32
LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. Y Tanggal Lahir : 01 /08/ 1983 Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Makassar Agama : Islam No. RM : 117111 Tanggal masuk : 23 /04/ 2015 Ruangan : RS Ibnu Sina lt.2 Aisyah kamar 5 II. ANAMNESIS : Autoanamnesis Keluhan Utama : Bengkak dan kemerahan pada wajah Anamnesis Terpimpin : Pasien datang dengan keluhan utama bengkak dan kemerahan pada wajah yang dialami sejak ± 5 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya wajah bengkak lama kelamaan menjadi kemerahan. Bengkak hanya terjadi diwajah dan di kedua pergelangan tangan. Bibir juga bengkak disertai luka-luka terkelupas. Demam tidak ada. Batuk ada tidak terus menerus dan ada lendir berwarna 1

SLE (Akhram)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sistemik lupus eritematosus

Citation preview

Page 1: SLE (Akhram)

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Y

Tanggal Lahir : 01 /08/ 1983

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Makassar

Agama : Islam

No. RM : 117111

Tanggal masuk : 23 /04/ 2015

Ruangan : RS Ibnu Sina lt.2 Aisyah kamar 5

II. ANAMNESIS : Autoanamnesis

Keluhan Utama : Bengkak dan kemerahan pada wajah

Anamnesis Terpimpin :

Pasien datang dengan keluhan utama bengkak dan kemerahan pada wajah yang

dialami sejak ± 5 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya wajah bengkak

lama kelamaan menjadi kemerahan. Bengkak hanya terjadi diwajah dan di kedua

pergelangan tangan. Bibir juga bengkak disertai luka-luka terkelupas. Demam tidak

ada. Batuk ada tidak terus menerus dan ada lendir berwarna hijau, nyeri menelan ada,

tetapi suara tidak berubah. Nyeri perut ada pada daerah ulu hati, mual ada, muntah

ada, muntah dialami sejak ± 2 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, muntah

proyektil tidak ada, isi muntah berupa air dan sisa makanan, sesak tidak ada. Riwayat

rambut rontok dan nyeri pada persendian ada terutama pada daerah pergelangan

tangan dan kaki. Selain itu, muncul pula bintik-bintik kemerahan pada kaki. Pasien

juga mudah silau dengan sinar matahari. Pasien juga mengeluh nyeri punggung

bawah sekitar 5 hari yang lalu. Nyeri tidak terus menerus, nyeri tidak menjalar hingga

ke paha. Buang air kecil seperti biasa. Buang air besar warna kehitaman sejak ± 3 hari

1

Page 2: SLE (Akhram)

yang lalu. Frekuensi Buang air besar 3 kali konsistensi encer. Tidak ada alergi obat

dan makanan.

Riwayat Penyakit Sebelumnya:

- Tidak ada riwayat hipertensi - Tidak ada riwayat DM

- Tidak ada riwayat TB - Tidak ada riwayat malaria

- Tidak ada riwayat hepatitis

- Riwayat bengkak dan kemerahan pada wajah dialami sejak tahun 2011

Riwayat Psikososial: - Tidak ada riwayat minum alkohol- Tidak ada riwayat merokok

Riwayat Keluarga: - Tidak ada riwayat keluarga yang menderita penyakit dengan keluhan yang

sama

III.STATUS PRESENT

Sakit Sedang / Gizi Kurang / Composmentis

BB = 45 kg

TB = 160 cm

IMT = 17.57 kg/m2

Tanda vital :

Tekanan Darah : 90/60 mmHg

Nadi : 100 x/menit reguler, kuat angkat

Pernapasan : 20 x/menit, Tipe : Thoracoabdominal

Suhu : 37,3oC (axilla)

2

Page 3: SLE (Akhram)

IV. PEMERIKSAAN FISIS

Kepala

Ekspresi : Biasa

Simetris muka : simetris kiri-kanan, tampak malar rash

Deformitas : (-)

Rambut : Hitam lurus, rontok (+)

