21
Metode Sahih Menegakkan Khilafah Keinginan umat Islam untuk mengembalikan kejayaan Islam, sesungguhnya sudah muncul dimana-mana. Di berbagai belahan dunia kita dapat menyaksikan munculnya kesadaran umum umat Islam untuk kembali ke syariah Islam. Umat Islam juga sudah mulai menyadari bahwa syariah Islam tidak mungkin dapat diterapkan, kecuali ada institusi yang mewadahinya, yaitu Daulah Khilafah Islamiyah. Berbagai metode telah dilakukan. Namun sayang, berbagai metode yang telah ditempuh tersebut sampai saat ini belum membuahkan hasil. 1. Metode Demokrasi. Banyak kalangan dari umat Islam yang telah mengupayakan perjuangannya untuk menerapkan syariah Islamiyah melalui jalan demokrasi. Beberapa contoh tersebut di antaranya adalah: FIS (Front Islamic Salvation) di Aljazair, Partai Refah di Turki dan Hammas di Palestina. Demikian pula beberapa parpol yang muncul bersamaan dengan Revolusi Arab yang memanas sejak Februari 2011 lalu seperti: dan Ikhwanul Muslimin dan Hizbun Nur di Mesir, Hizbun Nahdhah di Tunisia, dan sebagainya. Mereka membentuk partai politik formal, mengikuti Pemilu. Kemudian saat mereka meraih suara yang cukup, sebagian anggotanya dapat menduduki posisi strategis seperti perdana menteri, menteri atau anggota parlemen. Apakah dengan jalan demokrasi ini upaya mereka berhasil? Jawabannya ya jika yang dimaksud adalah sekadar duduk dalam kekuasaan, misalnya menjadi menteri dalam sebuah departemen. Namun, apakah kekuasaan itu akan didedikasikan untuk menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam institusi negara Khilafah? Tentu tidak. Mengapa? Hal itu dapat kita lihat dalam dua aspek. Pertama: Demokrasi adalah sistem kufur, karena mengajarkan bahwa kedaulatan (siyadah, sovereignty) ada di tangan rakyat. Ke-kufur- annya bukan karena mengajarkan bahwa kekuasaan itu di tangan rakyat, tetapi karena paham kedaulatan rakyattersebut. Ini berarti manusia—bukan Allah SWT—adalah satu- satunya pihak yang sah dan berhak membuat hukum. Padahal hanya Allah SWT saja yang berhak menetapkan hukum (lihat, misalnya, QS al-An’am [6]: 57). Oleh karena itu, seluruh jalan menuju sistem kufur ini juga bertentangan dengan syariah, termasuk misalnya mengikuti Pemilu dan duduk dalam kekuasaan. Walaupun hukum Pemilu itu asalnya adalah mubah (karena Pemilu hanyalah sarana untuk memilih wakil (uslub tawkil) atau sarana untuk memilih penguasa/uslub intikhab al-hakim), hukum Pemilu tersebut dapat berubah mengikuti misi dalam wakalah tersebut (al-muwakkal fihi) dan tugas penguasa (amal al-hakim) dalam kekuasaan. Dalam sistem demokrasi, misi yang diwakilkan dalam pemilihananggota parlemen adalah misi yang haram karena akan menjalankan fungsi-fungsi lembaga legislatif, yaitu melegislasikan hukum buatan manusia, bukan hukum Allah SWT. Tugas seorang penguasa dalam sistem demokrasi juga haram karena menjalankan undang-undang kehendak rakyat, bukan undang-undang syariah Islam (Hukmu Musyarakah al-Muslimin al-Mawjudin fi al-‘Alami al-Gharbi fi al-Hayah as-Siyasiyah fihi, Hizbut Tahrir Eropa, 2002, hlm. 33-34). Kedua: Jalan demokrasi sebenarnya penuh dengan permainan politik yang menipu dan destruktif terhadap visi politik Islam (Muhammad Dawud, Limadza Akhfaqat al-Harakat al- Islamiyah fi al-Wushul aw al-Muhafazhah ‘ala al-Hukm, hlm. 20-21). Penganut demokrasi sering melakukan kecurangan untuk meraih kemenangan dalam Pemilu. Kalaupun kalah, mereka akan pura-pura sportif menghormati hasil Pemilu yang berhasil dimenangkan oleh partai Islam. Namun kemudian, mereka akan bermain dengan licik di balik layar, berkonspirasi secara jahat, untuk menghancurkan atau melumpuhkan kemenangan tersebut. Inilah pengalaman amat pahit yang pernah dirasakan oleh FIS (Front Islamic Salvation) di Aljazair tahun 1991-1992, Partai Refah di Turki sekitar tahun 1995, Hammas di Palestina tahun 2006 dan Partainya Ikhwanul-Muslimin di Mesir tahun 2013.

Metode Sahih Menegakkan Khilafah

  • Upload
    asnawir

  • View
    44

  • Download
    4

Embed Size (px)

