8
Journal Of Basication: Jurnal Pendidikan Dasar, 1 (1), November 2017 p-ISSN 2581-2998, e-ISSN 2581-2629 Volume 1 Nomor 1, November 2017, 1-8 Available online at:http://ojs.uho.ac.id/index.php/PGSD MISKONSEPSI ALJABAR: KONTEKS PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA SISWA KELAS VIII SMP RA. Herutomo 1, a) 1 Dosen Pendidikan Matematika, FKIP Universitas Lakidende, Jl. Sultan Hasanuddin, No. 234, Unaaha 93461, Indonesia a) e-mail: [email protected] Abstrak. Konsep aljabar di tingkat SMP saling terkait erat satu sama lain, sehingga miskonsepsi siswa dapat secara utuh ditelusuri berdasarkan konsep-konsep dalam materi aljabar. Identifikasi permasalahan yang terjadi di SMP Muhammadiyah 3 Kaliwungu yaitu kurangnya pemahaman prosedural dan konseptual siswa pada materi aljabar yang ditandai dengan kesalahan dalam menyelesaikan soal-soal terkait materi aljabar. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis miskonsepsi siswa pada materi aljabar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif deskriptif dalam menganalisis miskonsepsi aljabar di kelas VIII SMP Muhammadiyah 3 Kaliwungu.Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VIIIA dan VIIIB di SMP Muhammadiyah 3 Kaliwungu yang berjumlah 41 siswa dan diambil secara purposive sampling. Instrumen tes aljabar disusun berdasarkan materi yang diteliti, yaitu konsep variabel, operasi bentuk aljabar, pemfaktoran, dan SPLDV. Hasil penelitian menunjukkan miskonsepsi aljabar yaitu siswa kurang memahami konsep variabel sebagai sesuatu yang belum diketahui nilainya; menganggap variabel hanya merepresentasikan bilangan tertentu saja, bukan sebagai generalisasi anggota suatu himpunan bilangan; menganggap variabel sebagai label, konjoining operasi penjumlahan dan perkalian; mengubah bentuk aljabar menjadi persamaan; tidak memahami proses pemfaktoran; tidak bisa melakukan representasi aljabar, menyelesaikan soal cerita dengan memberikan penjelasan verbal; dan menggunakan cara menebak untuk menyelesaikan soal-soal SPLDV Kata kunci: miskonsepsi, aljabar Abstract. The concept of algebra at the junior high school level is closely intertwined with one another, so that student misconceptions can be entirely traced by concepts in algebraic material. Identification of problems that occurred in "SMP Muhammadiyah 3 Kaliwungu" that is lack of procedural and conceptual understanding of students on algebra material that is marked with errors in solving problems related to algebra material. This study aims to analyze student misconception on algebraic material. This research uses qualitative and quantitative descriptive approach in analyzing algebraic misconception in Grade VIII SMP Muhammadiyah 3 Kaliwungu.The subjects of this study were students of class VIIIA and VIIIB at SMP Muhammadiyah 3 Kaliwungu which amounted to 41 students and taken by purposive sampling. The algebra test instrument is based on the material under study, ie the concept of variables, "algebraic form operations", factoring, and SPLDV. The result of the research shows that algebraic misconception is that students do not understand the concept of variables as unknown value; assume that variables represent only certain numbers, not as generalizations of members of a set of numbers; consider variables as labels, conjoining sum and multiplication operations; change the form of algebra into equations; not understanding the factoring process; can not do algebraic representations, solve stories by giving verbal explanations; and use guessing methods to solve SPLDV problems Keywords: misconception, algebra

MISKONSEPSI ALJABAR: KONTEKS … lainnya yang dinyatakan dalam variabel. Prosedur penyelesaian yang dilakukan siswa sudah benar jika menggantikan variabel dengan bilangan tertentu,

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MISKONSEPSI ALJABAR: KONTEKS … lainnya yang dinyatakan dalam variabel. Prosedur penyelesaian yang dilakukan siswa sudah benar jika menggantikan variabel dengan bilangan tertentu,

Journal Of Basication: Jurnal Pendidikan Dasar, 1 (1), November 2017 p-ISSN 2581-2998, e-ISSN 2581-2629

Volume 1 – Nomor 1, November 2017, 1-8

Available online at:http://ojs.uho.ac.id/index.php/PGSD

MISKONSEPSI ALJABAR: KONTEKS PEMBELAJARAN

MATEMATIKA PADA SISWA KELAS VIII SMP

RA. Herutomo1, a)

1Dosen Pendidikan Matematika, FKIP Universitas Lakidende, Jl. Sultan

Hasanuddin, No. 234, Unaaha 93461, Indonesia

a)e-mail: [email protected]

Abstrak. Konsep aljabar di tingkat SMP saling terkait erat satu sama lain, sehingga miskonsepsi siswa dapat

secara utuh ditelusuri berdasarkan konsep-konsep dalam materi aljabar. Identifikasi permasalahan yang terjadi

di SMP Muhammadiyah 3 Kaliwungu yaitu kurangnya pemahaman prosedural dan konseptual siswa pada materi

aljabar yang ditandai dengan kesalahan dalam menyelesaikan soal-soal terkait materi aljabar. Penelitian ini

bertujuan untuk menganalisis miskonsepsi siswa pada materi aljabar. Penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif dan kuantitatif deskriptif dalam menganalisis miskonsepsi aljabar di kelas VIII SMP Muhammadiyah 3

