Upload
lahi-putra-haloho
View
29
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
makalah
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan obsesif-kompulsif adalah gangguan cemas, di mana pikiran
seseorang dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang menetap dan tidak terkontrol, dan
ia dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu berulang-ulang, sehingga
menimbulkan stress dan mengganggu fungsinya dalam kehidupan sehari-hari2.
Gangguan ini adalah suatu contoh dari efek positif di mana penelitian
modern telah menemukan gangguan di dalam waktu singkat. Pada awal tahun
1980-an, gangguan obsesif-kompulsif dianggap sebagai gangguan yang jarang
dan berespons buruk terhadap terapi, namun sekarang gangguan obsesif-
kompulsif lebih sering ditemukan dan responsif terhadap terapi1.
Secara keseluruhan, kira-kira dua pertiga dari pasien memiliki onset gejala
sebelum usia 25 tahun, dan kurang dari 15 persen pasien memiliki onset gejala
setelah usia 35 tahun. Gangguan obsesif-kompulsif dapat memiliki onset pada
masa remaja atau masa anak-anak, pada beberapa kasus dapat pada usia 2 tahun.
Orang yang hidup sendirian lebih banyak yang mengalami gangguan ini daripada
yang sudah menikah1.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk menjelaskan tentang
gangguan obsesif-kompulsif agar bermanfaat bagi pembaca dalam menangani
penyakit ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi
Suatu obsesi adalah pikiran, perasaan, ide atau sensasi yang mengganggu
(intrusif). Suatu kompulsif adalah pikiran atau perilaku yang disadari, dibakukan
1
atau menghindari. Obsesi meningkatkan kecemasan seseorang, sedangkan
melakukan kompulsi menurunkan kecemasan seseorang. Tetapi, jika seseorang
memaksa untuk melakukan suatu kompulsi, kecemasan semakin meningkat1.
Pengertian obsesi menurut Kaplan, Sadock dan Grebb (1994) adalah
pemikiran, ide atau sensasi yang muncul secara berulang-ulang. Menurut Davison
dan Neale (2001), hal-hal tersebut muncul tanpa dapat dicegah, dan individu
merasakannya sebagai hal yang tidak rasional dan tidak dapat dikontrol.
Sedangkan kompulsi menurut Davison dan Neale (2001) adalah perilaku atau
tindakan mental yang berulang, dimana individu merasa didorong untuk
menampilkannya untuk mengurangi stress2.
Menurut buku abnormal psychology edisi ke 6, obsesi adalah pikiran, ide,
impuls atau image yang datang secara persisten dan mengganggu. Orang yang
mengalami obsesi, menyadari pemikiran tersebut mengganggu pikiran meraka
namun tidak berdaya untuk menolaknya atau melakukan hal lain untuk berhenti
memikirkannya. Kompulsif adalah tindakan yang dilakukan secara repetitif dan
terlihat bertujuan untuk merespon pikiran atau ide yang tidak terkontrol tersebut,
dan terlihat seperti ritualistik dan stereotype6.
Obsesi meningkatkan kecemasan individu, sedangkan menampilkannya
atau melakukan kompulsi dapat menguranginya (Kaplan, Sadock dan Grebb
(1994))2. Beberapa kompulsi yang umum menurut Davison dan Neale (2001)
antara lain:
1. Mengikuti kebersihan dan keteraturan, terkadang dengan ritual tertentu
yang dapat memakan waktu berjam-jam.
2. Menghindari obyek tertentu.
3. Menampilkan kegiatan-kegiatan praktis yang repetitive, anh dan bersifat
pencegahan, misalnya menghitung.
4. Memeriksa berkali-kali untuk memastikan bahwa perilaku yang sudah
ditampilkan benar-benar telah dikerjakan.
5. Menampilkan perilaku tertentu seperti makan dengan sangat perlahan-
lahan.
