21
PENDAHULUAN Midline granuloma adalah penvakit dangan lesi linnfieproliferatif atipik disertai nekrosis dengan gambaran klinis dan patologi tertentu. Lesi tersebut kebanyakan ditemukan dan dimulai pada rongga hidung dan sekitarnya. meskipun dapat juga mengenai organ lain. Karena lesi terdapat pada garis tengah muka dan kerap menyebabkan kematian, maka secara klinis dinamakan sebagai 'Lethal midline granuloma , 1 Midline granuloma merupakan penyakit dengan gejala inflamasi lokal disertai pembentukan granuloma yang bersifat ulseratif dan destruktif yang progresif. Bermanifestasi ganas, mengenai rongga hidung. sinus paranasal. palatum dan midfasiai yang dapat meluas ke jaringan sekitarnya. 2.3 Pada tahun 1897 Me Bride menemukan kasus iethai midline granuloma sebagai suatu kasus yang jarang terjadi dan menarik perhatian. Kermudian pada tahun 1933 Stewart menemukan kasus ini dan dia menamakannya dergan 'Progressive lethal granulomatous ulceration' pada hidung, dan juga memberikan nama lainnya yaitu malignant granuloma, granuloma gangrenosa, midline malignant retikulosis, nonhealing granuloma dan polimorfik retikulosis. Pada tahum 1966, Eichel memberikan nama retikulosis polimorfik dan membedakannya dengan limfoma maligna pada hidung. 4 5 1

Midline Granuloma

Embed Size (px)

DESCRIPTION

case THT

Citation preview

PENDAHULUAN

Midline granuloma adalah penvakit dangan lesi linnfieproliferatif atipik disertai nekrosis dengan gambaran klinis dan patologi tertentu. Lesi tersebut kebanyakan ditemukan dan dimulai pada rongga hidung dan sekitarnya. meskipun dapat juga mengenai organ lain. Karena lesi terdapat pada garis tengah muka dan kerap menyebabkan kematian, maka secara klinis dinamakan sebagai 'Lethal midline granuloma ,1Midline granuloma merupakan penyakit dengan gejala inflamasi lokal disertai pembentukan granuloma yang bersifat ulseratif dan destruktif yang progresif. Bermanifestasi ganas, mengenai rongga hidung. sinus paranasal. palatum dan midfasiai yang dapat meluas ke jaringan sekitarnya. 2.3Pada tahun 1897 Me Bride menemukan kasus iethai midline granuloma sebagai suatu kasus yang jarang terjadi dan menarik perhatian. Kermudian pada tahun 1933 Stewart menemukan kasus ini dan dia menamakannya dergan 'Progressive lethal granulomatous ulceration' pada hidung, dan juga memberikan nama lainnya yaitu malignant granuloma, granuloma gangrenosa, midline malignant retikulosis, nonhealing granuloma dan polimorfik retikulosis. Pada tahum 1966, Eichel memberikan nama retikulosis polimorfik dan membedakannya dengan limfoma maligna pada hidung.4 5Penelitian terakhir menunjukan bahwa lethal midline granuloma termasuk ke dalam limforna non Hodgkin's yang berasal dari sel - T atau sel Natural Killer (NK).6

MIDLINE GRANULOMADEFINISINasal Sel NK/Sel T limfoma menyebabkan lesi destruktif secara eksklusif terlokalisir utamanya pada cavum nasal dan sinus paranasal. Nekrosis jaringan yang luas dapat muncul. Proliferasi limfosit cenderung menjadi angiosentrik dan angiodestruktif. Sel asalnya sering sel NK. tetapi pada beberapa kasus timbul dari sel T sitolitik (sel NK mirip set T yang mengekspresikan sel T intraselulet antigen-1 [TIA t]). karenanya disebut nasal NK/Sel T imforna. 5