Kaliwungu.Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VIIIA dan VIIIB di SMP Muhammadiyah 3 Kaliwungu

yang berjumlah 41 siswa dan diambil secara purposive sampling. Instrumen tes aljabar disusun berdasarkan

materi yang diteliti, yaitu konsep variabel, operasi bentuk aljabar, pemfaktoran, dan SPLDV. Hasil penelitian

menunjukkan miskonsepsi aljabar yaitu siswa kurang memahami konsep variabel sebagai sesuatu yang belum

diketahui nilainya; menganggap variabel hanya merepresentasikan bilangan tertentu saja, bukan sebagai

generalisasi anggota suatu himpunan bilangan; menganggap variabel sebagai label, konjoining operasi

penjumlahan dan perkalian; mengubah bentuk aljabar menjadi persamaan; tidak memahami proses

pemfaktoran; tidak bisa melakukan representasi aljabar, menyelesaikan soal cerita dengan memberikan

penjelasan verbal; dan menggunakan cara menebak untuk menyelesaikan soal-soal SPLDV

Kata kunci: miskonsepsi, aljabar

Abstract. The concept of algebra at the junior high school level is closely intertwined with one another, so that

student misconceptions can be entirely traced by concepts in algebraic material. Identification of problems that

occurred in "SMP Muhammadiyah 3 Kaliwungu" that is lack of procedural and conceptual understanding of

students on algebra material that is marked with errors in solving problems related to algebra material. This

study aims to analyze student misconception on algebraic material. This research uses qualitative and

quantitative descriptive approach in analyzing algebraic misconception in Grade VIII SMP Muhammadiyah 3

Kaliwungu.The subjects of this study were students of class VIIIA and VIIIB at SMP Muhammadiyah 3

Kaliwungu which amounted to 41 students and taken by purposive sampling. The algebra test instrument is

based on the material under study, ie the concept of variables, "algebraic form operations", factoring, and

SPLDV. The result of the research shows that algebraic misconception is that students do not understand the

concept of variables as unknown value; assume that variables represent only certain numbers, not as

generalizations of members of a set of numbers; consider variables as labels, conjoining sum and multiplication

operations; change the form of algebra into equations; not understanding the factoring process; can not do

algebraic representations, solve stories by giving verbal explanations; and use guessing methods to solve

SPLDV problems

Keywords: misconception, algebra

Page 2: MISKONSEPSI ALJABAR: KONTEKS … lainnya yang dinyatakan dalam variabel. Prosedur penyelesaian yang dilakukan siswa sudah benar jika menggantikan variabel dengan bilangan tertentu,

Miskonsepsi Aljabar: Konteks Pembelajaran Matematika pada Siswa Kelas VIII SMP- 2 RA Herutomo

Journal Of Basication: JurnalPendidikanDasar, 2017 p-ISSN 2581-2998, e-ISSN 2581-2629

Pendahuluan

Kesalahan dan kemungkinan terjadinya

miskonsepsi siswa pada materi aljabar

tentunya akan mengakibatkan kendala bagi

proses belajar siswa dalam memahami materi

aljabar dan materi terkait lainnya. Dengan

mengetahui kesalahan dan miskonsepsi siswa

dalam materi aljabar, maka guru dapat

membantu siswa memperbaiki kesalahan

tersebut dan mengatasi kesulitan yang

dihadapi, paling tidak guru dapat mengetahui

dimana letak kesalahan yang terjadi, pada

tingkat penguasaan mana siswa melakukan

kesalahan, dan penyebab kesalahan tersebut.

Berkaitan dengan hal tersebut, Zevenbergen et

al., (2004) menyatakan bahwa penting bagi

para guru untuk menggunakan berbagai alat

dan teknik guna menyelidiki apa yang

sebenarnya siswa konstruksi dalam

pemahamannya.

Problematika pada materi aljabar yang

terjadi di SMP Muhammadiyah 3 Kaliwungu

diantaranya siswa masih banyak melakukan

kesalahan dalam menyelesaikan soal-soal

operasi bentuk aljabar, sebagai contoh pada

bentuk 𝟐𝒙 + 𝟑𝒚 siswa memahaminya sebagai

𝟓𝒙𝒚, pada penyederhanaan bentuk𝟐

𝒙𝒚+

𝟐𝒙

𝒚,

siswa menyederhanakannya menjadi𝟒𝒙

𝒙𝒚. Hal-

hal tersebut mengindikasikan bahwa siswa

tidak menggunakan pengetahuannya pada

aritmetika untuk bekerja pada materi aljabar.

Siswa juga masih kesulitan dan banyak

melakukan kesalahan dalam menyelesaikan

soal-soal cerita dalam materi aljabar. Kesulitan

yang paling mendasar yang dialami siswa

adalah menerjemahkan masalah dalam soal

cerita ke dalam bentuk matematika, seperti:

apa yang diketahui, apa yang harus dimisalkan

dalam variabel, operasi apa yang digunakan

dalam permasalahan dan proses penyelesaian.

Konsep aljabar di tingkat sekolah saling

terkait erat satu sama lain, sehingga

miskonsepsi siswa dapat secara utuh ditelusuri

berdasarkan konsep-konsep dalam materi

aljabar dan memungkinkan untuk dapat

diidentifikasi keterkaitan antar pola

miskonsepsi.Berkaitan dengan penelitian

tentang miskonsepsi siswa, Zevenbergen et al.,

(2004) menyatakan bahwa penting bagi para

guru untuk menggunakan berbagai alat dan

teknik guna menyelidiki apa yang sebenarnya

siswa konstruksi dalam pemahamannya. Oleh

karena itu, menurut Steinle et al., (2009)

penelitian dengan menggunakan analisis pola

jawaban siswa terbukti berguna dalam

mendiagnosis miskonsepsi siswa dalam materi

aljabar, berbeda dengan pendekatan lain

seperti analisis item atau analisis prestasi

siswa, yang kurang mendapatkan informasi

secara detail mengenai miskonsepsi siswa pada

suatu topik tertentu.

Oleh karena itu, berdasarkan fenomena

dan penjelasan di atas dirasa perlu dilakukan

penelitian tentang miskonsepsi aljabar pada

siswa kelas VIII, sehingga diperoleh informasi

tentang miskonsepsi siswa pada materi aljabar.

