24
Makalah Akhir Organisasi Internasional: Refleksi Konsep Reformasi ECOSOC terhadap Mekanisme Virus sharing dalam WHO Disusun Oleh: Dwi Indah Mardyanti (0806465535) DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

makalah OI

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: makalah OI

Makalah Akhir

Organisasi Internasional:

Refleksi Konsep Reformasi ECOSOC terhadap Mekanisme Virus sharing dalam WHO

Disusun Oleh:

Dwi Indah Mardyanti (0806465535)

DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS INDONESIA

Page 2: makalah OI

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Semakin kompleksnya isu-isu global menimbulkan sejumlah tuntutan reformasi

dalam tubuh PBB agar lebih mampu mengatasi berbagai persoalan yang terdapat dalam isu-

isu tersebut. Adanya tuntutan untuk mereformasi PBB ini ditujukan pada seluruh bidang, baik

keamanan maupun ekonomi dan sosial. PBB pun diharapkan dapat mengubah sistem organ-

organ dibawahnya ke arah yang lebih baik. Salah satu organ PBB yang dituntut untuk segera

mengadakan perbaikan adalah Economic and Social Council (ECOSOC) yaitu Dewan yang

menangani masalah ekonomi dan sosial, termasuk kesehatan.

Kesehatan merupakan masalah yang vital bagi kehidupan manusia. Badan PBB yang

mengurusi masalah ini adalah World Health Organization (WHO). WHO diberi tanggung

jawab menangani masalah serta kemajuan sektor kesehatan di seluruh dunia. Pusat WHO

terletak di Genewa dan memiliki jumlah anggota yang terdiri dari 190-an negara anggota.

Sejak awal pendiriannya di tahun 1948, WHO mengemban tugas yang cakupannya cukup

luas yaitu meliputi program pendidikan kesehatan, imunisasi, penyediaan air dan kebutuhan

dasar sanitasi, pencegahan dan pengawasan endemik penyakit lokal, pengobatan penyakit,

persedian obat-obatan, serta makanan dan nutrisi.1

Seiring perkembangan zaman, WHO dituntut untuk dapat meningkatkan

kemampuannya dalam mengatasi masalah yang berkaitan dengan kesehatan. Munculnya

tuntutan-tuntutan reformasi oleh masyarakat dunia terhadap WHO ini sebenarnya mulai ada

sejak tahun 1993.2 Namun, tidak ada satu pun proposal yang secara formal diajukan untuk

mengubah sistem badan PBB tersebut. Kemudian, sekitar tahun 1997-an, proposal-proposal

reformasi WHO baru lah banyak diajukan oleh negara-negara khususnya negara-negara

berkembang. Salah satu tuntutan reformasi terhadap beberapa sistem WHO datang dari

negara-negara berkembang di sekitar tahun 2006. Tuntutan ini dipelopori negara Indonesia

1“___________________”, World Health Organization (WHO), http://www.faqs.org/nutrition/Smi-Z/World-

Health-Organization-WHO.html diakses pada 7 Desember 2009 pukul 18.30 WIB

2 “WHO reform and global health Radical restructuring is the only way ahead” (BMJ article on Saturday 10 May 1997)

Page 3: makalah OI

yang meminta adanya perubahan agar WHO sebagai organisasi internasional memiliki

kapabilitas transparansi di berbagai sistem organisasi tersebut, khususnya dalam mekanisme

virus sharing.

I.2 Rumusan Masalah

Makalah ini akan mencoba menjawab pertanyaan “Bagaimana refleksi keefektivitasan

konsep reformasi ECOSOC terhadap Mekanisme Virus Sharing?”

I.3 Kerangka Konsep

I.3.1 Reformasi ECOSOC

Reformasi Dewan Ekonomi dan Sosial (ECOSOC) dianggap sebagai kebutuhan

mendesak bagi beberapa negara di dunia. ECOSOC sendiri merupakan organ PBB yang

bekerja menangani bidang kerja ekonomi dan sosial dan memiliki 54 anggota, di mana

masing-masing anggota akan bekerja selama tiga tahun masa kerja. ECOSOC memiliki

beberapa fungsi yang diantaranya adalah (1) membentuk suatu forum diskusi sentral

mengenai isu-isu ekonomi dan sosial dan sebagai tempat merumuskan sebuah rekomendasi

kebijakan terhadap isu-isu dalam Majelis Umum. (2) Memprakarsai penelitian, laporan, dan

rekomendasi hal-hal di bidang ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, kesehatan dan isu-isu

yang berkaitan lainnya.3

Salah satu faktor desakan reformasi ECOSOC oleh negara-negara berkembang adalah

karena adanya kekurangan pada badan tersebut secara struktural dan kekurangan ini justru

terdapat dalam Piagam PBB. Tidak seperti Dewan Keamanan, struktur ECOSOC berada di

bawah Majelis Umum sehingga organ tersebut hanya bersifat kelas dua.4 Hal itulah yang

menyebabkan Dewan ECOSOC hanya bisa memberi rekomendasi tetapi tiak bisa mengambil

keputasan sendiri. Permasalahan yang masih dipertanyakan hingga saat ini adalah mengenai

bagaimana keterwakilan di ECOSOC. Dengan jumlah anggota yang hanya 54 negara,

ECOSOC dianggap belum mampu mewakili kepentingan seluruh negara.

