Upload
sena-wahyu-purwanza
View
255
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
KKIA
Citation preview
ASUHAN KEPERAWATAN PADA SYOK KARDIOGENIK
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Klinik I A
Oleh:Irma Yanti Hidayah 142310101148
KEMENTERIAN PENDIDIKAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JEMBER
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANJl. Kalimantan No.37 Kampus Tegal Boto Jember Telp./Fax (0331) 323450
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cardiogenic shock dianggap sebagai diagnosa klinis dicirikan oleh penurunan output
urine, dan hipotensi Karakteristik klinis lainnya termasuk distensi pembuluh darah di leher,
denyut jantung cepat. Kardiogenik syok merupakan syok yang disebabkan kegagalan jantung,
metabolisme miokard. Apabila lebih dari 40% miokard ventrikel mengalami gangguan, maka
akan tampak gangguan fungsi vital dan kolaps kardiovaskular. Menurut Wolfe RE dan
Fischer CM (2007), mortalitas (angka/rerata kematian) penderita syok kardiogenik sangat
tinggi, mencapai 50-80 persenMenurut Fauci AS, et al. (2008), syok kardiogenik merupakan
penyebab utama (leading cause) dari kematian pasien dengan infark miokard (myocardial
infarct; MI) yang dirawat di rumah sakit. Terapi reperfusi dini untuk infark miokard akut
(acute MI) menurunkan insidens syok kardiogenik.Penderita syok kardiogenik dengan
komplikasi infark miokard akut sekitar 20 persen pada tahun 1960-an, namun telah
berfluktuasi sekitar 8 persen selama lebih dari 20 tahun. Syok terutama berhubungan dengan
ST elevation MI (STEMI) dan kurang umum berkaitan dengan non-ST elevation MI. Dua
pertiga penderita syok kardiogenik memiliki flow-limiting stenoses di ketiga arteri koronaria
mayor (major coronary arteries), dan 20% meninggalkan (left) stenosis di arteri koronaria
utama (main coronary artery stenosis). Perkiraan terbaru kejadian syok kardiogenik antara
5%-10% dari pasien dengan infark miokard. Perkiraan yang tepat sulit karena pasien yang
meninggal sebelum mendapat perawatan di rumah sakit tidak mendapat diagnosa. Dalam
membandingkan monitoring awal dan agresif dapat meningkatkan dengan jelas insiden syok
kardiogenik. Studi dari Worcester Heart Attack, sebuah komunitas analisis terkenal,
menemukan kejadian kardiogenik syok 7,5%. Insiden ini stabil dari tahun 1978-1988.
Manfaat umum penggunaan streptokinase dan jaringan aktivator plasminogen untuk
menghambat kerusakan arteri (GUSTO-1) sedang diteliti. Insiden kardiogenik syok 7,2%
yakni sebuah rata-rata yang ditemukan pada percobaan trombolitik multisenter yang lain.
Kebanyakan penyebab dari kardiogenik syok adalah infark miokard akut, walaupun infark
yang kecil pada pasien dengan sebelumnya mempunyai fungsi ventrikel kiri yang
membahayakan bisa mempercepat shock. Syok dengan onset yang lambat dapat menjadi
infark, reocclusi dari sebelumnya dari infark arteri atau dekompensasio fungsi miokardial
dalam zona noninfark yang disebabkan oleh metabolik abnormal. Itu penting untuk mengenal
area yang luas yang tidak berfungsi tetapi miokardium viable dapat juga menjadi penyebab
atau memberikan kontribusi untuk terjadinya perkembangan kardiogenik syok pada pasien
setelah mengalami infark miokard.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana gambaran tentang Syok Kardiogenik?
1.2.2 Bagaimana asuhan keperawatan pada Syok Kardiogenik?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui gambaran tentang Syok Kardiogenik
1.3.2 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada Syok Kardiogenik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI SYOCK KARDIOGENIK
Syok kardiogenik adalah sindroma klinis akibat dari tidak cukupnya curah jantung untuk
mempertahankan fungsi otot-otot vital akibat disfungsi otot jantung sehingga jantung tidak
dapat mempertahankan perfusi yang cukup untuk permintaan metabolis dari jaringan.
Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak adekuat
seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung ; manifestasinyameliputi
hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan.