Mata

Eksoptalmus/Enoptalmus : (-)

Gerakan : ke segala arah

Tekanan bola mata : dalam batas normal

Kelopak Mata : edema palpebra (-)

Konjungtiva : anemis (+)

Sklera : ikterus (-)

Kornea : jernih

Pupil : bulat, isokor 2,5mm/2,5mm

Reflex cahaya +/+

Telinga

Pendengaran : dalam batas normal

Tophi : (-)

Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)

Hidung

Perdarahan : (-)

Sekret : (-)

Mulut

Bibir : pucat (-), kering (+),edema(-), oral

trush (+)

Lidah : kotor (-) tremor (-) hiperemis (-)

Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)

Faring : hiperemis (-)

3

Page 4: SLE (Akhram)

Gigi geligi : caries (-)

Gusi : perdarahan gusi (+)

Rongga mulut : ulkus (+)

Leher

Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran

Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran

DVS : R-2 cm H2 30º dengan bidang datar.

Kaku kuduk : (-)

Tumor : (-)

Dada

Inspeksi :

Bentuk : normochest, simetris kiri = kanan

Pembuluh darah : tidak ada kelainan

Buah dada : simetris kiri = kanan

Sela iga : dalam batas normal

Paru

Palpasi :

Nyeri tekan : (-/-)

Massa tumor : (-/-)

Fremitus raba : normal

Perkusi :

Paru kiri : sonor

Paru kanan : sonor

Batas paru-hepar : ICS V-VI dextra anterior

Batas bawah paru belakang kanan : setinggi CV Th X

Batas bawah paru belakang kiri : setinggi CV Th XI

Auskultasi :

Bunyi pernapasan : Vesikuler

Bunyi tambahan : Rh Wh

4

- -- +- +

- -- -- -

Page 5: SLE (Akhram)

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi : dalam batas normal

batas atas jantung : ICS II sinistra

batas kanan jantung : ICS III-IV linea parasternalis dextra

batas kiri jantung : ICS V linea midclavicularis sinistra

Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular,

bunyi tambahan (-)

Perut

Inspeksi : datar, ikut gerak napas

Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal

Palpasi : NT (-) MT (-)

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ginjal : tidak teraba

Perkusi : Timpani

Alat kelamin : edema (-)

Ekstremitas

Edema -/-

+/+ (minimal)

Discoid rash (+)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

5

Page 6: SLE (Akhram)

VI. ASSESMENT :

Sistemik Lupus Eritematosus

Melena e.c Gastropati Obat

Anemia

LBP (Low Back Pain)

VII. PLANNING

6

Jenis Pemerikaan Hasil (23/04/2015) Nilai Rujukan

WBC 2.3 x 103/uL 4 - 10 x 103/uL

HGB 6,3 g/dL 12 - 18 g/dL

PLT 133x103/uL 150-400x103/uL

MCV 77 80-100 µm3

MCH 23 26-34 pg

MCHC 29,9 32-36 gr/dl

PT 11,2 10-14

APTT 34,1 22.0-30.0

Ureum 66 mg/dL 10-50 mg/dL

Creatinin 0.5 mg/dL L(<1.3), P(<1.1)

GDS 85 140 mg/dl

Natrium 128.600 136.000-146.000

mmol/L

Kalium 1900 3500-5000 mmol/L

Klorida 102.400 98.000-106.000

mmol/L

SGOT 27 Lk(<38), Pr(<31)

SGPT 8 Lk(<41), Pr(<32)

Page 7: SLE (Akhram)

Pengobatan :

Diet lunak

IVFD Nacl 0,9% 30 tpm

Methyl Prednisolon 4mg/8 jam/oral

Omeprazole 40 mg /12jam /IV

Ondasetron 4 mg/12 jam/IV

Rencana selanjutnya :

o Foto thoraks PA

o EKG

o ANA profile

o Sel LE

o Coomb’s test

o Apusan darah tepi

VIII. PROGNOSIS

Quad ad functionam : Dubia et bonam

Quad ad sanationam : Dubia et bonam

Quad ad vitam : Dubia et bonam

IX. FOLLOW UP PASIEN

TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER

24/04/2015

07.00

Interna

S : wajah kemerahan, riwayat

rambut rontok ada, malar rash ada.

