Upload
amaliah-chairul-nusu
View
755
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
AMALIAH CHAIRUL NUSU
70200110007
KESMAS A
UIN ALAUDDIN MAKASSARFAKULTAS ILMU KESEHATANKESEHATAN MASYARAKAT
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di abad ke-21 sekarang, hampir seluruh penghuni alam semseta ini
didera yang namanya efek globalisasi, tak terkecuali masalah kesehatan. Di
negara-negara berkembang, masalah kesehatan merupakan salah satu prioritas
utama pemerintah setelah masalah kemiskinan. Dalam bidang kesehatan,
seiring berkembangnya era globalisasi, masalah-masalah penyakit kian
bertambah banyak bahkan bertambah rumit dikalangan masyarakat dunia,
seperti halnya penyakit HIV/AIDS. Di zaman modern sekarang ini, siapa yang
tidak kenal dengan penyakit HIV/AIDS. Penyakit menular ini sudah sangat
populer dikalangan masyarakat luas, disamping karena belum ada obatnya
juga karena akibat yang ditimbulkan yaitu kematian. Oleh karena itu,
HIV/AIDS merupakan penyakit yang paling ditakuti hingga saat ini.
Munculnya perlakuan diskriminatif terhadap penderita HIV/AIDS sudah
merupakan hal yang wajar dikalangan masyarakat, misalnya saja perlakuan
tidak adil karena kondisi fisik atau bahkan dikucilkan dari masyarakat.
Persepsi ini semakin berkembang bahkan meluas dikalangan masyarakat
hingga saat ini. Padahal pasien penderita HIV/AIDS tidak seharusnya kita
hindari, tetapi penyakitnya yang mesti kita hindari. Persepsi masyarakat inilah
yang harus kita kaji kembali.
1.2 Rumusan Masalah
1) Bagaimana stigma-stigma yang berkembang dimasyarakat terhadap
penularan HIV/AIDS?
2) Bagaimana antisipasi masyarakat terhadap HIV/AIDS?
BAB II
ISI
2.1 Stigma-stigma terhadap Penularan HIV/AIDS
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, sebuah
virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS singkatan dari
Acquired Immuno Deficiency Syndrome. AIDS merupakan penyakit yang
paling ditakuti pada saat ini. HIV, virus yang menyebabkan penyakit ini,
merusak sistem pertahanan tubuh (sistem imun), sehingga orang-orang yang
menderita penyakit ini kemampuan untuk mempertahankan dirinya dari
serangan penyakit menjadi berkurang. Seseorang yang positif mengidap HIV,
belum tentu mengidap AIDS. Banyak kasus di mana seseorang positif
mengidap HIV, tetapi tidak menjadi sakit dalam jangka waktu yang lama.
Namun, HIV yang ada pada tubuh seseorang akan terus merusak sistem imun.
Akibatnya, virus, jamur dan bakteri yang biasanya tidak berbahaya menjadi
sangat berbahaya karena rusaknya sistem imun tubuh.
Setelah dinyatakan positif terkena HIV biasanya ada masa 5-10 tahun
virus ini benar-benar bisa 'melumpuhkan' penderitanya. AIDS timbul sebagai
dampak berkembangbiaknya virus HIV di dalam tubuh manusia. Meski kini
dengan terapi ARV (Antiretroviral) penderita HIV AIDS bisa berumur
panjang bersama penyakitnya.
Setelah virus memasuki tubuh, maka virus akan berkembang dengan
cepat. Virus ini akan menyerang limfosit CD4 (sel T) dan menghancurkan sel-
sel darah putih sehingga mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Orang
dengan HIV akan memiliki jumlah sel darah putih yang kecil.
Virus HIV membutuhkan sel-sel kekebalan kita untuk berkembang biak.
Secara alamiah sel kekebalan kita akan dimanfaatkan, bisa diibaratkan seperti
mesin fotocopy. Namun virus ini akan merusak mesin fotocopynya setelah
mendapatkan hasil copy virus baru dalam jumlah yang cukup banyak.
Sehingga lama-kelamaan sel kekebalan kita habis dan jumlah virus menjadi
sangat banyak.
Berikut adalah cara penularan virus HIV:
Pada Pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa AIDS muncul
setelah virus (HIV) menyerang sistem kekebalan tubuh kita selama lima
hingga sepuluh tahun atau lebih.