DESCRIPTION

islam

Citation preview

Metode Sahih Menegakkan KhilafahKeinginan umat Islam untuk mengembalikan kejayaan Islam, sesungguhnya sudah muncul dimana-mana. Di berbagai belahan dunia kita dapat menyaksikan munculnya kesadaran umum umat Islam untuk kembali ke syariah Islam. Umat Islam juga sudah mulai menyadari bahwa syariah Islam tidak mungkin dapat diterapkan, kecuali ada institusi yang mewadahinya, yaitu Daulah Khilafah Islamiyah.Berbagai metode telah dilakukan. Namun sayang, berbagai metode yang telah ditempuh tersebut sampai saat ini belum membuahkan hasil.1. Metode Demokrasi.Banyak kalangan dari umat Islam yang telah mengupayakan perjuangannya untuk menerapkan syariah Islamiyah melalui jalan demokrasi. Beberapa contoh tersebut di antaranya adalah: FIS (Front Islamic Salvation) di Aljazair, Partai Refah di Turki dan Hammas di Palestina. Demikian pula beberapa parpol yang muncul bersamaan dengan Revolusi Arab yang memanas sejak Februari 2011 lalu seperti: dan Ikhwanul Muslimin danHizbun Nurdi Mesir,Hizbun Nahdhahdi Tunisia, dan sebagainya. Mereka membentuk partai politik formal, mengikuti Pemilu. Kemudian saat mereka meraih suara yang cukup, sebagian anggotanya dapat menduduki posisi strategis seperti perdana menteri, menteri atau anggota parlemen.Apakah dengan jalan demokrasi ini upaya mereka berhasil? Jawabannya ya jika yang dimaksud adalah sekadar duduk dalam kekuasaan, misalnya menjadi menteri dalam sebuah departemen. Namun, apakah kekuasaan itu akan didedikasikan untuk menerapkan syariah Islam secarakaffahdalam institusi negara Khilafah? Tentu tidak. Mengapa? Hal itu dapat kita lihat dalam dua aspek.Pertama: Demokrasi adalah sistemkufur, karena mengajarkan bahwa kedaulatan (siyadah, sovereignty) ada di tangan rakyat. Ke-kufur-annya bukan karena mengajarkan bahwakekuasaanitu di tangan rakyat, tetapi karena pahamkedaulatanrakyattersebut. Ini berarti manusiabukan Allah SWTadalah satu-satunya pihak yang sah dan berhak membuat hukum. Padahal hanya Allah SWT saja yang berhak menetapkan hukum (lihat, misalnya, QS al-Anam [6]: 57).Oleh karena itu, seluruh jalan menuju sistemkufurini juga bertentangan dengan syariah, termasuk misalnya mengikuti Pemilu dan duduk dalam kekuasaan. Walaupun hukum Pemilu itu asalnya adalahmubah(karena Pemilu hanyalah sarana untuk memilih wakil (uslub tawkil) atau sarana untuk memilih penguasa/uslub intikhab al-hakim), hukum Pemilu tersebut dapat berubah mengikuti misi dalam wakalah tersebut (al-muwakkal fihi) dan tugas penguasa (amal al-hakim) dalam kekuasaan. Dalam sistem demokrasi, misi yang diwakilkan dalam pemilihananggota parlemen adalah misi yangharamkarena akan menjalankan fungsi-fungsi lembaga legislatif, yaitu melegislasikan hukum buatan manusia, bukan hukum Allah SWT. Tugas seorang penguasa dalam sistem demokrasi jugaharamkarena menjalankan undang-undang kehendak rakyat, bukan undang-undang syariah Islam (Hukmu Musyarakah al-Muslimin al-Mawjudin fi al-Alami al-Gharbi fi al-Hayah as-Siyasiyah fihi, Hizbut Tahrir Eropa, 2002, hlm. 33-34).Kedua: Jalan demokrasi sebenarnya penuh dengan permainan politik yang menipu dan destruktif terhadap visi politik Islam (Muhammad Dawud,Limadza Akhfaqat al-Harakat al-Islamiyah fi al-Wushul aw al-Muhafazhah ala al-Hukm, hlm. 20-21). Penganut demokrasi sering melakukan kecurangan untuk meraih kemenangan dalam Pemilu. Kalaupun kalah, mereka akan pura-pura sportif menghormati hasil Pemilu yang berhasil dimenangkan oleh partai Islam. Namun kemudian, mereka akan bermain dengan licik di balik layar, berkonspirasi secara jahat, untuk menghancurkan atau melumpuhkan kemenangan tersebut. Inilah pengalaman amat pahit yang pernah dirasakan oleh FIS (Front Islamic Salvation) di Aljazair tahun 1991-1992, Partai Refah di Turki sekitar tahun 1995, Hammas di Palestina tahun 2006 dan Partainya Ikhwanul-Muslimin di Mesir tahun 2013.Dengan demikian, dari sudut pandang syariah dan fakta empiris, demokrasi terbukti secara meyakinkan merupakan jalan tidaksahihuntuk menegakkan Khilafah Islamiyah.2. Metode Perbaikan Sosial-Ekonomi Masyarakat.Upaya lain yang banyak dirempuh oleh umat Islam untuk menerapkan syariah Islam adalah melalui metode perbaikan sosial-ekonomi masyarakat. Misalnya dengan cara membangun masjid, sekolah, rumah sakit, panti asuhan, madrasah, pesantren, rumah panti jompo; atau dengan cara membentuk berbagai lembaga keuangan syariah (LKS) seperti BMT (Baitul Mal wa Tamwil), BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah) dan sebagainya.Aktivitas-aktivitas itu memang bukanlah aktivitas yang buruk (syarr), melainkan tergolong baik (al-khayr) yang dianjurkan Islam. Namun demikian, semua aktivitas sosial-ekonomi tersebut tak ada relevansinya dengan penerapan syariah dalam wadah negara. Apalagi jika aktivitas yang ada sudah dibatasi hanya pada aksi sosial-ekonomi saja. Ini berarti aktivitas sosial-ekonomi tersebut akan dapat mengabaikan tugas suci yang seharusnya lebih diutamakan, yaitu mengembalikan Khilafah yang akan menerapkan hukum yang diturunkan Allah dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara (Manhaj Hizb at-Tahrir, 2009, hlm. 15-16).Selain itu, kita harus memahami bahwa aktivitas sosial-ekonomi seperti membangun masjid, sekolah atau rumah sakit merupakan aktivitas pengaturan urusan rakyat (riayah asy-syuun) yang berlangsung secara terus-menerus. Aktivitas pengaturan urusan rakyat (riayah asy-syuun) yang berlangsung secara terus-menerus ini adalah kewajiban negara, bukan kewajiban individu ataupun kelompok (Manhaj Hizb at-Tahrir, 2009, hlm. 15-16). Hal itu sebagaimana yang telah disabdakan Rasul saw.: Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat. Dia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya(HR al-Bukhari).3. Metode Perbaikan Individu.Metode ini muncul karena ada yang berpendapat bahwa negara atau masyarakat itu bergantung pada individu-individunya. Jika individunya baik, dalam arti mempunyai kesalihan pribadi, seperti akhlak atau ibadah yang baik, maka negara atau masyarakat pun otomatis akan baik pula. Karena itu mereka terus-menerus mengupayakan perbaikan individu dengan jalan membatasi atau memfokuskan perjuangannya pada perbaikan akhlak individu.Tentu usaha perbaikan akhlak atau ibadah individu ini adalah amalsalih, bukan amal yang buruk. Namun, jika dikaitkan dengan jalan penerapan syariah, metode ini tentu tidak akan dapat mengantarkan pada tegaknya syariah dalam Daulah Khilafah. Mengapa? Sebab, Khilafah bukanlah semata-mata sistem pemerintahan atau kekuasaan, melainkan wadah bagi masyarakat Islam itu sendiri. Adapun masyarakat tidak hanya terbentuk dari kumpulan individu, melainkan juga terbentuk dari tiga unsur lainnya yaitu: (1) pemikiran yang hidup dan diyakini di tengah masyarakat; (2) perasaan umum yang menggambarkan senang-bencinya masyarakat; (3) peraturan yang mengatur segenap interaksi antaranggota masyarakat.Oleh karena itu, membangun masyarakat Islam dalam institusi negara Khilafah tentu wajib dengan memperbaiki seluruh unsur-unsur pembentuk masyarakat Islam itu. Tak hanya memperbaiki individunya, melainkan juga memperbaiki pemikiran, perasaan dan peraturan yang diterapkan agar sesuai dengan Islam (Manhaj Hizb at-Tahrir, 2009, hlm. 23).4. Metode People Power.People powersaat ini juga banyak diminati oleh umat Islam, terutama setelah merebaknya fenomenaArab Spring(Musim Semi Arab) di Timur Tengah dan sekitarnya.People powerdisebut juga revolusi rakyat (tsawrah syabiyah). Ini adalah demonstrasi massal tanpa kekerasan yang dilakukan oleh rakyat dari pelbagai elemen untuk menumbangkan kekuasaan seorang pemimpin. Contohpeople poweryang pernah berhasil pada masa lalu ialah demonstrasi massal saat pelengseran Presiden Filipina Ferdinand Marcos (1986), Presiden Soeharto (1998), Presiden Mesir Hosni Mubarak (2012), dan sebagainya.Namun demikian, tingkat keberhasilanpeople powerternyata tidak hanya ditentukan oleh banyaknya kekuatan massa. Dalam banyak kasus, keberhasilannya juga ditentukan oleh sikap militernya. Militer yang mengambil sikap netral sudah cukup untuk menumbangkan seorang penguasa di tengah gelombangpeople power.Selain itu, dalam tinjauan syariah, sesungguhnyapeople powerbukanlah jalan yangsahihuntuk menegakkan Khilafah. Sebab, selain tidak sesuai dengan metode yang dituntunkan oleh Rasulullah saw.,people powerjuga mempunyai aspek-aspek kelemahan.Pertama: secara alamiah kekuatanpeople powertidak akan terbentuk dari satu kelompok saja, melainkan dari berbagai kelompok masyarakat; ada yang islami, ada yang sekular. Adanya koalisi pelangi ini mengakibatkan tidak adanya satu visi politik tunggal yang solid dan jelas, katakanlah misalnya visi tegaknya Daulah Islamiyah. Jadi meski mempunyai kesamaan tujuan untuk menurunkan presiden, masing-masing kelompok mempunyai visi politik sendiri-sendiri.Kedua: tidak terbentuknya opini umum yang kuat yang berbasis visi politik tunggal. Di Mesir, misalnya, selain ada opini yang pro Daulah Islamiyah, ternyata ada juga yang menginginkanDaulah Madaniyah(negara sipil) alias negara sekular. Opini yang terpecah dan tidak solid ini adalah konsekuensi logis dari karakterpeople poweryang terbentuk dari koalisi pelangi tadi. Padahal opini umum sangat