Upload
nguyenkien
View
275
Download
10
Embed Size (px)
Citation preview
Universitas Pakuan, Bogor
1
MODIFIKASI DAN KARAKTERISASI PATI NANOPARTIKEL DARI PATI TALAS
BENENG (Xanthosoma undipes K.Koch) DAN GARUT (Maranta arundinacea L)
DENGAN METODE HIDROLISIS ASAM
Mar’atun Uswah 1)
, Ade Heri Mulyati 1)
, Christina Winarti 2)
1) Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pakuan, Bogor 2) Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian Jl. Tentara Pelajar
No. 12A Cimanggu Bogor 16114
ABSTRAK
Talas beneng (Xanthosoma undipes K. Koch) dan garut (Maranta arundinaceae L)
adalah sumber pati yang belum banyak dieksplorasi. Untuk memperluas aplikasinya pati tersebut
perlu dimodifikasi. Pati alami dibuat dengan menggunakan ekstraksi basah. Pati alami disintesis
menjadi pati nanopartikel dengan hidrolisis asam. Karakterisasi pati nanopartikel meliputi
morfologi permukaan, distribusi ukuran partikel, kristalinitas, sifat termal dan sifat
fungsionalnya meliputi daya pengembangan, kelarutan dan daya cerna.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen pati talas beneng alami menggunakan
metode ekstraksi basah sebesar 3,38% sedangkan pati garut alami sebesar 16,13%. Rendemen
pati nanopartikel yang tertinggi pada pati talas beneng dengan perlakuan H2SO4 3,16 M waktu
hidrolisis selama 5 hari sebesar 21,64% dengan morfologi granula pati tidak teratur, ukuran
partikel: 379,2 nm, kristalinitas: 87,3%, ∆H: 25,3068 J/g, daya pengembangan 0,29%, kelarutan
92,45% dan daya cerna pati 148,67%. Rendemen pati nanopartikel yang tertinggi pada pati garut
dengan perlakuan H2SO4 3,16 M waktu hidrolisis selama 5 hari sebesar 33,83% dengan
morfologi granula pati tidak teratur, ukuran partikel: 464,4 nm, kristalinitas: 77,5%, ∆H: 65,2330
J/g, daya pengembangan 0,01%, kelarutan 92,45% dan daya cerna pati: 158,11%.
Kata Kunci: Talas beneng, garut, hidrolisis asam, pati nanopartikel
PENDAHULUAN
Pati merupakan karbohidrat yang
berfungsi sebagai sumber pangan karena
fungsinya adalah penstabil tekstur dan
penentu karakteristik pangan. Akan tetapi
pati alami memiliki kelemahan antara lain
karakteristiknya tidak larut dalam air dingin,
sifatnya terlalu lengket, tidak tahan
perlakuan asam, waktu pemasakan lama,
pasta yang terbentuk keras dan tidak bening
(Koswara, 2009). Oleh karena itu untuk
memperluas aplikasinya pati perlu
dimodifikasi.
Sifat-sifat penting yang diinginkan
dari pati termodifikasi diantaranya adalah
kecerahannya lebih tinggi, kekentalannya
lebih rendah, gel yang terbentuk lebih jernih,
granula pati lebih mudah pecah, waktu dan
suhu gelatinisasi yang lebih tinggi
(Koswara, 2009).
Modifikasi beberapa jenis pati yaitu
tapioka, sagu dapat menghasilkan pati
nanopartikel yang berfungsi sebagai matriks
pengikat bahan aktif herbal dan bakteri asam
laktat (Sunarti et al., 2014). Sumber pati
yang belum banyak dikembangkan antara
lain talas beneng dan garut. Talas dilaporkan
memiliki kadar pati 70-80% dengan butiran
kecil (Jane et al., 1992). Umbi garut
merupakan jenis umbi komoditas lokal
Indonesia dan berfungsi sebagai sumber
karbohidrat yang sebagian besar
penyusunnya adalah pati. Kelebihan dari
2
pati garut adalah mempunyai daya cerna
yang cukup tinggi sehingga dapat
digolongkan ke dalam pati yang mudah
dicerna, dan memiliki kadar amilosa yang
tinggi (Faridah et al., 2014).
Modifikasi dengan hidrolisis asam
akan menghasilkan pati dengan sifat lebih
encer jika dilarutkan, lebih mudah larut dan
berat molekulnya lebih rendah (Koswara,
2009). Pati nano dapat dihasilkan dengan
cara hidrolisis menggunakan HCl 2,2 N atau
H2SO4 3,16 M pada suhu 35-45⁰C (Angelier
et al., 2004).
