23
MAKALAH PENATALAKSANAAN KLIEN DENGAN GANGGUAN IMUN AKIBAT PENYAKIT JARINGAN IKAT Mata kuliah: Sistem Imun dan Hematologi Sistem Dosen: Enti Arnas, S. Kep Oleh Kelompok X : ANISA SONNI SEPTIAWAN JAYA K.A SUPRI HAWINI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN PROGRAM STUDY SARJANA KEPERAWATAN

Makalah SLE 10

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah SLE 10

MAKALAH

PENATALAKSANAAN KLIEN DENGAN GANGGUAN IMUN AKIBAT PENYAKIT JARINGAN IKAT

Mata kuliah: Sistem Imun dan Hematologi Sistem

Dosen: Enti Arnas, S. Kep

Oleh Kelompok X :

ANISA

SONNI

SEPTIAWAN JAYA K.A

SUPRI HAWINI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN

PROGRAM STUDY SARJANA KEPERAWATAN

BANJARMASIN

2012

Page 2: Makalah SLE 10

KATA PENGANTAR

Puji syukur selalu kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang

berjudul “Penatalaksanaan Klien dengan Gangguan Imun akibat Penyakit Jaringan Ikat”.

Tidak Lupa kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah

memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini. Makalah ini membahas tentang

penyakit jaringan ikat seperti Sistemik Lupus Eritematosus.

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan tugas makalah ini masih terdapat banyak

kekurangannya, oleh karena itu kami meminta maaf dan mengharapkan saran serta kritik yang

bersifat membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami pada khususnya dan

pembaca pada umumnya.

.

Banjarmasin,Oktober 2012

Penulis

Kelompok X

Page 3: Makalah SLE 10

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

B. TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH

C. METODE PENGUMPULAN DATA

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS

B. EPIDEMIOLOGI

C. ETIOLOGI

D. PATOFISIOLOGI

E. MANIFESTASI KLINIS

F. PENATALAKSANAAN

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTI

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian

Daftar Pustaka

BAB I

Page 4: Makalah SLE 10

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya diduga karena adanya perubahan sistem imun (Albar, 2003). SLE termasuk penyakit collagen-vascular yaitu suatu kelompok penyakit yang melibatkan sistem muskuloskeletal, kulit, dan pembuluh darah yang mempunyai banyak manifestasi klinik sehingga diperlukan pengobatan yang kompleks. Etiologi dari beberapa penyakit collagen-vascular sering tidak diketahui tetapi sistem imun terlibat sebagai mediator terjadinya penyakit tersebut (Delafuente, 2002). Berbeda dengan HIV/AIDS, SLE adalah suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan sistem kekebalan tubuh sehingga antibodi yang seharusnya ditujukan untuk melawan bakteri maupun virus yang masuk ke dalam tubuh berbalik merusak organ tubuh itu sendiri seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah, leukosit, atau trombosit. Karena organ tubuh yang diserang bisa berbeda antara penderita satu dengan lainnya, maka gejala yang tampak sering berbeda, misalnya akibat kerusakan di ginjal terjadi bengkak pada kaki dan perut, anemia berat, dan jumlah trombosit yang sangat rendah (Sukmana, 2004).

Penyakit sistemik lupus eritmatasus (SLE) tampaknya terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan auto antibodi yang berlebihan, limfadenopati terjadi pada 50% dari seluruh pasien SLE pada waktu tertentu selama perjalanan penyakit tersebut. Sistemik lupus eritematosus (SLE) merupakan salah satu penyakit autoimun yang disebabkan oleh disregulasi sistim imunitas dan secara garis besar dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu endokrin-metabolik, lingkungan dan genetik.Gangguan renal juga terdapat pada sekitar 52% penderita SLE. Pada sebagian pasien, gangguan awal pada kulit dapat menjadi prekursor untuk terjadinya gangguan yang bersifat lebih sistemik.

B.    Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa keperawatan dapat mengetahui dan memahami konsep dasar tentang penyakit Sistemik Lupus Eritematosus dan juga gambaran asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien.

C.    Metode dan Teknik Penulisan

Banyak kasus-kasus mengenai gangguan pada sistem imun tetapi penulis hanya membatasi masalah tentang SLE.