Nyeri ulu hati ada, mual ada

muntah tidak ada, batuk ada, lendir

ada warna kehijauan, sesak tidak

ada. Nyeri punggung bawah ada.

BAB kehitaman ada

P:

IVFD NaCl 0.9% 30tpm

Methyl prednisolon 4 mg

/8jam/oral

Omeprazole 40mg/12jam/IV

Ondasetron 4 mg/12 jam/IV

7

Page 8: SLE (Akhram)

O : SS / GK / CM

T : 90/60 mmHg

N : 100 x/i

P : 18 x/i

S : 37,0 C⁰ Anemis (+), ikterus (-)

DVS R-2 cmH2O

BP : Vesikuler Rh +/+

(mediobasal paru) Wh -/-

CV : BJ I/II murni regular, BT

(-)

Peristaltik (+) kesan normal

Hepar & lien tidak teraba

Ekstremitas : akral hangat,

edema -/-

A :

Sistemik Lupus Eritomatosus

Anemia

Melena e.c Gastropati Obat

LBP (Low Back Pain)

Periksa :

Foto Thorax PA

EKG

Konsul Rheumatologi

Konsul Pulmonologi

25/04/2015

07.00

Interna

S : wajah kemerahan, riwayat

rambut rontok ada, malar rash ada.

Nyeri ulu hati ada, mual ada

muntah tidak ada, batuk ada, lendir

ada warna kehijauan, sesak tidak

ada. Nyeri punggung bawah ada.

BAB kehitaman tidak ada

O : SS / GK / CM

P:

IVFD Asering 30 tpm

Methyl prednisolon 4 mg

/8jam/oral

Omeprazole 40 mg/12jam/IV

Ondasetron 4 mg/12 jam/IV

Ambroxol 30 mg/8 jam/oral

8

Page 9: SLE (Akhram)

Anemis (+) ikterus (-)

T : 130/80 mmHg

N : 80 x/i

P : 24 x/i

S : 36.5 oC

BP : vesikuler,

BT : Rh +/+ (mediobasal paru), Wh -/-

BJ : I/II murni regular

Peristaltik (+) kesan normal

Hepar dan lien tidak teraba Ext : Akral hangat, Edema -/-

Hasil :

EKG : tidak ada kelainan pada

gelombang EKG

Foto Thoraks (25/04/2015) : tidak

tampak kelainan pada foto thoraks

A :

Sistemik Lupus Eritematosus

Anemia

Melena e.c Gastropati Obat

LBP (Low Back Pain)

26/04/2015

07.00

Interna

S : wajah kemerahan, riwayat

rambut rontok ada, malar rash ada.

Nyeri ulu hati ada, mual ada

muntah tidak ada, batuk ada, lendir

ada warna kehijauan, sesak tidak

ada Nyeri punggung bawah ada.

BAB kehitaman tidak ada

P:

Methyl prednisolon 4 mg

/8jam/oral

Omeprazole 40mg/12jam/IV

Ondasetron 4 mg/12 jam/IV

Ambroxol 30 mg/8 jam/oral

Klorokuin 2x1 tab

9

Page 10: SLE (Akhram)

O : SS / GK / CM

Anemis (+) ikterus (-)

T : 100/60 mmHg

N : 88 x/i

P : 22 x/i

S : 36,8 oC

BP : vesikuler,

BT : Rh +/+ (mediobasal paru), Wh -/-

BJ : I/II murni regular

Peristaltik (+) kesan normal

Hepar dan lien tidak teraba

Ext : Akral hangat, Edema -/-

A :

Sistemik Lupus Eritematosus

Anemia

Melena e.c Gastropati Obat

LBP (Low Back Pain)

Periksa:

ANA Profile

Sel LE

Analisa Darah Tepi

Coomb’s test

Protein Esbach

27/04/2015

07.00

Interna

S : wajah kemerahan, riwayat

rambut rontok ada, malar rash ada.