3 United Nations, Basic Facts About The United Nations, (New York: United Nations Publication, 1995), hal. 12

4 Jens Martens, The Reform of the UN Economic and Social Council (ECOSOC): A Never-Ending Story?

http://www.globalpolicy.org/social-and-economic-policy/social-and-economic-policy-at-the-un/reform-of-ECOSOC-and-the-social-and-economic-policy-process-at-the-un/47509-the-reform-of-the-un-economic-and-social.html, diakses pada tanggal 2 Desember pukul 17.00 WIB

Page 4: makalah OI

2.2 Tujuan Reformasi ECOSOC

Selama 50 tahun belakangan, banyak proposal-proposal yang diajukan untuk

memberikan konsep reformasi ECOSOC. Di tahun 1995, Commission on Global Governance

mengajukan proposal dengan konsep ‘Global Council’ yakni sebuah badan yang dapat

melakukan proses pengambilan keputusan secara global. Ide-ide sejenis juga muncul dari

berbagai komisi dan dijadikan proposal untuk mereformasi dewan yang mengurusi masalah

ekonomi dan sosial ini.

Akhirnya pada UN World Summit 2005, negara-negara anggota PBB sepakat untuk

mereformasi dan memperkuat Dewan ECOSOC dengan cara meningkatkan mandat-mandat

yang ada serta menetapkan fungsi-fungsi baru. Fungsi-fungsi baru yang dipercayakan pada

ECOSOC tertera pada paragraf ke 155 dan 156 World Summit Outcome Document.5 Dari

beberapa tujuan utama reformasi ECOSOC yang tercantum dalam UN World Summit

Outcome Document, dua hal yang menurut Penulis menjadi tujuan terpenting adalah

ECOSOC diharapkan dapat lebih efektif sebagai sebuah dewan prinsipil untuk berkoordinasi,

me-review kebijakan dan membuat rekomendasi mengenai isu-isu ekonomi dan sosial.

Kedua, ECOSOC diharapkan dapat menegaskan kembali komitmen terhadap

pengimplementasian global partnership bagi perkembangan dunia yang diatur dalam UN

Millennium Declaration. Dalam hal ini, ECOSOC diharapkan mampu menyediakan platform

bagi keterlibatan negara-negara dan institusi finasial, sektor swasta, serta civil society dalam

membangun tren global.

2.3 Reformasi ECOSOC dalam Bidang Kesehatan

Sesuai dengan kasus yang Penulis angkat pada tulisan kali ini, Penulis hanya ingin

memfokuskan reformasi ECOSOC di bidang kesehatan. Perubahan sistem dalam bidang

kesehatan merupakan hal yang penting agar ECOSOC dapat meningkatkan kemampuannya

untuk mengatasi permasalahan-permasalahan dunia yang semakin rumit dan beragam.

Reformasi bidang kesehatan ditujukan secara khusus untuk WHO. Berdasarkan UN

World Summit 2005, seluruh badan dalam ECOSOC harus memaksimalkan tugas dan

perannya. Sejalan dengan proposal reformasi ECOSOC secara umum, WHO memerlukan

5“_____________”, Economic and Social Council Reform. http://www.centerforunreform.org/node/186

diakses pada 7 Desember Pukul 19.30 WIB

Page 5: makalah OI

global partnership agar seluruh komponen masyarakat dapat bekerjasama mencapai

implementasi global health yang ditargetkan dalam Millennium Development Goals (MDGs).

Seperti yang telah kita ketahui tiga dari target MDGs yakni mengurangi kematian anak,

memperbaiki kesehatan, dan mengurangi penyebaran HIV/AIDS, malaria serta penyakit

menular lainnya ternyata berkaitan dengan tugas utama WHO.6 Dengan demikian, WHO

memiliki tanggung jawab yang sangat besar untuk mengatasi permasalahan kesehatan

sekaligus membantu tercapainya target MDGs tersebut.

