32
1 Laporan Kasus Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity Correction pasien dengan Adolescent Idiopathic Scoliosis dr. Putu Kurniyanta Sp.An PROGRAM STUDI ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2018

Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

1

Laporan Kasus

Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity

Correction pasien dengan Adolescent Idiopathic Scoliosis

dr. Putu Kurniyanta Sp.An

PROGRAM STUDI ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2018

Page 2: Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

2

Abstrak

Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) adalah bentuk paling umum dari skoliosis,

kondisi ini dimulai pada awal pubertas dengan persentase 1-4% dari remaja dan

lebih banyak dialami oleh perempuan. Salah satu manajemen dari skoliosis adalah

melalui pembedahan. Tujuan utama pembedahan pada skoliosis adalah untuk

mencegah progresi dari skoliosis dengan artrodesis spinal atau fusi dari regio tulang

belakang yang mengalami skoliosis. Pembedahan dilakukan pada pasien dengan

risiko peningkatan progresivitas dari kurva selama usia dewasa, pasien dengan

sudut Cobb pada foto posteroanterior >40-450 di regio torakolumbal dan >500 di

regio torakal. Pembedahan skoliosis dilakukan dengan posisi prone memiliki

beberapa risiko, seperti postoperative visual loss (POVL), gangguan hemodinamik,

dan kerusakan saraf. Kerusakan saraf yang dapat terjadi setelah tindakan koreksi

pada tulang belakang dapat dideteksi dan dicegah dengan monitoring neurofisilogis

durante operasi dengan somatosensory evoked potensial (SSEP) dan motoric

evoked potential (MEP).

Kata kunci: skoliosis, idiopatik, neurofisiologis, monitoring

Abstract

Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This

condition is started in the early puberty with percentage 1-4% teenagers, especially

in women. One of management of scoliosis is surgery. The main aim of surgery is

to prevent progression of the diseases with spinal arthrodesis or fusion in the

specific vertebrae. Surgery is a choice for patient who has risk of worse progression

during adulthood, patient with Cobb’s angle >40-450 in thoracolumbal or > 500 in

thoracal. The surgery’s position is in prone position which has risks such as

postoperative visual loss (POVL), haemodynamic disturbance, and nerve injury.

Nerve injury that happened due to the surgery can be detected and prevented by

neurophysiologic intraoperative monitoring. The monitoris that can be used are

somatosensory evoked potensial (SSEP) and motoric evoked potential (MEP)

Keyword: scoliosis, idiopathinc, neurophysiologic, monitoring

Page 3: Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

3

BAB I

Pendahuluan

Skoliosis didefinisikan sebagai deformitas struktur dari tulang belakang dengan

dasar pengukuran kurva mayor sebagai penentu deformitas.1,2 Pengukurannya

menggunakan metode Cobb dan didapatkan sudut Cobb. Diagnosis skoliosis

ditegakkan jika didapatkan sudut Cobb >100 . Selain itu pasien juga disertai dengan

tubuh dan ekstremitas yang tidak simetris. Adolescents Idiopathic Skoliosis (AIS)

adalah bentuk paling umum dari skoliosis, kondisi ini dimulai pada awal masa

pubertas dengan persentase 1-4% dari remaja dan lebih banyak dialami oleh

perempuan. Skoliosis idiopatik tidak memiliki etiologi yang jelas, berbeda dengan

skoliosis yang dikarenakan kongenital, neuromuskular atau tipe lainnya yang sudah

memiliki mekanisme yang jelas. AIS diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria

termasuk usia saat onset dan lokasi dari kurva maksimal tulang belakang.1

Salah satu manajemen dari skoliosis adalah melalui tindakan pembedahan. Tujuan

utama pembedahan pada skoliosis adalah untuk mencegah progresi dari skoliosis

dengan artrodesis spinal atau fusi dari regio tulang belakang yang mengalami

skoliosis. Pembedahan dilakukan pada pasien yang memiliki risiko peningkatan

progresivitas dari kurva selama usia dewasa, pasien dengan sudut Cobb pada foto

posteroanterios >40-450 di regio torakolumbal dan >500 di regio torakal.1

Pembedahan pada tulang belakang dilakukan dengan posisi prone memiliki

beberapa risiko, seperti peningkatan risiko postoperative visual loss (POVL),

gangguan hemodinamik, dan kerusakan saraf. Gangguan hemodinamik dapat

terjadi saat akan dilakukan tindakan anestesi, setelah pasien diposisikan prone,

selama tindakan operasi pada tulang belakang. Hal ini dikarenakan penurunan curah

jantung dan tekanan darah arterial.3 Gangguan hemodinamik berupa hipotensi

biasanya dikarenakan terjadinya perdarahan yang masif durante operasi, namun

pada beberapa kasus, hipotensi masih dapat terjadi pada pasien tanpa perdarahan

masif.

Page 4: Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

4

Kerusakan saraf yang dapat terjadi setelah dilakukan tindakan koreksi pada tulang

belakang dapat dideteksi dan dicegah dengan monitoring terhadap fungsinya

selama tindakan operasi. Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai monitoring

saraf tulang belakang intraoperative pada pasien yang menjalani koreksi skoliosis.

Page 5: Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

5

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi

Skoliosis adalah kelainan deformitas structural dari tulang belakang. Diagnosis

ditegakaan berdasarkan pengukuran kurva utama dari tulang belakang dengan

metode Cobb. Seseorang dikatakan skoliosis jika didapatkan sudut Cobb >100.

Pengukuran dilakukan pada potongan korona menggunakan foto rontgen

posterior-anterior. Adolescent Idiopathic Skoliosis(AIP) adalah tipe paling

umum dari skoliosis. Kondisi ini dimulai pada masa awal pubertas pada 1-4%

remaja dan sebagian besar perempuan. Etiologi dari kondisi ini dikatakan

belum diketahui secara pasti.1

2.2. Epidemiologi

Prevalensi dari AIS berhubungan dengan letak geografis. AIS memiiliki

prevalensi lebih tinggi di bagian utara dari garis lintang. Prevalensi pasien

dengan sudut Cobb lebih dari 100 adalah1.34% dengan prevalensi dengan sudut

Cobb lebih dari 200 sebesar 0.22%. sedangkan prevalensi pasien dengan

skoliosis yang telah menjalani operasi atau menggunakan back braces sebesar

0.07%.1

2.3. Patofisiologi

AIS terdapat 6 teori mengenai terjadinya kondisi tersebut, antara lain genetil,

sistem saraf pusat, pertumbuhan skeletal dari tulang belakang, dan

metabolisme tulang, metabolic, biomekanik, dan penyebab lainnya.

