Upload
azharul-fazri-siagian
View
2.346
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keberadaan pelayanan bimbingan konseling dalam cakupan luas sangat
dibutuhkan dalam aspek-aspek seperti: dunia kedokteran dan dunia
pendidikan. Tetapi penulis akan membatasi penulisan ini pada layanan dan
bimbingan konseling dibidang pendidikan, khususnya tingkat sekolah
menengah.
Layanan bimbingan konseling menengah masih sangat dibutuhkan pada
umunya anka didik pada tingkatan ini masih belum bias mandiri sepenuhnya
dan masih sangat bergantung pada bimbingan.
Bimbingan dan konseling disekolah didalam kontek pendidikan sebenarnya telah memiliki landasan yang kuat dan menjadai bagian yang terpadu dari system Pendidikan Nasional sesuai yang tercantum dalam Undang-Undang No 20/2003 tetang sisitem Pendidikan Nasional pada Bab I pasal 1 ayat 4 dinyatakan bahwa “Pendidik adalah tenaga pndididik yang berkwalifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong pelajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususanya, serta berpartisipasi dalam penyelengga-raan pendidik. (dalam W.S Winkel dan Sri Hatuti, 2007 hal 15).
Fokus kegiatan pendidik tidak lagi teletak pada sebatas kegiatan belajar
mengajar dengan mengutamakan peranan guru, tetapi dengan sengaja dan
terencana melibatkan berbagai profesi pendidik, termasuk konselor untuk
menangani ragam aspek perkembangan dimensi belajar (intelektual,
moral,social, kognitif, dan emosional).
2
Menurut Kartadinata: Pengajaran dan Bimbingan Konseling buka lagi dua hal
yang terpisah tetapi merupakan satu kesatuan yang bersifat saling melengkapi
(komplementer) dan kolabotif. (dalam W.S Winkel dan Sri Hatuti, 2007 hal
15).
Pengajaran dan bimbingan dan Konseling mempunyai kesamaan anatara tujuan dan sasaran umum yang termuat dalam pasal 3 Undang-Undang RI No.20/ 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu tinggi, cakap, kreatif, mandiri dan enjadio warga Negara yang demokratis dan betanggung jawab (dalam W.S. Winkel dan Sri Hastuti, 2007 hal 16).
Sasaran umum pendidikan juga menjadi sasaran di dalam kegiatan bimbingan
konseling dalam berbagai jenis, jalur dan jenjang pendidika. Oleh karena itu
pelaksanaan bimbbingan konseling di sekoalh mutlak diperlukan, agar
terwujud anak yang kreatif, produktif dan mandiri. Dengan pemahaman
konsep bimbingan konseling yang benar dan pelaksanaan yang tepat, kegiatan
bimbingan konseling di sekolah akanmenciptakan dampak yang positif untuk
perkembangan anak didik dalam aspek didik intelektual, sisial, kognitif dan
emosional secara optimal, harmonis dan wajar agar dapat menghasilakan hal
yang optimal dari proses dari proses bimbingan konseling di sekolah, para
guru pembimbing/ konselor hendaknya memhami benar dalam menafsirkan
arti bimbingan konseling disekolah, sehingga pelaksanaannya tidak
menyimpang dari tujuan bimbingan konseling itu sendiri. Penafsiran dan
pemahaman yang salah (miskonsepsi) tentang bimbingan konseling disekoalh
akan berakibat salah dalam pelaksanaanya, sehingga bimbingan konseling
tidak berjalan efektif.
3
Akibat salah dalam memahami konsep bimbingan konseling, maka timbul
citra yang kurang baik tentang bimbingan konseling dalam pandangan siswa.
Tugas bimbingan konseling tak ubahnya seperti tugas polisi, yaitu mengawasi,
menagkap dan menghukum siswa yang melanggar peraturan sekolah.
B. Permasalahan
Dari uaraian latar belakang diatas dan kecendurangan kuarang efektifnya
pelaksanaan serta pelaksanaan tentang bimbingan konseling, yaitu kesalahan
dalam mengartikan/ menafsirkan pengertian bimbingan konseling.
Permasalahan yang penulis ajukan adalah : Sudah benarkah konsep
pemahaman dan pelaksanaan bimbingan konseling yang dilaksanakan
disekolah?
Dari pertanyaan tersebut penulis mangangkat judul “Miskonsepsi Pemahaman
Serta Pelaksanaan BImbingan Konseling di Sekolah”.
4
C. Tujuan dan Manfaat Penulis Makalah
1. Tujuan Penulisan Makalah
a. Untuk mengetahui apakah pemahaman serta pelaksanaan bimbingan
konseling di sekolah sudah benar.
b. Mencari solusi/ pemecahan agar pelaksanaan bimbingan konseling di
sekolah dapat berjalan benar sesuai dengan konsep-konsep bimbingan
konseling.