Dari segi hemodinamik syok kardiogenik adalah kelainan jantung primer yang
mengakibatkan hal – hal berikut :
Tekanan arteri systole kurang dari 90mmHg ( hipotensi absolute ) atau paling tidak 60
mmHg dibawah tekanan basal ( hipotensi relatif )
Gangguan aliran darah ke organ – organ penting ( kesadaran menurun, vasokontriksi di
perifer origuria ( urine kurang dari 30 ml/jam )
Tidak adanya ganguan preload atau proses nonmiokardial sebagai etiologi syok
( aritmia, asidosis, atau depresan jantung secara farmakologi maupun fisiologik )
Adanya gangguan miokardial primer secara klinik dan laboratorik.
Syok dapat dapat dibagi dalam tiga tahap yang semakin lama semakin berat. Klasifikasi
syok dibagi dalam 3 tahap, yaitu :
1) Tahap I, syok berkompensasi (non-progresif), ditandai dengan respons kompensatorik,
dapat menstabilkan sirkulasi, mencegah kemunduran lebih lanjut.
2) Tahap II, tahap progresif, di tandai dengan manifestasi sistemis dari hipoperfusi dan
kemunduran fungsi organ.
3) Tahap III, refrakter (irreversible), ditandai dengan kerusakan sel yang hebat tidak dapat
lagi dihindari, yang pada akhirnya menuju kematian.
2.2 ETIOLOGI
Syok kardiogenik biasanya disebabkan oleh karena gangguan mendadak fungsi jantung
atau akibat penurunan fungsi kontraktil jantung kronik. Secara praktis syok kardiogenik
timbul karena gangguan mekanik atau miopatik, bukan akibat gangguan elektrik primer.
Etiologi syok kardiogenik adalah :
1. Gangguan kontraktilitas miokardium.
2. Disfungsi ventrikel kiri yang berat
3. Infark miokard akut.
4. Stenosis valvular.
5. Miokarditis
6. Kardiomiopati
7. Regurgitasi valvular akut.
8. Penyebab yang tidak langsung (indirect causes) adalah dari emboli paru
(pulmonary embolism, PE), aortic dissection, pericardial tamponade, atau vascular
disease.
Adapun penyebab syok kardiogenik (cardiogenic shock) atau edem paru (pulmonary
edema) menurut Fauci AS, et al. (2008) adalah sebagai berikut ini:
1. Acute myocardial infarction/ischemia
Misalnya:
a. Gagal ventrikel kiri (left ventricular failure)
b. Ruptur septum ventrikel (ventricular septal rupture/VSR).
c. Papillary muscle/chordal rupture— pada regurgitasi mitral yang
berat.
d. Ventricular free wall rupture dengan subacute tamponade.
e. Kondisi-kondisi lainnya yang merupakan komplikasi dari infark
miokard.
f. Perdarahan (hemorrhage).
g. Infeksi.
h. Excess negative inotropic atau vasodilator medications
i. Prior valvular heart disease
j. Hyperglycemia/ketoacidosis
2. Post-cardiac arrest
a. Post-cardiotomy
b. Refractory sustained tachyarrhythmias
c. Acute fulminant myocarditis
d. End-stage cardiomyopathy
e. Left ventricular apical ballooning
f. Takotsubo cardiomyopathy
g. Hypertrophic cardiomyopathy dengan severe outflow obstruction
h. Aortic dissection dengan aortic insufficiency atau tamponade
i. Pulmonary embolus
j. Severe valvular heart disease
Contohnya: a. Critical aortic atau mitral stenosis.
b. Acute severe aortic atau mitral regurgitation.
k. Toxic-metabolic
Misalnya: overdosis beta-blocker atau calcium channel antagonist
2.3 MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri dada yang berkelanjutan (continuing chest pain),
dyspnea (sesak/sulit bernafas), tampak pucat (appear pale), dan apprehensive (=
anxious, discerning, gelisah, takut, cemas)
2. Hipoperfusi jaringan.
3. Keadaan mental tertekan/depresi (depressed mental status).
4. Anggota gerak teraba dingin (cool extremities).
5. Keluaran (output) urin kurang dari 30 mL/jam (oliguria).
6. Tachycardia/takikardi (detak jantung yang cepat, yakni >
100x/menit).
7. Nadi teraba lemah dan cepat, berkisar antara 90–110
kali/menit, atau bradikardi berat (severe bradycardia) karena terdapat high-grade
heart block.
8. Tachypnea, Cheyne-Stokes respirations.
9. Hipotensi: tekanan darah sistol kurang dari 80 mmHg.
10. Diaphoresis (= diaforesis, diaphoretic, berkeringat, mandi
keringat, hidrosis, perspiration/perspirasi, sudation, sweating).