Sejalan dengan hal tersebut, rumusan masalah

pada penelitian ini adalah bagaimanakah

miskonsepsi siswa pada materi aljabar.

Berdasarkan rumusan masalah tersebut,

penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

miskonsepsi siswa pada materi aljabar.

Kajian Pustaka Dalam pembelajaran matematika,

kemungkinan terjadinya miskonsepsi akan

selalu ada. Miskonsepsi berbeda dari

kesalahan. Kesalahan merupakan akibat dari

kurangnya pemahaman tentang aritmetika,

kurangnya penguasaan aturan atau prosedur

(kesalahan proses), dan kesalahan konsep

(Barrera et al., 2004; Mulungye et al., 2016).Di

sisi lain, gagasan miskonsepsi merujuk pada

garis pemikiran yang menyebabkan

serangkaian kesalahan yang dihasilkan dari

kesalahan premis yang mendasari suatu konsep

atau proses tertentu, bukan kesalahan sporadis

yang tidak sistematis (Nesher, 1987).

Miskonsepsi bukan sebagai kesalahan yang

bersifat acak atau bentuk kecerobohan dan

sifat falibilis manusia, melainkan terjadi secara

berulang/identik (Leinhardt et al., 1990;

Hammer, 1996). Hal tersebut juga dipertegas

oleh Resnick dan Omanson (1987) yang

menyatakan bahwa miskonsepsi merupakan

alasan yang paling mendasar yang

mengakibatkan terjadinya kesalahan. Lebih

lanjut miskonsepsi merupakan hambatan

dalam asimilasi konsep yang benar (Lucariello

et al., 2014).

Alajabar juga merupakan salah satu

cabang matematika yang rentan dengan

miskonsepsi. Menurut Breiteig dan Grevholm

(2006) keabstrakan aljabar merupakan salah

satu alasan yang menyebabkan terjadinya

miskonsepsi siswa pada materi tersebut. Faktor

Page 3: MISKONSEPSI ALJABAR: KONTEKS … lainnya yang dinyatakan dalam variabel. Prosedur penyelesaian yang dilakukan siswa sudah benar jika menggantikan variabel dengan bilangan tertentu,

Miskonsepsi Aljabar: Konteks Pembelajaran Matematika pada Siswa Kelas VIII SMP- 3 RA Herutomo

Journal Of Basication: Jurnal Pendidikan Dasar, 1 (1), November 2017 p-ISSN 2581-2998, e-ISSN 2581-2629

lain penyebab miskonsepsi pada aljabar adalah

siswa gagal melakukan transisi dari aritmetika

ke pola pikir aljabar (Booth et al.,

2014).Menurut Warren (2003) transisi yang

dimaksud adalah konsep “operasi pada

bilangan” yang merupakan pemahaman yang

dibutuhkan pada struktur aritmetika ke

“hubungan antar bilangan” yang merupakan

pemahaman yang dibutuhkan dalam struktur

aljabar.

Panasuk (2010) menjelaskan bahwa

pada pembelajaran aljabar, siswa

mengembangkan kemampuan mental yang

disebut sebagai operasi formal. Siswa yang

taraf kemampuannya belum mencapai operasi

formal jelas akan kesulitan dalam memahami

sistem simbol pada aljabar, dalam hal ini siswa

berupaya “mengurangi” tingkat abstraksi

masalah pada aljabar. (misalnya, dalam

mencari solusi persamaan 3𝒙 + 4 = 16) ke

tingkat yang lebih rendah, yaitu, “simbol

angka.” Untuk menyelesaikan masalah ini,

siswa menggunakan metode trial and error

dengan mengganti variabel 𝒙 dengan bilangan

tertentu sampai ditemukan solusi yang

memenuhi persamaan tersebut.

Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif dan kuantitatif deskriptif dalam

menganalisis miskonsepsi aljabar siswa kelas

VIII di SMP Muhammadiyah 3

Kaliwungu.Sumber data dalam penelitian ini

adalah siswa kelas VIIIA dan VIIIB di SMP

Muhammadiyah 3 Kaliwungu yang berjumlah

41 orang dan diambil secara purposif

sampling.

Instrumen tes aljabar disusun

berdasarkan materi yang diteliti, yaitu

berkaitan dengan konsep variabel, operasi

bentuk aljabar, pemfaktoran, dan SPLDV.

Data yang dihimpun dari pelaksanaan tes

aljabar berupa hasil pekerjaan siswa pada

lembar jawaban yang disertai dengan langkah-

langkah penyelesaiannya.Setelah hasil kerja

siswa dianalisis, selanjutnya dipilih enam

orang siswa untuk diwawancarai. Tujuan

wawancara adalah untuk mendukung temuan

miskonsepsi aljabar siswa dari hasil tes. Siswa

yang akan diwawancarai adalah siswa yang

melakukan kesalahan secara berulang, artinya

kesalahan yang dilakukan identik pada

beberapa item soal.

Melalui proses wawancara siswa

diharapkan mengungkapkan gagasan/alasan

pemikirannya tentang jawaban soal aljabar

yang mereka berikan sehingga memungkinkan

untuk ditemukan permasalahan siswa secara

lebih terbuka terkait miskonsepsi siswa pada

materi aljabar. Proses wawancara mendalam

dilaksanakan berdasarkan pada pedoman

wawancara yang telah disusun, namun ragam

pertanyaan yang diajukan dapat berubah,

tergantung pada jawaban/penjelasan yang

dikemukakan siswa.

Hasil dan Pembahasan Hasil penelusuran miskonsepsi siswa

dilakukan dengan menganalisis jawaban siswa.

Kesalahan-kesalahan yang identik

dikelompokkan, kemudian setelah itu

dilakukan proses wawancara untuk

mendukung temuan miskonsepsi aljabar siswa

dari hasil tes. Sebaran miskonsepsi siswa pada

tiap sub materi aljabar disajikan pada Tabel 1.