2. Keguanaan Penulisan Makalah
a. Meningkatkan Penulisan Makalah tentang bimbingan konseling serta
mengembangkan keterampilan dalam pelaksanan dan konseling di
sekolah.
b. Memberikan sumbangan pemikiran kepada guru-guru bimbingan
konseling agar dapat melaksanakan kegiatan bimbingan konseling di
sekolah dengan benar.
c. Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Ilmu Pendidikan, Program Studi Pikologi Pendidikan dan
Bimbingan pada Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(STKIP) Muhammdiyah Pringsewu Lampung.
5
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN
A. Pengertian Bimbingan
Menurut Sertzer dan Stone : Bimbingan adalah suatu proses pemberian
bantuan kepada individu agar dapat memahami diri dan lingkungannya
(Dalam Syamsu, LN dan Juntika Nurihsan, 2009 : 6).
Menurut Sunaryo Kartadinata, mengartikannya bimbingan sebagai proses
membantu individu untuk mencapai perkembangan optimal.
Menurut Rochman Natawijaya yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat dan kehidupan pada umumnya (dalam WS Winkel, 2007 : 29). Frank W Miller dalam bukunya Guidance, Principle and Services (1968), bimbingan adalah proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri dan pengarahan diri yang dibutuhkan bagi penyesuaian diri secara baik dan maksimal di sekolah, keluarga dan masyarakat (dalam Sofyan S Willis, 2009 : 12).
Dari beberapa definisi di atas dapat dipertegas bahwa :
1. Bimbingan diberikan terhadap individu secara bertujuan, terencana,
berkesinambungan dan sistematis, tanpa paksaan tetapi atas kesadaran
individu tersebut sehubungan dengan masalahnya.
2. Bimbingan diberikan kepada individu agar dapat memahami dirinya,
mengarahkan diri dan merealisasikan dalam kehidupan nyata.
6
3. Bimbingan diberikan kepada individu untuk membantu agar tercapai
penyesuaian diri yang baik (well adjustment) terhadap diri dan lingkungan
sekolah, keluarga dan masyarakat.
4. Dengan pemahaman terhadap dirinya individu akan terbantu untuk
mengembangkan potensi dirinya (bakat, minat, fisik, kemampuan
intelektual dan cita-cita).
1. Tujuan Bimbingan
Tujuan bimbingan adalah tercapainya perkembangan potensi individu
secara optimal potensi yang dimilikinya dan sistem tata nilai yang baik
dan benar mencakup tingkat kemampuan intelektual, mampu mengenal
dan memahami diri, berani menerima kenyataan diri secara obyektif,
mengarahkan diri sesuai dengan kemampuan diri, kesempatan dan sistem
nilai, melakukan pilihan dan mengambil keputusan atas tanggung jawab
sendiri.
Tujuan usaha bimbingan mencakup lima fungsi pokok yang hendaknya
dilakukan oleh pribadi yang mandiri, yaitu:
a. Mengenal diri sendiri dan lingkungannya, artinya individu/siswa dapat memahami siapa dirinya bagaimanapun keadaannya serta dapat mengenal dimana dan bagaimana lingkungan sosialnya.
b. Menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis, artinya individu mengerti, memahami kemampuan dan keadaan lingkungan sosialnya.
c. Berani mengambil keputusan, artinya dengan kemandirian individu dapat memiliki sikap yang tegas dalam menentukan suatu pilihan yang tepat.
d. Mengarahkan diri sendiri, artinya individu/siswa harus kemana dan bagaimana dalam mengambil suatu langkah kearah hal yang positif.
7
e. Mewujudkan diri mandiri, artinya mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat dan kemampuan yang dimilikinya (Prayitno, 2004 : 99).
2. Makna bantuan dalam bimbingan
Bantuan yang diberikan mencakup makna-makna yang harus diperhatikan,
yaitu:
a. Bantuan yang diberikan mengandung makna bahwa yang aktif dalam mengembangkan diri, mengatasi masalah atau mengambil keputusan adalah klien/siswa itu sendiri, sedangkan pembimbing hanya merupakan fasilitator dan motivator.
b. Pembimbing harus dapat/berupaya menciptakan lingkungan yang kondusif (fisik, psikis, sosial dan spiritual) bagi perkembangan siswa.
c. Pembimbing harus mengupayakan berkembangnya sikap berani bertindak dan sikap bertanggung jawab pada diri individu/siswa.
d. Pembimbing harus mengupayakan berkembangnya sikap untuk memperbaiki diri (sikap) individu/siswa (Syamsu Yusuf, LN dan A Juntika Nurihsan, 2009 : 6).
B. Pengertian Konseling
Menurut Robinson mengartikan konseling adalah semua bentuk hubungan
antara dua orang, dimana yang seorang yaitu klien dibantu untuk lebih mampu
menyesuaikan diri secara efektif terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya.
ASCA (American School Conselor Association) mengemukakan bahwa :
konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan
sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien,
konselor menggunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu
kliennya mengatasi masalah-masalahnya.
