Upload
anggy-novitasari
View
38
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SCOLIOSIS
Oleh
DR dr Agus H Rahim SpOT(K) MEpid MHKes
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
BANDUNG
2010
Scoliosis adalah kurvatura abnormal dari tulang belakang. Dimana terlihat tulang
belakang bengkok ke sisi kiri atau kanan (kurvatura lateral) lebih dari 10o pada foto X-
Ray berdiri disertai rotasi dari vertebra.
Gambaran khasnya adalah deformitas secara 3 dimensi kolum tulang belakang dan
tulang iga yaitu; kurvatura ke lateral pada potongan koronal, pengurangan kiposis pada
potongan sagital dan rotasi pada potongan aksial dan dapat berkembang sebagi berikut:
1. Sebagai kurva primer saja (menyerupai huruf C)atau
2. Sebagai dua kurva (kurva primer dan diikuti dengan kurva sekunder sebagai
kompensasi dan berbentuk huruf S)
Gambar 1. Gambran 3 dimensi pasien dengan scoliosis
Epidemiologi
Stirling dkk, mnemukan hampir 16,000 pasien berumur antara 6-14 thn di Inggris
pertahun (Cobb angle >10°) (Stirling, 1996). Prevalensi scoliosis tertinggi
(1.2%)ditemukan pada umur 12-14 tahun(Stirling, 1996). Data ini menunjukkan bahwa
seleksi scoliosis sebaiknya difokuskan pada usia ini.
Umur puncak pertumbuhan biasanya 16 tahun, diperkirakan terdapat scolisosis 2-3%
dari populasi dengan cobb angle > 10 derajat, dan makin berkurang sesuai dengan
peningkatan derajat kurva.
Cobb Angle Prevalence Cobb Angle Female: Male Prevalence
>10° 2-3% >10° 1.4-2:1
>20° 0.3%-0.5% >20° 5.4:1
>30° 0.1-0.3% >30° 10:1
>40° <0.1%
Secara umum perbandingan antara wanita dan pria 3,6: 1, makin dominan pada
wanita seiring dengan meningkatnya kurva
Biomekanik scoliosis
Tulang belakang normal adalah lurus dalam bidang coronal dan memiliki dua
kurva pada bidang sagital. Daerah thorax memiliki cembung ke posterior (kyphosis) dan
cembung ke anterior (lordosis) pada daerah lumbal, serta tidak ada pembengkokan ke
lateral. Kelainanan dini yang timbul pada scoliosis idiopathic adalah pada jaringan lunak,
yaitu pemendekan otot dan ligamen pada sisi cekung dan baru kemudian terjadi pada
tulang.
Skoliosis adalah kelainan yang kompleks dengan karakteristik adanya lekukan
kelateral dan rotasi vertebra. Sesuai kelanjutan penyakit, vertebra dan processus spinosus
di daerah kurva mayor akan berputar menuju kurva yang cekung. Angulasi dan rotasi juga
akan mengakibatkan perobahan pada elemen posterior. Pada sisi cekung, pedikel dan
lamina akan memendek dan menebal. Processus transversus pada sisi cekung juga akan
memendek dan menebal. Sendi facet pada sisi cekung tertekan dan akan lebih cepat
mengalami perobahan degeneratif. Processus spinosus akan terus berputar ke arah yang
cekung dan iga akan mengikuti putaran dari vertebra tersebut. Iga bagian posterior di
daerah yang cembung akan terdorong ke posterior, menyebabkan gambaran tipikal rib
hump yang terlihat pada skoliosis torakal. Iga di bagian anterior pada sisi cekung akan
terdorong ke anterior. Rib hump ini akan bertambah berat, jika apex terletak di atas Th7
karena scapula akan ikut terdorong dan menambah deformitas. Pada daerah lumbal
penonjolan pada sisi cembung disebabkan oleh processus Transversus yang lebih tegak
oleh rotasi corpus vertebra.
Gambar 3. Gambaran rib hump
Diskus akan mengalami penyempitan pada sisi yang concav dan meluas pada sisi
yang convex.
Canalis spinalis akan mengalami penyempitan pada sisi concav, namun penekanan
medulla spinalis jarang terjadi meskipun pada kasus yang berat, namun dapat
menimbulkan perubahan fisiologis meliputi:
Penurunan kapasitas paru akibat penekanan rongga torak pada sisi yang convex.
Pada scoliosis dengan kurva ka lateral kiri, jantung akan bergeser kearah bawah dan
ini akan dapat mengakibatkan obstruksi intrapulmonal yang dapat menimbulkan
pembesaran jantung kanan.
KLASIFIKASI SCOLIOSIS
1. Nonstruktural Scoliosis
Tulang belakang yang secara struktural normal, tetapi tampil bengkok. Hal ini
disebabkan karena adanya kondisi atau penyakit lain yang mendasarinya. Pada jenis ini
tidak timbul rotasi pada vertebra. Tipe ini tidak progresif, dan dapat dikoreksi atau over
koreksi pada lateral bending film ke arah sisi cembung.