BAB II

Page 5: Makalah SLE 10

TINJAUAN TEORITIS

 

A. DefinisiSistemik Lupus Eritematosus (SLE) atau Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit otoimun yang terjadi karena produksi antibodi terhadap komponen inti sel tubuh sendiri yang berkaitan dengan manifestasi klinik yang sangat luas pada satu atau beberapa organ tubuh, dan ditandai oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat episodik diselangi episode remisi.

Insidens LES pada anak secara keseluruhan mengalami peningkatan, sekitar 15-17%. Penyakit LES jarang terjadi pada usia di bawah 5 tahun dan menjelang remaja. Perempuan lebih sering terkena dibanding laki-laki, dan rasio tersebut juga meningkat seiring dengan pertambahan usia.

Prevalensi penyakit LES di kalangan penduduk berkulit hitam ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk berkulit putih. 

Manifestasi klinis LES sangat bervariasi dengan perjalanan penyakit yang sulit diduga, tidak dapat diobati, dan sering berakhir dengan kematian. Kelainan tersebut merupakan sindrom klinis disertai kelainan imunologik, seperti disregulasi sistem imun, pembentukan kompleks imun dan yang terpenting ditandai oleh adanya antibodi antinuklear, dan hal tersebut belum diketahui penyebabnya. yang berkaitan dengan manifestasi klinik yang sangat luas pada satu atau beberapa organ tubuh, dan ditandai oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat episodik diselangi episode remisi.

B. Epidemiologi

SLE lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria dengan perbandingan 10 : 1. Perbandingan ini menurun menjadi 3 : 2 pada lupus yang diinduksi        oleh obat. Penyakit SLE juga menyerang penderita usia produktif                          yaitu 15 – 64 tahun. Meskipun begitu, penyakit ini dapat terjadi pada semua orang tanpa membedakan usia dan jenis kelamin (Delafuente, 2002). Prevalensi SLE berbeda – beda untuk tiap etnis yaitu etnis Afrika – Amerika mempunyai prevalensi sebesar 1 kasus per 2000 populasi, Cina 1 dalam 1000 populasi, 12 kasus per 100.000 populasi terjadi di Inggris, 39 kasus dalam 100.000 populasi terdapat di Swedia. Di New Zealand, terjadi perbedaan prevalensi antara etnis Polynesian sebanyak 50 kasus per 100.000 populasi dengan orang kulit putih sebesar 14,6 kasus dalam 100.000 populasi (Bartels, 2006).

C. Etiologi

Page 6: Makalah SLE 10

Sampai saat ini penyebab SLE belum diketahui. Secara garis besar dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu endokrin-metabolik, genetik dan lingkungan.

Faktor genetik mempunyai peranan yang sangat penting dalam kerentanan dan ekspresi penyakit SLE. Sekitar 10% – 20% pasien SLE mempunyai kerabat dekat (first degree relative) yang menderita SLE. Angka kejadian SLE pada saudara kembar identik (24-69%) lebih tinggi daripada saudara kembar  non-identik (2-9%). Penelitian terakhir menunjukkan bahwa banyak gen  yang berperan antara lain haplotip MHC terutama HLA-DR2 dan HLA-DR3, komponen komplemen yang berperan pada fase awal reaksi pengikatan komplemen yaitu C1q, C1r, C1s, C3, C4, dan C2, serta gen-gen yang mengkode reseptor sel T, imunoglobulin, dan sitokin (Albar, 2003) .

Faktor lingkungan yang menyebabkan timbulnya SLE yaitu sinar UV  yang mengubah struktur DNA di daerah yang terpapar sehingga menyebabkan perubahan sistem imun di daerah tersebut serta menginduksi apoptosis dari sel keratonosit. SLE juga dapat diinduksi oleh obat tertentu khususnya pada asetilator lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat, obat banyak terakumulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan obat untuk berikatan dengan protein tubuh.  Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang benda asing tersebut (Herfindal et al., 2000). Makanan seperti wijen (alfafa sprouts) yang mengandung asam amino L-cannavine dapat mengurangi respon dari sel limfosit T dan B sehingga dapat menyebabkan SLE (Delafuente, 2002). Selain itu infeksi virus dan bakteri juga menyebabkan perubahan pada sistem imun dengan mekanisme menyebabkan peningkatan antibodi antiviral sehingga mengaktivasi sel B limfosit nonspesifik yang akan memicu terjadinya SLE   (Herfindal et al., 2000).