11. Poor capillary refill.
12. Distensi vena jugularis (jugular vena distention, JVD).
13. Indeks jantung kurang dari 2,2 L/menit/m2.
14. Tekanan pulmonary artery wedge lebih dari 18 mmHg.
15. Suara nafas dapat terdengar jelas (clear) pada mulanya, atau
rales (= rattles, rattlings) dari edem paru akut (acute pulmonary edema).
16. S1 terdengar lembut (soft). Dapat juga terdengar suara
jantung abnormal (abnormal heart sounds), misalnya: S3 gallop, S4, atau murmur
dari ruptured papillary muscle, regurgitasi mitral akut, atau septal rupture.
17. Pulmonary edema pada setting hipotensi merupakan highly
suggestive untuk cardiogenic shock. Edema permukaan (peripheral edema) dapat
mensugesti gagal jantung kanan (right-sided heart failure).
2.4 PATOFISIOLOGI
Syok kardiogenik dicirikan oleh lingkaran setan (vicious circle) dimana terjadi penurunan
kontraktilitas miokardium (depression of myocardial contractility), biasanya karena iskemia,
menyebabkan pengurangan cardiac output dan tekanan arteri (arterial pressure), dimana
menghasilkan hipoperfusi miokardium dan iskemia lanjutan dan penurunan cardiac output.
Disfungsi miokardial sistolik mengurangi stroke volume; dan bersama dengan disfungsi
diastolik, memicu peninggian tekanan end-diastolic ventrikel kiri dan pulmonary capillary
wedge pressure/PCWP (> 18 mmHg) seperti pada kongesti paru. Jantung tidak mampu
memusatkan secara sinkron atau penekanan dan aliran darah ke aorta dihindarkan. LEVD
(The Left Ventrikular End – Diastolik Pressure) dan Arterial Pressure (LAP) meningkat dari
sistolik outflow yang tidak efisien. Pada akhirnya, tekanan arteri pulmonary selaput
interstisial dan alveoli menurunkan daerah permukaan untuk pertukaran gas.
Penurunan/pengurangan perfusi koroner memacu pemburukan iskemia, disfungsi
miokardium progresif, dan spiral menurun yang cepat (rapid downward spiral), bilamana jika
tidak diputus, seringkali menyebabkan kematian. Asidosis laktat dari perfusi jaringan yang
buruk dan hipoksemia dari edem paru (pulmonary edema) dapat sebagai hasil dari kegagalan
pompa dan kemudian berkontribusi terhadap lingkaran setan ini dengan memburuknya
iskemia miokardium dan hipotensi. Asidosis berat (pH < 7,25) mengurangi daya
kemanjuran/efektivitas (efficacy) yang secara endogen dan eksogen telah diberi katekolamin
(catecholamines).
2.5 PATHWAY
Necrosis miokard
Kerusakan otot jantung
Gangguan kontraktilitas
miokardium
Disfungsi ventrikel kiri
Syok kardiogenik
I.
Darah ke pulmonal ↓Aliran darah arteri coroner↓
Penurunan curah jantung
Nutrisi dan O2
Ke jaringan Asupan Oksigen ke jantung ↓
Hipoksia myokardiumKerusakan pertukaran gas
Gangguan Perfusijaringan↓
AmiGangguan mekanis akut
Payah jantung
kongestif
Bedah pintas kardiopulmonal
Mekanisme anaerob
Nyeri dada
Gangguan rasa nyaman
Metabolisme basal terganggu
Kelelahan dan kelemahan
Energi ↓
Intoleransi aktifitas
Pola nafas tidak efektif
2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Electrocardiography (elektrokardiografi)
Hasil/pembacaan electrocardiogram menurut Fauci AS, et.al. (2008):
Pada pasien karena infark miokard akut dengan gagal ventrikel kiri (LV failure),
gelombang Q (Q waves) dan/atau >2-mm ST elevation pada multiple leads atau left
bundle branch block biasanya tampak. Lebih dari setengah (> 50%) dari semua infark
yang berhubungan dengan syok adalah anterior. Global ischemia karena severe left
main stenosis biasanya disertai dengan depresi ST berat (>3 mm) pada multiple leads.
2. Radiografi
Radiografi dada (chest roentgenogram) dapat terlihat normal pada mulanya atau
menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif akut (acute congestive heart
failure), yaitu:
a.Cephalization karena dilatasi pembuluh darah-pembuluh darah pulmoner.
b.Saat tekanan diastolik akhir ventrikel kiri (left ventricular end-diastolic pressures)
meningkat, akumulasi cairan interstitial ditunjukkan secara radiografis dengan
adanya gambaran fluffy margins to vessels, peribronchial cuffing, serta garis Curley
A dan B. Dengan tekanan hidrostatik yang sangat tinggi, cairan dilepaskan (exuded)
ke alveoli, menyebabkan diffuse fluffy alveolar infiltrates.