English & English mengemukakan arti konseling adalah suatu hubungan
antara seorang dengan orang lain dimana seorang berusaha keras membantu
8
orang lain agar memahami masalah dan dapat memecahkan masalahnya dalam
rangka penyesuaian dirinya.
Menurut Glen E Smith mendefinisikan konseling yaitu suatu proses dimana
konselor membantu klien agar ia mampu memahami dan menafsirkan fakta-
fakta yang berhubungan dengan pemilihan, perencanaan, dan penyesuaian diri
sendiri sesuai dengan kebutuhan individu.
1. Tujuan konselingMenurut Boy dan Pine, tujuan konseling adalah :a. Membantu siswa menjadi lebih matang dan lebih mengaktualisasikan
dirinyab. Membantu siswa dengan cara yang positif, membantu dalam
sosialisasi siswa dengan memanfaatkan sumber-sumber dan potensinya sendiri.
c. Memelihara dan mencapai kesehatan mental yang positif.d. Membantu siswa belajar menerima tanggung jawab, mandiri dan dapat
memperoleh integrasi perilaku.
Menurut Maslow dan Rogers (self actualization) tujuan konseling adalah agar tercapai aktualisasi diri sebagai manifestasi potensi yang dimiliki klien. Berne dan Haris okayness, artinya tujuan konseling yang dibutuhkan oleh klien adalah terjadinya harmonisasi hubungan antara sesame dalam kehidupan, tenggang rasa, menghormati kepentingan orang lain, walaupun ia orang kecil (I’m Ok, you ‘re Ok) artinya diri sendiri Ok, orang lain juga Ok.
(I’m Ok you ‘re not Ok), artinya diri sendiri Ok, sedang orang lain tidak Ok, hal ini akan timbul ketegangan, konflik dan frustasi, dendam pada orang lain yang dapat berdampak negatif dalam kehidupan kita. (I’m not Ok you ‘re not Ok) artinya saya tidak Ok, kamu juga tidak Ok, dalam hal ini akan terjadi saling permusuhan yang tidak ada habisnya (dalam Sofyan S Willis, 2009 : 21).
Dari beberapa definisi pengertian konseling di atas dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa konseling adalah suatu upaya membantu klien agar
menjadi manusia yang lebih fungsional, mencapai integritas diri,
aktualisasi diri, mampu memecahkan masalahnya sendiri, memiliki
9
tenggang rasa terhadap ornag lain, memiliki rasa tanggung jawab atas
tindakannya, jujur dan percaya diri.
2. Makna hubungan konseling
Pengertian hubungan konseling secara umum dipakai oleh semua kaum
professional yang melayani manusia, seperti profesi konselor, pekerja
sosial, dokter dan sebagainya. Penulis akan membatasi pembahasan ini
hanya pada hubungan konseling di sekolah yang diperuntukkan kepada
siswa yang membutuhkan bantuan.
Makna hubungan konseling disekolah adalah hubungan yang bersifat
membantu siswa, artinya pembimbing berusaha membantu si terbimbing
agar tumbuh, sejahtera dan mandiri.
Menurut Shertzer dan Stone mendefinisikan hubungan konseling yaitu
interaksi antara seorang dengan orang lain yang dapat menunjang dan
memudahkan secara positif bagi perbaikan orang tertentu.
Menurut Rogers mendefinisikan konseling sebagai hubungan seorang
dengan orang lain yang datang dengan maksud tertentu (dalam Sofyan S
Willis, konseling individual, 2009 : 36).
Menurut Rohman Natawijaya mendefinisikan konseling adalah merupakan satu jenis layanan yang merupakan bagian terpadu dari bimbingan konseling dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua individu, dimana yang seorang adalah konselor berusaha membantu yang lain (yakni klien) untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dan dengan hubungannya dengan masalah-masalah yang dihadapinya pada waktu yang akan datang (dalam Dewa Ketut Sukardi, 2002 : 21).
10
Dari ketiga pendapat di atas penulis dapat menyimpulkan, bahwa makna
hubungan konseling adalah hubungan timbal balik antara dua orang yaitu
antara konselor dan konseli yang berlangsung dalam suasana
menyenangkan, hangat, saling terbuka dan bersifat rahasia.
Dalam hubunan konseling, seorang konselor/pembimbing tidak merasa
lebih pintar dari klien yang dapat menyebabkan klien menjadi rendah diri,
dan bersikap menutup diri, sehingga sulit untuk diajak bicara apalagi
untuk mengungkapkan masalah-masalahnya.
C. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling biasanya disebut bersama, sehingga tercipta suatu
istilah majemuk bimbingan dan konseling (Guidance and Counseling).
Konseling merupakan salah satu layanan bimbingan di samping layanan yang
lain misalnya layanan orientasi dan layanan informasi yang mencakup
informasi pendidikan, informasi pekerjaan, sosial budaya. Dengan demikian
pelayanan bimbingan dengan sendirinya mencakup bimbingan konseling.