Beberapa penulis membaginya lagi dalam
Postural Scoliosis
Akan hilang saat pasien melakukan forward bending.
Compensatory scoliosis
Biasanya karena adanya leg length discrepancy, dan akan hilang saat pasien
duduk, termasuk disini:
- sciatic scoliosis
- hysterical scoliosis
- inflammatory scollosts
Untuk- tiga Jenis yang terakhir, kadang disebut sebagai transient struktural
scoliosis.
2. Struktural Scoliosis
Kurva tulang belakang tidak hanya dari samping ke samping, namun juga
mengalami rotasi, tulang belakang terpuntir. Dimana pada puntiran ini satu sisi dari
tulang iga tertekan keluar, sehingga terbentuk punuk iga (rib-cage deformity , atau rib-
hump). , sedangkan sisi lainnya yang terpuntir akan tertekan oleh iga.
a. Idiopathic scollosis (70-80% dari seluruh kasus)
Infantile scoliosis
Timbul pada usia kurang dari 3 tahun. Tipe ini sangat jarang,
lebih sering ditemukan di Eropa.
Juvenile scoliosis
Timbul pada usia antara 3 sampai 10 tahun.
Adolescent scoliosis
Timbul setelah usia 10 tahun, dan merupakan tipe yang paling
sering timbul dari seluruh kasus.
b. Congenital scoliosis
Timbul akibat suatu kelainan congenital dari tulang belakang.
1. Kelainan dengan canalis vertebralis terbuka
meningo myelocele
spinu bifida
2. Kelainan dengan canalis vertebralis tertutup
diastematomnyelia
hemivertebra, vertebral bar, vertebral coalition
c. Kelainan neuromascular
1. Neuropathic
Lesi upper motor neuron
o cerebral palsy
o spino cerebellar degeneration
o syringomelia
o tumor dan trauma sumsum tulang belakang
Lesi lower motor neuron
o Poliomyelitis
o Progresive spinal muscular dystrophy
2. Myopathic
o muscle dystrophy
o myotonia atrophica
o mytonia congenital
d. Neurofibromatosis
e. Lain-lain
1. Kelainan mesenchymal
o Marfan's syndrome
o Morquio’s syndrome
o Rheumatoid arthritis
o Osteogenesis imperfecta
o Certain dwarves
2. Trauma
o Fracture
o Irradiation
o Surgery
Etiologi
1. Faktor genetik
Pada 80% pasien scoliosis penyebabnya tidaklah diketahui dengan pasti dan
dinamakan dengan idiopathic scoliosis, dan 65% merupakan bentuk scoliosis struktural,
namun beberapa studi memperlihatkan bahwa peningkatan insiden scoliosis pada pasien
dengan riwayat keluarga menderita scoliosis, namun sampai saat ini gen ataupun produk
gen yang bertanggung jawab terhadap kelainan ini masih belum diketahui.
2. Kelainan fisik
Para peneliti menyelidiki kemungkinan ketidak seimbangan pertumbuhan tulang
dan otot yang yang mengakibatkan kecendrungan untuk terjadinya suatu scoliosis. Antara
lain:
Ketidak seimbangan otot sekitar tulang belakang yang mengakibatkan distrosi
spinal pada saat pertumbuhan. Arkus kaki yang tinggi, dimana pada salah satu
penelitian tingginya insiden arkus kaki yang tinggi pada pasien dengan scoliosis.
Ini menggambarkan bahwa gangguan keseimbangan memegang peranan pada
beberapa kasus
3. Tissue defisiensies
Dimana ditemukan pada pasien dengan gangguan otot seperti pada Duchene
muscular dystrophy, cendrung terjadi suatu scoliosis. Hal ini disebabkan oleh terjadinya
ketidak seimbangan antara tulang dan otot., dimana akan terjadi distorsi spinal pada saat
pertumbuhan.
4. Gangguan CNS
Gangguan pada otak, medulla spinalis, dan otot akan menimbulkan scoliosis,
dimana terjadi ketidak seimbangan dan gangguan fungsi vestibular
5. Faktor biologi
Beberapa faktor biologi yang berpengaruh pada scoliosis antara lain, abnormalitas
dari kolagen, contohnya
Enzim matrix metalloproteinase ditemukan kadarnya lebih tinggi pada diskus
pasien dengan scoliosis yang dapat menimbulkan degenerasi dari diskus.
Melatonin suatu hormone yang diproduksi oleh kelenjar pineal dimana pada
binatang percobaan yang dilakukan pinealectomy terjadi insiden scoliosis yang
tinggi
Efek scoliosis
1. Efek terhadap paru dan jantung
Secara umum gangguann yang disebabkan oleh scoliosis tergantung pada derajat
kurva dan organ vital yang dikenai terutama paru dan jantung.