Gambaran foto/rontgen dada (chest x-ray) lainnya yang mungkin tampak pada
penderita syok kardiogenik:
a. Kardiomegali ringan
b. Edema paru (pulmonary edema)
c. Efusi pleura
d. Pulmonary vascular congestion
e. Ukuran jantung biasanya normal jika hasil syok kardiogenik berasal dari infark
miokard yang pertama, namun membesar jika ada riwayat infark miokard
sebelumnya.
3.Ekokardiografi
Ini berguna untuk menunjukkan:
a.Fungsi ventrikel kiri yang buruk (poor left ventricular function).
b.Menilai keutuhan katub (assessing valvular integrity).
c. Menyingkirkan penyebab lain syok, seperti: cardiac tamponade.
Selain itu penting untuk menilai hipokinesis berat ventrikel difus atau segemental (bila
berasal dari infark miokard), efusi pericardial, katup mitral dan aorta, rupture septum
dan pintasan intrakardiak.
4. Kateterisasijantung.
Umumnya tidak perlu kecuali pada kasus tertentu untuk mengetahui anatomi
pembuluh darah koroner dan fungsi ventrikel kiri untuk persiapan bedah pintas
koroner atau angioplasty koroner transluminasi perkutan. Untuk menunjukkan defek
mekanik pada septum ventrikel atau regurgitasi mitral akibat disfungsi atauy rupture
otot papilaris.
5. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit darah tetap
diperlukan untuk evaluasi secara keseluruhan meskipun tidak berguna di dalam
membuat diagnosis awal (initial diagnosis).
b. Pemeriksaan enzim jantung
c. CBC and serum electrolyte panel.
d. Kadar kreatinin dan blood urea nitrogen (BUN).
e. Gas darah arteri.
f. Studi koagulasi.
Penemuan laboratorium (Laboratory findings) menurut Fauci AS, et.al. (2008):
a. Hitung leukosit secara khas meningkat disertai dengan left shift.
b. Tidak adanya prior renal insufficiency, fungsi ginjal pada mulanya normal, namun
blood urea nitrogen (BUN) dan creatinine meningkat secara cepat (rise
progressively).
c. Hepatic transaminases jelas meningkat karena hipoperfusi hati (liver
hypoperfusion).
d. Perfusi jaringan yang buruk (poor tissue perfusion) dapat menyebabkan anion gap
acidosis dan peningkatan (elevation) kadar asam laktat (lactic acid level).
e. Gas darah arteri (arterial blood gases) biasanya menunjukkan hypoxemia dan
metabolic acidosis, dimana dapat dikompensasi oleh respiratory alkalosis.
f. Petanda jantung (cardiac markers), creatine phosphokinase dan MB fraction-nya,
jelas meningkat, begitu juga troponins I dan T.
2.7 PENATALAKSANAAN
Langkah-langkah tata laksana syok kardiogenik adalah :
a. Etiologi syok harus ditentukan secepat mungkin
b. Pemantauan hemodinamik (kalau mungkin memakai kateter Swan-ganz)
c. Pemberian oksigen (kalau ungkin oksigen 28-48% dengan venture fase mask)
d. Menghilangkan nyeri dengan morfin 4-8 mg intravene.
e. Berikan dopamine 2-15 µm/kg/m atau Dobutamin 2,5-10µm/kg/m untuk
meninggikan tekanan perfusi arterial dan kontraktilitas. Boleh juga diberikan amrinon
intravena (kalau ada).
f. Cairan intravena, kalau mungkin diberikan dextran 40.
g. Furosemid 40-80 mg atau asam etakrinik 50 mg (bila ada bendungan paru).
Diuretic menyebabkan vasodilatasi vena dan diuresis, hingga bendungan bendungan paru
berkurang dan oksigenasi darah meningkat. Juga ukuran jantung serta kebutuhan oksigen
dikurangi .
h. Digitalis hanya diberikan pada takikardi supraventrikel dan fibrilasi atrial.
i. Vasodilator hanya diberikan bila dijumpai vasokontriksi perifer hebat dan
penderita dipantau ketat secara klinik dan hemodinamik.
j. Tindakan pintaskoroner dan angioplasty darurat kalau perlu.
Pencegahan syok kardiogenik adalah salah satu tanggung jawab utama perawat di area
keperawatan kritis. Tindakan pencegahan termasuk mengidentifikasi pasien pada risiko dan
pengkajian serta manajemen status kardiopulmuner pasien. Pasien dalam syok kardiogenik
mungkin memiliki sejumlah diagnosis keperawatan, tergantung pada perkembangan penyakit.