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah baskom, pisau, loyang,
kain penyaring, kertas saring 110 mm,
blender, oven, penggiling disc mill ayakan,
neraca, cawan porselin, kaca arloji, tanur,
labu ukur, erlenmeyer, beaker glass, pipet
ukur, tabung reaksi, pendingin tegak, pH
meter, desikator, penangas air, sentrifuge,
soxlet, labu kjeldhal, glukometer dan shaker
inkubator, Instrumen spektrofotometri UV-
Vis, ultraturax (IKA®
T2S digital), ultrasonik
(Sonicators QSonica, LLC, model Q700),
SEM (ZEISS, type: EVO MA 10), PSA
(Delsa Nano, C Beckman Coulter), XRD
(Shimadzu diffractometer), DSC (Perkin-
Elmer Co, Norwalk, CT), dan RVA.
Bahan baku yang digunakan adalah
umbi talas beneng dan garut yang berasal
dari daerah Banten. Bahan kimia yang
digunakan antara lain NaCl 5 %, glukosa
murni, NaOH, H2SO4 pekat, etanol teknis,
etanol pekat, HCl pekat, fenol 5 %, aquades,
asam asetat 1 N, iod, amilosa murni,
campuran selenium, indikator PP, asam
borat 2 %, hexana, enzim pankreatin, enzim
amilase, enzim pepsin dan enzim
amiloglukosidase, dan natrium azida.
METODE PENELITIAN
Ekstraksi Pati Talas Beneng Metode
Basah (Rawuh, 2008, Tinambunan et al.,
2014) Umbi talas ditimbang 88,65 kg lalu
dikupas dari kulit luarnya dan ditiriskan.
Umbi talas kemudian dicuci bersih dan
direndam selama kurang lebih 5 atau 10
menit menggunakan perbandingan talas dan
air 1 : 4 hingga bersih. Selanjutnya umbi
talas direndam selama kurang lebih 1 jam
dengan air garam (NaCl 5 %) yang telah
disiapkan sebelumnya. Umbi talas dicuci
kembali dan perendamannya selama 5 menit
dengan air bersih untuk menghilangkan
garam mineral. Umbi talas kemudian diparut
halus menjadi bubur dengan perbandingan
talas : air (1 : 5) dan disaring dengan kain
saring. Kemudian didiamkan sampai
mengendap selama 12 jam. Cairan diatas
endapan dibuang, pasta diletakkan diatas
loyang dan dikeringkan dengan
menggunakan oven pada suhu 45oC selama
22 jam. Pati kasar dihaluskan dengan alat
penggiling dan diayak dengan ayakan 100
mesh. Pati talas dikemas dalam plastik dan
disimpan siap digunakan.
Ekstraksi Pati Garut Metode Basah
(Faridah et al., 2010)
Umbi garut (21,9 kg) dibersihkan,
dikupas dan dicuci dengan air bersih.
Kemudian direndam dengan air selama 1
jam, diblender atau diparut dengan
perbandingan umbi : air sebesar 1 : 3,5.
Selanjutnya dilakukan penyaringan,
pengendapan pati, pencucian dan
pengeringan pati dengan menggunakan oven
pada suhu 50°C. Pati garut kering digiling
dengan menggunakan disc mill, kemudian
disaring dan diayak dengan ayakan 100
mesh dan ditimbang bobot pati garutnya.
Karakterisasi Pati Alami
Karakterisasi sifat kimia meliputi:
kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar
lemak, kadar karbohidrat, kadar pati, kadar
3
amilosa, kadar amilopektin, dan kadar gula
total.
Modifikasi Pati dengan Hidrolisis Asam
(Angelier et al., 2004)
Pati alami ditimbang sebanyak 29,4
gram dan dibuat suspensi masing-masing
dalam larutan 150 mL H2SO4 3,16 M dan
HCl 2,2 N. Kemudian suspensi pati
diinkubasikan pada suhu 40ºC selama 3 dan
5 hari dengan menggunakan shaker
inkubasi. Suspensi pati yang telah
mengalami perlakuan asam pada hari yang
telah ditentukan kemudian disentrifuge dan
dicuci dengan aquades. Setelah itu,
dinetralkan dengan menggunakan NaOH
sampai netral (pH 7,0), dilanjutkan dengan
ultraturax pada kecepatan 13000 rpm selama
2 menit, lalu diultrasonik dengan amplitudo
40 selama 30 menit, kemudian ditambahkan
Natrium Azida, lalu disaring dengan kertas
saring. Setelah itu dicuci dengan etanol.
Kemudian endapan dikeringkan dengan
menggunakan freeze dryer hingga mencapai
kadar air sekitar 10%. Setelah kering pati
digiling dengan disc mill dan disaring
kemudian diayak dan disimpan dalam
freezer sampai digunakan.
Uji Morfologi Permukaan dengan SEM Pati nanopartikel dan pati alami
dikarakterisasi dengan alat (ZEISS, type:
EVO MA 10) Analytical Scanning Electron
Microscope (di Balai Pasca Panen,
Cimangggu, Bogor). Masing-masing
sebanyak 0,3 gram serbuk pati nanopartikel
dan pati alami dimasukkan ke dalam plat
platinum, kemudian permukaannya dilapisi
dengan emas. Plat platinum kemudian
dimasukkan ke dalam alat SEM coating unit
selama 15 menit. Selanjutnya, nanopartikel
diamati dengan SEM yang telah terhubung
dengan komputer. SEM diatur dalam
keadaan vakum dengan tegangan 20kV.