penting untuk mendorong terjadinya perubahan ke arah yang diinginkan. Jadi,people powermemang jalan tidaksahihuntuk mendirikan Khilafah (Al-Waie[Arab], No 291, Rabiul Akhir 1432/ Maret 2011, hlm. 4).5. Metode Kudeta.Dalam istilah politik, kudeta berarti sebuah gerakan/operasi yang bertujuan untuk menggulingkan kekuasaan dengan kekuatan (militer) atau dengan jalan yang inkonstitusional (Munir Baalbaki,Kamus Al-Mawrid, hlm.224). Dalam literatur bahasa Arab, kudeta disebut revolusi militer (al-inqilab al-askari) yang didefinisikan sebagai penggunaan senjata untuk memperoleh kekuasaan (istikhdam as-silah li al-wushul ila al-hukm) (M. Khair Haikal,Al-Jihad wa al-Qital fi as-Siyasah Asy-Syariyah, I/302).Kudeta bukanlah metode (thariqah) yang yang sesuai dengan syariah untuk mendirikan Khilafah. Mengapa?Pertama: karena ketika Rasululullah saw. berdakwah di Makkah (yaitu sebelum hijrah dan berdirinya Daulah Islamiyah), belum disyariatkan perang atau penggunaan senjata. Pada peristiwa Baiat Aqabah II, kaum Anshar yang membaiat Rasulullah saw. meminta izin kepada beliau untuk memerangi penduduk Mina. Rasulullah saw. menjawab, Kita belum diperintahkan untuk itu [berperang] (Ibnu Saad,Ath-Thabaqat al-Kubra;Tarif Hizb at-Tahrir, 2010, hlm. 44; Ahmad Al-Mahmud,Ad-Dawah ila al-Islam, hlm. 36).Kedua: karena kudeta bertentangan dengan metode yang dicontohkan Rasulullah saw. untuk menegakkan Daulah Islamiyah, yaituthalabun-nushrah(mencari dukungan dan perlindungan) dariahlun-nushrahatauahlul-quwwah, yang bertujuan untuk memperoleh perlindungan dakwah dan memperoleh kekuasaan. Aktivitasthalabun-nushrahbukan aktivitas yang berdiri sendiri tanpa pendahuluan, melainkan aktivitas yang dilakukan pada ujung tahapan interaksi dengan masyarakat (tafaul maa al-ummah). Jadi,thalabun-nushrahdidahului oleh aktivitas pembinaan masyarakat (tatsqif), perjuangan politik (kifah siyasi) dan perang pemikiran (shira fikri) (M. Khair Haikal,Al-Jihad wa al-Qital, I/314;Hizbut Tahrir: Fikratuhu wa Thariqatuhu wa Sayruhu, hlm. 23; Hazim Ied Badar,Thariqah Hizb at-Tahrir fi at-Taghyir: Thariqah Hashriyah la Yujadu Ghayruha, la Syar[an] wa la Waqi[an], hlm. 9).Aspek itulah yang menegaskan perbedaan kudeta denganthalabun-nushrah. Kudeta semata-mata bersandar pada kekuatan militer dan paksaan, kurang memperhatikan aspek dukungan dan kesadaran masyarakat. Sebaliknya, metode yang dicontohkan Rasulullah saw., yaknithalabun-nushrah wajib didahului oleh pembentukan opini umum (al-rayu al-am) yang merupakan hasil dari proses pembinaan masyarakat (tatsqif), perjuangan politik (kifah siyasi) dan perang pemikiran (shira fikri). Jadi, dalam metodethalabun-nushrahyang dicontohkan Rasulullah saw. tidak terjadi pemaksaan atas masyarakat, karena masyarakat telah sadar sendiri akan perlunya Daulah Islamiyah.Dengan demikian kudeta bukanlah jalan yangsahihuntuk mendirikan Khilafah. Selain menyalahi metode Rasulullah saw., kudeta juga berbahaya karena mengabaikan aspek dukungan dan kesadaran masyarakat. Pemimpin yang tidak didukung oleh masyarakat mungkin dalam jangka pendek masih bisa berkuasa dengan tangan besi. Namun, cepat atau lambat, pemimpin seperti itu akan diturunkan sendiri oleh rakyatnya secara paksa. Kisah tragis diktator Muammar Khadafi yang kejam adalah contoh untuk itu.Metode Sahih Menegakkan KhilafahMetode Rasulullah saw. dalam upaya menegakkan Daulah Islamiyah sesungguhnya terdiri dari beberapa tahapan dakwah yang khas. Secara ringkas, tahapan dakwah yang telah ditempuh Rasulullah saw. tersebut adalah sebagai berikut:1. Tahap Pembinaan dan Pengkaderan (Marhalah Tatsqif wa Takwin).Tahapan ini telah dilakukan Rasulullah saw. ketika memulai dakwahnya di Makkah. Pada tahap ini, Rasulullah saw.mendidik dan membina masyarakat dengan aqidahdan syariah Islam. Pembinaan ini ditujukan agar umat Islam menyadari tugas dan tanggungjawabnya sebagai seorang Muslim.Dengan pendidikan dan pembinaan ini, seorang Muslim diharapkan memiliki kesadaran bahwa menegakkan syariah Islam dan Khilafah Islamiyah yang merupakan kewajiban asasi bagi dirinya dan berdiam diri terhadap aqidahdan sistem kufur adalah kemaksiatan. Kesadaran seperti ini akan mendorong seorang Muslim untuk menjadikanaqidahIslam sebagai pandangan hidupnya dan syariah Islam sebagai tolok ukur perbuatannya.Kesadaran ini akan mendorong dirinya untuk berjuang menegakkan syariah dan Khilafah Islamiyah. Tanpa kesadaran ini, Khilafah Islamiyah tidak pernah akan bisa diwujudkan di tengah-tengah masyarakat. Hanya saja, kesadaran seperti ini tidak akan mendorong terjadinya perubahan jika hanya dimiliki oleh individu atau sekelompok individu belaka. Kesadaran ini harus dijadikan sebagai kesadaran umum melalui propaganda yang bersifat terus-menerus. Dari sini maka perjuangan menegakkan syariah dan Khilafah harus berwujud amaljamai. Dengan kata lain, harus ada gerakan Islam yang ikhlas yang ditujukan untuk membina dan memimpin umat dalam perjuangan agung ini. Oleh karenanya, dalam aktivitas penyadaran ini, mutlak dibutuhkan kehadiran sebuahkelompok politikataupartai politik.2. Tahap Interaksi dan Perjuangan di Tengah Umat (Marhalah Tafaul maa al-Ummah).Tahap kedua adalah tahap interaksi dan perjuangan di tengah umat. Individu-individu Islamyang telah terhimpun dalam partai politik Islam yang ikhlas ini harus diterjunkan di tengah-tengah masyarakat untuk meraih kekuasaan dari tangan umat. Hal itu sebagaimana yang pernah dilakukan Rasulullah saw. bersama para sahabat. Setelah dianggap cukup dalam menjalankan proses dakwah tahap pembinaan dan pengkaderan, kelompok dakwah Rasul saw. selanjutnya diperintahkan Allah SWT untuk berdakwah secara terang-terangan (Lihat: QS al-Hijr [15]: 94).Dalam menjalankan perintah Allah tersebut, Rasulullah saw. dan para sahabat terjun di tengah masyarakat, berinteraksi dengan masyarakat untuk melakukan proses penyadaran umum tentang pentingnya kehidupan yang harus diatur dengan syariah Islam.Proses akhir dakwah darimarhalahkedua ini ditandai dengan pelaksanaanthalabun nushrah(mencari dukungan politik dariahlun nushrah) kepada para pemimpinqabilahuntuk menyerahkan kekuasaannya kepada Rasulullah saw. Puncak darimarhalahini adalah ketika Rasulullah saw. berhasil mendapatkan kekuasaan dari para pemimpinqabilahdari Yastrib (Madinah) melaluiBaiatul AqobahII.Dengan demikian, kekuasaan itu hakikatnya hanya bisa diraih jika umat telah rela menyerahkan kekuasaannya kepada kelompok Islam tersebut. Adapun cara untuk meraih kekuasaan dari tangan umat adalah terlebih dulu melakukan proses penyadaran, yaitu menanamkanmafahim(pemahaman), maqayis(standar perbuatan) danqanaat(keyakinan/kepercayaan) Islam di tengah-tengah mereka; sekaligus memutus hubungan masyarakat denganmafahim, maqayisdanqanaatkufur dan pelaksananya.Dengan cara ini, umat akan mencabut dukungannya terhadap sistem kufur dan pelaksananya, lalu menyerahkan kekuasaannya kepada kelompok Islam yang memperjuangkan syariah dan Khilafah tersebut dengan sukarela. Hanya saja, prosesi seperti ini harus melibatkanahlun-nushrah, yakni orang-orang yang menjadi representasi kekuasaan dan kekuatan umat, agar transformasi menuju Khilafah Islamiyah berjalan dengan mudah.Atas dasar itu, kelompok Islam tidak boleh mencukupkan diri pada aktivitas membina umat dan membentuk opini umum tentang Islam belaka, tetapi harus menuju kekuasaan secara langsung dengan menggunakan metode yang telah digariskan Nabi saw. di atas, yaknithalabun-nushrah. Pasalnya, hanya dengan metodethalabun-nushrahinilah jalansyariuntuk menegakkan Khilafah Islamiyah, bukan dengan metode yang lain.3. Tahap Penerapan Hukum Islam (Marhalah Tathbiq Ahkamul Islam).Setelah prosesthalabun-nushrahberhasil, tahapan selanjutnya adalah penerapan syariah Islam sebagai hukum dan perundang-undangan bagi masyarakat dan negara secarakaffah. Sebagaimana yang pernah dilaksanakan oleh Rasulullah saw. dan para sahabat, setelah beliau mendapatkan Baiatul Aqabah II, beliau melanjutkan denganhijrahke Madinah. Di Madinah inilah Rasulullah saw. dapat memulai penerapan syariah Islam secarakaffahdalam institusi negara, yakni Daulah Islamiyah. Penerapan syariah Islam ini ditandai dengan pemberlakuanPiagam Madinahyang wajib ditaati oleh seluruh warga negara, baik Muslim maupun non-Muslim. Selain penerapan syariah Islam untuk pengaturan kehidupan masyarakat di dalam negeri, Rasulullah saw. juga menerapkan syariah Islam untuk politik luar negerinya. Inilah tahap terakhir dari metode penegakan syariah Islam yang dapat diteladani dari perjalanan dakwah Rasulullah saw. Setelah perjuangan kelompok Islam memperoleh kekuasaan dariahlun-nushrah, pemimpin dari kelompok Islam tersebut akan dibaiat untuk menjadi khalifah, dengan tugas menerapkan Islam secarakaffah, baik untuk pengaturan kehidupan di dalam negeri maupun luar negerinya.Dengan penerapan Islam secarakaffahinilah,insya Allahkeagungan Islam akan tampak dalam penerapannya di dalam negeri dan juga akan tampak dari tersebarnya Islam ke seluruh penjuru dunia, untuk menebar rahmat-Nya. Hal itu sebagaimana yang telah dijanjikan Allah SWT dalam al-Quran (Lihat: QS al-Anbiya [21]: 107).WalLhu alam bish-shawb. [sumber: Makalah JICMI 2013] [Dwi Condro Triono, PhD.; DPP Hizbut Tahrir Indonesia]