Kesalahan yang diakibatkan

miskonsepsi siswa terkait kurangnya

pemahaman konsep variabel sebagai sesuatu

yang belum diketahui nilainya cukup banyak

teridentifikasi pada beberapa nomor soal dalam

penelitian ini. Misalnya pada soal yang

diketahui harga sebuah pensil adalah 𝒑 rupiah

dan harga sebuah buku tulis adalah 𝒃 rupiah.

Jika dibeli 3 buah pensil dan 5 buah buku tulis,

maka ditemukan ada siswa yang menghitung

total harga yang harus dibayar oleh Ani dengan

memisalkan harga pensil dan buku dengan

harga tertentu dengan alasan bahwa pada soal

tidak diketahui besaran harga untuk pensil dan

buku.

Hal yang serupa juga terjadi ketika

siswa diminta menyederhanakan bentuk

aljabar 𝟐𝒙

𝟑𝒚−

𝒙−𝟏

𝒙𝒚. Ditemukan ada siswa yang

memisalkan 𝒙 = 𝟒 dan 𝒚 = 𝟑 baru kemudian

menyederhanakannya. Demikian pula pada

soal yang diketahui ada empat kali banyak

siswa dari banyak guru yang mengajar pada

suatu sekolah. Jika 𝑺 menyatakan banyak

siswa dan 𝑮 menyatakan banyak guru di

sekolah tersebut, didapatkan siswa menuliskan

hubungan antara 𝑺 dan 𝑮 dengan memisalkan

banyak siswa dan guru dalam nilai tertentu.

Kesalahan-kesalahan tersebut jelas diakibatkan

kurangnya pemahaman siswa tentang konsep

variabel sebagai sesuatu yang belum diketahui

nilainya, nilai disini menurut Filloy et al.,

Page 4: MISKONSEPSI ALJABAR: KONTEKS … lainnya yang dinyatakan dalam variabel. Prosedur penyelesaian yang dilakukan siswa sudah benar jika menggantikan variabel dengan bilangan tertentu,

Miskonsepsi Aljabar: Konteks Pembelajaran Matematika pada Siswa Kelas VIII SMP - 4 RA Herutomo

Journal Of Basication: Jurnal Pendidikan Dasar, 1 (1), November 2017 p-ISSN 2581-2998, e-ISSN 2581-2629

(2004) dapat berupa kuantitas (harga, panjang,

umur, dan sebagainya).

Hal ini perlu dicermati bahwa ternyata

ada kekakuan asosiasi dalam melakukan

representasi terkait harga, panjang sisi, dan

kuantitas/besaran lainnya yang dinyatakan

dalam variabel. Prosedur penyelesaian yang

dilakukan siswa sudah benar jika

menggantikan variabel dengan bilangan

tertentu, akan tetapi ketika melangkah pada hal

yang abstrak, siswa tidak mampu memahami

dengan benar bahwa variabel yang disajikan

merupakan representasi dari besaran ataupun

nilai tertentu pada soal-soal tersebut.

Tabel 1. Sebaran miskonsepsi siswa pada tiap

sub materi aljabar

Sub Materi Miskonsepsi

Variabel Menganggap konstanta

sebagai variabel, kurang

memahami konsep variabel

sebagai sesuatu yang belum

diketahui nilainya

Menganggap variabel hanya

merepresentasikan

nilai/bilangan tertentu saja,

bukan sebagai generalisasi

anggota suatu himpunan

bilangan

Konjoining operasi

penjumlahan dan perkalian

Operasi

Bentuk

Aljabar

Mengganti variabel dengan

nilai tertentu

Konjoining operasi

penjumlahan dan perkalian

Mengubah bentuk aljabar

menjadi persamaan

Pemfaktoran Tidak memahami proses

pemfaktoran

SPLDV Tidak bisa melakukan

representasi: menyusun

bentuk aljabar dan

persamaan dari masalah

yang diberikan

Menyelesaikan soal cerita

dengan memberikan

penjelasan verbal

Menggunakan cara menebak

untuk menyelesaikan soal-

soal SPLDV

Menganggap variabel

sebagai label

Pendekatan untuk menggunakan

bilangan tertentu merupakan indikasi bahwa

pemikiran siswa tentang variabel masih

berorientasi pada aritmetika. Sebaliknya, jika

siswa tidak mengacu pada nilai-nilai tertentu

dan bekerja menggunakan variabel yang ada,

maka itu menunjukkan pemikiran siswa sudah

berorientasi pada objek aljabar, yaitu, variabel

menjadi “objek” untuk dioperasikan.

Miskonsepsi lainnya yang ditemukan

adalah menganggap variabel hanya

merepresentasikan nilai/bilangan tertentu saja,

bukan sebagai generalisasi anggota suatu

himpunan bilangan. Hal tersebut seperti pada

soal pembelian buah jeruk dan apel.

Direncanakan akan dibeli 15 buah dan

ditanyakan banyaknya masing-masing buah

apel dan jeruk yang mungkin dibeli.

Ditemukan siswa menuliskan banyak apel

adalah 4 buah dan jeruk sebanyak 11 buah

(dan jawaban identik lainnya). Siswa belum

mampu memahami bahwa banyaknya apel dan

jeruk adalah pasangan 𝒙 dan 𝒚 yang memenuhi

persamaan 𝒙 + 𝒚 = 15, 𝒙dan𝒚 anggota

himpunan bilangan cacah.