Patomekanisme dari AIS dapat terjadi secara primer ataupun sekunder yang

menyebabkan pembentukan dari kurva spinal. Konsep klasik yang

menyebabkan skoliosis seperti ketidakstabilan rotasi aksial, biomekanikal, dan

faktor neuromuskular, pertumbuhan yang relative berlebihan dari spinal

anterior, dan asinkronisasi dari pertumbuhan neuro-osseus spinal (

pertumbuhan medula spinalis gagal menyamai kecepatan pertumbuhan dari

kolumna vertebralis menyebabkan tulang belakang menjadi melengkung,

modulasi pertumbuhan biomekanikal sebagai hasil dari kompresi mekanikal

Page 6: Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

6

yang tidak simetis dan pengurangan muatan, yang dikenal dengan nama efek

Hueter-Volkmann.1

Tabel 1. Klasifikasi Idiopathic Scoliosis1

Page 7: Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

7

Gambar 1. Skoliosis berdasarkan lokasi kurvatura. A. torakal, B.

torakolumbar, C. lumbar1

2.4. Manajemen

Sebagian besar pasien dengan AIS jarang yang memiliki gejala dan biasanya

mencari pengobatan setelah ditemukan AIS saat dilakukan screening.

Keputusan pengobatan didasarkan pada tujuan untuk mencegah perburukan

kondisi seperti disabled karena nyeri punggung, meninggal di usia muda

karena masalah paru. Mayoritas keputusan terapi dari AIS ditentukan

berdasarkan derajat dari kuravatura tulang belakang dan progresivitasnya.

Progresivitas dari kurvatura lebih mungkin terjadi pada pasien dengan tulang

imatur dan ukuran kurvatura yang besar walaupun sudah mengalami maturitas.

Kurvatura dengan apeks torakalis dan sudut Cobb >500 memiliki prevalensi

tertinggi mengalami progresivitas.1

Fungsi paru menjadi satu-satunya gejala yang konsisten dengan ukuran dari

kurvatura AIS. Faktor lain yang mempengaruhi fungsi paru antara lain derajat

dari lordosis torakalis, derajat rotasi vertebra, dan penurunan kekuatan otot

pernafasan. Hipertensi pulmonal dan gagal jantung kanan jarang terjadi. Pasien

Page 8: Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

8

dengan sudut Cobb >500 berhubungan dengan penurun kapasitas vital paru dan

nafas yang pendek namun cepat.1 Fungsi paru dikatakan mengalami perubahan

yang signifikan pada skoliosis torakal karena perubahan dari otot aksesorius.

Deformitas ini dapat merubah posisi tulang kosta sehingga mengurangi

diameter anteroposterior dari dinding dada, mengurangi mobilitas dari dinding

dada dan hilangnya kemampuan mekanis dari respirasi untuk beradaptasi

terhadap perubahan respirasi yang cepat. Perubahan mekanik ini menyebabkan

kondisi restriksi. Penurunan fungsi respirasi terjadi secara progresif.2

Pada pasien dengan tulang imatur dan memiliki risiko progresivitas besar

dengan sudut Cobb <200 disarankan untuk dilakukan observasi, namun jika

sudut Cobb > 200 penggunaan penyangga (bracing) menjadi pilihan untuk

mencegah dilakukannya tindakan operasi dan menunggu maturitas tulang

belakang.1

Tindakan operasi menjadi pilihan jika sudut Cobb pada rontgen posteroanterior

>40-450 di regio torakolumbal atau >500 di regio torakal. Tujuan utama

dilakukan tindakan operasi adalah untuk mencegah progresivitas dengan

dilakukan arthrodesis atau fusi dari regio tulang belakang yang

berkaitan.Tujuan dari spinal arthrodesis atau fusi adalah untuk mencegah

konsekuensi jangka panjang seperti, nyeri, penurunan kapasitas paru,

mengurangi deformitas, dan mengembalikan sudut tulang belakang.1

Tindakan operasi dapat dilakukan dengan pendekatan anterior atau posterior.1,4

Pendekatan anterior melalui dada atau abdomen di mana dapat dilakukan

disektomi (diangkatnya diskus) untuk meningkatkan mobilitas dari tulang

belakang dan menghilangkan potensi pertumbuhan dari vertebra. Pendekatan

posterior langsung pada punggung pasien merupakan pendekatan yang paling

sering dilakukan.1

2.5.Konsiderasi Anestesi

2.5.1. Pra anestesi

Tindakan pembedahan tulang belakang termasuk tindakan pembedahan

mayor yang membutuhkan persiapan yang lengkap. Pada persiapan pra

Page 9: Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

9

operasi dilakuka pemeriksaan tes fungsi paru dengan spirometry, analisa gas

darah, dan peniliaian dari dokter jantung jika ditemukan adanya kelainan

jantung.2,5

Tabel 2. Konsiderasi pre operatif 5

Tindakan pembedahan pada skoliosis dengan pendekatan posterior, pasien

akan diletakkan dalam posisi prone atau posisi knee-elbow. Oleh karena itu

disarankan untuk menggunakan pipa endotrakeal yang memiliki pelindung

sehingga tidak mudah kinking atau berubah posisi saat pasien diletakkan

dalam posisi prone.2

Page 10: Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

10

Tabel 3. Konsiderasi posisi prone5

2.5.2. Durante pembedahan

Pemeliharaan anestesi dapat menggunakan regimen yang dapat mengontrol

tekanan darah, menyeimbangkan kebutuhan untuk perfusi medula spinalis

dengan kebutuhan untuk memberikan lapangan operasi yang bersih.