2
Contoh Kasus:
Ny. Ita, 34 tahun, ibu dari 2 anak, dating menemui psikolog dengan keluhan
perilaku yang mengganggu. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan,
ditemukan bahwa Ny. Ita disarankan ke psikolog oleh suaminya, karena
beberapa perilakunya yang cenderung berlebihan. Menurut Ny. Ita, ia adalah
pecinta kebersihan dan takut akan kuman yang ada di mana-mana. Ny. Ita
menceritakan, bahwa tiap hari ia mandi hingga 6 kali, dan mencuci tangan lebih
sering lagi. Setiap kali mandi, Ny. Ita menyabuni badannya sebanyak 5 kali, jika
tidak, ia merasa belum bersih. Demikian juga juka sedang cuci tangan, ia
berkali-kali membersihkan tangan dengan sabun. Sebelum mandi Ny. Ita selalu
berusaha membersihkan dan menyikat lantai kamar mandi dan kloset terlebih
dahulu. Akibatnya waktu Ny. Ita banyak terbuang dalam kegiatan mandi dan
mencuci tangan. Ny. Ita memperkirakan kebiasaan itu berlangsung saat ia SMA,
dan makin lama makin parah. Ny. Ita merasa terganggu dengan kebiasaan ini,
karena membuang waktunya dan membuatnya tidak dapat melakukan aktivitas
lainnya. Namun demikian Ny. Ita tidak berdaya untuk menghentikannya, dan
ingin mencari pertolongan untuk dapat mengontrol perilakunya tersebut3.
Seseorang dengan gangguan obsesif-kompulsif biasanya menyadari
irasionalitas dari obsesi dan merasakan bahwa obsesi dan kompulsi sebagai ego-
distonik. Gangguan obsesif kompulsif dapat merupakan gangguan yang
menyebabkan ketidakberdayaan, karena obsesi dapat menghabiskan waktu dan
dapat mengganggu secara bermakna pada rutinitas normal seseorang, fungsi
pekerjaan, aktivitas sosial yang biasanya, atau hubungan dengan teman dan
anggota keluarga3.
2.2 Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif-kompulsif pada populasi
umum adalah 2 sampai 3 persen. Dan beberapa peneliti memperkirakan bahwa
gangguan obsesif-kompulsif ditemukan pada sebanyak 10 persen pasien rawat
jalan di klinik psikiatrik. Untuk orang dewasa, laki-laki dan wanita sama
kemungkinan terkena untuk remaja, laki-laki lebih sering terkena dari
perempuan1.
3
Usia onset rata-rata adalah kira-kira 20 tahun, walaupun laki-laki memiliki
onset usia yang agak lebih awal (rata-rata 19 tahun) dibandingkan wanita (rata-
rata 22 tahun). Secara keseluruhan, kira-kira dua pertiga dari pasien memiliki
onset gejala sebelum usia 25 tahun, dan kurang dari 15 persen pasien memiliki
onset gejala setelah usia 2 tahun. Orang yang hidup sendirian lebih banyak terkena
gangguan obsesif-kompulsif dalam mempertahankan suatu hubungan1.
Gangguan obsesif-kompulsif ditemukan lebih jarang di antara golongan
kulit hitam dibandingkan kulit putih. Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif
umumnya dipengaruhi oleh gangguan mental lain. Prevalensi seumur hidup untuk
gangguan depresif berat pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah
kira-kira 67 persen dan fobia sosial adalah kira-kira 25 persen1.
2.3 Etiologi
Sudut Pandang Psikoanalisa
Obsesif-kompulsif timbul dari daya-daya instinktif seperti seks dan
agresivitas, yang tidak berada di bawah kontrol individu karena toilet training
yang kasar. Individu menjadi terfikasi pada masa anal (Davison dan Neale,
2001)2. Freud mengemukakan beberapa mekanisme defensif utama yang
menentukan kualitas simtom yaitu isolasi, undoing dan reaksi formasi. Sedangkan
Adler memandang obsesif-kompulsif sebagai hasil dari perasaan tidak kompeten1.
Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang dari afek
dan impuls yang mencetuskan kecemasan. Jika terjadi isolasi, afek dan impuls
yang didapatkan darinya adalah dipisahkan dari komponen ideasional dan
dikeluarkan dari kesadaran. Jika isolasi berhasil sepenuhnya, impuls dan afek
yang terkait seluruhnya terepresi, dan pasien secara sadar hanya menyadari
gagasan yang tidak memiliki afek yang berhubungan dengannya1.