Pemilu dalam Negara Khilafah

pemilu di IndonesiaOleh: Hafidz AbdurrahmanNegara Khilafah adalah Khalifah itu sendiri. Karena itu, kekuasaan di dalam Negara Khilafah berbeda dengan kekuasaan dalam negara-negara lain. Maka, negara Khilafah tidak mengenal pembagian kekuasaan (sparating of power), sebagaimana yang diperkenalkan oleh Montesque dalam sistem negara Demokrasi. Meski demikian, kekuasaan dalam sistem pemerintahan Islam tetap di tangan rakyat. Khalifah yang berkuasa dalam Negara Khilafah juga tidak akan bisa berkuasa, jika tidak mendapatkan mandat dari rakyat.Hanya saja, meski Khalifah memerintah karena mandat dari rakyat, yang diperoleh melaluibaiat iniqadyang diberikan kepadanya, namun rakyat bukan majikan Khalifah. Sebaliknya, Khalifah juga buruh rakyat. Sebab, akad antara rakyat dengan Khalifah bukanlah akadijarah, melainkan akad untuk memerintah rakyat dengan hukum Allah. Karena itu, selama Khalifah tidak melakukan penyimpangan terhadap hukum syara, maka dia tidak boleh diberhentikan. Bahkan, kalaupun melakukan penyimpangan, dan harus diberhentikan, maka yang berhak memberhentikan bukanlah rakyat, tetapi Mahkamah Mazalim.Karena itu, sekalipun rakyat juga mempunyai representasi, baik dalam Majelis Wilayah maupun Majelis Umat, tetapi mereka tetap tidak mempunyai hak untuk memberhentikan Khalifah. Selain itu, representasi rakyat ini juga tidak mempunyai hak legislasi, seperti dalam sistem Demokrasi, sebagaimana konsepsparating of power-nya Montesque, yang memberikan mereka kekuasaan legislasi. Karena kekuasaan dalam Islam sepenuhnya di tangan Khalifah, dan dialah satu-satunya yang mempunyai hak legislasi. Dengan begitu, representasi rakyat ini hanya mempunyai hak dalamcheck and balance.Pemilu Majelis UmatMeski posisi Majelis Umat bukan sebagai legislatif, tetapi mereka tetap merupakan wakil rakyat, dalam kontekssyura(memberi masukan) bagi yang Muslim, dansyakwa(komplain) bagi yang non-Muslim. Karena itu, anggota Majelis Umat ini terdiri dari pria, wanita, Muslim dan non-Muslim. Sebagai wakil rakyat, maka mereka harus dipilih oleh rakyat, bukan ditunjuk atau diangkat. Mereka mencerminkan dua:Pertama, sebagaileaderdi dalam komunitasnya.Kedua, sebagai representasi.Sebelum dilakukan Pemilu Majelis Umat, terlebih dahulu akan diadakan Pemilu Majelis Wilayah. Majelis Wilayah ini dibentuk dengan dua tujuan:1- Memberikan informasi yang dibutuhkan wali (kepala daerah tingkat I) tentang fakta dan berbagai kebutuhan wilayahnya. Semuanya ini untuk membantu wali dalam menjalankan tugasnya sehingga bisa mewujudkan kehidupan yang aman, makmur dan sejahtera bagi penduduk di wilayahnya.2- Menyampaikan sikap, baik yang mencerminkan kerelaan atau komplain terhadap kekuasaan wali.Dengan demikian, fakta Majelis Wilayah ini adalah fakta administratif untuk membantu wali, dengan memberikanguidancekepadanya tentang fakta wilayah, kerelaan dan komplain terhadapnya. Namun, Majelis Wilayah ini tidak mempunyai kewenangan lain, sebagaimana kewenangan yang dimiliki oleh Majelis Umat.Pemilihan Majelis Umat didahului dengan pemilihan Majelis Wilayah, yang mewakili seluruh wilayah yang berada di dalam Negara Khilafah. Mereka yang terpilih dalam Majelis Wilayah ini kemudian memilih anggota Majelis Umat di antara mereka. Dengan demikian, pemilihan Majelis Wilayah dilakukan oleh rakyat secara langsung, sedangkan Majelis Umat dipilih oleh Majelis Wilayah.Anggota Majelis Wilayah yang mendapatkan suara terbanyak akan menjadi anggata Mejelis Umat. Jika suaranya sama, maka bisa dipilih ulang. Demikian seterusnya, hingga terpilihlah jumlah anggota Majelis Umat yang dibutuhkan. Masa jabatan mereka sama dengan masa jabatan Majelis Wilayah. Karena permulaan dan akhirnya bersamaan. Khalifah bisa menetapkan, masa jabatan mereka dalam UU Pemilu, selama 5 tahun, atau lebih. Semuanya diserahkan kepadatabanniKhalifah.Tiap Muslim maupun non-Muslim, baik pria maupun wanita, yang berakal dan baligh mempunyai hal untuk dipilih dan memilih anggota Majelis Umat. Meski antara Muslim dan non-Muslim mempunyai hak yang berbeda. Bagi anggota Majelis Umat yang Muslim mempunyai haksyuradanmasyura, yaitu menyatakan pandangan tentang hukum syara, strategi, konsep dan aksi tertentu. Sementara bagi yang non-Muslim hanya mempunyai hak dalam menyatakan pendapat tentang kesalahan pelaksanaan hukum Islam terhadap mereka, tentang kezaliman dan komplain. Tidak lebih dari itu.Pemilihan KhalifahDalam kondisi terjadinya kekosongan kekuasaan, dimana Khalifah meninggal dunia, diberhentikan oleh Mahkamah Mazalim atau dinyatakan batal kekuasaannya, karena murtad atau yang lain, maka nama-nama calon Khalifah yang telah diseleksi oleh Mahkamah Mazalim, dan dinyatakan layak, karena memenuhi syarat: Laki-laki, Muslim, baligh, berakal, adil, merdeka dan mampu, diserahkan kepada Majelis Umat.Majelis Umat segera menentukan dari sejumlah nama tersebut untuk ditetapkan sebagai calon Khalifah. Bisa berjumlah enam, sebagaimana yang ditetapkan pada zaman Umar, atau dua, sebagaimana pada zaman Abu Bakar. Keputusan Majelis Umat dalam pembatasan calon Khalifah ini bersifat mengikat, sehingga tidak boleh lagi ada penambahan calon lain, selain calon yang ditetapkan oleh Majelis Umat ini.Baik Mahkamah Mazalim maupun Majelis Umat, dalam hal ini akan bekerja siang dan malam dalam rentang waktu 2 hari 3 malam. Mahkamah Mazalim dalam hal ini bertugas melakukan verifikasi calon-calon Khalifah, tentang kelayakan mereka; apakah mereka memenuhi syaratiniqaddi atas atau tidak. Setelah diverifikasi, maka mereka yang dinyatakan lolos oleh MahkamahMazalim diserahkan kepada Majelis Umat.Selanjutnya, Majelis Umat akan melakukan musyawarah untuk menapis mereka yang memenuhi kualifikasi.Pertama, hasil keputusan Majelis Umat akan menetapkan 6 nama calon.Kedua, dari keenam calon itu kemudian digodok lagi hingga tinggal 2 nama saja. Ini seperti yang dilakukan oleh Umar dengan menetapkan 6 orang ahli syura, kemudian setelah itu mengerucut pada dua orang, yaitu Ali dan Utsman.Perlu dicatat, pengangkatan Khalifah ini hukumnya fardhukifayah, sehingga tidak mesti dipilih langsung oleh rakyat. Jika kemudian ditetapkan, bahwa Majelis Umat yang akan memilih dan mengangkatnya, makakifayahini pun terpenuhi. Jikakifayahini dianggap terpenuhi, maka Khalifah bisa dibaiat denganbaiat iniqad. Setelah itu, baru seluruh rakyat wajib membaatnya denganbaiat thaah.Gambaran dan mekanisme di atas berlaku jika Khilafah sudah ada, dan Khalifah meninggal, berhenti atau dinyatakan batal. Namun, ini akan berbeda jika Khilafah belum ada, dan kaum Muslim belum mempunyai seorang Khalifah, dimana baiat belum ada di atas pundak mereka.KhatimahDalam kondisi sekarang, ketika Khilafah belum ada, maka solusi untuk mengangkat seorang Khalifah tentu bukan melalui Pemilu. Karena pemilu bukanlah metode baku dalam mendirikan Khilafah. Juga bukan metode untuk mengangkat Khalifah. Namun, ini hanyalahuslub. Bisa digunakan, dan bisa juga tidak, sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Islam telah menetapkan, bahwa metode baku untuk mendapatkan kekuasaan adalahthalab an-nushrah. Sedangkan metode baku untuk mengangkat Khalifah adalah baiat. Meski dalam praktiknya, bisa saja dengan menggunakanuslubpemilu.Karena itu, mengerahkan seluruh potensi untuk melakukanuslubyang mubah, namun meninggalkan metode baku yang wajib, yaituthalab an-nushrahdan baiat, jelas tidak tepat. Meski harus dicatat, bahwathalab an-nushrahtidak akan didapatkan begitu saja, tanpa proses dakwah dan adanya jamaah (partai politik Islam idelogis) yang mengembannya. Untuk lebih jauh, baca tulisan penulis,Tidak Ada Metode Baku dalam Meraih Kekuasaan dalam Islam?