Gejala Penyakit Lupus atau Sistemik Lupus Eritematosus

Beberapa Gejala klinik penyakit lupus adalah:

Kulit : Sebesar 2 sampai 3% lupus discoid terjadi pada usia dibawah 15 tahun. Sekitar 7% Lupus diskoid akan menjadi LES dalam waktu 5 tahun, sehingga  perlu dimonitor secara rutin Hasil pemeriksan laboratorium menunjukkan adanya antibodi antinuclear (ANA) yang disertai peningkatan kadar IgG yang tinggi dan lekopeni ringan.

Serositis (pleuritis dan perikarditis) : gejala klinisnya berupa nyeri waktu inspirasi dan pemeriksaan fisik dan radiologis menunjukkan efusi pleura atau efusi parikardial.

Ginjal : Pada sekitar 2/3 dari anak dan remaja LES akan timbul gejala lupus nefritis. Lupus nefritis akan diderita sekitar 90% anak dalam tahun pertama terdiagnosanya LES. Berdasarkan klasifikasi WHO, urutan jenis lupus nefritis yang terjadi pada anak berdasarkan

Page 7: Makalah SLE 10

prevalensinya adalah : (1) Klas IV, diffuse proliferative glomerulonephritis (DPGN) sebesar 40%-50%; (2) Klas II, mesangial nephritis (MN) sebesar 15%-20%; (3) Klas III, focal proliferative (FP) sebesar  10%-15%; dan (4) Klas V, membranous pada > 20%.

Hematologi : Kelainan hematologi yang sering terjadi adalah limfopenia, anemia, trombositopenia, dan lekopenia.

Pneumonitis interstitialis : Merupakan hasil infiltrasi limfosit. Kelainan ini sulit dikenali dan sering tidak dapat diidentifikasi. Biasanya terdiagnosa setelah mencapai tahap lanjut.

Susunan Saraf Pusat (SSP) : Gejala SSP bervariasi mulai dari disfungsi serebral global dengan kelumpuhan dan kejang sampai gejala fokal seperti nyeri kepala dan kehilangan memori. Diagnosa lupus SSP ini membutuhkan evaluasi untuk mengeksklusi ganguan psikososial reaktif, infeksi, dan metabolik.  Trombosis vena serebralis bisanya terkait dengan antibodi antifosfolipid. Bila diagnosa lupus serebralis sudah diduga, konfirmasi dengan CT Scan perlu dilakukan.

Arthritis : Dapat terjadi pada lebih dari 90% anak dengan LES. Umumnya simetris, terjadi pada beberapa sendi besar maupun kecil. Biasanya sangat responsif terhadap terapi dibandingkan dengan kelainan organ yang lain pada LES. Berbeda dengan JRA, arthritis LES umumnya sangat nyeri, dan nyeri ini tak proporsional dengan hasil pemeriksaan fisik sendi. Pemeriksaan radiologis menunjukkan osteopeni tanpa adanya perubahan pada tulang sendi. Anak dengan JRA polyarticular yang beberapa tahun kemudian dapat menjadi LES.

Fenomena Raynaud : Ditandai oleh keadaan pucat, disusul oleh sianosis, eritema dan kembali hangat. Terjadi karena disposisi kompleks imun di endotelium pembuluh darah dan aktivasi komplemen lokal.

D. Patofisiologi

Penyakit SLE tampaknya terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal dan lingkungan. Obat-obat tertentu hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan disamping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-obatan.

Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya merangsang antibodi tambahan dan siklus

tersebut berulang kembali. Brunner & Suddarth Edisi 8, Vol,3

Page 8: Makalah SLE 10

E. Manifestasi Klinis

Keluhan utama dan pertama SLE adalah artralgia, dapat juga timbul artritis nonerosif pada dua atau lebih sendi perifer. Pasien mengeluh lemas, lesu dan capek sehingga menghalanginya beraktivitas. Demam pegal linu seluruh tubuh, nyeri otot dan penurunan BB-terdapat kelainan kulit spesifik berupa bercak malar menyerupai kupu-kupu dimuka dan eritema umum yang menonjol. Terdapat kelainan kulit menahun berupa bercak diskoid yang bermula sebagai eritema papul atau plak bersisik. Dapat pula terjadi kelaian darah berupa anemia hemoditik, kelainan ginjal, pneumonitis, kelainan jantung, gastrointestinal, gangguan saraf dan kelainan psikatrik.