Nyeri ulu hati ada, mual ada

muntah tidak ada, batuk ada, lendir

ada warna kehijauan, sesak tidak

ada Nyeri punggung bawah ada.

BAB kehitaman tidak ada

O : SS / GK / CM

Anemis (+) ikterus (-)

T : 130/80 mmHg

N : 76 x/i

P:

Methyl prednisolon 4 mg/8

jam/oral

Omeprazole 40 mg/12 jam/IV

Ondasetron 4 mg/12 jam/IV

Ambroxol 30 mg/8 jam/oral

Kloroquin 2x1 tab

Keterangan:

- Pasien tidak mempunyai dana

untuk pemeriksaan ANA

10

Page 11: SLE (Akhram)

P : 22x/i

S : 36.3 oC

BP : vesikuler,

BT : Rh +/+ (mediobasal paru), Wh -/-

BJ : I/II murni regular

Peristaltik (+) kesan normal

Hepar dan lien tidak teraba Ext : Akral hangat, Edema -/-

A:

Sistemik Lupus Eritematosus

Anemia

LBP (Low Back Pain)

profile, Coomb’s test, ADT

- Pasien tidak menampung urin

untuk pemeriksaan protein

esbach

- Pasien pulang atas permintaan

sendiri

X. RESUME

Pasien perempuan usia 32 tahun datang ke RS dengan keluhan utama

malar rash pada wajah dialami sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit.

Juga didapatkan oral trush pada bibir.

Batuk ada tidak terus menerus, demam tidak ada. Ada lendir warna hijau.

Darah tidak ada

Ada riwayat rambut rontok, artralgia, photosensitivitas

BAB warna kehitaman sejak 3 hari yang lalu. Frekuensi 3 kali, konsistensi

lunak. BAK lancar warna kuning.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan:

Sakit sedang/Gizi kurang/Compos mentis

TD : 90/60 mmHg

Nadi : 100 x/menit reguler; kuat angkat

11

Page 12: SLE (Akhram)

Pernapasan : 20 x/menit, tipe thoracoabdominal

Suhu : 37,3 oC (axilla)

Anemis (+), Ikterus (-), Sianosis (-)

Edema palpebra -/-

Thorax : BP vesikuler, BT : Rh +/+ (mediobasal paru), Wh -/-

Vocal fremitus normal

CV : BJ I/II murni regular, bising (-)

Abdomen : Peristaltik (+) kesan normal, hepar & lien tidak teraba

Ascites (-)

Ekstremitas : edema +/+ (minimal) , arthralgia (+), discoid rash (+)

Pada pemeriksaan penunjang diperoleh hasil laboratorium

o Darah Rutin : WBC = 2.3 x 103/uL

HGB = 6,3 gr/dL

PLT = 133x103/uL

MCV = 77 µm3

MCH = 23 pg

MCHC = 29,9gr/dl

Elektrolit : Ureum = 66 mg/dL

Natrium = 128.600 mmol/L

Kalium = 1900 mmol/L

o Fotothorax AP : tidak tampak kelainan pada foto thoraks

o EKG : tidak ditemukan kelainan gelombang EKG

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang

telah dilakukan, maka pasien didiagnosis:

Sistemik Lupus Eritematosus

Melena e.c Gastropati Obat

Anemia

LBP (Low Back Pain)

12

Page 13: SLE (Akhram)

XI. DISKUSI

Ditegakkannya SLE sebagai diagnosis pada pasien ini, mengacu pada kriteria

diagnosis American College of Rheumatology, yang menyatakan tegaknya diagnosis

SLE dengan didapatkannya 4 atau lebih dari 11 kriteria, yakni :

1. Ruam malar

2. Ruam diskoid

3. Fotosensitivitas

4. Ulserasi di mulut atau nasofaring

5. Artritis

6. Serositis, yaitu pleuritis atau perikarditis

7. Kelainan ginjal, yaitu proteinuria persisten >0,5 gr/hari, atau adanya silinder

sel

8. Kelainan neurologik, yaitu kejang-kejang atau psikosis

9. Kelainan hematologi, yaitu anemia hemolitik, atau lekopenia atau limfopenia,

atau trombositopenia

10. Kelainan imunologik, yaitu sel LE positif atau anti ds-DNA positif, atau anti

Sm positif atau tes serologik untuk sifilis yang positif palsu.