D. Kegiatan Bimbingan Konseling
Kegiatan dalam Bimbingan Konseling sangat banyak. Tentunya kegiatan BK
tersebut disesuaikan dengan masalah yang dihadapi dan cara penangannanya
yang beragam. Adapun kegiatan-kegiatan Bimbingan Konseling yakni :
11
1. 4 Macam BimbinganAdapun ke empat macam bimbingan tersebut yaitu :a. Bimbingan Pribadi
Bimbingan pribadi dimaksudkan untuk membantu siswa menemukan dan mengembangkan pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mantap dan mandiri serta sehat jasmani dan rohani.
b. Bimbingan SosialBimbingan sosial membantu siswa mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosial yang dilandasi budipekerti luhur, tanggungjawab kemasyarakatan dan kenegaraan.
c. Bimbingan BelajarBimbingan belajar membantu siswa mengembangkan diri, sikap dan kebiasaan belajar yang baik untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan serta menyiapkan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
d. Bimbingan KarierBimbingan karir membantu siswa merencanakan dan mengembangkan karir masa depan.
2. 9 Jenis layanan :Adapun ke sembilan layanan tersebut yakni :a. Layanan Orientasi
Layanan orientasi, yakni layanan bimbingan konseling yang memungkinkan dapat memberikan pengaruh kepada peserta didik tentang pengenalan lingkungan, fasilitas, peraturan, hak dan kewajiban siswa, organisasi dan wadah-wadah yang dapat membantu dan meningkatkan hubungan social siswa.
b. Layanan InformasiLayanan informasi, yaitu pemberian informasi mengenal bakat, minat tata tertib sekolah, cara bertingkah laku, tata karma dan sopan santun.
c. Layanan Penempatan dan PenyaluranYaitu layanan yang memungkinkan peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat sesuai dengan potensi, bakat, minat, serta kondisi pribadi siswa. Misaln tentang pemilihan kelas, program pilihan, kegiatan ekstrakurikuler dll.
d. Layanan Bimbingan BelajarYaitu layanan yang memungkinkan peserta didik mengembangkan diri berkenaan dengan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, materi belajar yang cocok sesuai dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya
12
serta berbagai aspek tujuan, sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi.
e. Layanan Bimbingan PeroranganLayanan bimbingan perorangan yaiyu yang memungkinkan peserta didik mendapatkan layanan langsung secara tatap muka dalam rangka pembahasan dan pengentasan permasalahannya.
f. Layanan Bimbingan KelompokLayanan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama memperoleh pengetahuan yang berguna untuk menunjang kehidupan sehari-hari baik individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat, serta untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
g. Layanan Bimbingan Konseling KelompokYaitu layanan yang memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan melaui dinamika kelompok.
h. Layanan KonsultasiLayanan konsultasi yakni layanan bimbingan konseling yang dilaksanakan oleh konselor terhadap konseli/siswa maupun orang tua/ wali di sekolah. Dalam layanan ini guru pembimbing/ konselor bisa bekerjasama dengan guru mata pelajaran, wali kelas, dan ahli terkait (psikiater dan psikolog) dan dilaksanakan di tempat praktik konseling. Layana konseling ini terkait dengan fungsi pemahaman, pemeliharaan dan pengembangan yaitu untuk membantu peserta didik dan atau pihak lain (orangt tua) memperoleh wawasan, pemahaman dan cara-cara pemecahan masalah maupun hambatan yang ditemui sesuai dengan kondisi sekolah.
i. Layanan MediasiLayanan mediasi merupakan layanan yang dilaksanakan oleh guru bimbingan dan konseling (konselor) terhadap dua pihak atau lebih yang sedang dalam keadaan saling tidak menemui kecocokan, bertentangan. Guru bimbingan dan konseling / konselor berusaha membangun hubungan baik di antara mereka, dengan tujuan membantu tercapainya hubungan positif dan kondusif.
3. 6 Kegiatan PendukungUntuk mendukung kegiatan Bimbingan Konseling, selain 4 jenis bimbingan dan 9 jenis layanan, juga harus didukung oleh 5 satuan layanan pendukung yakni :
13
a. Aplikasi Instrumentasi BimbinganYaitu pengumpulan data diri peserta didik dan orang tua/ wali peserta didik, baik melalui instrument tes maupun non tes.
b. Penyelenggara Himpunan DataMenghimpun data yang relevan dengan kebutuhan peserta didik, yang diselenggarakan secara sistematis, komprehensif, terpadu dan merupakan data terbaru (bersifat turn over) serta bersifat rahasia.
c. Konferensi KasusMembahas permasalahan peserta didik yang memerlukan kehadiran berbagai pihak (orang tua wali peserta didik, Guru Mata Pelajaran, Guru Wali Kelas dan lain-lain), untuk memperoleh data yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahannya.
d. Kunjungan RumahMenghimpun perolehan data melalui pertemuan dengan orang tua/ wali peserta didik dengan latar belakangsuasana di kediaman tempat tinggal peserta didik.
e. Alih Tangan KasusMengalihtangankan kasus atau permasalahan peserta didik kepada pihak lain sesuai keahlian dan kewenangan (psikolog, psikiater, pekerja sosial lainnya yang relevan dengan permasalahan)
f. Tampilan KepustakaanMenyediakan berbagai bahan kepustakaan yang dipergunakan peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan social, kegiatan belajar dan karir/ jabatan.