Karena adanya keinginan dari negara-negara untuk memperkuat badan-badan

ECOSOC, maka dikeluarkanlah mandat untuk membentuk AMR (Annual Ministerial Review)

yang memiliki fungsi untuk: memantau perkembangan MDGs dan pengimplementasian

tujuan-tujuan dalam konferensi-konferensi utama PBB yang terdapat dalam United Nations

Development Agenda dan memberikan kontribusi terhadap pelaksanaan agenda pembangunan

melalui forum tingkat tinggi yang dihadiri peserta dari berbagai kalangan.

Setiap sesi AMR mempunyai tiga elemen yaitu, review global UNDA, thematic

review, dan serangkaian presentasi baik dari negara berkembang mau pun negara maju

mengenai progres agenda pembangunan internasional. Pada AMR tahun 2009 ini, kesehatan

adalah agenda utamanya. Dalam pertemuan tersebut, dibahas usaha-usaha yang dilakukan

PBB untuk mencapai global health.

6 “___________________”, Millennium Development Goals (MDGs), http://www.undp.org/mdg/ diakses pada tanggal 7 Desember pukul 18.45 WIB

Page 6: makalah OI

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Awal Mula Tuntutan Reformasi Negara-Negara Berkembang Terhadap Mekanisme

Virus sharing pada Global Influenza Surveillance Network WHO

Adanya desakan negara-negara di dunia, khususnya negara berkembang, untuk

mengubah kebijakan virus sharing sesungguhnya dipelopori Indonesia. Desakan ini diawali

dengan kasus penolakan Kementrian Kesehatan Indonesia dibawah Siti Fadilah Supari untuk

mengirimkan sampel virus influenza ke WHO sejak Januari tahun 2007. Pengiriman sampel

virus influenza yang dilakukan negara-negara merupakan kebijakan WHO dalam sistem

Global Influenza Surveillance Network (GINS) yang telah berlaku selama 50 tahun. Sampel

yang dikirim setiap negara akan diperiksa oleh WHO Collaborating Center di Amerika

Serikat dan WHO H5 Reference Laboratorium Universitas Hongkong untuk diteliti.

Sebelumnya, Indonesia memang menaati perintah WHO ini dengan mengirimkan sampel-

sampel virusnya terutama sampel virus flu brurung (H5N1). Namun, keadaan berubah setelah

Indonesia melihat adanya kejanggalan dalam kebijakan WHO tersebut dimana tidak pernah

ada laporan atas hasil penelitian yang diberikan kepada negara pengirim sampel. Oleh karena

itu, munculah perasaan hilangnya kepercayaan terhadap WHO dalam hal mekanisme virus

sharing tersebut sehingga menyebabkan Indonesia tidak lagi mengirimkan sampel virusnya

ke WHO.7

Siti Fadila Supari sebagai Menteri Kesehatan yang menjabat saat itu melakukan

tuntutan kepada WHO agar badan PBB tersebut melakukan sistem transparasi dan adil dalam

mekanisme virus sharing. Ternyata tuntutan Menteri Kesehatan ini didukung oleh negara-

negara lainnya, terutama negara-negara berkembang.

2.2 Global Influenza Surveillance Network

Setiap tahunnya lebih dari 250 juta dosis vaksin virus influenza diproduksi untuk

membantu melindungi masyarakat dunia melawan infeksi influenza itu sendiri. Selama lebih

dari 50 tahun proses pembuatan vaksin tersebut dipercayakan pada kerjasama internasional

7Endang R Sedyaningsih, “Towards Mutual Trust, Transparency and Equity in Virus sharing Mechanism: The Avian Influenza Case of Indonesia” diakses pada 7 Desember 2009, pukul 18.35

Page 7: makalah OI

dimana institusi-institusi kesehatan publik saling bekerjasama dibawah kordinasi WHO di

dalam Global Influenza Surveillance Network (GISN).

Pelacakan virus influenza di dunia dilakukan melalui mekanisme surveillance dimana

sirkulasi evolusi virus dapat dilacak. Di tahun 1952, Komite Ahli WHO merekomendasikan

pembentukan jaringan laboratrium internasional untuk melakukan pengawasan surveillance

dan menyediakan informasi yang diperlukan WHO dalam menindaklanjuti langkah apa yang

paling efektif untuk mengontrol influenza di negara-negara.8

Sejak saat itu, GISN telah beroperasi dan berfungsi di seluruh wilayah

dunia di bawah koordinasi dan administrasi kantor pusat WHO. GISN terdiri dari lebih dari