Undoing (meruntuhkan), adalah suatu tindakan kompulsif yang dilakukan
dalam usaha untuk mencegah atau meruntuhkan akibat pikiran atau impuls
obsesional yang menakutkan. Reaksi formasi, melibatkan pola perilaku yang
bermanifestasi dan sikap yang secara sadar dialami yang jelas berlawanan dengan
impuls dasar1.
4
Sudut Pandang Cognitive Behavioral
Para ahli tingkah laku mengemukakan bahwa obsesif kompulsif adalah
perilaku yang dipelajari dan diperkuat dengan berkurangnya rasa takut (Davison
dan Neale, 2001). Ide lain yang muncul adalah kompulsif memeriksa terjadi
karena defisit ingatan. Ketidakmampuan untuk mengingat beberapa tindakan
dengan akurat, atau untuk membedakan antara perilaku yang benar-benar
dilakukan dan yang imajinasi membuat seseorang memeriksa berkali-kali.
Sedangkan pemikiran obsesif muncul karena ketidakmampuan atau kesulitan
untuk mengabaikan stimulus (Davison dan Neale, 2001)2.
Strategi menghindar yang aktif dalam bentuk perilaku kompulsi atau
ritualistik dikembangkan untuk mengendalikan kecemasan. Secara bertahap,
karena manfaat perilaku tersebut dalam menurunkan dorongan sekunder yang
menyakitkan (kecemasan), strategi menghindar menjadi terfiksasi sebagai pola
perilaku kompulsif yang dipelajari2.
Sudut Pandang Biologis
Davison dan Neale menjelaskan bahwa salah satu penjelasan yang
mungkin tentang gangguan obsesif-kompulsif adalah keterlibatan neurotransmiter
di otak, khususnya serotonin. Selain itu terdapat pula beberapa bukti tentang
keterlibatan faktor genetik dalam pembentukan gangguan. Data menunjukkan
bahwa obat serotonergik adalah lebih efektif dibandingkan obat yang
mempengaruhi sistem neurotransmiter lain2.
Penelitain klinis telah mengukur konsentrasi metabolit serotonin, sebagai
contoh, 5-hydroxyindoleacetic acid (5-HIAA) di dalam cairan serebrospinalis dan
afinitas sertai jumlah tempat ikatan trombosit pada pemberian imipramine (yang
berikatan dengan tempat ambilan kembali serotonin) dan telah melaporkan
berbagai temuan pengukuran tersebut pada pasien dengan gangguan obsesif-
kompulsif1.
2.4 Gambaran Klinis dan Diagnosis
5
Obsesi yang umum bisa berupa kegelisahan mengenai pencemaran,
keraguan, kehilangan dan penyerangan. Penderita merasa terdorong untuk
melakukan ritual, yaitu tindakan berulang, dengan maksud tertentu dan disengaja.
Sebagian besar ritual bisa dilihat langsung, seperti mencuci tangan berulang-ulang
atau memeriksa pintu berulang-ulang untuk memastikan bahwa pintu sudah
dikunci. Ritual lainnya merupakan kegiatan batin, misalnya menghitung atau
membuat pernyataan berulang untuk menghilangkan bahaya4.
Obsesi dan kompulsi memiliki ciri tertentu secara umum1:
1. Suatu gagasan atau impuls yang memaksakan dirinya secara bertubi-tubi dan
terus-menerus ke dalam kesadaran seseorang.
2. Suatu perasaan ketakutan yang mencemaskan yang menyertai manifestasi
sentral dan sering kali menyebabkan orang melakukan tindakan kebalikan
melawan gagasan atau impuls awal.
3. Obsesi dan kompulsi adalah asing bagi ego (ego-alien); yaitu ia dialami sebagai
asing bagi pengalaman seseorang tentang dirinya sendiri sebagai makhluk
psikologis.
4.Tidak peduli bagaimana jelas dan memaksanya obsesi atau kompulsi tersebut,
orang biasanya menyadari sebagai mustahil atau tidak masuk akal.