Perdarahan biasanya minimal kecuali dilakukan laminektomi yang luas dan

dilakukan fusi, persiapan darah harus dilakukan. Jika tindakan akan

membutuhkan waktu yang panjang dengan risiko terjadinya hipotensi

Page 11: Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

11

dibutuhkan pengawasan yang invasif seperti pemasangan artery line, kateter

urine, dan kateter vena sentral.5

2.5.2.1.Monitoring saraf tulang belakang

2.5.2.1.1. Wake up test

Untuk monitoring saraf tulang belakang, durante operasi dapat

dilakukan wake up test. Tes ini dikerjakan dengan mengurangi anestesi

hingga titik tertentu selama tindakan dan menilai kemampuan pasien

dalam mengikuti perintah. Teknik ini hanya dapat menilai kondisi pada

saat itu sehingga kemungkinan terjadinya cedera tulang belakang masih

dapat terjadi.2,5,6,7

2.5.2.1.2. Neurophysiologic monitoring

Neurophysiologic monitoring diperlukan untuk mendeteksi secara cepat

kelainan neurologiss yang terjadi saat dilakukan intervensi pembedahan

sehingga dapat mencegah terjadinya kerusakan dan menghindarkan

timbulnya sequele.7

2.5.2.1.2.1. Somatosensory evoked potential

Teknik monitoring lain yang dapat dikerjakan adalah menggunakan

Somatosensory evoked potentials (SEP’s) yang dapat memberikan

gambaran secara terus menerus selama operasi. Stimulus listrik

diberikan pada ekstremitas bawah dan elektroda dapat mencatat evoked

potentials pada cortical (SCEP) atau spinal (SSEP).5

SSEP paling sering digunakan sebagai modalitas untuk memonitoring

integritas dari medula spinalis selama operasi skoliosis. SSEP

dilakukan dengan meletakkan elektroda di pergelangan tangan untuk

nervus medianus dan ulnaris dan di pergelangan kaki untuk nervus

tibialis posterior.8,9 SSEP hanya menilai integritas dari jalur sensoris

ascending pada kolumna dorsalis dengan menstimulasi saraf perifer

secara elektrik dan merekam potensial yang muncul pada korteks dan

subkorteks.6,9 SSEP tidak dapat menunjukkan jalur motorik yang

mungkin mengalami kerusakan selama operasi. Hal ini dikarenakan

Page 12: Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

12

jalur motorik terletak di anterior descending dan jalur kortikospinalis

lateral. SSEP menunjukan aktivitas listrik yang menunjukkan aktivasi

dari struktur kortikal dan subkortikal setelah stimulasi elektrikal pada

saraf perifer. Impuls listrik kemudian dikomputerisasi untuk

menghasilkan gelombang yang menunjukkan waktu (milliseconds) dan

voltase (microvolts).6 Gelombang SSEP diukur dalam amplitude dan

latensi.6,9 Amplitude menunjukan gelombang evoked potential dari

perbedaan peak to peak voltage. Latency menunjukkan wakti dari

stimulus ke puncak respon. Selama operasi, impuls listrik dihantarkan

ke nervus median atau posterior tibialis melalui elektroda di

permukaan. Impuls kemudian diarahkan ke sentral melalui saraf perifer

ke kolumna dorsalis dari medula spinalis, yang nantinya akan naik ke

kolumna dorsalis ke medulla spinalis. Di medula, impuls akan melewati

titik tengah ke talamus kontralateral dan menuju ke korteks

somatosensoris primer. Ketika fungsi medula spinalis mengalami

kerusakan, akan terjadi peningkatan latency dan penurunan amplitudo.

Peningkatan latency lebih dari 10% atau penurunan amplitudo lebih

dari 50% dikatakan signifikan. Perubahan ini menunjukkan hilangnya

integritas dari jalur neural.6 SSEP memiliki spesifisitas tinggi untuk

mendeteksi cedera pada medula spinalis yang akan terjadi.

SCEP dipengaruhi oleh obat induksi anestesi dan obat anestesi inhalasi,

opioid dan obat anestesi lokal dan interpretasinya membutuhkan

keahlian dan pengalaman. Penurunan amplitude yang bukan

dikarenakan obat-obatan sekitar 30-50% dikatakan cukup signifikan

untuk menilai kemungkinan kerusakan saraf tulang belakang. Namun

tetap membutuhkan keahlian khusus untuk interpretasinya dan wake up

test mungkin tetap dibutuhkan. SSEPs dapat dicatat dengan meletakkan

elektroda di ruang epidural dan tidak terlalu dipengaruhi oleh agen

inhalasi, namun sensitive terhadap perubahan suhu, tekanan darah dan

obat anestesi lokal.5,9 SSEP lebih efektif jika digunakan secara

multimodal bersama dengan motor evoked potensial (MEP), dan

elektromiografi.9

Page 13: Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

13

2.5.2.1.2.2. Motor evoked potential (MEP)

MEP memonitor descending motor system yang terletak di traktus

kortikospinalis anterior dan lateral, dan dapat diperoleh dengan

stimulasi elektrikal atau magnetik transcranial. (tce-MEP).6,9 MEP

didasarkan pada area yang dapat tereksitasi di korteks yang

menimbulkan kontraksi otot segmental dari stimulasi elektrikal.6

Elektroda diletakkan di kepala (SCALP) untuk menstimulasi korteks

motorik dengan pulsasi dengan voltase tinggi dan sinyal berdurasi

pendek. tceMEP dapat mengevaluasi secara langsung traktus

piramidalis medula spinalis untuk mendapatkan informasi motorik.

Pengukuran dapat juga dilakukan pada celah epidural atau sebagai aksi

potensial otot pada effector muscle.9

Satu kriteria bahaya untuk MEP harus ditentukan di awal. Saat ini

terdapat 3 cara untuk menentukan kriteria bahaya yang

mengindikasikan perubahan signifikan dari fungsi motorik pasien.

Kriteria pertama dikenal dengan nama Threshold technique. Teknik ini

menggunakan 100 volt yang ditingkatkan sebagai stimulus tanpa

recovery dari amplitudo dianggap sebagai perubahan yang signifikan.

Stimulus meningkat ketika amplitudo dari respon miogenik turun

dibawah 65% dari baseline. Teknik kedua adalah teknik amplitudo di

mana stimulus ditingkatkan hingga maksimal selama amplitudo dari

respons yang tercatat dapat dijaga di batas yang dapat diterima. Teknik

terakhir adalah dengan All or None technique yang memungkinkan

peningkatan stimulus hingga maksimal dan penurunan amplitudo yang

signifikan selama respon yang direproduksi tetap dapat dicatat.9

Penelitian Lang et.al menunjukkan bahwa hilangnya amplitudo MEP

sementara tidak akan menimbulkan deficit motorik pasca operasi.

