Upload
anonymous-5tedt47y
View
238
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
makalah
Citation preview
Proses Kehamilan dan Berkembangnya Embrio
Oktaviana Linda Fermina
102013133
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana.
Jl. Arjuna Utara No. 06 Jakarta 11510. No Telp ( 021) 5694-2051
Email: [email protected]
Pendahuluan
Sel telur dibentuk pada ovaium. Setiap bulan, satu ovarium melepaskan telur.
Biasanya hanya satu telur yang dilepaskan setiap 28 hari. Ovarium itu biasanya secara
bergantian melepaskan sel telur. Peristiwa pelepasan sel telur dari ovarium disebut ovulasi.
Pada saat terlepas dari ovarium, telur bergerak menuju saluran yang disbeut oviduk, yaitu
organ berbenuk saluran yang menghubungkan antara ovarium dan rahim (uterus).
Pada waktu kontak sesksual (kopulasi) terjadi, sperma akan disuntikkan oleh serangkaian
otot-otot yang mengalami kontraksi dari uretra laki-laki menuju vagina perempuan.
Meskipun jumlah sperma mencapai jutaan yang dapat masuk ke dalam vagina, tetapi yang
sampai ke uterus hanya beberapa ratus saja. Beberapa sperma itu seterusnya akan masuk ke
oviduk dan proses fertilisasi akan terjadi jika di dalam oviduk ada sel telur yang sudah siap
dibuahi. Meskipun demikian hanya satu sperma yang dapat melakukan fertilisasi. Sperma
yang sampai pada sel telur akan melakukan penetrasi. Sel sperma dan sel telur yang tadinya
bersifat haploid setelah bergabung (fertilisasi) aka menjadi zigot yag diploid.
Setelah terjadi fertilisasi, telur yang telah dibuahi menjadi embrio. Setelah 5 hari (120 jam)
dari fertilisasi, embrio bergerak dari oviduk menuju ke uterus. Selnjutnya, embrio akan
menempel pada dinding uetrus. Di tempat ini embrio akan berkembang biak selama 40
minggu untuk menjadi bayi.
Pembahasan
Sel telur
Saat ovulasi, telur tertahan pada metafase pembelahan meiosis kedua. Telur tersebut
dikelilingi oleh lingkaran proteinaseosa yang disebut zona pelusida. Sel granulosa yang
menempel pada permukaan zona pelusida dan dikeluarkan bersama sel telur dan ovarium
1
tetap menempel sebagai kumulus. Sperma yang akhirnya membuahi sel telur terlebih dahulu
harus melewati lapisan-lapisan di sekelilingi telur sebelum dapat berpenetrasi ke dalam
membran sel telur. Oosit akan tetap hidup selama 6-24 jam setelah ovulasi.1
Sperma
Saat koitus, jutaan sperma terdeposit pada vagina bagaian atas. Sebagian besar tidak
pernah sampai tempat fertilisasi. Sperma yang abnormal jarang dapat berhasil melakukan
perjalanan yang panjang ini dan bahkan mayoritas spermatozoa yang sehat justru mati di
tengah jalan. Mayoritas sperma keluar dari vagina setelah pengenceran semen. Hanya
sebagian kecil ssperma yang masuk ke dalam serviks yang akan ditemukan dalam hitungan
menit setelah koitus. Di sini mereka dapat bertahan hidup di dalam kriptus epitel selama
beberapa jam. Sperma tidak dapat melewati serviks menuju rongga uterus bila mukosa
serviks tidak dalam keadaan siap. Keadaan ini biasanya didapatkan pada pertengahan siklus
ketika kadar estrogen tinggi dan kadar progesteron rendah. Estrogen melunakkan stroma
serviks dan membuat sekret serviks menjadi tipis dan encer. Progesteron menimbulkan efek
sebaliknya, yaitu suatu keadaan yang tidak cocok untuk spermatozoa.1
Pada kondisi yang paling baik, sperma membutuhkan 2-7 jam untuk bergerak
melewati uterus menuju fertilisasi di dalam saluran telur. Transpor sperma ini disebabkan
oleh adanya dorongan dari sperma itu sendiri, dibantu oleh cambukan silia pada sel yang
melapisi dinding uterus. Biasanya hanya beberapa ratus sperma yang mencapai saluran telur,
dimana mereka akan tetap hidup dengan tenang sampai terjadi ovulasi. Setelah ovulasi,
spermatozoa akan mengalami reaktivasi dan mulai bergerak menuju sel telur. Sinyal yang
akan menarik sperma menuju se telur tidak diketahui. Spermatozoa manusia dapat bertahan
hidup selama 24-28 jam di dalam saluran reproduksi wanita.1
Sperma yang baru dikeluarkan saat ejakulasi belum mampu membuahi sel telur.
