Click here to load reader
Upload
ayu-sulung-nariratri
View
136
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
PENDAHULUAN
Sindroma Dismielopoetik (SDM) primer adalah suatu sindrom yang di tandai oleh displasi dari
sistem hemopoetik (dysmyelopoesis, dyserthoropoesis, dan dysthrombopoesis), baik tunggal
maupun campuran, disertai dengan gangguan maturasi dan diferensiasi yang sebelumnya belum
diketahui. Jika penyebabnya diketahui disebut SDM sekunder, misalnya defisiensi vitamin B12
atau defisiensi asam folat, pengobatan sitostatik, dan sebagainya.
SDM pada umumnya terjadi pada usia lanjut dengan rerata umur 60-75 tahun; laki-laki sedikit
lebih sering daripada perempuan dan penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui.
SDM primer ini meliputi penyakit-penyakit yang sebelumnya disebut sebagai preleukemia,
smouldering leukemia, oligoblastic leukemia, hemopoetic dysplasia, sindrom mielodisplastik,
primary acquired sideroblastic anemia. Manifestasi klinisnya disebabkan karena adanya
sitopeni, baik tunggal maupun kombinasi, yaitu keluhan-keluhan anemi yang membangkang,
perdarahan karena trombopeni, dan adanya granulositopeni dengan segala akibatnya.1
MANIFESTASI KLINIS
SDM sering ditemukan pada pasien usia lanjut antara umur 60-75 tahun, dan pada sebagian
kasus pada umur < 50 tahun; laki-laki sedikit lebih sering daripada perempuan. Keluhan dan
gejala secara umum lebih dikaitkan dengan adanya sitopenia. Umumnya pasien datang dengan
keluhan cepat lelah, lesu yang disebabkan anemia. Perdarahan karena trombositopenia dan
infeksi atau panas yang dikaitkan dengan leukopenia/neutropeni juga dapat menjadi keluhan
pasien walaupun sedikit kurang sering. Pada sebagian kecil dan sangat jarang dari pasien terjadi
splenomegali atau hepatomegali.1
DIAGNOSIS
Diagnosis SDM dipertimbangkan untuk setiap pasien dewasa yang disertai gejala-gejala sebagai
berikut :
1. Anemi dan/perdarahan-perdarahan dan/febris yang tidak jelas sebabnya dan refrakter
terhadap pengobatan.
1. – Pemeriksaan darah tepi menunjukkan adanya sitopeni dari satu atau lebih sistem darah.
– Adanya sel-sel muda/blas dalam jumlah sedikit (< 30%) dengan atau tanpa monositosis darah
tepi.
– Sumsum tulang dapat hipo, normo, atau hiperselular dengan disertai displasi sistem
hemopoesis (anomali Pelger-Huet, perubahan megaloblastik, peningkatan ringan sel-sel blas dan
sebagainya)
– Namun gambaran-gambaran tersebut tidak dapat dimasukkan dalam diagnosis yang jelas dari
penyakit-penyakit lain seperti ITP, leukemi, anemi aplastik, dan lain-lain.
Diagnosis SDM ditetapkan bila ada butir 1 ditambah paling sedikit tiga dari butir 2.
Sebenarnya untuk diagnosis SDM perlu dibantu dengan pemeriksaan pembiakan sel-sel sumsum
tulang dan pemeriksaan sitogenetik. Sitogenetik sumsum tulang dapat memberikan informasi
prognosis dan adanya abnormalitas kromosom yang merupakan kunci untuk membedakan SDM
primer dan sekunder. Kromosom abnormal sumsum tulang ditemukan pada 30 – 50 % pasien
SDM de novo. Berbagai kelainan sitogenetik pada SDM termasuk delesi, trisomi, monosomi dan
anomali struktur.
KLASIFIKASI
Penggolongan SDM menurut kriteria FAB adalah Refractory Anemia (RA), Refractory Anemia
with Ringed Sideroblast (RARS), Refractory Anemia with Excessive Blast (RAEB), RAEB in
Transformation to Leukemia (RAEBt), dan Chronic Myelo-Monocytic Leukemia (CMML).
Penggolongan lain yang diusulkan WHO untuk SDM adalah Refractory Anemia (RA),
Refractory Anemia with Ringed Sideroblast (RARS), Refractory Cytopenia with Multilineage
Dysplasia (RCMD), Refractory Anemia with Excessive Blast (RAEB-type 1 = 5 – 9 % blast in
blood or marrow and RAEB-type 2 = 10 – 19 % blast in blood or marrow), 5q-syndrome,
therapy-related myelodysplastic syndrome, dan Myelodysplastic syndrome unclassified.