(Drs. Dewa Ketut Sukardi, 37-51 : 2003)
Kegiatan bimbingan konseling di atas harus didasari oleh suatu pemahaman
yang menyeluruh dan terpadu tentang wawasan yang meliputi pengertian,
tujuan, fungsi, prinsip dan azaz-azaz bimbingan dan konseling.
E. Pengertian Miskonsepsi
Miskonsepsi adalah kesalahan dalam memahami dan menafsirkan konsep
tentang tujuan fungsi serta prinsip-prinsip bimbingan konseling, dikarenakan
kurangnya pengetahuan masalah bimbingan dan konseling. Miskonsepsi
14
terjadi karena masih banyak guru pembimbing yang tidak memiliki
kualifikasi/bukan sarjana bimbingan dan konseling.
F. Pengertian Miskonsepsi Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di
Sekolah
Miskonsepsi pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah mengandung
pengertian kesalahan konsep pelaksanaan bimbingan dan konseling yang
disebabkan para guru pembimbing dan personil sekolah (guru-guru dan kepala
sekolah) kurang pengetahuan, pemahaman tentang tujuan, fungsi dan prinsip-
prinsip bimbingan dan konseling.
G. Pembahasan
Dalam upaya mengatasi miskonsepsi pemahaman serta pelaksanaan
bimbingan konseling di sekolah, maka para guru pembimbing dan komponen
pendidikan yang lain (kepala sekolah dan para guru yang lain) harus benar-
benar memahami tentang bimbingan konseling, baik arti, tujuan, makna,
fungsi serta prinsip-prinsip bimbingan konseling yang benar menurut
pandangan para ahli/para pakar bimbingan konseling, sehingga pelaksanaan
bimbingan konseling tidak menyimpang dari tuntunan sehingga dapat berjalan
secara efektif dan optimal.
Pemahaman tentang bimbingan konseling yang benar akan menyebabkan pada
pelaksanaan bimbingan konseling yang tidak sesuai dengan tujuan bimbingan
konseling itu sendiri.
15
1. Penyebab terjadinya miskonsepsi pemahaman serta pelaksanaan
bimbingan konseling di sekolah adalah:
a. Bimbingan di identikan dengan pendidikan
Pengertian ini perlu diluruskan, karena bimbingan konseling hanya
merupakan salah satu bagian dari pendidikan, yaitu untuk mencapai
tujuan pendidikan.
b. Bimbingan hanya untuk siswa yang salah sesuai (mal adjusted)
Pengertian ini keliru, karena bimbingan konseling di sekolah
diperuntukkan bagi semua siswa secara menyeluruh dan merata.
c. Bimbingan adalah suatu usaha memberikan nasehat
Bimbingan bukan berarti memberikan nasehat pada seseorang karena
memberi nasehat yang sangat dominan, ada kecenderungan kearah
pemaksaan bagaimanapun kecilnya masalah tersebut.
d. Bimbingan menghendaki kepatuhan dalam tingkah laku
Yang dikehendaki sebagai hasil bimbingan konseling adalah
penyesuaian diri bukan kepatuhan.
2. Guru yang tidak memiliki kualifikasi sebagai pembimbing tetapi bertugas
sebagai pembimbing
Kualitas pribadi guru pembimbing/konselor merupakan faktor yang sangat
penting dalam layanan bimbingan konseling. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa kualitas pribadi pembimbing/konselor menjadi salah
satu faktor yang sangat menentukan bagi pencapaian tujuan bimbingan
16
konseling yang efektif. Fakta dilapangan menunjukkan banyak guru
bimbingan konseling yang bukan berasal dari sarjana Bimbingan
Konseling, tetapi mereka diberi tugas hanya untuk memenuhi kekurangan
jam mengajar, akibatnya dalam melaksanakan layanan bimbingan
konseling menurut pemahaman mereka sendiri.
Dengan kata lain bahwa kualitas pribadi guru pembimbing/konselor yang
baik tidak terpenuhi, sehingga dalam pelaksanaannya menyimpang dari
konsep bimbingan konseling yang benar.