F. Penatalaksanaan

Penanganan SLE mencakup penatalaksanaan penyakit akut dan kronik. Penyakit akut memerlukan intervensi yang ditujukan untuk mengendalikan peningkatan aktivitas penyakit atau

eksaserbasi yang dapat meliputi setiap sistem organ. . Brunner & Suddarth Edisi 8, Vol,3

Penatalaksanaan keadaan yang lebih kronik meliputi pemantauan periodik dan pengenalan berbagai perubahan klinis yang bermakna yang memerlukan penyesuian terapi. Preparat NSAID digunakan untuk mengatasi manifestasi klinis minor dan kerapkali dipakai bersama kortikosteroid dalam upaya untuk meminimalkan kebutuhan kortikosteroid, kortikosteroid merupakan satu-satunya obat paling penting yang tersedia untuk pengobatan SLE. Preporat ini digunakan secara topikal untuk mengobati manifestasi kistaneus. Pemberian bolus IV dianggap sebagai terapi alternatif yang bisa menggantikan terapi oral dosis tinggi. Obat-obat antimalaria merupakan preparat yang efektif untuk mengatasi gejala kutaneus muskula skelatal dan sistemik ringan dari SLE. Preparat imunosupresan digunakan karena efeknya pada fungsi imun.

Jenis penatalaksanaan ditentukan oleh beratnya penyakit. Luas dan jenis gangguan organ harus ditentukan secara hati-hati. Dasar terapi adalah kelainan organ yang sudah terjadi. Adanya infeksi dan proses penyakit bisa dipantau dari pemeriksaan serologis. Monitoring dan evaluasi bisa dilakukan dengan parameter laboratorium yang dihubungkan dengan aktivitas penyakit.

Penyakit LES adalah penyakit kronik yang ditandai dengan remisi dan relaps. Terapi suportif tidak dapat dianggap remeh. Edukasi bagi orang tua dan anak penting dalam merencanakan program terapi yang akan dilakukan. Edukasi dan konseling memerlukan tim ahli yang berpengalaman dalam menangani penyakit multisistem pada anak dan remaja, dan harus meliputi ahli reumatologi anak, perawat, petugas sosial dan psikologis. Nefrologis perlu dilibatkan pada awal penyakit untuk pengamatan yang optimal terhadap komplikasi ginjal. Demikian pula keterlibatan dermatologis dan nutrisionis juga diperlukan. Perpindahan terapi ke masa dewasa harus direncanakan sejak remaja.

Page 9: Makalah SLE 10

Diet seimbang dengan masukan kalori yang sesuai. Dengan adanya kenaikan berat badan akibat penggunaan obat glukokortikoid, maka perlu dihindari makanan “junk food” atau makanan mengandung tinggi sodium untuk menghindari kenaikan berat badan berlebih. Penggunaan tabir surya dengan kadar SPF lebih dari 15 perlu diberikan pada anak jika berada di luar rumah, karena dapat melindungi dari sinar UVB. Pencegahan infeksi dilakukan dengan cara imunisasi, karena risiko infeksi meningkat pada anak dengan LES. Pemberian antibiotik sebagai profilaksis harus dihindari dan hanya diberikan sesuai dengan hasil kultur.

Terdapat beberapa patokan untuk penatalaksanaan infeksi pada penderita lupus, yaitu 1) diagnosis dini dan pengobatan segera penyakit infeksi, terutama infeksi bakterial, 2) sebelum dibuktikan penyebab lain, demam disertai leukositosis (leukosit >10.000) harus dianggap sebagai gejala infeksi, 3) gambaran radiologi infiltrat limfositik paru harus dianggap dahulu sebagai infeksi bakterial sebelum dibuktikan sebagai keadaan lain, dan 4) setiap kelainan urin harus dipikirkan dulu kemungkinan pielonefritis.

Lupus diskoid

Terapi standar adalah fotoproteksi, anti-malaria dan steroid topikal. Krim luocinonid 5% lebih efektif dibadingkan krim hidrokrortison 1%. Terapi dengan hidroksiklorokuin efektif pada 48% pasien dan acitrenin efektif terhadap 50% pasien.