Mereka mendapatkan kemampuan untuk menembus lapisan-lapisan sel di sekeliling oosit
melalui suatu proses yang disebut kapasitasi. Walaupun kapasitasi dapat diinduksi secara in
vitro di bawah kondisi kultur yang sesuai, namun proses ini terjadi in vitro di dalam saluran
reproduksi wanita. Kapasitasi sperma memungkinkan terjadinya reaksi akrosom. Pada
keadaan tidak terdapatnya reaksi akrosom, sperma tidak mampu menembus zona pelusida.
Kontak antara sperma yang intak dan telah kapasitasi dengan zona pelusida sel telur
menimbulkan interaksi antara glikoprotein permukaan sel sperma yang spesifik, ZP3, dengan
protein zona spesifik.1
2
Fertilisasi
Pada saat kopulasi antara pria dan wanita (sanggama/kotus) dengan ejakulasi sperma
dari saluran reproduksi pria di dalam vagina wanita, akan terlepaskan cairan mani berisi sel-
sel sperma ke dalam saluran reproduksi wanita jika sanggama terjadi sekitar masa ovulasi
(disebut “masa subur” wanita), kemungkinan sel sperma dalam saluran reproduksi wanita
akan bertemu dengan sel telur wanita yang baru dikeluarkan pada saat ovulasi.
Pertemuan/penyatuan sel telur dan sel sperma inilah yang disebut sebagai fertilisasi atau
pembuahan.2
Dalam keaadaan normal, pembuahan terjadi di daerah tuba fallopi, umumnya di
daerah ampula/infundibulum. Spermatozoa bergerak cepat dari vagina ke dalam rahim,
masuk ke dalam tuba. Gerakan ini mungkin dipengaruhi juga oleh peranan kontraksi
miometrium dan dinding tuba yang juga terjadi saat sanggama. Setelah itu, spermatozoa
mengalami peristiwa berikut:
1. Reaksi kapasitasi
adalah suatu masa penyesuaian didalam reproduksi wanita, yang pada manusia
berlangsung sekitar 7 jam. Selama periode ini, selubung glikoprotein dan protein plasma
semen disingkirkan dari membran plasma yang menutupi regio akrosom spermatozoa.