Menurut Cavanagh kualitas pribadi pembimbing/konselor yang baik
ditandai dengan beberapa karakteristik sebagai berikut (dalam Syamsu
Yusuf LN dan A Juntika Nurihsan, 2009 : 37).
a. Pemahaman diri (self knowledge) berarti konselor memahami dirinya dengan baik, dia memahami dengan pasti apa yang dia lakukan, mengapa dia melakukan, dan masalah apa yang harus dia selesaikan.
b. Kompeten (competent) yang dimaksud kompeten adalah bahwa konselor itu memiliki kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral sebagai guru pribadi yang berguna. Kompetensi sangat penting bagi konselor, sebab klien akan belajar dan mengembangkan kompetensi-kompetensi yang diperlukan untuk mencapai kehidupan yang efektif dan bahagia. Kesehatan psikologis yang baik (psicological health) artinya konselor itu dituntut untuk memiliki kesehatan psikologi yang lebih baik dari kliennya. Hal ini sangat penting, karena kesehatan psikologis konselor akan mendasari pemahamannya terhadap perilaku dan keterampilannya. Konselor merupakan model dalam perilaku, apakah dia menyadari atau tidak, karena dalam setiap pertemuan dalam konseling merupakan suatu periode pengawasan yang begitu intensif terhadap tingkah laku yang bersifat adaptif. Ketika konselor kurang memiliki kesehatan psikologis, maka perannya sebagai model menjadi tidak efektif, bahkan dapat menimbulkan kecemasan bagi klien.
c. Dapat dipercaya (trustworthiness) artinya bahwa konselor tidak menjadi ancaman atas penyebab kecemasan bagi klien. Kualitas konselor yang dapat dipercaya akan mendorong klien untuk mengemukakan masalah dirinya yang paling dalam.
17
d. Jujur (honesty) artinya bahwa konselor bersikap transparan (terbuka) autentik, dan asli (tidak berpura-pura) yang memungkinkan konselor dank lien untuk menjalin hubungan psikologis yang lebih dekat satu sama lain didalam proses konseling.
e. Kekuatan (strength) artinya konselor dapat mengatur batasan waktu yang pantas dalam proses konseling, bersifat fleksibel dan memiliki identitas diri yang jelas.
f. Bersikap hangat, artinya konselor seorang yang ramah, penuh perhatian dan memberikan kasih sayang. Klien yang datang meminta bantuan konselor, pada umumnya kurang mendapatkan kehangatan dalam hidupnya, sehingga ia kehilangan kemampuan untuk bersikap ramah dan kasih sayang. Melalui konseling klien ingin mendapatkan rasa kehangatan tersebut dan melakukan sharing dengan konselor.
g. Actives responsiveness, artinya keterlibatan konselor dalam proses konseling bersifat dinamis dan tidak pasif. Melalui respon yang aktif, konselor dapat mengkomunikasikan perhatian dirinya terhadap kebutuhan klien.
h. Sabar (patience), artinya sikap sabar konselor menunjukkan lebih memperhatikan diri klien dari pada hasilnya. Konselor yang sabar cenderung tidak tergesa-gesa.
i. Kepekaan (sensivity), artinya bahwa konselor menyadari adanya dinamika psikologis yang tersembunyi atau sifat mudah tersinggung, baik pada diri klien atau diri sendiri. Konselor yang sensitif akan mampu mengungkap atau menganalisis apa masalah sebenarnya yang dihadapi klien.
j. Kesadaran holistic (holistic awareness), artinya bahwa konselor memahami klien secara utuh dan tidak mendekatinya secara serpihan. Konselor diharapkan memahami adanya berbagai dimensi yang menimbulkan masalah klien (fisik, intelektual, emosi, sosial, seksual, dan moral spiritual).
3. Langkah-langkah Mengatasi Miskonsepsi Pemahaman dan Pelaksanaan
Bimbingan Konseling di Sekolah
a. Perlu adanya orientasi baru tentang pemahaman dan pelaksanaan
bimbingan konseling, yaitu:
1) Orientasi paedagogis, artinya menciptakan kondisi sekolah yang
kondusif bagi perkembangan siswa dengan memperhatikan
18
perbedaan individu dan disesuaikan dengan kondisi serta daya
dukung yang ada di sekolah.
2) Orientasi potensi siswa, artinya bahwa setiap siswa mempunyai
potensi untuk dikembangkan sesuai dengan bakat dan minatnya.
3) Orientasi humanistic-religius, artinya pendekatan kepada siswa
haruslah manusiawi dengan landasan ke Tuhanan
4) Orientasi professional, artinya proses bimbingan konseling harus
dilaksanakan secara professional dengan mengacu pada
keterampilan teknik bimbingan konseling.
b. Profesionalisasi guru pembimbing, artinya harus ada upaya untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru pembimbing
dengan cara mengikuti seminar, pelatihan dibidang bimbingan
konseling. Fakta di lapangan menunjukkan banyak guru pembimbing
yang tidak mempunyai kualifikasi sebagai guru pembimbing. Mereka
ditugaskan oleh kepala sekolah sebagai guru pembimbing hanya untuk
mencukupi jam mengajar.
c. Adanya dukungan dan kerja sama antara guru pembimbing, kepala
sekolah dan guru mata pelajaran, untuk bersama-sama melaksanakan
program bimbingan konseling secara bersinergis.