Perbesaran diatur berdasarkan visualisasi
terbaiknya.
Uji Distribusi Ukuran Partikel (PSA)
Distribusi ukuran partikel diukur
dengan Particle Size Analyzer (PSA)
berdasarkan prinsip Dynamic Light
Scattering (Delsa Nano, C, Beckman
Coulter). Pati nanopartikel didispersi dengan
metanol, kemudian diukur distribusi partikel
dan indeks polidispersitasnya.
Uji Kristalinitas dengan XRD
Sekitar 200 mg pati nanopartikel dan
pati alami dicetak langsung pada aluminium
ukuran 2 x 2,5 cm2
dengan bantuan perekat.
Pati nanopartikel dan pati alami
dikarakterisasi menggunakan alat difraksi
sinar X (Shimadzu Diffractometer) dengan
sumber Cu (λ= 1,5406 Å). Rentang derajat
2θ yang digunakan antara 5-35°.
Uji Sifat Termal dengan DSC
Sifat termal pati nanopartikel dan
pati alami diamati dengan alat Differential
Scanning Calorimetry Perkin-Elmer
(Perkin-Elmer Co, Norwalk, CT). Masing-
masing sebanyak 7 mg pati nanopartikel dan
pati alami ditimbang secara akurat dalam
plat aluminium dan selanjutnya ditutup
secara hermetik dan disetimbangkan selama
satu jam sebelum dianalisis, lalu
dimasukkan pada alat dan dipanaskan
dengan kecepatan pemanasan 10°C/menit
dari suhu 30 sampai 120°C. Peak
temperature (Tp) dan entalpi (∆H) dihitung
secara otomatis.
Uji Daya Pengembangan (Leach et al.,
1959)
0,1 gram pati nanopartikel dan pati
alami dilarutkan dalam aquades 10 mL,
kemudian larutan dipanaskan menggunakan
water bath dengan temperatur 60⁰C, 70⁰C,
80⁰C dan 90⁰C selama 30 menit. Supernatan
dipisahkan menggunakan sentrifuge dengan
kecepatan 2500 rpm selama 15 menit. Daya
pengembangan dihitung dengan rumus: Berat pasta (gram )
Berat sampel kering (gram ) x 100 %
Uji Kelarutan (Kainuma et al., 1967)
0,1 gram pati nanopartikel dan pati
alami dilarutkan ke dalam 10 mL aquades,
4
kemudian larutan dipanaskan dalam water
bath dengan temperatur 60⁰C, 70⁰C, 80⁰C
dan 90⁰C selama 30 menit. Supernatan
dipisahkan menggunakan sentrifuge dengan
kecepatan 2500 rpm selama 15 menit lalu
diambil 10 ml untuk dikeringkan dalam
oven dan dicatat berat endapan keringnya.
Kelarutan (%) = Berat endapan kering (gram )
Berat Sampel (gram ) x 100 %
Uji Daya Cerna Pati (Sopade dan Gidley,
2009)
Sebanyak 500 mg pati nanopartikel
dan pati alami ditimbang di dalam labu
erlenmeyer 100 mL, lalu ditambahkan 1 mL
artificial saliva yang mengandung α-amilase
(250 U/mL buffer karbonat) selama 15-20
detik. Sampel ditambahkan 5 mL pepsin (0,1
gram pepsin dilarutkan dalam 100 mL HCl
0,02 M). Sampel diinkubasi pada suhu 37°C
selama 30 menit dan dinetralisasi dengan 5
mL NaOH 0,02 M. Sebelum pH menuju 6,
sampel ditambahkan 25 mL buffer natrium
asetat 0,2 M, 5mL pankreatin (2 mg/mL
buffer asetat) dan 5 mL amiloglukosidase
(28 U/mL buffer asetat). Larutan diinkubasi
dan dilanjutkan dengan pengukuran
konsentrasi glukosa dengan menggunakan
glukometer GlucoDrTM
pada menit ke-30.
Daya cerna pati dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut:
Daya Cerna Pati (%) = 0,9 x G x fp x 0,055 x 180 x V
Wx S (100−M)
Keterangan =
0,9 = Konstanta stoikiometri dari gula ke
pati
G = Angka terbaca pada glukometer
(mg/dL)
180 = Berat molekul glukosa
0,055 = Konversi satuan mg/dl menjadi
mmoL/L
Fp = Faktor pengenceran (10)
V = Volume total sampel (mL)
W = Berat sampel (g)
S = Kadar pati (%)
M = Kadar air (%)
Uji Profil Gelatinisasi dengan RVA
(Faridah et al., 2014)
Profil gelatinisasi pati nanopartikel
dan pati alami dianalisis dengan
menggunakan Rapid Visco Analyzer (RVA).