Namun hilangnya amplitudo tce-MEP secara lengkap tanpa perbaikan

selama pembedahan selalu menunjukkan adanya deficit motorik pasca

pembedahan. 6 tceMEP sensitif dan spesifik untuk mendiagnosis jejas

medula spinalis dan perfusi medula spinalis yang buruk intraoperatif.9

Page 14: Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

14

Ketika digunakan bersamaan, SSEP dan tce-MEP dapat digunakan

untuk penilaian sekuensial dari sensoris kolumna dorsalis dan motorik

koluma ventralis. Berdasarkan DiCindio et.al, tce-MEP dan SSEP pada

saraf tibia posterior dapat memonitor pasien dengan skoliosis

neuromuskular. Pelosi et.al menyatakan pengawasan motorik dan

sensorik lebih aman, sensitif, dan dapat dipercaya jika dibandingkan

dengan penggunaan satu modalitas. 6

Namun penggunaan tce-MEP intraoperatif memiliki masalah utama

yaitu, dapat menimbulkan depresi dari sistem motorik yang terinduksi

oleh agen anestesi. Berdasarkan penelitian dari Ubags et al, isoflurane

dapat menekan miogenik tce-MEP secara signifikan, walaupun peneliti

menunjukkan applikasi stimulus multiple dapat mengatasi masalah ini

secara parsial. Paradigma stimulus multiple dapat digunakan dan

konsentrasi end tidal dari isoflurane tidak melebih 1 minimum alveolar

concentration (MAC). Blok neuromuskular total tidak kompatibel

dengan monitoring dengan miogenik motor EP. 6

Gambar 2. Jalur Neuroanatomi dari SSEP dan MEP9

2.5.3. Pasca pembedahan

Pasca tindakan, pasien akan mengalami nyeri hebat sehingga dibutuhkan

analgetik yang baik. Anestesi lokal dan opioid dapat diberikan di ruang

epidural sebelum dilakukan penutupan lapangan operasi. Pilihan lain

adalah dengan menggunakan Patient Controlled Analgesia (PCA)

dikombinasi dengan analgesia oral atau rektal. Komplikasi yang dapat

terjadi pasca tindakan antara lain hipotensi yang persisten, perdarahan,

Page 15: Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

15

retensio urine, kerusakan saraf, dan sindrom kauda equina (inkontinensia

urin atau alvi, perineal sensory loss, dan kelemahan anggota gerak

bawah. Kerusakan saraf yang terjadi dapat juga diakibatkan dari posisi

pasien yang kurang tepat selama tindakan pembedahan.5

2.6.Masalah Potensial

2.6.1. Hipotensi pada posisi prone

Posisi prone diketahui memiliki efek negatif terhadap fungsi jantung.

Posisi prone dapat menimbulkan penurunan cardiac output dan tekanan

darah arterial.3 Berdasarkan penelitian dari Schaefer et al, didapatkan

penurunan end diastolic volume (EDV) sebesar 5.6% dan penurunan

stroke volume (SV) sebesar 7.5% dan peningkatan laju nadi sebesar 2.6

kali per menit pada posisi prone. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh

Pump et.al didapatkan penurunan 16% dari SV, peningkatan kadar

norepinefrin sebesar 27% dan peningkatan resistensi vaskular di perifer

sebesar 23% namun tidak ditemukan peningkatan cardiac output. Kedua

penelitan ini menyimpulkan bahwa efek posisi prone pada SV merupakan

pengaruh dari penurunan pengisian arteri dan hambatan dari baroreseptor

arteri dengan peningkatan aktivitas simpatis.10 Kondisi hipotensi yang

timbul pada posisi prone dapat dinilai dengan menggunakan

transesofageal echocardiografi. Dari pemeriksaan didapatkan penurunan

komplians dari ventrikel kiri karena peningkatan tekanan intratorakal,

yang mengakibatkan penurunan stroke volume dan indeks cardiak dan

mempertahankan ejection fraction. Mekanisme yang mungkin terjadi

adalah syok obstruktif yang berasal dari kompresi mediastinum yang

memperberat resistensi pada pengisian ventrikel.3

2.6.2. Post operative visual loss (POVL)

POVL paling sering terjadi pada pasien yang telah menjalani operasi

bypass jantung, posisi prone dan prosedur pada kepala dan leher. Penyebab

dari POVL masih belum dapat dijelaskan, namun dicurigai karena

kompresi bola mata, emboli, anemia, hipotensi, kongesti vena dalam

waktu lama/ posisi prone, volume dan tipe cairan yang diberikan, dan

Page 16: Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

16

adanya penyakit penyerta. Namun hanya penekanan bola mata yang dapat

menunjukkan pada beberapa kasus didapatkan oklusi pada arteri sentral

dari retina. (CRAO). Sebagian besar kasus POVL yang terjadi setelah

operasi tulang belakang disebabkan karena CRAO, ischemic optic

neuropathy anterior dan posterior (AION, PION) dan kebutaan kortikal.