SDM seharusnya dibedakan dengan myeloproliferative disorder yang lain dan beberapa variasi
dari SDM sekunder termasuk defisiensi nutrisi, proses infeksi, efek obat dan toxic exposures.1
TATA LAKSANA
Beberapa regimen terapi telah digunakan pada pasien SDM, tetapi sebagian besar tidak efektif di
dalam merubah perjalanan penyakitnya. Karena itu pengobatan pasien SDM tergantung dari usia,
berat ringannya penyakit dan progresivitas penyakitnya. Pasien dengan klasifikasi RA dan
RAEB pada umumnya bersifat indolent sehingga tidak perlu pengobatan spesifik, cuma suportif
saja.1
Cangkok Sumsum Tulang (Bone Marrow Transplatation)
Cangkok sumsum tulang alogenik merupakan pengobatan utama pada SDM terutama dengan
usia < 30 tahun, dan merupakan terapi kuratif, tetapi masih merupakan pilihan < 5% dari pasien.
Kemoterapi
Pada fase awal dari SDM tidak dianjurkan untuk diberikan kemoterapi, umumnya diberikan pada
tipe RAEB, RAEB-T, CMML. Sejak tahun 1968 pengobatan ARA-C dosis rendah yang
diberikan pada pasien SDM dapat memberikan response rate antara 50 – 75 % dan respons ini
tetap bertahan 2 – 14 bulan setelah pengobatan. Dosis ARA-C yang direkomendasikan adalah 20
mg/m2/hari secara drip atau 10 mg/m2/hari secara subkutan setiap 12 jam selama 21 hari.
GM-CSF atau G-CSF
Pada pasien SDM yang mengalami pansitopeni dapat diberikan GM-CSF atau G-CSF untuk
merangsang diferensiasi dari hematopoetic progenitor cells. GM-CSF diberikan dengan dosis 30
– 500 mcg/m2/hari atau G-CSF 50 – 1600 mcg/m2/hari (0,1 – 0,3 mcg/kgBB/hari/subkutan)
selama 7 – 14 hari.
Lain-lain
Piridoksin, androgen, danazol, asam retinoat dapat digunakan untuk pengobatan pasien SDM.
Piridoksin dosis 200 mg/hari selama 2 bulan kadang-kadang dapat memberikan respon pada tipe
RAEB walaupun sangat kecil. Danazol 600 mg/hari/oral dapat memberikan response rate 21 –
33 % setelah 3 minggu pengobatan.1
FAKTOR RESIKO
Faktor resiko untuk berkembangnya MDS antara lain :
Usia. Studi populasi di Inggris menemukan bahwa secara kasar insiden meningkat dari 0,5
dalam 100.000 populasi yang berusia dibawah 50 tahun menjadi 89 dalam 100.000 populasi pada
orang yang berusia 80 tahun atau lebih.
Predisposisi genetik. Sindrom familial telah dilaporkan, namun jarang.
Paparan lingkungan. Khususnya dengan Benzene dan pelarut kimia lainnya.
Terapi sebelumnya. Termasuk pengobatan radiasi dan agen kemoterapi lainnya.2
PROGNOSIS DAN INDIKATOR PROGNOSIS
Pada sebagian besar SDM mempunyai perjalanan klinis menjadi kronis dan secara bertahap
terjadi kerusakan pada sitopeni. Survival sangat bervariasi dari beberapa minggu sampai
beberapa tahun. Kematian dapat terjadi pada 30 % pasien yang progresif menjadi AML (Acute
Myelogenic Leukemia) atau bone marrow failure.1
Indikator prognosis yang baik pada MDS :
Usia lebih muda
Normal atau berkurangnya trombosit dan neutrofil dalam jumlah sedang
Jumlah sel blas yang rendah pada sumsum tulang (< 20 %) atau tidak dijumpainya sel blas di
dalam darah
Tidak dijumpai Auer Rods
Kumpulan sideroblas
Indikator prognosis yang buruk pada MDS :
Usia lanjut
Neutropenia dan trombositopenia yang berat
Jumlah blas yang tinggi pada sumsum tulang (20 – 29 %) dan dijumpai sel blas di dalam
darah
Dijumpai Auer Rods
Tidak ditemukannya kumpulan sideroblas3