EPIDEMIOLOGI Penyakit ini merupakan penyakit yang jarang ditemukan. Insiden di Indonesia belum diketahui dengan pasti, namun dari beberapa literatur dikatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan di negara-negara belahan Timur dibanding negara belahan Barat. Midline granuloma biasanya timbul pada dekade ke empat dan ke lima. namun pernah dilaporkan terjadi pada usia dilbawah 20 tahun dan di atas 70 tahun. Penyakit ini lebih banyak terdapat pada laki-laki dibandingkan wanita dengan perbandingan 2:1 sampai 8 : 1 2 ,1, 7Dilaporkan terdapat 36 kasus selanna 20 tahun di RS Royal National London, Di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dilaporkan 16 kasus pada tahun 1988-1992. 2Di Sub Bagian Tumor THT FKUI/RSCM dari tahun 1993-2002 tercatat 23 kasus retikulosis polimorfik yang terdiri dari 16 orang laki-laki dan 7 orang wanita dengan usia rata-rata antara dekade ke empat dan ke lima. Juga dilaporkan Satu kasus dengan usia termuda 15 tahun. yang ditemukan pada tahun 1995.ETIOLOGIPenyebab pasti dari midline granuloma sampai saat ini belum diketahui. Diduga penyakit ini berhubungan dengan infeksi virus Epstein-Barr yang ikut terlibat di dalam mekanisme patogenesis terjadinya penyakit ini, dimana sel-sel limfoid pada retikulosis polimorfik merganclung gen ataupun antigen virus Epstein-Barr.2

Dari beberapa penelitian dikatakan bahwa virus Epstein-Barr sering berhubungan dengan lesi imunoproliferatif angiosentrik, khususnya di dalam lesi derajat tinggi, dimana virus itu kemungkinan berada di dalann sel-sel tumor. Dan dikatakan bahwa virus Epstein-Barr mungkin ikut terlibat didalarn transformasi lesi imunopioliferatif angiosentrik derajat rendah.8Dikatakan bahwa sel-T dan limfoma sel NK (Natural Killer) daerah sinonasal mempunyai insiden yang tinggi untuk terinfeksi oleh virus Epstein-Barr. Virus itu dapat diditeksi lebih kurang sebesar I % pada limfoma kulit. 13% - 36% pada limfoma traktus gastrointestinal dan 18% pada limforna sel-T.7Kim dkk dalam penelitian imunohistokimianya mendapatkan sel limfoid dalam jumlah banyak , seperti sel plasma yang memperlihatkan akstivitas interleukin 6, dan mereka menyimpulkan bahwa interleukin 6 ini kemungkinan berperan dalam proses pengrusakan jaringan yang terjadi pada stadium dini.9 Pendapat lain mengatakan bahwa midline granuloma merupakan bentuk khusus darilimfoma ekstranodal dengan manifestasi ulserasi dan destruksi, dan dapat mengalamitransformasi, menjacli limfoma pada 10% kasus.10,11ANATOMI Hidung luar :12 Terdiri dari : Apeks, yaitu bagian dari puncak hidung. Dorsurn nasi , adalah bagian ke atas dan belakang dari apeks. Kolumela, mulai dari apeks yaitu di posterior bagian tengah bibir dan terletak sebelah distal dari kartilago septum. Nares anterior atau nostril, di sebelah latero superior dibatasi oleh ala nasi. dan di sebelah inferior oleh dasar hidung. Rangka hidung bagian luar terdiri dari : os nasal. prosesus frontal os maksila. kartilago lateralis superior. kartilago lateralis inferior dan tepi ventral (anterior) kartilago septum nasi.Septian nasi .:Septum membagi kavum nasi menjacli dua ruang kanan dan kiri. Bagian posterior dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid. bagian anterior oleh kartilago septum . premaksila dan kolumela membranosa, bagian posterior dan inferior oleh os vomer, krista maksila, krista palatina serta krista slenoid.Kavum nasi : Dasar hiclung dibentuk oleb prosesus palatina os maksila dan prosesus horisontal os palatum. Atap hidung terdin clan : kartilago lateralis superior dan inferior. us nasal, prosesus frontalis os maksla, os etmoid dan os slenoid. Seba,,,ian besar di benruk oleh lamina Lribrosa. Dinding lateral, dibentulk olell permukaan dalam prosesus fromalis os maksila. us lakritualis, konka superior clan konka media yang mempakan bagian dan os etmoid. konka inferior. lamina perpendikularis os palatunt dan lamina pterigoideus media].Nares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum nasi dengan nasofaring, terdapat di kanan dan kiri septum.