Evaluasi dari POVL harus segera dilakukan saat timbul keluhan, walaupun

POVL yang terjadi setelah operasi tulang belakang jarang mengalami

perbaikan setelah terapi.11 Untuk mencegah hal ini terjadi disarankan

untuk melakukan monitoring posisi mata setiao 20 menit.12

2.6.3. Emboli

Emboli karena operasi tulang belakang dapat terjadi karena udara, lemak,

sumsum tulang belakang, atau semen. Sumber emboli berasal dari

instrumentasi, insersi semen, dan terjebaknya udara pada lokasi udara, dan

jarang dikarenakan jalur intravena.Takahashi et. Al melaporkan 80% kasus

emboli grade moderate-berat terjadi pada 40 operasi tulang belakang dengan

instrument. Insersi dari pedicle screw sebagai penyebab terbesar terjadinya

emboli. Emboli udara pada vena dapat dicegah dengan memastikan kondisi

euvolemia pada saat tindakan.11

2.6.4. Perdarahan masif

Perdarahan pada operasi spine sulit diperkirakan karena adanya pooling

pada doek, Perdarahan masif biasanya terjadi pada operasi fusi tulang

belakang yang kompleks. Hipovolemia yang tidak tertangani dapat

menyebabkan komplikasi ke kardiovaskular dan ginjal.11

Page 17: Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

17

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. Data Pasien

Tanggal Kasus : 16 Januari 2017

Identitas : NKB /P/17 Tahun (21/08/1999)/16040486/BPJS/Angsoka

308.3

MRS : 12/01/2017 pk 16.01 WITA

Address : Denpasar

DPJP Bedah : dr. I Gst L.N.A Artha Wiguna, Sp.OT

DPJP Anestesi : dr. IB Krisna Jaya Sutawan Sp.An, M.Kes

Diagnosis : Adolescent Idiopathic Skoliosis

Tindakan : Deformity Correction

3.2. Anamnesis

Pasien datang sadar untuk rencana operasi koreksi skoliosis. Awalnya pasien

merasa jalan tidak seimbang karena kaki dirasakan lebih panjang di satu sisi

dan terasa seperti ada benjolan pada punggung saat SMP. Nyeri punggung

dirasakan saat berjalan. Pasien kemudian berobat ke dokter orthopedi dan

dinyatakan skoliosis, saat itu pasien sudah disarankan untuk operasi, namun

pasien belum mau. Pasien kemudian kembali berobat ke dokter orthopedi dan

menjalani fisioterapi sejak bulan september 2016 di RSUP Sanglah. Saat ini

keluhan nyeri punggung dirasakan berkurang. Nyeri terutama dirasakan saat

berjalan jauh dan membaik setelah pasien berbaring. Pasien juga merasakan

kesemutan pada kedua ekstremitas jika duduk dengan kedua kaki dilipat.

Kelemahan pada ekstremitas dan sesak nafas disangkal.

Pasien seorang pelajar yang mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa

keluhan sesak nafas dan nyeri dada. Riwayat alergi obat dan makanan tidak

ada. Riwayat diabetes mellitus, penyakit jantung ataupun asma tidak ada.

Riwayat operasi benjolan di leher kiri belakang, 1 tahun yang lalu di RSAD

Denpasar dengan GA tanpa komplikasi. Kebiasaan merokok dan minum

alkohol disangkal

Page 18: Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

18

3.3. Pemeriksaan Fisik

Berat 52 kg; Tinggi 160 cm; BMI 20.3 kg/m2; Suhu axilla 36,5 oC; VAS

diam 0 dari 100 milimeter, VAS bergerak 10 dari 100 milimeter

Susunan saraf pusat : Compos mentis

Respirasi : frekuensi nafas 16 kali pemenit, Vesikular pada kedua lapang

paru, Rhonki dan Wheezing tidak ada, saturasi oksigen perifer 99% room air,

sabrazes test >20 detik

Kardiovaskular : Tekanan darah 110/80 mmHg; Nadi 82 kali permenit, Bunyi

jantung 1 dan 2 tunggal, reguler, murmur tidak ada.

Abdomen : Bising usus positif normal, distensi tidak ada

Urogenital : Buang air kecil spontan

Muskuloskeletal : fleksi defleksi leher baik, Mallampati II, gigi utuh

motorik 5555/5555, Sensorik normal /normal

5555/5555

3.4. Pemeriksaan Penunjang

Rontgen Standard Skoliosis (09/12/2016) : Skoliosis torakolumbal (Sudut

Cobb torakalis 800 dan sudut Cobb lumbalis 900

CT Scan Thoracolumbal(07/01/2017) : Skoliosis thoracalis dengan

konveksitas ke kanan serta skoliosis lumbalis compensator degnan konveksitas

ke kiri

Darah lengkap (13/01/2017) : WBC 6,88x103/µL (4,1-11); HGB 13.14 g/dL

(13.5-17.5); HCT 41.98 % (41-53); PLT 310.7 x103µL (150-440)

Kimia Klinik (13/01/2017) : SGOT 15.4 U/L (11-33); SGPT 12.2 U/L (11-50);

albumin 4,4 g/dL (3,4-4,8); BUN 7.5 mg/dL (8-23) ; SC 0,76 mg/dL (0,7-1,2)

; Na 140 mmol/L (136-145); K 4,4 mmol/L (3,5-5,1) ; BS acak 77 mg/dL (70-

140)

Page 19: Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

19

Faal Hemostasis (13/01/2017) : PT 13.8 (10,8-14,4) detik ; aPTT 32.1 (24-36)

detik ; INR 1,13

AGD pada suhu 36.50C, RR 16 kali/menit, SpO2 99% room air (14/01/2017):

pH 7.38 (7.35-7.45); pCO2 37.8 mmHg (35-45); pO2 98.7 mmHg (80-100);

BE -3.5 mmol/L (-2-2); HCO3- 21.7 mmol/L (22-26); SO2c 97.4% (95-100);

TCO2 22.8 mmol/L (24-30); Na 142 mmol/L (136-145); K 3.51 mmol/L (3.5-

5.1); Cl 108 mmol/L (96-108)

3.5. Permasalahan dan Kesimpulan

Permasalahan actual : tidak ada

Permasalahan Potensial:

• Gangguan ventilasi, desaturasi

• Instabilitas Hemodinamik durante operasi

• Perioperative vision loss

• Massive bleeding

• Paraparese atau paraplegia pasca operasi

Pembedahan:

• Posisi : prone

• Durasi : 4-5 jam

• Lokasi : Thoracolumbal

• Manipulasi : resiko perdarahan

Kesimpulan : Status Fisik ASA I

3.6. Persiapan Pra Anestesi:

Informed consent, SIO, puasa, STATICS, obat anestesi dan emergency, infus

warmer, blood warmer, komponen darah (PRC dan FFP), 2 IV line bore besar,

artery line, amprah RTI dan ventilator

Teknik Anestesi : GA-OTT Non Kinking

Page 20: Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

20

Premedikasi : Midazolam 2 mg IV, dexametason 10 mg IV,

diphenhidramin 10 mg IV

Induksi : Propofol TCI mode schneider hingga pasien terhipnosis

Analgetik : Fentanyl 50 mcg

Fasilitas Intubasi: Atracurium 25 mg (Lidocaine intratracheal 100 mg)

Pemeliharaan : O2 ; Compressed air ; Propofol TCI mode schneider target

effect 1-3 mcg/ml; Fentanyl drip 0.03-0.1 mcg/kgBB/menit, atracurium

intermiten 0.1 mg/kgBB tiap 45 menit

Medikasi lain : asam tranexamat 1000 mg IV

3.7. Durante Operasi:

Lama operasi : 7 jam 25 menit

Hemodinamik : TD 100-133/65-82 mmHg, N 78-102 kali/menit, RR 12-16

kali/menit, SpO2 99-100%

Cairan masuk:

• Kristaloid : 3700 ml

• Kolloid : 1000 ml

• Darah : PRC 750 mg

Cairan Keluar:

• Urine : 500 ml

• Perdarahan :3000 ml

Monitoring neurofisilogis dilakukan dengan SSEP dan MEP dengan meletakkan

elektroda SSEP lower pada nervus tibialis kanan dan kiri. SSEP upper diletakkan

pada nervus medianus kanan dan kiri. Sedangkan elektroda MEP diletakkan pada

otot abductor policis brevis, tibialis anterior, abductor halucis. Monitoring dimulai

sebelum dilakukan rotasi dari tulang belakang sebagai dasar dari amplitudo dan

latency hingga proses rotasi dari tulang belakang selesai dilakukan. Dari

pemeriksaan didapatkan tidak adanya perubahan yang signifikan dari amplitudo

Page 21: Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

21

dan latency sehingga kemungkinan terjadinya kerusakan pada sarah dapat

dikatakan tidak ada.