Efek Mild Scoliosis (kurang dari 20o tidak begitu serius, tidak memerlukan
tindakan dan hanya dilakukan monitoring
Efek Moderate Scoliosis (antara 25 – 70o ), tidaklah begitu jelas , namun suatu
study terlihat tidak ada gangguan, namun baru ada keluhan kalau dilakukan
exercise.
Efek Severe Scoliosis (> 700 ) dapat menimbulkan penekanan pada paru,
pernafasan yang tertekan, dan penurunan level oksigen, dimana kapasitas paru
dapat berkurang sampai 80%. Pada keadaan ini juga dapat terjadi gangguan
terhadap fungsi jantung.
Efek Very Severe Scoliosis (Over 1000 ). Pada keadaan ini dapat terjadi trauma
pada pada paru dan jantung, osteopenia and osteoporosis .
Spinal Fusion Disease.
Pasien yang dilakukan tindakan bedah dengan fusi akan kehilangan fleksibilitas
tulang belakang dan dapat terjadi kelemahan otot.
Degenerasi diskus
Dapat terjadi degenerasi discus pada pasien yang dilakukan bracing atau
pembedahan meliputi:
o Gangguan pertumbuhan panjang badan
o Rotasi
o Nyeri karena penekanan syaraf
2. Efek terhadap emosi pada orang dewasa
3. Efek terhadap kehamilan
DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Secara umum, anamnesis harus menyingkirkan penyebab potensial scoliosis yang lain
dan dapat memperkirakan derajat kematangan skeletal. Anamnesis meliputi umur dan
jenis kelamin. Perlu ditanyakan adanya riwayat skoliosis dalam keluarga penderita karena
tendensi untuk menderita adalah 20 kali lebih besar. Keluhan nyeri biasanya jarang
ditemukan, tetapi jika diperhatikan, biasanya penderita. dengan skoliosis akan lebih cepat
lelah/pegal bila terlalu lama duduk atau berdiri.
Pada pasien dengan deformitas lanjut, biasanya sudah akan mengeluh adanya
deformitas, bentuk badan yang asimetris dan keluhan kosmetis lainnya. Status kesehatan
saat itu juga didokumentasi, seperti nyeri, gejala neurologis, kondisi jantung dan paru dan
sistem organ lain. Selain itu perlu dicatat mengenai riwayat kesehatan umum seperti
penyakit sebelumnya, operasi, trauma, riwayat selama dalam kandungan, cacat lahir dan
terapi yang sudah diterima.
2. Pemeriksaan Fisik
Screening di sekolah pada usia resiko tinggi. Di Amerika, screening dilakukan pada
siswa tahun kelima setiap 6-9 bulan sekali sampai usia matur pada skeletal. The Spine
Society of Australia merekomendasikan screening untuk skoliosis dilakukan pada anak
sekolah tahun ke 7 dan 9. Pemeriksaan screening ini hanya.memakan waktu 1 menit
untuk setiap anak, dengan pemeriksaan berdiri (dilihat dari belakang) dan membungkuk
(forward bending test.Adam's Test.). Anak membuka. baju, dan bagi anak perempuan
dapat tetap, memakai bra.
Gambar. 4. Adam's forward bend test
A. Pemeriksaan khusus
Baju dan alas kaki penderita harus dilepas. Penderita pada posisi berdiri,
tungkai bawah rapat, kepala tegak dan melihat ke depan, kedua lengan
tergantung santai di sisi badan.
a. Dilihat dari belakang:
Asimetri bahu
Pada penderita yang belum kompensasi akan terlihat bahu pada
sisi cembung akan lebih tinggi.
Penonjolan scapula.
Pembengkokan tulang belakang terlihat jelas dengan memberi
tanda pada masing masing processus spinalis.
Jarak antara badan dan lengan tak sama.
Gambar 5. Soliosis dari belakang
Penonjolan rib hump pada sisi cembung, terutama pada apex di atas C7, karena scapula
ikut terdorong.
Garis pinggang atau tinggi pinggul tak sama. Pinggang pada sisi cembung
rata, terlihat penuh dan lekuk pinggang hilang. Pada scoliosis lumbal
terdapat penonjolan paravertebra pada sisi cembung kurva pinggang.
Dilihat adanya deviasi kepala dan leher terhadap celah lekuk pantat.
Pelvic obliquity
Kedua tungkai dinilai apakah sama panjang.
b. Dilihat dari depan
Dapat dilihat asimetris pada bahu dan payudara. Pada bagian yang
cembung, akan terlihat payudara lebih menonjol.
B. Pemeriksaan neurologik.
Harus juga diperiksa terhadap gangguan neorologik, seperti
pemeriksaan reflek, sensasi, fungsi motorik
C. Inclinometer (Scoliometer).
Diambil saat pasien membungkuk kedepan, Scoliometer diletakkan pada
punggung dan diukur derajat ketinggian apek.