Hanya sperma yang telah berkapasitas dapat menembus sel-sel korona radiata dan
mengalami reaksi akrosom.2
2. Reaksi akrosom
Setelah dekat dengan oosit, sel sperma yang telah mengalami kapasitasi akan terpengaruh
oleh zat-zat korona radiata ovum sehingga isi akrosom dari daerah kepala sperma akan
terlepas dan berkontak dengan lapisan korona radiata, tripsine-like agent dan lysine-zone
yang dapat melarutkan dan membantu sperma melewati zona pelusida untuk mencapai
ovum. Begitu spermatozoa menyentuh zona pelusida, terjadi perlekatan yang kuat dan
penembusan yang sangat cepat. Setelah penembusan zona oleh satu sperma, terjadi reaksi
khusus di zona pelusida yang bertujuan mencegah terjadinya penembusan lagi oleh sperma
lainnya. Dengan demikian sangat jarang sekali penembusan zona lebih dari satu sperma.2
Pada proses fertilisasi, bebarapa sperma berusaha masuk melewati tiga lapisan
pelindung sel telur menuju inti sel telur. Ketiga lapisan pelindung tersebut adalah korona
radiata (berupa selubung dari sel-sel sertoli), zona pelusida (larutan jeli), dan membran
3
plasma sel telur. Untuk menembus ketiga lapisan pelindung sel telur, sperma mengeluarkan
enzim-enzim yang tersimpan pada akrosom. Misalnya, hialuronidase, enzim untuk
melarutkan senyawa hialuronid pada korona radiata dan akrosin, enzim untuk melarutkan dan
membuat lubang pada zona pelusida sehingga spermatozoa dapat menerobos masuk.3
Ketika satu sperma berhasil membuahi sel telur (fertilisasi), maka bagian permukaan
sel telur segera melepaskan senyawa kimia ke dalam zona pelusida. Senyawa kimia tersebut
berfungsi untuk mencegah sperma lainnya masuk ke dalam sel telur. Selanjutnya, sel telur
melanjutkan proses pembelahan meiosis II untk menghasilkan sel telur yang haploid. Setelah
pembelahan meiosis II terjadi secara sempurna, inti sperma (haploid) segera bersatu dengan
inti sel telur (haploid) membentuk zigot (diploid) yang mengandung 23 pasang kromosom.2
Zigot berkembang menjadi embrio. Perkembangan menjadi embrio dimulai pada saat
telur yang dibuahi berada di dalam oviduk sambil mengalami pembelahan mitosis secara
berulang kali, telur bergerak menuju uterus dalam tiga atau empat hari sebagai blastosis.
Blastosis merupakan tingkatan blastula pada mamalia, yaitu tingkatan pada perkembangan
embrio berupa struktur bola berongga. Selanjutnya, blastosis tertanam dalam dinding uterus
(endometrium) melalui suatu proses yang disebut implantasi. Jika implantasi berhasil
terjadilah kehamilan.2
Setelah sel sperma mencapai oosit, terjadi hal-hal berikut:2
1. Reaksi zona/reaksi ortikal pada selaput zona pelusida.
2. Oosit menyelesaikan embelahan meiosis keduanya, menghasilkan oosit definitf yang
kemudian menjadi pronukleus wanita
3. Inti sel sperma membesar membentuk pronukleus pria
4. Ekor sel sperma terlepas dan berdegenerasi
5. Pronukleus pria dan wanita, masing-masing haploid bersatu dan membentuk zigot yang
memiliki jumlah DNA genap/diploid.
Hasil utama pembuahan adalah sebagai berikut:2
1. Penggenapan kembali jumlah kromosom dari penggabungan dua paruh haploid ayah dan
ibu menjadi suatu bakal individu baru dengan jumlah kromosom diploid.
2. Penentuan jenis kelamin bakal individu baru, bergantung pada kromosom X atau Y yang
dikandung sperma yang membuahi ovum tersebut
4
3. Permulaan pembelahan dan stadium-stadium pembentukan dan perkembangan embrio
(embriogenesis).
Perkembangan awal embrio
Zigot mulai menjalani pembelahan awal mitosis sampai beberapa kali. Sel-sel yang
dihasilkan dari setiap pembelahan berukuran lebih kecil dari ukuran induknya disebut
blastomer. Setelah 3-4 kali pembelahan, zigot memasuki tingkat 16 sel disebut stadium
morula (kira-kira pada hari ke 3-4 pasca fertilisasi). Morula terdiri atas inner cell mass
(kumpulan sel-sel di sebelah dalam yang akan tumbuh menjadi jaringan-jaringan embrio
sampai janin) dan outer cell mass (lapisan sel sebelah luar, yang akan tumbuh menjadi
trofoblas sampai plasenta). Kira-kira pada hari ke 5-6, di rongga sela-sela inner cell mass,
merembes cairan menembus zona pelusida, dan membentuk ruang antarsel. Ruang antarsel
ini kemudian bersatu dan memenuhi sebagaian besar massa zigot membentuk rongga
blastokista. Inner cell mass tetap berkumpul di salah satu sisi, tetap berbatasan dengan lapisan
sel luar. Pada stadium ini, zigot disebut berda dalam stadium blastula atau pembentukan
blastokista. Inner cell mass kemudian disebut sebagai embrioblas, dan outer cell mas
kemudian disebut trofoblas.2
Implantasi atau nidasi
Pada akhir minggu pertama (hari ke 5-7), zigot mencapai kavum uteri. Ketika itu,
uterus sedang berada dalam fase sekresi lendir dalam pengaruh progesteron dari korpus
luteum yang masih aktif. Oleh karena itu, lapisan endometrium dinding rahim menjadi kaya
pembuluh darah dan banyak muara kelenjar selaput lendir rahim yang terbuka dan aktif.
