. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu: Profilaksis intermitten Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan kepada anak selama episode demam. Antipiretik yang diberikan adalah paracetamol dengan dosis 10-15mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari atau ibuprofen dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Antikonvulsan yang ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam ialah diazepam, baik diberikan secara rectal dengan dosis 5 mg pada anak dengan berat di bawah 10kg dan 10 mg pada anak dengan berat di atas 10kg, maupun oral dengan dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat tubuh 38,50C. Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun. Fenobarbital, karbamazepin dan fenition pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.10Profilaksis jangka panjang Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari. Pengobatan jangka panjang dapat dipertimbangan jika terjadi hal berikut: kejang demam 2 kali dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada umur < 12 bulan, kejang demam 4 kali per tahun.10Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah: Fenobarbital

Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur.10Sodium valproat / asam valproat

Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 1-2 tahun dan dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. Efek samping yang dapat terjadi adalah gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pankreatitis.10Fenitoin

Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang memuaskan. Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi. Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.104. Mencari dan mengobati penyebab

Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut. Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis. Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati.10KomplikasiGangguan belajar dan perilaku, retardasi mental, defisit koordinasi dan motorik, status epileptikus, dan kematian pernah dilaporkan sebagai sekuele kejang demam.3PrognosisDengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa biasanya baik, tidak sampai terjadi kematian. Dalam penelitian ditemukan angka kematian kejang demam sederhana sebesar 0,46 % s/d 0,74 %. Angka kejadian epilepsi ditemukan 2,9 % dari kejang demam sederhana dan 97 % dari kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana pada umumnya tidak menyebabkan kerusakan otak yang permanen dan tidak menyebabkan terjadinya penyakit epilepsi pada kehidupan dewasa anak tersebut. Sedangkan pada anak-anak yang memiliki riwayat kejang demam kompleks, riwayat penyakit keluarga dengan kejang yang tidak didahului dengan demam, dan memiliki riwayat gangguan neurologis maupun keterlambatan pertumbuhan, memiliki resiko tinggi untuk menderita epilepsi pada kehidupan dewasa mereka.7Edukasi Kepada Orang TuaKejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangidengan cara yang diantaranya : meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik, memberitahukan cara penanganan kejang, memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali, pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek samping obat.10Kesimpulan

Anak perempuan berusia 4 tahun dibawa ibunya ke UGD RS karena kejang-kejang diseluruh tubuhnya 30 menit yang lalu. Kejang kelojotan seluruh tubuh, mata mendelik keatas, kejang berlangsung selama 5 menit dan hanya 1x. Kejang diawali demam tinggi 40C dan batuk pilek. Ayah pasien pernah kejang disertai demam saat usia 4 tahun, riwayat kejang serupa saat usia anak 2 tahun. Pada pemeriksaan fisik didapati Keadaan umum aktif, kesadaran compos mentis, lain-lain dalam batas normal,pemeriksaan neurologis (-), saraf cranial dalam batas normal. Berdasarkan data-data yang ada maka pasien didiagnosis menderita kejang demam sederhana.Daftar Pustaka

1. Behrman RE, Kliegman RM, Arvio, Nelson ilmu kesehatan anak, Vol 3, Ed 15. Jakarta: EGC; 2005. h. 2059-66.2. Pudjaji AH, Hegar B, Handryastuti, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED. Pedoman pelayanan medis. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. h. 150-2

3. Tejani NR, Slapper D, Windle ML, Wolfram W, Halamka JD, Bachur RG. Febrile seizures. Diunduh dari Medscape. 9 Desember 2013.4. Scheld WM, Whitley RJ, Marra CM. Infections of the central nervous system. 3rd Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.p.384.

5. Staf Pengajar IKA FKUI. Kejang demam. Dalam: Ilmu kesehatan anak. Jakarta: Bagian IKA FKUI; 2005. h.847-8.

6. Fishman MA. Kejang demam. Dalam: Rudolph AB, Hoffman IE, Rudolph CD. Buku ajar pediatri rudolph. Edisi ke-20. Jakarta: EGC; 2006. h.2160-1.7. Lumbantobing SM. Kejang Demam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. h. 1-3.

8. Johnston MV. Seizures in childhood. In: Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. Nelson textbook of pediatrics. 18th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007.p.2457-8.9. Hasbun R, Cunha BA, Biliciler S, Brannan TS, Cavaliere R, Croul SE, et al. Meningitis. Diunduh dari Medscape. 9 Desember 2013.

10. Pusponegoro HD, Widodo DP, Sofyan I. Konsensus penatalaksanaan kejang demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta: 2006. h. 1 14.

2