HIV terdapat dalam sebagian cairan tubuh, yaitu:
1. Darah
2. Air mani
3. Cairan vagina
4. Air susu ibu (ASI)
HIV menular melalui:
1. Bersenggama yang membiarkan darah, air mani, atau cairan vagina
dari orang HIV-positif masuk ke aliran darah orang yang belum
terinfeksi (yaitu senggama yang dilakukan tanpa kondom melalui
vagina atau dubur; juga melalui mulut, walau dengan kemungkinan
kecil).
2. Memakai jarum suntik yang bekas pakai orang lain, dan yang
mengandung darah yang terinfeksi HIV.
3. Menerima transfusi darah yang terinfeksi HIV.
4. Dari ibu HIV-positif ke bayi dalam kandungan, waktu melahirkan, dan
jika menyusui sendiri.
Biasakan mempunyai sikat gigi dan pisau cukur sendiri, karena selain
untuk kebersihan pribadi, jika terdapat darah akan ada risiko penularan
dengan virus lain yang diangkut aliran darah (seperti hepatitis), bukan hanya
HIV.
HIV tidak menular melalui:
1. Bersalaman, berpelukan
2. Berciuman
3. Batuk, bersin
4. Memakai peralatan rumah tangga seperti alat makan, telepon, kamar
mandi, WC, kamar tidur, dll.
5. Gigitan nyamuk
6. Bekerja, bersekolah, berkendaraan bersama
7. Memakai fasilitas umum misalnya kolam renang, WC umum, sauna,
dll.
HIV tidak dapat menular melalui udara. Virus ini juga cepat mati jika
berada di luar tubuh. Virus ini dapat dibunuh jika cairan tubuh yang
mengandungnya dibersihkan dengan cairan pemutih (bleach) seperti Bayclin
atau Chlorox, atau dengan sabun dan air. HIV tidak dapat diserap oleh kulit
yang tidak luka.
Dengan mengetahui sedikit tentang cara penyebaran dan penularan
HIV/AIDS dalam tubuh manusia, kita dapat membayangkan betapa kejamnya
virus HIV ini. Sampai kini, mendengar kata HIV/AIDS seperti momok yang
mengerikan. Oleh karena itu, Masyarakat hingga sekarang, masih belum bisa
menerima dengan total keberadaan penderita Orang dengan HIV AIDS
(ODHA). Vonis masyarakat terhadap penderita ini masih saja buruk. Padahal,
sudah banyak pihak yang berupaya menjelaskan kalau ODHA tak perlu
dijauhi. Tapi, tetap saja masyarakat ragu.
Anggapan masyarakat masih saja menganggap kalau penyakit ini
merupakan penyakit menular. Begitupun bila masyarakat menganggap bahwa
HIV/AIDS adalah penyakit yang berbahaya. Namun, yang perlu
digarisbawahi adalah pemahaman masyarakat mengenai poses penularan
penyakit ini. Itu yang penting untuk disosialisasikan, Dalam hal ini upaya
semua pihak yang konsern terhadap penyakit ini boleh dibilang berhasil.
Artinya, masyarakat menjadi tahu dan sadar bahwa ini adalah penyakit
menular yang berbahaya.
Penyakit ini sudah seperti doktrin di kepala masyarakat. Dahulu kala,
penyakit ini dianggap sebagai penyakit kutukan oleh masyarakat. Dan harus
diakui, bahwa doktrin itu masih lekat di kepala masyarakat. Sebetulnya, kalau
mau bijaksana, tak ada yang salah dalam persoalanan ini. Masalahnya,
kebanyakan masyarakat tidak paham secara keseluruhan mengenai penyakit
ini. Yang masyarakat tahu, bahwa ini adalah penyakit menular yang
berbahaya, tanpa mengetahui dengan pasti seperti apa yang disebut menular
dan berbahaya itu. Tapi tentu kita tidak bisa menyalahkan masyarakat juga.
Karena bila mau ditarik dari banyak sisi, tak semua masyarakat kita yang
berpendidikan.