110 National Influenza Centre (NICs) yang berlokasi di 87 negara serta empat lembaga

WHO Collaborating Centres (WHO CC) for Reference and Research on Influenza. Empat

lembaga ini berada di Atlanta, Georgia, London, Melbourne dan Jepang.9

NICs merupakan tulang punggung GISN. NICs adalah laboratorium-laboratorium

yang memiliki fasilitas lengkap dan ditunjuk resmi oleh negara-negara yang peringkat

kesehatannya teratas. NIC bertanggung jawab untuk mengumpulkan sampel virus dari

pasien-pasien yang menderita penyakit akibat virus tersebut. Setiap tahunnya 175.000

spesimen dikumpulkan dari pasien seluruh dunia. NICs melakukan analisis awal terhadap

virus-virus ini, kemudian lalu dikirimkan ke salah satu lembaga WHO CC untuk

dikarakterisasi lebih lanjut.10

Seperti yang telah Penulis singgung diatas, Indonesia dan negara-negara berkembang

lainnya sejak dulu mengikuti sistem pengiriman virus melalui GISN ini. Namun, karena

WHO dianggap tidak transparan dengan hasil penelitian dari sampel-sampel virus yang

diberikan negara-negara tersebut, akhirnya pengiriman sampel tidak dilakukan lagi dan

negara-negara menuntut adanya kejelasan sistem dalam GISN.

2.3 Akar Penyebab Indonesia Mempelopori Tuntutan Terhadap Sistem Virus sharing

Sejak tahun 2006 terdapat serangkaian kejadian yang menyebabkan munculnya

ketidakpuasaan terhadap sistem WHO dalam GISN. Kejadian pertama adalah hasil

8

“_______________” The Global Surveillance Network. http://www.ops-oms.org/English/AD/DPC/CD/flu-surv-net.pdf diakses pada 7 Desember 2009 pukul 19.40, hal 19 Ibid, hal 110 Ibid, hal 2-3

Page 8: makalah OI

penelitian yang melibatkan virus-virus H5N1 dari Indonesia dipresentasikan diberbagai

pertemuan internasional tanpa izin dan tanpa pemberitahuan kepada pemerintah ataupun

para ilmuwan Indonesia.11 Kalaupun diberitahu sebelumnya, hal itu dilakukan beberapa jam

menjelang presentasi dimulai.

Praktek tak etis seperti demikian sesungguhnya telah melanggar pedoman sistem virus

sharing yang berpotensi menyebabkan pandemik influenza terhadap manusia. Pedoman

tersebut dirilis bulan Maret 2005 yang menyebutkan “Laboratorium-laboratorium yang

ditunjuk WHO harus meminta perizinan dari negara jika ingin menyebarluaskan hasil

penelitian yang didapatkan dari virus-virus yang dikirimkan berasal negara tersebut” dan

“tidak ada distribusi virus yang boleh dilakukan diluar jaringan laboratorium-laboratorium

yang ditunjuk WHO, kecuali dengan seizing negara asal”

Penting untuk dicatat bahwa saat pedoman tersebut dibuat tidak ada dokumen yang

menjelaskan lebih lanjut apa saja sebenarnya “laboratorium-laboratorium rujukan WHO”.

Seperti yang telah Penulis kemukakan sebelumnya, hanya ada 4 laboratorium WHO CC

yang resmi12, tetapi ternyata selanjutnya jumlah laboratorium-laboratorium

tersebutmmeningkat tanpa ada keterangan resmi lebih jauh dari WHO. Semua laboratorium

yang d bekerjasama dengan WHO ini berasal dari negara-negara industri.

Selanjutnya, tumbuhnya virus-virus H5N1 di negara-negara berkembang

memunculkan keraguan atas WHO yang dianggap tidak mampu mengatasi masalah

pandemik virus tersebut. Sejumlah kritik pun dilontarkan dengan betapa tidak siapnya WHO

sebagai organisasi internasional dalam menguasai situasi yang demikian.

Kejadian berikutnya yang mejadi faktor pendorong Indonesia mempertanyakan sistem

WHO adalah adanya laporan di akhir tahun 2006 dari seorang Jurnalis pada Departemen

Kesehatan bahwa sebuah perusahaan vaksin Australia berencana mengembangkan vaksin

baru yang dapat melawan virus H5N1 dengan menggunakan bibit virus yang selama ini

Indonesia sediakan untuk dikirim ke WHO. Kejadian ini menyebabkan tindakan drastis dari

Indonesia yaitu penghentian pengiriman sampel virus untuk selanjutnya ke WHO. Fakta

perusahaan vaksin Australia bisa mengakses bibit virus dari Indonesia menunjukkan adanya

11 Endang R Sedyaningsih, Op.Cit12 World Health Organization. List of WHO Collaborating Centres and Reference Laboratories involved in

annual influenza vaccine composition recommendations & their terms of reference. http://www.who.int/csr/disease/influenza/collabcentres/en/#ref, http://www.who.int/csr/disease/influenza/whocccroetor2006.pdf diakses 7 Desember pukul 20.15

Page 9: makalah OI

pelanggaran terhadap pedoman sistem virus sharing (Maret 2005) dan juga tidak sejalan

dengan konsep keadilan dalam sistem global.