3.8. Post Operasi:

IVFD : Ringerfundin balance

Analgetik : Fentanyl 300 mcg/24 jam via syringe pump, Paracetamol 1000 mg

tiap 8 jam IV

Antibiotik : Ceftriaxone 2 gram tiap 24 jam

Medikasi lain : Mecobalamin 500 mg tiap 8 jam IV, Methylprednisolon

125 mg tiap 8 jam IV, Vitamin C 200 mg tiap 24 jam IV, Vitamin K 2 mg tiap

8 jam IV, Omeprazole 40 mg tiap 12 jam IV, Albumin 20% 100 cc

Transfusi PRC hingga Hb > 10 g/dL, transfusi FFP 100 cc

Perawatan : RTI + Ventilator (Spontan CPAP, PS 10, PEEP 5, FiO2 50%)

Perawatan di RTI TIMUR

3.9. Follow Up

17 Januari 2017 Pk 21.20 WITA

Suhu axilla 36,5 oC; VAS diam 0 dari 100 milimeter, VAS bergerak 30 dari

100 milimeter

Susunan saraf pusat : Compos mentis

Respirasi : frekuensi nafas 16 kali pemenit, Vesikular pada kedua lapang paru,

Rhonki dan Wheezing tidak ada, saturasi oksigen perifer 99% room air

Kardiovaskular : Tekanan darah 128/80 mmHg; Nadi 105 kali permenit, Bunyi

jantung 1 dan 2 tunggal, reguler, murmur tidak ada.

Abdomen : Bising usus positif normal, distensi tidak ada

Urogenital : Buang air kecil spontan

Muskuloskeletal : luka operasi regio thoracolumbal terawat, akral hangat

Page 22: Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

22

motorik 5555/5555, Sensorik normal /normal

5555/5555

Ekstubasi tanggal 17 Januari 2017 pk 14.00 WITA

Pasien BPD dari ICU tanggal 19 Januari 2017

Pasien BPL dari Angsoka 3 Tanggal 25 Januari 2017

Obat oral : paracetamol 500 mg tiap 8 jam, cefixime 200 mg tiap 12 jam,

methylcobalamin 500 mg tiap 8 jam

Mobilisasi dengan eksternal support (Fisioterapi)

Pemeriksaan Penunjang (selama perawatan)

AGD durante op pk 11.30 pada suhu 36.50C, RR 12 kali/menit, SpO2 99% on

bagging (16/01/2017): pH 7.31 (7.35-7.45); pCO2 48.8 mmHg (35-45); pO2

286.7 mmHg (80-100); BE -2.3 mmol/L (-2-2); HCO3- 24 mmol/L (22-26);

SO2c 99.6% (95-100); TCO2 25.5 mmol/L (24-30); Na 136 mmol/L (136-

145); K 2.91 mmol/L (3.5-5.1); Cl 99 mmol/L (96-108)

Darah lengkap post operasi pk 18.21 (16/01/2017) : WBC 23.96 x103/µL (4,1-

11); HGB 9.82g/dL (13.5-17.5); HCT 30.30 % (41-53); PLT 180.40 x103µL

(150-440)

Faal Hemostasis (17/01/2017) : PT 19.5 (10,8-14,4) detik ; aPTT 36 (24-36)

detik ; INR 1.75

AGD pada suhu 36.50C, RR 14 kali/menit, SpO2 99% on ventilator Spontan

CPAP, PS 10, PEEP 5, FiO2 50% (17/01/2017): pH 7.39 (7.35-7.45); pCO2

30.3 mmHg (35-45); pO2 210.4 mmHg (80-100); BE -7 mmol/L (-2-2); HCO3-

18 mmol/L (22-26); SO2c 99.4% (95-100); TCO2 18.9 mmol/L (24-30); Na

136 mmol/L (136-145); K 4.37 mmol/L (3.5-5.1); Cl 112 mmol/L (96-108)

Albumin (17/1/2017): 2.5 g/dL

Darah lengkap (17/01/2017) : WBC 18.77 x103/µL (4,1-11); HGB 8.06 g/dL

(13.5-17.5); HCT 23.34 % (41-53); PLT 161.6 x103µL (150-440)

Page 23: Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

23

Darah lengkap (18/01/2017) : WBC 20.58 x103/µL (4,1-11); HGB 6.04 g/dL

(13.5-17.5); HCT 19.22 % (41-53); PLT 143.6 x103µL (150-440)

Darah lengkap (19/01/2017) : WBC 10.61 x103/µL (4,1-11); HGB 8.40 g/dL

(13.5-17.5); HCT 26.96 % (41-53); PLT 159.90 x103µL (150-440)

Darah lengkap (22/01/2017) : WBC 9.21 x103/µL (4,1-11); HGB 12.96 g/dL

(13.5-17.5); HCT 41.76 % (41-53); PLT 287.9 x103µL (150-440)

3.10. Dokumentasi

Gambar 3. Foto klinis pre operasi

Gambar 4. Foto torakolumbal pre operasi

Page 24: Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

24

Gambar 5. Foto CT Scan Torakolumbal pre operasi

Gambar 6. Durante operasi

Gambar 7 SSEP baseline

Page 25: Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

25

Gambar 8 SSEP post traksi

Gambar 9. MEP

Gambar 10. Foto klinis dan radiologi post operasi

Page 26: Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

26

BAB IV

DISKUSI

Adolescent Idiopathic Skoliosis(AIP) adalah tipe paling umum dari skoliosis.