Stigma (cap buruk) sering kali menyebabkan terjadinya diskriminasi
dan pada gilirannya mendorong munculnya pelanggaran hak asasi
manusia (HAM) bagi orang yang dengan HIV dan AIDS dan
keluarganya. Stigma dan diskriminasi memperparah epidemi HIV dan
AIDS. Mereka menghambat usaha pencegahan dan perawatan dengan
memelihara kebisuan dan penyangkalan tentang HIV dan AIDS seperti
juga mendorong keterpinggiran orang yang hidup dengan HIV dan AIDS
dan mereka yang rentan terhadap infeksi HIV.
Stigma berhubungan dengan kekuasaan dan dominasi dalam
masyarakat. Pada puncaknya, stigma akan menciptakan, dan ini didukung
oleh, ketidaksetaraan sosial. Stigma berurat akar di dalam struktur masyarakat
dan norma-norma serta nilai-nilai yang mengatur kehidupan sehari-hari. Ini
menyebabkan beberapa kelompok menjadi kurang dihargai dan merasa malu,
sedangkan kelompok lainnya merasa superior.
Diskriminasi terjadi ketika pandangan negatif mendorong orang atau
lembaga untuk memperlakukan seseorang secara tidak adil yang didasarkan
pada prasangka mereka akan status HIV seseorang. Contoh-contoh
diskriminasi meliputi para staf rumah sakit atau penjara yang menolak
memberikan pelayanan kesehatan kepada orang yang hidup dengan HIV dan
AIDS; atasan yang memberhentikan pegawainya berdasarkan status atau
prasangka akan status HIV mereka; atau keluarga/masyarakat yang menolak
mereka yang hidup, atau dipercayai hidup, dengan HIV dan AIDS. Tindakan
diskriminasi semacam itu adalah sebuah bentuk pelanggaran HAM.
Stigma dan diskriminasi dapat terjadi di mana saja dan kapan saja.
Stigma dan diskriminasi yang dihubungkan dengan penyakit
menimbulkan efek psikologis berat tentang bagaimana orang yang hidup
dengan HIV dan AIDS melihat diri mereka sendiri. Hal ini bisa mendorong,
dalam beberapa kasus, terjadinya depresi, kurangnya penghargaan diri, dan
keputusasaan. Stigma dan diskriminasi juga menghambat upaya pencegahan
dengan membuat orang takut untuk mengetahui apakah mereka terinfeksi atau
tidak. Bisa pula menyebabkan mereka yang telah terinfeksi meneruskan
praktik seksual tidak aman karena takut orang-orang akan curiga terhadap
status HIV mereka. Akhirnya, orang yang hidup dengan HIV dan AIDS
dilihat sebagai masalah, bukan sebagai bagian dari solusi untuk mengatasi
epidemi ini.
Stigma dan diskriminasi terhadap orang yang hidup dengan HIV dan
AIDS disebabkan karena kurangnya informasi yang benar tentang cara
penularan HIV, adanya ketakutan terhadap HIV dan AIDS, dan fakta AIDS
sebagai penyakit mematikan.
Hingga saat ini sikap dan pandangan masyarakat terhadap orang
yang hidup dengan HIV dan AIDS sangat buruk sehingga melahirkan
permasalahan serta tindakan yang melukai fisik maupun mental bagi orang
yang hidup dengan HIV dan AIDS bahkan keluarga dan orang-orang
terdekatnya.
Sesungguhnya hak orang yang hidup dengan HIV dan AIDS sama
seperti manusia lain, tetapi karena ketakutan dan kekurangpahaman
masyarakat, hak orang yang hidup dengan HIV dan AIDS sering dilanggar.
Hak asasi manusia itu di antaranya adalah memiliki dan
mendapatkan privasi, kemerdekaan, keamanan serta kebebasan berpindah,
bebas dari kekejaman, penghinaan (tindakan menurunkan martabat atau
pengucilan), bekerja (termasuk terbukanya kesempatan yang sama),
mendapatkan pendidikan serta menjalin mitra jaringan, keamanan sosial dan
pelayanan, kesetaraan perlindungan dalam hukum, menikah dan berkeluarga,
endapatkan perawatan, dan masih banyak lagi. Selain hak, orang yang hidup
dengan HIV dan AIDS juga mempunyai kewajiban seperti menjaga kesehatan,
tidak menularkan ke orang lain, mencari informasi dan lain-lain.