Indonesia menyatakan bahwa kepercayaan terhadap WHO GISN telah berkurang.

Pengiriman sampel pun dianggap tidak memberikan keuntungan bagi negara-negara

berkembang seperti Indonesia. Negara-negara yang terkena dampak virus yang bbaiasanya

negara berkembang menyediakan informasi dan memberikan sampel biologisnya ke WHO;

industri vaksin di negara maju memperolah akses mudah dan bebas untuk mndapatkan

infomasi serta sampel tersebut, kemudian mereka memproduksi, mematenkanya, dana, dan

menjual kembali vaksin-vaksin tersebut ke negara berkembang. Hal ini sangat ironis bagi

negara Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia segera melakukan tuntutan untuk transparansi

mekanisme virus sharing kepada WHO dengan tujuan mencapai keadilan bagi negara-negara

berkembang. Secara spesifik Indonesia menuntut agar vaksin-vaksin harus dapat tersedia

dengan harga terjangkau bagi negara-negara yang terkena dampak penyebaran virus-virus

H5N1. Indonesia juga menuntut agar setiap negara diberi hak penuh untuk melakukan

pengawasan dan menggunakan fasilitas kesehatan dalam negeri sepenuhnya tanpa adanya

intervensi dari lembaga internasional lainnya.

2.4 Proses Penyelesaian Masalah Virus sharing

WHO segera merespon tindakan Indonesia setelah negera ini mengumumkan

keputusannya untuk tidak mengirimkan lagi sampel-sampel virus H5N1. Pada Febuari 2007,

Utusan-utusan WHO lalu datang ke Jakarta untuk mendiskusikan masalah virus sharing

tersebut. Hasil diskusi menunjukkan adanya keteguhan pemerintah Indonesia dalam

mempertanyakan mekanisme virus sharing WHO. Usaha untuk membujuk Indonesia agar

mau tetap patuh terhadap sistem virus sharing juga dilakukan negara-negara maju karena

ada kepentingan tersendiri bagi negara maju tersebut dalam kasus ini. Jepang dan Amerika

memberikan bantuan senilai 6 juta dolar bagi negara-negara berkembangg termasuk

Indonesia untuk membangun fasilitas kesehatan.13 Hal tersebut dilakukan agar tidak timbul

tututan lebih lanjut mengenai mekanisme virus sharing. Akan tetapi, langkah Indonesia dan

negara-negara berkembang lainnya tetap tidak berubah menuntut adanya reformasi.

Kunjungan selanjutnya dilaksanakan bulan Maret 2007. Kali ini negara-negara lain

juga ikut menghadiri pertemuan dengan WHO. Ada 21 negara dari seluruh dunia yang

berpartisipasi. Pertemuan tersebut menghasilkan dokumen rekomendasi dari negera-negara

13 Endang R Sedyaningsih, Op.Cit

Page 10: makalah OI

yang hadir untuk praktek virus sharing yang bertanggung jawab dan menguntungkan.

Pertemuan-pertemuan berikutnya terus dilakukan, tetapi keadaan tetap tidak banyak berubah

dan harapan akhirnya digantungkan pada pertemuan World Health Assembly yang diadakan

bulan Mei 2007.

Resolusi 60.28 dikeluarkan pada pertemuan WHA dan menetapkan serangkaian

tindakan untuk mendukung “transparent, fair and equitable sharing of the benefits arising

from the generation of information, diagnostics, medicines, vaccines and other

technologies”.14 Bahkan sebuah kelompok kerja antardisiplin dihadirkan untuk menilai dan

mereformasi sistem virus sharing. Bagi negara-negara berkembang, hal tersebut merupakan

langkah awal yang baik. Sayangnya, ketidaktransparansian dalam virus sharing tetap tidak

berubah sehingga resolusi WHA dinilai tidak cukup bagi Indonesia melanjutkan praktek virus

sharing.

Selanjutnya, pertemuan kelompok kerja antardisiplin diadakan di Singapura dari

bulan Juli hingga Agustus. Lagi-lagi pertemuan ini gagal mencapai konsensus pada Standar

Terms and Condition (STC) dalam mekanisme virus sharing, dan gagal juga menetapkan

TOR untuk WHO CC.

International Govermental Meeting on Pandemic Influenza Preparedness: Sharing of

Influenza Viruses and Access to Vaccines and Other Benefits dilaksanakan pada November.