Serositis lupus (pleuritis, perikarditis)

Standar terapi adalah NSAIDs (dengan pengawasan ketat terhadap gangguan ginjal), antimalaria dan kadang-kadang diperlukan steroid dosis rendah.

Arthritis lupus

Untuk keluhan muskuloskeletal, standar terapi adalah NSAIDs dengan pengawasan ketat terhadap gangguan ginjal dan antimalaria. Sedangkan untuk keluhan myalgia dan gejala depresi diberikan serotonin reuptake inhibitor antidepresan (amitriptilin).

Miositis lupus

Standar terapi adalah kortikosteroid dosis tinggi (dimulai dengan prednison dosis 1-2 mg/kg/hari dalam dosis terbagi, bila kadar komplemen meningkat mencapai normal, dosis di tapering off secara hati-hati dalam 2-3 tahun sampai mencapai dosis efektif terendah. Metode lain yang digunakan untuk mencegah efek samping pemberian harian adalah dengan cara pemberian prednison dosis alternate yang lebih tinggi (5 mg/kg/hari, tak lebih 150-250 mg), metrotreksat atau azathioprine.

Fenomena Raynaud

Page 10: Makalah SLE 10

Standar terapinya adalah calcium channel blockers, misalnya nifedipin;  alfa 1 adrenergic-receptor antagonist dan nitrat, misalnya isosorbid mononitrat.

Lupus nefritis

Tidak ada terapi khusus pada klas I dari klasifikasi WHO. Lupus nefritis kelas II (mesangial) mempunyai prognosis yang baik dan membutuhkan terapi minimal. Peningkatan proteinuria harus diwaspadai karena menggambarkan perubahan status penyakit menjadi lebih parah. Lupus nefritis kelas III (focal proliferative Nefritis/FPGN) memerlukan terapi yang sama agresifnya dengan  DPGN, khususnya bila ada  lesi focal necrotizing. Pada Lupus nefritis kelas IV (DPGN) kombinasi kortikosteroid dengan siklofosfamid intravena ternyata lebih baik dibandingkan bila hanya dengan prednison. Siklofosfamid intravena telah digunakan secara luas baik untuk DPGN maupun bentuk lain dari lupus nefritis. Azatioprin telah terbukti memperbaiki outcome jangka panjang untuk tipe DPGN. Prednison dimulai dengan dosis tinggi harian selama 1 bulan, bila kadar komplemen meningkat mencapai normal, dosis di tapering off secara hati-hati selama 4-6 bulan. Siklofosfamid intravena diberikan setiap bulan, setelah 10-14 hari pemberian, diperiksa kadar lekositnya. Dosis siklofosfamid selanjutnya akan dinaikkan atau diturunkn tergantung pada jumlah lekositnya (normalnya 3.000-4.000/ml). Pada Lupus nefritis kelas V regimen terapi yang biasa dipakai adalah (1). monoterapi dengan kortikosteroid. (2). terapi kombinasi kortikosteroid dengan siklosporin A, (3). sikofosfamid, azathioprine,atau klorambusil. Proteinuria sering bisa diturunkan dengan ACE inhibitor. Pada Lupus nefritis kelas V tahap lanjut. pilihan terapinya adalah dialisis dan transplantasi renal.

Gangguan hematologis

Untuk trombositopeni,  terapi yang dipertimbangkan pada kelainan ini adalah kortikosteroid, imunoglobulin intravena, anti D intravena, vinblastin, danazol dan splenektomi. Sedangkan untuk anemi hemolitik, terapi yang dipertimbangkan adalah kortikosteroid, siklfosfamid intravena, danazol dan splenektomi.

Pneumonitis interstitialis lupus

Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan siklfosfamid intravena.

Vaskulitis lupus dengan keterlibatan organ penting Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan siklfosfamid intravena.

1. Penggunaan dosis rendah harian kortikosteroid dengan dosis  tinggi intermitten intravena disertai suplementasi vitamin D dan kalsium bisa mempertahankan densitas mineral tulang. Fraktur patologis jarang terjadi pada anak SLE. Resiko fraktur bisa dicegah dengan intake kalsium dan program exercise yang lebih baik. Melalui program alternate, efek samping steroid pada pertumbuhan bisa dikurangi. Sebelum menetapkan efek obat, penyebab endokrin seperti tiroiditis dan defisiensi hormon pertumbuhan harus dieksklusi.