Keterkaitan antara guru pembimbing, kepala sekolah dan guru mata
pelajaran dalam pelaksanaan bimbingan konseling diatur sesuai
mekanisme yang selaras dan kooperatif, yaitu:
19
1) Tugas kepala sekolah
a) Bertugas mengkoordinasikan semua kegiatan pendidikan yang
diprogramkan oleh sekolah, merupakan satu kesatuan yang
dapat berjalan selaras, terpadu, harmonis dan dinamis.
b) Menyediakan sarana dan prasarana, tenaga dan mengupayakan
berbagai kemudahan bagi terlaksananya bimbingan konseling
di sekolah yang efektif dan efesien.
c) Melakukan pengawasan, dan pembinaan terhadap guru
pembimbing dalam melaksanakan kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut layanan bimbingan.
d) Menerapkan kebijakan yang menunjang terciptanya iklim
pendidikan yang kondusif bagi perkembangan siswa secara
optimal.
e) Memahami kedudukan program bimbingan konseling sebagai
salah satu komponen pentinh pendidikan yang harus
dilaksanakan di sekolah.
f) Memahami konsep dasar bimbingan dan konseling.
2) Guru mata pelajaran
a) Memahami konsep dasar bimbingan dan karakteristik
siswa/tugas perkembangan siswa sebagai dasar untuk
memberikan layanan bimbingan.
b) Memahami keragaman karakteristik siswa dalam aspek-aspek
fisik, kecerdasan, motif belajar, kebiasaan belajar, tempramen
20
(periang, pendiam, pemurung atau mudah tersinggung) dan
karakternya (kejujuran, kedisiplinan, dan tanggung jawab).
c) Mengidentifikasi siswa yang diduga mempunyai masalah atau
siswa yang gagal menyelesaikan tugas perkembangannya.
d) Menciptakan kelas yang kondusif bagi kelancaran belajar siswa
bersikap adil, ramah, respek, menghargai hasil kerja siswa,
memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya, bergairah
dalam mengajar dan disiplin.
e) Membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar
f) Mengalih tangankan siswa yang memerlukan layanan
bimbingan konseling kepada guru pembimbing.
3) Guru pembimbing (konselor)
a) Memahami konsep bimbingan dan konseling
b) Memahami karakteristik pribadi siswa, khususnya tugas
perkembangan siswa dan faktor yang mempengaruhinya.
c) Merumuskan perencanaan program layanan bimbingan dan
konseling.
d) Melaksanakan program layanan bimbingan (orientasi,
informasi, bimbingan kelompok, pembelajaran dan
penempatan).
e) Mengevaluasi program hasil (perubahan sikap dan perilaku
siswa baik dalam aspek pribadi, sosial, belajar maupun karir).
f) Menindaklanjuti (follow up) hasil evaluasi
21
g) Menjadi konsultan bagi guru dan orang tua siswa melalui
pemberian informasi, konsultasi, atau dialog tentang hal ihwal
siswa.
Dari beberapa pembahasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
untuk menghindari miskonsepsi pemahaman dan pelaksanaan bimbingan dan
konseling di sekolah, maka perlu adanya reorientasi pemahaman konsep
bimbingan konseling yang benar menurut pandangan para ahli/pakar dan harus
dipahami oleh setiap guru pembimbing, serta adanya dukungan dan kerja sama
yang baik antara komponen sekolah (kepala sekolah, guru pembimbing, dan
guru mata pelajaran) agar program bimbingan dan konseling di sekolah dapat
berjalan efektif dan efesien.
22
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Pelaksanaan bimbingan konseling di sekolah sangat penting keberadaannya
selain pengajaran/proses belajar mengajar, karena adanya kesamaan tujuan
antara keduana, yaitu bertujuan mengembangkan potensi siswa agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berhati
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan bertanggung jawab.
Dalam kenyataannya pelaksanaan bimbingan konseling di sekolah banyak
mengalami hambatan dan masalah baik dari guru pembimbing itu sendiri
maupun dari komponen sekolah yang lain (kepala sekolah, guru bidang studi).
Pelaksanaan bimbingan konseling dan kegiatan belajar masih merupakan dua
hal yang terpisah, dan kurang adanya koordinasi dan kerja sama antara
pelaksana pendidikan yang seharusnya merupakan satu kesatuan yang saling
membantu satu dengan yang lain. Oleh karena itu sangat perlu adanya
koordinasi dan kerja sama antara guru pembimbing, kepala sekolah, dan guru
mata pelajaran secara selaras dan sinergis, agar pelaksanaan bimbingan
konseling di sekolah dapat berjalan efektif.
Selain permasalahan di atas menurut penulis masih banyak terjadi
miskonsepsi (salah konsep) baik dalam pemahaman maupun pelaksanaan
23
bimbingan konseling, sehingga pelaksanaan bimbingan konseling di sekolah
kurang efektif kurang berakibat apa yang menjadi tujuan bimbingan
konseling tidak tercapai secara maksimal.