Gambar 1. Kcrangka War hidung.1-1

GEJALA KLINIKBerdasarkan perjalanan klinis dari midline granuloma, Stewart membagi gejala klinis dalam 3Fase, yaitu : 2,4,131. Fase awal atau fase prodromal : Adalah fase dimana terdapat keluhan sumbatan hidung.ingus atau sekret yang encer. Berlangsung dalam beberapa bulan sampai beberapa tahun.Belurn terdapat gejala klinis yang nyata.2. Fase kedua atau fase aktif : Fase dimana dijumpai sekret purulen yang berbau busuk atau dapat bercampur darah dan disertai dengan keluhan hidung tersumhat. Adanya ulserasi dapat menyebabkan perforasi septum dan palatum durum, yang biasanya terdapat di bagian tengah. Muka menjadi bengkak dan baal. Pada kavum nasi terdapat krusta dan sekuester dari tulang rawan dan tulang hidung. Dapat pula terjadi epistaksis masif jika lesi mengenai dasar hidung dan Septum. Kadang-kadang terjadi peningkatan suhu tubiuh seiring dengan pembentukan abses di daerah pipi. Gambaran khas lase ini adalah terdapatnya destruksi masif pada daerah muka.3. Fase Terminal :Fuse terminalPasien masih mengalami demam dan mengeluh sering terjadi epistaksis berulang. Destruksi dapat meluas dan menghancurkan hidung, pipi. mata da bila perluasan ke arah otak dapat menyebabkan kematian. Penderita akan meninggal disebabkan oleh terjadinya meningitis, sepsis dan perdarahan.Gejala lainnya yang tidak spesifik adalah timbul keluhan demam, kelelahan, penurunan berat badan dan keringat malam. Lesi dapat terjadi pada saluran napas atas saja atau bersamaan dengan organ lain. Sebagian besar lesi terjadi di daerah hidung dan dapat disertai dengan keluhan gangguan pada daerah sinus. Keterlibatan nasofaring bisa terjdi gejala atau hanya berupa sakit ringan. Gejala di paru dapat menimbulkan keluhan demam, batuk, nyeri dada dan hemoptisis. Sedangkan kerusakan pada kulit akan timbul kemerahan yang berbentuk makulopapular sampai terjadi ulserasi terutama pada bagian tubuh dan ekstremitas. Midline granuloma jarang sekali mengenai daerah traktus gastrointestinal, sistim susunan saraf pusat dan ginjal.

PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan laboratorium rutin kurang mempunyai nilai di dalam menegakkanDiagnosis, namun dibutuhkan untuk menyingkirkan penyakit lainnya. Satu-satunya pemeriksaan yang sangat membantu adalah nilai sedimentasi eritrosit. Adanya peningkatansedimentasi eritrosit lebih dari 60mm dalam 1 jam pertama terjadi pada 90% pasien-pasiendengan retikulosis polimorfik.4Pemeriksaan laboratorium urinalisa dibutuhkan untuk mengetahui fungsi ginjal. Secararaciologis gambaran yang menonjol adalah adanya gambaran erosi tulang, terdapatnya perforasi Septum nasi dan adanya destruksi. Gambaran massa yang jelas jrang terlihat. biasanya tampak bayangan keputihan/otak di daerah kavum nasi atau sinus paranasal.5Tomograti komputer dan MRI dapat membantu diagnosis dini, evaluasi perluasanpenyakit dan keterlibatan organ organ disekitarnya seperti sinus-sinus dan orbita. sertaperluasan ke intrakranial. MRI sangat baik untuk membedakan massa atau cairan di dalamsinus paranasal. Penilaian yang tepat mengenai perluasan penyakit diperlukan untukperencanaan radioterapi. 11, 14Secara radiologis tidak dapat membedakan antara midline granuloma dengan penyakit granuloma lainnya seperti penyakit granulomatosis Wegener.11