Gambar 6. Pengukuran dengan Scoliometer
Pemeriksaan Imaging
b. X-Rays
Saat ini merupkana suatu pemeriksaan yang murah untuk menegakkan
diagnosis scoliosis. Yang dapat dinilai pada pemeriksaan X Ray antara lain:
Kurva
Major kurva
Minor kurva
Double kurva
Level
Apek
Panjang kurva
Letak kurva kiri atau kanan
Gambar 7. Beberapa pola skoliosis
Gambar 8. Scoliosis dengan Double Major Curve
Pengukuran sudut
Risser-Fergusosn
Yang diukur adalah sudut yang dibentuk olch garis dari pusat
(center) vertebra batas atas ke pusat dari apek, dengan garis dari
pusat vertebra batas bawah ke pusat dari apek,
Cobb
Ditarik garis lurus yang melalui tepi (end plate) atas vertebra batas atas
dan tepi bawah vertebra batas bawah. Sudut Cobb adalah sudut vang dibentuk
oleh perpotongan garis tersebut, atau perpotongan garis yang ditarik tegak
lurus terhadap kedua garis tersebut. Scoliosis Research Society's Committee
on Terminology memilih cara ini sebagai sebagai cara yang lebih baik Jika
end plate sukar ditentukan, garis dapat melalui atas atau bawah pedikel. Yang
penting adalah harus dicatat, vertebra mana yang dipilih dalam mengukur,
karena pengukuran berikutnva untuk fiollow-up harus menggunakan level
yang sama Tingkat kesalahan pengukuran dengan menggunakan level yang
sama adalah 3-5o oleh pemeriksa yang sama, dan 5-7o untuk- perneriksa yang
berlainan.
Gambar 10. Pengukuran sudut Cobb
Rotasi dinilai berdasarkan metode Perdriolle atau Nash-Moe pada apex dari
kurva. Cara Nash-Moe adalah dengan menilai hubungan antara pedikel dengan
garis tengah
Ciambar 11. Mcnghitug besarnya rotasi pada skoliosis dcngan metode Nash-Moc
Penilaian maturitas dengan foto pelvis AP
Foto ini untuk menilai maturitas dari skeletal dengan menilai capping iliac
apophysis. Bila telah tejadi capping dan fusi, berarti pertumbuhan tulang telah
berhenti (Risser Ferguson 1936).
Gambar 12. Risser Sign
c. Magnetic Resonance Imaging.(MRI) . MRI merupakan suatu pemeriksaan
lanjut yang berguna untuk menilai kelainan di medulla spinalis, dan batang
otak, pasien dengan nyeri yang progresif. Namun pemeriksaan ini cukup
mahal. Terutama diperlukan sebelum melakukan tindakan operasi
.
Figure 13. Syringomyelia, suatu keadaan yang mungkin berhubungan dengan scoliosis.
Sebelum melakukan tindakan terapi sebaiknya dinilai jenis kurva scoliosis, antara lain
dengan menggunakan:
1. Klasifikasi King-Moe
Klasifikasi ini digunakan untuk memutuskan apakah akan dilakukan instrumentasi
untuk torak, lumbar atau kombinasi keduanya., namun kelemahannya hanya
menggunakan bidang koronal saja untuk penilaiaanya.
The King Moe type I
Terdapat double kurva pada daerah torak dan lumbar, yang menonjol pada saat
pemeriksaan fisik, kedua kurva melintasi garis tengah. Kedua kurva bersifat struktural.
Pengobatan klasik untuk tipe I ini fusi spinal pada pada kedua kurva baik pada daerah
toraka maupun lumbal .
King-Moe Type II
Pada tipe ini juga terdapat double kurva pada torak dan lumbal, pada pemeriksaan
terlihat penonjolan yang minimal pada aderah lumbal, kedua kurva juga melintasi garis
tengah, bagaimanpun kurva pada daerah lumbar lebih fleksibel. Disini sebenarnya kurva
primer strukturalnya terdapat pada daerah torakal, sedangkan kurva kompensasinya
terdapt pada daerah lumbal. Pada tipe ini penting sekali untuk melakukan koreksi pada
daerah torakal, dan jangan melakukan fusi pada daerah lumbal yang memeperlihatkan
kemungkinan akan terjadi koreksi spontan setelah koreksi pada bagian torakal.
King-Moe Type III
Pada tipe ini terdapat kurva pada derah torakal tampa kurva kompensasi pada
daerah lumbal dengan kata lain ini adalah kurva torakal simple, kalaupun ada kurva
lumbal, namun tidak melintasi garis tengah. Pada tipe ini dapat dilakukan fusi pada derah
torakal saja, baik secara posterior maupun anterior
.