Kondisi ini dimulai pada masa awal pubertas pada 1-4% remaja dan sebagian

besar perempuan. Sebagian besar pasien dengan AIS jarang yang memiliki

gejala dan biasanya mencari pengobatan setelah ditemukan AIS saat dilakukan

screening. Mayoritas keputusan terapi dari AIS ditentukan berdasarkan derajat

dari kuravatura tulang belakang dan progresivitasnya. Progresivitas dari

kurvatura lebih mungkin terjadi pada pasien dengan tulang imatur dan ukuran

kurvatura yang besar walaupun sudah mengalami maturitas. Kurvatura dengan

apeks torakalis dan sudut Cobb >500 memiliki prevalensi tertinggi mengalami

progresivitas. Fungsi paru menjadi satu-satunya gejala yang konsisten dengan

ukuran dari kurvatura AIS. Pasien dengan sudut Cobb >500 berhubungan

dengan penurun kapasitas vital paru dan nafas yang pendek namun cepat.

Tindakan operasi menjadi pilihan jika sudut Cobb pada rontgen posteroanterior

>40-450 di regio torakolumbal atau >500 di regio torakal. Tujuan utama

dilakukan tindakan operasi adalah untuk mencegah progresivitas dengan

dilakukan arthrodesis atau fusi dari regio tulang belakang yang

berkaitan.Tujuan dari spinal arthrodesis atau fusi adalah untuk mencegah

konsekuensi jangka panjang seperti, nyeri, penurunan kapasitas paru,

mengurangi deformitas, dan mengembalikan sudut tulang belakang.

Pada kasus, pasien perempuan, 17 tahun, diketahui mengalami skoliosis sejak

SMP. Saat itu pasien sudah mengalami keluhan berupa nyeri di punggung

daengan jalan yang dirasakan tidak seimbang. Pada saat akan dilakukan foto

rontgen, diketahui sudut Cobb dari tulang belakang pasien 800 pada torakal

dan 900 pada lumbal. Jika dibandingkan dengan teori, pasien dengan sudut

Cobb >500 akan mengalami penurunan kapasitas paru dengan nafas yang

pendek dan cepat, namun pada pasien tidak ditemukan adanya kondisi takipneu

dan pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan. Untuk

kapasitas fungsi paru tidak dapat ditentukan karena tidak dilakukannya

pemeriksaan spirometry saat itu, namun dari pemeriksaan sabrazes tes

Page 27: Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

27

didapatkan hasil > 20 detik. Tindakan operasi yang dilakukan sudah sesuai

dengan teori yaitu dilakukan pada pasien dengan sudut Cobb > 40-500 untuk

mencegah progresivitas yang dapat memperberat keluhan pasien.

Tindakan pembedahan tulang belakang termasuk tindakan pembedahan mayor

yang membutuhkan persiapan yang lengkap. Pada persiapan pra operasi

dilakuka pemeriksaan tes fungsi paru dengan spirometry, analisa gas darah, dan

peniliaian dari dokter jantung jika ditemukan adanya kelainan jantung.

Tindakan pembedahan pada skoliosis dengan pendekatan posterior, pasien

akan diletakkan dalam posisi prone atau posisi knee-elbow. Oleh karena itu

disarankan untuk menggunakan pipa endotrakeal yang memiliki pelindung

sehingga tidak mudah kinking atau berubah posisi saat pasien diletakkan dalam

posisi prone. Pemeliharaan anestesi dapat menggunakan regimen yang dapat

mengontrol tekanan darah, menyeimbangkan kebutuhan untuk perfusi medula

spinalis dengan kebutuhan untuk memberikan lapangan operasi yang bersih.

Perdarahan biasanya minimal kecuali dilakukan laminektomi yang luas dan

dilakukan fusi, persiapan darah harus dilakukan. Jika tindakan akan

membutuhkan waktu yang panjang dengan risiko terjadinya hipotensi

dibutuhkan pengawasan yang invasif seperti pemasangan artery line, kateter

urine, dan kateter vena sentral. Untuk monitoring saraf tulang belakang,

durante operasi dapat dilakukan wake up test. Teknik monitoring lain yang

dapat dikerjakan adalah menggunakan Somatosensory evoked potentials

(SEP’s) yang dapat memberikan gambaran secara terus menerus selama

operasi. SSEP menunjukan aktivitas listrik yang menunjukkan aktivasi dari

struktur kortikal dan subkortikal setelah stimulasi elektrikal pada saraf perifer.

Impuls listrik kemudian dikomputerisasi untuk menghasilkan gelombang yang

menunjukkan waktu (milliseconds) dan voltase (microvolts). Gelombang SSEP

diukur dalam amplitude dan latensi. Amplitude menunjukan gelombang

evoked potential dari perbedaan peak to peak voltage. Latency menunjukkan

wakti dari stimulus ke puncak respon. Selama operasi, impuls listrik

dihantarkan ke nervus median atau posterior tibialis melalui electrode di

permukaan. Peningkatan latency lebih dari 10% atau penurunan amplitudo

lebih dari 50% dikatakan signifikan. Perubahan ini menunjukkan hilangnya

Page 28: Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

28

integritas dari jalur neural. SSEPs dapat dicatat dengan meletakkan elektroda

di ruang epidural dan tidak terlalu dipengaruhi oeh agen inhalasi, namun

sensitive terhadap perubahan suhu dan obat anestesi lokal. MEP memonitor

descending motor system yang terletak di traktus kortikospinalis anterior dan

lateral, dan dapat diperoleh dengan stimulasi elektrikal atau magnetik

transcranial. (tce-MEP). MEP didasarkan pada area yang dapat tereksitasi di

korteks yang menimbulkan kontraksi otot segmental dari stimulasi elektrikal.

hilangnya amplitudo MEP sementara tidak akan menimbulkan deficit motorik

pasca operasi. Namun hilangnya amplitudo tce-MEP secara lengkap tanpa

perbaikan selama pembedahan selalu menunjukkan adanya deficit motorik

pasca pembedahan.

Pada kasus, pasien sudah menjalani persiapan pra anestesi berupa pemeriksaan

fisik yang dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang seperti, darah lengkap,

kimia klinik, faal hemostasis, analisa gas darah, dan didapatkan hasil dalam

batas normal. Untuk pemeriksaan fungsi kapasitas paru berupa spirometry

tidak dilakukan, namun dilakukan pemeriksaan sabrazes test pre operasi dan

didapatkan hasil normal (>20 detik). Pada pelaksanaan operasi pasien

diberikan premedikasi berupa midazolam 2 mg IV, deksametason 10 mg IV

dan difenhidramin 10 mg IV. Pasien kemudian diinduksi dengan menggunakan

propofol TCI dan diberikan analgetik fentanyl 50 mcg IV. Setelah pasien

terinduksi, pasien diberikan pelumpuh otot dengan atrakurium 25 mg IV.