Masing-masing sebanyak 3 gram pati
nanopartikel dan pati alami (berat kering)
ditimbang dalam wadah RVA, lalu
ditambahkan 25 gram aquades. Pengukuran
dengan RVA mencakup fase proses
pemanasan dan pendinginan pada
pengadukan konstan (160 rpm). Pada fase
pemanasan, suspensi pati dipanaskan dari
suhu 50°C hingga 95°C dengan kecepatan
6°C/menit, lalu dipertahankan pada suhu
tersebut (holding) selama 5 menit. Setelah
fase pemanasan selesai, pasta pati
dilewatkan pada fase pendinginan, yaitu
suhu diturunkan dari 95°C menjadi 50°C
dengan kecepatan 6°C/menit, kemudian
dipertahankan pada suhu tersebut selama 2
menit. Instrumen RVA memplot kurva profil
gelatinisasi sebagai hubungan dari nilai
viskositas (cP) pada sumbu y dengan
perubahan suhu (°C) selama fase pemanasan
dan pendinginan pada sumbu x.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi pati talas beneng dan garut
dilakukan dengan menggunakan metode
basah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
rendemen pati alami talas beneng dan garut
yang diperoleh masing-masing sebanyak
3,38% dan 16,13%. Pati talas beneng
mempunyai granula pati yang berukuran
kecil sehingga sulit dipisahkan. Hal ini juga
sangat berpengaruh terhadap hasil rendemen
pati sehingga pati talas beneng yang
diperoleh jauh lebih rendah dibandingkan
dengan pati garut.
Menurut Faridah et al., (2014),
proses ekstraksi cara basah tersebut
menghasilkan rendemen pati garut sebanyak
15,69%. Hal ini tidak jauh berbeda dengan
penelitian pada pati garut yang dilakukan
5
sehingga umbi garut dapat berpotensi
menghasilkan pati.
Karakteristik Fisik dan Kimia Pati Alami
Karakteristik fisik pati alami diamati
dengan panca indra meliputi: warna, tekstur
dan aroma. Pati talas beneng memiliki
warna putih kekuning-kuningan sedangkan
pati garut berwarna putih. Tekstur pati talas
beneng dan garut yang dihasilkan sangat
halus karena pada proses penggilingan pati
dengan menggunakan ayakan 100 mesh.
Aroma yang dimiliki pati talas beneng dan
garut memiliki aroma khas umbi talas
beneng dan garut.
Kadar air merupakan komponen
penting yang menentukan suatu produk
dalam bahan pangan. Kadar air pati talas
beneng dan garut yang diperoleh masing-
masing sebesar 10,38% dan 13,74%. Hal ini
cukup mendekati angka maksimal terutama
yang pati garut. Menurut Fardiaz (1989),
mikroba masih mampu tumbuh pada kadar
air 14%-15%. Kadar air pati lebih dari 14%
lebih mudah mengalami kerusakan
mikrobiologis sehingga umur simpan pati
lebih pendek.
Tabel 1. Karakteristik kimia pati talas
beneng dan garut
Kadar protein digunakan untuk
menentukan jumlah atau kandungan protein
dalam suatu bahan. Kadar protein pati talas
beneng dan garut tergolong sangat rendah
yaitu sebesar 0,66% dan 0,52%. Hal ini
disebabkan adanya proses ekstraksi dan
pencucian akan menurunkan kadar protein.
Kadar pati dari pati talas beneng dan
garut yang diperoleh sangat tinggi yaitu
masing-masing sebesar 98,05% dan 90,94%.
Hal ini disebabkan karena pati yang
diperoleh dari ekstraksi metode basah
sehingga pati yang dihasilkan lebih murni.
Kadar amilosa pati talas beneng dan
garut masing-masing sebesar 24,78% dan
25,54%. Kadar amilosa dan amilopektin
sangat berperan pada saat proses
gelatinisasi, retrogradasi dan lebih
menentukan karakteristik pasta pati (Jane et
al., 1999).
Pati Hasil Modifikasi dengan Metode
Hidrolisis Asam Pati talas beneng dan garut
dimodifikasi dengan metode hidrolisis asam
yaitu menggunakan H2SO4 3,16 M dan HCl
2,2 N. Asam menyerang bagian amorf
granula pati sehingga menyebabkan
pemutusan pada struktur amorf amilopektin
dan amilosa.
6
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
rendemen pati talas beneng dan garut
dengan H2SO4 3,16 M dan HCl 2,2 N
selama 3 hari dibandingkan dengan selama 5
hari. Hal ini disebabkan adanya pengaruh
waktu hidrolisis asam yaitu semakin lama
waktu hidrolisisnya maka semakin banyak
komponen pati yang terlarut dalam medium
asam sehingga rendemen nanopartikel yang
dihasilkan menjadi turun. Hal ini sejalan
dengan penelitian Winarti et al., (2014)
melaporkan bahwa hasil hidrolisis pati garut
dengan HCl 2,2N sebanyak 97,61% pada
waktu 2 jam menjadi 82,73% pada waktu
120 jam.
Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa hidrolisis menggunakan HCl
rendemen yang dihasilkan lebih banyak
dibandingkan dengan H2SO4. Hal ini sejalan
dengan penelitian Angelier et al., (2004),
melaporkan bahwa produksi nanokristal
dengan menggunakan H2SO4 memperoleh
hasil yang lebih rendah dibandingkan
dengan HCl tetapi menunjukkan bahwa
suspensi akhir yang lebih stabil dengan
H2SO4 karena adanya kelompok sulfat di
permukaan.
Tabel 2. Rendemen pati nanopartikel pada
berbagai jenis asam dan waktu hidrolisis
Morfologi Permukaan Pati Alami dan
Hasil Modifikasi Uji morfologi permukaan dapat
diamati dengan menggunakan alat SEM
(Scanning Electron Microscopy). Hasil uji
SEM disajikan pada Gambar 2, 3, 4, 5 dan
6.
7
Hasil analisis SEM menunjukkan
bahwa granula pati talas beneng alami
(Gambar 2a) mempunyai bentuk poligonal,
tidak teratur. Ukuran granula pati talas
beneng dalam ukuran mikro yaitu berkisar
antara 1,344 µm-4,695µm. Hal ini sesuai
dengan penelitian Jane et al., (1992)
melaporkan bahwa pati talas memiliki
bentuk yang tidak teratur, poligonal dan
ukuran butiran kecil dengan diameter
berkisar antara 1-5 µm.
Granula pati garut alami (Gambar
2b) mempunyai bentuk oval, sebagaimana
sesuai yang telah dilaporkan Faridah et al.,
(2014). Pati garut alami mempunyai ukuran
granula berkisar antara 12,34 µm–28,46 µm.
Hal ini sesuai menurut Lee Core et al.,
(2010) yang melaporkan bahwa ukuran
granula pati alami berkisar antara 2-100 µm.
Modifikasi pati talas beneng dan
garut menggunakan H2SO4 3,16 M dan HCl
2,2 N menunjukkan bahwa granula pati
sudah berubah menjadi bentuk yang tidak
teratur dan saling menggumpal, tetapi sudah
menghasilkan ukuran nano, terutama untuk
perlakuan dengan H2SO4 3,16 M (Gambar 3
dan 4). Pati talas beneng modifikasi asam
menghasilkan ukuran granula berkisar antara
395,1–904,15 nm. Pati garut modifikasi
asam menghasilkan ukuran granula sebesar
382,2 nm-10,48 µm. Ukuran granula
menggunakan SEM belum dikatakan akurat
dalam menentukan ukurannya sehingga
perlu diuji distribusi ukuran partikel dengan
menggunakan alat PSA (Particle Size
Analyzer) untuk menentukan ukuran
partikel.
Distribusi Ukuran Partikel Pati Hasil
Modifikasi
Distribusi ukuran partikel dapat
diamati dengan menggunakan PSA (Particle
Size Analyzer). Sampel yang diamati adalah
pati hasil modifikasi dari perlakuan terbaik
yaitu pati talas beneng H2SO4 3,16 M dan
pati garut H2SO4 3,16 M. Hasil distribusi
ukuran partikel dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Distribusi ukuran partikel: (a)
pati talas beneng H2SO4 3,16 M dan(b) pati
garut H2SO4 3,16 M
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pati talas beneng H2SO4 3,16 M mempunyai
ukuran partikel rata-rata sebesar 379,2 nm
sedangkan pati garut H2SO4 3,16 M
mempunyai ukuran partikel rata-rata sebesar
464,4 nm. Ukuran partikel yang dihasilkan
masih dalam ukuran nano karena tidak lebih
dari 1 mikron.
Berdasarkan grafik (Gambar 7)
menunjukkan bahwa pik yang dihasilkan
tidak seragam sehingga meningkatkan nilai
PdI. Nilai PdI nya semakin tinggi
menunjukkan bahwa distribusi ukuran
partikel semakin meluas maka partikel yang
nano lebih bervariasi sehingga grafik yang
dihasilkan tidak seragam. PdI tinggi juga
menunjukkan bahwa pati sebagian besar
masih teraglomerasi.