Hal yang sama juga terjadi ketika siswa

diminta menentukan nilai 𝒏 yang

memenuhi 𝟐𝒏 > 𝑛 + 2,𝑛 anggota himpunan

bilangan asli. Siswa berusaha mengganti nilai

𝒏menggunakan bilangan asli tertentu untuk

memperoleh hubungan 2𝒏<𝒏 + 2, 2𝒏 = 𝒏 + 2,

dan 2𝒏>𝒏 + 2, tetapi tidak memberikan

kesimpulan (secara deduktif). Berkaitan

dengan hal tersebut, menurut Akgun dan

Ozdemir (2006) kesalahan-kesalahan siswa

yang disebabkan oleh kurangnya pemahaman

konsep variabel sebagai generalisasi bilangan,

menunjukkan siswa gagal dalam proses transisi

dari aritmetika menuju aljabar, penalaran siswa

hanya terbatas pada pola induktif yang

mengarah pada kesesatan jawaban yang

diperolehnya.

Miskonsepsi lainnya yang ditemukan

adalah menganggap variabel sebagai label.

Sebagai contoh “misalkan pensil = 𝒙 dan buku

= 𝒚.” Variabel bukan sebagai representasi

suatu objek, melainkan lebih pada nilai atau

kuantitasnya. Bila hal ini dibiarkan maka

terjadi kerancuan antara variabel dan label.

Jelas variabel bukanlah sekedar label.

Kesalahan dan miskonsepsi variabel

sebagai label juga terjadi pada soal tentang

“banyak siswa empat kali dari banyak guru”

dan ditemukan jawaban siswa adalah 𝟒𝑺 =𝑮. Setelah diwawancarai, ternyata siswa

langsung menerjemahkan pernyataan soal

dalam bahasa simbol tanpa melakukan proses

Page 5: MISKONSEPSI ALJABAR: KONTEKS … lainnya yang dinyatakan dalam variabel. Prosedur penyelesaian yang dilakukan siswa sudah benar jika menggantikan variabel dengan bilangan tertentu,

Miskonsepsi Aljabar: Konteks Pembelajaran Matematika pada Siswa Kelas VIII SMP- 5 RA Herutomo

Journal Of Basication: Jurnal Pendidikan Dasar, 1 (1), November 2017 p-ISSN 2581-2998, e-ISSN 2581-2629

perbandingan yang menyatakan banyak siswa

dan guru, proses demikian disebut sebagai

words order matching (menyesuaikan dengan

susunan kata). Ada juga siswa yang melakukan

proses perbandingan, namun proses tersebut

bersifat static comparison pattern (statis sesuai

kalimat pada soal).

Ada anggapan bahwa aljabar merupakan

materi tentang huruf ke 24 dan 25 (𝒙 dan 𝒚)

(Knuth et al., 2005). Meskipunanggapan

tersebuthanyalah lelucon, tetapi perlu

digarisbawahipentingnya

mengembangkankonsepsiyang benar tentang

makna variabeldanpenggunaannya

dalamaljabar. Hal tersebut juga diikuti oleh

transisi konsep “operasi pada bilangan” yang

merupakan pemahaman yang dibutuhkan pada

struktur aritmetika ke “hubungan antar

bilangan” yang merupakan pemahaman yang

dibutuhkan dalam struktur aljabar (Warren,

2003).

Konjoining operasi penjumlahan dan

perkalian terjadi pada bentuk aljabar 𝟑𝒑 + 𝟓𝒃

dan disederhankan menjadi 𝟖𝒑𝒃. Siswa

menganggap bahwa bentuk aljabar yang

terbuka sebagai bentuk yang tidak lengkap dan

menerapkan hal yang sama pada operasi

penjumlahan bilangan. Hal yang sama juga

terjadi pada penelitian Lucariello et al. (2014),

ditemukan ada siswa yang menjawab 𝟒𝒑 +

𝟐– 𝟑𝒑 + 𝟕 = 𝟏𝟎.Konjoining yang terjadi

tentunya berkaitan dengan penggunaan tanda

“=” pada bentuk aljabar.

Berkaitan dengan hal tersebut, Knuth et

al., (2008) menjelaskan bahwa konsepsi tanda

“=” dapat dipandang sebagai simbol kesetaraan

(yaitu, sebuah simbol yang menunjukkan

hubungan antara dua kuantitas) dan sebagai

penanda suatu hasil atau jawaban dari operasi

aritmetika. Namun yang terjadi pada penelitian

ini tanda sama dengan hanya dipandang

sebagai penanda hasil dari suatu operasi,

bukannya sebagai kesetaraan.

Miskonsepsi lainnya yang berkaitan

dengan tanda sama dan bentuk aljabar dengan

adalah mengubah bentuk aljabar menjadi

persamaan. Ketika siswa diminta

menyederhanakan suatu bentuk aljabar, justru

siswa berusaha mengubahnya menjadi

persamaan dan mencari

penyelesaiannya.Merujuk dari berbagai

literatur dan hasil penelitian, miskonsepsi

terkait variabel, konjoining, dan mengubah

bentuk aljabar menjadi persamaan bisa

dikatakan ada pada satu topik yang sama, yaitu

kegagalan transisi dari aritmetika menuju

aljabar.

Dalam matematika terdapat dua level

berpikir yang hierarki, yaitu aritmetika dan

aljabar. Van Amerom (2003) menjelaskan

bahwa aritmetika berhubungan langsung

dengan perhitungan bilangan-bilangan yang

diketahui. Dengan kata lain, aritmetika

merupakan proses yang secara langsung

menghitung dari hal yang diketahui menuju

apa yang tidak diketahui. Disisi lain, aljabar

memerlukan penalaran tentang variabel ketika

berproses dari yang belum diketahui,

menggunakan yang diketahui, sehingga

membentuk persamaan. Jadi perbedaan

mendasar aritmetika dan aljabar adalah

aritmetika bergerak dari situasi spesifik

sedangkan aljabar berkaitan dengan suatu

solusi umum.