HISTOPATOLOGIMidline granuloma merupakan l imfosit sel-T dimana tidak terdapat pertanda sel-B.Linnfoma sel-T mengandung pertanda sel-T berupa CD3, CD45RO dan CD43. Gambaran histologis dari retikulosis polimorfik adalah reaksi radang akut atau kronis yang tidak khas dengan histiosit atipik, disertai penyebaran jaringan nekrotik yang tanipak. Jelas dan menonjol.2 Midline granuloma menunjukan serbukan berbagai macam sel atipik dalam laminapropria di sekitar kelenjar mukosa disertai nekrosis koagulativa. Serbukan sel atipik terdiri darisel limfosit kecil. sel limfosit matur, imunoblas, sel plasma, eosinofil dan histiosit. Ciri lainnyaadalah infiltrasi sel atipik ke sekitar pernbuluh darah (angiosentrik) dan ke dalam dindingpembuluh darah (angioinvasif). Infiltrasi sel atipik ke dalam dinding pembuluh darah. akanmenyebabkan destruksi dinding pembuluh darah. Nekrosis dapat terjadi di sekitar pembuluhdarah atau cldpat mengenai epitel permukaan sehingga menimbulkan ulserasi mukosa dan dapatpula mengenai jaringan yang lebih dalam hingga mencapai tulang rawan atau tulamg. Ulserasi dapat pull mengenai kulit muka dan, dapat bersifat progrcsif "

Semula clikenal 2 jenis corak histologi yang utama, yaitu tipe Wegener atau disebut sebagai granuloma set datia dcogan atau tanpa arteritis, dam tipe Stewart atau disebut sebagai granuloma pleomorfik dan histiosiuk. 17, 18Pada semua limforma sel-T telah terbukti adanya virus Epstein-Barr. Pada limforma sel-T tidak terdapat peningkatan titer serum Ig A viral capsid antigen virus Epstein-Barr, dimana hal ini ditemukan pada virus Epstein-Barr yang terdapat pada karsinoma nasofaring. 17,19,20Harabuchi dkk dan Arber dkk sebagaimana dikutip oleh Mishima dkk. dengan menggunakan pemeriksaan kombinasi Southern blot dan in situ hibridization analiSses, mendapatkan gen virus Epstein-Barr selalu ditemukan pada sel limforma sef-T yang berproliferasi. 15,21

Gambar 2. Histologi midline granuloma nasofaring.3

DIAGNOSISDiagnosis midline granuloma ditegakkan berdasarkan anmnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti midline granuloma ditegakkan berdsarkan pemeriksaan patologi anatomi melalui biopsi yang diambil pada daerah lesi. Biopsi jaringan merupakan pemeriksam yang sangat menentukan di dadam menegakkan diagnosis midline granuloma. Biopsi yang berulang-ulang seringkali diperlukan dalam usaha untuk menegakkan diagnosis midline granuloma. Biopsi yang terlalu superfisial dari ulkus

seringkali menunjukan diagnostik reaksi inflamasi akut dan kronis dengan nekrosis. Perhatian utama adalah kesulitan dalam membedakan midline granuloma dengan tumor traktus respiratoris bagian atas yang disebabkan oleh nekrosis atau inflannasi, sehingga biopsi gagal menunjukan adanya suatu keganasan yang mendasarinya .4Pada dasarnya su1it sekali untuk membukukan diagnosis secara histologik karena ,granuloma tersebt dikelilingi o1eh banyaknya jaringan inflamasi dalam area yang mengalami ulseratif masif. Sehingga untuk mendapatkan jaringan yang representatif diperlukan pengambilan biopsi yang dalam dan mengambil sedikit jaringan yang sehat.14Akhir-akhir ini terdapat pemeriksaan imunohistokimia dengan menggunakan tehnikImunofluoresensi dan analisis DNA untuk menemukan human peperifer T-cell. Pemeriksaan kultur jatringn dapat dilakukan Untuk menyingkirkan kelainan granulomatosis Karen prosews spesifik. 23 DIAGNOSIS BANDINGTerdapat empat penyakit yang sulit dibedakan. walaupun sudah diperoleh gambaran histopatologinya, yang disebut dengan istilah "Lethal Midline Granuloma Syndrome" Penyakit-penyakit tersebut adalah Idiopathic Midline Destructive Deseases , Polimorfic Reticulosis, Non HudgkinLympima dan Wegeners Granulomatosis. Gambaran histopatologis Idiopathic midline destructive disease adalah terlihatnya infi: sel-sel radang dan tidak terdapatnya sel-sel atipik. Gambaran histopatologis midline granuloma adalah terlihatnya infiltrasi selsel radang dan sel-sel atipik limfoproliferatif dengan susunan angiosentrik. Sel-sel atipik cenderung menyerupai histiosit dengan sitoplasma dan inti selnya pleomorfik. Gambaran histopatologis Non Hodgkin's lymphoma adalah hampir sama dengan midline granuloma, hanya saja susunan sel-sel yang terinfiltrasi tidak angiosentrik. Gambaran histopatologis Wegeners granulornatosis adalah terlihat gambaran vang berbeda dengan lainnya yaitu adanya vaskulitis.Dengan melihat gambaran histopatologis penyakit-penyakit tersebut maka dapatlah diketahui bahwa ada perbedaan yang jelas antara Wegener granulomatosis dengan ketiga penyakit lainnya, yang selanJjutnya ketiga penyakit tersebut disebut sebagai "Lethal midline graruloma syndrome non Wegener granulomatosis"