King-Moe Type IV
Pada tipe ini terdapat kurva yang sangat panjang pada daerah torak, dan biasanya
setinggi L4 akan kembali pada garis tengah. Tipe menyerupai huruf C panjang ini paling
baik dikoreksi dengan pendekatan instrumentasi posterior. Koreksi pada daerah inferior
tergantung pada gambaran bending pengambilan X-ray dimana terlihat bagian vertebrae
pada posisi netral.
King-Moe Type V
Pada tipe ini kedua kurva terdapat pada derah torakal, dan sering juga meluas
meliputi daerah servikal, serta kadang-kadang memiliki kurva kompensasi pada aderah
lumbal. Pada King Moe tipe V yang murni terlihat penonjolan abnormal pada daerah leher
dengan penonjolan pada daerah trapezoid. Pada X ray akan terlihat tilting pada puncak
endplate T1. Tindakan yang diambil meliputi fusi pada daerah upper torakal , jika pasien
datang dengan shoulder yang seimbang tapi mempunyai torak kiri yang kaku atau
dengan kurva torakal, dianjurkan untuk melakukan fusi hanya pada kurva bagian bawah
dan akan terjadi kompensasi pada kurva bagian atas.
2. Klasifikasi Lenke’s
Klasifikasi ini terdiri atas enam tipe kurva berdasarkan tiga regional kolum dari
tulang belakang, yaitu: proximal thoracic [PT], main thoracic [MT) dan
thoracolumbar/lumbar [TL/L] yang dibagi menjadi struktural dan nonstruktural
berdasarkan kriteria radiografis yang spesifik dan obyektif pada bidang koronal dan
sagital.
Tabel 1. Daftar detail Lenke’s Classification
Klasifikasi ini berdasarkan terapi yang akan dilakukan, dimana daerah vang
struktural harus termasuk dalam. instrumentasi dan fusi, sedang daerah vang
non-struktural tidak termasuk. Kemudian ditambahkan lumbar curve modifier dan
sagittal thoracic modifier. Lumbar curve modifier dinilai berdasarkan posisi apex dari
vertebra lumbal kepada garis vertikal pusat sakral (center sacral vertical line/CSVL).
CSVL adalah garis vertikal yang membagi sakrum dan paralel terhadap sisi lateral film
A. Garis berada diantara pedikel lumbal sampai vertebra yang stabil
B. Garis menyentuh apex kurva lumbal antara sisi medial pedikel dan sisi lateral
dan corpus.
C. Garis jatuh pada sisi medial dari apex kurva lumbal.
Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah:
1. Mencegah progresivitas dan mempertahankan. keseimbangan.
2. Mempertahankan fungsi respirasi kardiologi
3. Mengurangi nyeri dan menjaga kondisi neurologis
4. Kosmetik
Keputusan terapi berdasarkan atas kematangan skeletal dari pasien dan besarnya.
atau derajat dari kurva. Semakin muda pasien dan semakin besar kurva, makin besar
kemungkinan kurva bertambah berat.
Terdapat tiga pilihan dasar dalam terapi:
1. Observasi,
2. Bracing
3. Operasi
Sebenarnya terdapat opsi lain seperti traksi, stimulasi listrik, fisioterapi dan lainnya,
tetapi tidak terbukti dapat mengurangi atau mencegah progresifitas.
Resiko Progresifitas Kurva
Curve (degree) Growth potential (Risser grade) Risk*
10 to 19 Limited (2 to 4) Low
10 to 19 High (0 to 1) Moderate
20 to 29 Limited (2 to 4) Low/moderate
20 to 29 High (0 to 1) High
>29 Limited (2. to 4) High
>29 High (0 to 1) Very high
*--Low risk = 5 to 15 percent, moderate risk = 15 to 40 percent; high risk = 40 to 70
percent. very high risk 70 to 90 percent.
Tabel 2. Kemungkinan progresifitas kurva(K. ALLEN GREINER, M.D., M.P.H., University of Kansas
Medical Center, Kansas City, Kansas American Academy of Family Physicians)
Untuk kurva yang kecil dari 20 derajat, secara umum tindakan yang dilakukan
adalah dengan reevaluasi setiap 4-6 bulan unutk mereka yang umur kecil dai 16 tahun.
Untuk kurva 20 – 40 derajat, dipergunakan bracing untuk mencegah perburukan
kurva dan jugadilakukan reevaluasi setiap 4-6 bulan
Apabila kurva lebih dari 40 derajat pasien akan mengalami kesulitan untuk duduk,
berdiri dan berjalan unutk waktu yang lama, maka untuk memperbaiki keadaan ini maka
tindakan pembedahan lebih dianjurkan.
Panduan pengobatan dan sistim rujukan untuk pasien scoliosis
Curve (degrees) Risser grade X-ray/refer Treatment
10 to 19 0 to 1 Every 6 months/no Observe
10 to 19 2 to 4 Every 6 months/no Observe
20 to 29 0 to 1 Every 6 months/yes Brace after 250
20 to 29 2 to 4 Every 6 months/yes Observe or brace*
29 to 40 0 to 1 Refer Brace
29 to 40 2 to 4 Refer Brace
>40 0 to 4 Refer Surgery**
*If the patient is Risser grade 4, probably only observation is warranted.