Khilafah: Satu-satunya HarapanSepanjang tahun 2013, tidak ada berita yang menggembirakan. Bidang politik didominasi oleh berbagai fakta terkuaknya para politisi hitam yang merampok uang rakyat hingga miliaran rupiah. Bahkan ketua Mahkamah Konstitusi yang semestinya menjadi penjaga keadilan hukum justru menjadi salah satu pemain utama dalam perampokan uang rakyat tersebut.Di bidang sosial, kriminalitas terus meningkat tidak hanya jumlahnya, namun juga jenis operandinya. Konflik horisontal akibat pergesekan kepentingan terus mewarnai dalam beberapa Pilkada di berbagai daerah. Para pemuda dan pelajar yang semestinya menjadi generasi harapan masa depan justru banyak yang terlibat dalam pergaulan bebas dan narkoba.Di bidang ekonomi, angka kemiskinan dan pengangguran semakin mengkhawatirkan. Biaya kesehatan dan pendidikan semakin melambung tinggi tidak terjangkau. Kondisi seperti ini ternyata dirasakan pula oleh sebagian besar penduduk dunia.Pew Research Global Attitudes Project(PRGAP,www.pewglobal.org)yang dirilis pada 23 Mei 2013 mengungkapkan bahwa sebagian besar masyarakat dunia merasa tidak puas dengan kondisi ekonomi negara mereka. Kesenjangan ekonomi semakin lebar dan optimisme diperkirakan akan terus meredup pada tahun-tahun mendatang.Survei PRGAP ini juga menunjukkan bahwa ketidaksetaraan ekonomi merupakan keprihatinan umum publik seluruh dunia. Kebanyakan orang berpendapat bahwa sistem ekonomi sekarang hanya menguntungkan kelompok kaya. Mayoritas penduduk dunia juga setuju bahwa jurang pemisah antara si kaya dan si miskin menjadi semakin lebar dalam lima tahun terakhir.Akar MasalahKrisis politik, sosial, budaya, hukum, ekonomi dan sebagainya yang terjadi di dunia, khususnya di negeri-negeri Muslim saat ini tidak dapat dipisahkan dari ideologi Kapitalisme yang diterapkan. Artinya, ideologi Kapitalisme itulah yang menjadi sumber dan akar berbagai krisis tersebut.Sebagaimana diketahui, ide dasar Kapitalisme adalah sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Sumber hukum dalam ideologi ini dari akal semata. Di satu sisi keberadaan Tuhan memang diakui, namun di sisi lain manusialah yang dianggap layak untuk menetapkan berbagai aturan.Ideologi merupakan pandangan hidup yang menjadi asas dalam berbagai aspek kehidupan negara seperti ekonomi, politik, budaya, hukum, pemerintahan, dll. Di Indonesia, Kapitalisme telah dipilih oleh Pemerintah Orde Baru sebagai ideologi untuk menyelesaikan berbagai persoalan saat itu seperti kemiskinan, pengangguran, konflik militer dan politik. Tim ekonomi Orde Baru kemudian melakukan liberalisasi ekonomi dan pasar, serta mengikatkan diri dengan IMF dan Bank Dunia yang memberikan utang. Di sisi lain,Indonesiaharus membuka pasar dan kekayaan alamnya untuk dieksploitasi oleh pihak asing atas nama investasi dan pembangunan ekonomi.Saat Orde Reformasi, Indonesiasemakin menyempurnakan agenda kapitalistiknya. Misalnya lahir berbagai undang-undang yang pro-liberal seperti UU Migas, UU Sumber Daya Air, UU Penanaman Modal, UU Kelistrikan dan sebagainya. Berdasarkan UU yang pro-liberal inilah berbagai kebijakan ekonomi dikeluarkan, yang kenyataannya justru menimbulkan berbagai problem. Sejak Orde Baru hingga Orde Reformasi, bukannya menurun, kemiskinan dan pengangguran justru terus meningkat. Kekayaan sumber alam dikeruk pihak asing, sementara utang negara terus menumpuk.Kapitalisme gagal menyejahterakan warga dunia dan hanya melahirkan para kapitalis. Kapitalisme menciptakan ketidakadilan ekonomi serta kemiskinan struktural. Meskipun terbukti gagal, Kapitalisme masih bisa bertahan hingga saat ini. Penyebabnya karena adanya dukungan imperialisme atau penjajahan global. Kapitalisme bersama turunannya yakni sekularisme, liberalisme, pluralisme, demokrasi dan HAM dipaksakan oleh para kapitalis yang bekerjasama dengan imperialis agar dijadikan ideologi oleh negara-negara di dunia. Tujuannya agar mereka bisa menciptakan kondisi yang memungkinkan untuk mengeruk kekayaan negara-negara tersebut.Kerusakan DemokrasiPenjaga utama Kapitalisme, AS dan Eropa, menjajakan sistem demokrasi sebagai sistem politik yang akan membawa pada kehidupan yang lebih baik, sejahtera dan modern. Kenyataannya, demokrasi yang bertumpu pada ideliberalisme(kebebasan) ini telah menciptakan berbagai bencana yang menimpa umat manusia di seluruh dunia. Ide ini telah mengakibatkan berbagai krisis global serta memerosotkan harkat dan martabat masyarakat di dunia. Kerusakan yang ditimbulkan oleh ide liberalisme di negeri-negeri Muslim secara ringkas dapat dideskripsikan sebagai berikut:Pertama,kebebasan beragama.Dalam demokrasi seseorang bebas untuk beragama ataupun tidak beragama. Seseorang juga bebas untuk berpindah-pindah agama. Dengan demikian agama hanya menjadi sekadar asesoris, bukan hal yang prinsip. Karena itu bisa dipastikan, generasi yang tumbuh dalam sistem demokrasi akan semakin remeh memegang ajaran agama. Sekadar untuk memenuhi persyaratan pernikahan, misalnya, seseorang bisa pindah agama. Akhirnya, agama sekadar didudukkan sebagai penanda status seseorang; sama seperti suku, komunitas, dsb.Kedua,kebebasan berpendapat.Dalam demokrasi, setiap individu berhak mengembangkan pendapat atau ide apapun dan bagaimanapun bentuknya tanpa tolok ukur halal-haram. Satu-satunya tolok ukur yang dipakai adalah kepentingan, baik kepentingan untuk dirinya maupun kelompoknya. Karena itu undang-undang dan peraturan yang lahir di parlemen negara penganut demokrasi pada dasarnya untuk mengakomodasi kepentingan mereka sendiri, bukan kepentingan rakyat. Sebagai contoh, rencana kenaikan BBM beberapa waktu lalu ditentang oleh hampir seluruh rakyat di negeri ini, namun keputusan akhir dewan menyetujui kenaikan tersebut. Itu merupakan bukti bahwa mereka memang tidak pernah peduli pada kepentingan rakyat sehingga mereka tidak layak disebut sebagai wakil rakyat. Hasilnya, para anggota dewan saat ini sukses mensejahterakan dirinya dan partainya, sementara rakyat makin terjepit dalam kesengsaraan.Ketiga, kebebasan kepemilikan.Kebebasan ini memberikan hak kepada siapapun untuk memiliki sekaligus mengembangkan harta dengan sarana dan cara apapun. Hal ini menjadi jalan bagi para kapitalis yang berkolaborasi dengan penguasa untuk menjarah kekayaan alam yangnotabenemilik seluruh rakyat. Di Indonesia, pihak asing bahkan diberikan kebebasan untuk menguasai sumberdaya alam milik rakyat. Saat ini di Indonesia ada 60 kontraktor penguasa migas yang terkategori ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompokSuper Major (ExxonMobile, Total Fina Elf, BP Amoco Arco, dan Texaco) yang menguasai cadangan minyak 70 persen dan gas 80 persen.KelompokMajor(Conoco, Repsol, Unocal, Santa Fe, Gulf, Premier, Lasmo, Inpex dan Japex) yang menguasai cadangan minyak 18 persen dan gas 15 persen.Terakhir kelompokperusahaan independen yang menguasai cadangan minyak 12 persen dan gas 5 persen.Di sisi lain Indonesia jatuh dalam perangkap utang yang sangat sulit bahkan mustahil untuk dibayar. Total utang Pemerintah Pusat per 30 September 2013 sudah mencapai Rp 2.274 triliun. Menurut data Kementerian Keuangan (28/10/2013), rencana cicilan pokok dan bunga utang 2013 sebesar Rp 299,708 triliun (cicilan pokok Rp 186, 5 dan cicilan bunga Rp 113,2 triliun) atau 17,3% dari belanja APBN-P 2013.Kebijakan yang tidak pro rakyat ini muncul dari pola pikir Pemerintah yang liberal dan kapitalistik, yang didukung oleh DPR yang melahirkan UU dan regulasi yang liberal dan kapitalistik seperti UU Migas No. 22 Tahun 2001 dan UU Minerba no. 4 Tahun 2009. Pada kasus PT Freeport Indonesia, misalnya, Indonesia seharusnya mendapatkan keuntungan Rp 75100 triliun pertahun seandainya pengelolaan tambang itu dikelola oleh negara, bukan pihak asing.Ide kebebasan kepemilikan yang dijadikan sebagai tolok ukur perbuatan juga mengakibatkan lahirnya para kapitalis yang membutuhkan bahan-bahan mentah untuk menjalankan industrinya dan membutuhkan pasar-pasar konsumtif untuk memasarkan produk-produk industrinya. Hal inilah yang telah mendorong negara-negara kapitalis untuk bersaing satu sama lain guna menjajah negara lain melalui lembaga yang mereka bentuk, seperti IMF, WTO, APEC, dll. Tujuan utamanya tentu saja untuk mengeksploitasi kekayaan alam mereka serta mengendalikan berbagai kebijakan ekonomi dan politik di negara tersebut.Keempat, kebebasan berperilaku.Kebebasan berperilaku ini telah menyuburkan berbagai penyakit sosial dan kerusakan akhlak. Menurut data Kementerian Kesehatan, jika tidak ada program terobosan dalam penanggulangan HIV/AIDS maka pada tahun 2025 akan ada 1.817.700 orang terinfeksi AIDS. Anehnya, penanggulangan HIV/AIDS tersebut yang digagas Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) bersama Kementerian Kesehatan adalah dengan menggelar Pekan Kondom Nasional (PKN) pada awal Desember lalu. Padahal kampanye PKN tersebut lebih tepat disebut sebagai kampanye pada seks bebas dan iklan penggunaan kondom yang akan menguntungan para kapitalis besar pemilik perusahaan kondom.Tingginya penderita penyakit HIV/AIDS tersebut sebagai pertanda suburnya praktik seks bebas dan zina di negeri yang penduduknya mayoritas Muslim ini. Pemicunya tentu saja adalah kebebasan berperilaku yang dipertontonkan melalui berbagai tayangan berbau porno di berbagai tv dan media cetak; termasuk pagelaran yang menampilkan kecantikan wanita seperti acara Miss World di Bali beberapa waktu lalu. Semua itu berkontribusi nyata terhadap kerusakan akhlak masyarakat. Namun, Pemerintah membiarkan semua itu karena alasan kebebasan berperilaku.Khilafah: Satu-satunya HarapanBerharap kehidupan yang sejahtera secara sosial dan ekonomi di bawah naungan Kapitalisme beserta ide-ide turunannya (demokrasi, liberalisme, pluralisme, nasionalisme, HAM, dll.) bagaikan pungguk merindukan bulan. Sebagaimana dipaparkan di atas, penerapan ideologi Kapitalisme terbukti telah menimbulkan berbagai kerusakan di segala aspek, sosial, ekonomi, politik, budaya, hukum, dan sebagainya. Kegagalan Kapitalisme menciptakan kesejahteraan secara ekonomi diakui juga oleh Direktur Pelaksana IMF, Christine Lagarde. Dalam pidato mengenai upaya penurunan angka kemiskinan di Washington DC (washingtonpost.com, 15/05/2013), Lagarde memperingatkan kesenjangan ekonomi saat ini yang semakin meluas di seluruh dunia yang mengancam pertumbuhan ekonomi global.Dia juga mengungkapkan adanya ketidaksetaraan ekonomi karena hanya segelintir orang yang menguasai kekayaan dunia, yaitu hanya sekitar 0,5 persen dari populasi dunia yang memegang 35 persen dari total pendapatan dunia.Tidak ada pilihan lain bagi umat Islam untuk mengakhiri krisis multidimensi ini selain harus menumbangkan sistem Kapitalisme yang diterapkan di negeri-negeri mereka. Metodenya hanya satu, yakni dengan menegakkan kembali negara global Khilafah Islamiyah. Tegaknya Khilafah akan menghentikan laju imperialisme sekaligus Kapitalisme. Sebab, faktanya saat ini negara-negara penjaga Kapitalisme adalah negara-negara imperialis besar, khususnya AS dan Eropa, dengan kekuatan global baik secara ekonomi, politik maupun militer. Kekuatan negara imperialis besar dengan kekuatan global seperti itu hanya mungkin bisa dihadapi oleh negara yang setara yang juga memiliki kekuatan global, yakni Khilafah.Khilafah akan menyatukan 1,7 miliar Muslim di seluruh dunia dengan segala potensi geoekonomi, geopolitis, dan geostrategisnya. Penerapan syariah Islam oleh Khilafah akan menggantikan sistem ideologi Kapitalisme yang rusak itu. Khilafah akan menerapkan syariah Islam yangrahmatan lil alamin. Untuk menciptakan kesejahteraan misalnya, syariah Islam telah mewajibkan negara untuk menjamin kebutuhan pokok setiap individu rakyat (sandang, pangan, dan papan), Muslim maupun non-Muslim. Negara tidak boleh membiarkan ada rakyatnya yang kelaparan, tidak punya rumah, dan tidak memiliki pakaian. Berdasarkan syariah Islam, negara juga wajib menjamin kesehatan dan pendidikan secara gratis dan transportasi yang murah.Untuk mendanai semua itu, negara mendorong setiap orang untuk bekerja keras memenuhi kebutuhan pokoknya. Negara akan membantu kalau setelah bekerja keras kebutuhan pokoknya masih belum terpenuhi dan keluarga dekatnya tidak bisa membantunya. Negara juga akan mengambil zakat dari orang-orang kaya yang digunakan untuk menyantuni orang-orang miskin. Sumber penting lain dari dana negara adalah harta kepemilikan umum seperti tambang migas, emas, perak, minyak, hutan dll yang merupakan milik rakyat. Negara akan mengelola semua itu dengan baik; keuntungannya diberikan kepada rakyat, bukan untuk pihak asing.Substansi dari ide Khilafah yang wajib diperjuangkan oleh umat Islam adalah terwujudnya kehidupan Islam yang dicirikan oleh dua hal pokok.Pertama: kehidupan yang di dalamnya diterapkan syariah Islam dalam seluruh sendi kehidupan, baik kehidupan pribadi, keluarga maupun kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang menyangkut aspek ekonomi, sosial, pendidikan, budaya, hukum, politik, dan sebagainya.Kedua: bersatunya kembali umat Islam yang kini bercerai-berai dalam lebih dari 70 negara ke dalam naungan negara Khilafah Islamiyah dengan seorang khalifah sebagai pemimpinnya.Jadi, hal terpenting yang diperlukan saat ini adalah tumbuhnya kesadaran umat Islam di seluruh dunia untuk menumbangkan ideologi Kapitalisme tersebut. Pasalnya, penerapan Kapitalisme itulah yang telah menyengsarakan dan mengerdilkan umat Islam dalam berbagai sendi kehidupan di pentas dunia. Penting untuk terus menumbuhkan kesadaran umat untuk menuju kejayaan melalui penyatuan multi-potensi kekuatan mereka di seluruh dunia ke dalam institusi politik negara Khilafah Islamiyah. Melalui institusi tersebut, umat Islam akan mampu kembali memimpin dunia dan Islam sebagairahmatan lil alaminbisa menjadi kenyataan. [Dr. Ir. M. Kusman Sadik; Penulis adalah anggota DPP Hizbut Tahrir Indonesia]WalLahu alam bi ash-shawab