Transisi dari aritmetika menuju aljabar

juga melibatkan transisi pengetahuan yang

dibutuhkan dalam mengerjakan masalah

aritmetika (operasi pada bilangan) menuju

pengetahuan untuk menyederhanakan bentuk

atau menyelesaikan persamaan aljabar (operasi

pada variabel) (Warren, 2003). Dari dua

pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa

transisi dari aritmetika menuju aljabar

melibatkan transisi pemahaman konseptual dan

simbolik yang merupakan inti perbedaan

antara aritmetika dan aljabar. Namun

kenyataannya terjadi “diskontinuitas kognitif”

dalam transisi dari artimatika menuju aljabar

(Staceydan MacGregor, 2000).

Kurangnya pemahaman siswa pada

penyederhanaan dan operasi bentuk aljabar

berakibat juga pada proses pemfaktoran. Siswa

terlalu menyederhanakan bentuk aljabar

dengan melakukan proses kanselasi. Hal

tersebut sejalan dengan kesalahan prosedural

siswa yang dikemukakan oleh Norton dan

Irvin (2007) yaitu menerapkan𝒂𝒙

𝒃𝒙=

𝒂

𝒃 pada

bentuk𝒂+𝒙

𝒃+𝒙=

𝒂

𝒃. Pada penelitian ini kesalahan

pemfaktoran juga terjadi pada soal yang

berkaitan dengan bentuk 𝒂𝒙𝟐 + 𝒃𝒙 + 𝒄,𝒂 ≠ 𝟎.

Siswa menuliskan (𝒙𝟐 + 𝟓𝒙 + 𝟔) −

𝒙𝟐 + 𝟐𝒙 + 𝟏 = 𝒙 𝒙 + 𝟓 + 𝟔 − 𝒙 𝒙 + 𝟐 +

𝟏.

Kesalahan akibat miskonsepsi

representasi soal ke bentuk aljabar ataupun

persamaan juga banyak ditemukan pada

penelitian ini.Memang untuk menerjemahkan

Page 6: MISKONSEPSI ALJABAR: KONTEKS … lainnya yang dinyatakan dalam variabel. Prosedur penyelesaian yang dilakukan siswa sudah benar jika menggantikan variabel dengan bilangan tertentu,

Miskonsepsi Aljabar: Konteks Pembelajaran Matematika pada Siswa Kelas VIII SMP - 6 RA Herutomo

Journal Of Basication: Jurnal Pendidikan Dasar, 1 (1), November 2017 p-ISSN 2581-2998, e-ISSN 2581-2629

soal cerita dalam persamaan merupakan hal

yang sulit bagi siswa. Siswa diminta untuk

menyusun SPLDV berdasarkan informasi yang

disajikan pada soal dan kemudian

menyelesaikannya. Kesalahan tersebut sangat

berkaitan dengan kurangnya kemampuan siswa

melakukan representasi. Menurut

Dreyfus(2002)representasi yang dimaksudkan

disni adalah representasi simbolik, secara

eksternal melalui ucapan atau tulisan, dengan

tujuan untuk mengkomunikasikan konsep

menjadi lebih mudah.

Memang penting untuk mempunyai

banyak representasi tentang suatu konsep, akan

tetapi jika representasi itu salah maka tidak

akan membantu suatu konsep tertentu untuk

dapat digunakan secara fleksibel dalam

pemecahan masalah, meskipun benar namun

jika representasinya tidak terkait satu sama lain

juga tidak akan membantu (Dreyfus, 2002).

Lebih lanjut dijelaskan bahwa representasi

sangat berkaitan dengan kemampuan

menerjemahkan masalah (translating) dan

soal-soal aplikasi adalah contoh keterkaitan

keduanya.

Bentuk kesalahan dan miskonsepsi

lainnya yang paling banyak dilakukan pada

soal cerita yang berkaitan dengan SPLDV

adalah penjelasan secara verbal. Kesalahan ini

sejalan dengan penelitian Breiteig dan

Grevholm (2006) yang menunjukkan kesulitan

siswa dalam transisi aritmetika dan bentuk

verbal ke dalam bentuk aljabar. Ketika siswa

diminta untuk menemukan dua buah bilangan

yang jumlahnya 19 dan selisihnya 5, ada siswa

yang mengerjakannya dengan cara memberi

penjelasan verbal untuk mendapatkan dua

bilangan tersebut. Meskipun jawabannya

secara verbal benar, namun ini menunjukkan

siswa belum mampu berpikir secara abstrak,

terbukti dari penggunaan bahasa verbal yang

mendominasi ketimbang penggunaan simbol-

simbol aljabar.

Selain jawaban verbal, miskonsepsi

lainnya yang terjadi pada soal tentang SPLDV

adalah jawaban menebak tanpa alasan.

Miskonsepsi ini terjadi ketika siswa berusaha

memperoleh jawaban yang benar namun tidak

ada petunjuk yang jelas bahwa informasi yang

dinyatakan sebagai hasil/jawaban soal berasal

dari suatu proses operasi matematik yang tepat.

Ketika siswa diminta menyelesaikan

SPLDV𝒙 + 𝒚 = 𝟗 dan 𝟐𝒙 + 𝟑𝒚 = 𝟐𝟑, siswa

mengerjakannya dengan cara menebak

sehingga diperoleh hasil 𝒙 = 𝟒 dan 𝒚 = 𝟓.

Menurut Filloy, Rojano, dan Solares (2003),

proses itu mungkin dapat dipertimbangkan

sebagai cara yang benar, akan tetapi itu

menunjukkan siswa sangat defisit dalam

memahami aturan pencarian solusi sistem

persamaan linear dua variabel, bisa

dibayangkan jika sistem itu mengandung lebih

dari dua variabel, proses menebak hanya akan

menyesatkan jawaban siswa.