Kristalinitas Pati Alami dan Hasil
Modifikasi
Kristalinitas sampel pati talas beneng
alami, pati garut alami dan hasil terbaik dari
sampel pati modifikasi yaitu pati talas
beneng H2SO4 3,16 M dan pati garut H2SO4
3,16 M diamati dengan menggunakan alat
XRD (X-Ray Diffractometry). Pola
kristalinitas pati alami dan hasil modifikasi
dapat dilihat pada Gambar 8.
a b
b
8
Gambar 8. Pola kristalinitas: (a) pati talas
beneng alami, (b) pati garut alami, (c) pati
talas beneng H2SO4 3,16 M, (d) pati garut
H2SO4 3,16 M.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pati talas beneng dan garut alami
mempunyai derajat kristalinitas masing-
masing sebesar 44,1% dan 43,5% yang
ditandai dengan puncak 2θ yaitu 15°, 17°,
18° dan 23° (Gambar 8a dan b). Hal ini
menunjukkan bahwa pati alami memiliki
kristalin tipe A karena mempunyai intensitas
tertinggi dan densitasnya lebih padat pada
daerah struktur heliks. Hal ini sesuai dengan
penelitian Winarti et al., (2014) melaporkan
bahwa pati garut alami mempunyai
kristalinitas tipe A yang mempunyai
karakteristik puncak 2θ berada pada 15°,
17°, 18° dan 23°.
Proses hidrolisis asam dapat
meningkatkan kristalinitasnya. Peningkatan
derajat kristalinitas disebabkan karena
adanya asam yang menyerang gugus
amorphous pati sementara bagian kristalin
tetap sehingga dapat meningkatkan derajat
kristalinitasnya.
Sifat Termal Pati Alami dan Hasil
Modifikasi
Uji sifat termal dari sampel pati
alami dan pati nanopartikel dapat dianalisis
dengan menggunakan alat DSC (Differential
Scanning Calorimetry). Berdasarkan sifat
termal pati alami dan hasil modifikasi dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Sifat termal pati alami dan hasil
modifikasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pati talas beneng dan garut alami memiliki
∆H masing-masing sebesar 41,4946 J/g dan
52,7016 J/g serta puncak temperatur masing-
masing sebesar 92,30°C dan 94,14°C. Hasil
penelitian yang diperoleh lebih tinggi
dibandingkan dengan penelitian Aprianita
(2010) yang melaporkan bahwa pati talas
memiliki ∆H sebesar 6,28 J/g dan suhu
gelatinisasi sebesar 78,53°C. Hal ini
disebabkan oleh adanya faktor lingkungan,
perbedaan sifat genetik dan umur panen.
Proses hidrolisis asam dapat
mempengaruhi sifat termal. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ∆H pati terhidrolisis
asam lebih rendah dibandingkan dengan pati
alami terutama pati talas beneng H2SO4
3,16M sebesar 25,3068 J/g, hal ini
disebabkan oleh asam menyerang bagian
amorf dengan membutuhkan energi panas
yang lebih rendah mengakibatkan bagian
amorf dan kristal akan terputus sehingga
menghasilkan rantai molekul rendah. Suhu
gelatinisasi hidrolisis asam yang diperoleh
mengalami penurunan secara signifikan
dibandingkan dengan pati alami, hal ini
dikarenakan suhu yang dibutuhkan lebih
rendah selama proses pemasakan.
Sifat Fungsional Pati Alami dan Pati
Nanopartikel Sifat fungsional yang diamati
meliputi daya pengembangan, kelarutan,
daya cerna pati dan profil gelatinisasi.
Menurut Charles et al., (2005) melaporkan
bahwa pati yang memiliki kandungan
amilosa yang berbeda akan memiliki sifat
9
fungsional yang berbeda, antara lain daya
pengembangan dan kelarutan.
Daya Pengembangan dan Kelarutan Pati
Alami dan Pati Nanopartikel
Penelitian menunjukkan bahwa daya
pengembangan dan kelarutan pati diperoleh
secara meningkat dengan menggunakan
suhu 60°C, 70°C, 80°C dan 90°C.
Gambar 9. Daya pengembangan pati alami
pada berbagai suhu
Hasil penelitian (Gambar 9)
menunjukkan bahwa pati talas beneng ketika
dipanaskan menghasilkan daya
pengembangan lebih rendah dibandingkan
dengan pati garut. Hal ini dipengaruhi oleh
ukuran granula pati talas beneng lebih kecil
dibandingkan pati garut sehingga pati
dipanaskan kurang mengembang.
Gambar 10. Kelarutan pati alami pada
berbagai suhu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kelarutan pati talas beneng dan garut
mengalami kenaikan dengan bertambahnya
suhu (Gambar 10). Hal ini sesuai dengan
penelitian Winarti et al., (2014)
menunjukkan bahwa nilai kelarutan pati
garut alami 3,5% pada suhu kamar
meningkat menjadi 43,04% pada suhu 70°C.
Gambar 11. Daya pengembangan pati talas
beneng H2SO4 dan HCl pada berbagai suhu
Gambar 12. Daya pengembangan pati garut
H2SO4 dan HCl pada berbagai suhu
Berdasarkan data (Gambar 11 dan
12) menunjukkan bahwa daya
pengembangan pati talas beneng dan garut
dimodifikasi menggunakan hidrolisis asam
lebih rendah dibandingkan dengan pati talas
beneng dan garut alami (Gambar 9). Hal ini
disebabkan adanya asam yang menyerang
gugus amorphous pati mengakibatkan rantai
pendek meningkat sehingga daya
pengembangan menurun.