5. Orang yang menderita akibat obsesi dan kompulsi biasanya merasakan suatu
dorongan yang kuat untuk menahannya.
Penderita bisa terobsesi oleh segala hal dan ritual yang dilakukan tidak
selalu secara logis berhubungan dengan rasa tidak nyaman yang akan berkurang
jika penderita menjalankan ritual tersebut. Penderita yang merasa khawatir
tentang pencemaran, rasa tidak nyamannya akan berkurang jika dia memasukkan
tangannya ke dalam saku celananya. Karena itu setiap obsesi tentang pencemaran
timbul, maka dia akan berulang-ulang memasukkan tangannya ke dalam saku
celananya4.
Pola yang paling sering ditemukan adalah suatu obsesi akan kontaminasi,
diikuti oleh mencuci atau disertai oleh penghindaran obsesif terhadap objek yang
kemungkinan terkontaminasi. Objek yang ditakuti sering kali sukar untuk
6
dihindari (sebagai contoh, feses,urin,debu, atau kuman). Pasien mungkin secara
teru-menerus menggosok kulit tangannya dengan mencuci tangan secara
berlebihan atau mungkin tidak mampu pergi keluar rumah karena takut akan
kuman1.
Walaupun kecemasan adalah respons emosional yang paling sering
terhadap objek yang ditakuti, rasa malu dan kejijikan yang obsesif juga sering
ditemukan. Pasien dengan obsesi kontaminasi biasanya percaya bahwa
kontaminasi adalah ditularkan dari objek ke objek atau orang ke orang oleh
kontak ringan1.
Pola kedua yang tersering adalah obsesi keraguan, diikuti oleh pengecekan
yang kompulsi. Obsesi sering kali melibatkan suatu bahaya kekerasan (seperti
lupa mematikan kompor atau tidak mengunci pintu). Pengecekan tersebut
mungkin menyebabkan pasien pulang beberapa kali ke rumah untuk memeriksa
kompor. Pasien memiliki keragu-raguan terhadap diri sendiri yang obsesional,
saat mereka selalu merasa bersalah karena melupakan atau melakukan sesuatu1.
Pola ketiga yang tersering adalah pola dengan semata-mata pikiran
obsesional yang mengganggu tanpa suatu kompulsi. Obsesi tersebut biasanya
berupa pikiran berulang akan suatu tindakan seksual atau agresi yang dicela oleh
pasien1.
Pola keempat yang tersering adalah kebutuhan akan simetrisitas atau
ketepatan, yang dapat menyebabkan perlambatan kompulsi. Pasien secara harfiah
menghabiskan waktu berjam-jam untuk makan atau mencukur wajahnya.
Penumpukan obsesi dan kompulsi religius adalah sering pada pasien obsesif-
kompulsif. Trichotilomania (menarik rambut kompulsif) dan menggigit kuku
mungkin merupakan kompulsi yang berhubungan dengan gangguan obsesif-
kompulsif1.
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Obsesif-Kompulsif berdasarkan DSM-
IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder ed. 4)1
A. Salah satu obsesi atau kompulsi:
Obsesi seperti yang didefenisikan oleh (1),(2),(3), dan (4):
7
Pikiran, impuls, atau bayangan yang rekuren dan persisten yang dialami, pada
suatu saat selama gangguan, sebagai intrusif dan tidak sesuaim dan menyebabkan
kecemasan dan penderitaan yang jelas.
(1) Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan tidak semata-mata kekhawatiran
yang berlebihan tentang masalah kehidupan yang nyata.
(2) Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls atau
bayangan-bayangan tersebut untuk menetralkannya dengan pikiran atau tindakan
lain.
(3) Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan obsesional
adalah keluar dari pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar seperti
penyisipan pikiran)
Kompulsi seperti yang didefenisikan oleh (1) dan (2):
(1) Perilaku (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau tindakan
mental (misalnya, berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata dalam hati) yang
berulang yang dirasakannya mendorong untuk melakukannya sebagai respons
terhadap suatu obsesi, atau menurut dengan aturan yang harus dipatuhi secara
kaku.