11. Antibodi antinuklear (ANA) positif

Pada pasien ini, ditemukan 4 dari 11 kriteria yang mendukung diagnosis SLE,

yakni ruam discoid, oral rush, fotosensitifitas, ruam malar, dan arthralgia. Arthralgia,

keluhan yang dijumpai pada pasien ini, dapat diberikan pengobatan analgetik

sederhana atau antiinflamasi non steroid. Yang harus diperhatikan pada penggunaan

obat-obat ini adalah efek sampingnya, agar tidak memperberat keadaan umum pasien.

Efek samping terhadap sistem gastrointestinal, hepar, dan ginjal harus diperhatikan,

misalnya dengan memeriksa serum kreatinin secara berkala. Dapat pula

dipertimbangkan pemberian anti malaria dengan efek imunosupresifnya, misalnya

hidrosikloklorokuin dengan dosis awal 400 mg/hari, namun harus segera distop bila

dalam waktu 6 bulan obat ini tidak memberikan efek yang baik. Pada pasien yang

13

Page 14: SLE (Akhram)

tidak menunjukkan respon adekuat dengan analgetik, antiinflamasi non steroid, atau

anti malaria, dapat dipertimbangkan pemberian kortikosteroid dosis rendah dengan

dosis tidak lebih 15 mg setiap pagi.

Nyeri pada 1 atau 2 sendi yang menetap pada pasien SLE yang tidak menunjukkan

bukti tambahan peningkatan aktivitas penyakitnya, harus dipikirkan kemungkinan

adanya osteonekrosis, apalagi bila pasien mendapat terapi kortikosteroid dari awal.

Sehingga pasien ini mendapat Osteocal yang berisi kalsium karbonat. Efek samping

dari pemberian kortikosteroid berupa perdarahan lambung, dicegah dengan

pemberian omeprazole.

Prognosis dari penderita, pada kasus ini adalah jelek, tetapi kemungkinan

hidup lima tahun pada penderita sebesar 91%. Karena pada kasus ini, belum terdapat

kelainan pada ginjalnya. Pada penderita SLE tanpa keterlibatan ginjal,

kemungkinan hidup 15 tahun lagi sebanyak 84%.

14

Page 15: SLE (Akhram)

XII. PEMBAHASAN

Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah penyakit radang multisistem yang

sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang sebabnya belum

diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik

remisi dan eksaserbasi, disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibodi dalam

tubuh.

SLE merupakan prototipe penyakit autoimun multisistem. Berbeda dengan

penyakit autoimun yang organ-spesific di mana suatu respon autoimun tunggal

mempunyai sasaran terhadap suatu jaringan tertentu dan menimbulkan gejala klinis

yang karakteristik, SLE ditandai oleh munculnya sekumpulan reaksi imun abnormal

yang mengahasilkan beragam manifestasi klinis.

Patogenesis

Penyebab SLE sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Teori yang paling

dapat diterima adalah akibat disfungsi sistim imunoregulasi, karena adanya faktor

predisposisi genetik pada pembentukan sel limfosit T supresor yang abnormal

kemungkinan akibat pengaruh faktor lingkungan. Berbagai keadaan sitokin yang

terjadi pada SLE ialah penurunan jumlah IL-1 dan peningkatan IL-6, IL-4 dan IL-6.