Parlemen Bukan Satu-satunya Jalan PerubahanJakarta-Selama ini ada semacam racun pemikiran yang terus ditebarkan di tengah umat Islam kalau ingin perubahan harus masuk parlemen. Keruntuhan rezim-rezim diktator di Timur Tengah saat ini secara faktual membantah pandangan tersebut.Perubahan yang terjadi di Timur Tengah saat ini justru dilakukan bukan dengan jalan demokrasi, tetapi gerakan rakyat ekstra parlemen, ujar Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia Farid Wadjdi dalam Seminar Gejolak Politik Timur Timur Tengah: Tinjauan atas Kebijakan Obama terhadapan Dunia Arab dan Islam, Rabu (16/3) sore di Hotel Grand Syahid Jaya, Jakarta.Fakta tersebut pun menunjukkan ritual demokrasi atau masuk parlemen, bukanlah satu-satunya jalan untuk melakukan perubahan.Di samping tidak efektif untuk membuat perubahan yang substansial, menurut Farid, ritual demokrasi juga mengandung banyak persoalan. Persoalan yang mendasarnya adalah persoalan ideologis! tegasnya dalam seminar yang digelar Sabang-Merauke Circle itu.Demokrasi dengan kedaulatan rakyat sebagai pilar utamanya telah menjadikan akal dan nafsu manusia sebagai sumber hukum. Hal ini jelas bertentangan dengan prinsip utama aqidah Islam yang hanya menjadikan Al-Quran dan Hadits sebagai sumber hukumnya.Namun, gerakan people power, bila tanpa dibarengi dengan pemahaman masyarakat akan visi dan misi ideologi Islam serta tanpa dukungan dari ahlul quwwah (kelompok militer) maka rawan dibajak oleh kepentingan pihak ketiga dan menimbulkan pembantaian sesama umat Islam seperti di Libya.(mediaumat.com, 16/3/2011)