Ketiga penyakit ini sulit dibedakan , namun hal ini tidak perlu dirisaukan oleh karena ktiga penyakit ini nmemberikan respon terapi yang baik dengan radiasi. 2

PENATALAKSANAAN .Pada awalnya sebagian besar kasus lethal midline granuloma diterapi dengan radioterapi lokal- dosis rendah yang bervariasi dalam usaha untuk menghentikan atau mengurangi progresivitas penyakit ini. Banyak pasien yang diterapi dengan cara ini menjadi bebas dari penyakit. namun tidak mengobati penyakit dalam jangka panjang, setelah dilakukan pemeriksaan lanjutan dalam jangka pajang. Penelitian terakhir menyelidiki efektivitas dari radioterapi itu sendiri di dalam mengobati limfoma non Hodgkin's di di traktus sinonasal dan ternyata mempunyai risiko yang tinggi di dalarn terjadinya rekurensi baik lokal maupun di tempat lain. Hasil dan angka bertahan hidup yang terbaik adalah dengan penggunnaan kombinasi kemoterapi dengan radioterapi lokoregional.Pendekatan ini lebih baik bila dibandingkan dengan kernoterapi saja. 15Harrison (1974) dan Fauci (1976) berpendapat bahwa sampai sekarang pengobatanmidline granuloma yang disetujui dan memberikan hasil lebih baik adalah dengan pemberianradiasi dengan dosis tumor 5000-6000 cG. Berdasarkan Clinicopathological Conference ( 1963)pengobatan dengan operasi tidak akan menghentikan proses penyakit ini.2.23. 24Midline granuloma yang terlokalisasi pada satu daerah di traktus respiratoius bagianatas, terapi radiasi merupakan terapi pilihan. Midline granuloma merupakan tumor yangbersifat radiosensitive. Terapi radiasi lapangan luas termasuk hidung, palatum dan seluruh sinus parasal digunakan dengan sinar supervoltage. Pengobatan dengan kemoterapi diberikan pada kasus-kasus dimana kelainan sudah menyebar ke daerah lainnya. 4 , I I , 2 5Pasien-pasien yang mendapatkan terapi radiasi, menyebabkan kulit menjadi kemerahan dan terjadinya mukositis pada daerah lapangan penyinaran. Beberapa pasien akan mengalarm alopesia. Bila rongga orbita terkena dalam lapangan penyinaran maka akan menyebabkan pandangan menjadi kabur.

Terapi penunjang untuk pasien ini adalah dengan mencegah timbulnya infeksi ,sekunder pada daerah sinus paranasal. Irigasi dengan lawtall saline dan pembersihan jaringan yang rusak secara rutin akan efektif untuk mencegah timbulnya infeksi sekunder sinus paranasal. Bila terjadi infeksi biasanya disebabkan oleh kuman stafilokokus aureus yang mendapatkan respon dengan terapi medikamentosa4

PROGNOSISSecara umum prognosis midline granuloma adalah buruk. Kekambuhan atau perluasan akan lebioh memperburuk prognosis. 14