Ketidakseimbangan sitokin ini dapat meningkatkan aktivasi sel B untuk membentuk

antibodi. Penderita SLE akan mengalami penurunan jumlah serta fungsi sel T

supresor, sehingga jumlah serta fungsi sel B akan meningkat, demikian pula

autoantibodi anti-limfosit T supresor. Sel T yang abnormal ini akan sangat

mempengaruhi kontrol terhadap fungsi sel T helper dan sel B sehingga timbul

pembentukan autoantibodi. Terbentuknya autoantibodi terhadap dsDNA, berbagai

macam ribonukleoprotein intraselular, sel-sel darah dan fosfolipid semuanya khas

untuk SLE. Profil autoantibodi ini sangat bervariasi antara masing-masing pengidap

SLE, tetapi pola antibodi yang sama boleh dikatakan tetap pada seorang pasein.

Kompleks autoantigen-autoantibodi terbentuk, terutama di dalam sirkulasi yang

15

Page 16: SLE (Akhram)

kemudian mengendap pada jaringan terutama yang mempunyai sifat sebagai

penyaring seperti glomerulus ginjal. Peningkatan aktifitas autoantibodi akan disertai

dengan bertambahnya kerusakan yang ditimbulkan. Walaupun beberapa autoantibodi

ini mempunyai efek patogenik langsung (misalnya antieritrosit, antitrombosit,

antifosfolipid), kebanyakan antibodi antinuklir ini berperan dalam timbulnya penyakit

melalui mekanisme kerusakan jaringan yang berperantara kompleks imun. Kompleks

imun tersebut dapat juga berkaitan dengan komplemen yang akhirnya berikatan

dengan reseptor C3b di sel darah merah yang akan menimbulkan hemolisis. Adanya

lupus antokoagulan, yaitu antibodi IgG atau IgM yang mempunyai afinitas terhadap

fosfolipid anionik, akan mengganggu proses koagulasi darah. Pada proses koagulasi

darah yang normal, fosfolipid anionik ini bersama-sama dengan faktor Xa, Va dan

kalsium membentuk enzim protrombinase yang selanjutnya akan mengubah

protrombin menjadi trombin yang akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin.Bila

komplek imun melalui hepar maka akan dieliminasi dengan cara mengikat C3bR dan

bila melalui limpa akan diikat oleh FcR. IgG. Ketidakmampuan kedua organ tersebut

akan menimbulkan manifestasi klinik berupa hemolisis. Dengan diaktifkannya sistim

komplemen, akan terjadi kemotaksis sel neutrofil dan makrofag, pelepasan enzim

proteolitik, aktifasi sistim koagulasi darah serta bermacam-macam mediator radang

seperti kinin pada lokasi endapan kompleks imun tersebut, sehingga menimbulkan

kerusakan serta lisis jaringan.

Faktor Resiko

Prevalensi bervariasi di tiap negara. Di Indonesia sampai saat ini belum pernah

dilaporkan. Pada dekade terakhir terlihat adanya kenaikan kasus yang berobat di

RSCM Jakarta. Salah satu faktor adalah kewaspadaan dokter yang meningkat. Untuk

ini perlu upaya penyebarluasan gambaran klinis kasus SLE yang perlu diketahui

sehingga diagnosis lebih dini dan pengobatan lebih adekuat. Baron dkk melaporkan

keterlibatan ginjal lebih sering ditemukan pada SLE dengan onset usia kurang dari 18

tahun. Sedangkan pada penelitian Font dkk lesi diskoid dan serositis lebih sering

16

Page 17: SLE (Akhram)

ditemukan sebagai manifestasi awal pasien SLE laki-laki, sedangkan artritis lebih

jarang. Samanta dkk pada penelitian populasi Asia dan kulit putih di Inggris

melaporkan kelainan ginjal lebih sering ditemukan di populasi Asia. Wanita lebih

sering terkena dibanding laki-laki dan umumnya pada kelompok usia produktif

Paling sedikit 5% dari penderita SLE disertai riwayat keluarga yang juga

menderita kelainan sama. Dugaan adanya faktor genetik serta lingkungan sangat

penting dalam timbulnya kelainan baik klinis maupun serologis. Penelitian genetik

terutama yang menyangkut HLA tidak dapat memberikan kepastian adanya hubungan

antara HLA A/B/C dengan SLE, akan tetapi HLA DW2 dan DW3 mungkin dapat

merupakan faktor predisposisi. Pada penderita SLE dijumpai peningkatan Ia - 715

serta defisiensi komplemen bila dibandingkan dengan penderita bukan SLE.