Gambar 13. Kelarutan pati talas beneng
H2SO4 dan HCl pada berbagai suhu
10
Gambar 14. Kelarutan pati garut H2SO4 dan
HCl pada berbagai suhu
Hasil penelitian (Gambar 13 dan 14)
menunjukkan bahwa pati nanopartikel
menggunakan hidrolisis asam memiliki
tingkat kelarutan lebih tinggi dibandingkan
dengan pati alami, tetapi masih meningkat
dengan betambahnya suhu, hal ini
disebabkan proses hidrolisis asam telah
memecah rantai pati menjadi lebih pendek,
ukuran granula menjadi lebih kecil sehingga
pati lebih mudah larut.
Daya Cerna Pati pada Pati Alami dan
Pati Nanopartikel Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa pati talas beneng alami
sebesar 80,92%, pati talas beneng H2SO4
3,16 M 148,67% dan pati talas beneng HCl
2,2 N 98,80%. Daya cerna pati garut alami
yang diperoleh sebesar 79,05%, pati garut
H2SO4 3,16 M 158,11% dan pati garut HCl
2,2 N 113,83%. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa daya cerna pati pada
modifikasi lebih tinggi dibandingkan dengan
pati alaminya. Hal ini membuktikan bahwa
tingginya daya cerna pati pada modifikasi
hidrolisis asam dapat memiliki tingkat
kemampuan yang lebih tinggi untuk dicerna
oleh pencernaan manusia.
Profil Gelatinisasi dengan RVA
Profil gelatinisasi pati talas beneng
dan garut dapat diukur dengan
menggunakan RVA (Rapid Visco Analyzer).
Hasil profil gelatinisasi pati talas beneng
dan garut dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Profil gelatinisasi: (a) pati talas
beneng alami, (b) pati garut alami dan (c)
pati terhidrolisis asam
Berdasarkan kurva (Gambar 15a dan
15b) menunjukkan bahwa viskositas puncak
pada pati garut lebih besar dibandingkan
dengan pati talas beneng. Hal ini disebabkan
oleh kemampuan retrogradasi, kemampuan
granula pati dalam menghidrasi air dan
pemecahan granula pati pada pati garut lebih
tinggi dibandingkan dengan pati talas
beneng. Pati talas beneng dan garut
mengalami penurunan viskositas yang cukup
tajam selama fase pemanasan. Hal ini
menunjukkan granula pati talas beneng dan
garut kurang stabil oleh proses pemanasan.
Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa pati terhidrolisis asam tidak
mengalami perubahan profil gelatinisasi
(Gambar 15c). Hal ini disebabkan adanya
hidrolisis asam yang dapat menurunkan
viskositas.
KESIMPULAN
Rendemen pati talas beneng alami
menggunakan metode ekstraksi basah
sebesar 3,38%, kadar air 10,38%, kadar
protein 0,66%, kadar pati 98,05% dan kadar
amilosa 24,78%. Rendemen pati garut alami
menggunakan metode ekstraksi basah
sebesar 16,13%, kadar air 13,74%, kadar
protein 0,52%, kadar pati 90,94% dan kadar
amilosa 25,54%.
Rendemen pati nanopartikel yang
tertinggi pada pati talas beneng dengan
perlakuan H2SO4 3,16 M selama 5 hari
sebesar 21,64% dengan morfologi granula
pati tidak teratur, ukuran partikel: 379,2 nm,
11
kristalinitas: 87,3%, ∆H: 25,3068 J/g,
puncak temperatur: 81,50°C, daya
pengembangan 0,29%, kelarutan 92,45%,
dan daya cerna pati 148,67%,
Rendemen pati nanopartikel yang
tertinggi pada pati garut dengan perlakuan
H2SO4 3,16 M selama 5 hari sebesar 33,83%
dengan morfologi granula pati tidak teratur,
ukuran partikel: 464,4 nm, kristalinitas:
77,5%, ∆H: 65,2330 J/g, puncak temperatur:
88,10°C, daya pengembangan 0,01%,
kelarutan 92,45%, dan daya cerna pati
158,11%,
SARAN
Perlu dilakukan penelitian mengenai
metode lain yang digunakan untuk ekstraksi
umbi talas beneng sehingga menghasilkan
rendemen lebih besar.
Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut mengenai perlakuan proses hidrolisis
asam dengan perbedaan konsentrasi dan
suhu hidrolisis.
Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut mengenai hasil modifikasi pati dari
umbi talas beneng dan garut dapat diuji
manfaatnya dalam berbagai contoh aplikasi
di industri.
DAFTAR PUSTAKA
Angelier, H., Choisnard, L., Molina
Boisseau, S., Ozil, P., and Dufresne,
A. 2004. Optimization of the
Preparation of Aqueous Suspensions
of Waxy Maize Starch Nanocrystals
Using a Response Surface
Methodology. Biomacromolecules 5
(4): 1545–1551.