Demokrasi Bukan Jalan Perubahan Hakiki[Al-Islam 447]Kondisi negeri ini meski sudah merdeka dari penjajahan fisik selama lebih dari 63 tahun hingga kini belum juga sampai pada kemakmuran dan kesejahteraan untuk rakyat seutuhnya. Sekalipun reformasi sudah berjalan sepuluh tahun kondisi kehidupan rakyat belum juga membaik. Angka kemiskinan masih juga tinggi. Menurut data BPS, angka kemiskinan pada Maret 2008 sebesar 34,97 juta jiwa. Menurut Menkoinfo, jumlah penduduk miskin pada Maret 2009 sebesar 33,714 juta jiwa, dengan tingkat inflasi 9% (Beritaglobal.com).Reformasi yang digadang-gadang bisa membawa perubahan mendasar dan luas pada kehidupan negeri ini ternyata juga tidak bisa membuahkan hasil yang diharapkan. Hal itu karena reformasi tidak dimaksudkan bagi terjadinya perubahan fundamental, maka keadaan pasca reformasi juga tidak banyak mengalami perubahan. Bila sebelum reformasi tatanan negeri ini bersifat sekularistik, setelah reformasi juga masih tetap sekular. Bahkan keadaan sekarang lebih buruk daripada sebelumnya. Korupsi meningkat tajam, kerusakan lingkungan makin menjadi-jadi, pornografi makin tak terkendali, dan jumlah orang miskin masih tetap tinggi dan sebagainya. Lebih menyedihkan lagi, sumber-sumber kekayaan negeri ini yang semestinya diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat justru berpindah ke dalam cengkeraman asing. Aroma pengaruh kekuatan asing pun masih terasa sangat kental di negeri ini. Alhasil, upaya memerdekakan negeri ini secara hakiki belum juga berhasil meski sudah lepas dari penjajahan fisik lebih dari 63 tahun.Reformasi yang sudah berjalan sepuluh tahun telah berhasil menjadikan negeri ini makin demokratis. Bahkan sekarang negeri ini dianggap sebagai negara demokratis terbesar ketiga di dunia setelah AS dan India-. Meski demikian, nyatanya proses demokrasi yang makin demokratis itu tidak korelatif dengan peningkatan kesejahteraan dan kehidupan rakyat yang baik. Padahal demokrasi dan proses demokratisasi dianggap menawarkan perubahan kehidupan rakyat menjadi lebih baik. Fakta menunjukkan tawaran itu seperti pepesan kosong alias bohong.Sekarang di tengah euforia proses demokrasi (Pemilu ), perubahan kembali digantungkan pada proses demokrasi. Hampir semua partai politik peserta Pemilu 2009 menjanjikan perubahan yang lebih baik bagi bangsa Indonesia. Janji itu tergambar saat deklarasi kampanye damai yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di arena Pekan Raya Jakarta (PRJ), Senin (16/3), yang dihadiri para pemimpin partai dan pendukungnya. Sejak tanggal tersebut hingga jelang masa tenang sebelum Pemilu (9 April 2009), rakyat akan disuguhi berbagai celotehan janji dan mimpi tentang perubahan dengan berbagai macam redaksi dan visualisasi. Apakah benar Pemilu yang kesepuluh kalinya ini akan benar-benar bisa mewujudkan perubahan? Benarkah demokrasi (dengan Pemilunya) bisa menjadi jalan perubahan?Jika yang dimaksudkan adalah perubahan sekadar perubahan, jelas demokrasi menjanjikan itu. Bahkan dalam demokrasi bisa dikatakan tidak ada sesuatu yang tetap. Hal itu karena sistem dan aturan penentuannya diserahkan pada selera akal manusia, sementara selera akal selalu berubah dari waktu ke waktu. Sesuatu yang dianggap baik hari ini bisa saja besok berubah menjadi sesuatu yang dinilai buruk. Sesuatu yang dinilai manfaat hari ini ke depan bisa dinilai sebagai madarat (bahaya). Hal itu karena akal senantiasa dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan kepentingan (ego). Artinya, perubahan yang ditawarkan oleh demokrasi itu akan dipengaruhi bahkan ditentukan oleh kepentingan. Dalam konteks ini kepentingan pihak-pihak yang mendominasi proses demokrasilah yang akan menentukan perubahan yang terjadi. Di sinilah masalahnya. Melalui demokrasi perwakilan, suara ratusan ribu rakyat diasumsikan terwakili oleh satu orang wakil. Tentu saja ini adalah satu hal yang sangat sulit kalau tidak bisa dikatakan mustahil. Pada faktanya suara wakil itu lebih mencerminkan suara dan kepentingannya sendiri. Bahkan fakta menunjukkan lebih sering justru kepentingan pihak lainlah yang lebih menonjol, selain suara dan kepentingan wakil rakyat itu sendiri dan kelompoknya. Hal itu karena demokrasi itu dalam prosesnya membutuhkan biaya mahal. Di sinilah peran para pemodal yang berinvestasi melalui proses demokrasi menjadi sangat menonjol dan menentukan. Ironisnya semua itu selalu diatasnamakan suara dan kepentingan rakyat karena rakyatlah yang memilih orang-orang yang mewakili mereka. Dengan demikian kepentingan para pemodal demokrasi itulah yang menjadi penentu arah perubahan yang terjadi. Jadi demokrasi memang menjadikan perubahan tetapi bukan perubahan yang memihak kepentingan rakyat, tetapi memihak kepentingan aktor-aktor demokrasi dan para pemodal mereka.Lebih dari itu, seandainya dengan demokrasi itu tercipta kondisi yang baik yang sepenuhnya memihak kepentingan rakyat meski ini selalu saja masih menggantung jadi mimpi- demokrasi tidak bisa menjamin kondisi baik itu bisa terus berlangsung. Justru demokrasi menjamin kondisi yang baik itu pasti berubah yang belum tentu menjadi lebih baik. Hal itu karena wakil rakyat dan pemimpin yang baik yang terpilih melalui proses demokrasi itu harus dipilih ulang. Pemimpin yang baik itu dibatasi jangka waktunya dan harus diganti ketika sudah habis. Bahkan setelah jangka waktu tertentu ia tidak boleh dipilih kembali. Tidak ada jaminan tabiat pilihan masyarakat dalam tatanan sekularistik-Kapitalis akan bisa menjadi pemimpin yang penuhi hak-hak asasi rakyatnya. Karakter sistemnya eksploitatif dan hanya memihak kelompok korporasi pemegang modal besar yang selalu menjadi pilar tegaknya sistem ini. Hal itu menunjukkan bahwa demokrasi hakikatnya memang bukan sistem yang baik, dan bukan sistem yang menawarkan perubahan lebih baik secara hakiki.Hal itu wajar karena demokrasi adalah sistem buatan manusia yang tentu saja sarat dengan kelemahan dan kekurangan serta tidak bisa melepaskan diri dari kepentingan. Lebih dari itu, demokrasi sebagai sebuah sistem bertentangan dengan Islam, karena inti dari demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Makna praktis dari kedaulatan ada hak membuat hukum. Itu artinya demokrasi menjadikan rakyat riilnya adalah wakil-wakil rakyat- sebagai pembuat hukum. Sebaliknya, dalam Islam membuat dan menentukan hukum itu adalah hak Allah SWT. Artinya dalam Islam hanya syara yang berhak membuat hukum.Allah telah menjelaskan bahwa hanya Islamlah sistem yang bisa menawarkan kehidupan kepada umat manusia. Hanya Islamlah yang bisa membawa manusia menuju cahaya, sementara sistem selain Islam justru mengeluarkan manusia dari cahaya menuju kegelapan. Allah SWT menegaskan hal itu di dalam firman-Nya: Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) menuju cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya menuju kegelapan (kekafiran).(QS. al-Baqarah [2]: 257)Itu artinya hanya sistem Islamlah yang bisa menjamin terwujudnya perubahan dan kehidupan yang baik yang diridhai oleh Alllah SWT. Sistem Islam datang dari Pencipta manusia yang paling mengetahui hakikat manusia, apa yang baik dan yang tidak, yang bermanfaat dan yang madarat bagi manusia.Dengan demikian, jalan perubahan itu adalah dengan menerapkan Islam sebagai sebuah sistem secara menyeluruh. Perjuangan mewujudkan perubahan hakiki itu tentu saja adalah perjuangan mewujudkan penerapan Islam secara menyeluruh. Dalam konteks ini, sebagian pihak meyakini hal itu bisa dilakukan melalui demokrasi. Jika yang dituju adalah penerapan Islam secara parsial, maka hal itu bisa diwujudkan melalui demokrasi, seperti penerapan hukum waris Islam, pernikahan Islam, ibadah dan hukum-hukum yang bersifat personal lainnya. Hanya saja jika yang dituju adalah perubahan secara menyeluruh dan penerapan Islam secara menyeluruh rasanya mustahil bisa diwujudkan melalui demokrasi. Hal itu karena sebagai sebuah sistem, demokrasi yang dibangun di atas akidah sekularisme tentu tidak akan mentoleransi masuknya agama (Islam) dalam pengaturan hidup bermasyarakat. Secara faktual, kasus FIS yang memenangi Pemilu demokratis di Aljazair dan meraih suara mayoritas toh dianulir oleh militer yang sekular atas dukungan Perancis dan didiamkan (diamini) oleh semua negara dan para pejuang demokrasi. Begitu juga kasus partai Refah di Turki dan Hamas di Palestina mempertegas bahwa perjuangan penerapan Islam tidak mungkin dilakukan melalui demokrasi. Perubahan hakiki itu hanya bisa diwujudkan dengan penerapan Islam secara menyeluruh.Wahai Kaum MuslimSekali lagi demokrasi bukan jalan mewujudkan perubahan yang hakiki. Menggantungkan harapan terjadinya perubahan hakiki kepada demokrasi hanya akan mendatangkan kekecewaan. Fakta yang terjadi di negeri-negeri Islam selama ini sudah menegaskan hal itu. Karena itu, tidak sepantasnya kita masih menaruh harapan pada demokrasi.Jalan untuk mewujudkan perubahan hakiki, yaitu untuk mewujudkan penerapan Islam secara menyeluruh, hanya bisa dilakukan melalui thariqah (metode) dakwah Rasulullah saw. Keberhasilan Rasul bersama para sahabat mewujudkan perubahan hakiki dengan menerapkan Islam secara menyeluruh yang berawal dari Madinah lalu menyebarkan perubahan ke negeri-negeri lainnya cukuplah menjadi bukti. Allah SWT menegaskan hal itu dalam firman-Nya: Sesungguhnya (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian bertakwa.(QS. al-Anm [6]: 153)Dengan demikian, jalan perubahan hakiki itu tidak lain adalah dengan dakwah sesuai thariqah Rasul saw untuk menerapkan sistem Islam secara menyeluruh dalam bingkai Khilafah Rasyidah. Wallah alam bi ash-shawab.[]