Pertemuan ini membahas tuntutan perubahan sistem GISN menjadi sistem baru yang lebih

adil. Menteri Kesehatan Indonesia lah yang saat itu mempelopori tuntutan tersebut. Dalam

pertemuan ini hampir seluruh negara-negara berkembang yang hadir mendukung prinsip-

prinsip yang diajukan Menteri Kesehatan Indonesia15. Negara-negara berkembang

menyatakan selama ini mereka tidak mendapatkan keuntungan seperti kemudahan akses

untuk mendapatkan vaksin. Padahal negara-negara tersebut telah sukarela mengirimkan virus

influenza ke WHO CC dibawah kontrol GISN. Sebaliknya kebanyakan negara-negara maju

tetap menginginkan status quo serta menuntut negara-negara berkembang agar terus

melanjutkan pengiriman sampel virus H5N1. Sebagai contoh, Kanada mengajukan usul agar

GISN harus didefinisikan kembali agar dapat diperkuat.

Seperti yang telah diprediksikan, pertemuan ini kembali gagal menemukan solusi.

Walaupun demikian, negara-negara maju cukup puas dengan pertemuan antar pemerintah

tersebut karena dokumen yang dihasilkan merupakan pondasi dasar atas segala perubahan

14 Ibid15“_________________” Who: Meet Discusses Proposals To Reform Who's Influenza Surveillance System Published in SUNS #6372dated 23 November 2007 http://www.twnside.org.sg

Page 11: makalah OI

dalam mekanisme virus sharing. Negara-negara anggota saat itu setuju untuk melakukan

tindakan-tindakan yang berkaitan dengan tiga prinsip utama yakni fair, transparent, equitable

dalam mekanisme virus sharing dan benefit sharing. Pengiriman sampel virus ke WHO pun

tetap disetujui tetapi harus sejalan dengan hukum nasional sehingga kerangka dasar mengenai

mekanisme virus sharing harus tetap dikembangkan.

Di akhri pertemuan IGM, Indonesia memberikan pernyataan akhir bahwa Indonesia

menggaris bawahi kembali perlunya sistem baru menggantikan GISN. Sistem baru tidak akan

bekerja tanpa adanya rasa saling percaya dan seluruh peserta harus menghormati tiga prinsip

utama tadi dan menghargai hak kedaulatan negara-negara.16 Bagi Indonesia, praktek virus

sharing dengan diatur hukum nasional berarti Material Transfer Agreement (MTA) yakni

sebuah sistem dalam WHO yang selama ini sering dihindari harus digunakan lagi. Selama ini,

permintaan negara-negara berkembang yang berkontribusi mengirimkan sampel virusnya

untuk mengaplikasikan MTA selalu ditolak oleh WHO.

Usaha-usaha PBB, dalam hal ini WHO, untuk membahas tuntutan reformasi

mekanisme virus sharing terus berlanjut hingga saat ini dengan mengadakan pertemuan-

pertemuan internasional. Pada bulan Mei 2009, diadakan lagi pertemuan World Health

Assembly ke-62 yang menyepakati Resolusi baru yang memutuskan untuk melanjutkan

proses yang transparan dalam memfinalisasi butir-butir yang belum disepakati pada kerangka

Pandemic Influenza Preparedness: Sharing of Influenza Viruses and Access to Vaccines and

Other Benefits (PIP), termasuk Standard Material Tranfer Agreement (SMTA),17 yang harus

diselesaikan selambat-lambatnya Januari 2010. Jika SMTA berlaku, akan mengubah

mekanisme virus sharing menjadi mekanisme yang berbasis keadilan, transparansi dan

kesetaraan. SMTA akan membuka akses dan transparansi pada informasi tentang virus

influenza, yang akan membuka pintu bagi para ilmuwan di negara maju dan berkembang

untuk melakukan riset dan membangun kapasitas untuk memproduksi vaksin, antivirus dan

diagnostik. SMTA juga mengandung aturan-aturan tentang benefit sharing ketika hasil dari

riset yang menggunakan sampel-sampel yang disalurkan dalam sistem ini dikomersialkan

Resolusi tersebut menyatakan bahwa kesepakatan-kesepakatan yang dicapai pada

Intergovernmental Meeting on Pandemic Influenza Preparedness (IGM PIP) akan menjadi

bagian dari perjanjian pokok tentang mekanisme baru virus sharing, yang menjadikan benefit

sharing sebagai bagian penting dan tidak terpisahkan. Resolusi juga mengakui bahwa IGM

16 Endang R Sedyaningsih, Op.Cit17 WHA ke-62 Lahirkan Resolusi Untuk Lanjutkan Pembahasan Virus Sharing http://www.depkes.go.id/index.php? diakses pada 7 Desember 21.50 WIB