Prioritas keperawatan diarahkan terhadap :
1. Membatasi permintaan oksigen miokard
2. Peningkatan pasokan oksigen miokard
3. Mempromosikan kenyamanan dan dukungan emosional
4. Mempertahankan pengawasan terhadap komplikasi
Langkah-langkah untuk membatasi kebutuhan oksigen miokard meliputi :
a. Pemberian analgesik, sedatif, dan agen untuk mengontrol afterload dan disritmia
b. Posisi pasien untuk kenyamanan
c. Membatasi aktivitas
d. Menyediakan lingkungan yang tenang dan nyaman
e. Memberikan dukungan untuk mengurangi kecemasan
f. Memberikan pemahaman terhadap pasien tentang kondisinya
Pengukuran untuk meningkatkan suplai oksigen miokard mencakup pemberian oksigen
tambahan, pemantauan status pernafasan pasien dan memberikan obat yang diresepkan.
Manajemen keperawatan yang efektif dari syok kardiogenik membutuhkan pemantauan yang
tepat dan pengelolaan SDM , preload, afterload dan kontraktilitas. Hali ini dapat dicapai
melalui pengukuran akurat dari variabel hemodinamik dan pengontrolan administrasi cairan
serta inotropik dan agen vasoaktif. Hasil penilaian dan pengelolaan fungsi pernafasan juga
penting untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat.
Pasien yang memerlukan terapi IABP perlu sering diawasi untuk mencegah terjadinya
komplikasi. Komplikasi meliputi pembentukan emboli, infeksi, pecahnya
aorta,trombositopenia, penempatan balllon tidak tepat, perdarahan, waktu tidak benar dari
ballon, pecahnya ballon, dan kompromi sirkulasi dari ujung cannulated.
2.8 PROGNOSIS
Prognosis syok kardiogenik secara umum sangat buruk meskipun insidennya telah
menurun. Pada penderita syok akibat IMA, prognosis tergantung pada luasnya infark
miokard. Mortalitas rata-rata dari berbagai pusat perawatan jantung sekitar 60-70%.
Mortalitas tinggi bagi mereka yang menunjukkan tekanan pengisisan ventrikel kiri sangat
tinggi dan penurunan indeks jantung. Bila tekanan tersebut normal atau sedikit dan
hipovolemia relative, prognosis lebih baik. Sekitar 30% penderita menunjukkan respon
terhadap ekspansi volume darah dengan dekstran atau albumin. Penderita dengan perubahan
tekanan pengisisan ventrikel kiri dan indeks jantung ringan biasanya menunjukkan hasil yang
baik dengan obat-obatan vasopresor.
Prognosis menurut pembagian KILLIP adalah sebagai berikut:
Kelas I : Tidak ada tanda kongesti paru atau vena, mortalitas 0-5 persen.
Kelas II: Gagal jantung kanan, kongesti hepar dan paru, gagal jantung kiri sedang, ronki
pada basis paru, mortalitas 10-20 persen.
Kelas III : Gagal jantung berat, edema paru, mortalitas 35-45 persen.
Kelas IV : Syok, tekanan sistolik < 80-90 mmHg, sianosis perifer, gangguan mental,
oliguri, mortalitas 85-95 persen.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data Biopsikososial-spiritual
Oksigen
Gejala :
Dispnea tanpa atau dengan kerja
Paroxymal nocturnal dyspnea
Pernapasan cheyne stokes
Batuk dengan atau tanpa produksi sputum
Tanda :
Peningkatan frekuensi pernafasan
Sesak/sulit bernafas
Tampak pucat, sianosis
Bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
Nutrisi
Gejala : mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati, nyeri
abdominal, sangat kehausan.
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat,
perubahan berat badan
Eliminasi
Gejala : Oliguri
Tanda : Produksi urin < 20 mL/jam
Gerak dan aktifitas
Gejala :
- Kelemahan
- Kelelahan
- Pola hidup menetap
Tanda :
o Takikardi
o Dispnea pada istirahat atau aktifitas
Istirahat dan Tidur
Gejala : insomnia/susah tidur
Tanda : kesulitan saat akan tidur dan sering terbangun saat tidur
akibat nyeri dan sesak napas.
Pengaturan suhu tubuh
Gejala: suhu tubuh rendah, anggota gerak teraba dingin (ektremitas dingin).
Tanda : menggigil.