KESIMPULAN

Mid line Granuloma merupakan pennyakit yang jarang ditemukan di Negara belahan barat dibandingkan di Negara belahan timur. Biasanya timbul di dekade ke empat dan ke lima dan lebih banyak ditemukan pada laki-laki.Penyebab dari midline granuloma sampai saat ini belum diketahui tetapi diduga berhubungan dengan infeksi virus Epstein-Barr yang ikut terlibat dalam mekanisme pathogenesis penyakit ini , dimana sel-sel limfoid pada retikulosis polimorfik mengandung gen ataupun antigen virus Epstein-Barr. Pendapat lain mengatakan midline granoloma merupakan bentuk khusus dari limfoma eksanodal dergan manifestasi ulserasi dan destruksi, dan dapat mengalami transformasi, menjadi limfoma pada 10% kasus.Diagnosis midline granuloma ditegakkan berdsarkan anamnesis , gejala klinis pemeriksaan klinis, pemeriksaan fisik pemeriksaan oenunjang. Dari gejala klinis bisa dilihat dalam fase prodromal dengan keluhan sumbatan hidung. ingus atau secret yang encer; fase aktif dijumpai secret purulen berbau busuk dapat bercampur darah dan khas pada fase ini adalah terdapatinya destruksi massif pada daerah muka: fase terminal terdapat demam,sering epistaksis dan destruksi dapat meluas dan menghancurkan hidung. pipi. mata dan jika ke otak dapat menyebabkan kematian. Pemeriksaan penunjang yang sangat membantu adalah peningkatan sedimen eritrosit lebih dari 60mm dalam 1 jam pertarna terjadi padi 90%. pasien dengan retikulosis polimorfik. Secara radiologis tidak dapat membedakan antara midline granuloma dengan penyakit granuloma lainnya seperti granulomatosis Wegener. Gambaran histopatologi Midline granuloma menunjukkan serbukan berbagai macam sel atipik dalam lamina propia disekitar kelenjar mukosa disertai nekrosis koagulativa.Pada awalnya sebagian besar kasus lethal midline granuloma diterapi dengan radioterapi local dosis rendah. namun tidak mengobati jangka panjang bahkan mempunyai resiko terjadinya rekurensi pada limfoma non Hodgkin's ditraktus sinonasal. Sampai sekarang pengobatan yang disetujui adalah dengan radiasi dosis tumor 5000-6000 cG. Irigasi saline dan pembersihan jaringan yang rusak secam rutin akan efektif mencegah tunbulnya infeksi sekunder,Prognosis secara umum adalah buruk diperberat dengan kekambuban dan perluasan.

DAFTAR IPUSTAKA1. Kurniwan AN Retikulosis Polimorfik telah Restrospektif. Majalah Patologi Vol.9 No. 1-2 Jan-pril 2000: 37- 40.2. Kwardinawati M. Wiratno. Hasil Pengobatan Lethal Midline Granuloma di Bagian THTRSUP Dr. Kariadi. Semarang. Makalah Bebas Ongkologi Konas Semarang : 1251 - 62.3. Ballenger J.J. Wegener's Granulomatosis. In Ballenger J.J, Snow J,B Otorhinolayngology Head and Neck Surgery 15 ed. William & Wilkins. A Lea & Febiger Book. Baltimore Philadelphia. Hongkong, London- Munich, Sydney, Tokyo A Waverity Company, 1996 :131 - 2.4. Thawley S.E. Lethal Midline Granuloma - Polymorphic Reticulosis. In Thawley S.E. Panje W.R.Comprehensive Management of Head and Neck Tumors. W.B. Saunders Company. Philadelphia, London, Toronto. Mexico City. Rio de Janeiro. Sydney. Tokyo, Hongkong, 1987 : 1871 - 3.5. Ishii Y, Yamanaka N, Ogawa K et al. Nasal T-CeI Lyrnphonia as a Type of so called "Lethal Midline Granuloma" Cancer, SO : 1982 :2'136 - 44.6. Yamaguchi M, Kim K. Miwa H et al. Frequent Expression of P-Glycoprotem / MDRI by Nasal T-Cell Lymphoma Cells. Cancer, December 1., 1995, Vol. 76. No. 11 .2351 - 6.7. Vidal R.W, Devaney K, Ferrito A et al. Sinonasal Malignant Lymphomas : A Distinct Clinicopathological Category. Ann Otol Rhinol Laryngol 108:1999 : 411-9.8. Medeiror L.J. Jaffe E.S. Yuan Chen Y. Weiss L.M. Localization of Epstein-Barr Viral Genomas in Angiocentric Immurropioliferative Lessions. Am. .1. Surg. Pathol. Vol. 16, No.S, 1992 : 439-47.9. Wenig B.M. Sinonasal Tract Malignant Lymphona. In Harrison L.B. SPSSions R.B, Hong IN.K. Head & Neck Cancer. A Multirlisciplinay Approach. LppincottRaven. Philadelphia 1999 318-110. W.10. Davison S.P, Habermann T.M. Stricler J.C et al. Nasal and Nasopharyngeal Angiocentric T-Cell Lymphomas. Laryngoscope 106 : 1 1996 : 139 - 43.11. Duorrch K.M Cabane J Raveao V Arnm N Tubiana J.M. Lethal Midline Granuloma: Impact of Imaging Studies on the Investigation and Management of Destructive Micifacial Disease in 13 Patients. Head and Neck Radiology. Neuroradiology (1992) 34 : 155 - 61.