Page 12: makalah OI

PIP telah menyepakati sebagian besar butir-butir pada kerangka PIP, dan menyatakan

kembali pentingnya solusi jangka panjang untuk kesiapan dan respon terhadap pandemi

influenza.18

2.5 Refleksi Konsep Reformasi ECOSOC terhadap Tuntutan Mekanisme Virus sharing

Kasus virus sharing yang menimbulkan adanya tuntutan dari negara-negara

berkembang merupakan contoh bahwa PBB, dalam hal ini WHO, harus mereformasi sistem

yang ada dalam tubuhnya. Menurut pendapat Penulis, tuntutan atas mekanisme virus sharing

dari negara-negara berkembang ini sesungguhnya sejalan dengan penegakkan konsep

reformasi ECOSOC dalam UN World Summit 2005 yang telah Penulis singgung pada bagian

awal makalah ini.

UN World Summit Document menyebutkan bahwa ECOSOC sebagai dewan PBB

yang bertanggung jawab atas masalah ekonomi, dan sosial, termasuk kesehatan, diharapkan

dapat menjadi badan yang mampu menegaskan kembali komitmenya terhadap

pengimplementasian ‘global partnership’ bagi perkembangan dunia. Sesungguhnya tuntutan

negara-negara berkembang untuk mereformasi mekanisme virus sharing WHO mengandung

unsur dorongan agar WHO sebagai badan di bawah ECOSOC dapat mencapai tujuan global

partnership tersebut. Negara-negara berkembang menginginkan dalam sistem virus sharing

WHO tidak berpihak ke negara maju dengan memberikan akses bibit virus yang mudah bagi

mereka. Jika memang WHO serius untuk memberantas kasus influenza khususnya flu burung

di dunia, WHO harus melibatkan negara-negara berkembang dengan memberikan kemudahan

akses informasi mengenai virus dan vaksinnya. Hal ini tentu saja sesuai dengan prinsip global

partnership yang diusung ECOSOC dimana prinsip tersebut menginginkan adanya partisipasi

dari berbagai elemen global untuk mengatasi permasalahan ekonomi dan sosial dunia.

Penulis melihat bahwa virus sharing yang selama ini diatur dalam mekanisme GISN

ternyata melanggar pedoman virus sharing yang dikeluarkan WHO pada bulan Maret 2005.

Dalam pedoman itu, disebutkan jika laboratorium yang ditunjuk sebagai partner WHO ingin

menyebarluaskan informasi dan mengirimkan sampel virus ke tangan pihak lain yang bukan

bagian dari WHO CC, maka ia harus meminta izin terlebih dahulu dari negara asal pengirim

sampel virus tersebut. Akan tetapi, faktanya industry-industri farmasi negara maju dengan

bebas dan mudah mendapatkan sampel virus tanpa izin dari negara yang bersangkutan seperti

apa yang telah Penulis bahas di atas.

18 Ibid

Page 13: makalah OI

Selanjutnya, menurut Penulis, WHO harus segera menyelesaikan perdebatan

mekanisme virus sharing dan kemudahan akses vaksin, apabila WHO ingin berkontribusi

menjadikan ECOSOC sebagai badan yang lebih efektif sesuai dengan konsep reformasinya

dalam pencapaian target dalam MDGs. Karena seperti apa yang Penulis sebutkan

sebelumnya, salah satu target dari MDGs yaitu mengatasi penyakit menular di dunia juga

merupakan tanggung jawab WHO pada awal terbentuknya organisasi tersebut. Penyakit

Influenza, khususnya Flu Burung, adalah penyakit menular yang membutuhkan kerjasama

global untuk mengatasinya. Jika perdebatan virus sharing terus berlarut-larut dan kemudahan

akses vaksin bagi negara-negara berkembang terus dihambat, maka sulit untuk negara-negara

dunia serta WHO mencapai target MDGs. Sebaliknya, jika konsensus sebagai konsekuensi

dari terciptanya global partnership dalam mekanisme virus sharing yang baru dapat tercapai,

maka persoalan-persoalan pandemik flu burung akan terasa lebih ringan karena beban yang

ditanggung bersama-sama.

Page 14: makalah OI

BAB III

KESIMPULAN

Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa WHO sebagai badan dibawah Dewan

ECOSOC dituntut mampu mengatasi permasalahan kesehatan dunia. Sesuai dengan konsep

reformasi ECOSOC dalam World Summit 2005, WHO harus melaksanakan prinsip global

partnership dimana dalam mengatasi permasalahan kesahatan WHO harus melibatkan seluruh

elemen global, baik dari negara maju maupun negara berkembang.