Kontak antara zigot stadium blastokista dan dinding rahim pada keadaan tersebut akan
mencetuskan berbagai reaksi selular sehingga sel-sel trofoblas zigot tersebut dapat menempel
dan mengadakan infiltrasi pada lapisan epitel endometrium uterus (terjadi implantasi).3
Setelah implantasi, sel-sel trofoblas yang tertanam di dalam endometrium terus
berkembang dan membentuk jaringan bersama sistem pembuluh darah maternal untuk
menjadi plasenta, yang kemudian berfungsi sebagai sumber nutrisi dan oksigenasi bagi
jaringan embrioblas yang akan tumbuh menjadi janin. Setelah minggu pertama (hari ke 7-8),
sel-sel trofoblas yang terletak di atas embrioblas yang berimplantasi di endometrium dinding
uterus, mengadakan proliferasi dan berdiferensiasi menjadi dua lapis yang berbeda anata lain
sitotrofoblas yan terdiri atas selapis sel kuboid, batas jelas, inti tunggal, dan terletak di
sebelah dalam (dekat embrioblas) dan sinsitiotrofoblas yang meliputi selapis sel tanpa batas
5
jelas, teretak di sebelah luar (berhubungan dengan stroma endometrium). Unit trofoblas ini
akan berkembang menjadi plasenta. Di antara masa embrioblas dengan lapisan sitotrofoblas,
terbentuk suatu celah yang makin lama makin besar yang nantinya akan menajdi rongga
amnion. Sel-sel embrioblas juga berdeferensiasi menjadi dua lapisan yang berbeda, yaitu
epiblas yang terdiri atas selapis atas selapis sel kolumnar tinggi, terletak di bagian dalam, dan
berbatasan dengan bakal rongga amnion dan hipoblas yang meliputi selapis sel kuboid kecil
terletak di bagian luar, berbatasan denga rongga blastokista (bakal rongga kuning telur). Unit
sel-sel blas ini akan berkembang menjadi janin.3
Pada kutub embrional, sel-sel dari hipoblas membentuk selaput tipis yang membatasi
bagian dalam sitotrofoblas (selaput heuser). Selaput ini bersama dengan hipoblas mebentuk
dinding yolk sac (kandungan kuning telur). Rongga yang terjadi disebut rongga eksoselom
(exocoelomic) atau kandung kuning telur sederhana. Dari struktur-struktur tersebut,
kemudiaan terbentuk kandung kuning telur, lempeng korion dan rongaa korion. Pada lokasi
bekas implantasi blastokista di permukaan dinding uterus, terbentuk lapisan fibrin sebgai
bagian dari proses penyembuhan luka.
Jaringan endometrium di sekitar blastokista yang berimplantasi mengalami reaksi
desidua, berupa hipersekresi, peningatan lemak, dan glikogen serta edema. Selanjutnya,
endometrium yang berubah di daerah-daerah sekitar implantasi blastokista disebut desidua.