**If the patient is Risser grade 4, surgery can be delayed.
Tabel 3. Beberapa pilihan terapi untuk skoliosis (K. ALLEN GREINER, M.D., M.P.H., University of Kansas
Medical Center, Kansas City, Kansas American Academy of Family Physicians)
1. Observasi
Kurva yang kurang dari 100 bukan dianggap sebagal skoliosis, tetapi lebih
merupakan asimetris dari vertebra. Kurva seperti ini sangat jarang menjadi progresif dan
pada umumnya tidak memerlukan terapi. Jika anak sangat muda atau immatur,
progresifitas dapat dimonitor lewat check-up reguler oleh dokterya. Jika didapatkan kurva
progresif sampai diatas 20', maka. anak dirujuk ke ahli orthopaedi untuk terapi
selanjutnya.
2. Bracing
Bracing dianjurkan pada pasien dengan skeletal yang masih immature dengan
kurva 30° - 40°.
Figure 15 Response of curves to bracing is dependent on curve type
Disini terlihat bahwa pemakaian bracing dengan waktu pemakaian full-brace
wear time (23 jam /hari ) memperlihatkan hasil yang bermakna dan lebih efektif dalam
mengontrol perkembangan scoliosis
Bracing bertujuan untuk menghentikan progresifitas dari kurva, tetapi tidak
mengurangi besarnya kurva yang telah terjadi, Kebanyakan progresifitas kurva terjadi
selama fase perturnbuhan. Sehingga ketika anak telah berhenti tumbuh, jarang kurva tetap
progresif sehingga pemakai brace dapat dihentikan. Karena kurva hanva akan tetap
progresif pada skeletal matur jika besarnya lebih dari 50 derajat, maka tujuan dari baring
ini adalah mencoba agar kurva yang terjadi pada saat dewasa adalah kurang dari 50'.
Brace tidak dipakai lagi pada anak yang telah matur atau harnpir matur. Biasanya dipakai
pada anak perempuan sekitar 11 - 13 tahun dan anak laki-laki sekitar 12-14 tahun. Pada,
urnumnya bracing diindikasikan pada anak dengan kurva antara 25 - 45 derajat, kecuall
jika progresifitasnya lebih dari derajat atau riwayat kurva progresif dalam keluarga, pada
anak dengan kurva vang kurang darl 250.
Tujuan akhir pemasangan bracing adalah penderita mencapai usia skeletal matur
dengan kurva < 50°
Jenis Brace
1. Milwaukee
Brace. ini dikembangkan oleh Walter Blount di Milwaukee Children's Hospital
pada tahun 1944 dan merupakan standar bagi disain y ang lain. Brace ini didisain untuk
mengadakan , traksi antara kepala dan pelvis, dengan gaya translasi lateral diarahkan
melalui padding pada dinding dada. Brace ini merupakan salah satu yang cocok untuk
kurva upper thoracic (apex di atas T8).
Gambar16. Milwaukee brace
2. Boston
Disebut juga under arm brace, lebih popular diandingkan dengan Mil-waukee
karena lebih diterima oleh pasien. Merupakan tipe yang paling umum darl TLSO, dan
lebih banyak digunakan untuk kurva lumbal atau thorakolumbal (apex di bawah T7 atau
T8).
Gambar 17. Underarm thoracolumbosacral orthosis (TLSO).
3. Charleston Nighttime Brace
Disebut nighttime, karena hanya dipakat pada malam hari. Brace ini dicetak
dengan pasien bending, sehingga memberikan tekanan dan mendorong anak melawan
arah kurva, dan memberikan gaya koreksi..
Gambar 18. Charleston nightime brace
Brace ini dipakal selama 23 jam sehari, sampai matur. Kemudian secara berangsur
brace dilepas 6 jam sehari dalam satu tahun dan berikutnya hanya dipakai malam hari.
Selama pemakaian brace ini juga harus dilakukan fisioterapiuntuk pergerakan
thorak, fleksibilitas tulang belakang, Muscle strength (terutama untuk otot perut) dan
koreksi postur didepan cermin
4. Terapi Bedah
Indikasi
Anak masih dalam pertumbuhan (immature) dengan kurva 40 derajat.
Pada anak yang sudah matur dengan kurva > 50 derajat.
Kurva mayor yang progressif dengan pemakaian bracing.
Penderita tidak nyaman/ tidak bias menggunakan brace.
Penderita dengan gangguan neurologik.
Gangguan kardiopulmonal yang progresif.
Gangguan kosmetik yang berat pada bahu dan badan.