Banyak fakta menunjukkan bahwa pada individu yang secara acak genetik sensitif,

beberapa stimulus lingkungan akan sangat mempengaruhi DNA, jaringan

imunoregulator atau keduanya sehingga dapat mengakibatkan pembentukan antibodi

terhadap inti sel. Faktor stimulus ini antara lain infeksi virus, sinar ultra violet,

paparan dengan obat tertentu, dan sebagainya. dapat menjadi pencetus manifestasi

SLE atau mem-perberat penyakit yang ada, seperti yang dikemukakan oleh beberapa

peneliti:

- SLE dapat ditimbulkan oleh adanya respon imun yang abnormal terhadap

suatu infeksi virus.

- Hampir sepertiga penderita SLE ditemukan antibodi terhadap inti sel yang

rusak akibat sinar ultra violet.

- Beberapa obat tertentu dapat mepengaruhi / mengubah DNA sehingga

merangsang pembentukan antibodi terhadap inti sel (ANA). Lima belas

sampai 70% penderita yang menggunakan obat-obatan seperti hidralazin,

prokainamid, metildopa, isoniazid, klorpromazin, hidantoin, etosuksimid,

trimetadion untuk jangka waktu lama akan terbentuk antibodi anti inti sel

(ANA).

17

Page 18: SLE (Akhram)

- Faktor hormonal dapat mempengaruhi gambaran klinis penderita SLE yang

90% wanita pada usia produktif dan 30% penderita mengalami perburukan

pada kehamilan.

Gambaran Klinis

Gambaran klinis utama pada penderita mencakup demam, rashes, artritis, serta

keterlibatan organ seperti ginjal, paru-paru, jantung dan organ lainnya. Perjalanan

penyakit bervariasi dan untuk menegakkan diagnosis digunakan kriteria ARA

(American Rheumatism Association), yang menyatakan tegaknya diagnosis SLE

dengan didapatkannya 4 atau lebih dari 11 kriteria, yakni :

1. Ruam malar

2. Ruam diskoid

3. Fotosensitivitas

4. Ulserasi di mulut atau nasofaring

5. Artritis

6. Serositis, yaitu pleuritis atau perikarditis

7. Kelainan ginjal, yaitu proteinuria persisten >0,5 gr/hari, atau adanya silinder

sel

8. Kelainan neurologik, yaitu kejang-kejang atau psikosis

9. Kelainan hematologi, yaitu anemia hemolitik, atau lekopenia atau limfopenia,

atau trombositopenia

10. Kelainan imunologik, yaitu sel LE positif atau anti ds-DNA positif, atau anti

Sm positif atau tes serologik untuk sifilis yang positif palsu.

11. Antibodi antinuklear (ANA) positif

Derajat SLE

Seringkali terjadi kebingungan dalam proses pengelolaan SLE, terutama

menyangkut obat yang akan diberikan, berapa dosis, lama pemberiandan pemantauan

18

Page 19: SLE (Akhram)

efek samping obat yang diberikan pada pasien. Salah satu upaya yang

dilakukan untuk memperkecil berbagai kemungkinan kesalahan adalah dengan

ditetapkannya gambaran tingkat keparahan SLE.

Penyakit SLE dapat dikategorikan ringan atau berat sampai mengancam nyawa.

Kriteria untuk dikatakan SLE ringan adalah:

1. Secara klinis tenang

2. Tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam nyawa

3. Fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru, jantung, gastrointestinal,

susunan saraf pusat, sendi, hematologi dan kulit. Contoh SLE dengan manifestasi

arthritis dan kulit.