Peruahan ini kemudian meluas ke seluruh bagian endometrium dala kavum uteri. Pada
stadium ini, zigot disebut ebrada dalam stadium bilaminar (cakram berlapis dua).3
Uterus saat Implantasi
Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan : a. Endometrium atau lapisan mukosa di dinding
bagian dalam, b. Miometrium, lapisan tebal otot polos, dan c. Perimetrium, lapisan
peritoneum yang menutupi dinding sebelah luar (lihat gambar 11). Dari pubertas hingga
menopause, endometrium mengalami perubahan dalam siklus sekitar 28 hari di bawah
pengaruh hormon ovarium. Selama siklus haid ini, endometrium melewati tiga stadium, fase
folikular atau proliferasi, fase sekretorik atau progestasional dan fase haid (lihat gambar 11
sampai 13). Fase proliferasi, berada di bawah pengaruh estrogen dan sejajar dengan
pertumbuhan folikel ovarium. Fase sekretorik dimulai sekitar 2 sampai 3 hari setelah ovulasi
sebagai respons terhadap progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum. Jika tidak terjadi
pembuahan, pelepasan endometrium akan menandai dimulainya fase haid. Jika terjadi
pembuahan endometrium akan membantu implantasi dan ikut membentuk plasenta.4
6
Gambar 11. Proses
selama minggu pertama pembentukan manusia. 1. Oosit setelah ovulasi; 2, pembuahan sekitar 12-24 jam setelah ovulasi; 3, stadium pronukleus pria dan wanita;
4, gelendong pada pembelahan mitotik pertama; 5, stadium dua-sel (usia sekitar 30 jam).; 6, morula yang mengandung12-16 blastomer (usia sekitar 3 hari); 7,
stadium morula lanjut yang tiba di lumen uterus (usia 4 hari); 8, stadium blastoksita dini (usia 4,5 hari, zona pelusida telah lenyap); dan 9, fase awal implantasi
(usia blastokista sekitar 6 hari). Ovarium memperlihatkan stadium-stadium transformasi antara folikel primer dan folikel pre-ovulasi serta korpus luteum.
Endometrium diperlihatkan dalam stadium progestasional.
Gambar 12. Perubahan pada mukosa uterus yang berkorelasi dengan perubahan di ovarium. Implantasi blastokista telah menyebabkan terbentuknya korpus
luteum kehamilan yang berukuran besar. Aktivitas sekretorik endometrium meningkat bertahap akibat banyaknya progesteron yang dihasilkan oleh korpus
luteum kehamilan.
7
Gambar 13.
Perubahan pada mukosa uterus (endometrium) dan perubahan setara di ovarium selama siklus haid biasa tanpa pembuahan.
Pada saat implantasi mukosa uterus berada dalam fase sekretorik, yaitu saat kelenjar-
kelenjar dan arteri-arteri uterus bergelung-bergelung dan jaringan menjadi tebal-basah.
Akibatnya dapat dikenali adanya tiga lapisan di endometrium yaitu : lapisan
kompaktum dibagian superfisial dan lapisan basale yang tipis.4 Dalam keadaan normal,
blastokista manusia tertanam di endometrium di sepanjang dinding anterior atau posterior
korpus uteri, tempat blastokista itu terbenam di antara lubang-lubang kelenjar (lihat gambar
12).4
Jika oosit tidak dibuahi, venula dan ruang sinusoid secara bertahap dipenuhi oleh sel
darah, dan tampak diapedesis darah yang ekstensif ke dalam jaringan. Satu fase haid dimulai,
darah keluar dari arteri-arteri superfisial, dan kepingan-kepingan kecil stroma dan kelenjar
terlepas. Selama 2 sampai 4 hari ke depan lapisan kompaktium dan spongiosum dikeluarkan
dari uterus, dan lapisan basale menjadi satu-satunya bagian endometrium yang tersisa (lihat
gambar 13). Lapisan ini yang memeiliki pasokan arteri sendiri yaitu arteri basalis, yang
8
berfungsi sebagai lapisan regeneratif dalam membentuk kembali kelenjar dan arteri pada fase
proliferasi.4
Pembentukan kehamilan
Setelah terjadi fertilisasi, kehamilan yang berhasil harus berimplantasi di dalam
dinding uterus dan memberikan informasi kepada ibu terhadap terjadinya berbagai adaptasi
akibat kehamilan. Tanpa kedua hal ini, zigot dengan mudah akan keluar dari uterus bersama
dengan menstruasi berikutnya.5
Zigot yang sedang membelah mengapung di dalam saluran telur sekitar 1 minggu,
berkembang dari tahap 16 sel melalui tahap morula yang padat menjadi tahap blastokista
yang memiliki 32-64 sel. Tahap yang terakhir ini memerlukan pembentukan rongga
blastokista yang berisi cairan. Blastokista mengandung dua jenis sel embrionik yang telah
berdeferensiasi: trofektoderm di bagian luar dan massa sel dalam. Sel trofektoderm nantinya
akan membentuk plasenta. Massa sel dalam akan membentuk janin dan membran janin. Pada
tahap blastokista inila hasil konsepsi akan masuk ke dalam uterus.5
Selama di dalam saluran telur, hasil konsepsi tetap dikelilingi oleh zona pelusida.