Perbedaan antara orang yang hidup dengan HIV dan AIDS dan
orang yang tidak terinfeksi adalah orang yang hidup dengan HIV dan
AIDS memiliki virus yang melemahkan sistem kekebalan tubuhnya. Selain
itusecara sepintas kita tidak dapat membedakan antara seseorang yang
memiliki status HIV positif dengan orang yang tidak terinfeksi. Status HIV
positif seseorang hanya bisa dibuktikan dengan tes darah dan itu pun
dilakukan dengan VCT (Voluntary Counseling and Testing), yaitu tes secara
sukarela.
Selain itu kita hanya bisa tahu jika orang yang hidup dengan HIV
dan AIDS membuka status HIV positif-nya kepada kita dan kita mempunyai
kewajiban untuk menjaga konfidensialitas (kerahasiaan) orang yang hidup
dengan HIV dan AIDS tersebut.
Hukuman sosial atau stigma oleh masyarakat di berbagai belahan dunia
terhadap pengidap AIDS terdapat dalam berbagai cara, antara lain tindakan-
tindakan pengasingan, penolakan, diskriminasi, dan penghindaran atas orang
yang diduga terinfeksi HIV; diwajibkannya uji coba HIV tanpa mendapat
persetujuan terlebih dahulu atau perlindungan kerahasiaannya; dan penerapan
karantina terhadap orang-orang yang terinfeksi HIV. Kekerasan atau
ketakutan atas kekerasan, telah mencegah banyak orang untuk melakukan tes
HIV, memeriksa bagaimana hasil tes mereka, atau berusaha untuk
memperoleh perawatan; sehingga mungkin mengubah suatu sakit kronis yang
dapat dikendalikan menjadi "hukuman mati" dan menjadikan meluasnya
penyebaran HIV.
Stigma AIDS lebih jauh dapat dibagi menjadi tiga kategori:
Stigma instrumental AIDS - yaitu refleksi ketakutan dan keprihatinan atas
hal-hal yang berhubungan dengan penyakit mematikan dan menular.
Stigma simbolis AIDS - yaitu penggunaan HIV/AIDS untuk
mengekspresikan sikap terhadap kelompok sosial atau gaya hidup tertentu
yang dianggap berhubungan dengan penyakit tersebut.
Stigma kesopanan AIDS - yaitu hukuman sosial atas orang yang
berhubungan dengan isu HIV/AIDS atau orang yang positif HIV.
Stigma AIDS sering diekspresikan dalam satu atau lebih stigma,
terutama yang berhubungan dengan homoseksualitas, biseksualitas, pelacuran,
dan penggunaan narkoba melalui suntikan.
Di banyak negara maju, terdapat penghubungan antara AIDS dengan
homoseksualitas atau biseksualitas, yang berkorelasi dengan tingkat prasangka
seksual yang lebih tinggi, misalnya sikap-sikap anti homoseksual. Demikian
pula terdapat anggapan adanya hubungan antara AIDS dengan hubungan
seksual antar laki-laki, termasuk bila hubungan terjadi antara pasangan yang
belum terinfeksi.
Stigma-stigma yang berkembang ini sudah menjadi suatu kebiasaan
masyarakat dunia yang sangat sulit untuk diubah. Butuh waktu yang cukup
lama untuk mengubah bahkan menghapus anggapan-anggapan miring tersebut
yang tentunya dibarengi dengan keahlian khusus.
2.2 Peran Masyarakat terhadap HIV/AIDS
Mengulas mengenai jumlah korban HIV/AIDS yang terus meningkat
tidak lepas dengan peran masyarakat terhadap HIV/AIDS ini. Berbagai solusi
yang diajukan, masih tetap diusahakan oleh kelompok-kelompok tertentu,
meskipun hanya sebagian kecil dari warga masyarakat. Hal ini disebabkan
karena problem AIDS sekarang dimana pun adalah ketidakpedulian, baik
pemerintah maupun masyarakat. Bahkan tepat tanggal 1 Desember kemarin
yang merupakan bulan AIDS, tetapi tidak ada gaung yang mengingatkan kita
secara cukup untuk melakukan aksi pribadi maupun komunal untuk
mencegah.