12. Ballenger J.J. Hidung dan Sinus Paranasal. Aplikasi Klinis Anatomi dan Fisiologi Hidung dan Sinus Paranasal. In Ballengez J.J. Penyakit Iclinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Edisi 13, Jilid satu. 1987 :1-17, 1, Knudsen S.J, Bailey B.J. Midline Nasal Masses in Bailey B.J. Head and Neck Surgery - Otolaryngology Lippincott Company. Philadelphia 1993 : 329- 41 13. Graboyes J.H. T-Cell Lymphoma. in Thawley S.E. Panje W.R. Batsakis J.G, Lindberg R.D. Comprehensive Management of Head and Neck Tumors. Vol. 2. W.B. Saunders Company. Philadelphia. London. Toronto. Montreal, Sydney, Tokyo, 1999 14. Sheahan P. Donnelly M, Reilly S.O. Murphy M.T/NK Cell Non-Hodgkin's Lymphoma of the Sinonasal Tract. Pathology in Focus. J Larvngol & Otol. December 2001 : Vol. 1 15 1032-5. 15 Myers E.N. Suen LY. Non Healing Granuloma of the Upper Respiratory Tract. In Myers E.N Suen J.Y. Cancer of the Head and Neck. Second ed. Churchill Livingstone Nev, York, Edinburg, London. Melbourne 1989 : 844 - 9. 16. Calcatera T.C, Wang M.B, Sercanz J.A. Unusual Tomor. In Myers E.N, Suen J.Y. Cancer of the Head and Neck Third ed. W.B. Saunders Company. Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney. Tokyo 1996 665 - 6, 17.Mishima K, Horiuchi K, Kojya S et al Epstein-Barr Virus in Patients with Potymorphic Reticulosis (Lethal Midline Granuloma) from China and Japan. Cancer. June 15, 1994 Vol. 73, No. 12 :3041 - 6. 18.Cleary K. R. Batsakis J. B. Pathology Consultation. Sinonasai 'Lymphomas. Ann Otol Rhinol Laryngol 103 : 1994 : 91 1 -4. 19.Halahbuchi Y. Yamanaka N. Kataurg A et al Ebstein-Barr Virus in Nasal T-Cell Lympomas in Patients with Lethal Midline Gianuloma. The Lancet. Jan. 20. 1999 : 128 -30. 20.Munir MI. Roezin A, Wardani R.S, Kurniawan A.N. Lethal Midline Granuloma. Asean Otorhinolaryngol - Head & Neck Surg. J. Vol. 1. No. 1, Jan - Maret 1997 : 40 - 5. 21.Gaulard P. Henni T. Marollean J.P et al. Lethal Midline Granuloma (Polymorphic Reticulosis) and Lymphomatoid Granulornatosis. Cancer, 62 : 1988 : 705 - 10. 22.Asmara S. Soenarto : Pengobatan Lethal Midline Granuloma dengan Radiasi Dosis Tumor. Kurnpulan Naskah Kongres Nasional XI. Yogyakarta. 4-7 Oktober 1995, 896 902,

23.Ho P.S, Choy D. Luke S.L. Polymorphic Reticulosis and Conventionil Lymphomass of the Nose and Upper Acrodigestic Tract. Human Pathology Vol. 21. No.10 (October 1990) : 104 1 - 50. 24.Wenig B.M. General Principles of Head and Neck Pathology. In Harrison L.B. Sessions R.B, Hong W.K. Head and Neck Cancer. A Multidisciplinary Approach. LippuncottRaven. Philadelphia-New York : 1999 : 25 1 -333.

14