Kebersihan Diri
Gejala dan tanda : Kesulitan melakukan tugas perawatan diri.
Rasa Nyaman
Gejala :
Gelisah
Meringis
Nyeri hebat, berlangsung lebih dari ½ jam, tidak
menghilang dengan obat-obatan nitrat.
Lokasi : Biasanya di daerah subternal. Nyeri menjalar ke leher, rahang, lengan,
dan punggung.
Kualitas : Rasa seperti ditekan, diperas, seperti diikat, rasa seperti dicekik.
Sosialisasi
Gejala :
- Stress
- Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal : penyakit, perawatan di
RS dan ancaman kematian.
Tanda :
Kesulitan istirahat dengan tenang
Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, ketakutan )
Menarik diri
Gelisah
Cemas
Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan
darah.
Tanda :
Tekanan darah
Penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya
tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg).
Nadi
Nadi teraba lemah dan cepat, berkisar antara 90–110 kali/menit, atau
bradikardi berat.
Bunyi jantung
S1 terdengar lembut (soft). Dapat juga terdengar suara jantung abnormal
(abnormal heart sounds), misalnya: S3 gallop, S4, atau murmur dari ruptured
papillary muscle, regurgitasi mitral akut, atau septal rupture.
Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur .
Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles
mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel
Warna
Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukosa atau bibir
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tampilan umum (inspeksi) :
- Pasien tampak pucat, diaforesis (mandi keringat), gelisah akibat aktivitas
simpatis berlebih.
- Pasien tampak sesak/sulit bernapas.
- Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat
adanya stemi.
- Oliguri (urin < 20 mL/jam).
- Tekanan vena sentral > 10 mmH2O
b Denyut nadi dan tekanan darah (palpasi):
Sinus takikardi (> 100 x/menit) terjadi pada sepertiga pasien.
Adanya sinus bradikardi atau blok jantung sebagai komplikasi
dari infark
Nadi teraba lemah dan cepat
Tensi turun < 80-90 mmHg.
c.Pemeriksaan jantung (auskultasi):
- Adanya bunyi jantung S4 dan S3 Gallop, Penurunan intensitas bunyi jantung
pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua.
- Dapat ditemukan murmur mid sistolik atau late sistolik apikal bersifat
sementara.
- Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar.
- Indeks jantung kurang dari 2,2 L/menit/m2.
3.Pemeriksaan Diagnostik
1. Electrocardiography (elektrokardiografi)
b. Elevasi segmen ST dapat terobservasi. Right-sided leads dapat menunjukkan
suatu pola infark ventrikel kanan, yang mengindikasikan terapi yang berbeda
dari terapi untuk penyebab–penyebab lainnya dari syok kardiogenik.
c. Pada pasien karena infark miokard akut dengan gagal ventrikel kiri (LV
failure), gelombang Q (Q waves) dan/atau >2-mm ST elevation pada multiple
leads atau left bundle branch block biasanya tampak. Lebih dari setengah (>
50%) dari semua infark yang berhubungan dengan syok adalah anterior.
Global ischemia karena severe left main stenosis biasanya disertai dengan
depresi ST berat (>3 mm) pada multiple leads.
2. Radiografi
Radiografi dada (chest roentgenogram) dapat terlihat normal pada mulanya
atau menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif akut (acute congestive
heart failure), yaitu:
a. Cephalization karena dilatasi pembuluh darah-pembuluh darah
pulmoner.
b. Saat tekanan diastolik akhir ventrikel kiri (left ventricular end-diastolic
pressures) meningkat, akumulasi cairan interstitial ditunjukkan secara
radiografis dengan adanya gambaran fluffy margins to vessels,
peribronchial cuffing, serta garis Curley A dan B. Dengan tekanan
hidrostatik yang sangat tinggi, cairan dilepaskan (exuded) ke alveoli,
menyebabkan diffuse fluffy alveolar infiltrates.
Gambaran foto/rontgen dada (chest x-ray) lainnya yang mungkin tampak pada
penderita syok kardiogenik:
a. Kardiomegali ringan
b. Edema paru (pulmonary edema)
c. Efusi pleura
d. Pulmonary vascular congestion
e. Ukuran jantung biasanya normal jika hasil syok kardiogenik berasal
dari infark miokard yang pertama, namun membesar jika ada riwayat
infark miokard sebelumnya.
3. Bedside echocardiography
Ini berguna untuk menunjukkan:
a. Fungsi ventrikel kiri yang buruk (poor left ventricular function).
b. Menilai keutuhan katub (assessing valvular integrity).
c. Menyingkirkan penyebab lain syok, seperti: cardiac tamponade.