[AOAC] Association of Official Analytical
Chemists. 2006. Official Methods of
Analysis of The Association of
Official Agriculture Chemists 16th
edition. AOAC International,
Virginia (US).
[AOAC] Association of Official Analytical
Chemists. 1995. Official Methods of
Analysis of The Association of
Official Agriculture Chemists 16th
edition. AOAC International,
Virginia (US).
Aprianita. 2010. Assessment of
Underutilized Starchy Roots and
Tubers for their Applications in the
Food Industry. School of Biomedical
and Health Sciences: Victoria
University, Werribee Campus,
Victoria, Australia.
Apriyantono, A., D. Fardaz, N.L.
Puspitasari, Sedarnawati dan S.
Budijanto. 1998. Petunjuk
Laboratorium Analisis Pangan. PAU
Pangan dan Gizi-IPB, Bogor.
Charles, A.L., Chang, Y.H., Ko, W.C.,
Sriroth, K., and Huang, T.C. 2005.
Influence of Amylopectin Structure
and Amylose Content on Gelling
Properties of Five Cultivars of
Cassava Starches. J. Agric. Food
Chemistry, 53: 2717-2725.
[DSN] Dewan Standarisasi Nasional. 1992.
Cara Uji Makanan dan Minuman
(SNI 01-2891-1992). Dewan
Standarisasi Nasional, Jakarta.
Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan I.
PAU Pangan dan Gizi, Institut
Prtanian Bogor, Bogor.
Faridah, D.N., Fardiaz, D., Andarwulan, N.,
dan Sunarti, T.C. 2014. Karakteristik
Sifat Fisikokimia Pati Garut
(Maranta arundinaceae). J.
Agritech, Vol. 34, No. 1.
Faridah, D.N., Fardiaz, D., Andarwulan, N.,
dan Sunarti, T.C. 2010. Perubahan
Struktur Pati Garut (Maranta
arundinaceae) Sebagai Akibat
Modifikasi Hidrolisis Asam,
Pemotongan Titik Percabangan dan
Siklus Pemanasan-Pendinginan.
Jurnal Teknol dan Industri Pangan,
21(2): 136.
Jane, J., Shen, L., Chen, J., Lim, S.,
Kasemsuwan, T., and Nip, W.K.
12
1992. Physical and Chemical Studies
of Taro Starches and Flours. Cereal
Chemistry, 69(5): 528–535.
Jane, J., Y.Y. Chen, L.F. Lee, A.E.
McPherson, K.S.Wong, M.
Radosavljevics, and T. Kasemsuwan.
1999. Effect of amylopectin brain
chain length and amylose content on
the gelatinization and pasting
properties of starch. Cereal Chem.
76(5): 629 – 637.
Kainuma, K., Odat, T., and Cuzuki, S. 1967.
Study of starch Phosphates
Monoester. J. Technol, Soc. Starch,
14: 24-28..
Koswara, S. 2009. Teknologi Modifikasi
Pati. ebook pangan.com, diakses 20
Februari 2015.
Leach, H.W, Mc Cowen L.D, and Schoch
T.J. 1959. Structure of the starch
granules. Di dalam Daramola. B dan
Osanyinlusi. S.A., 2006,
Investigation on modification of
cassava starch using active
components of ginger roots (Zingiber
officinale Roscoe). African Journal
of Biotechnology, 5 (10): 917-920.
Lee Core, D., Bras, J., and Defresne, A.
2010. Starch Nanoparticles: A
Review. Saint Martin d’Heres
Cedex, France. Biomacromolecules,
11: 1139-1153.
Rawuh, S. 2008. Penghilangan Rasa Gatal
Pada Talas. www.yellashakti.
wordpress.com, Diakses tanggal 1
Desember 2015.
Sopade, P.A., and Gidley, M.J. 2009. A
Rapid In-vitro Digestibility Assay
Based on Glucometry for
Investigating Kinetics of Starch
Digestion. Starch. 61:245-255.
Sunarti, T.C., Mangunwidjaja, D., dan
Richana, N. 2014. Potensi Dan
Aplikasi Pati Termodifikasi Sebagai
Bahan Matriks Enkapulasi Senyawa
Bioaktif Herbal. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen Pertanian, Bogor.
Tinambunan, N., Herla, R., dan Mimi, N.
2014. Pengaruh Rasio Tepung Talas,
Pati Talas, dan Tepung Terigu
dengan Penambahan CMC Terhadap
Sifat Kimia Dan Organoleptik Mie
Instan. J. Rekayasa Pangan dan
Pertanian, 2(3): 30.
Winarti, C., Sunarti, T.C., Mangunwidjaja,
D., dan Richana, N. 2014. Pengaruh
Lama Hidrolisis Asam Terhadap
Karakteristik Fisiko-Kimia Pati
Garut. Jurnal Teknologi Industri
Pertanian, 24(3): 218-2
13