Penyakit SLE dengan tingkat keparahan sedang manakala ditemukan:

1. Nefritis ringan sampai sedang ( Lupus nefritis kelas I dan II)

2. Trombositopenia (trombosit 20-50x103/mm3)

3. Serositis mayor

Penyakit SLE berat atau mengancam nyawa apabila ditemukan keadaan

sebagaimana tercantum di bawah ini, yaitu:

a. Jantung: endokarditis Libman-Sacks, vaskulitis arteri koronaria, miokarditis,

tamponade jantung, hipertensi maligna.

b. Paru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahan paru, pneumonitis, emboli paru,

infark paru, ibrosis interstisial, shrinking lung.

c. Gastrointestinal: pankreatitis, vaskulitis mesenterika.

d. Ginjal: nefritis proliferatif dan atau membranous.

e. Kulit: vaskulitis berat, ruam difus disertai ulkus atau melepuh (blister).

f. Neurologi: kejang, acute confusional state, koma, stroke, mielopati transversa,

mononeuritis, polineuritis, neuritis optik, psikosis, sindroma demielinasi.

g. Hematologi: anemia hemolitik, neutropenia (leukosit <1.000/mm3),

trombositopenia < 20.000/mm3, purpura trombotik trombositopenia, trombositosis

vena dan arteri.

19

Page 20: SLE (Akhram)

Penatalaksanaan

Pada kasus dengan derajat ringan, dapat diberikan pengobatan berupa:

- Aspirin dan obat antiinflamasi non steroid merupakan pilihan utama.

- Dosis disesuaikan dengan derajat penyakitnya.

- Penambahan obat anti malaria hanya dikhususkan bila ada skin rash dan lesi

di mukosa membran.

- Bila pengobatan di atas gagal, dapat ditambah prednison 2,5 mg-5 mg/hari,

dapat dinaikkan secara bertahap 20% tiap 1-2 minggu, sesuai kebutuhan.

Pada kasus dengan derajat berat, pengobatan yang dapat diberikan berupa:

- Pemberian steroid sistemik merupakan pilihan pertama.

- Obat anti inflamasi non steroid dan anti malaria tidak diberikan.

- Pemberian prednison dan lama pemberian disesuaikan dengan kelainan organ

sasaran yang terkena.

20

Page 21: SLE (Akhram)

DAFTAR PUSTAKA

1. Isbagio H, Albar Z, Kasjmir YI, eds. Lupus Eritematosus Sistemik. In : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.p.1214-1221.

2. Djoerban Z. Kelainan Hematologi pada Lupus Eritematosus Sistemik. In : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.p.667-669.

3. Carter MA. Lupus Eritematosus Sistemik. In : Price SA, Wilson LM, ed. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC; 1995.p.1231-1234.

4. Gill MJ, Quisel AM, Rocca PV, et al. Diagnosis of Systemic Lupus Erythematosus. J AmFamPhy. 2003;68:2179-2186

5. Rahman A, Isenberg DA. Systemic Lupus Erythematosus. N Engl J Med. 2008;358:929-939

6. Cervera R, Font J. Therapeutic Perspectives in Systemic Lupus Erythematosus. Curr Rheum Rev. 2005;1:45-47

7. Rhen T, Cidlowski JA. Antinflammatory Action of Glucocorticoids New Mechanism for Old Drugs. N Engl J Med. 2005;353:1711-1723

8. Shmerling RH. Autoantibodies in Systemic Lupus Erythematosus There Before You Know It. N Engl J Med. 2003;349:1499-1500

9. Saraswati PD, Soekrawati E. Systemic Lupus Erythematosus. Dexa Media. 2006;1:26-30

10. Sukmana N. Penatalaksanaan LES pada Berbagai Organ Target. CDK. 2004;142:27-30

11. Petri M. Systemic Lupus Erythematosus. In: Imboden J, Hellman D, Stone J, eds. Current Rheumatology Diagnosis and Treatment. San Fransisco : McGraw Hill; 2007.

21