Page 11: Makalah SLE 10

Nekrosis avaskuler bisa terjadi pada       10-15% pasien LES anak yang mendapat steroid dosis tinggi dan jangka panjang.

G. Pemeriksaan Penunjang atau Diagnostik

1. Tidak ada gejala atau tanda-tanda tunggal yang cukup untuk menegakkan diagnosa. Bila seorang anak diduga LES pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan indikator inflamasi, uji autoantibodi (khususnya ditujukan pada antigen nuklear), pemeriksaan untuk evaluasi keterlibatan organ dan pemeriksaan untuk memantau efek terapi, termasuk toksisitas obat.

2. Secara umum anjuran pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah  Analisis darah tepi lengkap (darah besar dan LED), Sel LE, Antibodi antinuclear (ANA), Anti-dsDNA (anti DNA natif), Autoantibodi lain (anti SM, RF, antifosfolipid, antihiston, dll), Titer komplemen C3, C4 dan CH50, Titer IgM, IgG, IgA, Krioglobulin, Masa pembekuan, Serologi sifilis (VDRL), Uji Coombs, Elektroforesis protein, Kreatinin dan ureum darah, Protein urin (total protein dalam 24 jam), Biakan kuman, terutama dalam urin dan foto rontgen dada.

3. Mengingat banyaknya pemeriksaan yang dilakukan bila tidak terdapat berbagai macam komplikasi atau karena pertimbvangan biaya maka dapat dilakukan permeriksaan awal yang penting seperti darah lengkap dan hitung jenis, trombosit, LED, ANA, urinalisis, sel LE dan  antibodi anti-ds DNA.

KOMPLIKASI

Komplikasi LES pada anak meliputi:

Hipertensi (41%) Gangguan pertumbuhan (38%) Gangguan paru-paru kronik (31%) Abnormalitas mata (31%) Kerusak.an ginjal permanen (25%) Gejala neuropsikiatri (22%) Kerusakan muskuloskeleta (9%) Gangguan fungsi gonad (3%)

 H. Asuhan Keperawatan

Page 12: Makalah SLE 10

1.     PENGKAJIAN

a) Inspeksi Kulit.b) Pengkajian kardiovaskuler mencakup auskultasi untuk mendengarkan friction rub

perikardium.c)  Pembengkakan sendi, nyeri tekan, sendi yang terasa hangat, nyeri saat

digerakkan dan kaku semuanya.d) Pengkajian neurologik, ditujukan untuk mengenali dan menjelaskan setiap

permasalahan pada sistem saraf pusat.e) Tanda-tanda depresi, kejang-kejang.

2.     DIAGNOSA KEPERAWATAN

a) Resiko tinggi terhadap cedera b.d peningkatan kerentanan dermal sekunder terhadap proses penyakit.

b) Resiko tinggi inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik b.d kurang pengetahuan tentang SLE.

c) Gangguan citra tubuh b.d perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang diakibatkan oleh penyakit kronis.

3.     INTERVENSI

Diagnosa keperawatan I :

Resiko tinggi terhadap cedera b.d peningkatan kerentanan dermal sekunder terhadap proses penyakit.

Tujuan:

Kriteria hasil

Klien mampu mengidentifikasi faktor penyebab yang dapat meningkatkan aktivitas. Klien mampu mengidentifikasi tindakan untuk mengurangi kerusakan kulit.

No Intervensi Rasional  

Page 13: Makalah SLE 10

1 Jelaskan hubungan pemajanan matahari dan aktivitas penyakit.

Mendorong klien untuk membatasi pemajanan matahari.  

2 Identifikasi strategi untuk membatasi pemajanan matahari.

Klien dengan SLE harus membuat setiap usaha untuk meminimalkan pemajanan matahari.

Jelaskan pentingnya menghindari sinar fluoresen.

Matahari, fluoresen menghasilkan pancaran sinar ultraviolet.

Ajarkan klien untuk menjaga agar ulkus bersih dan kulit lembab.

Menurunkan bakteri pada kulit mengurangi resiko infeksi.