Transisi aritmetika ke aljabar tentunya

melibatkan pembelajaran aritmetika di sekolah

dasar (SD) dan seberapa perlu aljabar

diajarkan sejak SD. Berkaitan dengan hal

tersebut Zevenbergen et al., (2004)

menjelaskan bahwa di beberapa negara, aljabar

tidak diajarkan pada jenjang sekolah dasar. Hal

tersebut mengacu pada tingkat perkembangan

Piaget bahwa siswa sekolah dasar belum dapat

berpikir secara abstrak, materi aljabar sangat

abstrak, hal tersebut dianggap diluar

kemampuan siswa sekolah dasar. Namun,

beberapa pakar menganggap aljabar adalah

studi tentang pola, kemampuan untuk

mengidentifikasi dan mendeskripsikan pola,

yang dianggap sesuatu yang sangat umum di

sekolah dasar. Contohnya 3 + ... = 5

merupakan bentuk permulaan yang diajarkan

sebelum siswa diperkenalkan bentuk aljabar

𝟑 + 𝒙 = 𝟓, oleh karena itu materi aljabar dapat

diperkenalkan sejak dini.

Demikian halnya juga di Indonesia,

materi operasi hitung bilangan dan sifat-

sifatnya sudah diperkenalkan sejak siswa

duduk di kelas IV SD dan memang materi

aljabar belum diajarkan. Akan tetapi bila

merujuk pada contoh 3 + ... = 5, maka

sebenarnya soal-soal demikian juga sudah

diberikan pada siswa SD di Indonesia. Oleh

sebab itu perlu penekanan yang lebih lagi, baik

dari segi materi maupun proses pembelajaran

untuk bisa mendukung transisi siswa dari

aritmetika ke aljabar. Berkaitan dengan hal

tersebut, Blanton dan Kaput (2005)

menyatakan ada dua isu yang menarik untuk

pembelajaran di SD, yaitu: (1) kemampuan

berpikir aljabar dapat diintegrasikan sejak

pembelajaran di SD untuk mempersiapkan

siswa lebih matang ketika belajar aljabar

nantinya dan (2) guru-guru di SD dapat

menggunakan sumber dan metode

pembelajaran yang variatif yang dapat

mendukung (1).

Kesalahan dan miskonsepsi yang

ditemukan pada penelitian ini mengindikasikan

kurangnya kemampuan siswa untuk berpikir

Page 7: MISKONSEPSI ALJABAR: KONTEKS … lainnya yang dinyatakan dalam variabel. Prosedur penyelesaian yang dilakukan siswa sudah benar jika menggantikan variabel dengan bilangan tertentu,

Miskonsepsi Aljabar: Konteks Pembelajaran Matematika pada Siswa Kelas VIII SMP- 7 RA Herutomo

Journal Of Basication: Jurnal Pendidikan Dasar, 1 (1), November 2017 p-ISSN 2581-2998, e-ISSN 2581-2629

secara aljabar. Kaput (2008) menyatakan ada

dua aspek penting dalam berpikir aljabar,

diantaranya: (1) membuat bentuk generalisasi

secara formal berdasarkan sistem

penyimbolan, (2) penalaran simbol yang

meliputi manipulasi simbolik. Dua aspek

tersebut termuat dalam tiga cabang aljabar

yang dipelajari di sekolahan, yaitu: (1) aljabar

sebagai studi tentang struktur dan abstraksi

sistem perhitungan, (2) aljabar sebagai studi

tentang relasi dan fungsi, dan (3) aljabar

sebagai aplikasi untuk memodelkan bahasa

yang menyatakan penalaran tentang situasi

yang dimodelkan.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka

tidak terlalu berlebihan jika dikatakan bahwa

problematika pada materi aljabar sangat

kompleks. Kesalahan dan miskonsepsi yang

ada saling berkaitan, baik antar konsep aljabar

maupun konten materi yang lainnya. Perlu

terus diupayakan penelusuran kesalahan dan

penyebab terjadinya kesalahan tersebut, tidak

harus menggunakan soal-soal yang kompleks,

faktanya dari hasil tinjauan berbagai literatur

pada jurnal internasional, soal yang disajikan

untuk menelusuri kesalahan dan miskonsepsi

siswa sangat sederhana yang bersifat rutin,

akan tetapi benar-benar difokuskan pada

kesalahan konsep atau proses yang ingin

diidentifikasi.

Simpulan Berdasarkanhasilpenelitianmakadapatdisimpul

kanbahwamiskonsepsialjabarsiswaantara lain:

kurangmemahamikonsepvariabelsebagaisesuat

u yang belumdiketahuinilainya,

menganggapvariabelhanyamerepresentasikanbi

langantertentusaja,

bukansebagaigeneralisasianggotasuatuhimpuna

nbilangan, menganggapvariabelsebagai label,

konjoiningoperasipenjumlahandanperkalian,

mengubahbentukaljabarmenjadipersamaan,

tidakmemahami proses pemfaktoran,

tidakbisamelakukanrepresentasialjabar,

menyelesaikansoalceritadenganmemberikanpe

njelasan verbal,

danmenggunakancaramenebakuntukmenyelesa

ikansoal-soal SPLDV.

Berdasarkan hasil penelitian ini maka

disarankan agar pola pikir aljabar harus

diitegrasikan sejak pembelajaran aritmetika

dan guru perlu mengidentifikasi miskonsepsi

aljabar siswa agar tidak menjadi kendala dalam

proses pembelajaran. Lebih lanjut soal-soal

yang dirancang untuk menganalisis kesalahan

dan miskonsepsi siswa sebaiknya dibuat

bervariasi, sehingga dapat mengungkap

kesalahan dan miskonsepsi siswa yang lebih

beragam.

Daftar Pustaka

Akgun, L. & Ozdemir, E. (2006). Students’

Understanding of The Variable As

General Number and Unknown: A Case

Study. The Teaching Of Mathematics,

IX(1), 45–51.

Barrera, R., Medina, M.P., & Robayna, M.C.

(2004). Cognitive Abilities and Errors of

Students in Secondary School in

Algebraic Language Processes. In D. E.