Pasien kemudian diintubasi dengan ETT non kinking ukuran 7.0. pasien tidak

mengalami goncangan hemodinamik. Untuk pemantauan tekanan darah,

dilakukan pemasangan arteri line. Pasien kemudian diberikan perlindung mata,

dan diposisikan prone. Pasien tidak mengalami goncangan hemodinamik

seperti hipotensi ataupun desaturase saat dilakukan perubahan posisi dari

supine ke prone.

Pada kasus ini sebagai monitoring fungsi saraf tulang belakang dilakukan

pemantauan intraoperatif dengan SSEP dan MEP. SSEP lower diletakkan pada

nervus tibialis kanan dan kiri. SSEP upper diletakkan pada nervus medianus

kanan dan kiri. Sedangkan elektroda MEP diletakkan pada otot abductor policis

brevis, tibialis anterior, abductor halucis. Sebagai dasar perbandingan,

Page 29: Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

29

dilakukan pemeriksaan SSEP dan MEP sebelum dilakuka manipulasi dan

dilakukan pemeriksaan setiap dilakukan manipulasi berupa pemasangan

pedicle screw dan rotasi dari tulang belakang. Selama tindakan, tidak

didapatkan perubahan yang signifikan dari amplitudo dan latency SSEP.

Namun untuk stimulasi di korteks pada MEP hanya muncul di abductor policis

brevis. Berdasarkan hasil monitoring tersebut dapat dikatakan kemungkinan

pasien mengalami kerusakan saraf setelah tindakan menjadi tidak ada.

Risiko perdarahan untuk tindakan seperti ini sangat besar, untuk kasus ini

didapatkan perdarahan sebanyak 3000 ml dan sudah dilakukan transfusi PRC

sebanyak 750 ml. Lama tindakan operasi 7 jam 25 menit, dengan hemodinamik

yang stabil durante operasi. Pasien kemudian dibawa ke ICU untuk

pemantauan dan perawatan pasca operasi. Pemeriksaan pasca tindakan yang

dilakukan pada hari pertama pasca tindakan didapatkan fungsi motorik dan

sensorik pada keempat ekstremitas dalam batas normal sesuai dengan hasil

pemeriksaan SSEP dan MEP durante operasi, dan tidak didapatkannya

komplikasi dari tindakan seperti kondisi hipotensi, POVL, dan emboli.

Perawatan selanjutnya dilakukan fisioterapi dan penggunaan body jacket.

Page 30: Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

30

BAB V

KESIMPULAN

Tindakan pembedahan koreksi tulang belakang memiliki risiko yang cukup

besar sehingga dibutuhkan persiapan yang lengkap dan monitoring yang baik

selama tindakan. Salah satu risiko yang dapat terjadi adalah kerusakan saraf

tulang belakang akibat manipulasi yang dilakukan untuk mengkoreksi sudut

tulang belakang. Monitoring dengan menggunakan SSEP dan MEP pada

operasi koreksi deformitas tulang belakang dibutuhkan untuk mencegah

terjadinya kerusakan saraf akibat cedera pada medula spinalis saat dilakukan

pemasangan pedicle screw dan rotasi untuk mengkoreksi sudut dari tulang

belakang. Monitoring dengan SSEP dapat memberikan hasil yang lebih

signifikan dibandingkan dengan wake up test karena dapat dilakukan terus

menerus sepanjang tindakan operasi dan tidak dibutuhkan perubahan dosis

pemeliharaan dari anestesi.

Page 31: Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

31

Daftar Pustaka

1. Cheng JC, Castelein RM, Chu WC, et.al. Adoloscent Idiopathic Scoliosis.

In: Disease Primer Volume 1. Macmillan Publisher. 2015

2. Miguel FRJ, Marcelino LC. Complications in Scoliosis Surgery. In : Grivas

T. Recent Advances in Scoliosis. Croatia: Intech; 2012

3. Abjeco AS, Soto JD, Castoro C, et al. Profound Obstructive Hypotensio

from Prone Positioning Documented by Transesophageal

Echocardiography in Patient with Scoliosis: A Case Report. A&A Case

Report. 2017 February 7; DOI : 10.1213/XAA.0000000000000534

4. Coe JD, Arlet V, Donaldson W, et al. Complications in Spinal Fusion for

Adolescent Idiopathic Scoliosis in the New Millennium. A Report of the

Scoliosis Research Society Morbidity and Mortality Committee. Spine

2006; 31: 345-349.

5. Crabb I. Anesthesia for Spinal Surgery. In : Anesthesia and Intensive Care

Medicine. The Medicine Publishing Company Ltd. 2003

6. Gambrall MA. Anesthetic Implications for Surgical Correction of Scoliosis.

AANA Journal. 2007 August; 75 (4): 277-285

7. Kundnami VK, Xhu L, Tak H, Wong HK. Multimodal intraoperative

neuromonitoring in corrective surgery for adolescent idiopathic scoliosis:

Evaluation of 354 consecutive cases. Indian Journal of Orthopaedics. 2010

January; 44 (1): 64-72.

8. Ibrahim T, Mrowczynski O, Zalatimo O, et al. The Impact of

Neurophysiological Intraoperative Monitoring during Spinal Cord and

Spine Surgery: A Critical Analysis of 121 Cases. Cureus. 2017 November

19; 9(11): e1861

9. Laratta JL, Ha A, Shillingford JN, et.al. Neuromonitoring in Spinal

Deformity Surgery: A Multimodality Approach. Global Spine Journal.

2018; 8(I); 68-77

10. Bafus BT, Chiravuri D, van der Velde ME. Severe Hypotension Associated

With the Prone Position in a Child With Scoliosis and Pectus Excavatum

Undergoing Posterior Spinal Fusion. J Spinal Disord Tech. 2008; 21: 451-

454.

Page 32: Neurophysiologic Monitoring pada Operasi Deformity ......Adolescents Idiopathic Scoliosis (AIS) is the most common type of scoliosis. This condition is started in the early puberty

32

11. Farag E. Anesthesia for Spine Surgery. New York: Cambridge University

Press; 2012

12. Kwee MM, Ho YH, Rozen WM. The Prone Position During Surgery and its

Complications: A Systematic Review and Evidence-Based Guidelines. Int

Surg. 2015; 100: 292-303.