Kesalahan dalam memahami dan melaksanakan bimbingan konseling
(miskonsepsi) disebabkan karena antara lain:
1. Kurangnya pengetahuan, pemahaman, keterampilan teknik bimbingan
konseling.
2. Masih banyak tenaga pembimbing yang tidak memiliki kualifikasi sebagai
pembimbing (bukan sarjana bimbingan konseling).
3. Kurangnya apresiasi dan perhatian dari komponen sekolah yang lain
(kepala sekolah, guru mata pelajaran) terhadap pelaksanaan bimbingan di
sekolah.
4. Adanya anggapan bahwa bimbingan konseling identik dengan pendidikan,
padahal bimbingan konseling hanya merupakan bagian dari pendidikan.
5. Bimbingan konseling hanya diperuntukkan siswa yang salah sesuai (mal
adjusted).
6. Bimbingan adalah suatu usaha untuk memberi nasehat yang ada
kecenderungan kearah pemaksaan, walaupun sifatnya tidak terlalu
menonjol dan dominan.
7. Bimbingan menghendaki adanya kepatuhan, padahal yang dikehendaki
dari bimbingan konseling adalah penyesuaian diri (kepatuhan tidak sama
dengan penyesuaian diri).
24
Akibat dari salah pemahaman konsep bimbingan, akan salah juga dalam
pelaksanakaan bimbingan konseling.
Untuk mengatasi miskonsepsi pemahaman serta pelaksanaan bimbingan
konseling di sekolah maka perlu adanya reorientasi pemahaman konsep
bimbingan konseling yang benar.
Upaya yang dapat dilaksanakan/ditempuh agar dapat mengatasi kesalahan
dalam pelaksanaan bimbingan konseling di sekolah adalah:
1. Perlu adanya perubahan sikap dan orientasi baru tentang pemahaman serta
pelaksanaan bimbingan konseling (orientasi paedagogis, potensi siswa
humanistik-religius, dan orientasi professional).
2. Profesionalisasi guru pembimbing yaitu upaya meningkatkan pengetahuan
(mengikuti seminar, pelatihan) dibidang bimbingan atau yang relevan.
3. Adanya dukungan dan kerja sama antara guru pembimbing, kepala
sekolah, dan guru mata pelajaran, untuk bersama-sama melaksanakan
program untuk bersama-sama melaksanakan program bimbingan secara
kooperatif dan sinergis.
B. Saran
1. Saran untuk guru pembimbing
a. Agar dapat melaksanakan bimbingan konseling sesuai dengan arti,
tujuan, fungsi, makna serta prinsip-prinsip bimbingan yang benar
menurut pandangan para ahli/pakar dibidang bimbingan konseling.
25
b. Meningkatkan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan keilmuan
yang relevan dengan bimbingan konseling.
c. Meningkatkan kualitas pelayanan bimbingan konseling melalui
penyusunan program perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak
lanjut, agar layanan bimbingan konseling lebih terarah dan mencapai
hasil yang maksimal.
d. Menciptakan pencitraan yang baik/menghitungkan citra kurang baik
tentang pandangan siswa terhadap layanan bimbingan konseling,
sehingga layanan bimbingan konseling akan disenangi siswa.
e. Mengupayakan agar layanan bimbingan konseling menjadi sesuatu
yang dibutuhkan, dicintai dan diharapkan keberadaannya untuk
membantu mengatasi masalah siswa.
f. Layanan bimbingan konseling bukan merupakan tempat menghakimi,
dan menghukum siswa yang bersalah, oleh karena itu ciptakanlah
suasana nyaman, aman, hangat dalam pelayanan, sehingga siswa tidak
merasa enggan bahkan takut menghadap guru pembimbing, tetapi
siswa dengan suka rela datang menghadap dengan harapan masalahnya
dapat teratasi.
2. Saran untuk kepala sekolah
a. Memahami konsep dasar bimbingan konseling sebagai dasar untuk
memberikan bantuan kepala siswa.
b. Agar dapat lebih memberikan apresiasi, dukungan, motivasi serta
perhatian terhadap pelaksanaan bimbingan konseling di sekolah.
26
c. Memberikan kemudahan kepada guru pembimbing untuk
melaksanakan layanan bimbingan konseling di sekolah.
d. Menyediakan sarana dan prasarana demi lancarnya pelaksanaan
bimbingan konseling.
e. Melakukan pengawasan, pembinaan dan berupaya meningkatkan
kualitas guru pembimbing, dengan cara menugaskan guru mengikuti
seminar dan pelatihan atau kegiatan lain yang relevan.
3. Saran untuk guru mata pelajaran
a. Memahami konsep dasar bimbingan konseling dan karakteristik siswa
sebagai dasar untuk memberikan bantuan.
b. Membantu guru pembimbing mengidentifikasi siswa yang diduga
mengalami masalah dalam menyelesaikan tugas perkembangannya
(intelektual, sosial, kognitif, dan emosional).
c. Mengalih tangankan siswa yang memerlukan layanan bimbingan
konseling kepada guru pembimbing.