Setelah 2 hari di dalam uterus, blastokista akan lepas atau menetas dari zona pelusida.
Dengan penetasan ini, sel trofektoderm blastokista mulai berdiferensiasi menjadi sel
trofoblas. Proses yang simultan ini memungkinkan sel trofoblas berhubungan langsung
dengan sel epitel lumen uterus. Blastokista menempel dan menginvasi dinding uterus. Dalam
hitungan jam, epitel permukaan yang berada tepat di bawah hasil konsepsi menjadi terkikis
dan sel yang di dekatnya menjadi lisis, melepaskan substrat-substrat metabolik primer untuk
digunakan oleh blastokista. Endometrium mengalami perubahan biokimia dan morfologis
yang hebat yang disebut desidualisasi, suatu proses yang dimulai saaat terjadinya penempelan
dan menyebar dalam bentuk gelombang konsentris dari tempat implantasi. Endometrium
akan menjadi pulih di sekitar hasil konsepsi sehingga seluruh implantasi akan tertanam di
dalam endometrium.5
Bersamaan dengan invasi embrio ke jaringan ibu, sel trofoblas kemudian
berdiferensiasi menjadi dua jenis sel : sel sitotrofoblas dan sel sinsitiotrifoblas. Sel
sinsitiotrifoblas merupakan sel yang berukuran besar dan multinuklear yang berkembang dari
lapisan sitotrofoblas. Sel ini aktif menghasilkan hormon plasenta dan mentranspor zat
makanan dari ibu ke janin. Sekelompok sel sitotrofoblas memiliki sifat invasif, melewati
9
stroma endometrium untuk mencapai pembuluh darah ibu, termasuk arteri spiralis
endometrium. Invasi yang baik pada arteri spirais merupakan kunci pembentukan kehamilan
yang normal implantasi terjadi sekitar 7-10 hari setelah ovulasi. Jika hsil konsepsi bertahan
hidup lebih dari 14 hari steleah ovulasi, korpus luteum ovarium akan terus mensekresi
progesteron, HCG yang dihasilakn oleh trofoblas yang berkembang dan disekresi ke dalam
aliran darah ibu bekerja menyerupai hormon luteinisasi, yaitu meunjang korpus luteum
dengan menghambat regresi luteum.5
Perkembangan embrio
Merupakan pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup selama masa embrio yang
diawali dengan peristiwa fertilisasi sampai dengan terbentuknya janin di dalam tubuh induk
betina. 3 tahapan fase embrionik yaitu:6,7
A. Morula
Morula adalah suatu bentukan sel sperti bola (bulat) akibat pembelahan sel
terus menerus. Keberadaan antara satu dengan sel yang lain adalah rapat.
B. Blastula
Blastula adalah bentukan lanjutan dari morula yang terus mengalami
pembelahan.Ditandai dengan mulai adanya perubahan sel dengan mengadakan
pelekukan yang tidak beraturan. Di dalam blastula terdapat cairan sel yang disebut
denganblastosoel.