Pesta Demokrasi: Bukan Pesta Perubahan[Al-Islam 451]Dalam sistem sekular saat ini, Pemilu sering disebut dengan Pesta Demokrasi. Layaknya sebuah pesta, Pemilu hanyalah luapan kegembiraan sesaat. Kegembiraan itu ditandai antara lain oleh menjamurnya partai peserta Pemilu; ribuan caleg; jutaan spanduk, baliho dan stiker; ramainya media cetak dan elektronik oleh iklan politik; hingar-bingar pidato dan janji-janji para tokoh partai dan para caleg; gegap-gempitanya kampanye yang dibumbui aneka ragam acara hiburan; plus biaya triliunan rupiah.Namun, layaknya pesta, setelah usai, kondisinya kembali ke keadaan semula. Tidak ada yang berubah setelah Pemilu. Dengan membaca hasil Pemilu sepekan yang lalu, setidaknya berdasarkan perhitungan Quick Count LSI, jelas bahwa partai Pemerintah dan partai-partai besarlah yang tetap menjadi jawara. Yang berbeda hanyalah peringkatnya saja. Partai Demokrat kini di peringkat pertama, mendapatkan 20.27% suara; diikuti Golkar: 14.87% suara, PDIP: 14.14% suara, PKS: 7.81% suara, PAN: 6.05% suara, PPP: 5.32% suara, PKB: 5.25% suara, Gerindra: 4.21% suara, Hanura: 3.61% suara dan PBB: 1.65% suara (TVOne, 9/4/2009). Dengan hasil seperti ini, terbukti bahwa Pemilu tidak membawa perubahan. Pemilu bahkan semakin mengokohkan partai Pemerintah yaitu Partai Demokrat, Golkar serta koalisi partai pemerintah seperti PKS, PPP, PKB dan PBB.Karena itu, mereka yang terlanjur percaya bahwa Pemilu dalam sistem demokrasi bisa menghasilkan perubahan tampaknya harus kembali gigit jari. Pasalnya, Pemilu memang sekadar dimaksudkan untuk memilih orang, seraya berharap orang yang terpilih lebih baik daripada yang sebelumnya. Pemilu sama sekali menafikan, bahwa yang dibutuhkan oleh negeri ini bukan sekadar orang-orang terpilih, tetapi juga sistem yang terpilih. Dengan kata lain, Pemilu sama sekali melupakan, bahwa yang dibutuhkan oleh negeri ini bukan sekadar pergantian orang (penguasa dan wakil rakyat), tetapi juga pergantian sistem pemerintahan, politik, ekonomi, sosial, pendidikan dll dengan yang jauh lebih baik. Wajarlah jika usai Pemilu Legislatif ini, juga Pemilu Presiden nanti, perubahan untuk Indonesia yang lebih baik sebagaimana yang diharapkan oleh seluruh rakyat negeri ini tidak akan pernah terwujud, selama kebobrokan sistem sekular yang tegak berdiri saat ini tidak pernah disoal, dikritik dan diutak-atik, sekaligus diganti, karena sudah dianggap sebagai sistem yang baik.Memang masih ada segelintir orang yang menyerukan pemenangan Islam melalui Pemilu. Padahal mereka tahu, bahwa belum pernah ada sejarahnya Islam bisa menang melalui Pemilu. Sebut saja Masyumi dan NU, yang masing-masing memenangi 112 dan 91 kursi pada pemilu 1955. Namun, akhirnya toh keduanya tetap tidak bisa memerintah. Masyumi kemudian dibubarkan oleh Soekarno pada tahun 1960. Hal yang sama juga terjadi pada FIS di Aljazair. FIS yang menang pada Pemilu 1991 putaran I, dan menguasai 81% kursi parlemen, lalu menang telak pada Pemilu putaran II pada tahun yang sama, akhirnya dibubarkan oleh junta militer. Hal yang sama juga terulang pada Hamas, sebagai pemenang Pemilu di Palestina. Sejak mendominasi Parlemen Palestina melalui Pemilu demokratis hingga kini, Hamas terus dipojokkan, dikucilkan, bahkan berusaha disingkirkan oleh kekuatan-kekuatan sekular dan pihak asing.Karena itu, mengharapkan terjadinya perubahan, apalagi kemenangan Islam, melalui Pemilu jelas tidak mungkin. Daripada berharap pada sesuatu yang tidak mungkin, lebih baik seluruh potensi umat dikerahkan untuk membangun jalan baru, yaitu jalan yang pernah ditempuh oleh Baginda Nabi saw. dalam mewujudkan perubahan. Jalan perubahan yang ditempuh Baginda Nabi saw. terbukti telah mampu mengubah bangsa Arab, dari bangsa yang tidak mempunyai sejarah, sampai akhirnya menjadi pemimpin dunia.Jalan baru ini bukan saja dibutuhkan oleh Indonesia, tetapi juga seluruh umat manusia di dunia. Betapa tidak. Setelah Islam tidak lagi berkuasa, tepatnya setelah institusi Khilafah diruntuhkan pada tanggal 3 Maret 1924 M/28 Rajab 1342 H, dunia telah jatuh ke dalam genggaman Kapitalisme dan Sosialisme. Hasilnya, sebelum krisis keuangan global, ada 4 miliar jiwa, atau separuh penduduk dunia hidup, di bawah garis kemiskinan; 90% kekayaan dunia hanya dikuasai 20% penduduk dunia, sementara 10% sisanya harus dibagi 80% penduduk dunia yang lainnya. Ketika krisis keuangan menerpa dunia sejak 2007 hingga sekarang, para pemimpin G-7 tidak mampu memikul beban krisis tersebut. Mereka pun melibatkan para pemimpin G-20. Dalam pertemuan mereka di London baru-baru ini, disepakati paket stimulus (pendorong) ekonomi sebesar 5 triliun dolar AS. Lebih dari 700 miliar dolar AS di antaranya digunakan untuk membantu IMF. Apa yang mereka sebut stimulus ekonomi, bailout maupun yang lain, nyatanya bukan untuk menyelamatkan kelompok 80% penduduk dunia yang lebih membutuhkan, tetapi justru untuk membantu kelompok 20%, dan tidak lain untuk mempertahankan penjajahan mereka terhadap dunia.Di Indonesia sendiri, pada tahun ini terdapat 10,24 juta rakyat mengganggur; 33 juta lebih hidup di bawah garis kemiskinan, bahkan jika menggunakan standar Bank Dunia, angkanya bisa mencapai 100 juta orang. Sebanyak 90% kekayaan migas kita juga telah dikuasai oleh kekuatan asing. Belum lagi kekayaan alam yang lainnya. Lihatlah, kekayaan alam kita yang melimpah ternyata hanya menyumbang 20% pendapatan dalam APBN; 75%-nya diperoleh dengan memalak rakyat, melalui pajak; sisanya 5% dari perdagangan, dan lain-lain.Inilah realitas sistem Kapitalisme Sekularisme dan Liberalisme yang mencengkeram kehidupan umat Islam, termasuk di negeri ini.Jadi, masihkah kita berharap pada sistem yang rusak seperti ini, yang terbukti telah menghempaskan dunia, termasuk Indonesia, ke dalam jurang kehancuran? Orang yang berakal sehat, tentu akan menjawab tidak. Itulah mengapa, seorang Angela Merkel, Kanseler Jerman, beberapa waktu lalu pernah menyatakan, bahwa dunia membutuhkan sistem alternatif.Kembalikan Kedaulatan Syariah!Masalah pokok yang menimpa umat Islam saat ini di dunia, termasuk Indonesia, sesungguhnya berpangkal pada tidak hadirnya kedaulatan Asy-SyriAllah SWTdi tengah-tengah kehidupan mereka. Yang justru bercokol selama puluhan tahun justru kedaulatan rakyat yang semu. Pasalnya, di Parlemen, selalu yang duduk adalah segelintir orang yang sering justru tidak memihak rakyat, tetapi lebih sering memihak pengusaha, para pemilik modal dan bahkan kekuatan asing. Rakyat malah sering hanya dijadikan sapi perahan oleh para wakilnya di Parlemen. UU Migas, UU SDA, UU Penanaman Modal, UU Minerba, UU BHP dll yang dihasilkan oleh Parlemen pada faktanya lebih ditujukan untuk memenuhi kehendak para pemilik modal dan kekuatan asing. Rakyat sendiri tidak tahu-menahu duduk persoalannya. Padahal semua UU tersebut justru berbahaya bagi mereka dan berpotensi menjadikan mereka hanya sebagai korban. Sebelum sejumlah UU di atas diberlakukan saja, negeri ini telah dilanda berbagai persoalan cabang seperti kemiskinan, kebodohan, ketidakstabilan politik, korupsi, nepotisme, perpecahan, penguasaan kekayaan alam oleh segelintir orang, dominasi kekuatan penjajah atas berbagai sumber kekayaan alam kaum Muslim, penjajahan fisik di sejumlah wilayah, dan merebaknya perbuatan-perbuatan tidak bermoral. Semua itu tidak lain sebagai akibat tidak tegaknya kedaulatan syariah akibat disingkirkannya al-Quran sebagai pedoman hidup. Mahabenar Allah Yang berfirman: Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku (al-Quran), sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit(QS Thaha [20]: 124).Kewajiban Menegakkan KhilafahMenegakkan kedaulatan syariah adalah kewajiban kolektif (fardhu kifayah) bagi kaum Muslim. Satu-satunya lembaga yang mampu mewujudkan kedaulatan syariah itu hanyalah Daulah Islam seperti zaman Nabi saw., atau yang kemudian dikenal setelah Nabi wafat sebagai Khilafah, yakni Khilafah ala minhaj an-Nubuwwah (yang tegak berdiri di atas manhaj Nabi saw.) Inilah yang telah dibuktikan oleh sejarah Kekhilafahan Islam selama berabad-abad.Dalam sistem pemerintahan Islam (Kihlafah), negara ditopang oleh sejumlah struktur yang ditetapkan oleh syariah, antara lain khalifah, para muawin (pembantu khalifah), para wali (gubernur), hingga para qadhi (hakim), petugas administrasi dan majelis umat. Dalam sistem ekonomi Islam terdapat berbagai hukum syariah yang berkaitan dengan tanah dan kepemilikan, aturan-aturan tentang industri, serta perdagangan domestik dan luar negeri. Terkait dengan politik luar negeri Khilafah, kita juga akan menemukan hukum-hukum syariah tentang tentara Islam berikut persiapan yang harus mereka lakukan dalam rangka menghadapi tugas-tugas yang diemban, yaitu menyebarluaskan dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.KhatimahBenar. Dunia, termasuk Indonesia, memang membutuhkan sistem alternatif. Sistem itu adalah sistem Khilafah, bukan yang lain. Bahkan keyakinan semacam ini pun berkembang di kalangan intelijen dan ahli strategi. Baru-baru ini AM Hendopriyono menyatakan, Setelah tesis Liberalisme-Kapitalisme gagal mensejahterakan dunia, Kekhilafahan seharusnya muncul sebagai penggantinya. Karenanya, Islam perlu menjawab tantangan globalisasi dengan membangun Khilafah Universal. Hanya sistem inilah yang bisa mengatur dan mensejahterakan dunia, karena tatanan Sekular-Kapitalisme telah gagal. (Sabili, no 19 TH XVI, 9 April 2009, hlm. 28).Pernyataan seperti ini memang bukan hal baru. Bahkan ahli strategi AS dan Rusia, termasuk NIC, sebelumnya pernah menyatakan bahwa Khilafah akan tegak kembali.Inilah jalan baru yang dibutuhkan oleh dunia, termasuk Indonesia saat ini. Jalan inilah yang akan mengubah wajah dunia yang didominasi oleh kezaliman menjadi wajah dunia yang adil dan makmur. Jalan itu pun telah dirintis oleh Hizbut Tahrir sejak tahun 1953. Dari bagian barat, ruangan Masjidil Aqsa, 56 tahun silam, jalan baru itu dirintis oleh seorang pemikir, politikus ulung dan mujtahid mutlak, Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani. Kini jalan baru itu telah diemban oleh jutaan umat Islam dan berkembang di lebih dari 40 negara. Wajar jika ada yang mengatakan, Hizbut Tahrir saat ini telah menjelma menjadi kelompok politik terbesar di seluruh dunia, bukan hanya di Dunia Islam, tetapi juga di Barat dan Timur. Tentu saja, semuanya ini berkat komitmen dan keteguhannya, dan yang pasti berkat izin dan pertolongan Allah SWT semata.Hizbut Tahrir bersama umat Islam di seluruh dunia kini siap menyongsong kabar gembira, yakni dengan kembalinya Khilafah ala minhaj an-Nubuwwah. () Pada saat itulah, hati seluruh kaum Mukmin akan bergembira karena pertolongan Allah(QS ar-Rum [30]: 4-5).