Rasionalisasi dari tindakan bedah adalah untuk fusi vertebra sehingga kurva tidak
akan terus membesar sampai dewasa, mengkoreksi gangguan kosmetik dan mencegah
gangguan pemafasan dan sirkulasi
Tujuan yang harus dicapai dalam tindakan bedah :
1. Meluruskan tulang belakang sebanyak masih memungkinkan
2. Mengurangi rib hump
3. Koreksi rotasi
4. Memelihari koreksi yang telah dilakukan
Hal ini hanya dapat dicapai dengan fiksasi rigid dan fusi yang solid
Panduan memilih daerah fusi
Yang difusi adalah kurva struktural, bukan yang non-struktural
Jangan kurang dari seluruh kurva, atau lebih ke atas dan ke bawah
Hindari fusl ke L5 dan sacrum.
Hindari fusi di atas T I
Arahkan batas bawah fusi pada garis tengah sacrum
Fusi dilakukan sebisa mungkin sampai tulang belakang netral dan stabil
Contoh rencana operasi berdasarkan klasifikasi King-Moe
King I Fuse both curves to lower
vertebra No lower than L4
King II Selectively fuse thoracic curve
only
Lower level at stable (rather than
neutral) vertebra
King III Fuse measured thoracic curve Lower level at first stable vertebra
King IV As for king III Usually stop at L4
King V Fuse both thoracic curves Lower level at stable vertebra
Tabel 5. Rencana fusi berdasarkan Klasifikasi King- Moe ( Orthooteers)
Pilihan tindakan bedah
1. Koreksi Posterior dengan instrumentasi
2. Koreksi anterior dengan instrumentasi
3. Release / fusion Anterior ditambah dengan instrumentatsi posterior
4. Release / fusion Anterior ditambah dengan instrumentatsi posterior
5. Kombinasi anterior dan posterior instrumentasi dan fusi
Harrington rod adalah instrumen klasik yang pertama kali diperkenalkan sebagai
instrumen posterior dalam koreksi skoliosis pada era modern. Harrington rods
menghubungkan vertebra hanya pada ujung atas dan bawah dari rod, dengan
menggunakan hook. Hal ini membuat besarnya fiksasi pada vertebra terbatas.
Kemudian dikembangkan tehnik dimana ditingkatkan fiksasi pada multipel segmen
dari vertebra. Yang paling awal adalah yang diperkenalkan oleh Eduardo Luque dari
Mexico City. la menambahkan sub-laminar wires untuk menghubungkan segmen vertebra
dengan rod (Harrington), yang kemudian dikenal sebagai Harri-Luque Instrumentation
atau "Tex-Mex".
Gambar 19. Koreksi dengan Harrington
Cotrel dan dubousset menggunakan multi hook yang memungkinkan distraksi dan
kompresi pada rod yang sama. Dilakukan contouring dari rod pada bidang sagital, koreksi
kurva dengan rotasi dari rod dan segmental fiksasi dengan hook, meningkatkan
kemampuan koreksi kurva dan stabilitas post operatif Saat ini instrumentasi posterior
yang banyak dipakal adalah dengan hook, sublaminar wire dan pedicle screw, dengan
banyak variasinya dan mirip serta tetap menganut pada sistem Cotrel-Dubousset. Cara
lain dalam melakukan koreksi adalah dengan mengunci bidang cekung pada posisi yang
diantisipasi pada rod dan kemudian mendekatkan vertebra ke arah rod dengan hook atau
sub-laminar wire.
Gambar 20. Instrumentasi Cotrel-Dubousset (CD)
Pada tahun 1998, Sapardan S melakukan koreksi dengan melakukan distraksi dan
derotasi dengan metoda leeds Leeds dengan menggunakan Cirorth rod dan sistem hook
yang dikenal denagn UI Syatem Semua pasien yang dilakukan tindakan dengan metode
ini bebas nyeri saat mobilisasi dan tidak terdapat komplikasi neurologik.
Gambar 21. University of Indonesia (UI) System
Anterior Approach:
Keuntungan
Karena frontal approach memudahkan prosedur yang dilakukan pada vertebrae
yang lebih tinggi dibandingkan dengan prosedur standar, pasien mempunyairesiko yang
lebih rendah terhadap kejadian low back injury di kemudian hari. Penelitian juga
menunjukkan koreksi dan fungsi lebih baik dibandingkan dengan kalau hanya dengan
posterior approach saja.
Kerugian
Lebih tinggi insiden komplikasi termasuk kolap paru, obstruksi gastrointestinal,
dan pneumonia
Kerusakan implant 31% dibandingkan 1% pada posterior approach
Peningkatan resiko hiperkiposis (exaggerated outward curvature
Lebih tinggi resiko berkembang menjadi pseudoarthrosis, dan false joint pada
tempat fusi.
Gambar 22. Lokasi insisi pada anterior approach.