4. Laboratorium
Penemuan laboratorium :
a. Hitung leukosit secara khas meningkat disertai dengan left shift.
b. Tidak adanya prior renal insufficiency, fungsi ginjal pada mulanya
normal, namun blood urea nitrogen (BUN) dan creatinine meningkat
secara cepat (rise progressively).
c. Hepatic transaminases jelas meningkat karena hipoperfusi hati (liver
hypoperfusion).
d. Perfusi jaringan yang buruk (poor tissue perfusion) dapat
menyebabkan anion gap acidosis dan peningkatan (elevation) kadar
asam laktat (lactic acid level).
e. Gas darah arteri (arterial blood gases) biasanya menunjukkan
hypoxemia dan metabolic acidosis, dimana dapat dikompensasi oleh
respiratory alkalosis.
f. Petanda jantung (cardiac markers), creatine phosphokinase dan MB
fractionnya, jelas meningkat, begitu juga troponins I dan T.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan pertukaran gas ditandai
dengan sesak nafas, peningkatan frekuensi pernafasan, batuk-batuk.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran darah
sekunder akibat gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri, cardiac out put menurun,
sianosis, edema (vena).
3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme
reflek otot sekunder akibat gangguan viseral jantung ditandai dengan nyeri dada,
dispnea, gelisah, meringis.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dan
kebutuhan (penurunan/terbatasnya curah jantung) ditandai dengan kelelahan,
kelemahan, pucat, tidak bergairah.
C. Intervensi
1. Menyusun Prioritas
Prioritas Diagnosa
Dalam membuat perencanaan terlebih dahulu menyusun prioritas diagnose
keperawatan berdasrakan beratnya masalah, sifat masalah serta cepat tidaknya
masalah teratasi. Dari empat diagnose keperawatan yang diperoleh, prioritas sesuai
dengan rumusan diagnose keperawatan di atas yaitu :
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan pertukaran gas ditandai
dengan sesak nafas, peningkatan frekuensi pernafasan, batuk-batuk.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
gangguan aliran darah sekunder akibat gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri,
cardiac out put menurun, sianosis, edema (vena).
3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan trauma
jaringan dan spasme reflek otot sekunder akibat gangguan viseral jantung ditandai
dengan nyeri dada, dispnea, gelisah, meringis.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dan
kebutuhan (penurunan/terbatasnya curah jantung) ditandai dengan kelelahan,
kelemahan, pucat, tidak bergairah.
2. Rencana Keperawatan
NoHari
Tanggal/Waktu
Diagnosa keperawatan
Tujuan / Out come Intervensi Rasional
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan pertukaran gas ditandai dengan sesak nafas, gangguan frekuensi pernapasan, batu-batuk
Setelah diberikan askep selama 3x24 jam diharapkan pola nafas efektif dengan out come : Klien tidak sesak
nafas Frekuensi
pernapasan normal Tidak ada batuk-
batuk
Mandiri Evaluasi
frekuensi pernapasan dan kedalaman. Catat upaya pernapasan, contoh adanya dispnea, penggunaan obat bantu napas, pelebaran nasal.
Auskultasi bunyi napas. Catat area yang menurun atau tidak adanya bunyi napas dan adanya bunyi napas tambahan, contoh krekels atau ronki
Kolaborasi Berikan
tambahan oksigen dengan kanula atau masker sesuai indikasi
Mandiri Respon pasien
bervariasi. Kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri, takut, demam, penurunan volume sirkulasi (kehilangan darah atau cairan), akumulasi secret, hipoksia atau distensi gaster. Penekanan pernapasan (penurunan kecepatan) dapat terjadi dari penggunaan analgesic berlebihan. Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi abnormal dapat mencegah komplikasi.
Auskultasi bunyi napas ditujukan untuk mengetahui adanya bunyi napas tambahan.
Kolaborasi Meningkatkan
pengiriman oksigen ke paru-paru untuk kebutuhan sirkulasi, khususnya pada adanya penurunan/gangguan ventilasi
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder akibat gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri, cardiac out put menurun, sianosis, edema (vena)
Setelah diberikan askep selama 3x24 jam diharapkan perfusi jaringan perifer efektif. Dengan out come : Klien tidak nyeri Cardiac out put
normal Tidak terdapat
sianosis Tidak ada edema
(vena)
Mandiri :Lihat pucat, sianosis, belang, kulit dingin/lembab. Catat kekuatan nadi perifer.
- Dorong latihan kaki aktif/pasif, hindari latihan isometrik
Mandiri :Vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
- Menurunkan statis vena, meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan resiko tromboflebis.