(2) Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau menurunkan
penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang menakutkan, tetapi
perilaku atau tindakan mental tersebut tidak dihubungkan dengan cara yang
realistik dengan apa mereka anggap untuk menetralkan atau mencegah, atau jelas
berlebihan.
B. Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang telah menyadari
bahwa obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. Catatan: ini
tidak berlaku bagi anak-anak.
C. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang jelas menghabiskan
waktu (menghabiskan lebih dari satu jam sehari); atau secara bermakna
mengganggu rutinitas normal orang, fungsi pekerjaan (atau akademik) atau
aktivitas atau hubungan sosial yang biasanya.
D. Jika terdapat gangguan Aksis I lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak
terbatas padanya (misalnya, preokupasi dengan makanan jika terdapat gangguan
8
makan; menarik rambut jika terdapat trikotilomania; permasalahan pada
penampilan jika terdapat gangguan dismorfik tubuh; preokupasi dengan obat jika
terdapat suatu gangguan penggunaan zat; preokupasi dengan menderita suatu
penyakit serius jika terdapat hipokondriasis; preokupasi dengan dorongan atau
fantasi seksual jika terdapat parafilia; atau perenungan bersalah jika terdapat
gangguan depresi berat).
E. Tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya, obat yang
disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum.
Sebutkan jika:
Dengan tilikan buruk: jika selama sebagian besar waktu selama episode
terakhir, orang tidak menyadari bahwa obsesi dan kompulsi adalah berlebihan
atau tidak beralasan.
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Obsesif-Kompulsif berdasarkan
PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia, edisi ke III)5
Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan
kompulsif, atau kedua-duanya harus ada hampir setiap hari selam sedikitnya dua
minggu berturut-turut.
Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu
aktivitas penderita.
Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:
(a) harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.
(b) sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan,
meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.
(c) pikiran untuk melakukan hal tersebut diatas bukan merupakan hal yang
memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau
anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud di atas);
(d) gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan
yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive).
Ada kaitan erat antara gejala obsesif terutama pikiran obsesif, dengan
9
depresi. Penderita gangguan obsesif-kompulsif seringkali juga menunjukkan
gejala depresif, dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang dapat
menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode depresif-nya.
Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya gejala
depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan perubahan gejala obsesif.
Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis diutamakan dari
gejala-gejala yang timbul lebih dahulu.
Diagnosis gangguan obsesif-kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan
depresif pada saat gejala obsesif kmpulsif tersebut timbul.
Bila dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik menganggap
depresi sebagai diagnosis yang primer.
Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada gejala yang paling
bertahan saat gejala yang lain menghilang.
Gejala obsesif “sekunder” yang terjadi pada gangguan skizofrenia,
sindrom Tourette, atau gangguan mental organik, harus dianggap sebagai bagian
dari kondisi tersebut.
2.5 Diagnosis Banding
Persyaratan diagnostik DSM-IV tentang ketegangan personal dan
gangguan fungsional membedakan gangguan obsesif-kompulsif dari pikiran dan
kebiasaan berlebihan yang umumnya atau ringan. Gangguan neurologis utama
yang dipertimbangkan di dalam diagnosis banding adalah gangguan Tourette,
gangguan tik lainnya, epilepsi lobus temporalis dan kadang-kadang, komplikasi
trauma dan pascaensefalitik1.
Gangguan Tourette.
Gejala karakteristik dari gangguan Tourette adalah tik motorik dan vokal
yang sering dan hampir setiap hari terjadi. Gangguan dan gangguan obsesif-
kompulsif memiliki onset usia yang sama dan gejala yang mirip. Kira-kira 90
persen dengan gangguan Tourette memiliki gejala kompulsif, dan sebanyak dua
pertiganya memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan obsesif-kompulsif1.
10
2.6 Prognosis
Kira-kira 20 sampai 30 persen pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif
memiliki gangguan depresif berat, dan bunuh diri adalah resiko bagi semua pasien
dengan gangguan obsesif-kompulsif2.