McDougall & J. A. Ross (Eds.),

Proceedings of the Twenty-sixth Annual

Meeting of the North American Chapter

of the International Group for the

Psychology of Mathematics Education,

(pp. 253-260). Canada: Ontario Institute

for studies in Education, University of

Toronto.

Blanton, M. L. & J.J. Kaput, J.J. (2005).

Functional Thinking As A Route Into

Algebra in the Elementary Grades.

ZDM-International Reviews on

Mathematical Education,37(1), 34–42.

Booth, J.L., Barbieri, C., Eyer, F., & Pare-

Blagoev, E.J. (2014). Persistent and

Pernicious Errors in Algebraic Problem

Solving. Journal of Problem Solving, 7,

10-23.

Breiteig, T. & Grevholm. (2006). The

Transition From Arithmetic To Algebra:

To Reason, Explain, Argue, Generalize

And Justify. In J. Novotná, H. Moraová,

M. Krátká, & N. Stehlíková (Eds.).

Proceedings 30th Conference of the

International Group for the Psychology

of Mathematics Education (pp. 225-

232). Prague: PME

Dreyfus, T. (2002). Advanced Mathematical

Thinking Processes. In David Tall (Ed.),

Advanced Mathematical Thinking(pp. 25

– 40). New York: Kluwer Academic

Publisher.

Filloy, E., Rojano, T., & Solares, A. (2004).

Arithmetic/Algebraic Problem-Solving

and The Representation of Two

Page 8: MISKONSEPSI ALJABAR: KONTEKS … lainnya yang dinyatakan dalam variabel. Prosedur penyelesaian yang dilakukan siswa sudah benar jika menggantikan variabel dengan bilangan tertentu,

Miskonsepsi Aljabar: Konteks Pembelajaran Matematika pada Siswa Kelas VIII SMP - 8 RA Herutomo

Journal Of Basication: Jurnal Pendidikan Dasar, 1 (1), November 2017 p-ISSN 2581-2998, e-ISSN 2581-2629

Unknown Quantities. In Marit Johnsen

Hoines, Anne Berit Fuglestad

(Eds.),Proceedings of the 28th

Conference of the International Group

for the Psychology of Mathematics

Education (pp. 391-398). Bergen,

Norway.

Hammer, D. (1996). Misconceptions or P-

primes: How May Alternative

Perspectives of Cognitive Structure

Influence Instructional Perceptions and

Intentions? The Journal of The Learning

Science, 5(2), 97-127.

Kaput, J.J. (2008). What Is Algebra? What Is

Algebraic Reasoning? In Kaput, J.,

Carraher, D. and Blanton, M.

(Eds.),Algebra In The Early Grades(pp.

5-18). New York: Lawrence Erlbaum

Associates.

Knuth, J.E., Alibali, M.W., McNeil, N.M.,

Weinberg, A., & Stephens, A.C. (2005).

Middle School Students’ Understanding

of Core Algebraic Concepts:

Equivalence & Variable. ZDM, 37(1),

68-76.

Knuth, J.E., Alibali, M.W., McNeil, N.M.,

Hattikudur, S., & Stephens, A.C. (2008).

The Importance of Equal Sign

Understanding in The Middle Grades.

Mathematics Teaching in The Middle

School, 13(9), 514-519.

Leinhardt, G., O. Zaslavsky, & M. K. Stein.

(1990). Functions, Graphs, and

Graphing. Review of Educational

Research, 60(1), 1-64.

Lucariello, J., Tine, M.T., & Ganley, C.M.

(2014). A Formative Assessment of

Students’ Algebraic Variable

Misconceptions. Journal of

Mathematical Behaviour, 33, 30-41.

Mulungye, M., O’Connor, M., & Ndethiu.

(2016). Sources of Student Errors and

Misconceptions in Algebra and

Effectiveness of Classroom Practice

Remediation in Machakos County-

Kenya. Journal of Education and

Practice, 7(10), 31-33.

Nesher, P. (1987). Towards an Intructional

Theory: The Role Of Student’s

Misconceptions. For the Learning Of

Mathematics, 7(3), 33-39.

Norton, S. & Irvin, J. (2007). A Concrete

Approach to Teaching Symbolic

Algebra. In J. Watson & K. Beswick

(Eds.) Proceedings of the 30th Annual

Conference of the Mathematics

Education Research Group of

Australasia(pp. 551-560). Merga. Inc.

Panasuk, R. (2010). Three-Phase Ranking

Framework for Assessing Conceptual

Understanding in Algebra Using

Multiple Representations. Education,

131(4), 235-259.

Resnick, L. B. & Omanson, S. F. (1987).

Learning to Understand Arithmetic. In

R., Glaser (Ed.), Advances In

Instructional Psychology (pp. 41-95).

Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum

Associates.

Stacey, K. & MacGregor, M. (2000). Learning

the Algebraic Method of Solving

Problems. Journal of Mathematical

Behaviour, 18(2), 149–167.

Steinle, V., Gvozdenko, E., Price, B., Stacey,

K., & Pierce, R. (2009). Investigating

Students’ Numerical Misconceptions in

Algebra. In R. Hunter, B. Bicknell, & T.

Burgess (Eds.), Proceedings of the 32nd

Annual Conference of the Mathematics

Education Research Group of

Australasia(pp. 491-498). Palmerston

North, NZ: Merga.

van Amerom, B.A. (2003). Focusing On

Informal Strategies when Linking

Arithmetic to Early Algebra.

Educational Studies in Mathematics, 54,

63-75.

Warren, E. (2003). The Role of Arithmetic

Structure in the Transition from

Arithmetic to Algebra. Mathematics

Education Research Journal, 15(2),

122-137.

Zevenbergen, R., Dole, S., & Wright, R. J.

(2004). Teaching Mathematics in

Primary Schools. Australia: Allen &

Unwin.