C. Gastrula
Gastrula adalah bentukan lanjutan dari blastula yang pelekukan tubuhnya
sudah semakin nyata dan mempunyai lapisan dinding tubuh embrio serta rongga
tubuh.Organ yang dibentuk ini berasal dari masing-masing lapisan dinding tubuh
embrio pada fase gastrula. Yaitu:
Lapisan Ektoderm akan berdiferensiasi menjadi cor (jantung), otak (sistem
saraf), integumen (kulit), rambut dan alat indera.
Lapisan Mesoderm akan berdiferensiasi menjadi otot, rangka (tulang/osteon),
alat reproduksi (testis dan ovarium), alat peredaran darah dan alat ekskresi
seperti ren.
Lapisan Endoderm akan berdiferensiasi menjadi alat pencernaan, kelenjar
pencernaan, dan alat respirasi seperti pulmo.
10
Perkembangan embrio
Secara singkat hal-hal utama dalam perkembangan organ dan fisiologi janin adalaha
sebagai berikut:6,7
8 minggu : Sudah mirip bentuk manusia, mulai pembentukan genitalia eksterna.
Sirkulasi melalui tali pusat dimulai. Tulang mulai terbentuk.
9 minggu : Kepala meliputi separuh besar fetus, terbentuk muka, kelopak mata
namun tak akan membuka sampai 28 minggu.
13 -16 minggu : Fetus berukuran 15 cm. Merupakan awal trimester kedua. Kulit janin
masih transparan, telah mulai tumbuh lanugo (rambut janin).
Janin/fetus bergerak aktif, yaitu menghisap dan menelan air ketuban.
Telah terbentuk mekonium (feses) dalam usus. Jantung berdenyut 120-
150/menit.
17 -24 minggu : Komponen mata terbentuk penuh, juga sidik jari. Seluruh tubuh
diliputi oleh verniks kaseosa (lemak). Janin telah mempunyai refleks.
25 -28 minggu : Saat ini disebut permulaan trimester ketiga, dimana terdapat
perkembangan otak yang cepat. Sistem saraf mengendalikan gerakan
dan fungsi tubuh, mata sudah terbuka. Kelangsungan hidup pada
periode ini sangat sulit bila lahir.
29 -32 minggu : Bila bayi dilahirkan, ada kemungkinan untuk hidup (50-70%). Tulang
telah terbentuk sempurna, gerakan napas telah reguler, suhu relatif
stabil.
33 -36 minggu : Berat janin 1500-2500 gram. Bulu kulit janin (lanugo) mulai
berkurang, pada saat 35 minggu paru telah matur. Janin akan dapat
hidup tanpa kesulitan.
38 -40 minggu : Sejak 38 minggu kehamilan disebut aterm, dimana bayi akan meliputi
seluruh uterus. Air ketuban mulai berkurang, tetapi masih dalam batas
normal.
11
Penutup
Tahap perkembangan mahluk hidup di awali dengan adanya proses Fertilisasi yaitu
peleburan antara sperma dan ovum. Fertilisasi terjadi di tuba fallopi. Setelah terjadi fertilisasi,
telur yang telah dibuahi menjadi embrio. Setelah 5 hari (120 jam) dari fertilisasi, embrio
bergerak dari oviduk menuju ke uterus. Selnjutnya, embrio akan menempel pada dinding
uetrus. Di tempat ini embrio akan berkembang biak selama 40 minggu untuk menjadi bayi.
Daftar Pustaka
1. Heffner L, Schust D. At a glance sistem reproduksi. Edisi 2. Jakarta: Erlangga;
2003.h.42-3.
2. Yulaikhah L. Kehamilan seri asuhan kebidanan. Jakarta: EGC; 2006.h.29.
3. Sudjadi B, Laila S. Biologi sains dalam kehidupan. Jakarta: Yudhistira; 2006.h.146.
4. Sadler.t.w. embriologi kedokteran langman. Ed.10. Jakarta: EGC; 2009
5. Priastini R, Hartono B. Buku Ajar Biologi Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta : Fakultas
Kedokteran UKRIDA; 2010.
6. Sloance E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 1995.h.345.
7. Sadler, T.W. Embriologi Kedokteran Langman. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2000
12