Suatu prognosis buruk dinyatakan oleh mengalah (bukannya menahan)
pada kompulsi, onset pada masa anak-anak, kompulsi yang aneh (bizzare), perlu
perawatan di rumah sakit, gangguan depresif berat yang menyertai, kepercayaan
waham, adanya gagasan yang terlalu dipegang (overvalued) (yaitu, penerimaan
obsesi dan kompulsi), dan adanya gangguan kepribadian (terutama gangguan
kepribadian skizotipal)1.
Prognosis yang baik ditandai oleh penyesuaian sosial dan pekerjaan yang
baik, adanya peristiwa pencetus, dan suatu sifat gejala yang episodik. Isi
obsesional tampaknya tidak berhubungan dengan prognosis3.
2.7 Terapi
Psikoterapi
Treatment psikoterapi untuk gangguan obsesif-kompulsif umumnya
diberikan hampir sama dengan gangguan kecemasan lainnya. Ada beberapa faktor
OCD sangat sulit untuk disembuhkan, penderita OCD kesulitan mengidentifikasi
kesalahan (penyimpangan perilaku) dalam mempersepsi tindakannya sebagai
bentuk penyimpangan perilaku yang tidak normal4.
Individu beranggapan bahwa ia normal-normal saja walaupun perilakunya
itu diketahui pasti sangat menganggunya. Baginya, perilaku kompulsif tidak salah
dengan perilakunya tapi bertujuan untuk memastikan segala sesuatunya berjalan
dengan baik-baik saja. Faktor lain adalah kesalahan dalam penyampaian
informasi mengenai kondisi yang dialami oleh individu oleh praktisi secara tidak
tepat dapat membuat individu merasa enggan untuk mengikuti terapi4.
Beberapa psikoterapi yang dapat diberikan pada pasien dengan gangguan
obsesif-kompulsif:
Exposure and Response Prevention
11
Terapi ini dikenal pula dengan sebutan flooding, diciptakan oleh Victor
Meyer (1996), dimana pasien menghadapkan dirinya sendiri pada situasi yang
menimbulkan tindakan kompulsif (seperti memegang sepatu yang kotor) dan
kemudian menahan diri agar tidak menampilkan ritual yang biasa dilakukan (yaitu
mencuci tangan)2.
Mencegah individu menampilkan perilaku yang menjadi ritualnya
membuatnya menghadapi stimulus yang membangkitkan kecemasan, sehingga
memungkinkan kecemasan menjadi hilang2.
Rational-Emotive Behavior Therapy
Terapi ini digunakan dengan pemikiran untuk membantu pasien
menghapuskan keyakinan bahwa segala sesuatu harus terjadi menurut apa yang
mereka inginkan, atau bahwa hasil pekerjaan harus selalu sempurna.
Terapi kognitif dari Beck juga dapat digunakan untuk menangani pasien
gangguan obsesif-kompulsif. Pada pendekatan ini pasien didorong untuk menguji
ketakutan mereka bahwa hal yang buruk akan terjadi jika mereka tidak
menampilkan perilaku kompulsi2.
Cognitive-behavioural therapy (CBT)
Terapi yang sering digunakan dalam pemberian treatment pelbagai
gangguan kecemasan termasuk OCD. Dalam CBT penderita OCD pada perilaku
mencuci tangan diatur waktu kapan ia mesti mencuci tangannya secara bertahap.
Bila terjadi peningkatan kecemasan barulah terapis memberikan izin untuk
individu OCD mencuci tangannya. Terapi ini efektif menurunkan rasa cemas dan
hilang secara perlahan kebiasaan-kebiasaannya itu4.
Dalam CBT terapis juga melatih pernafasan, latihan relaksasi dan
manajemen stres pada individu ketika menghadapi situasi konflik yang
memberikan kecemasan, rasa takut atau stres muncul dalam diri individu.
Pemberian terapi selama 3 bulan atau lebih4.
Farmakoterapi
12
Penanganan yang paling menjanjikan pada pasien dengan gangguan
obsesif-kompulsif adalah dengan penggabungan dari segi biologis dan psikologis
dan biasanya dikombinasikan secara bergantian/berintegrasi (Jenike,2004).