Sayangnya, untuk mengatasi pandemik virus H5N1, WHO gagal menerapkan prinsip

global partnership. WHO tidak melibatkan negara-negara berkembang secara penuh dalam

pemberantasan virus-virus influenza tersebut dengan membatasi akses informasi mengenai

hasil penelitian dari virus-virus dan mempersulit akses mereka memperoleh vaksin. Negara-

negara maju yang notabenenya tidak kena dampak pandemik H5N1 dibiarkan mengadakan

penelitian sebebas-bebasnya terhadap virus-virus yang dikirimkan oleh negara-negara

berkembang melalui mekanisme virus sharing G1SN WHO tanpa seizin dari negara yang

bersangkutan. Negara maju juga bebas memproduksi vaksin dari virus-virus yang dikirimkan

negara berkembang untuk WHO dan memantenkannya kemudian menjualnya kembali

dengan harga yang mahal ke negara-negara yang terjangkit pandemik virus tersebut. Kecuali

dengan izin dari negara pengirim sampel virus, tentu saja tindakan-tindakan demikian

melanggar pedoman mekanisme virus sharing WHO yang dibuat pada Maret 2005.

Hal ini mnyebabkan negara-negara berkembang yang dipelopori oleh Indonesia

menuntut adanya reformasi mekanisme virus sharing yang mengandung prinsip

transparency, fair and equitable. WHO dituntut harus melibatkan negara-negara berkembang

dalam sistem virus sharing dengan membuka segala informasi penelitian untuk negara-negara

berkembang mengenai virus yang mereka kirim. Negara berkembang juga menuntut adanya

keterjangkauan harga vaksin yang selama ini dibeli dari negara-negara maju demi mengatasi

pandemik virus H51N1.

Untuk menghadapi tuntutan dari negara-negara berkembang, WHO mengadakan

berbagai pertemuan internasional. Pertemuan-pertemuan yang terus dilakukan dari tahun

2007 hingga 2009 ini, tidak menghasilkan solusi yang signifikan tetapi tetap ada sedikit

kemajuan yang diperoleh untuk mereformasi mekanisme virus sharing dengan adanya

resolusi yang dikeluarkan Majelis Umum dalam sidangnya bulan Mei tahun ini.

Page 15: makalah OI

Penulis berharap agar perdebatan mengenai mekanisme virus sharing cepat

terselesaikan. Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya mendukung reformasi ECOSOC

dalam program MDGs. Mekanisme virus sharing yang transparan dan memuaskan bagi

anggota PBB bisa jadi faktor pendorong tercapainya tujuan dari salah satu butir MDGs yang

menginginkan peperangan terhadap penyakit penular, contohnya tentu saja penyakit akibat

virus H5N1 ini. Jika perdebatan dibiarkan berlarut-larut, fokus untuk mencapai target MDGs

akan terganggu padahal masalah kesehatan adalah masalah yang vital dan tidak dapat

ditunda-tunda.

Dengan demikian, Penulis menyimpulkan bahwa konsep reformasi badan-badan

ECOSOC yang diusung melalui program MDGs dan UN World Summit 2005 terbukti belum

terlaksana secara efektif di dalam WHO. Buktinya, organisasi tersebut gagal menerapkan

prinsip-prinsip reformasi ECOSOC yang transparan, adil, dan setara pada salah satu sistem

yang berada di bawah naungannya, yakni mekanisme virus sharing.

Page 16: makalah OI

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

United Nations, Basic Facts About The United Nations, (New York: United Nations Publication,

1995), hal. 12

ARTIKEL

Endang R Sedyaningsih, “Towards Mutual Trust, Transparency and Equity in Virus sharing

Mechanism: The Avian Influenza Case of Indonesia” diakses pada 7 Desember 2009,

pukul 18.35

“_________” WHO reform and global health Radical restructuring is the only way ahead

(BMJ article on Saturday 10 May 1997)

INTERNET

“_____________”, Economic and Social Council Reform.

http://www.centerforunreform.org/node/186

Martens, Jens, The Reform of the UN Economic and Social Council (ECOSOC): A Never-

Ending Story? http://www.globalpolicy.org/social-and-economic-policy/social-and-

economic-policy-at-the-un/reform-of-ECOSOC-and-the-social-and-economic-policy-

process-at-the-un/47509-the-reform-of-the-un-economic-and-social.html

“___________________”, Millennium Development Goals (MDGs),

http://www.undp.org/mdg

“_________________” Who: Meet Discusses Proposals To Reform Who's Influenza

Surveillance System Published in SUNS #6372dated 23 November 2007

http://www.twnside.org.sg World Health Organization (WHO),

http://www.faqs.org/nutrition/Smi-Z/World-Health-Organization-WHO.html diakses

pada 7 Desember 2009 pukul 18.30 WIB

“__________” The Global Surveillance Network.

http://www.ops-oms.org/English/AD/DPC/CD/flu-surv-net.pdf