HIV dapat dicegah dengan memutus rantai penularan, yaitu;
menggunakan kondom pada setiap hubungan seks berisiko, tidak
menggunakan jarum suntik secara bersam-sama, dan sedapat mungkin tidak
memberi ASI pada anak bila ibu positif HIV. Sampai saat ini belum ada obat
yang dapat mengobati AIDS, tetapi yang ada adalah obat untuk menekan
perkembangan virus HIV sehingga kualitas hidup ODHA tersebut meningkat.
Obat ini harus diminum sepanjang hidup.
Peran strategis masyarakat dalam penanggulangan HIV/AIDS antara lain:
1. Mendidik anggota keluarga berdasarkan norma agama Keluarga
memegang peran utama dalam pendidikan agama khususnya orang tua.
Karena mereka adalah guru pertama bagi anak-anaknya yang mengajarkan
etika dan moral agama. Tak jarang sumber kejahatan/perbuatan negative
berasal dari kondisi keluarga yang carut-marut. Orang tua harus peka
terhadap problematika yang dihadapi anaknya dan mampu memberikan
solusi terbaik baginya. Khususnya bagi orang tua yang memiliki anak
yang mengidap HIV/AIDS, selalu memberikan motivasi positif,
mengevaluasi diri terhadap kehidupan keluarganya karena bisa jadi awal
keburukan anaknya berasal dari kondisi keluarganya dan senantiasa
membantu anaknya setiap saat.
2. Partisipasi aktif para tokoh masyarakat Tokoh masyarakat yang dianggap
sebagai panutan masyarakat ikut andil dalam menjalankan program-
program pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Contohnya dengan
menjadi kader peduli HIV/AIDS.
3. Memberdayakan lembaga keagamaan dan adat Faktor penyebab muncul
dan menyebarnya HIV/AIDS adalah pergaulan bebas yang menyimpang
dari norma keagamaan. Oleh sebab itu, lembaga keagamaan dan adat (jika
tidak melanggar norma agama) harus diberdayakan seoptimal mungkin di
tengah masyarakat dengan cara lebih giat mendakwahkan syiar agama dan
akhlakul karimah (akhlak terpuji).
4. Mengoptimalkan peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Banyak
LSM di tengah masyarakat yang harus kita optimalkan fungsinya. LSM
dibentuk untuk membantu kelancaran pelaksanaan program-program
pemerintah.
5. Memberdayakan peran lembaga pendidikan (sekolah/perguruan tinggi)
Lembaga pendidikan sebagai tempat membina anak didiknya menjadi
manusia yang intelektual hendaknya tetap mementingkan nilai moral
agama. Manusia yang berkualitas adalah manusia yang mampu
memadukan antara IPTEK (Ilmu Pengetahuan) dan IMTAK (Iman dan
Takwa).
6. Mengoptimalkan peran media massa Pengaruh media massa baik cetak
maupun elektronik mampu membentuk karakter pemikiran masyarakat.
Sayap media sekarang semakin marak dengan tontonan pergaulan bebas.
Padahal media massa memiliki pengaruh sangat besar dalam mendidik
masyarakat menjadi manusia yang bermoral dan intelektual. Penyebaran
informasi tentang HIV/AIDS dapat diekspos lebih luas dan cepat bila
dibandingkan dengan cara manual (face to face). Dengan adanya kerja
sama ini, penanggulangan HIV/AIDS akan terselesaikan dengan
sendirinya.
7. Melakukan berbagai riset untuk menemukan obat HIV/AIDS melalui
lembaga riset Selama dua puluh tahun, penelitian terhadap virus
HIV/AIDS terus dilakukan oleh lembaga riset dunia. Perkembangan
terbaru saat ini adalah berhasil ditumbuhkannya suatu kristal yang
memungkinkan peneliti untuk melihat struktur enzim yang disebut dengan
integrase. Enzim ini ditemukan pada retrovirus seperti HIV dan
merupakan target untuk beberapa obat HIV terbaru. Peneliti dari Imperial
College London dan Harvard University mengumumkan telah berhasil
memiliki struktur dari integrase dari virus ini. Ini berarti peneliti dapat
memulai untuk memahami bagaimana kerja dari obat inhibitor integrase
serta bagaimana menghentikan perkembangan HIV/AIDS. Kita berharap
obat terbaik bagi ODHA dapat ditemukan secepatnya dan penyebaran.