Secara umum posterior approach masih merupakan Gold Standar untuk koreksi scoliosis
dengan menggunakan instrumentasi Harrington
Posterior Approach
Keuntungan:
1. Lebih familier
2. Angka fusi yang sangat baik
3. Koreksi kurva yang baik
4. Komplikasi lebih sedikit
Kerugian:
1. Resiko crankshaft phenomenon (perburukan kurva ) kemudian hari pada anak
preadolescent
2. Tidak selalu dapat mengoreksi hipokiposis (the loss of normal outward curvature)
pada thoracic (upper) spine.
3. Prosedur ini tidak selalu sukses untuk kurva pada daerah thorakolumbar
(pada daerah pertemuan upper and lower spine) dan mungkin menimbulkan
abnormalitas tulang belakang pada tempat ini.
Gambar 23. Posterior approach untuk koreksi double curve scoliosis (dari Case
Presentation From the Spine Service of the New York University / Hospital for Joint
Diseases Orthopaedic Department
Torakoskopi
Pada saat ini angka morbiditas anterior approach jauh berkurang dengan
dikembangkannya tehnik torakoskopi. Thoracoscopic approaches untuk release dan fusi
anterior spinal dilakukan dengan sistim video-assisted thoracoscopic surgery, (VATS)
dimanan mempunyai keuntungan antara lain:
Visualisasi yang sangat baik
Approach yang lebih baik ke ruang interbertebrae
Gambar 24. Pembedahan dengan sistim VAST (National Scoliosis Foundation, 5 Cabot Place,
Stoughton, MA 02072 ph:800 - 673 -6922)
Endoscopic Surgery
Prosedur endoskopi dikembangkan dari sistim militer yang dikenal dengan GPS (global
positioning system) pada tahun delapa puluhan. Dengan tehnik ini insisi yang dibuat jauh
lebih kecil cukup dengan ukuran 3 X 10 mm, akibtanya kerusakan jaringan lunak akan
minimal, kehilangan darah lebih sedikit, waktu perawatan yang lebih pendek. Dan
kurangnya kejadian skar setelah operasi.
Gambar 25. Instrumentasi, insisi dan tindakan endoskopik surgery untuk koreksi
scoliosis.
KOMPLIKASI
1. Perdarahan
2. Nyeri post operasi
3. Infeksi
4. Kerusakan syaraf
5. Pseudoarthrosis
6. Degenerasi discus dan LBP
7. Komplikasi lainnya:.
Gallstones.
Pancreatitis.
Obstruksi usus.
Komplikasi pada paru dan jantung post operasi perawatan ICU
Daftar Pustaka
1. Newton PO, Wenger DR: Pediatric spinal defon-nity. Fardon D.F, Garfin SR (ed):
Orthopaedic Knowlwdge Update Spine 2. AAOS 2002.
2. Dangerfield. PHMD, Scoliosis, abnormal curvature of the spine, The University of
Liverpool 2003
3. Dawson, ED, Scoliosisi in adult Orthopaedic SurgeonThe Spine Institute at Saint
John'sSanta Monica, CA, USA, 2003. http://www.spineuniverse.com/
4. Lenke LG, Betz RR, Haher TR (et al): Multisurgeon assessment of surgical decision-making
in adolescent idiopathic scoliosis; curve classification, operative approach, and fusion levels.
Spine Vol.26 No,21 Lippincott Wiliams & Wilkins 2001.
5. Richardson ML: Approaches To Differential Diagnosis In Musculoskeletal Imao,ing.
University of Washington Department of Radiology hardson, M.D., webmaster.
6. Sapardan. S,: Scoliosis Instrumentation Using Spine Reconstruction Plate, Poster
exhibition.http://www.aaos.org/wordhtml/anmt2000/poster/pe225.htm
7. Yvan P , Carl ,EA , Hubert L . Three-dimensional imaging for the surgical treatment of
idiopathic scoliosis in adolescents, Canadian Journal of Surgery . Ottawa: Dec
2002. Vol. 45, Iss. 6; pg. 453)
8. Allen. K, Adolescent Idiopathic Scoliosis: Radiologic Decision-Making, The American
Academy of Family Physicians. University of Kansas Medical Center, Kansas City, Kansas.
2002
9. Bian, V., Reamy.,Adolescent Idiopathic Scoliosis: Review and Current Concepts
The American Academy of Family Physicians. University of Kansas Medical Center, Kansas
City, Kansas. 2001
10. Picett i , G., Spinasanta, S.,: Thoracosopy in the Treatment of Scoliosis, Dept. of
Orthopedics, University of CaliforniaSan Francisco, CA, USA 2003
http://www.spineuniverse.com/
11. Enrico ,T.,: Case presentation of scoliosis surgery, Spine Service of the New York University
/ Hospital for Joint Diseases Orthopaedic Department. 2003
12. Fardon.FD,: Scoliosis, A.D.A.M., Inc. is accredited by URAC, 2003
http://www.ucdmc.ucdavis.edu/ucdhs/health/a-z/68Scoliosis/doc68support.html