Sampai saat ini pengobatan dengan clomipramine atau SSRI (Serotonin-Specific
Reuptake Inhibitor) yang lain, seperti fluoxetine (Prozac) atau sertraline (Zoloft)
telah dibuktikan sebagain pengobatan yang paling efektif pada gangguan obsesif-
kompulsif (Foa et al, 2005)6.
Beberapa obat yang digunakan dalam pengobatan gangguan obsesif-kompulsif:
Trisiklik
Obat jenis trisiklik berupa clomipramine (Anafranil). Trisiklik merupakan
obat-obatan lama dibandingkan SSRIs dan bekerja sama baiknya dengan SSRIs.
Pemberian obat ini dimulai dengan dosis rendah4.
Clomipramine biasanya dimulai dengan dosis 25 sampai 50 mg sebelum
tidur dan dapat ditingkatkan dengan peningkatan 25 mg sehari setiap dua sampai
tiga hari, sampai dosis maksimum 250 mg sehari atau tampaknya efek samping
yang membatasi dosis. Karena clomipramine adalah suatu obat trisiklik, obat ini
disertai efek samping yang biasanya dari obat tersebut, termasuk sedasi, hipotensi,
disfungsi seksual, dan efek samping antikolinergik (sebagai contoh, mulut
kering)1.
SSRI (Serotonin Specific Reuptake Inhibitor)
SSRI yang sekarang tersedia di Amerika Serikat adalah fluozetine,
sertraline (Zoloft) dan paroxetine (Paxil). Penelitian tentang fluoxetine dalam
gangguan obsesif-kompulsif telah menggunakan dosis sampai 80 mg setiap hari
untuk mencapai manfaat terapeutik. Walaupun SSRI disertai dengan
overstimulasi, kegelisahan, nyeri kepala, insomnia, mual, dan efek samping
gastrointestinal1.
SSRI ditoleransi dengan lebih baik daripada trisiklik, dengan demikian
kadang-kadang dipakai sebagai obat lini pertama dalam pengobatan gangguan
obsesif-kompulsif. Jika pengobatan dengan clomipramine atau suatu SSRI tidal
13
berhasil, banyak ahli terapi memperkuat obat pertama dengan menambahkan
lithium (Eskalith)4.
MAOI (Monoamine oxidase inhibitor)
Jenis obat ini adalah phenelzine (Nardil), tranylcypromine (Parnate) dan
isocarboxazid (Marplan). Pemberian MAOI harus diikuti pantangan makanan
yang berkeju atau anggur merah, penggunaan pil KB, obat penghilang rasa sakit
(seperti Advil, Motrin, Tylenol), obat alergi dan jenis suplemen. Kontradiksi
dengan MOAI dapat mengakibatkan tekanan darah tinggi4.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
14
Obsesif-kompulsif disorder adalah suatu gangguan kecemasan, di mana
obsesif adalah pikiran, ide ataupun gagasan yang menetap dan beruntun sehingga
memprovokasi rasa cemas pada penderita dan memaksa penderita melakukan
tindakan tertentu secara berulang-ulang yang disebut kompulsif sebagai pereda
rasa cemas, sehingga dapat menimbulkan stress dan mengganggu produktifitas
sehari-hari. Penangannya dapat dilakukan dengan psikoterapi, dengan berbagai
metode dari para ahli dan dengan farmakoterapi yaitu obat golongan trisiklik,
SSRI dan MAOI. Kombinasi dari kedua pengobatan tersebut dapat menghasilkan
efek terapeutik yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb BA. Sinopsis Psikiatri. 2010. Tanggerang :
15
Binarupa Aksara.
2. Fausiah, F., Widury,J. 2008. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa, Jakarta :
Universitas Indonesia (UI-Press).
3. Lukluk, Z dan Bandiah, S. 2008. Pisikologi Kesehatan. Jogjakarta : Mitra
Cendikia.
4. http://gangguan-obsesif-kompulsif-obsessive.html.com
5. Muslim,Rusdi.2001. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan
PPDGJ-III. Jakarta : FK Unika Atma Jaya.
6. Halgin RP, Whitbourne SK. 2009, Abnormal Psychology, New York : Mc
Graw Hill.
16