Peran Pemuda
Sebenarnya, pemuda mempunyai peran strategis dalam mencegah
HIV/AIDS, karena pada diri pemuda mempunyai peran ganda dalam soal
HIV/AIDS. Satu sisi pemuda adalah pelaku (subjek) dalam peran
mencegah HIV/AIDS, sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya
bahwa generasi muda diibaratkan ruh dalam setiap tubuh komunitas atau
kelompok; baik itu dalam ruang lingkup kecil ataupun luas seperti negara.
Pada sisi lain, pemuda adalah sasaran (objek) dari penginap HIV/AIDS,
karena kebanyakan penginap virus HIV/AIDS adalah pemuda. Untuk itu,
“penyelaman” akan faktor yang melatarbelakangi terjadinya dekadensi
moral pada generasi muda adalah langkah bijak yang semestinya
dilakukan. Dengan demikian, diharapkan bisa menumbuhkan semangat
dalam diri pemuda itu sendiri guna melakukan perubahan dan memainkan
secara maksimal peran strategis yang dimiliki pemuda dalam kerangka
mencegah HIV/AIDS.
Permasalahan HIV/AIDS dapat teratasi dengan cara bekerja sama
di antara ketiga pilar yaitu keshalihan individu, kontrol sosial masyarakat
dan penetapan aturan Negara. Anggota masyarakat baik dari keluarga,
tokoh agama, tokoh masyarakat, lembaga pendidikan, lsm, media massa
dan lembaga riset harus berperan aktif dalam upaya penanggulanan
HIV/AIDS.Hanya dengan cara inilah maka penyebaran dan pencegahan
HIV/AIDS dapat tercapai.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, sebuah
virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS singkatan dari
Acquired Immuno Deficiency Syndrome. AIDS muncul setelah virus (HIV)
menyerang sistem kekebalan tubuh kita selama lima hingga sepuluh tahun
atau lebih. Akibat penularan virus mematikan ini memunculkan berbagai
persepsi negatif dan stigma-stigma dikalangan masyarakat dunia terhadap
pengidap HIV/AIDS misalnya saja perlakuan diskriminatif.
Penyebaran virus ini telah dibarengi dengan adanya peran dari
masyarakat dalam mencegah dan menanggulangi HIV/AIDS. Permasalahan
HIV/AIDS dapat teratasi dengan cara bekerja sama di antara ketiga pilar yaitu
keshalihan individu, kontrol sosial masyarakat dan penetapan aturan Negara.
3.2 Saran
HIV dan AIDS adalah masalah kita juga, bukan masalah orang-orang
tertentu, meski kita kadang tidak menyadarinya. Dengan makin banyak
masyarakat yang sadar dan peduli akan HIV dan AIDS maka janji dapat
ditepati, yakni hentikan AIDS! Ayo, kita hapus stigma dan hentikan
diskriminasi dengan memulainya dari diri kita sendiri.
Untuk itu segala pihak harus terus berupaya dalam mensosialisasikan
penyakit ini kepada masyarakat. Artinya, ini menjadi tanggung jawab
bersama.
Dengan demikian, maka setiap dari Anda, pribadi atau kelompok,
organisasi agama besar seperti NU dan Muhammadiyah, serta PKK, dan
lainnya, peranan Anda dalam AIDS ini besar, tetapi masih perlu ditingkatakan
kepeduliannya karena ancaman ini ada di depan hidung kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Hutapea Ronald. 2007. AIDS dan PMS. Jakarta: Rineka Cipta.
Mafrukh, dkk. 2007. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Erlangga.
http://www.depkes.go.id/. Fakta Tentang HIV dan AIDS. 05 Dec 2006.
http://www.hivtest.org/. Frequently Asked Question on HIV/AIDS. 2007.
http://www.id.wikipedia.org/wiki/AIDS
http://www.jothi.or.id/optimalisasi-peran-masyarakat-dalam-penanggulangan-
hivaids
http://www.radar-bekasi.com/index.php?mib=berita.detail&id=63452
http://www.satudunia.net/content/peran-strategis-kaum-muda-dalam-
pencegahan-hivaids