Kolaborasi- Pantau data
laboratorium, contoh: GDA, BUN, creatinin, dan elektrolit.
- Beri obat sesuai indikasi: Heparin/natrium warfarin (Coumadin)
Kolaborasi- Indikator perfusi atau
fungsi organ.
- Dosis rendah heparin mungkin diberikan secara profilaksis pada pasien resiko tinggi dapat untuk menurunkan resiko tromboflebitis atau pembentukan trombus mural. Coumadin obat pilihan untuk terapi anti koagulan jangka panjang/pasca pulang.
3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme reflek otot sekunder akibat gangguan viseral jantung ditandai dengan nyeri dada, dispnea, gelisah, meringis.
Setelah diberikan askep selama 3x24 jam, diharapkan pasien merasa nyaman dengan out come : Tidak ada nyeri Tidak ada dispnea Klien tidak gelisah Klien tidak
meringis
Mandiri- Pantau/catat
karakteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk nonverbal, dan respon hemodinamik (contoh, meringis, menangis, gelisah, berkeringat, mencengkram dada, napas cepat, TD/frekuensi jantung berubah).
- Bantu melakukan teknik relaksasi, mis, napas dalam perlahan, perilaku distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi.
Kolaborasi- Berikan obat
sesuai indikasi, contoh : Analgesik, contoh morfin, meperidin (Demerol)
Mandiri- Variasi penampilan dan
perilaku pasien karena nyeri terjadi sebagai temuan pengkajian. Kebanyakan pasien dengan IM akut tampak sakit, fitraksi, dan berfokus pada nyeri. Riwayat verbal dan penyelidikan lebih dalam terhadap faktor pencetus harus ditunda sampai nyeri hilang. Pernafasan mungkin meningkat sebagai akibat nyeri dan berhubungan dengan cemas, sementara hilangnya stres menimbulkan katekolamin akan meningkatkan kecepatan jantung dan TD.
- Membantu dalam penurunan persepsi/respon nyeri. Memberikan kontrol situasi., meningkatkan perilaku positif.
Kolaborasi- Meskipun morfin IV adalah pilihan, suntikan narkotik lain dapat dipakai pada fase akut/nyeri dada berulang yang tidak hilang dengan
nitrogliserin untuk menurunkan nyeri hebat, memberikan sedasi, dan mengurangi kerja miokard. Hindari suntikan IM dapat mengganggu indikator diagnostik COK dan tidak diabsorpsi baik oleh jaringan kurang perfusi.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dan kebutuhan (penurunan/terbatasnya curah jantung) ditandai dengan kelelahan, kelemahan, pucat, tidak bergairah.
Setelah diberikan askep selama 3x24 jam, diharapkan pasien dapat melakukan aktivitas dengan mandiri dengan out come : Klien tidak mudah
lelah Klien tidak lemas Pasien tidak pucat Klien merasa
bergairah
Mandiri- Periksa tanda
vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila pasien menggunakan vasolidator, diuretik, penyekat beta.
- Catat respon kardiopulmonal terhadap aktifitas, catat takikardi, disritmia, dispnea, berkeringat, pucat.
- Kaji presipitator /penyebab kelemahan contoh pengobatan, nyeri, obat.
- Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas
- Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi. Selingi periode
Mandiri- Hipertensi ortostatik dapat terjadidengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretik) atau pengaruh fungsi jantung.
- Penurunan/ ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekuensi jantung dan kebutuhab oksigen, juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
- Kelemahan adalah efek samping dari beberapa obat (beta bloker, traquilizer dan sedatif). Nyeri dan program penuh stres juga memerlukan energi dan menyebabkan kelemahan.
- Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
- Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi stres miokard/ kebutuhan oksigen berlebihan.
aktivitas dengan periode istirahat.
Kolaborasi-Implementasikan
program rehabilitasi jantung/aktifitas.
Kolaborasi- Peningkatan bertahap
pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stres, bila disfungsi jantung tidak dapat membaik kembali.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan
dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta :
EGC.
fkep.unand.ac.id/images/Syok.ppt
lentzexplore.files.wordpress.com/asuhan-keperawatan-syok-kardiogenik
Price, Sylvia A. 2003. Patofisiologi Edisi 6 Volume 1. Jakarta : EGC
Robbins.2004. Patologi edisi 7 volume 1 hal 108. Jakarta: EGC
Smeltzer Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC;.
http://wikimed.blogbeken.com/syok-kardiogenik
http://dodigabriel25.wordpress.com/2012/11/27/sistem-kardiovaskuler-syok-kardiogenik/