 

 

 

3 Ajarkan untuk mengenali tanda dan gejala vaskulitis.

 

Inflamasi vaskuler dari pembuluh darah paling kecil, kapiler dan venula dapat menyebabkan oklusi.

Diagnosa keperawatan II :

Page 14: Makalah SLE 10

Resiko tinggi inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik b.d kurang pengetahuan tentang SLE.

Tujuan:

Kriteria Hasil

o   Menyebutkan penggunaan obat-obatan yang tepat.

o   Mengidentifikasi komponen standar program pengobatan.

No Intervensi Rasional1 Jelaskan SLE menggunakan alat bantu

pengajaran sesuai dengan tingkat pengertian klien dan rasional.

Pengertian dapat membantu memperbaiki kepatuhan dan menurunkan eksaserbasi.

2 Ajarkan klien untuk menggunakan obat-obatan yang tepat dan melaporkan gejala efek samping.

 

Pengetahuan dan kesesuaian yang tepat pada program pengobatan dapat membantu menurunkan komplikasi dan mendeteksi efek samping dini.

 3 Ajarkan pentingnya keseimbangan aktivitas

dan istirahat.Mencegah kelelahan dan mempertahankan tingkat tertinggi kemandirian berfungsi.

4 Ajarkan pentingnya perawatan mulut yang cermat dan berhati-hati.

Vaskulitis dapat meningkatkan resiko lesi mulut dan cedera.

5 Jelaskan hubungan stress dan gangguan autoimun.

Menurunkan stress dan keletihan yang berkaitan dengan konflik yang tak teratasi.

 

Diagnosa keperawatan III :

Page 15: Makalah SLE 10

Gangguan citra tubuh b.d perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang diakibatkan oleh penyakit kronis.

Tujuan:

Kriteria Hasil

o   Mencapai rekonsiliasi antara konsep diri dan perubahan fisik serta psikologik yang ditimbulkan oleh SLE.

No Intervensi Rasional1 Bantu klien untuk mengenali unsur-unsur pengendalian

gejala penyakit dan penanganannya.

 

Konsep diri seseorang dapat diubah oleh penyakit atau penanganannya.

 2 Dorong verbalisasi perasaan, persepsi dan rasa sakit,

membantu menilai situasi sekarang dan mengenali masalahnya, membantu mengenali mekanisme koping pada masa lalu, membantu mengenali mekanisme koping yang efektif.

Strategi koping seseorang menunjukkan kekuatan konsep dirinya.

 3 Kaji tingkat rasa takut pada pasien dan orang terdekat,

perhatikan tanda pengingkaran depresi dan penyempitan fokus perhatian.

 

Membantu menentukan jenis intervensi yang diperlukan.

4 Dorong orang terdekat berpartisipasi dalam asuhan, sesuai indikasi.

 

Keterlibatan meningkatkan perasaan berbagi menguatkan perasaan berguna memberikan kesempatan untuk mengakui kemampuan individu.

 

 

 

 

 

Page 16: Makalah SLE 10

 

 

BAB III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Lupus eritematosus sistemik (LES) merupakan salah satu penyakit autoimun yang disebabkan oleh disregulasi sistim imunitas. SLE dapat menyerang berbagai sistem organ dan keparahannya berkisar dari sangat ringan sampai berat. Etiologi belum dipastikan, secara garis besar dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu endokrin-metabolik, lingkungan dan genetik. Pencetus fungsi imun abnormal mengakibatkan pembentukan antibodi yang ditujukan terhadap berbagai komponen tubuh. Tidak ada suatu tes laboratorium tunggal yang dapat memastikan diagnosis SLE. Masalah yang paling sering dirasakan pasien adalah keletihan, gangguan integritas kulit, gangguan citra tubuh dan kurang pengetahuan untuk mengambil keputusan mengenai penatalaksanaan mandiri.

B.    Saran

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunanya, besar harapan kami kepada para pembaca untuk bisa memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah ini menjadi lebih sempurna.

Page 17: Makalah SLE 10

DAFTAR PUSTAKA

 

o   Carpenito, Lynda Juall.1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC

o   Ramali, Ahmad.2003. Kamus Kedokteran. Jakarta : Djambatan

o        www.perdossi.com.

o   Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

o   Brunner, Suddarth.2001. Keperawatan Medikal Bedah Vol 3. Jakarta: EGC

o   Price, Sylvia. A. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC