160
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA PROSES FINISHING MEUBEL KAYU DI WILAYAH CIPUTAT TIMUR TAHUN 2012 SKRIPSI Diajukan sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Oleh : NISWAH AFIFAH 108101000050 PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2012 M/1433 H

Niswah Afifah-fkik.pdf

  • Upload
    haduong

  • View
    250

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Niswah Afifah-fkik.pdf

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN

DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA PROSES FINISHING

MEUBEL KAYU DI WILAYAH CIPUTAT TIMUR

TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NISWAH AFIFAH

108101000050

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2012 M/1433 H

Page 2: Niswah Afifah-fkik.pdf

i

Page 3: Niswah Afifah-fkik.pdf

ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Skripsi, Desember 2012

Niswah Afifah, NIM : 108101000050

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS

KONTAK PADA PEKERJA PROSES FINISHING MEUBEL KAYU DI WILAYAH

CIPUTAT TIMUR TAHUN 2012.

120 halaman, xvi halaman, 6 lampiran

ABSTRAKSI

Dermatitis kontak akibat kerja adalah penyakit kulit dimana pajanan di tempat

kerja merupakan faktor penyebab utama serta faktor kontributor. Penyebabnya adalah

pajanan substansi dari luar tubuh, baik substansi iritan maupun substansi allergen.

Pekerja proses finishing meubel kayu menggunakan bahan kimia berupa dempul, zat

pewarna, sanding sealer, melamic clear, dan hidrogen peroksida yang meningkatkan

risiko dermatitis kontak..Berdasarkan studi pendahuluan pada 15 pekerja proses finishing

meubel kayu, didapatkan 9 orang (60%) mengalami dermatitis kontak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor (lama kontak, frekuensi

kontak, usia, masa kerja, riwayat alergi, riwayat atopi, dan riwayat penyakit kulit) yang

berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja proses finishing meubel

kayu di Ciputat Timur Tahun 2012. Jenis penelitian ini adalah epidemiologi analitik

dengan pendekatan cross sectional study. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode

total sampling dengan jumlah sampel 82 orang. Instrumen penelitian yang digunakan

adalah kuesioner, lembar pemeriksaan dokter, daily activity recall dan lembar observasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 33 orang (40.2%) pekerja proses

finishing meubel kayu mengalami dermatitis kontak yang berlokasi di punggung tangan,

telapak tangan, sela jari tangan, dan pergelangan tangan. Analisis bivariat yang

dilakukan dengan uji chi square, t-test independent, dan mann-whitney menunjukkan

bahwa variabel yang berhubungan dengan dermatitis kontak adalah usia (pvalue :

0.000), masa kerja (pvalue : 0.000), riwayat atopi (pvalue : 0.009), dan riwayat penyakit

kulit sebelumnya (pvalue : 0.04).

Untuk mengurangi risiko dermatitis kontak, disarankan bagi pengelola untuk

menyediakan sarana dan prasarana personal hygiene yang baik dan alat pelindung diri

(sarung tangan) yang sesuai. Pekerja diharuskan untuk menggunakan sarung tangan saat

bekerja dan menjaga personal hygiene dengan baik.

Daftar Bacaan : 39 (1980-2012)

Page 4: Niswah Afifah-fkik.pdf

iii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

PUBLIC HEALTH DEPARTMENT

OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH

Thesis, December 2012

Niswah Afifah, NIM : 108101000050

FACTORS RELATED TO THE INCIDENT OF CONTACT DERMATITIS ON

FINISHING PROCESS WORKERS OF WOOD FURNITURE AT EAST CIPUTAT IN

2012

120 pages, xvi pages, 6 attachments

ABSTRACT

Occupational contact dermatitis is a skin disease where exposure in the

workplace become a major factor as well as a contributing factor. The cause is exposure

to substances from outside the body, both the irritant substance and allergen. Finishing

prosses workers of wood furniture uses chemicals such as wood filler, wood stain,

sanding sealer, melamic clear, and hydrogen peroxide which increases the risk of

contact dermatitis. Based on the preliminary study on 15 finishing prosses workers,

obtained that 9 (60%) of workers were contact dermatitis.

This study aimed to determine the factors (long-term contact, contact frequence,

age, period of empolyment, history of allergy, history of atopy, and history of previous

skin disease) related with the incidence of contact dermatitis on finishing process

workers of wood furniture at East Ciputat in 2012. This study is a kind of analytic

epidemiology with cross sectional study approach. Sampling was carried out by total

sampling method with a total sample of 82 people. Instruments of this research are a

questionnaire, the doctor's examination sheet, daily activity recall and observation sheet.

The results of this study indicated that 33 people (40.2%) of finishing process

workers in wood furniture were suffered from contact dermatitis and most were located

on the back of the hands, palms, between fingers, and wrists. Bivariate analyzes were

conducted with chi square, independent t-test, and mann whitney test showed that the

variables related with contact dermatitis on finishing process workers of wood furniture

are age (pvalue: 0.000), period of employment (pvalue: 0.000), a history of atopy

(pvalue: 0.009), and a history of previous skin disease (pvalue: 0.04).

To reduce the risk of contact dermatitis in finishing prosses workers, manager of

wood furniture have to provide facilities and infrastructure of personal hygiene and

suitable gloves. Then workers are suggested to use the gloves while working and

maintaining a good personal hygiene.

Reference : 39 (1980-2012)

Page 5: Niswah Afifah-fkik.pdf

iv

Page 6: Niswah Afifah-fkik.pdf

v

Page 7: Niswah Afifah-fkik.pdf

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Niswah Afifah

Tempat, Tanggal, Lahir : Jakarta, 30 Juli 1990

Alamat : Jalan Warung Jati Timur 2 B No : 64 RT : 005 RW : 04

Kelurahan : Kalibata

Kecamatan : Pancoran

Kotamadya : Jakata Selatan

Kode Pos : 12740

Agama : Islam

Golongan Darah : AB

No. Telepon : (021) 7981425 / 085694924393

Email : [email protected]

Riwayat Pendidikan

1994 – 1996 : TK Darul Hikmah, Jakarta Selatan

1996 – 2002 : SDI An Nizomiyah, Jakarta Selatan

2002 – 2005 : SMP Pondok Pesantren Modern La Tansa, Lebak Banten

2005 – 2008 : SMA Pondok Pesantren Modern La Tansa, Lebak Banten

2008 – 2012 : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Ciputat Banten

Page 8: Niswah Afifah-fkik.pdf

vii

KATA PENGANTAR

بسم اهلل الرحمن الرحيم

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

terselesaikannya skripsi yang berjudul Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Proses Finishing Meubel Kayu di Wilayah

Ciputat Timur Tahun 2012.

Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan kelulusan program

studi SI Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam pelaksanaan dan pembuatan skripsi ini, penulis telah dibantu oleh

berbagai pihak. Oleh karenanya penulis ingin sekali mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Keluarga tercinta, Mama dan Ayah yang selalu memberikan nasihat dan

semangat agar selalu menjadi orang yang mengamalkan ilmunya. Serta kakak

dan adik-adikku yang senantiasa mendukung setiap kegiatan yang dilakukan.

2. Prof. Dr. dr. MK Tajudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS sebagai Ketua Program Studi

Kesehatan Masyarakat yang telah membuka jalan pengetahuan Kesehatan

Masyarakat yang luas.

4. Ibu Iting Shofwati ST, MKKK selaku pembimbing pertama dan penanggung

jawab peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang secara tulus dan

sabar membimbing dan memberikan semangat selama penyusunan skripsi.

5. Ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes selaku pembimbing kedua skirpsi. Terima

kasih atas bimbingannya selama ini.

Page 9: Niswah Afifah-fkik.pdf

viii

6. Rahmi Nurmadinisia, selaku teman terbaik seperjuangan kuliah, terima kasih

karena dengan penuh kesabaran mendengar dan memahami semua keluh-

kesah & suka-duka selama penyusunan skripsi ini.

7. Astrianda, Sofia Septiani, Novia Zulfa Hanum, dan Riska Ferdian. Terima

kasih banyak atas informasi dan dukungan yang sangat berharga selama ini.

8. Sahabat-sahabat tercinta di Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, K3 dan Gizi, semoga keberkahan selalu menyertai

langkah kita.

9. Ebi Nurhardianto, terima kasih banyak atas partisipasinya dalam membantu

penyusunan skripsi ini.

Jakarta, Desember 2012

Niswah Afifah

Page 10: Niswah Afifah-fkik.pdf

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... i

ABSTRAK ............................................................................................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................... iv

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................... vi

KATA PENGANTAR ............................................................................................. vii

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ix

DAFTAR TABEL ................................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xiv

DAFTAR BAGAN .................................................................................................. xv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 7

C. Pertanyaan Penelitian .......................................................................................... 8

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum ............................................................................................... 9

2. Tujuan Khusus .............................................................................................. 9

E. ManfaatPenelitian

1. Manfaat Bagi Pengelola ................................................................................ 11

2. Manfaat Bagi Peneliti ................................................................................... 11

F. Ruang Lingkup .................................................................................................... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum Industri Meubel Kayu

1. Pengertian Meubel Kayu ............................................................................... 13

2. Proses Produksi Industri Meubel Kayu ......................................................... 13

B. Dermatitis Kontak

1. Definisi .......................................................................................................... 15

Page 11: Niswah Afifah-fkik.pdf

x

2. Jenis Dermatitis Kontak ................................................................................ 16

3. Etiologi .......................................................................................................... 18

a. Dermatitis Kontak Iritan ......................................................................... 18

b. Dermatitis Kontak Alergik ...................................................................... 19

4. Gejala Klinis ................................................................................................. 20

a. Dermatitis Kontak Iritan ......................................................................... 21

b. Dermatitis Kontak Alergik ...................................................................... 22

5. Patofisiologi

a. Anatomi Kulit ......................................................................................... 24

b. Mekanisme Terjadinya Dermatitis Kontak ............................................. 29

6. Diagnosis

a. Anamnesa ................................................................................................ 32

b. Pemeriksaan Klinis ................................................................................. 33

c. Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 33

7. Epidemiologi Dermatitis Kontak .................................................................. 36

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak

1. Bahan Kimia ................................................................................................. 39

2. Lama Kontak ................................................................................................. 42

3. Frekuensi Kontak .......................................................................................... 43

4. Usia ............................................................................................................... 44

5. Jenis Kelamin ................................................................................................ 44

6. Jenis Pekerjaan .............................................................................................. 45

7. Masa Kerja .................................................................................................... 46

8. Ras ................................................................................................................. 46

9. Tekstur Kulit ................................................................................................. 47

10. Pengeluaran Keringat .................................................................................... 48

11. Musim ........................................................................................................... 48

12. Riwayat Alergi .............................................................................................. 49

13. Riwayat Atopi ............................................................................................... 50

14. Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya ............................................................ 50

Page 12: Niswah Afifah-fkik.pdf

xi

15. Suhu dan Kelembaban .................................................................................. 52

16. Pemakaian APD ............................................................................................ 53

17. Personal Hygiene .......................................................................................... 54

D. KerangkaTeori .................................................................................................... 56

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep ................................................................................................ 58

B. Definisi Operasional ........................................................................................... 63

C. Hipotesis ............................................................................................................. 66

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian .................................................................................................... 67

B. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................................. 67

C. Populasi dan Sampel ........................................................................................... 67

D. Instrumen Penelitian

1. Lembar Pemeriksaan Fisik ............................................................................ 71

2. Daily Activity Recall ..................................................................................... 71

3. Self Administered Questionnaire .................................................................. 71

4. Lembar Observasi ......................................................................................... 72

E. Pengumpulan Data .............................................................................................. 73

F. Pengolahan Data

1. Data Coding .................................................................................................. 73

2. Data Editing .................................................................................................. 74

3. Data Entry ..................................................................................................... 74

4. Data Cleaning ............................................................................................... 74

G. Teknik Analisa Data

1. Analisis Univariat ......................................................................................... 74

2. Analisis Bivariat ............................................................................................ 74

BAB V HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Lokasi Penelitian ............................................................................... 76

B. Analisis Univariat ............................................................................................... 77

Page 13: Niswah Afifah-fkik.pdf

xii

1. Gambaran Dermatitis Kontak pada Pekerja Proses Finishing

Meubel Kayu di Wilayah Ciputat Timur Tahun 2012 .................................. 77

2. Gambaran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak

pada Pekerja Pekerja Proses Finishing Meubel Kayu

di Wilayah Ciputat Timur Tahun 2012 ......................................................... 78

C. Analisis Bivariat .................................................................................................. 82

1. Hubungan Antara Lama kontak dengan Dermatitis Kontak ......................... 85

2. Hubungan Antara Frekuensi Kontak dengan Dermatitis Kontak ................. 85

3. Hubungan Antara Usia dengan Dermatitis Kontak ...................................... 86

4. Hubungan Antara Masa Kerja dengan Dermatitis Kontak ........................... 86

5. Hubungan Antara Riwayat Alergi dengan Dermatitis Kontak ..................... 86

6. Hubungan Antara Riwayat Atopi dengan Dermatitis Kontak ...................... 87

7. Hubungan Antara Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya dengan

Dermatitis Kontak ........................................................................................ 87

BAB VI PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian ....................................................................................... 89

B. Kejadian Dermatitis Kontak................................................................................ 90

C. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Dermatitis Kontak ............ 95

1. Hubungan Lama Kontak dengan Dermatitis Kontak .................................... 95

2. Hubungan Frekuensi Kontak dengan Dermatitis Kontak ............................. 98

3. Hubungan Usia dengan Dermatitis Kontak .................................................. 102

4. Hubungan Masa Kerja dengan Dermatitis Kontak ....................................... 104

5. Hubungan Riwayat Alergi dengan Dermatitis Kontak ................................. 106

6. Hubungan Riwayat Atopi dengan Dermatitis Kontak .................................. 109

7. Hubungan Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya dengan Dermatitis Kontak 111

BAB VII SIMPULAN & SARAN

A. Simpulan ............................................................................................................ 115

B. Saran ................................................................................................................... 116

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 117

Page 14: Niswah Afifah-fkik.pdf

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Iritan dan Allergen Pekerja Yang Umum ................................................. 40

Tabel 3.1 Definisi Operasional ................................................................................. 63

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Sampel ......................................................................... 70

Tabel 5.1 Gambaran Dermatitis Kontak Pada Pekerja Proses Finishing

Meubel Kayu di Wilayah Ciputat Timur Tahun 2012.............................. 78

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Variabel Faktor-Faktor (lama kontak,

frekuensi kontak, usia, dan masa kerja) pada Pekerja Proses

Finishing Meubel Kayu ........................................................................... 79

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Variabel Faktor-Faktor (Riwayat alergi,

riwayat atopi, riwayat penyakit kulit) pada Pekerja

Proses Finishing Meubel Kayu ................................................................ 79

Tabel 5.4 Hubungan Faktor – Faktor (Lama kontak dan Usia) dengan

Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Proses Finishing

Meubel Kayu ........................................................................................... 83

Tabel 5.5 Hubungan Faktor – Faktor (Frekuensi kontak dan Masa Kerja)

dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Proses

Finishing Meubel Kayu ............................................................................ 84

Tabel 5.6 Hubungan Faktor – Faktor (Riwayat alergi, Riwayat atopi,

Riwayat penyakit kulit, dan Personal hygiene) dengan

Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Proses

Finishing Meubel Kayu ........................................................................... 84

Page 15: Niswah Afifah-fkik.pdf

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Kulit ....................................................................................... 25

Gambar 5.1 Pekerja proses finishing melakukan pemlituran meubel kayu .............. 76

Gambar 6.1 Dermatitis Kontak pada Pekerja Proses Finishing Meubel................... 92

Page 16: Niswah Afifah-fkik.pdf

xv

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori ........................................................................................ 57

Bagan 3.1 Kerangka Konsep ..................................................................................... 62

Page 17: Niswah Afifah-fkik.pdf

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian

Lampiran 2 Lembar Observasi

Lampiran 3 Lembar Pemeriksaan Fisik

Lampiran 4 Daily Activity Recall

Lampiran 5 Hasil Uji Statistik Penelitian

Lampiran 6 Foto Dermatitis Kontak

Page 18: Niswah Afifah-fkik.pdf

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit kulit akibat kerja adalah penyakit kulit yang diakibatkan

oleh pajanan substansi kimiawi di lingkungan tempat kerja. Penyakit kulit

akibat kerja atau yang didapat saat melakukan pekerjaan banyak

penyebabnya antara lain, agen sebagai penyebab penyakit kulit tersebut yang

berupa agen fisik, kimia, maupun, biologis (Roebidin, 2008). Walaupun tidak

menyebabkan kematian, penyakit kulit sangat mengganggu bagi kenyamanan

penderitanya. Oleh karena itu, penyakit kulit merupakan faktor yang sangat

penting untuk terjadinya penurunan produktifitas kerja dan meningkatnya

angka cuti sakit. Secara klinis, penyakit kulit akibat kerja dapat dibagi

menjadi 2 kelompok yaitu dermatitis kontak dan dermatitis non-ekzema

(Harrianto, 2008).

Dermatitis kontak adalah kondisi peradangan pada kulit yang

disebabkan oleh faktor eksternal, substansi-substansi partikel yang

berinteraksi dengan kulit (Occupational Contact Dermatitis in Australia,

2006). Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak

iritan dan dermatitis kontak alergik; keduanya dapat bersifat akut maupun

kronis (Djuanda, 2003). Dermatitis kontak alergik pada lingkungan kerja

terjadi lebih sedikit dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan karena

hanya mengenai orang yang kulitnya hipersensitif (Sumantri dkk, 2008).

Page 19: Niswah Afifah-fkik.pdf

2

Dermatitis kontak iritan terjadi pada 80% dari seluruh penderita dermatitis

kontak sedangkan dermatitis kontak alergik hanya sekitar 10-20% (Keefner,

2004).

Dermatitis kontak merupakan penyakit akibat kerja yang paling

sering ditemukan, kira-kira 40% dari seluruh penyakit akibat kerja adalah

penyakit kulit dermatitis kontak (W.J. Cunliffe dalam Harianto, 2008).

Gangguan kesehatan berupa dermatitis kontak akibat kerja akan mengurangi

kenyamanan dalam melakukan tugas dan akhirnya akan mempengaruhi

proses produksi, secara makro akan mengganggu proses pembangunan secara

keseluruhan. Menurut Fregert (1988), beberapa pekerjaan yang mempunyai

risiko terjadi dermatitis kontak adalah petani, industri mebel dan petukangan

kayu, pekerja bangunan, tukang las dan cat, salon dan potong rambut, tukang

cuci, serta industri tekstil. Kemudian referensi lain mengemukakan bahwa

pekerjaan dengan risiko besar untuk terpapar bahan iritan yaitu pemborong,

pekerja industri mebel, pekerja rumah sakit (perawat, cleaning services,

tukang masak), penata rambut, pekerja industri kimia, pekerja logam,

penanam bunga, dan pekerja di gedung (Perdoski, 2009).

Penyakit dermatitis kontak akibat kerja telah menjadi salah satu dari

sepuluh besar penyakit akibat kerja (PAK) berdasarkan potensial insidens,

keparahan dan kemampuan untuk dilakukan pencegahan sejak tahun 1982

(NIOSH, 1996 dalam Utomo, 2007). Di Amerika Serikat 90% klaim

kesehatan yang diakibatkan oleh kelainan kulit pekerja diakibatkan oleh

dermatitis kontak (Sumantri dkk, 2008) sama halnya dengan pernyataan

Page 20: Niswah Afifah-fkik.pdf

3

bahwa di negara maju, dermatitis kontak ditemukan lebih dari 90% dari

seluruh kasus penyakit kulit akibat kerja (Harrianto, 2008). Biro Statistik

Amerika Serikat (1988) menyatakan bahwa penyakit kulit menduduki sekitar

24% dari seluruh penyakit akibat kerja yang dilaporkan (Lestari dkk, 2007).

Sedangkan di Jerman, angka insiden dermatitis kontak iritan adalah 4,5 setiap

10.000 pekerja, dimana insiden tertinggi ditemukan pada penata rambut (46,9

kasus per 10.000 pekerja setiap tahunnya), tukang roti dan tukang masak

(Hogan, 2009). Bedasarkan penelitian yang dilakukan oleh S.Lan dkk,

ditemukan bahwa 3.8% pekerja dari 479 pekerja industri meubel di

Singapura mengalami penyakit dermatitis kontak.

Data dari balai hiperkes yang sejak tahun 2005 menjadi pusat

keselamatan kerja dan hiperkes, menunjukkan hampir 90% penyakit kulit

akibat kerja adalah dermatitis kontak akibat kerja (Utomo, 2007). Pada sub

bagian alergi imunologi bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin RSUPN

Cipto Mangunkusumo Jakarta, insidens dermatitis kontak akibat kerja pada

tahun 1996 adalah 50 kasus/tahun atau 11.9% dari seluruh dermatitis kontak

(Effendi, 1997). Utama Wijaya (1972) menemukan 23,75% dari pekerja

pengelolaan minyak di Sumatera Selatan menderita dermatitis akibat kerja,

sementara Raharjo (1982) hanya menemukan 1,82% (Siregar, 1996). Lestari

dkk (2007) menemukan melalui penelitiannya bahwa 48.8% (39 orang)

pekerja body pressing dan chasis mobil mengalami kejadian dermatitis

kontak. Kemudian berdasarkan penelitian Nuraga dkk (2008), sebanyak 74%

Page 21: Niswah Afifah-fkik.pdf

4

(40 orang) pekerja industri otomotif yang menggunakan bahan kimia

mengalami dermatitis.

Penelitian yang dilakukan pada pekerja penebang kayu di Palembang,

30% pekerja mengalami dermatitis kontak dan 11,8% pekerja perusahaan

kayu lapis di Palembang menderita dermatitis kontak (Siregar, 1996).

Laporan dari poliklinik perusahaan pembuatan triplek (plywood) di

Kalimantan, menemukan 10% pekerjanya mengalami penyakit kulit akibat

kerja. Sedangkan hasil penelitian Astono & Sudardja (2002) yang dilakukan

pada pekerja industri plywood di Kalimantan Selatan, menemukan bahwa

35% (696 orang) dari 2000 sampel mengalami penyakit kulit, dan 21,3%

(148 orang) diantaranya mengalami dermatitis kontak. Kejadian dermatitis

kontak didukung oleh berbagai faktor-faktor yang mempengaruhinya

(Ruhdiyat, 2006)

Menurut Larry.L.Hipp (1985), faktor-faktor penyebab dermatitis

kontak yaitu bahan-bahan kimia, usia, jenis kelamin, ras, tekstur kulit

(ketebalan), musim, personal hygiene, alergi, penyakit kulit yang pernah ada

sebelumnya. Sedangkan menurut Rietschel (1985) adalah bahan beracun,

pigmentasi, ketebalan kulit, usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, keringat,

personal hygiene, musim, dan riwayat atopi. Dalam Djuanda dan Sularsito

(2002) menjelaskan bahwa faktor penyebab dermatitis kontak adalah lama

kontak, frekuensi kontak, usia, jenis kelamin, tekstur kulit, ras, penyakit kulit

yang pernah ada sebelumnya, lingkungan (suhu & kelembaban), dan

personal hygiene. Bahan kimia merupakan faktor langsung yang

Page 22: Niswah Afifah-fkik.pdf

5

mempengaruhi dermatitis kontak (Hipp, 1985;Rietschel, 1985). Dermatitis

kontak umumnya terjadi pada pekerja yang kontak dengan bahan kimia iritan

ataupun allergen pada berbagai bidang pekerjaan.

Pekerja meubel kayu adalah pekerja yang menggunakan berbagai

jenis kayu sebagai bahan baku/utama dalam proses produksinya serta

menerapkan cara kerja yang bersifat tradisional (Depkes, 2002). Kayu yang

merupakan bagian dari struktur tumbuh-tumbuhan tersusun dari zat organik,

sehingga debu kayu dapat digolongkan ke dalam debu organik. Disamping

itu, beberapa golongan kayu yang digunakan dalam pembuatan meubel,

mengandung substansi kimia yang dapat memberikan efek alergi dan toksik

pada manusia seperti kayu johar, kayu ebony, kayu rengas, kayu kasasi,

sehingga debu dan getah kayu tersebut dapat menimbulkan dermatitis,

konjungtivitis, asma rinitis dan lain-lain (Purnomo, 2007 dalam Yunus,

2010). Kayu digunakan dalam pembuatan meubel melalui berbagai tahapan

proses sehingga menjadi meubel yang layak.

Pada dasarnya, proses pembuatan meubel dari kayu melalui lima

proses utama yaitu proses penggergajian kayu, penyiapan bahan baku, proses

penyiapan komponen, proses perakitan dan pembentukan (bending), dan

proses penyelesaian akhir (Yunus, 2010). Dalam melaksanakan proses

penyelesaian akhir meubel yang terdiri dari (1) pengamplasan / penghalusan

permukaan meubel, (2) pendempulan lubang dan sambungan dengan dempul,

(3) pemutihan meubel dengan H2O

2, (4) pemlituran atau “sanding sealer”,

Page 23: Niswah Afifah-fkik.pdf

6

(5) pengecatan dengan “wood stain” atau bahan pewarna yang lain, dan (6)

pengkilapan dengan menggunakan melamic clear (Depkes, 2002), pekerja

menggunakan berbagai jenis bahan kimia yang dapat menimbulkan

dermatitis kontak pada pekerja. Hal tersebut diperkuat dengan pelaksanaan

studi pendahuluan terlebih dahulu.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 15 pekerja

proses finishing meubel kayu di Kecamatan Ciputat Timur, ditemukan bahwa

9 orang (60%) pekerja meubel kayu yang melakukan keseluruhan proses

finishing atau penyelesaian akhir mengalami dermatitis kontak. Dengan ciri

spesifik sebagai berikut, 9 orang (60%) mengalami gatal-gatal, 5 orang

(33.3%) kemerahan, 3 orang (20%) ditemukan adanya tonjolan isi air yang

gatal, 4 orang (27%) perih, 3 orang (20%) kulit tangan mengelupas dan

33.3% (5 orang) ditemukan adanya bentol/tonjolan padat yang gatal. Hasil

studi pendahuluan diperoleh dari wawancara yang diperkuat dengan

pemeriksaan oleh dokter. Berdasarkan observasi lapangan di ketahui bahwa

15 orang (100%) pekerja proses finishing meubel kayu tidak menggunakan

alat pelindung diri yang berupa sarung tangan saat melakukan pekerjaannnya.

Penelitian dilakukan di tempat pembuatan meubel kayu karena pada

proses finishing meubel kayu digunakan bahan-bahan kimia yang dapat

menimbulkan bahaya dermatitis kontak pada pekerja. Sedangkan pemilihan

wilayah penelitian di Ciputat Timur dikarenakan Ciputat Timur merupakan

salah satu pusat penjualan dan importir meubel antik yang berbahan kayu

yang dimulai sejak tahun 1974 (Lesmana & Anggoro, 2010). Ciputat Timur

Page 24: Niswah Afifah-fkik.pdf

7

merupakan kawasan yang lebih dulu terkenal sebagai pusat meubel kayu

dibandingkan dengan 3 wilayah lain di Jakarta yakni Kemang, Klender, dan

Pondok Pinang (Aljihad, 2012). Kemudian hasil penelitian ini akan

digunakan sebagai data based pelaksanaan program intervensi di wilayah

sekitar Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta dimana diketahui

bahwa Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah terletak di wilayah

kecamatan Ciputat Timur.

Berdasarkan latar belakang yang diperkuat dengan hasil studi

pendahuluan mengenai dermatitis kontak pada pekerja proses finishing

meubel kayu, perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan

dengan kejadian dermatitis kontak yang dialami para pekerja proses finishing

meubel kayu. Untuk mengetahui hal tersebut perlu dilakukannya penelitian.

Sehingga peneliti bermaksud meneliti mengenai faktor-faktor yang

berhubungan dengan dermatitis kontak pada pekerja proses finishing meubel

kayu di wilayah Kecamatan Ciputat Timur. Dengan adanya penelitian ini,

diharapkan dapat dilakukan tindakan preventif untuk mencegah kejadian

dermatitis kontak pada pekerja industri meubel kayu.

B. Rumusan Masalah

Dalam melaksanakan proses produksi tahap finishing/penyelesaian

akhir, pekerja proses finishing meubel kayu terpapar berbagai macam bahan

kimia yang digunakan yang berpotensi menimbulkan gangguan kulit yaitu

dermatitis kontak. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada

15 pekerja proses finishing meubel kayu di Kecamatan Ciputat Timur

Page 25: Niswah Afifah-fkik.pdf

8

ditemukan bahwa 9 pekerja (60%) proses finishing meubel kayu yang

melakukan keseluruhan proses finishing/penyelesaian akhir mengalami

dermatitis kontak. Berdasarkan observasi lapangan di ketahui bahwa 100%

(15 orang) pekerja proses finishing meubel kayu tidak menggunakan APD

(sarung tangan) saat melakukan pekerjaannnya. Sehingga perlu adanya

penelitian untuk mengetahui apa sajakah faktor-faktor yang berhubungan

dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja proses finishing meubel

kayu.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran dermatitis kontak pada pekerja proses finishing

meubel kayu di Ciputat Timur Tahun 2012?

2. Bagaimana gambaran (lama kontak, frekuensi kontak, usia, masa kerja,

riwayat alergi, riwayat atopi, riwayat penyakit kulit sebelumnya dan

personal hygiene) pada pekerja proses finishing meubel kayu di Ciputat

Timur Tahun 2012?

3. Apakah ada hubungan antara lama kontak dengan kejadian dermatitis

kontak pada pekerja proses finishing meubel kayu di Ciputat Timur

Tahun 2012?

4. Apakah ada hubungan antara frekuensi kontak dengan kejadian dermatitis

kontak pada pekerja proses finishing meubel kayu di Ciputat Timur

Tahun 2012?

5. Apakah ada hubungan antara usia dengan kejadian dermatitis kontak pada

pekerja proses finishing meubel kayu di Ciputat Timur Tahun 2012?

Page 26: Niswah Afifah-fkik.pdf

9

6. Apakah ada hubungan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis

kontak pada pekerja proses finishing meubel kayu di Ciputat Timur

Tahun 2012?

7. Apakah ada hubungan antara riwayat alergi dengan kejadian dermatitis

kontak pada pekerja proses finishing meubel kayu di Ciputat Timur

Tahun 2012?

8. Apakah ada hubungan antara riwayat atopi dengan kejadian dermatitis

kontak pada pekerja proses finishing meubel kayu di Ciputat Timur

Tahun 2012?

9. Apakah ada hubungan antara riwayat penyakit kulit yang ada sebelumnya

dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja proses finishing meubel

kayu di Ciputat Timur Tahun 2012?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

dermatitis kontak pada pekerja proses finishing meubel kayu di Ciputat

Timur Tahun 2012.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran dermatitis kontak pada pekerja proses

finishing meubel kayu di Ciputat Timur Tahun 2012.

b. Diketahuianya gambaran (lama kontak, frekuensi kontak, usia, masa

kerja, riwayat alergi, riwayat atopi, riwayat penyakit kulit sebelumnya

Page 27: Niswah Afifah-fkik.pdf

10

dan personal hygiene) pekerja proses finishing meubel kayu di

Ciputat Timur Tahun 2012.

c. Diketahuinya hubungan antara lama kontak dengan kejadian

dermatitis kontak pada pekerja proses finishing meubel kayu di

Ciputat Timur Tahun 2012.

d. Diketahuinya hubungan antara frekuensi kontak dengan kejadian

dermatitis kontak pada pekerja proses finishing meubel kayu di

Ciputat Timur Tahun 2012.

e. Diketahuinya hubungan antara usia dengan kejadian dermatitis kontak

pada pekerja proses finishing meubel kayu di Ciputat Timur Tahun

2012.

f. Diketahuinya hubungan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis

kontak pada pekerja proses finishing meubel kayu di Ciputat Timur

Tahun 2012.

g. Diketahuinya hubungan antara riwayat alergi dengan kejadian

dermatitis kontak pada pekerja proses finishing meubel kayu di

Ciputat Timur Tahun 2012.

h. Diketahuinya hubungan antara riwayat atopi dengan kejadian

dermatitis kontak pada pekerja proses finishing meubel kayu di

Ciputat Timur Tahun 2012.

i. Diketahuinya hubungan antara riwayat penyakit kulit yang ada

sebelumnya dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja proses

finishing meubel kayu di Ciputat Timur Tahun 2012.

Page 28: Niswah Afifah-fkik.pdf

11

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Pengelola Meubel Kayu

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

pemahaman pengelola meubel kayu mengenai penyakit kulit akibat kerja

dermatitis kontak yang dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu, sehingga

pengelola dan pekerja dapat melakukan tindakan preventif untuk

mencegah terjadinya penyakit kulit akibat kerja yaitu dermatitis kontak.

2. Manfaat Bagi Peneliti

Sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan oleh

peneliti dan peneliti lain mengenai dermatitis kontak serta sebagai sarana

dalam mengaplikasikan teori yang telah dipelajari semasa kuliah

khusunya mengenai penyakit kulit akibat kerja dermatitis kontak.

Penelitian ini juga bermanfaat sebagai data based pelaksanaan program

intervensi dermatitis kontak pada pekerja.

F. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Spetember 2012.

Lokasi penelitian ini adalah tempat pembuatan meubel kayu yang ada di

wilayah kecamatan Ciputat Timur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak pada

pekerja proses finishing meubel kayu di Ciputat Timur Tahun 2012.

Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain cross sectional. Sampel

penelitian ini adalah 82 pekerja proses finishing meubel kayu diwilayah

Ciputat Timur Tahun 2012. Hal tersebut dilakukan karena berdasarkan hasil

Page 29: Niswah Afifah-fkik.pdf

12

studi pendahuluan yang dilakukan pada 15 pekerja proses finishing meubel

kayu, ditemukan adanya kejadian dermatitis kontak pada 9 pekerja (60%).

Data yang digunakan adalah data primer yang didapat dari kuesioner, daily

activity recall, pemeriksaan oleh dokter, dan observasi.

Page 30: Niswah Afifah-fkik.pdf

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum Industri Meubel Kayu

1. Pengertian Meubel Kayu

Meubel kayu adalah istilah yang digunakan untuk perabot rumah

tangga yang berfungsi sebagai tempat penyimpan barang, tempat duduk,

tempat tidur, tempat mengerjakan sesuatu dalam bentuk meja atau tempat

menaruh barang di permukaannya, misalnya meubel kayu sebagai tempat

penyimpan biasanya dilengkapi dengan pintu, laci dan rak, contoh lemari

pakaian, lemari buku dan lain-lain. Meubel kayu dapat terbuat dari kayu,

bambu, logam, plastik dan lain sebagainya. Meubel kayu sebagai produk

artistik biasanya terbuat dari kayu pilihan dengan warna dan tekstur indah

yang dikerjakan dengan penyelesaian akhir yang halus. Menurut Depkes RI

(2002), industri meubel kayu adalah pekerja sektor informal yang

menggunakan berbagai jenis kayu sebagai bahan baku/utama dalam proses

produksinya serta menerapkan cara kerja yang bersifat tradisional.

2. Proses Produksi Meubel Kayu

Pada dasarnya, pembuatan meubel dari kayu melalui lima proses

utama yaitu proses penggergajian kayu, penyiapan bahan baku, proses

penyiapan komponen, proses perakitan dan pembentukan (bending), dan

proses akhir (Depkes RI, 2002).

Page 31: Niswah Afifah-fkik.pdf

14

a. Penggergajian Kayu

Bahan baku kayu tersedia dalam bentuk kayu gelondongan sehingga

masih perlu mengalami penggergajian agar ukurannya menjadi lebih

kecil seperti balok atau papan. Pada umumnya, penggergajian ini

menggunakan gergaji secara mekanis atau manual dan juga menimbulkan

bising.

b. Penyiapan Bahan Baku

Proses ini dilakukan dengan menggunakan gergaji baik dalam bentuk

manual maupun mekanis, kampak, parang, dan lain-lain. Proses ini juga

menghasilkan debu terutama ukuran yang besar karena menggunakan

mata gergaji atau alat yang lainnya yang relatif kasar serta suara bising.

c. Penyiapan Komponen

Kayu yang sudah dipotong menjadi ukuran dasar bagian meubel,

kemudian dibentuk menjadi komponen-komponen meubel sesuai yang

diinginkan dengan cara memotong, meraut, mengamplas, melobang, dan

mengukir, sehingga jika dirakit akan membentuk meubel yang indah dan

menarik.

d. Perakitan dan Pembentukan

Komponen meubel yang sudah jadi, dipasang dan dihubungkan satu sama

lain hingga menjadi meubel. Pemasangan ini dilakukan dengan

menggunakan baut, sekrup, lem, paku ataupun pasak kayu yang kecil dan

lain-lain untuk merekatkan hubungan antara komponen.

Page 32: Niswah Afifah-fkik.pdf

15

e. Finishing/Penyelesaian Akhir

Kegiatan yang dilakukan pada penyelesaian akhir ini meliputi: (1)

Pengamplasan / penghalusan permukaan meubel, (2) pendempulan

lubang dan sambungan, (3) pemutihan meubel dengan H2O

2, (4)

pemlituran atau “sanding sealer”, (5) pengecatan dengan “wood stain”

atau bahan pewarna yang lain, dan (6) pengkilapan dengan menggunakan

melamic clear. Pada bagian ini menimbulkan debu kayu dan bahan kimia

serta pewarna yang tersedia di udara, seperti H2O

2, sanding sealer,

melamic clear, dan wood stain yang banyak menguap dan beterbangan di

udara, terutama pada penyemprotan yang menggunakan sprayer.

f. Pengepakan

Proses pengepakan sebenarnya bukan lagi bagian pembuatan meubel

karena sebelum masuk proses ini meubel telah selesai. Tahap ini

merupakan langkah penyiapan meubel untuk dipasarkan dan hanya

ditemukan terutama pada industri meubel sektor formal.

B. Dermatitis Kontak

1. Definisi

Dermatitis kontak adalah reaksi peradangan yang terjadi pada kulit

akibat terpajan dengan substansi dari luar tubuh, baik oleh substansi iritan

maupun substansi allergen (National Occupational Health and Safety

Commision, 2006). Dermatitis merupakan penyakit kulit yang sering

dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, baik di masyarakat umum, terlebih

Page 33: Niswah Afifah-fkik.pdf

16

lagi pada masyarakat industri. Dalam era industrialisasi saat ini, terdapat

kecendrungan untuk semakin banyak menggunakan bahan-bahan industri,

yang merupakan substansi allergen dan iritan, sehingga menyebabkan

kenaikan prevalensi dermatitis kontak. Di negara maju, penyakit kulit ini

ditemukan lebih dari 90% dari seluruh kasus penyakit kulit akibat kerja

(Harrianto, 2008).

Menurut Djuanda (1987), Dermatitis kontak ialah dermatitis karena

kontaktan eksternal yang menimbulkan fenomen sensitisasi atau toksik.

Sedangkan menurut John, SC (1998) dalam Occupational Dermatology,

dermatitis kontak akibat kerja didefinisikan sebagai penyakit kulit dimana

pajanan di tempat kerja merupakan faktor penyebab yang utama serta faktor

kontributor. Menurut Permana (2010), tangan merupakan lokasi tersering

terkena dermatitis. Lebih dari sepertiga penyakit kulit akibat kerja berlokasi

ditangan (Wilde dkk, 2008).

2. Jenis Dermatitis Kontak

Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak

iritan dan dermatitis kontak alergik; keduanya dapat bersifat akut maupun

kronis (Djuanda, 2003).

a. Dermatitis kontak akibat iritasi

Deramtitis kontak akibat iritasi merupakan peradangan kulit

akibat kontak dengan bahan yang menyebabkan iritasi. Dermatitis jenis

ini merupakan hasil reaksi non-imunologis. Dermatitis kontak yang

Page 34: Niswah Afifah-fkik.pdf

17

disebabkan oleh substansi iritan yang kuat seperti asam dan basa

konsentrasi tinggi dapat menyebabkan derma kontak iritan akut, tetapi

bila disebabkan oleh substansi iritan yang lemah seperti deterjen dan air,

menifestasinya sebagai dermatitis kontak irtasi kronik.

Dermatitis kontak akibat iritasi merupakan jenis yang paling

umum dijumpai di antara penyakit kulit akibat kerja lainnya, meliputi

kira-kira dua pertiga kasus penyakit kulit akibat kerja. Penyakit ini lebih

sering terjadi di industri yang berkaitan dengan pekerjaan yang basah

(berkaitan dengan air) seperti catering, penyepuhan elektrik, dan industri

yang banyak menggunakan bahan deterjen (Harrianto, 2008).

b. Dermatitis kontak alergi

Dermatitis kontak alergi adalah suatu proses peradangan kulit

akibat kontak dengan substansi eksternal, tetapi berbeda dengan

dermatitis kontak akibat iritasi, kelainan kulit ini disebabkan oleh suatu

proses imunologis. Tidak seperti dermatitis kontak akibat iritasi kelainan

kulit ini tidak menyebabkan kerusakan langsung pada lapisan korneum

kulit. Sebelum individu menjadi sensitive pada suatu allergen, ia harus

mengalami beberapa kali kontak dengan substansi allergen tesebut

terlebih dahulu. Dengan demikian reaksi alergi biasannya baru timbul

setelah berulang kali kontak dengan allergen tersebut. Gejala dermatitis

biasanya timbul setelah 36 jam – 48 jam kontak dengan allergen.

Page 35: Niswah Afifah-fkik.pdf

18

Manifestasinya mungkin akut, subakut, atau kronik tergantung sensitvitas

individu (Harrianto, 2008).

3. Etiologi

Banyak agen yang dapat menyebabkan dermatitis kontak. Beberapa

contohnya yaitu, sekret serangga, lipas, dan sebagainya serta getah tumbuh-

tumbuhan dapat menimbulkan dermatitis venenata, yang berbentuk linier.

Bahan kimia terdapat dalam banyak bahan. Soda dalam sabun, zat-zat

detergen (misalnya lisol), desinfektan dan zat warna (untuk pakaian, sepatu)

dapat mengakibatkan dermatitis. Dermatitis akibat kerja, misalnya di

perusahaan batik, percetakan, pompa bensin, bengkel, studio poto, salon

kecantikan, pabrik karet, pabrik plastik, dan sebagainya. Pada dermatitis

akibat kerja seringkali nampak pula fisura, skuama, dan paronikia sebagai

akibat iritasi kronik (Djuanda, 1987).

a. Dermatitis Kontak Iritan

Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan adalah bahan yang

bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam

alkali, serbuk kayu, bahan abrasif, enzim, minyak, larutan garam

konsentrat, plastik berat molekul rendah atau bahan kimia higroskopik.

Kelainan kulit yang muncul bergantung pada beberapa faktor, meliputi

faktor dari iritan itu sendiri, faktor lingkungan dan faktor individu

penderita (Strait, 2001; Djuanda, 2003).

Page 36: Niswah Afifah-fkik.pdf

19

Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada

setiap orang jika terpapar pada kulit dalam konsentrasi yang cukup, pada

waktu yang sufisien dengan frekuensi yang sufisien. Pada orang dewasa,

DKI sering terjadi akibat paparan terhadap bahan yang bersifat iritan,

misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan

serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran

molekul, daya larut, konsentrasi, vehikulum, serta suhu bahan iritan

tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu

lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang), adanya oklusi

menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian pula gesekan dan trauma

fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga berperan (Fregert, 1998).

b. Dermatitis Kontak Alergik

Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering

berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang

juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi

oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di

kulit (Djuanda, 2003).

Kulit dapat mengalami suatu dermatitis alergik bila terpapar oleh

bahan-bahan tertentu, misalnya alergen, yang diperlukan untuk timbulnya

suatu reaksi alergi. Hapten merupakan alergen yang tidak lengkap

(antigen), contohnya formaldehid, ion nikel dll. Hampir seluruh hapten

memiliki berat molekul rendah, kurang dari 500-1000 Da (dalton).

Page 37: Niswah Afifah-fkik.pdf

20

Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen,

derajat pajanan dan luasnya penetrasi di kulit.

Dupuis dan Benezra membagi jenis-jenis hapten berdasarkan

fungsinya yaitu:

1) Asam, misalnya asam maleat.

2) Aldehida, misalnya formaldehida.

3) Amin, misalnya etilendiamin, para-etilendiamin.

4) Diazo, misalnya bismark-coklat, kongo- merah.

5) Ester, misalnya Benzokain

6) Eter, misalnya benzil eter

7) Epoksida, misalnya epoksi resin

8) Halogenasi, misalnya DNCB, pikril klorida.

9) Quinon, misalnya primin, hidroquinon.

10) Logam, misalnya Ni2+, Co2+,Cr2+, Hg2+.

11) Komponen tak-larut, misalnya terpentin

4. Gejala Klinis

Penjelasan mengenai gejala klinis dermatitis kontak iritan dan

dermatitis kontak alergik akan mengacu kepada referensi menurut Djuanda

dan Sularsito (2002).

Page 38: Niswah Afifah-fkik.pdf

21

a. Dermatitis Kontak Iritan

1) Dermatitis kontak iritan akut

Penyebabnya iritan kuat, biasanya karena kecelakaan. Kulit

terasa pedih atau panas, eritema, vesikel, atau bula. Luas kelainan

umumnya sebatas daerah yang terkena, berbatas tegas. Pada

umumnya, kelainan kulit muncul segera, tetapi ada sejumlah bahan

kimia yang menimbulkan reaksi akut lambat, misalnya podofilin,

antralin, asam fluorohidrogenat, sehingga dermatitis kontak iritan

akut lambat. Kelainan kulit baru terlihat setelah 12-24 jam atau lebih.

Contohnya adalah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga

yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata); penderita baru

merasa pedih pada esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan

sorenya sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.

2) Dermatitis kontak iritan kronis

Nama lain ialah dermatitis iritan kumulatif, disebabkan oleh

kontak iritan lemah yang berulang-ulang (oleh faktor fisik, misalnya

gesekan, trauma, mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin; juga

bahan, contohnya detergen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air).

Dermatitis kontak iritan kronis mungkin terjadi oleh karena kerja

sama berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup

kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan

faktor lain baru mampu. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari,

Page 39: Niswah Afifah-fkik.pdf

22

berminggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian.

Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting.

Dermatitis iritan kumulatif ini merupakan dermatitis kontak

iritan yang paling sering ditemukan. Gejala klasik berupa kulit kering,

eritema, skuama, lambat laun kulit tebal (hiperkeratosis) dan

likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung

akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit

tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus menerus dengan

deterjen. Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama

tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan

dirasakan mengganggu, baru mendapat perhatian. Banyak pekerjaan

yang berisiko tinggi yang memungkinkan terjadinya dermatitis kontak

iritan kumulatif, misalnya: mencuci, memasak, membersihkan lantai,

kerja bangunan, kerja di bengkel, dan berkebun.

b. Dermatitis Kontak Alergik

Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit

bergantung pada keparahan dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan

bercak eritema berbatas jelas, kemudian diikuti edema, papulovesikel,

vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan

eksudasi (basah). Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama,

papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan

Page 40: Niswah Afifah-fkik.pdf

23

ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis; mungkin

penyebabnya juga campuran (Djuanda, 2003).

Sifat alergen dapat menentukan gambaran klinisnya. Bahan kimia

karet tertentu (phenyl-isopropyl-p-phenylenediamine) bisa menyebabkan

dermatitis purpura, dan derivatnya dapat megakibatkan dermatitis

granulomatosa. Dermatitis pigmentosa dapat disebabkan oleh parfum dan

kosmetik (Fregert, 1998).

Gejala klinis dermatitis kontak alergik yang dijelaskan pada tiap

fase (Sularsito & Subaryo, 1994 dalam Trihapsoro, 2003) :

1) Fase akut.

Kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam pada tempat terjadinya

kontak dengan bahan penyebab. Derajat kelainan kulit yang timbul

bervariasi ada yang ringan ada pula yang berat. Pada yang ringan

mungkin hanya berupa eritema dan edema, sedang pada yang berat

selain eritema dan edema yang lebih hebat disertai pula vesikel atau

bula yang bila pecah akan terjadi erosi dan eksudasi. Lesi cenderung

menyebar dan batasnya kurang jelas. Keluhan subyektif berupa gatal.

2) Fase Sub Akut

Jika tidak diberi pengobatan dan kontak dengan alergen sudah tidak

ada maka proses akut akan menjadi subakut atau kronis. Pada fase ini

akan terlihat eritema, edema ringan, vesikula, krusta dan

pembentukan papul-papul.

Page 41: Niswah Afifah-fkik.pdf

24

3) Fase Kronis

Dermatitis jenis ini dapat primer atau merupakan kelanjutan dari fase

akut yang hilang timbul karena kontak yang berulang-ulang. Lesi

cenderung simetris, batasnya kabur, kelainan kulit berupa likenifikasi,

papula, skuama, terlihat pula bekas garukan berupa erosi atau

ekskoriasi, krusta serta eritema ringan. Walaupun bahan yang

dicurigai telah dapat dihindari, bentuk kronis ini sulit sembuh spontan

oleh karena umumnya terjadi kontak dengan bahan lain yang tidak

dikenal.

5. Patofisiologi

a. Anatomi Kulit

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan

membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa

1.5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan. Kulit merupakan organ

yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan.

Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan

iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh

(Wasitaatmadja, 1987).

Page 42: Niswah Afifah-fkik.pdf

25

Gambar 2.1 Anatomi Kulit Sumber : http://www.pustakasekolah.com/struktur-dan-anatomi-kulit.html

Kulit merupakan indera peraba. Kulit adalah alat indera kita yang

mampu menerima rangsangan temperatur suhu, sentuhan, rasa sakit,

tekanan, tekstur, dan lain sebagainya. Pada kulit terdapat reseptor yang

merupakan percabangan dendrit dari neuron sensorik yang banyak

terdapat di sekitar ujung jari, ujung lidah, dahi, dll (Yusri, 2011). Kulit

secara garis besar tersusun atas 3 lapisan utama yaitu lapisan epidermis

atau kutikel, lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin), dan lapisan

subkutis (hipodermis) dengan penjelasan sebagai berikut (Wasitaatmadja,

1987). :

1) Lapisan Epidermis

Lapisan epidermis terdiri atas : stratum korneum, stratum lusidum,

stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale.

Page 43: Niswah Afifah-fkik.pdf

26

a) Stratum Korneum

Lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapis sel-

sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah

berupa menjadi keratin (zat tanduk).

b) Stratum Lusidum

Terdapat langsung dibawah lapisan stratum korneum, merupakan

lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang

berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut

tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki.

c) Stratum Granulosum

Merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma

berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya. Butir-butir kasar ini

terdiri atas keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai

lapisan ini. Stratum granulosum juga tampak jelas di telapak

tangan dan kaki.

d) Stratum Spinosum

Disebut pula pricle cell layer terdiri atas beberapa lapis sel yang

berbentuk polygonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya

proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena mengandung

banyak glikogen, dan inti terletak di tengah-tengah. Sel-sel ini

makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Diantara

sel-sel stratum spinosum terdapat jembatan-jembatan antar sel

Page 44: Niswah Afifah-fkik.pdf

27

yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin.

Perlekatan antar jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil

yang disebut nodulus bizzozero. Diantara sel-sel spinosum

terdapat pula sel langerhans. Sel-sel stratum spinosum

mengandung banyak glikogen.

e) Stratum Basale

Stratum basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar)

yang tersusun vertikel pada perbatasan dermo-epidermal berbaris

seperti pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis

yang paling bawah. Sel-sel basal ini mengadakan mitosis dan

berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu :

(1) Sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma

basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan

yang lain oleh jembatan antar sel.

(2) Sel pembentuk melanin atau clear cell merupakan sel-sel

berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap,

dan mengandung butir pigmen (melanosomes).

2) Lapisan Dermis

Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh

lebih tebal daripada epidermis yang jauh lebih tebak daripada

epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat

Page 45: Niswah Afifah-fkik.pdf

28

dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar

dibagi menjadi dua bagian yakni :

a) Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi

ujung serabut saraf dan pembuluh darah.

b) Pars retikulare, yaitu bagian di bawahnya yang menonjol kea rah

subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang

misalnya serabut kolagen, elastin, dan retikulin. Dasar lapisan ini

terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat, di

bagian ini terdapat pula fibroblast, membentuk ikatan yang

mengandung hidroksiprolin dan hidroksilisin. Kolagen muda

bersifat lentur dengan bertambah umur menjadi kurang larut

sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda. Serabut

elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf dan mudah

mengembang serta lebih elastis.

3) Lapisan Subkutis

Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis, terdiri atas

jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak

merupakan sel bulat, besar, denga inti terdesak ke pinggir sitoplasma

lemak yang bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang

dipisahkan satu denga yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan

sel-sel lemak disebut panikulus adipose, berfungsi sebagai cadangan

makanan. Dilapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh

Page 46: Niswah Afifah-fkik.pdf

29

darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama

tergantung pada lokasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3

cm, di daerah kelopak mata dan penis sangat sedikit. Lapisan lemak

ini juga merupakan bantalan.

b. Mekanisme terjadinya dermatitis kontak

1) Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitis kontak iritan timbul setelah pemaparan tunggal

atau pemaparan berulang pada agen yang sama. Beberapa mekanisme

dapat menjadi penyebab terjadinya dermatitis kontak iritan. Pertama,

bahan kimia mungkin merusak sel dermal secara langsung dengan

absorpsi langsung melewati membrane sel kemudian merusak sistem

sel.

Mekanisme kedua, setelah adanya sel yang mengalami

kerusakan maka akan merangsang pelepasan mediator inflamasi ke

daerah tersebut oleh sel T maupun sel mast secara non-spesifik.

Misalnya, setelah kulit terpapar asam sulfat maka asam sulfat akan

menembus ke dalam sel kulit kemudian mengakibatkan kerusakan sel

sehingga memacu pelepasan asam arakidonat dari fosfolipid dengan

bantuan fosfolipase. Asam arakidonat kemudian dirubah oleh

siklooksigenase (menghasilkan prostaglandin, tromboksan) dan

lipoosigenase (menghasilkan leukotrien). Prostaglandin dapat

menyebabkan dilatasi pembuluh darah (sehingga terlihat kemerahan)

Page 47: Niswah Afifah-fkik.pdf

30

dan mempengaruhi saraf (sehingga terasa sakit); leukotrien

meningkatkan permeabilitas vaskuler di daerah tersebut (sehingga

meningkatkan jumlah air dan terlihat bengkak) serta berefek

kemotaktik kuat terhadap eosinofil, netrofil, dan makrofag. Mediator

pada inflamasi akut adalah histamine, serotonin, prostaglandin,

leukotrien, sedangkan pada inflamasi kronis adalah IL1, IL2, IL3,

TNFα2. Reaksi ini bukanlah akibat imun spesifik dan tidak

membutuhkan pemaparan sebelumnya agar iritan menampakan

reaksi.

Beberapa faktor mungkin mempengaruhi tingkatan respon

kulit. Adanya penyakit kulit sebelumnya dapat menghasilkan

dermatitis yang parah akibat membiarkan iritan dengan mudah

memasuki dermis. Jumlah dan konsentrasi paparan bahan kimia juga

penting. Iritan kimia kuat, asam dan basa tampaknya menghasilkan

keparahan yang reaksi inflamasi yang sedang dan parah. Iritan yang

lebih ringan, seperti detergen, sabun, pelarut mungkin membutuhkan

pemaparan yang banyak untuk mengakibatkan dermatitis. Selain itu,

faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban atau perekaan basah

dapat berpengaruh (Crowe, M.A & James W.D, 2001, dalam

Sumantri, dkk, 2008).

Page 48: Niswah Afifah-fkik.pdf

31

2) Dermatitis Kontak Alergik

Dermatitis Kontak Alergi merupakan reaksi inflamasi pada

dermal akibat paparan allergen yang mampu mengaktifasi sel T, yang

kemudian migrasi menuju tempat pemaparan. Tempat pemaparan

biasanya daerah tubuh yang kurang terlindungi, namun allergen

uroshiol yang terbawa dalam partikulat asap rokok mampu

mempengaruhi tempat-tempat yang secara umum terlindungi. Selain

itu, urosiol dapat aktif lama hingga 100 tahun, Penampakan dermatitis

kontak alergik biasanya tidak langsung terlihat pada daerah tersebut

sesaat setelah pemaparan karena allergen melibatkan reaksi

imunologis yang membutuhkan beberapa tahap dan waktu.

Berikut adalah mekanisme reaksi imunologis tersebut,

pertama pemaparan awal alergen tersebut akan mensensitisasi sistem

imun. Tahap ini dikenal dengan tahap induksi. Menurut beberapa

dokter, secara umum gejala belum tampak pada tahap tersebut.

Walaupun demikian, gejala dermatitis tetap dapat langsung terjadi

setelah pemaparan (tergantung faktor individu, allergen, dan

lingkungan). Pada tahap ini, urushiol secara cepat (10 menit) masuk

melewati kulit dan berikatan dengan protein permukaan sel

langerhans di epidermis dan sel makrofag di dermis. Sell langerhans

kemudian memberi sinyal kepada sel limfosit mengenai informasi

Page 49: Niswah Afifah-fkik.pdf

32

antigen kemudian sel limfosit berproloferasi menghasilkan sel T

limfosit tersensitisasi.

Setelah sistem imun tersensitisasi, maka dengan pemaparan

selanjutnya akan menginduksi hipersensitifitas tertunda tipe IV, yang

merupakan reaksi yang dimediasi oleh sel dan membutuhkan waktu

24-48 jam atau lebih. Dermatitis yang tertangani dan tidak tertangani,

secara alami akan sembuh dalam 10-21 hari, karena adanya sistem

imun (Crowe M.A & James W.D, 2001, dalam Sumantri, dkk, 2008).

6. Diagnosis

Terdapat tiga metode diagnosis yang dilakukan dalam

mengidentifikasi dermatitis kontak. Metode-metode tersebut yaitu dengan

melakukan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan juga pemeriksaan penunjang

(Utomo, 2007).

a. Anamnesis

Agar tidak terjadi kesalahan dalam melakukan anamnesis dermatitis

kontak akibat kerja perlu diperhatikan kategori-kategori sebagai berikut :

1) Penyakit ini muncul pada saat masa kerja yang terpajan oleh bahan

iritan atau setelah masa kerja dalam waktu yang tidak terlalu jauh.

2) Penyakit ini muncul pertama kali di daerah yang paling banyak

terpajan. Biasanya memberikan karakteristik tertentu.

3) Penyakit ini tidak akan muncul; kecuali jika terpajan dengan pajanan

yang sama dengan hasil penyakit yang sama.

Page 50: Niswah Afifah-fkik.pdf

33

4) Penyakit ini akan berubah atau hilang ketika sudah tidak terpajan lagi.

5) Penyakit ini akan segera muncul kembali jika pajanan dimulai lagi.

6) Morfologi dari penyakit ini akan konsisten sesuai dengan pajanannya.

7) Rekan kerja yang terkena pajanan juga akan mengalami penyakit

yang sama.

(The Chief Adviser Factories, 1965 dalam Utomo, 2007)

b. Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan klinis dilakukan untuk melihat tanda-tanda yang

muncul akibat dermatitis kontak pada kulit. Pada umumnya dermatitis

kontak terjadi di daerah yang terpajan, tetapi tidak menutup kemungkinan

lesi meluas ke area lain yang tidak terpajan secara langsung. Sebagian

dermatitis muncul di daerah tangan dan lengan yaitu sebesar 90% di

tangan. Karena tangan paling sering digunakan dalam pekerjaan. Pada

awalnya dermatitis menyerang pada bagian epidermis yang tipis yaitu

pada dorsum manus dan sela jari. Untuk bahan iritan yang bersifat

airborne (fume, vapour) dapat menyerang dan menimbulkan kelainan di

wajah, dahi, telinga, dan leher (Cohen, 1999).

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang biasanya dilakukan untuk mencari tahu

penyebab terjadinya dermatitis kontak alergik dan juga dapat digunakan

untuk membedakan dermatitis kontak alergik dan dermatitis kontak iritan.

Page 51: Niswah Afifah-fkik.pdf

34

Salah satu jenis pemeriksaan penunjang adalah dengan patch test

(Firdaus, 2002).

Ketika suatu dermatitis kontak diindikasikan sebagai dermatitis

kontak alergik biasanya digunakan patch test untuk mengetahui apakah

penyakit itu adalah dermatitis kontak akibat kerja atau bukan. Uji

berdasarkan teori yang menyatakan bahwa akan muncul eczematous

dermatitis akut atau kronik jika diberikan agen sensitizing. Caranya

dengan menempelkan (biasanya di punggung ataupun di lengan atas)

material yang dianggap memberikan efek pada areal yang tidak terinfeksi

selama 48 jam akan menyebabkan reaksi inflamasi. Jika hasil uji positif

maka pekerja tersebut memilki alergi terhadap material yang diujikan

(Cohen, 1999).

Patch test atau uji tempel, tempat untuk melakukan uji tempel

biasanya di punggung. Untuk melakukan uji tempel diperlukan antigen,

biasanya antigen standar buatan pabrik misalnya Finn Chamber System

Kit dan T.R.U.E Test. Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel

di kulit, misalnya kosmetik, pelembab, bila dipakai untuk uji tempel,

dapat langsung digunakan apa adanya. Bila menggunakan bahan yang

secara rutin dipakai dengan air untuk membilasnya, misalnya sampo,

pasta gigi, maka harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang tidak larut

dalam air diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau minyak mineral.

Produk yang diketahui bersifat iritan, misalnya deterjen, hanya boleh

Page 52: Niswah Afifah-fkik.pdf

35

diuji bila diduga karena penyebab alergi. Apabila pakaian, sepatu, sendal,

atau sarung tangan yang dicurigai penyebab alergi, maka uji tempel

dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut yang direndam dalam air

garam yang tidak dibubuhi bahan pengawet/air. Lalu ditempelkan di kulit

dengan memakai Finn chamber, dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam.

Perlu diingat bahwa hasil positif dengan alergen bukan standar perlu

kontrol (5-10 orang), untuk menyingkirkan kemungkinan iritasi.

Hal yang harus diperhatikan dalam uji tempel adalah :

1) Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan

akut atau berat maka dapat terjadi reaksi "angry back" atau "excited

skin", reaksi positif palsu, dapat juga menyebabkan penyakit yang

sedang dideritanya makin memburuk.

2) Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian

kortikosteroid sistemik dihentikan, sebab dapat menghasilkan reaksi

negatif palsu. Sedangkan antihistamin sistemik tidak mempengaruhi

hasil tes kecuali karena diduga urtikaria kontak.

3) Uji tempel dibuka setelah 2 hari, kemuadian dibaca; pembacaan

kedua dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.

4) Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel

menjadi longgar, karena memberikan hasil negatif palsu. Penderita

juga dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48 jam, dan menjaga

Page 53: Niswah Afifah-fkik.pdf

36

agar punggung selalu kering, setelah dibuka uji tempelnya sampai

pembacaan terakhir selesai.

5) Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita

yang mempunyai riwayat urtikaria dadakan, karena dapat

menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis.

6) Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas.

Pembacaan pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek

tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau minimal (Bantas,

2009. Materi Presentasi Mata Ajar Anatomi Fisiologi).

7. Epidemiologi Dermatitis Kontak

Di Amerika Serikat, 90% klaim kesehatan akibat kelainan kulit pada

pekerja diakibatkan oleh dermatitis kontak. Konsultasi dengan dokter kulit

akibat dermatitis adalah sebesar 4-7%. Di Skandinavia yang telah lama

memakai uji tempel sebagai standar, terlihat insiden dermatitis kontak lebih

tinggi dari pada Amerika. Biro Statistik Amerika Serikat (1988) menyatakan

bahwa penyakit kulit menduduki sekitar 24% dari seluruh penyakit akibat

kerja yang dilaporkan (Lestari dkk, 2007). Sedangkan di Jerman, angka

insiden dermatitis kontak iritan adalah 4,5 setiap 10.000 pekerja, dimana

insiden tertinggi ditemukan pada penata rambut (46,9 kasus per 10.000

pekerja setiap tahunnya), tukang roti dan tukang masak (Hogan, 2009).

Di Indonesia laporan dari Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin FK

Unsrat Manado dari tahun 1988-1991 menujukkan insiden dermatitis kontak

Page 54: Niswah Afifah-fkik.pdf

37

sebesar 4.45%. Di RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang Kalimantan Barat

pada tahun 1991-1992 dijumpai insiden dermatitis kontak sebanyak 17.76%.

Sedangkan di RS. Dr. Pirngadi Medan insiden dermatitis kontak pada tahun

1992 sebanyak 37.54% tahun 1993 sebanyak 34.74% dan tahun 1994

sebanyak 40.05%. Dari data kunjungan pasien baru di RS. Dr. Pringadi

Medan, selama tahun 2000 terdapat 3897 pasien baru di poliklinik alergi

dengan 1193 pasien (30.61%) dengan diagnosis dermatitis kontak (Nasution

dkk, 1994 dalam Sumantri dkk, 2008).

Dari bulan Januari hingga Juni 2001 terdapat 2122 pasien alergi

dengan 645 pasien (30.40%) menderita dermatitis kontak. Walaupun

demikian, kasus dermatitis kontak sebenarnya diperkirakan 10-50 kali lipat

dari data statistik yang terlihat karena adanya kasus yang tidak dilaporkan.

Selain itu perkiraan yang lebih besar tersebut juga diakibatkan oleh semakin

meningkatnya perkembangan industri (Keefner, 2004 dalam Sumantri dkk,

2008)

Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita

dermatitis alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya

sangat peka (hipersensitif). Dermatitis kontak iritan timbul pada 80% dari

seluruh penderita dermatitis kontak sedangkan dermatitis konta alergik hanya

berkisar 10-20% (Keefner, 2004, dalam Sumantri dkk, 2008). Di Jerman,

angka insiden DKI adalah 4,5 setiap 10.000 pekerja, dimana insiden tertinggi

Page 55: Niswah Afifah-fkik.pdf

38

ditemukan pada penata rambut (46,9 kasus per 10.000 pekerja setiap

tahunnya), tukang roti dan tukang masak (Hogan, 2009).

Berdasarkan jenis kelamin, dermatitis kontak iritan secara signifikan

lebih banyak pada perempuan dibanding laki-laki. Tingginya frekuensi

ekzem tangan pada wanita dibanding pria karena faktor lingkungan, bukan

genetik (Hogan, 2009). Angka kejadian dermatitis kontak alergik yang terjadi

akibat kontak dengan bahan-bahan di tempat pekerjaan mencapai 25% dari

seluruh dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) (Trihapsoro, 2003). Angka

kejadian ini sebenarnya 20-50 kali lebih tinggi dari angka kejadian yang

dilaporkan (National Institute of Occupational Safety and Health, 2006).

Data dari balai hiperkes yang sejak tahun 2005 menjadi pusat

keselamatan kerja dan hiperkes, menunjukkan hampir 90% penyakit kulit

akibat kerja adalah dermatitis kontak akibat kerja (Utomo, 2007). Pada sub

bagian alergi imunologi bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin RSUPN

Cipto Mangunkusumo Jakarta, insidens dermatitis kontak akibat kerja pada

tahun 1996 adalah 50 kasus/tahun atau 11.9% dari seluruh dermatitis kontak

(Effendi, 1997). Utama Wijaya (1972) menemukan 23,75% dari pekerja

pengelolaan minyak di Sumatera Selatan menderita dermatitis akibat kerja,

sementara Raharjo (1982) hanya menemukan 1,82% (Siregar, 1996). Lestari

dkk (2007) menemukan melalui penelitiannya bahwa 48.8% (39 orang)

pekerja body pressing dan chasis mobil mengalami kejadian dermatitis

kontak. Kemudian berdasarkan penelitian Nuraga dkk (2008), sebanyak 74%

Page 56: Niswah Afifah-fkik.pdf

39

(40 orang) pekerja industri otomotif yang menggunakan bahan kimia

mengalami dermatitis.

Penelitian yang dilakukan pada pekerja penebang kayu di Palembang,

30% pekerja mengalami dermatitis kontak dan 11,8% pekerja perusahaan

kayu lapis di Palembang menderita dermatitis kontak (Siregar, 1996).

Laporan dari poliklinik perusahaan pembuatan triplek (plywood) di

Kalimantan, menemukan 10% pekerjanya mengalami penyakit kulit akibat

kerja. Sedangkan hasil penelitian Astono & Sudardja (2002) yang dilakukan

pada pekerja industri plywood di Kalimantan Selatan, menemukan bahwa

35% (696 orang) dari 2000 sampel mengalami penyakit kulit, dan 21,3%(148

orang) diantaranya mengalami dermatitis kontak.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak

1. Bahan Kimia

Saat ini sudah lebih dari 400 juta ton bahan kimia yang diproduksi

tiap tahunnya dan lebih dari 1000 bahan kimia baru diproduksi setiap

tahunnya. Penggunaan bahan kimia ini selain membawa dampak yang positif

bagi kemajuan dunia industri juga memiliki dampak negatif terutama bagi

kesehatan pekerja, salah satunya adalah dermatitis (Lestari dkk, 2007).

Menurut Hipp (1985) dalam Utomo (2007), bahan kimia merupakan faktor

langsung penyebab dermatitis kontak. Paparan bahan kimia ditentukan oleh

banyak faktor termasuk lama kontak, frekuensi kontak, konsentrasi bahan, dll

(Agius R, 2006).

Page 57: Niswah Afifah-fkik.pdf

40

Tabel 2.1 Iritan dan Allergen Pekerja yang Umum

Iritan Pekerja

(n=310)

Prosentase

(%)

Allergen Pekerja

(n=215)

Prosentase

(%)

Cairan Pendingin/minyak

yang larut 20 Kromat 49,3

Semen 17,4 Bahan kimia karet 16,3

Pelarut 17,1 Nikel 12,6

Minyak/Lemak 16,2 Kobalt 13

Sabun/Detergen/Air 11,9 Damar 6

Cairan Patri 7,8 Makanan 2,3

Damar 4,8 Cairan Patri 1,4

Lain-lain 4,8 - - Sumber : Goh CL, 1987

Bahaya bahan kimia adalah korosif dan racun. Bahan kimia dapat

menyebabkan jaringan kulit iritas sampai cedera atau korosi pada permukaan

logam, namun sering terjadi adalah cedera korosi yang merusak jaringan

lunak baik kulit maupun mata. Iritasi kulit merupakan derajat cedera korosif

dengan derajat ringan. Menurut Cohen & Rice (2004) dalam Ruhdiat (2006),

bahan kimia selalu dan merupakan penyebab terbesar terjadinya dermatitis

kontak akibat kerja.

Pada proses finishing meubel kayu, bahan kimia yang umum

digunakan adalah sebagai berikut (Joyce, 1987):

a. Wood Filler

Wood Filler adalah bahan yang digunakan untuk meratakan pori kayu,

celah, dan bolong pada permukaan kayu (dempul). Umumnya wood filler

mengandung resin yang kemudian diaplikasikan dengan campuran

thinner. Pengamplasan dilakukan untuk mengangkat wood filler pada

meubel.

Page 58: Niswah Afifah-fkik.pdf

41

b. Wood Stain

Fungsi utama Wood Stain adalah mewarnai kayu sesuai dengan warna

natural kayunya. Kandungan dalam wood stain adalah solven dan zat

pewarna. Alkohol dan acetone base juga terkandung didalamnya sebagai

bahan yang tahan terhadap sinar uv.

c. Cat Dasar

Cat dasar atau sering disebut Sanding Sealer merupakan satu tahapan

aplikasi untuk melindung lapisan pewarnaan kayu oleh stain. Formulanya

adalah acrilic Solvent Base yang biasanya diaplikasikan dengan campuran

thinner.

Selain itu, pada proses pemutihan meubel lama yang akan dilakukan

finishing ulang, bahan yang digunakan umumnya adalah hidrogen peroksida

ataupun soda api. Kedua bahan tersebut jika terkena kulit dapat menimbulkan

iritasi begitu pula dengan pelarut yang ada dikandungan cat-cat yang

digunakan. Kemudian pada proses pengkilapan digunakan sanding melamic

clear yang mengandung resin.

Pelarut organik misalnya thinner yang sering digunakan sebagai

bahan campuran dalam finishing meubel kayu terdiri atas campuran alkohol,

keton, dan terkadang toluene dan dipentene (bahan pemeka). Pelarut aromatic

khususnya dapat mengiritasi kulit. Pelarut yang belum hilang seluruhnya

misalnya pada pakaian kerja yang dibersihkan dengan sedikit air dapat

mengiritasi kulit pada tungkai, pergelangan tangan dan leher. Semua pelarut

Page 59: Niswah Afifah-fkik.pdf

42

dapat menyebabkan dermatitis yang merusak pelindung alamiah kulit. Pelarut

menutupi permukaan lemak, lemak pada stratum korneum dan fraksi lemak

pada membran sel. Pelarut juga dapat menyebabkan kerusakan stratum

korneum (RH. Adam, 1993 dalam Cholis, 1995).

Serbuk kayu yang dihasilkan oleh kayu juga merupakan pencetus

timbulnya dermatitis kontak, karena serbuk kayu merupakan salah satu bahan

iritan yang dapat menyebabkan kejadian dermatitis kontak (Strait, 2001;

Djuanda, 2003). Adanya kandungan substansi kimia dari getah tumbuh-

tumbuhan yang ada dalam serbuk kayu dapat menyebabkan dermatitis

kontak (Djuanda, 1987).

Kontak dengan bahan kimia, selain menyebabkan iritasi juga dapat

menyebabkan reaksi alergi pada kulit yang merugikan dengan sensitisasi

sistem kekebalan tubuh yang dihasilkan dari kontak bahan kimia atau

struktur bahan kimia yang serupa sebelumnya. Contoh bahan yang

menyebabkan reaksi alergi yaitu formaldehid, kromium, nikel, dan fenoliat.

2. Lama Kontak

Lama kontak adalah kurun waktu kontak pekerja dengan bahan kimia

yang ditangani. Semakin lama kontak dengan bahan kimia akan

menyebabkan rusaknya sel kulit lapisan luar, semakin sering berkontak maka

semakin rusaknya sel kulit lapisan yang lebih dalam (Cohenn, 1999).

Semakin lama kontak dengan bahan kimia, maka peradangan atau iritasi kulit

dapat terjadi sehingga menimbulkan kelainan kulit (Nuraga, 2008) karena

Page 60: Niswah Afifah-fkik.pdf

43

semakin lama bahan kimia kontak dengan kulit maka akan semakin luas dan

dalam penetrasi bahan kimia terhadap lapisan kulit, yang akan mencetuskan

reaksi peradangan/iritasi kulit yang lebih luas dan berat (Agius R, 2004;

Cohen dan Rice R.H, 2004).

Berdasaran penelitian Nuraga dkk (2008), proporsi pekerja yang

mengalami dermatitis kontak dengan lama kontak 8 jam adalah 73.1%,

sedangkan proporsi pekerja yang mengalami dermatitis kontak dengan lama

kontak <8 jam adalah sebesar 22.2%. Hal tersebut menunjukkan bahwa

semakin lama kontak maka semakin besar pula resiko kejadian dermatitis

yang dialami pekerja.

3. Frekuensi Kontak

Frekuensi kontak adalah jumlah berapa kalinya kontak dengan bahan

kimia. Frekuensi kontak yang berulang untuk bahan yang mempunyai sifat

sensitisasi akan menyebabkan terjadinya dermatitis kontak jenis alergi, yang

mana bahan kimia dengan jumlah sedikit akan menyebabkan dermatitis yang

berlebih baik luasnya maupun beratnya tidak proporsional. Oleh karena itu

upaya menurunkan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja adalah dengan

menurunkan frekuensi kontak dengan bahan kimia (Cohen, 1999 dalam

Nuraga dkk, 2008).

Berdasarkan penelitian Ruhdiat (2006), proporsi pekerja yang

mengalami dermatitis kontak dengan frekuensi kontak ≥5 kali/hari sebesar

96.3%, sedangkan proporsi pekerja yang mengalami dermatitis kontak

Page 61: Niswah Afifah-fkik.pdf

44

dengan frekuensi kontak <5 kali/hari adalah sebesar 79.4% dengan nilai

pvalue 0.004. Dan hasil penelitian Nuraga, dkk (2008) menemukan bahwa

Kejadian dermatitis kontak dengan frekuensi kontak 15x terjadi pada

dermatitis kontak akut sebanyak 14 responden (100%), sub akut 17

responden (81%) dan kronis 4 responden (80%) dengan nilai p= 0.000. Hal

ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara kejadian dermatitis kontak

dengan frekuensi kontak.

4. Usia

Usia merupakan salah satu faktor yang dapat memperparah terjadinya

dermatitis kontak. Pekerja dengan usia tua memiliki tingkat risiko yang lebih

tinggi terkena dermatitis kontak dibanding pekerja yang lebih muda. Hal ini

terkait dengan kondisi kulit mereka (Cohen, 1999). Pada pekerja yang lebih

tua terjadi peningkatan kerentanan terhadap bahan iritan dan kegagalan

dalam pengobatan, sehingga timbul dermatitis kontak (Cronin, 1980). Pada

pekerja dengan usia yang lebih tua, ketebalan kulit pun semakin berkurang,

sehingga lapisan kulit menipis dan menyebabkan mudahnya bahan kimia

masuk ke dalam lapisan kulit yang lebih dalam lagi.

5. Jenis Kelamin

Jenis kelamin adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan

perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Dalam hal penyakit kulit

perempuan dikatakan lebih beresiko mendapat penyakit kulit dibandingkan

dengan pria (Djuanda & Sularsito, 2002). Berdasarkan Aesthetic Surgery

Page 62: Niswah Afifah-fkik.pdf

45

Journal dalam Suryani (2011), terdapat perbedaan antara kulit pria dan

wanita, perbedaan tersebut dilihat dari jumla folikel rambut, kelenjar

sebaceous atau kelenjar keringat dan hormone. Kulit pria mempunyai

hormon yang dominan yaitu androgen yang dapat menyebabkan kulit pria

lebih banyak berkeringat dan ditumbuhi banyak bulu, sedangkan kulit wanita

lebih tipis daripada kulit pria sehingga lebih rentan terkena penyakit kulit.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Trihapsoro (2003), pada

pasien rawat jalan RSUP H. Adam Malik Medan, ditemukan bahwa proporsi

pasien perempuan yang menderita dermatitis kontak sebesar 72.5%

sedangkan pria hanya sebesar 27.5%. Hal tersebut menujukkan bahwa

perempuan lebih beresiko tekena dermatitis kontak disbanding laki-laki.

6. Jenis Pekerjaan

Dalam mempengaruhi kejadian dermatitis kontak, jenis pekerjaan

terkait dengan bahan kimia yang digunakan pada suatu jenis pekerjaan

tersebut. Karena pada dasarnya bahan yang digunakan pada suatu jenis

pekerjaan berbeda dengan jenis pekerjaan lainnya. Dermatitis kontak akan

muncul pada permukaan kulit jika zat kimia tersebut memiliki jumlah,

konsentrasi dan durasi (lama pajanan) yang cukup. Dengan kata lain semakin

lama besar jumlah, konsentrasi dan lama pajanan, maka semakin besar

kemungkinan pekerja tersebut terkena dermatitis kontak (Cohen 1999 dalam

Lestari 2007).

Page 63: Niswah Afifah-fkik.pdf

46

Berdasarkan penelitian Lestari (2007) menunjukkan bahwa pada dua

jenis proses kerja yaitu proses realisasi dan proses pendukung memiliki

hubungan yang signifikan dengan kejadian dermatitis kontak. Pada proses

realisasi terlihat bahwa pekerja yang terkena dermatitis kontak sebesar

60.4%, sedangkan pekerja proses pendukung, pekerjanya lebih banyak tidak

terkena dermatitis yaitu sebanyak 22 orang (68,8%) dari total pekerja 32

orang.

7. Masa Kerja

Masa kerja adalah kurun waktu atau lamanya pekerja bekerja disuatu

tempat tertentu. Masa kerja juga dapat mempengaruhi terhadap terjadinya

penyakit dermatitis. Hal ini berhubungan dengan lama kontak dan frekuensi

kontak pekerja dengan bahan kimia, sehingga pekerja yang lebih lama

bekerja lebih risiko terkena dermatitis kontak dibandingkan dengan pekerja

yang masih baru. Menurut Djuanda dan Sularsito (2007), semakin sering

pekerja menglami kontak dengan bahan kimia, maka semakin tinggi

kesempatan untuk mengalami dermatitis kontak serta meningkatkan

keparahan penyakitnya. Sehingga dapat dipastikan bahwa pekerja dengan

masa kerja yang lebih lama cenderung lebih sering kontak dengan bahan

kimia.

8. Ras

Ras berhubungan dengan dermatitis terlihat dari warna kulit. Setiap

individu memiliki warna kulit yang berbeda-beda tergantung ras nya masing-

Page 64: Niswah Afifah-fkik.pdf

47

masing. Kulit putih lebih rentan terhadap dermatitis dibandingkan dengan

orang kulit hitam. Orang kulit hitam lebih tahan terhadap lingkungan industri

karena kulinya kaya akan melanin. Mereka jarang terkena tumor kulit akibat

radiasi ultra violet, kurang peka terhadap debu kimia, dan bahan pelarut

alkali (Gilles L, 1990 dalam Florence, 2008).

9. Tekstur Kulit

Kulit merupakan indera peraba. Kulit adalah alat indera kita yang

mampu menerima rangsangan temperatur suhu, sentuhan, rasa sakit, tekanan,

tekstur, dan lain sebagainya. Pada kulit terdapat reseptor yang merupakan

percabangan dendrit dari neuron sensorik yang banyak terdapat di sekitar

ujung jari, ujung lidah, dahi, dll (Bantas, 2009. Materi Presentasi Mata Ajar

Anatomi Fisiologi). Kulit merupakan bagian terluar yang melapisi manusia

dimana berfungsi untuk melindungi organ-organ internal. Kulitlah yang

pertama kali terkena eksposur dari luar seperti sinar matahari, udara, minyak,

sabun, cat, dan sejenisnya. Oleh karena itu kulit sangat riskan mengalami

inflamasi dan kerusakan akibat pengaruh zat yang mengenainya (Permana,

2010).

Perbedaan ketebalan kulit menyebabkan perbedaan permeabilitas

(Djuanda & Sularsito, 2002), sehingga kulit dengan lapisan yang lebih tebal

lebih sulit dimasuki oleh bahan kimia hal tersebut dipengaruhi oleh ukuran

dan jumlah pori. Lapisan kulit yang tebal lebih memproteksi dibandingkan

dengan lapisan kulit yang tipis.

Page 65: Niswah Afifah-fkik.pdf

48

10. Pengeluaran Keringat

Keringat adalah air yang dikeluarkan oleh kelenjar keringat pada kulit

manusia. Kandungan utama dalam keringat adalah natrium klorida (bahan

utama garam dapur) selain bahan lain (yang mengeluarkan aroma) seperti 2-

metilfenol (o-kresol) dan 4-metilfenol (p-kresol). Pada manusia, keringat

dikeluarkan untuk mengatur suhu tubuh (detikhealth.com, 2012).

Keringat melindungi kulit dengan cara mengencerkan dan

menghanyutkan bahan-bahan iritan. Keringat dapat pula mengubah bahan-

bahan yang larut dalam air menjad bentuk lain dan mempermudah absorpsi

melalui pori-pori kulit (Gilles L, 1990 dalam Florence, 2008). Kulit yang

tidak tidak berketingat cenderung memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi

terhadap dermatitis kontak karena kulit yang tidak berkeringat cenderung

kering. Kekeringan pada kulit memudahkan bahan kimia untuk menginfeksi

kulit, sehingga kulit lebih mudah kena dermatitis (Cohen 1999). Vichy

(2004) dalam Ruhdiat (2006) juga menyatakan bahwa kulit yang lebih kering

akan lebih rentan terkena dermatitis kontak.

11. Musim

Dermatitis akibat kerja banyak dijumpai pada waktu musim panas

berhubungan dengan pengeluaran keringat pada pekerja. Sehingga pekerja

lebih cenderung menggunakan pakaian lengan pendek ataupun celana lengan

pendek yang memudahkannya kontak langsung dengan bahan kimia.

Sedangkan cuaca dingin menyebabkan pekerja malas mencuci

Page 66: Niswah Afifah-fkik.pdf

49

diri/membersihkan diri dengan air setelah kontak dengan bahan kimia (Gilles

L, 1990 dalam Florence, 2008).

12. Riwayat Alergi

Riwayat alergi adalah reaksi tubuh manusia yang berlebihan terhadap

benda asing tertentu atau bahan yang bersifat allergen. Pengertian lain adalah

reaksi terhadap berbagai rangsangan/zat dari luar tubuh misalnya seperti

debu, obat, atau makanan, yang pernah dialami oleh pekerja. Dalam

melakukan diagnosis dermatitis kontak dapat dilakukan dsengan berbagai

cara, diantaranya adalah dengan melihat sejarah dermatologi termasuk

riwayat penyakit pada keluarga, aspek pekerjaan, sejarah alergi (misalnya

alergi terhadap obat-obatan tertentu),dan riwayat lain yang berhubungan

dengan dermatitis (Putro, 1985 dalam Utomo, 2007). Reaksi sensitifitas

allergen sangat bervariasi tergantung pada faktor genetik seseorang.

Demikian pula sensitifitasnya terhadap bahan kimia pada diri seseorang

berbeda-beda (Dewan K3 Nasional, 1982).

Dalam penelitian Utomo (2007) didapatkan bahwa, proporsi pekerja

yang mengalami dermatitis kontak dengan riwayat alergi adalah sebesar

57.7% (15 orang) dari 26 pekerja, sedangkan proporsi pekerja yang

mengalami dermatitis kontak tanpa riwayat alergi adalah sebesar 44.4% (24

orang) dari 54 pekerja dengan nilai pvalue 0.383. Hal tersebut menunjukkan

bahwa pekerja dengan riwayat alergi lebih banyak mengalami dermatitis

kontak dibandingkan dengan pekerja yang tidak mengalaminya alergi.

Page 67: Niswah Afifah-fkik.pdf

50

13. Riwayat Atopi

Atopik merupakan suatu reaksi yang tidak biasanya, berlebihan

(hipersensitivitas) dan disebabkan oleh paparan benda asing yang terdapat

didalam lingkungan kehidupan manusia (Harijono, 2006). Menurut Djuanda,

2002 atopik merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit

pada individu yang cenderung diturunkan atau familial. Sindrom atopik disini

meliputi dermatitis atopik (DA), rhinitis alergi, asma bronkiale (Djuanda,

2002). Pengertian lain menyebutkan bahwa atopi adalah reaksi seseorang

terhadap allergen sangat bervariasi tergantung factor genetik, demikian pula

sensitifitasnya terhadap bahan kimia pada diri seseorang berbeda (Cohen,

1999).

Hasil penelitian Ruhdiat (2006) menyebutkan bahwa proporsi pekerja

yang mengalami dermatitis kontak dengan riwayat atopi sebesar 94%,

sedangkan yang tidak memiliki riwayat atopi sebesar 79%. Nuraga dkk

(2008) menunjukkan bahwa proporsi pekerja yang mengalami dermatitis

kontak dengan memilki riwayat atopi adalah sebesar 79%, sedangkan

proporsi pekerja yang mengalami dermatitis kontak tanpa memiliki riwayat

atopi adalah sebesar 71.4%. Hal tersebut menujukkan bahwa pekerja denga

riwayat atopi lebih beresiko terkena dermatitis kontak.

14. Riwayat Penyakit Kulit sebelumnya

Pekerja yang sebelumnya pernah menderita dermatitis akibat kerja

lebih rentan terhadap kerjadian dermatitis kontak akibat kerja. Penyakit kulit

Page 68: Niswah Afifah-fkik.pdf

51

yang pekerja derita sebelumnya dapat menjadi salah satu faktor yang

menyebabkan pekerja menderita dermatitis kontak kembali (riwayat

berulang) (Lestari dan Utomo, 2007). Di Indonesia, umunya pekerja telah

bekerja pada lebih dari satu tempat kerja. Hal ini menyebabkan adanya

kemungkinan bahwa pekerja yang telah mengalami dermatitis pada pekerjaan

sebelumnya terbawa ke tempat kerja yang baru. Menurut Cahyawati dan

Budiono (2011), riwayat penyakit digunakan sebagai salah satu dasar

penentuan apakah suatu penyakit terjadi akibat penyakit terdahulu, sehingga

riwayat penyakit sangat penting dalam proses penyembuhan seseorang.

Sedangkan menurut Jeyaratnam & Koh (1996) pekerja yang pernah

mengalami riwayat penyakit kulit sebelumnya dengan meninggalkan bekas

seperti kulit yang mengelupas, lecet, atau tergores dapat menjadi faktor

predisposisi dermatitis kontak.

Berdasarkan penelitia Utomo (2007), proporsi pekerja yang

mengalami dermatitis kontak dengan riwayat penyakit kulit sebelumnya

adalah sebesar 81.8%, sedangkan proporsi pekerja yang mengalami

dermatitis kontak tanpa riwayat penyakit kulit sebelumnya adalah sebesar

43.5%. Hal tersebut menujukkan bahwa pekerja dengan riwayat penyakit

kulit sebelumnya lebih berisiko terkena dermatitis kontak dibandingkan

dengan pekerja yang tidak memiliki riwayat penyakt kulit sebelumnya. Hal

tersebut sesuai dengan pernyataan bahwa pekerja dengan riwayat dermatitis

kronik maka pekerja tersebut lebih rentan untuk terkena dermatitis bila

Page 69: Niswah Afifah-fkik.pdf

52

bekerja pada tempat tertentu dikarenakan reaksi iritan ataupun sensitivasi

(Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional, 1982).

15. Suhu dan Kelembaban

Pengalaman yang disepakati oleh para ahli di Indonesia menyatakan

bahwa daerah cuaca nyaman seperti itu adalah 24 – 26 0C suhu kering. Juga

perbedaan di antara suhu di dalam dan di luar ruangan sebaiknya tidak

melebihi 5 0C ( Suma’mur,1989 ). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan

Indonesia No 1405 tahun 2002, suhu ruangan lingkungan kerja adalah sekitar

180C-28

0C, sedangkan kelembabannya adalah 40% - 60%.

Menurut Sedarmayanti (1996), bahwa temperatur yang terlampau

dingin akan mengakibatkan gairah kerja menurun. Sedangkan temperatur

yang terlampau panas, dapat mengakibatkan timbulnya kelelahan tubuh yang

lebih cepat dan dalam bekerja cenderung membuat banyak kesalahan.

Berdasarkan beberapa penelitian, suhu dan kelembaban berpengaruh dalam

kejadian dermatitis kontak, karena semakin rendahnya suhu dan kelembaban

lingkungan kerja maka semakin berpotensi menyebabkan dermatitis kontak

selain didukung oleh faktor lain.

Hasil penelitian Ruhdiat (2006), menemukan bahwa proporsi pekerja

yang mengalami dermatitis kontak dengan suhu lingkungan 230C adalah

100%, dengan suhu lingkungan 250C sebesar 87%, dengan suhu lingkungan

260C sebesar 80%, dan dengan suhu 29

0C adalah sebesar 81%. Sedangkan

proporsi pekerja yang mengalami dermatitis kontak dengan kelembaban

Page 70: Niswah Afifah-fkik.pdf

53

lingkungan kerja <65% adalah sebesar 87%, sedangkan proporsi pekerja

yang mengalami dermatitis kontak dengan kelembaban udara lingkungan

kerja ≥65% adalah sebesar 0%.

16. Pemakaian APD

Alat pelindung diri adalah peralatan keselamatan yang harus

digunakan oleh pekerja yang berada di area kerja yang berbahaya. APD yang

digunakan untuk bahan kimia berbahaya umunya adalah sarung tangan.

Diperkirakan hampir 20% kecelakaan yang menyebabkan cacat adalah

tangan, kemampuan kerja akan sangat berkurang. Kontak dengan bahan

kimia kaustik beracun, bahan-bahan biologis, sumber listrik, benda yang

suhunya sangta dingi atau sangat panas dapat menyebabkan iritasi pada

tangan. APD tangan dikenal dengan sebutan safety gloves dengan berbagai

jenis penggunaannya. Untuk melindungi tangan dari bahan kimia adalah

sarung tangan vinyl dan neoprene. Nugraha dkk (2008) mengungkapkan

bahwa kebiasaan memakai alat pelindung diri (APD) diperlukan untuk

melindungi pekerja dari kontak dengan bahan kimia. Pekerja yang selalu

menggunakan sarung tangan dengan tepat akan menurunkan terjadinya

dermatitis kontak akibat kerja baik jumlah maupun lama perjalanan

dermatitis kontak (Susanti, 2010).

Penelitian Susanti (2010), menunjukkan adanya hubungan antara

pemakaian alat pelindung diri (sarung tangan) dengan penurunan kejadian

dermatitis kontak. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji kai kuadrat diperoleh

Page 71: Niswah Afifah-fkik.pdf

54

hasil nilai signifikan sebesar 0,012 (<0,05) maka secara statistik ada

hubungan antara pemakaian alat pelindung diri dengan penurunan kejadian

dermatitis kontak iritan. Diperoleh pula nilai Rasio Prevalensi RP = 0,48(< 1)

hal ini berarti bahwa pemakaian alat pelindung diri (sarung tangan)

merupakan faktor preventif dan bukan faktor resiko dari terjadinya dermatitis

kontak iritan. Lestari dkk (2007), menunjukkan bahwa proporsi pekerja yang

mengalami dermatitis kontak dengan pemakaian APD yang kurang baik

adalah sebesar 51.8%, sedangkan proporsi pekerja yang mengalami

dermatitis kontak dengan pemakaian APD yang baik adalah sebesar 41.7%.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara

pemakaia APD dengan kejadian dermatitis kontak.

17. Personal Hygiene

Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yang artinya personal

berarti perorangan dan hygiene yang berarti sehat. Kebersihan diri seseorang

adalah cara perawatan diri seseorang untuk menjaga kesehatannya.Tujuan

pelaksanaan personal hygiene adalah untuk, menghilangkan minyak dan

keringat, sel-sel kulit mati, dan bakteri, menghilangkan bau badan,

memelihara integritas permukaan kulit, menstimulasi sirkulasi peredaran

darah seseorang, serta meningkatkan dan menjaga derajat kesehatan

seseorang (Pradjawanto, 2011). Personal hygiene merupakan salah satu

faktor yang dapat mencegah terjadinya dermatitis kontak terkait dengan

Page 72: Niswah Afifah-fkik.pdf

55

kebiasaan pekerja membersihkan dirinya setelah bekerja seperti mencuci

tangan dan mencuci pakainnya setelah bekerja (Lestari & Utomo, 2007).

Menurut Cohen (1999) kebiasaan mencuci tangan yang jelek akan

menyebabkan kontak dengan bahan kimia yang lebih lama yang akan

menyebabkan kerugian kulit, sehingga kebiasaan mencuci merupakan upaya

preventif bermakna namun sangat tergantung pada kualitas mencuci tangan

dan kemudahan menjangkau fasilitas sarana pencuci tangan. Mencuci tangan

dengan baik adalah dengan menggunakan air bersih yang mengalir. Menurut

Koh dan Goh (1996), larutan pelarut seperti thinner dan kerosene dapat pula

mengakibatkan dermatitis kontak iritan kumulatif bila sering digunakan

secara salah sebagai pembersih kulit

Penelitian Ruhdiat (2006) menemukan bahwa proporsi pekerja yang

mengalami dermatitis kontak dengan personal hygiene kadang-kadang adalah

sebesar 85%. Kemudian penelitian Utomo (2007), menunjukkan bahwa

proporsi pekerja yang mengalami dermatitis kontak dengan personal hygiene

yang kurang baik adalah sebesar 51.8% (P1), sedangkan proporsi pekerja

yang mengalami dermatitis kontak dengan personal hygiene yang baik adalah

sebesar 41.7%. Hal tersebut menunjukkan adanya korelasi yang positif antara

dermatitis kontak dengan personal hygiene.

D. Kerangka Teori

Berdasarkan beberapa referensi para ahli yaitu Larry.L.Hipp (1985)

dalam Utomo (2007) yang menyatakan bahwa faktor-faktor penyebab dermatitis

Page 73: Niswah Afifah-fkik.pdf

56

kontak yaitu bahan-bahan kimia, usia, jenis kelamin, ras, tekstur kulit

(ketebalan), musim, personal hygiene, alergi, dan penyakit kulit yang pernah ada

sebelumnya. Rietschel (1985) dalam Utomo (2007) yang berpendapat bahwa

faktor penyebabnya adalah bahan kimia beracun, pigmentasi (ras), ketebalan

kulit, usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, keringat, personal hygiene, musim, dan

riwayat atopi. Siregar (1996) menyatakan bahwa pemakaian APD mempengaruhi

kejadian dermatitis kontak. Kemudian Djuanda dan Sularsito (2002) menjelaskan

bahwa faktor penyebab dermatitis kontak adalah lama kontak, frekuensi kontak,

usia, jenis kelamin, tekstur kulit, ras, penyakit kulit yang pernah ada sebelumnya,

lingkungan (suhu & kelembaban), dan personal hygiene). Maka kerangka teori

penelitian ini adalah sebagai berikut :

Page 74: Niswah Afifah-fkik.pdf

57

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Hipp, 1985 dalam Utomo, 2007; Rietschel, 1985 dalam Utomo, 2007;

Siregar (1996); Djuanda & Sularsito, 2002

1. Bahan kimia 2. Lama Kontak

3. Frekuensi Kontak

4. Usia

5. Jenis Kelamin

6. Jenis Pekerjaan

7. Masa Kerja

8. Ras

9. Tekstur kulit

10. Pengeluaran Keringat

11. Musim

12. Riwayat Alergi

13. Riwayat Atopik

14. Riwayat penyakit

kulit yang ada

sebelumnya

15. Suhu

16. Kelembaban

17. Personal Hygiene

18. Pemakaian APD

DERMATITIS

KONTAK

Page 75: Niswah Afifah-fkik.pdf

58

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja proses finishing

meubel kayu di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2012. Faktor-faktor

yang termasuk dalam kerangka konsep mengacu kepada teori-teori dari para

ahli yaitu Larry.L.Hipp (1985), Rietschel (1985), Siregar (1996) dan Djuanda

& Sulartiso (2002). Menurut para ahli tersebut, faktor-faktor yang

menyebabkan terjadinya dermatitis kontak adalah bahan-bahan kimia, lama

kontak, frekuensi kontak, usia, jenis kelamin, ras, tekstur kulit (ketebalan),

keringat, personal hygiene, musim, jenis pekerjaan, riwayat atopi, riwayat

alergi, penyakit kulit yang ada sebelumnya, suhu, kelembaban, dan

pemakaian APD. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah :

1. Lama Kontak

Lama kontak mempengaruhi kejadian dermatitis kontak. Lama kontak

merupakan lamanya waktu pekerja kontak dengan bahan-bahan penyebab

dermatitis kontak di tempat kerja yang dihitung jam/hari. Pekerja dengan

lama kontak yang lebih lama akan menyebabkan rusaknya lapisan kulit

luar, sehingga semakin lama kontak semakin bertambah pula kerusakan

lapisan kulit luar yang akan merusak lapisan kulit yang lebih dalam, dan

meingkatkan resiko terjadinya dermatitis kontak.

Page 76: Niswah Afifah-fkik.pdf

59

2. Frekuensi Kontak

Frekuensi kontak merupakan jumlah berapa kalinya responden kontak

dengan bahan yang menyebabkan dermatitis kontak di tempat kerja dalam

hitungan x/kali. Pekerja yang kontak dengan bahan kimia yang sedikit

jumlahnya tetapi dengan frekuensi kontak yang lebih banyak akan

beresiko mengalami dermatitis dengan luas dan berat yang lebih.

3. Usia

Usia merupakan salah satu faktor penyebab dermatitis kontak. Semakin

bertambahnya usia, maka kulit manusia mengalami degenerasi, terutama

dari sisi ketebalan lapisan kulit. Menipisnya lapisan kulit ini memudahkan

proses bahan kimia mengiritasi kulit. Sehingga pada kulit usia lanjut lebih

rentan terhadap dermatitis kontak.

4. Masa Kerja

Masa kerja merupakan faktor yang mempengaruhi kejadian dermatitis

kontak. Semakin lama masa kerja seseorang maka semakin sering pekerja

terpajan dan kontak dengan bahan kimia. Semakin seringnya kontak

dengan bahan kimia, maka lapisan kulit akan semakin rusak sehingga

memudahkan bahan kimia masuk dan meningkatkan risiko dermatitis

kontak.

5. Riwayat Alergi

Pekerja yang memiliki riwayat alergi merupakan pekerja dengan kulit

yang hipersensitif terhadap bahan-bahan tertentu. Sehingga pekerja

dengan riwayat alergi memiliki risiko yang lebih terhadap kejadian

Page 77: Niswah Afifah-fkik.pdf

60

dermatitis kontak ditinjau dari sensitifitas kulitnya yang lebih mudah

bereaksi ketika terpajan benda asing tertentu salah satunya bahan kimia.

6. Riwayat Atopi

Riwayat atopi mempengaruhi kejadian dermatitis kontak, karena pekerja

yang memiliki riwayat penyakit yang terkait dengan hipersensitifitas

tubuh yang diturunkan atau familial, cenderung memilki reaksi tubuh

yang berlebihan terhadap bahan kimia sehingga memiliki risiko yang

lebih terhadap kejadian dermatitis kontak.

7. Riwayat Penyakit Kulit sebelumnya

Pekerja yang sebelumnya pernah mengalami penyakit kulit atau non

dermatitis akibat kerja lebih mudah mendapat dermatitis akibat kerja,

karena fungsi perlindungan kulit yang sudah berkurang akibat penyakit

kulit tersebut. Hilangnya lapisan kulit, rusaknya kelenjar minyak dan

keringat membuat penuruan fungsi kulit sehingga mempermudah terkena

dermatitis kontak

8. Personal Hygiene

Kebersihan perorangan seperti mencuci tangan yang baik sebelum dan

sesudah bekerja mencegah terjadinya dermatitis kontak. Karena dengan

membersihkan diri mampu menghilangkan bahan-bahan kimia yang

menempel pada kulit. Akan tetapi personal hygiene tergantung akan sikap

dan kesadaran para pekerja dalam merawat diri.

Page 78: Niswah Afifah-fkik.pdf

61

Variabel-variabel yang tidak diteliti oleh peneliti adalah :

1. Bahan kimia

Bahan kimia yang digunakan oleh pekerja berjenis sama, sehingga

bersifat sama/homogen. Peneliti tidak meneliti konsentrasi bahan kimia,

dikarenakan bahan kimia yang digunakan pekerja terdiri dari berbagai

jenis sehingga sulit menentukan bahan kimia mana yang menyebabkan

dermatitis kontak.

2. Jenis kelamin

Jenis kelamin pekerja keseluruhan adalah laki-laki sehingga variabel jenis

kelamin merupakan homogen.

3. Jenis pekerjaan

Peneliti tidak meneliti variabel jenis pekerjaan karena jenis pekerjaan

pekerja bersifat homogen yaitu pekerja meubel kayu yang melakukan

keseluruhan proses finishing.

4. Tekstur Kulit

Peneliti tidak meneliti variabel tekstur kulit karena pengukuran variabel

tekstur kulit tidak cukup jika diukur hanya dengan pemeriksaan fisik oleh

dokter. Sehingga memerlukan uji mikroskopik agar hasilnya akurat. Hal

tersbut terkait waktu dan biaya penelitian ini.

5. Pengeluaran Keringat

Peneliti tidak meneliti variabel pengeluaran keringat karena variabel ini

tidak cukup jika hanya diukur dengan pemeriksaan fisik oleh dokter

sehingga memerlukan uji yang lebih akurat. Hal tersebut terkait waktu

dan biaya penelitian ini.

Page 79: Niswah Afifah-fkik.pdf

62

6. Suhu dan Kelembaban

Peneliti tidak meneliti variabel suhu dan kelembaban karena penelitian

dilakukan di satu wilayah yaitu Ciputat Timur sehingga variabel suhu dan

kelembaban sama/homogen di setiap tempat meubel kayu.

7. Pemakaian APD

Pemakaian APD tidak diteliti oleh peneliti karena pekerja meubel kayu

tidak menggunakan APD yang berupa sarung tangan pada saat melakukan

pekerjaannya.

8. Ras

Pekerja memiliki ras yang sama terkait dengan pigmentasi kulitnya

sehingga variabel ras homogen.

9. Musim

Musim di wilayah Ciputat Timur cenderung sama, sehingga variabel

musim homogen.

Variabel penelitian yang akan diteliti disajikan dalam bagan 3.1

berikut :

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

1. Lama Kontak

2. Frekuensi

Kontak

3. Usia

4. Masa Kerja

5. Riwayat Alergi

6. Riawayat Atopi

7. Riwayat

Penyakit kulit

sebelumnya

8. Personal

Hygiene

DERMATITIS

KONTAK

Page 80: Niswah Afifah-fkik.pdf

63

B. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Kriteria Skala

1 Dermatitis Kontak Peradangan pada kulit akibat

paparan bahan kimia selama

melakukan pekerjaan, dengan

gejala berupa gatal, rasa

terbakar, kemerahan, bengkak,

pembentukan lepuh kecil pada

kulit, kulit kering, mengelupas,

kulit bersisik, dan terjadi

penebalan pada kulit..

Lembar

pemeriksaan fisik

Diagnosis

dokter

0. Tidak dermatitis

1. Dermatitis

Ordinal

2 Lama Kontak Lama waktu responden kontak

dengan bahan kimia di tempat

kerja dalam satu hari kerja

Daily Activity

Recall

Pencatatan

oleh peneliti

Jam/Hari Rasio

3 Frekuensi Kontak Jumlah berapa kalinya

responden kontak dengan

bahan kimia di tempat kerja

dalam satu hari

Daily Activity

Recall

Pencatatan

oleh peneliti

x/hari Rasio

4 Usia Lama hidup pekerja terhitung

sejak lahir sampai penelitian

berlangsung. Dibulatkan ke atas

bila >6 bulan, dan dibulatkan ke

bawah bila <6 bulan.

Self Administered

Questionnaire

Pengisian

kuesioner oleh

pekerja

Tahun Rasio

Page 81: Niswah Afifah-fkik.pdf

64

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Kriteria Skala

5 Masa Kerja Kurun waktu atau lamanya

responden bekerja sebagai

pekerja meubel sejak awal

bekerja sampai penelitian

berlangsung

Self Administered

Questionnaire

Pengisian

kuesioner oleh

pekerja

Tahun Rasio

6 Riwayat Alergi Reaksi tubuh pekerja yang

berlebihan terhadap benda

asing/zat tertentu misalnya

debu, obat, atau makanan.

Seperti alergi pada kulit dan

alergi pada saluran pernapasan

Self Administered

Questionnaire

Pengisian

kuesioner oleh

pekerja

0 Tidak beresiko

1 Beresiko

Ordinal

7 Riwayat Atopi Penyakit pada pekerja yang

mempunyai riwayat kepekaan

dalam keluarganya atau

diturunkan dari keluarganya,

seperti asma, rhinitis alergi,

dermatitis atopi, dan

konjungtivitis alergi

Self Administered

Questionnaire

Pengisian

kuesioner oleh

pekerja

0 Tidak Beresiko

1 Beresiko

Ordinal

Page 82: Niswah Afifah-fkik.pdf

65

No Variabel Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Kriteria Skala Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Kriteria Skala

8 Riwayat penyakit

kulit yang pernah

ada sebelumnya

Peradangan pada kulit dengan

gejala subyektif berupa gatal,

rasa terbakar, kemerahan,

bengkak, pembentukan lepuh

kecil pada kulit, kulit

mengelupas, kulit kering, kulit

bersisik, dan penebalan pada

kulit atau kelainan kulit

lainnya yang sebelumnya

pernah diderita oleh pekerja.

Self Administered

Questionnaire

Pengisian

kuesioner oleh

pekerja

0 Tidak Beresiko

1 Beresiko

Ordinal

9 Pesonal Hygiene Kebiasaan pekerja untuk

membersihkan tangan dengan

baik sebelum dan setelah

bekerja dan tidak adanya noda

atau cipratan bahan kimia di

pakaian pekerja saat bekerja.

Lembar Observasi Pengamatan

langsung oleh

peneliti

0 Baik

1 Tidak Baik

Ordinal

Page 83: Niswah Afifah-fkik.pdf

66

C. Hipotesis

1. Ada Hubungan antara lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak pada

pekerja proses finishing meubel kayu di Ciputat Timur tahun 2012.

2. Ada hubungan antara frekuensi kontak dengan kejadian dermatitis kontak

pada pekerja proses finishing meubel kayu di Ciputat Timur tahun 2012.

3. Ada hubungan antara usia dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja

proses finishing meubel kayu di Ciputat Timur tahun 2012.

4. Ada hubungan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak pada

pekerja proses finishing meubel kayu di Ciputat Timur tahun 2012.

5. Ada hubungan antara riwayat alergi dengan kejadian dermatitis kontak pada

pekerja proses finishing meubel kayu di Ciputat Timur tahun 2012.

6. Ada hubungan antara riwayat atopi dengan kejadian dermatitis kontak pada

pekerja proses finishing meubel kayu di Ciputat Timur tahun 2012.

7. Ada hubungan antara riwayat penyakit kulit yang pernah ada sebelumnya

dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja proses finishing meubel kayu

di Ciputat Timur tahun 2012.

Page 84: Niswah Afifah-fkik.pdf

67

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian epidemiologi analitik dengan disain

cross sectional study yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja proses finishing

meubel kayu di Ciputat Timur tahun 2012. Pada disain ini, data variabel

dependen dan variabel independennya dikumpulkan pada waktu yang bersamaan

kemudian dianalisis menggunakan uji statistik chi square, t-test independen, dan

mann whitney untuk menguji hipotesis yang dibuat.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di 39 meubel kayu yang melakukan proses

finishing atau penyelesaian akhir di wilayah Ciputat Timur. Penelitian

dilaksanakan pada bulan Juli-September tahun 2012.

C. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah 88 pekerja proses finishing meubel kayu

yang berada di 39 meubel kayu di Ciputat Timur, Tangerang Selatan tahun 2012.

Sampel penelitian ini merupakan pekerja yang mewakili populasi yaitu pekerja

proses finishing meubel kayu yang melakukan proses finishing/penyelesaian

akhir. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode Total Sampling.

Perhitungan besar sampel menggunakan rumus uji beda dua proporsi seperti

dibawah ini :

Page 85: Niswah Afifah-fkik.pdf

68

Keterangan :

n : Jumlah sampel minimal yang diperlukan

P : Rata-rata proporsi pada populasi {(P1 + P2)/2}

P1 : Proporsi kejadian pada salah satu partisipasi pada kelompok tertentu

P2 : Proporsi kejadian pada salah satu partisipasi pada kelompok tertentu

Z1-α/2 : Derajat kemaknaan α pada dua sisi (two tail) yaitu sebesar 5% = 1,96

Z1-β : Kekuatan uji 1-β yaitu sebesar 95% = 1,64

Peneliti menggunakan tingkat kepercayaan 95% dengan derajat

kemaknaan 5% dan kekuatan uji 95% dalam penelitian ini. Pengambilan sampel

menggunakan metode perhitungan sampel untuk penelitian ini berdasarkan

perhitungan sampel per-variabel yang akan diteliti dengan mengacu kepada

perhitungan penelitian sebelumnya. Variabel-variabel tersebut adalah :

1. Lama Kontak

Berdasaran penelitian Nuraga dkk (2008), proporsi pada populasi pekerja

yang mengalami dermatitis kontak dengan lama kontak 8 jam adalah 70.3%

(P1), sedangkan proporsi pekerja yang mengalami dermatitis kontak dengan

lama kontak <8 jam adalah sebesar 3.7% (P2).

Page 86: Niswah Afifah-fkik.pdf

69

2. Frekuensi Kontak

Berdasarkan penelitian Nuraga dkk (2008), proporsi pada populasi pekerja

yang mengalami dermatitis kontak dengan frekuensi kontak >7kali/hari

sebesar 64.8% (P1), sedangkan proporsi pekerja yang mengalami dermatitis

kontak dengan frekuensi kontak ≤ 7kali/hari adalah sebesar 9.25% (P2).

3. Riwayat Alergi

Berdasarkan penelitian Utomo (2007), proporsi pekerja yang mengalami

dermatitis kontak dengan riwayat alergi adalah sebesar 57.7% (P1),

sedangkan proporsi pekerja yang mengalami dermatitis kontak tanpa riwayat

alergi adalah sebesar 44% (P2).

4. Riwayat Atopi

Hasil penelitian Nuraga dkk (2008) menunjukkan bahwa proporsi pekerja

yang mengalami dermatitis kontak dengan memilki riwayat atopi adalah

sebesar 46.2% (P1) sedangkan proporsi pekerja yang mengalami dermatitis

kontak tanpa memiliki riwayat atopi adalah sebesar 27.7% (P2).

5. Riwayat penyakit kulit sebelumnya

Berdasarkan penelitian Utomo (2007), proporsi pekerja yang mengalami

dermatitis kontak dengan riwayat penyakit kulit sebelumnya adalah sebesar

81.8% (P1), sedangkan proporsi pekerja yang mengalami dermatitis kontak

tanpa riwayat penyakit kulit sebelumnya adalah sebesar 43.5% (P2).

6. Personal Hygiene

Hasil penelitian Utomo (2007), menunjukkan bahwa proporsi pekerja yang

mengalami dermatitis kontak dengan personal hygiene yang kurang baik

Page 87: Niswah Afifah-fkik.pdf

70

adalah sebesar 51.8% (P1), sedangkan proporsi pekerja yang mengalami

dermatitis kontak dengan personal hygiene yang baik adalah sebesar 41.7%

(P2).

Tabel 4.1

Hasil Perhitungan Sampel

No Variabel

P1, P2, &

P : Rata-rata

proporsi

Odds Ratio/r Hasil

1 Lama Kontak

P1 : 70.37% : 0.7037

P2 : 3.7% : 0.037

P : 0.37

19 11

2 Frekuensi Kontak

P1 : 64.81% : 0.6481

P2 : 9.25% : 0.0925

P : 0.37

3.5 17

3 Riwayat Alergi

P1 : 57.7% : 0.577

P2 : 44.4% : 0.444

P : 0.5105

1.705

(0.662 – 4.386) 365

6 Riwayat Atopi

P1 : 46.2% : 0.462

P2 : 27.7% : 0.277

P : 0.752

1.5 837

7 Riwayat penyakit

kulit sebelumnya

P1 : 81.8% : 0.818

P2 : 43.5% : 0.435

P : 0.6265

5.85

(1.176 – 29.103) 39

8 Personal Hygiene

P1 : 51.8% : 0.518

P2 : 41.7% : 0.417

P : 0.4675

1.504

(0.572 – 3.951) 632

Dari hasil perhitungan, didapatkan bahwa hasil yang memungkinkan

untuk dijadikan sampel adalah 39, kemudian dilakukan perhitungan kembali

dengan cara, hasil sampel = tidak dermatitis (%) x n untuk mengetahui jumlah

sampel minimum. Sehingga perlu diketahui prosentase tidak dermatitis pada

penelitian lain yang serupa yaitu 51.3%. Maka hasil perhitungannya adalah

sebagai berikut :

39 = 51.3/100 x n

n = 39 x 100/51.3 n = 76

Page 88: Niswah Afifah-fkik.pdf

71

Maka diketahui bahwa jumlah sampel minimum penelitian ini adalah

sebesar 76 orang. Akan tetapi untuk menghindari missing jawaban dari

responden maka jumlah sampel ditambahkan sehingga jumlah sampel yang

dibutuhkan adalah sebesar 88 responden yaitu semua populasi dijadikan sampel.

D. Instrumen Penelitian

1. Lembar Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan dermatitis kontak dilakukan dengan pemeriksaan fisik oleh

dokter berdasarkan tanda dan gejala klinis yang muncul. Hasil pemeriksaan

dicatat pada lembar pemeriksaan fisik.

2. Daily Acivity Recall

Daily Acivity Recall merupakan lembar pencatatan kegiatan pekerja dalam

melakukan pekerjaanya sehari-hari dalam waktu tertentu. Daily Activity

Recall digunakan peneliti untuk mengetahui variabel lama kontak dan

frekuensi kontak pekerja dengan bahan kimia di tempat kerja. Dengan

merunut kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh responden dalam satu hari,

maka dapat diketahui lama kontak dalam satuan jam responden dan frekuensi

kontak dalam berapa kalinya responden kontak dengan bahan kimia.

3. Self Administered Questionnaire

Self Administered Questionnaire adalah kuesioner yang akan dibagikan

kepada responden dengan metode pengisian yang didampingi oleh peneliti.

Kuesioner ini berfungsi untuk mengumpulkan data primer penelitian dari

responden yang berupa lama kontak, frekuensi kontak, usia, masa kerja,

riwayat alergi, riwayat atopi, dan riwayat penyakit kulit sebelumnya. Untuk

Page 89: Niswah Afifah-fkik.pdf

72

variabel riwayat alergi dan riwayat penyakit kulit sebelumnya beberapa

pertanyaan di kuesioner mengacu pada kuesioner dari Health and Safety

Excecutive (HSE). Kuesioner yang digunakan berupa kuesioner tertutup yaitu

kuesioner yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden dapat

memilih langsung jawaban pada kolom yang disediakan dengan member

tanda x (silang).

Dalam kuesioner, pertanyaan E1 dan E2 tentang riwayat atopi, jika jawaban

responden dalam salah satu dari pertanyaan (E1 atau E2) atau kedua

pertanyaan (E1 dan E2) adalah ‘Ya’ maka responden dinyatakan memiliki

riwayat topi. Sedangkan dalam pertanyaan F1 tentang riwayat penyakit kulit

sebelumnya, jika jawaban responden adalah ‘Ya’ maka responden dinyatakan

memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya. Dalam pertanyaan G1 mengenai

variabel riwayat alergi, jika jawaban pertanyaan G1 adalah ‘Ya’ maka

responden dinyatakan memiliki riwayat alergi.

4. Lembar Observasi

Lembar observasi merupakan panduan peneliti dalam mengamati responden.

Data primer yang akan diperoleh dengan menggunakan lembar observasi

adalah personal hygiene. Dalam lembar observasi, ada 6 poin yang akan

diobservasi oleh peneliti. Jika salah satu dari 6 poin tidak terpenuhi oleh

responden atau memiliki kategori ‘Tidak’ maka personal hygiene responden

dinyatakan ‘TIdak Baik’. Akan tetapi jika ke 6 poin observasi terpenuhi oleh

responden maka personal hygiene dinyatakan ‘Baik’.

Page 90: Niswah Afifah-fkik.pdf

73

E. Pengumpulan Data

Pengumpulan data responden dilakukan berdasarkan satu jenis data yaitu

data primer. Data primer merupakan data yang didapat langsung oleh peneliti

dari pekerja proses finishing meubel kayu yang berada di wilayah Ciputat Timur.

Data primer yang akan dikumpulkan berupa usia, masa kerja, riwayat alergi,

riwayat atopi, dan riwayat penyakit kulit sebelumnya yang didapat dari Self

Administered Questionnaire. Kemudian variabel dermatitis kontak di periksa

oleh dokter dan dicatat pada lembar pemeriksaan fisik, serta data personal

hygiene yang di dapat dari lembar observasi.

F. Pengolahan Data

1. Data Coding

Coding data merupakan tahap mengklasifikasikan data dan pemberian kode

jawaban responden sesuai dengan tujuan pengumpulan data. Data coding

berguna untuk memudahkan dalam membedakan antara data yang satu

dengan lainnya dalam pengolahan data. Data coding dalam penelitian ini

adalah :

a. Dermatitis kontak, 0 : Tidak dermatitis kontak 1 : Dermatitis kontak

b. Riwayat alergi, 0 : Tidak beresiko 1 : Beresiko

c. Riwayat atopi, 0 : Tidak beresiko 1 : Beresiko

d. Riwayat penyakit kulit sebelumnya, 0 : Tidak beresiko 1 : Beresiko

e. Personal Hygiene, 0 : Baik 1 : Tidak baik

Page 91: Niswah Afifah-fkik.pdf

74

2. Data Editing

Data lapangan yang ada dalam instrumen penelitian perlu diperiksa, diteliti,

dan diedit. Tujuan dilakukannya editing adalah untuk: (1) Melihat lengkap

tidaknya pengisian kuesioner. (2) Melihat logis tidaknya jawaban. (3)

Melihat konsistensi antar pertanyaan.

3. Data Entry

Data entry adalah proses memasukan data dari hasil yang didapat dalam

instrumen penelitian yang sudah diberikan kode pada masing-masing

variabel, kemudian dilakukan analisis data dengan memasukkan data tersebut

dengan software statistik untuk dilakukannya analisis univariat dan bivariat.

4. Data Cleaning

Data cleaning merupakan proses pengecekan kembali data yang telah

dimasukkan untuk memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga

dengan demikian data tersebut telah siap diolah dan dianalisis.

G. Teknik Analisa Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisis yang digunakan terhadap tiap variabel dari

hasil penelitian. Pada umunya dalam analisa ini hanya menghasilkan

distribusi frekuensi dan prosentase dari tiap variabel. Sehingga dari analisis

univariat hasil yang diperoleh adalan gambaran variabel secara umum.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan variabel independen

dengan variabel dependen menggunakan uji statistik yang sesuai dengan

Page 92: Niswah Afifah-fkik.pdf

75

skala data yang ada. Uji statistik pada penelitian ini adalah Chi Square, t-test

independent, dan mann whitney. Uji Chi Square untuk menghubungkan

variabel kategorik dan kategorik. Variabel yang termasuk pada uji Chi

Square adalah riwayat alergi, riwayat atopi, dan riwayat penyakit kulit

sebelumnya dengan dermatitis kontak. Untuk menguji variabel usia,

frekuensi kontak, lama kontak, dan masa kerja perlu dilakukan uji normalitas

data terlebih dahulu karena data yang didapatkan berupa data numerik. Bila

hasil uji normalitas data berdistribusi normal maka akan dilanjutkan dengan

uji t-test independen untuk menguji antara variabel numerik dan kategorik.

Sedangkan jika hasil uji normalitas didapatkan bahwa data berdistribusi tidak

normal maka digunakan uji mann whitney.

Page 93: Niswah Afifah-fkik.pdf

76

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Lokasi Penelitian

Berdasarkan hasil observasi penelitian yang dilakukan pada pekerja

proses finishing meubel kayu di Ciputat Timur, pekerja proses finishing meubel

kayu melakukan beberapa proses kerja yaitu pengamplasan/penghalusan meubel,

pendempulan meubel jika ada kayu yang bolong, pemlituran meubel yang

meliputi cat dasar dan cat akhir meubel, serta pengkilapan meubel yang

merupakah tahap akhir proses finishing. Bahan-bahan kimia yang digunakan

sangat beragam dan berbeda sesuai prosesnya seperti wood filler untuk

pendempulan, wood stain untuk pemlituran, sanding sealer untuk politur sebagai

cat dasar, thinner dan spirtus sebagai bahan campuran, dan sanding melamic

clear untuk pengkilapan.

Gambar 5.1

Pekerja proses finishing melakukan pemlituran meubel kayu Sumber :http://diskonews.blogspot.com/2010/12/wisata-furniture-kuno-di-jalan-ciputat.html

Sebagian besar pekerja melakukan pekerjaannya selama 8 jam tiap hari

kecuali jika adanya pesanan borongan sehingga memungkinkan pekerja untuk

Page 94: Niswah Afifah-fkik.pdf

77

bekerja lebih lama dari biasanya. Keseluruhan pekerja proses finishing di Ciputat

Timur tidak menggunakan APD yang berupa sarung tangan untuk melindungi

kulit dari kontak langsung dengan bahan kimia, sehingga risiko dermatitis pun

meningkat. Kemudian, diketahui dari observasi lapangan bahwa pekerja tidak

melakukan personal hygiene yang baik dimana pekerja tidak melakukan cuci

tangan dengan benar langsung setelah melakukan setiap tahap proses finishing.

Jumlah total awal responden adalah 88 orang pekerja proses finishing,

akan tetapi saat turun lapangan, didapatkan 82 orang pekerja yang bersedia untuk

menjadi responden penelitian. Dengan jumlah total responden 82 orang, sudah

cukup untuk memenuhi sampel minimum yang berjumlah 76 orang yang

diketahui melalui perhitungan sampel sebelumnya, sehingga berkurangnya

responden penelitian tidak berpengaruh secara signifikan terhadap hasil

penelitian.

Berikut merupakan hasil penelitian yang dilakukan mengenai Faktor-

Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja

Proses Finishing Meubel Kayu di Wilayah Ciputat Timur Tahun 2012.

B. Analisis Univariat

1. Gambaran Dermatitis Kontak pada Pekerja Proses Finishing Meubel

Kayu di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2012.

Hasil analisis univariat kejadian dermatitis kontak pada pekerja

proses finishing meubel kayu di wilayah Ciputat Timur tahun 2012 dapat

dilihat pada tabel 5.1 berikut :

Page 95: Niswah Afifah-fkik.pdf

78

Tabel 5.1

Gambaran Dermatitis Kontak pada Pekerja Proses Finishing Meubel

Kayu di Wilayah Ciputat Timur Tahun 2012

B

e

r

Berdasarkan tabel 5.1, diketahui bahwa dari 82 pekerja proses finishing

meubel kayu, 33 orang (40.2%) mengalami dermatitis kontak dan 49 orang

(59.8%) tidak mengalami dermatitis kontak.

2. Gambaran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak pada

Pekerja Proses Finishing Meubel Kayu di Wilayah Ciputat Timur

Tahun 2012.

Analisis univariat gambaran distribusi frekuensi berdasarkan variabel

faktor-faktor (lama kontak, frekuensi kontak, usia, masa kerja, riwayat alergi,

riwayat atopi, riwayat penyakit kulit sebelumnya dan personal hygiene) yang

berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja proses finishing

meubel kayu di wilayah Ciputat Timur tahun 2012, dapat dilihat pada tabel

5.2 dan 5.3 berikut :

Gambaran

Dermatitis Kontak Frekuensi Prosentase (%)

Dermatitis Kontak 33 40.2

Tidak Dermatitis Kontak 49 59.8

Total 82 100

Page 96: Niswah Afifah-fkik.pdf

79

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Lama kontak, Frekuensi kontak, Usia, dan Masa

kerja Pekerja Proses Finishing Meubel Kayu di Wilayah

Ciputat Timur Tahun 2012

No Variabel Mean SD Min Max

1 Lama Kontak 6.8 jam/hari 1.3 4 jam/hari 9.5 jam/hari

2 Frekuensi Kontak 4 kali/hari 2 2 kali/hari 8 kali/hari

3 Usia 35 tahun 11 16 tahun 65 tahun

4 Masa Kerja 89 bulan 79.9 1 bulan 360 bulan

Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Riwayat Alergi, Riwayat Atopi, Riwayat Penyakit

Kulit, dan Personal Hygiene Pekerja Proses Finishing Meubel Kayu di

Wilayah Ciputat Timur Tahun 2012

No Variabel Kategori Frekuensi Prosentase

(%)

1 Riwayat Alergi Berisiko (Alergi)

Tidak Berisiko (Tidak Alergi)

25

57

30.5

69.5

2 Riwayat Atopi Berisiko (Atopi)

Tidak Berisiko (Tidak Atopi)

32

50

39

61

3 Riwayat Penyakit Kulit

Berisiko (Ada Riwayat

Penyakit Kulit) 58 70.7

Tidak Berisiko (Tidak Ada

Riwayat Penyakit Kulit) 24 29.3

4 Personal Hygiene Tidak Baik

Baik

82

0

100

0

Page 97: Niswah Afifah-fkik.pdf

80

a. Lama Kontak

Lama kontak merupakan lamanya waktu pekerja kontak dengan bahan-

bahan penyebab dermatitis kontak di tempat kerja yang dihitung jam/hari.

Data mengenai lama kontak diperoleh dari lembar daily activity

recallpekerja. Pada tabel 5.2 diketahui bahwa rata-rata lama kontak

pekerja proses finishing meubel kayu adalah sebesar 6.8 jam/hari dengan

nilai standar deviasi sebesar 1.3.Waktu lama kontak terpendek pekerja

adalah 4 jam/hari dan lama kontak terpanjang adalah 9.5 jam/hari.

b. Frekuensi Kontak

Frekuensi kontak merupakan jumlah berapa kalinya responden kontak

dengan bahan yang menyebabkan dermatitis kontak di tempat kerja

dalam hitungan x/kali. Data mengenai frekuensi kontak diperoleh dari

lembar daily activity recall pekerja. Pada tabel 5.2 diketahui bahwa rata-

rata frekuensi kontak pekerja proses finishing meubel dengan bahan

kimia yang digunakan adalah sebesar 4 kali/hari dengan nilai standar

deviasi sebesar 2. Frekuensi kontak terendah pekerja adalah 2 x/hari dan

frekuensi kontak tertinggi adalah 8 x/hari.

c. Usia

Usia adalah lama hidup pekerja terhitung sejak lahir sampai penelitian

berlangsung yang diketahui melalui kuesioner. Berdasarkan tabel 5.2

diketahui bahwa rata-rata usia pekerja proses finishing meubel adalah 35

tahun dengan nilai standar deviasi sebesar 11. Usia termuda pekerja

adalah 16 tahun dan usia tertua pekerja adalah 65 tahun.

Page 98: Niswah Afifah-fkik.pdf

81

d. Masa Kerja

Masa kerja adalah kurun waktu atau lamanya responden bekerja sebagai

pekerja meubel sejak awal bekerja sampai penelitian berlangsung. Data

masa kerja diperoleh dari kuesioner. Berdasarkan tabel 5.2 diketahui

bahwa rata-rata masa kerja pekerja proses finishing meubel kayu adalah

89 bulan dengan nilai standar deviasi sebesar 79.9. Masa kerja terpendek

adalah 1 bulan dan masa kerja terlama adalah 360 bulan.

e. Riwayat Alergi

Riwayat alergi adalah reaksi tubuh pekerja yang berlebihan terhadap

benda asing/zat tertentu yang diketahui melalui kuesioner. Pada tabel 5.3

diketahui bahwa pekerja yang mempunyai alergi adalah sebanyak 25

orang (30.5%) dan pekerja yang tidak mempunyai alergi adalah sebanyak

57 orang (69.5%).

f. Riwayat Atopi

Riwayat atopi adalah penyakit pada pekerja yang mempunyai riwayat

kepekaan dalam keluarganya atau diturunkan dari keluarganya, seperti

asma, rhinitis alergi, dermatitis atopi, dan konjungtivitis alergi. Data

riwayat atopi diperoleh dari kuesioner. Berdasarkan tabel 5.3 diketahui

bahwa pekerja yang memiliki riwayat atopi sebanyak 32 orang (39%) dan

pekerja yang tidak memiliki riwayat atopi adalah sebanyak 50 (61%).

g. Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya

Riwayat penyakit kulit sebelumnya adalah peradangan pada kulit dengan

gejala subjektif berupa gatal, rasa terbakar, kemerahan, bengkak,

Page 99: Niswah Afifah-fkik.pdf

82

pembentukan lepuh kecil pada kulit, kulit mengelupas, kulit kering, kulit

bersisik, dan penebalan pada kulit atau kelainan kulit lainnya yang

sebelumnya pernah atau sedang diderita oleh pekerja. Data riwayat

penyakit kulit sebelumnya diperoleh melalui kuesioner. Berdasarkan

tabel 5.3 diketahui bahwa pekerja yang memiliki riwayat penyakit kulit

sebelumnya adalah sebanyak 58 orang (70.7%) sedangkan pekerja yang

tidak memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya adalah sebanyak 24

orang (29.3%).

h. Personal Hygiene

Personal hygiene adalah kebiasaan pekerja untuk membersihkan tangan

dengan baik sebelum dan setelah bekerja dan tidak adanya noda atau

cipratan bahan kimia di pakaian pekerja saat bekerja yang diketahui

melalui lembar observasi. Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa pekerja

dengan personal hygiene yang tidak baik adalah sebanyak 82 orang

(100%).

C. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan variabel independen

dengan variabel dependen menggunakan uji statistik yang sesuai dengan skala

data yang ada. Uji normalitas data didapatkan bahwa variabel numerik yang

berdistribusi normal adalah lama kontak dan usia sehingga digunakan uji t-test

independent untuk menguji hubungan lama kontak dan usia dengan dermatitis

kontak. Sedangkan data variabel frekuensi kontak dan masa kerja tidak

berdistribusi normal sehingga digunakan uji mann-whitney untuk menguji

Page 100: Niswah Afifah-fkik.pdf

83

hubungan frekuensi kontak dan masa kerja dengan dermatitis kontak. Untuk

menguji variabel katagorik dari faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian

dermatitis kontak (riwayat alergi, riwayat atopi, dan riwayat penyakit kulit)

dengan variable dermatitis kontak digunakan uji Chi Square.

Hasil analisis hubungan antara faktor – faktor (Lama kontak, Frekuensi

Kontak, Usia, Masa Kerja, Riwayat Alergi, Riwayat Atopi, dan Riwayat

Penyakit Kulit) dengan kejadian dermatitis kontak pada Pekerja Proses Finishing

Meubel Kayu di Wilayah Ciputat Timur Tahun 2012, dapat dilihat pada tabel

berikut ini :

Tabel 5.4

Hubungan Faktor – Faktor (Lama kontak dan Usia) dengan

Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Proses Finishing Meubel

Kayu di Wilayah Ciputat Timur Tahun 2012.

No Variabel Kejadian Dermatitis

Kontak N Mean Pvalue

1 Lama Kontak Dermatitis Kontak 33 6.9 jam/hari 0.532

Tidak Dermatitis Kontak 49 6.7 jam/hari

3 Usia Dermatitis Kontak 33 41.3 tahun 0.000

Tidak Dermatitis Kontak 49 31.4 tahun

Page 101: Niswah Afifah-fkik.pdf

84

Tabel 5.5

Hubungan Faktor – Faktor (Frekuensi Kontak dan Masa Kerja)

dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Proses Finishing

Meubel Kayu di Wilayah Ciputat Timur Tahun 2012

Tabel 5.6

Hubungan Faktor – Faktor (Riwayat alergi, Riwayat atopi, &

Riwayat penyakit kulit) dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada

Pekerja Proses Finishing Meubel Kayu di Wilayah Ciputat Timur

Tahun 2012

No Variabel Kategori

Frekuensi

P

Value Dermatitis

Tidak

Dermatitis Total

N % N % N %

1 Riwayat

Alergi

Berisiko (Alergi) 14 56 11 44 25 100

0,093 Tidak Berisiko

(Tidak Alergi) 19 33.3 38 66.7 57 100

2 Riwayat

Atopi

Berisiko (Atopi) 19 59.4 13 40,6 32 100

0.009 Tidak Berisiko

(Tidak Atopi) 14 29.8 36 70,2 50 100

3

Riwayat

Penyakit

Kulit

Berisiko

(Ada Riwayat

Penyakit Kulit)

28 48,3 30 51.7 58 100

0.04 Tidak Berisiko

(Tidak Ada

Riwayat Penyakit

Kulit)

5 20,8 19 79,2 24 100

No Variabel Kejadian Dermatitis

Kontak N

Mean

Rank P value

1 Frekuensi Kontak Dermatitis Kontak 33 38.26

43.68 0.304

Tidak Dermatitis Kontak 49

2 Masa Kerja Dermatitis Kontak 33 53.88

33.16 0.000

Tidak Dermatitis Kontak 49

Page 102: Niswah Afifah-fkik.pdf

85

1. Hubungan Antara Lama kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak

pada Pekerja Proses Finishing Meubel Kayu di Wilayah Ciputat Timur

Tahun 2012.

Berdasarkan penyajian hasi uji statistik pada tabel 5.4 diketahui

bahwa rata-rata lama kontak pekerja yang mengalami dermatitis kontak

adalah 6.9 jam/hari, sedangkan rata-rata lama kontak pekerja yang tidak

mengalami dermatitis kontak adalah 6.7 jam/hari. Variabel lama kontak

memiliki nilai p value sebesar 0.532 yang dapat diartikan bahwa pada =5%

tidak ada hubungan antara lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak

pada pekerja proses finishing meubel kayu di wilayah Ciputat Timur tahun

2012.

2. Hubungan Antara Frekuensi Kontak dengan Kejadian Dermatitis

Kontak pada Pekerja Proses Finishing Meubel Kayu di Wilayah Ciputat

Timur Tahun 2012.

Berdasarkan penyajian hasi uji statistik pada tabel 5.5 diketahui

bahwa mean rank frekuensi kontak pada pekerja yang dermatitis kontak

adalah sebesar 38.26 sedangkan mean rank frekuensi kontak pada pekerja

yang tidak dermatitis kontak adalah sebesar 43.68. Variabel frekuensi kontak

memiliki nilai p value sebesar 0.304 yang dapat diartikan bahwa pada =5%

tidak ada hubungan antara frekuensi kontak dengan kejadian dermatitis

kontak pada pekerja proses finishing meubel kayu di wilayah Ciputat Timur

tahun 2012.

Page 103: Niswah Afifah-fkik.pdf

86

3. Hubungan Antara Usia dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada

Pekerja Proses Finishing Meubel Kayu di Wilayah Ciputat Timur

Tahun 2012.

Berdasarkan penyajian hasi uji statistik pada tabel 5.4 diketahui

bahwa rata-rata usia pekerja yang mengalami dermatitis kontak adalah 41

tahun, sedangkan rata-rata usia pekerja yang tidak mengalami dermatitis

kontak adalah 31 tahun. Variabel usia memiliki nilai pvalue sebesar 0.000

yang dapat diartikan bahwa pada =5% ada hubungan antara usia dengan

kejadian dermatitis kontak pada pekerja proses finishing meubel kayu di

wilayah Ciputat Timur tahun 2012.

4. Hubungan Antara Masa Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak

pada Pekerja Proses Finishing Meubel Kayu di Wilayah Ciputat Timur

Tahun 2012.

Berdasarkan penyajian hasi uji statistik pada tabel 5.5 diketahui

bahwa mean rank masa kerja pekerja yang dermatitis kontak adalah sebesar

53.88 sedangkan mean rank masa kerja pekerja yang tidak dermatitis kontak

adalah sebesar 33.16. Variabel masa kerja memiliki nilai pvalue sebesar

0.000 yang dapat diartikan bahwa pada =5% ada hubungan antara masa

kerja dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja proses finishing meubel

kayu di wilayah Ciputat Timur tahun 2012.

5. Hubungan Antara Riwayat Alergi dengan Kejadian Dermatitis Kontak

Pada Pekerja Proses Finishing Meubel Kayu di Wilayah Ciputat Timur

Tahun 2012.

Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa dari 25 orang pekerja

yang memiliki riwayat alergi, terdapat 14 orang (56%) yang mengalami

dermatitis kontak dan 11 orang (44%) yang tidak mengalami dermatitis

Page 104: Niswah Afifah-fkik.pdf

87

kontak. Sedangkan dari 57 orang pekerja yang tidak memiliki riwayat alergi,

terdapat 19 orang (33.3%) yang mengalami dermatitis kontak dan 38 orang

(66.7%) yang tidak mengalami dermatitis kontak. Hasil uji statistik

menunjukkan bahwa nilai pvalue variabel riwayat alergi adalah sebesar 0.093

yang dapat diartikan bahwa pada =5% tidak ada hubungan antara riwayat

alergi dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja proses finishing

meubel kayu di wilayah Ciputat Timur tahun 2012.

6. Hubungan Antara Riwayat Atopi dengan Kejadian Dermatitis Kontak

pada Pekerja Proses Finishing Meubel Kayu di Wilayah Ciputat Timur

Tahun 2012.

Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa dari 32 orang pekerja

yang memiliki riwayat atopi, terdapat 19 orang (59.4%) yang mengalami

dermatitis kontak dan 13 orang (40.6%) yang tidak mengalami dermatitis

kontak. Sedangkan dari 50 orang pekerja yang tidak memiliki riwayat atopi,

terdapat 14 orang (29.8%) yang mengalami dermatitis kontak dan 36 orang

(70.2%) yang tidak mengalami dermatitis kontak. Hasil uji statistik

menunjukkan bahwa nilai pvalue variabel riwayat atopi adalah sebesar 0.009

yang dapat diartikan bahwa pada =5% ada hubungan antara riwayat atopi

dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja proses finishing meubel kayu

di wilayah Ciputat Timur tahun 2012.

7. Hubungan Antara Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya dengan

Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Proses Finishing Meubel

Kayu di Wilayah Ciputat Timur Tahun 2012.

Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa dari 58 orang pekerja

yang memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya, terdapat 28 orang (48.3%)

Page 105: Niswah Afifah-fkik.pdf

88

yang mengalami dermatitis kontak dan 30 orang (51.7%) yang tidak

mengalami dermatitis kontak. Sedangkan dari 24 orang pekerja yang tidak

memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya, terdapat 5 orang (20.8%) yang

mengalami dermatitis kontak dan 19 orang (79.2%) yang tidak mengalami

dermatitis kontak. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai pvalue

variabel riwayat penyakit kulit sebelumnya adalah sebesar 0.040 yang dapat

diartikan bahwa pada =5% ada hubungan antara riwayat penyakit kulit

sebelumnya dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja proses finishing

meubel kayu di wilayah Ciputat Timur tahun 2012.

Page 106: Niswah Afifah-fkik.pdf

89

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

1. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain study

cross sectional. Dengan desain study cross sectional, penelitian dilakukan

pada satu waktu tertentu sehingga tidak dapat menentukan hubungan sebab

akibat. Akan tetapi hanya mampu menjelaskan hubungan antar variabel.

2. Penentuan diagnosis dermatitis kontak dilakukan dengan pemeriksaan fisik

oleh dokter, dimana dokter memeriksa melalui gambaran umum tanda dan

gejala yang dialami oleh pekerja tanpa menggunakan uji tempel yang

merupakan uji untuk memperkuat kejadian dermatitis kontak. Hal tersebut

disebabkan karena adanya ketebatasan biaya dan waktu penelitian.

3. Penelitian ini tidak melakukan uji konsentrasi bahan kimia yang digunakan

karena beragamnya jenis bahan kimia yang digunakan pada proses finishing

meubel sehingga sulit untuk menentukan bahan kimia mana yang

menyebabkan kejadian dermatitis kontak. Hal tersebut juga disebabkan oleh

keterbatasan biaya dan waktu penelitian.

4. Hasil penelitian sangat dipengaruhi oleh ingatan dan kejujuran responden

dalam menjawab pertanyaan terkait variabel lama kontak, frekuensi kontak,

riwayat alergi, riwayat atopi, dan riwayat penyakit kulit sebelumnya dalam

kuesioner penelitian.

Page 107: Niswah Afifah-fkik.pdf

90

B. Kejadian Dermatitis Kontak

Menurut Djuanda (1987), Dermatitis kontak ialah dermatitis karena

kontaktan eksternal yang menimbulkan fenomen sensitisasi atau toksik.

Sedangkan menurut John, SC (1998) dalam Occupational Dermatology,

dermatitis kontak akibat kerja didefinisikan sebagai penyakit kulit dimana

pajanan di tempat kerja merupakan faktor penyebab yang utama serta faktor

kontributor.

Penelitian mengenai dermatitis kontak pada pekerja proses finishing

meubel kayu di wilayah Ciputat Timur tahun 2012 menunjukkan bahwa 40.2%

(33 orang) dari 82 pekerja mengalami dermatitis kontak. Menurut Cohen & Rice

(2004) dalam Ruhdiat (2006), bahan kimia selalu dan merupakan penyebab

terbesar terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Sehingga kejadian dermatitis

kontak dalam penelitian ini disebabkan karena pekerja proses finishing meubel

kayu menggunakan berbagai jenis bahan kimia dalam proses kerjanya serta

adanya kontak dengan serbuk kayu. Seperti yang diutarakan oleh Harrianto

(2008) bahwa kecenderungan untuk semakin banyak menggunakan bahan-bahan

industri, yang merupakan substansi allergen dan iritan, dapat menyebabkan

kenaikan prevalensi dermatitis kontak. Serbuk kayu merupakan salah satu bahan

iritan yang dapat menyebabkan kejadian dermatitis kontak (Strait, 2001;

Djuanda, 2003). Adanya kandungan substansi kimia dari getah tumbuh-

tumbuhan yang ada dalam serbuk kayu dapat menyebabkan dermatitis kontak

(Djuanda, 1987).

Page 108: Niswah Afifah-fkik.pdf

91

Berdasarkan hasil observasi lapangan, bahan kimia yang digunakan

pekerja proses finishing meubel kayu adalah wood filler untuk pendempulan,

wood stain untuk pewarnaan, sanding sealer untuk politur sebagai cat dasar,

thinner dan spirtus sebagai bahan campuran, dan sanding melamic clear sebagai

cat akhir untuk pengkilapan. Bahan dasar dari bahan-bahan tersebut adalah resin

nitrosellulosa (diasamkan dengan asam nitrat & asam sulfat), melamine

(formaldehid dan fenol), alkyd (glyserol dan asam phtalat), shellac (kelenjar

insekta) dan pigmen. Kemudian spirtus dan thinner yang digunakan sebagai

bahan campuran mengandung methanol, xylen, toluene, butyl alcohol, butyl

cellosove, isopropyl alcolol. Bahan-bahan tersebut seperti formaldehid, asam

nitrat, asam sulfat, xylen, dan toluen merupakan bahan yang berbahaya pada

kulit karena dapat menyebabkan iritasi pada kulit.

Tanda dan gejala kelainan kulit yang dialami oleh 33 orang (40.2%)

pekerja yang mengalami dermatitis kontak adalah berupa gatal, perih,

kemerahan, papula (tonjolan padat), vesikel (tonjolan berisi air), krusta,

licenifikasi (kulit mengkilap), kulit mengelupas, hyperkeratosis (penebalan

kulit). Tanda dan gejala tersebut mencakupi pernyataan dalam Djuanda dan

Sularsito (2002) yang menyebutkan pada penderita dermatitis kontak kulit terasa

pedih atau panas, kering, adanya eritema (kemerahan), vesikel atau bula, papula,

krusta, fisura, edema, skuama, dan likenifikasi (kulit mengkilap, menebal,

menghitam).

Page 109: Niswah Afifah-fkik.pdf

92

Gambar 6.1

Dermatitis Kontak pada Pekerja Proses Finishing Meubel

Kejadian dermatitis kontak pada pekerja proses finishing meubel kayu

berlokasi pada bagian tangan yaitu punggung tangan, telapak tangan, sela jari

tangan, dan pergelangan tangan. Menurut Permana (2010), tangan merupakan

lokasi tersering terkena dermatitis. Lebih dari sepertiga penyakit kulit akibat

kerja berlokasi ditangan (Wilde dkk, 2008). Hal tersebut terjadi karena pekerja

menggunakan tangannya secara langsung dalam mengaplikasikan bahan kimia

yang digunakan dalam proses kerja sehingga tangan mengalami kontak langsung

dengan bahan kimia maupun serbuk kayu yang ada pada meubel.

Kejadian tersebut juga didukung oleh perilaku pekerja yang tidak

menggunakan APD berupa sarung tangan pada saat melakukan pekerjaan sebagai

pembatas kontak langsung pada kulit dan personal hygiene pekerja yang buruk.

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, 100% (82 orang) pekerja proses finishing

tidak menggunakan APD yang berupa sarung tangan sehingga risiko terjadinya

dermatitis kontak semakin meningkat. Faktor personal hygiene juga mendukung

Page 110: Niswah Afifah-fkik.pdf

93

kejadian dermatitis kontak. Pengamatan yang dilakukan terhadap personal

hygiene pekerja didapatkan bahwa 100% (82 orang) pekerja memiliki personal

hygiene yang buruk, dimana menurut beberapa sumber yaitu Hipp (1985) dan

Rietschel (1985) dalam Utomo (2007) serta Djuanda & Sularsito (2002)

menyatakan bahwa personal hygiene merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kejadian dermatitis kontak.

Dalam pengamatan peneliti, setelah melakukan pekerjaannya, pekerja

tidak langsung mencuci tangan untuk membersihkan bahan-bahan kimia yang

menempel pada kulit tangan melainkan langsung istirahat dan melakukan

pekerjaan lain sehingga risiko dermatitis kontak pun meningkat. Seperti halnya

tujuan pelaksanaan personal hygiene adalah untuk, menghilangkan minyak dan

keringat, sel-sel kulit mati, dan bakteri, menghilangkan bau badan, memelihara

integritas permukaan kulit, menstimulasi sirkulasi peredaran darah seseorang,

serta meningkatkan dan menjaga derajat kesehatan seseorang (Pradjawanto,

2009). Sehingga pekerja dengan personal hygiene yang buruk lebih besar

risikonya terhadap dermatitis kontak.

Sebagian besar pekerja mencuci tangan dengan menggunakan air yang

ditampung di ember atau penampungan lain yang tidak melngalir, padahal telah

tersedianya sarana mencuci tangan di setiap tempat kerja yang berupa kamar

mandi. Bahkan, sebagian besar pekerja mencuci tangan menggunakan spirtus dan

thinner dengan alasan lebih mudah menghilangkan noda bahan kimia yang

menempel ditangan. Padahal menurut Koh dan Goh (1996), larutan pelarut

Page 111: Niswah Afifah-fkik.pdf

94

seperti thinner dan kerosene dapat pula mengakibatkan dermatitis kontak iritan

kumulatif bila sering digunakan secara salah sebagai pembersih kulit.

Berdasarkan observasi, diketahui juga bahwa pada sebagian besar sarana

yang mendukung personal hygiene, disediakan sabun yang fungsinya bukan

untuk mencuci tangan melainkan untuk mencuci pakaian dan/atau perabotan

dapur. Kesalahan penggunaan sabun ini bisa menjadi penyebab yang

memperparah kondisi dermatitis kontak. Karena menurut Cohen (1999),

pemilihan jenis sabun pencuci tangan juga dapat berpengaruh terhadap

kebersihan sekaligus kesehatan kulit pekerja.

Dari variabel-variabel (lama kontak, frekuensi kontak, usia, masa kerja,

riwayat alergi, riwayat atopi, riwayat penyakit kulit sebelumnya) yang diteliti

dalam penelitian ini, terdapat 4 variabel yang berhubungan dengan kejadian

dermatitis kontak yaitu usia (rata-rata 35 tahun), masa kerja (rata-rata 89 bulan),

riwayat atopi, dan riwayat penyakit kulit sebelumnya. Penelitian ini memiliki

beberapa keterbatasan yang telah dijelaskan sebelumnya, sehingga diharapkan

untuk peneliti selanjutnya untuk melakukan uji tempel yang berguna untuk

memperkuat pemeriksaan dermatitis kontak.

Di bawah ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai hasil penelitian

faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja

proses finishing meubel kayu di Ciputat Timur tahun 2012.

Page 112: Niswah Afifah-fkik.pdf

95

C. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Dermatitis Kontak

1. Hubungan Lama Kontak dengan Dermatitis Kontak

Lama kontak merupakan lamanya waktu pekerja kontak dengan

bahan-bahan penyebab dermatitis kontak di tempat kerja yang dihitung

jam/hari. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa variabel lama kontak

memiliki nilai pvalue sebesar 0.532 yang artinya tidak ada hubungan antara

lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja proses finishing

meubel kayu di wilayah Ciputat Timur tahun 2012.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Nuraga (2008), yang menyatakan bahwa adanya hubungan

antara lama kontak dengan dermatitis kontak. Proporsi pekerja yang

mengalami dermatitis kontak dengan lama kontak 8 jam adalah 73.1%,

sedangkan proporsi pekerja yang mengalami dermatitis kontak dengan lama

kontak <8 jam adalah sebesar 22.2% (Nuraga,2008). Hasil penelitian Nuraga

(2008) menunjukkan bahwa semakin lama kontak maka semakin besar pula

risiko kejadian dermatitis yang dialami pekerja.

Lama kontak mempengaruhi kejadian dermatitis kontak karena

semakin lama kulit kontak dengan bahan kimia, maka menyebabkan

rusaknya sel kulit lapisan luar, semakin sering berkontak maka semakin

rusaknya sel kulit lapisan yang lebih dalam sehingga kejadian dermatitis

kontak semakin berisiko tinggi (Cohen, 1999). Semakin lama kontak dengan

bahan kimia, maka peradangan atau iritasi kulit dapat terjadi sehingga

menimbulkan kelainan kulit (Nuraga, 2008). Menurut Djuanda (2003),

Page 113: Niswah Afifah-fkik.pdf

96

semakin lama kontak dengan bahan kimia maka semakin berisiko terjadinya

dermatitis kontak.

Lama kontak pekerja proses finishing meubel kayu dengan bahan

kimia berbeda-beda. Hal tersebut disebabkan karena ada pekerja yang

bekerja terkait dengan jam kerja yang ditetapkan serta ada juga pekerja yang

bekerja secara suka-suka. Kemudian adanya sistem kerja borongan yang

mengharuskan pekerja bekerja lebih ekstra dari biasanya, yang dapat

menyebabkan lama kontak pekerja lebih lama dari biasanya.

Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa rata-rata lama

kontak pekerja yang mengalami dermatitis kontak adalah 6.9 jam/hari,

sedangkan rata-rata lama kontak pekerja yang tidak mengalami dermatitis

kontak adalah 6.7 jam/hari. Jadi dapat diartikan bahwa baik pekerja yang

dermatitis kontak dan tidak dermatitis kontak rata-rata lama kontak dengan

bahan kimia adalah selama ±7 jam/hari. Sehingga lama kontak antara pekerja

yang dermatitis kontak dan tidak dermatitis kontak tidak berbeda satu sama

lain.

Dengan rata-rata lama kontak yang sama yaitu ±7 jam/hari, dapat

diasumsikan pekerja memiliki risiko dermatitis kontak yang sama. Akan

tetapi, dalam penelitian ini didapatkan bahwa ada pekerja yang mengalami

dermatitis kontak dan ada pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak.

Hal tersebut terjadi karena berdasarkan analisis, diketahui bahwa rata-rata

masa kerja (pvalue : 0.000) pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak

(rata-rata lama kontak 6.7 jam/hari) adalah sebesar 65 bulan (5 tahun 5 bulan)

Page 114: Niswah Afifah-fkik.pdf

97

lebih pendek dibandingkan dengan rata-rata masa kerja pada pekerja yang

mengalami dermatitis kontak (rata-rata lama kontak 6.9 jam/hari) yaitu 124

bulan (10 tahun 4 bulan). Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan

risiko kejadian dermatitis kontak antar kelompok pekerja dengan rata-rata

lama kontak yang sama, dipengaruhi oleh masa kerja pekerja pada masing-

masing kelompok yang berbeda.

Pekerja dengan masa kerja yang lebih lama cenderung memiliki

frekuensi kontak dan lama kontak yang lebih sering dibanding dengan

pekerja yang baru. Seperti yang dikatakan oleh Djuanda dan Sularsito (2007),

semakin sering pekerja mengalami kontak dengan bahan kimia, maka

semakin tinggi kesempatan untuk mengalami dermatitis kontak serta

meningkatkan keparahan penyakitnya.

Dalam penelitian ini, tidak adanya hubungan antara lama kontak

dengan dermatitis kontak, dimungkinkan disebabkan adanya pengaruh

faktor-faktor lain seperti riwayat atopi (pvalue : 0.009) dan riwayat penyakit

sebelumnya (pvalue : 0.04). Pekerja dengan lama kontak yang cenderung

sebentar belum tentu memiliki risiko dermatitis kontak yang lebih rendah

dibandingkan dengan pekerja yang lama kontaknya cenderung sering. Dalam

penelitian ini diketahui bahwa dari 14 orang pekerja yang mengalami

dermatitis kontak dengan lama kontak < 6.9 jam, terdapat 9 orang (64.3%)

memiliki riwayat atopi dan 11 orang (78.6%) memiliki riwayat penyakit kulit

sebelumnya.

Page 115: Niswah Afifah-fkik.pdf

98

Orang dengan riwayat atopi memiliki tubuh dengan hipersensitivitas

yang tinggi jika terkena paparan benda asing di lingkungannya (Harijono,

2006), karena hal tersebutlah pekerja dengan riwayat atopi memiliki risiko

yang lebih tinggi terhadap dermatitis kontak. Kemudian.adanya riwayat

penyakit kulit sebelumnya menyebabkan fungsi perlindungan kulit menurun

karena adanya kerusakan pada kulit. Menurut Jeyaratnam & Koh (1996)

pekerja yang pernah mengalami riwayat penyakit kulit sebelumnya dengan

meninggalkan bekas seperti kulit yang mengelupas, lecet, atau tergores dapat

menjadi faktor predisposisi dermatitis kontak sehingga bahan kimia lebih

mudah masuk ke dalam kulit. Jadi jika pekerja memiliki riwayat penyakit

kulit sebelumnya dan melakukan kontak dengan bahan kimia, meskipun

sebentar akan dapat menyebabkan timbulnya dermatitis kontak.

Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan tersebut diperkirakan karena

adanya pengaruh dari riwayat atopi (pvalue : 0.009) dan riwayat penyakit

kulit sebelumnya (pvalue : 0.04) menyebakan tidak adanya hubungan antara

lama kontak dengan dermatitis kontak pada penelitian ini.

2. Hubungan Frekuensi Kontak dengan Dermatitis Kontak

Frekuensi kontak merupakan jumlah berapa kalinya responden kontak

dengan bahan yang menyebabkan dermatitis kontak di tempat kerja dalam

hitungan x/kali. Hasil uji statistik pada tabel 5.4 menunjukkan bahwa

variabel frekuensi kontak memiliki nilai pvalue sebesar 0.304 yang dapat

diartikan bahwa pada =5% tidak ada hubungan antara frekuensi kontak

Page 116: Niswah Afifah-fkik.pdf

99

dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja proses finishing meubel kayu

di wilayah Ciputat Timur tahun 2012.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Ruhdiat (2006) yang menyatakan adanya hubungan antara frekuensi

kontak dengan kejadian dermatitis kontak dengan proporsi pekerja yang

mengalami dermatitis kontak dengan frekuensi kontak ≥5 kali/hari sebesar

96.3%, sedangkan proporsi pekerja yang mengalami dermatitis kontak

dengan frekuensi kontak <5 kali/hari adalah sebesar 79.4%. Hasil penelitian

Ruhdiat (2006) menyatakan bahwa pekerja dengan frekuensi kontak lebih

banyak maka akan lebih berisiko terkena dermatitis kontak dibandingkan

dengan pekerja dengan frekuensi kontak yang lebih sedikit.

Terjadinya dermatitis kontak akibat kerja sebagian besar karena

kontak dengan bahan kimia yang dipengaruhi oleh faktor lamanya kontak

dan frekuensi kontak. Semakin lama bahan kimia kontak dengan kulit maka

akan semakin luas dan dalam penetrasi bahan kimia terhadap lapisan kulit,

yang akan mencetuskan reaksi peradangan/iritasi kulit yang lebih luas dan

berat (Agius R, 2004; Cohen dan Rice R.H, 2004). Jika pekerja kontak

dengan bahan kimia yang sedikit jumlahnya tetapi dengan frekuensi kontak

yang lebih banyak, maka akan beresiko mengalami dermatitis dengan luas

dan berat yang lebih.

Frekuensi kontak pekerja proses finishing meubel kayu berbeda-beda

satu sama lainnya, karena sistem kerja yang dilakukan di meubel kayu

berbeda-beda ada yang terkait dengan jam kerja yang ditetapkan ada juga

Page 117: Niswah Afifah-fkik.pdf

100

yang bekerja secara suka-suka. Umumya pekerja bekerja secara borongan

tergantung pesanan konsumen, sehingga ada saatnya pekerja sering kontak

dengan bahan kimia, dan ada kalanya pekerja jarang kontak dengan bahan

kimia yang digunakan.

Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa rata-rata frekuensi

kontak pekerja proses finishing meubel dengan bahan kimia pada tabel 5.2

adalah sebesar 4 kali/hari dengan frekuensi kontak minimum 2kali/hari dan

maksimum 8 kali/hari. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rata-rata frekuensi

kontak pekerja tidak sering bahkan cenderung jarang jika mengacu pada

kategori dalam penelitian Ruhdiat (2006). Pada dasarnya diketahui bahwa

pekerja dengan frekuensi kontak yang jarang lebih rendah risikonya

dibandingkan dengan pekerja dengan frekuensi kontak yang sering.

Dalam penelitian ini, pekerja dengan frekuensi kontak yang lebih

jarang belum tentu lebih rendah risikonya terhadap dermatitis kontak. Hal ini

disebabkan karena adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi dermatitis

kontak. Salah satunya adalah faktor usia (pvalue : 0.000). Dalam penelitian

ini diketahui bahwa rata-rata usia pekerja yang mengalami dermatitis kontak

dengan frekuensi kontak ≤ 4 kali/hari adalah 40 tahun. Menurut Health

Safety Executive (2000) dalam Suryani (2011) kondisi kulit mengalami

proses penuaan mulai dari usia 40 tahun. Terkait dengan tekstur kulitnya

pekerja yang berusia tua lebih berisiko terkena dermatitis kontak karena

fungsi perlindungan kulit yang semakin menurun dan kecenderungan

Page 118: Niswah Afifah-fkik.pdf

101

menipisnya lapisan luar kulit pada usia tua yang memudahkan penetrasi

bahan kimia ke dalam kulit (Cohen, 1999).

Kemudian jika ditinjau dari faktor masa kerja (pvalue : 0.000),

diketahui bahwa rata-rata masa kerja pekerja yang mengalami dermatitis

kontak dengan frekuensi kontak ≤ 4 kali/hari adalah 124 bulan (10 tahun 4

bulan). Jika frekuensi kontak pekerja sedikit tetapi masa kerjanya lebih lama

maka pekerja akan mengalami kontak dengan bahan kimia yanglebih lama

pula sehingga meningkatkan risiko dermatitis kontak karena bahan

kimiamasuk dan menempel pada kulit lebih lama. Menurut Djuanda dan

Sularsito (2007), semakin sering pekerja mengalami kontak dengan bahan

kimia, maka semakin tinggi kesempatan untuk mengalami dermatitis kontak

serta meningkatkan keparahan penyakitnya.

Beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi adalah riwayat atopi

(pvalue : 0.009) dan riwayat penyakit kulit sebelumnya (pvalue : 0.04).

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa dari 21 orang pekerja yang

mengalami dermatitis kontak dengan frekuensi kontak ≤ 4 kali/hari,

didapatkan 13 orang (61.9%) memiliki riwayat atopi dan 17 orang (81%)

memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya. Orang dengan riwayat atopi

memiliki tubuh dengan hipersensitivitas yang tinggi jika terkena paparan

benda asing di lingkungannya (Harijono, 2006), karena hal tersebutlah

pekerja dengan riwayat atopi memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap

dermatitis kontak. Demikian pula dengan riwayat penyakit kulit sebelumnya,

menurut Jeyaratnam & Koh (1996) pekerja yang pernah mengalami riwayat

Page 119: Niswah Afifah-fkik.pdf

102

penyakit kulit sebelumnya dengan meninggalkan bekas seperti kulit yang

mengelupas, lecet, atau tergores dapat menjadi faktor predisposisi dermatitis

kontak hingga bahan kimia lebih mudah masuk ke dalam kulit.

Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan tersebut diperkirakan karena

adanya pengaruh dari usia (pvalue : 0.000), masa kerja (pvalue : 0.000)

riwayat atopi (pvalue : 0.009) dan riwayat penyakit kulit sebelumnya (pvalue

: 0.04) yang menyebakan tidak adanya hubungan antara frekuensi kontak

dengan dermatitis kontak pada penelitian ini.

3. Hubungan Usia dengan Dermatitis Kontak

Usia adalah lama hidup pekerja terhitung sejak lahir sampai penelitian

berlangsung yang diketahui melalui kuesioner. Hasil uji statistik pada tabel

5.4 menunjukkan bahwa usia memiliki nilai pvalue sebesar 0.000 yang dapat

diartikan bahwa pada =5% ada hubungan yang signifikan antara usia

dengan kejadian dermatitis kontak.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata usia pekerja

adalah 35 tahun dengan usia termuda adalah 16 tahun dan usia tertua pekerja

adalah 65 tahun. Pada tabel 5.4 dapat diketahui bahwa rata-rata usia pekerja

yang mengalami dermatitis kontak adalah 41 tahun sedangkan rata-rata usia

pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak adalah 31 tahun. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa pekerja yang mengalami dermatitis kontak

adalah pekerja dengan rata-rata usia 41 tahun yaitu pekerja yang tergolong

usia tua. Menurut Health Safety Executive (2000) dalam Suryani (2011),

kondisi kulit mengalami proses penuaan mulai dari usia 40 tahun.

Page 120: Niswah Afifah-fkik.pdf

103

Kondisi kulit pekerja yang lebih tua cenderung lebih rentan karena

fungsinya sudah menurun dibandingkan dengan kondisi kulit pekerja yang

lebih muda yang cenderung lebih sehat sehingga lebih berisiko terkena

dermatitis kontak. Sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa kulit manusia

mengalami degenerasi seiring bertambahnya usia. Sehingga kulit kehilangan

lapisan lemak diatasnya dan menjadi lebih kering. Kekeringan pada kulit ini

memudahkan bahan kimia untuk menginfeksi kulit, sehingga kulit lebih

mudah terkena dermatitis (Cohen, 1999). Pada pekerja yang lebih tua terjadi

peningkatan kerentanan terhadap bahan iritan dan kegagalan dalam

pengobatan, sehingga timbul dermatitis kontak (Cronin, 1980). Pada pekerja

dengan usia yang lebih tua, ketebalan kulit pun semakin berkurang, sehingga

lapisan kulit menipis dan menyebabkan mudahnya bahan kimia masuk ke

dalam lapisan kulit yang lebih dalam lagi.

Pada industri meubel kayu, tidak adanya sistem penempatan dimana

pekerja yang lebih muda ditempatkan di tempat yang lebih berisiko

dibanding pekerja yang lebih tua, sehingga risiko yang dihadapi pun sama.

Dengan risiko yang sama tetapi kondisi kulit yang berbeda, maka dapat

menjadi alasan bahwa pekerja lebih tua yang lebih berisiko terkena dermatitis

kontak. Hal inilah yang menyebabkan adanya hubungan antara usia dengan

kejadian dermatitis kontak.

Untuk mengurangi risiko dermatitis kontak, pengelola diharuskan

untuk menyediakan sarana dan prasarana penunjang personal hygiene yang

baik. Peningkatan kesadaran pekerja terhadap personal hygiene juga perlu

Page 121: Niswah Afifah-fkik.pdf

104

dilakukan, seperti adanya poster-poster mengenai kebersihan. Setelah

tersedianya sarana dan prasarana tersebut maka pekerja diwajibkan untuk

menggunakannya dengan baik sehingga risiko dermatitis kontak berkurang.

Kemudian penyediaan alat pelindung diri yang berupa sarung tangan sebagai

proteksi terhadap kontak langsung dengan bahan kimia juga diperlukan.

Sarung tangan yang cocok untuk melindungi tangan dari bahan kimia adalah

sarung tangan vinyl dan neoprene (Cholis, 1995). Pekerja juga diwajibkan

untuk memakai sarung tangan yang telah disediakan dengan pertimbangan

sensitivitas masing-masing individu. Dengan penerapan pengendalian

tersebut, diharapkan risiko dermatitis kontak berkurang.

4. Hubungan Masa Kerja dengan Dermatitis Kontak

Masa kerja adalah kurun waktu atau lamanya responden bekerja

sebagai pekerja meubel kayu sejak awal bekerja sampai penelitian

berlangsung. Hasil uji statistik pada tabel 5.4 diketahui masa kerja memiliki

nilai pvalue sebesar 0.000 yang dapat diartikan bahwa pada =5% ada

hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis

kontak.

Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa rata-rata masa kerja pekerja

proses finishing meubel adalah 89 bulan (7 tahun 5 bulan). Masa kerja

terpendek adalah 1 bulan dan masa kerja terlama adalah 360 bulan. Rata-rata

masa kerja pekerja proses finishing meubel cenderung lama yaitu 89 bulan

(7tahun 5 bulan). Dengan rata-rata masa kerja selama 89 bulan (7 tahun 5

bulan) maka dapat diasumsikan bahwa pekerja proses finishing meubel telah

Page 122: Niswah Afifah-fkik.pdf

105

lama melakukan kontak dengan bahan kimia sehingga risiko dermatitis

kontak pun meningkat.

Pekerja dengan masa kerja yang lebih lama cenderung memiliki

frekuensi kontak dan lama kontak yang lebih sering dibanding dengan

pekerja yang baru. Seperti yang dikatakan oleh Djuanda dan Sularsito (2007),

semakin sering pekerja menglami kontak dengan bahan kimia, maka semakin

tinggi kesempatan untuk mengalami dermatitis kontak serta meningkatkan

keparahan penyakitnya.

Pekerja dengan masa kerja yang lebih lama merupakan pekerja

dengan usia yang lebih tua, maka dari itu risiko dermatitis meningkat karena

kondisi kulit pekerja yang lebih tua telah menurun dibanding dengan pekerja

yang lebih muda. Sesuai dengan teori Cohen (1999) bahwa kulit manusia

mengalami degenerasi seiring bertambahnya usia. Sehingga kulit kehilangan

lapisan lemak diatasnya dan menjadi lebih kering. Kekeringan pada kulit ini

memudahkan bahan kimia untuk menginfeksi kulit, sehingga kulit lebih

mudah terkena dermatitis. Hal tersebutlah yang menyebabkan bahwa pekerja

dengan masa kerja yang lama memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap

dermatitis kontak dibanding dengan pekerja yang baru.

Pengendalian yang dapat dilakukan untuk pekerja proses finishing

meubel kayu adalah dengan mengurangi lama kontak kulit dengan bahan

kimia. Akan tetapi mengingat bahwa jam kerja pekerja tidak teratur serta

adanya sistem kerja borongan, maka pengurangan lama kontak tidak bisa

dilakukan. Hal lain yang dapat dilakukan adalah pengelola dianjurkan untuk

Page 123: Niswah Afifah-fkik.pdf

106

menyediakan sarana dan prasarana personal hygiene yang dibutuhkan

pekerja. Kemudian pekerja diharuskan untuk selalu menjaga personal

hygiene yang baik dibawah pengawasan pengelola yaitu dengan mencuci

bagian tubuh yang terkena bahan kimia dengan sabun menggunakan cara

yang benar setelah melakukan tiap proses finishing agar bahan kimia tidak

melekat terus di kulit sehingga meningkatkan risiko dermatitis kontak.

Pengelola juga dianjurkan untuk menyediakan alat pelindung diri

yang berupa sarung tangan vinyl dan neoprene untuk pekerja. Setelah

tersedia, maka pekerja diwajibkan untuk menggunakannya agar terhindar dari

kontak langsung antara bahan kimia dengan kulit pekerja. Pekerja yang selalu

menggunakan sarung tangan dengan tepat akan menurunkan terjadinya

dermatitis kontak akibat kerja baik jumlah maupun lama perjalanan

dermatitis kontak (Susanti, 2010).

5. Hubungan Riwayat Alergi dengan Dermatitis Kontak

Riwayat alergi adalah reaksi tubuh manusia yang berlebihan terhadap

benda asing tertentu atau bahan yang bersifat allergen. Pengertian lain adalah

reaksi terhadap berbagai rangsangan/zat dari luar tubuh misalnya seperti

debu, obat, atau makanan, yang pernah dialami oleh pekerja. Hasil uji

statistik menunjukkan bahwa nilai pvalue variabel riwayat alergi adalah

sebesar 0.093 yang dapat diartikan bahwa pada =5% tidak ada hubungan

antara riwayat alergi dengan kejadian dermatitis kontak. Hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian Utomo (2007) yang menyatakan bahwa tidak ada

hubungan antara riwayat alergi dengan dermatitis kontak.

Page 124: Niswah Afifah-fkik.pdf

107

Berdasarkan tabel 5.3, diketahui bahwa distribusi pekerja yang

memiliki riwayat alergi sebesar 25 (30.5%) orang, sedangkan yang tidak

memiliki riwayat alergi sebanyak 57 orang (69.5%). Pada tabel 5.5 dapat

diketahui bahwa dari 25 orang pekerja yang memiliki riwayat alergi, terdapat

14 orang (56%) yang mengalami dermatitis kontak dan 11 orang (44%) yang

tidak mengalami dermatitis kontak. Sedangkan dari 57 orang pekerja yang

tidak memiliki riwayat alergi, terdapat 19 orang (33.3%) yang mengalami

dermatitis kontak dan 38 orang (66.7%) yang tidak mengalami dermatitis

kontak.

Riwayat alergi merupakan salah satu aspek dalam menegakkan

diagnosis dermatitis kontak. Menurut Putro (1985) dalam Utomo (2007),

dalam melakukan diagnosis dermatitis kontak dapat dilakukan dengan

berbagai cara, diantaranya adalah dengan melihat sejarah dermatologi

termasuk riwayat penyakit pada keluarga, aspek pekerjaan, sejarah alergi

(misalnya alergi terhadap obat-obatan tertentu), dan riwayat lain yang

berhubungan dengan dermatitis.

Dalam penelitian ini, tidak adanya hubungan antara riwayat alergi dan

dermatitis kontak, dimungkinan disebabkan karena sebelumnya pekerja tidak

pernah melakukan pemeriksaan mengenai riwayat alergi sehingga pekerja

tidak mengetahui adanya riwayat alergi pada diri mereka. Kemudian pekerja

juga menyepelekan gejala alergi yang mereka alami sehingga tidak

menyadari bahwa mereka memiliki riwayat alergi. Dalam Dewan K3

Nasional (1982) dikatakan bahwa, reaksi sensitifitas allergen sangat

Page 125: Niswah Afifah-fkik.pdf

108

bervariasi tergantung pada faktor genetik seseorang, demikian pula

sensitifitasnya terhadap bahan kimia pada diri seseorang berbeda-beda.

Sehingga pekerja tidak menyadari tanda dan gejala alergi yang timbul pada

diri mereka, karena adanya perbedaan reaksi setiap tubuh orang terhadap

allergen. Hal tersebut berpengaruh dalam pemberian jawaban di kuesioner

yang diberikan.

Dalam penelitian ini, pekerja yang tidak memiliki riwayat alergi

belum tentu memiliki risiko yang lebih rendah terhadap dermatitis kontak

karena dimungkinkan adanya faktor lain yaitu usia (pvalue : 0.000), masa

kerja (pvalue : 0.000), dan riwayat penyakit kulit sebelumnya (pvalue : 0.04).

Dalam penelitian ini, diketahui bahwa rata-rata usia pekerja yang mengalami

dermatitis kontak dan tidak memiliki riwayat alergi adalah 41 tahun. Menurut

Health Safety Executive (2000) dalam Suryani (2011), kondisi kulit

mengalami proses penuaan mulai dari usia 40 tahun, sehingga pekerja dengan

usia ≥ 40 tahun memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap dermatitis kontak.

Pada pekerja yang lebih tua terjadi peningkatan kerentanan terhadap bahan

iritan dan kegagalan dalam pengobatan, sehingga timbul dermatitis kontak

(Cronin, 1980).

Berdasarkan hasil analisis, diketahui pula rata-rata masa kerja pekerja

yang mengalami dermatitis kontak dan tidak memiliki riwayat alergi adalah

126 bulan (10 tahun 6 bulan). Semakin lamanya masa kerja pekerja maka

semakin lama pula pekerja kontak dengan bahan kimia sehingga risiko

dermatitis kontak meningkat. Menurut Djuanda dan Sularsito (2007),

Page 126: Niswah Afifah-fkik.pdf

109

semakin sering pekerja mengalami kontak dengan bahan kimia, maka

semakin tinggi kesempatan untuk mengalami dermatitis kontak serta

meningkatkan keparahan penyakitnya.

Kemudian diketahui pula dari 19 orang pekerja yang mengalami

dermatitis kontak dan tidak memiliki riwayat alergi, terdapat 14 orang

(73.7%) memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya. Sehingga meskipun

pekerja tidak memiliki riwayat alergi akan tetapi pekerja memiliki riwayat

penyakit kulit sebelumnya yang menyebabkan terkikisnya lapisan epidermis

kulit dan menimbulkan bekas kerusakan pada kulit, maka pekerja tersebut

memliki risiko yang lebih tinggi karena sistem perlindungan kulit telah

menurun dan mempermudah jalan masuknya bahan kimia ke dalam kulit

(Jeyaratnam & Koh, 1996).

Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan tersebut diperkirakan karena

adanya pengaruh dari usia (pvalue : 0.000), masa kerja (pvalue : 0.000) dan

riwayat penyakit kulit sebelumnya (pvalue : 0.04) yang menyebakan tidak

adanya hubungan antara frekuensi kontak dengan dermatitis kontak pada

penelitian ini.

6. Hubungan Riwayat Atopi dengan Dermatitis Kontak

Atopi merupakan suatu reaksi yang tidak biasanya, berlebihan

(hipersensitivitas) dan disebabkan oleh paparan benda asing yang terdapat

didalam lingkungan kehidupan. Sindrom atopik disini meliputi dermatitis

atopik (DA), rhinitis alergi, asma bronkiale. Hasil uji statistik variabel

riwayat atopi menunjukkan bahwa nilai pvalue variabel riwayat atopi adalah

Page 127: Niswah Afifah-fkik.pdf

110

sebesar 0.009 yang dapat diartikan bahwa pada =5% ada hubungan yang

signifikan antara riwayat atopi dengan kejadian dermatitis kontak.

Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa pekerja yang memiliki riwayat

atopi sebanyak 32 orang (39%) dan pekerja yang tidak memiliki riwayat

atopi adalah sebanyak 50 (61%). Pada tabel tabel 5.5 dapat diketahui bahwa

dari 32 orang pekerja yang memiliki riwayat atopi, terdapat 19 orang (59.4%)

yang mengalami dermatitis kontak dan 13 orang (40.6%) orang yang tidak

mengalami dermatitis kontak. Sedangkan dari 50 orang pekerja yang tidak

memiliki riwayat atopi, terdapat 14 orang (29.8%) yang mengalami

dermatitis kontak dan 36 orang (70.2%) yang tidak mengalami dermatitis

kontak.

Proporsi pekerja yang memiliki riwayat atopi dan mengalami

dermatitis kontak (59.4%) lebih banyak dibandingkan dengan pekerja yang

memiliki riwayat atopi dan tidak mengalami dermatitis kontak (40.6%).

Kemudian proporsi pekerja yang tidak memiliki riwayat atopi dan tidak

memiliki dermatitis kontak (70.2%) juga cukup tinggi. Maka dapat

disimpulkan bahwa pekerja yang memiliki riwayat atopi lebih berisiko

terkena dermatitis kontak dibandingkan dengan pekerja yang tidak memiliki

riwayat atopi.

Riwayat atopi merupakan salah satu faktor predisposisi dari

dermatitis kontak. Atopi merupakan suatu reaksi yang tidak biasanya,

berlebihan (hipersensitivitas) dan disebabkan oleh paparan benda asing yang

terdapat didalam lingkungan kehidupan manusia yang bersifat familial atau

Page 128: Niswah Afifah-fkik.pdf

111

turunan (Harijono, 2006 dalam Indriani, 2010). Dalam penelitian ini, riwayat

atopi berhubungan secara signifikan dengan dermatitis kontak. Hal tersebut

sesuai dengan pernyatan Sularsito (2007) yang menyatakan bahwa seseorang

yang telah memiliki riwayat atopik akan lebih mudah terkena dermatitis

kontak dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat atopik.

Pengendalian yang dapat dilakukan adalah, pengelola menyediakan

sarana dan prasarana personal hygiene yang baik. Kemudian pekerja

diharuskan untuk menjaga personal hygiene dengan menggunakan sarana

dan prasarana yang tersedia. Pengelola juga harus melakukan pengawasan

terhadap perilaku personal hygiene pekerja. Kemudian penyediaan alat

pelindung diri berupa sarung tangan vinyl dan neoprene untuk pekerja dan

mengawasi pekerja untuk selalu menggunakan sarung tangan tersebut

sebagai proteksi kulit dari bahan kimia. Hal tersebut guna memperkecil risiko

timbulnya dermatitis kontak.

7. Hubungan Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya dengan Dermatitis

Kontak

Riwayat penyakit kulit sebelumnya adalah peradangan pada kulit

dengan gejala subyektif berupa gatal, rasa terbakar, kemerahan, bengkak,

pembentukan lepuh kecil pada kulit, kulit mengelupas, kulit kering, kulit

bersisik, dan penebalan pada kulit atau kelainan kulit lainnya yang

sebelumnya pernah atau diderita oleh pekerja.

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai pvalue variabel riwayat

penyakit kulit sebelumnya adalah sebesar 0.040 yang dapat diartikan bahwa

Page 129: Niswah Afifah-fkik.pdf

112

pada =5% ada hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit kulit

sebelumnya dengan kejadian dermatitis kontak. Hasil penelitian ini sejalan

dengan penelitian Utomo (2007) yang menyatakan adanya hubungan antara

riwayat penyakit kulit sebelumnya dengan dermatitis kontak dengan proporsi

pekerja yang mengalami dermatitis kontak dengan riwayat penyakit kulit

sebelumnya adalah sebesar 81.8%, sedangkan proporsi pekerja yang

mengalami dermatitis kontak tanpa riwayat penyakit kulit sebelumnya adalah

sebesar 43.5%.

Pada tabel 5.3 diketahui bahwa pekerja yang memiliki riwayat

penyakit kulit sebelumnya adalah sebanyak 58 orang (70.7%) sedangkan

pekerja yang tidak memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya adalah

sebanyak 24 orang (29.3%). Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa

dari 58 orang pekerja yang memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya,

terdapat 28 orang (48.3%) yang mengalami dermatitis kontak dan 30 (51.7%)

orang yang tidak mengalami dermatitis kontak. Sedangkan dari 24 orang

pekerja yang tidak memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya, terdapat 5

orang (20.8%) yang mengalami dermatitis kontak dan 19 orang (79.2%) yang

tidak mengalami dermatitis kontak.

Riwayat penyakit kulit mempengaruhi kejadian dermatitis kontak.

Menurut Cahyawati dan Budiono (2011), riwayat penyakit digunakan sebagai

salah satu dasar penentuan apakah suatu penyakit terjadi akibat penyakit

terdahulu, sehingga riwayat penyakit sangat penting dalam proses

penyembuhan seseorang. Penyakit kulit yang pekerja derita sebelumnya

Page 130: Niswah Afifah-fkik.pdf

113

dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan pekerja menderita

dermatitis kontak kembali (riwayat berulang) (Lestari dan Utomo, 2007).

Kulit yang memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya, memiliki kerentanan

terhadap terjadinya penyakit kulit lain, karena lapisan kulit telah mengalami

kerusakan sebelumnya sehingga bahan kimia lebih cepat masuk ke dalam

kulit.

Pekerja dengan riwayat penyakit kulit sebelumnya perlu diperhatikan

agar penyakit kulit yang sudah ada sebelumnya tidak dapat timbul kembali.

Bila terdapat pekerja dengan riwayat dermatitis kronik maka pekerja tersebut

lebih rentan untuk terkena dermatitis bila bekerja pada tempat tertentu

dikarenakan reaksi iritan ataupun sensitivasi (Dewan Keselamatan dan

Kesehatan Kerja Nasional, 1982). Kerusakan kulit akibat penyakit kulit yang

sebelumnya diderita membuat kulit lebih rentan karena fungsinya sudah

menurun karena lapisan terluar kulit telah terkikis. Seperti pernyataan

Jeyaratnam & Koh (1996) bahwa pekerja yang pernah mengalami riwayat

penyakit kulit sebelumnya dengan meninggalkan bekas seperti kulit yang

mengelupas, lecet, atau tergores dapat menjadi faktor predisposisi dermatitis

kontak. Hal inilah yang menyebabkan bahwa pekerja dengan riwayat

penyakit kulit lebih berisiko terkena dermatitis kontak.

Faktor personal hygiene sangat penting dalam mengurangi risiko

dermatitis kontak pada pekerja khusunya yang lebih berisiko. Sehingga

pengelola meubel kayu dianjurkan untuk menyediakan sarana dan prasarana

personal hygiene yang baik dan terjangkau untuk pekerja. Kemudian

Page 131: Niswah Afifah-fkik.pdf

114

melakukan pengawasan terhadap perilaku personal hygiene pekerja agar

pekerja selalu menjaga personal hygiene dengan baik. Penyediaan alat

pelindung diri berupa sarung tangan vinyl dan neoprene juga diwajibkan bagi

pengelola. Setelah tersedia, pekerja diwajibkan untuk memakai sarung tangan

tersebut untuk melindungi tangan dari bahan kimia dibawah pengawasan

pengelola. Hal tersebut diharapkan dapat mengurangi risiko dermatitis kontak

pada pekerja.

Page 132: Niswah Afifah-fkik.pdf

115

Page 133: Niswah Afifah-fkik.pdf

115

BAB VII

SIMPULAN & SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai kejadian

dermatitis kontak pada pekerja proses finishing meubel kayu di Ciputat Timur,

dapat disimpulkan bahwa :

1. Gambaran pekerja proses finishing yang mengalami dermatitis kontak adalah

sebanyak 33 orang (40.2%).

2. Hasil uji statistik univariat diketahui bahwa dari 82 pekerja proses finishing

yang diteliti, didapatkan :

a. Rata-rata lama kontak pekerja dengan bahan kimia adalah 6.8 jam/hari.

b. Rata-rata frekuensi kontak pekerja dengan bahan kimia adalah 4 kali/hari.

c. Rata-rata usia pekerja proses finishing adalah 35 tahun.

d. Rata-rata masa kerja pekerja proses finishing adalah 89 bulan (7 tahun 5

bulan).

e. Pekerja yang memiliki riwayat alergi adalah sebanyak 25 orang (30.5%).

f. Pekerja yang memiliki riwayat atopi adalah sebanyak 32 orang (39%).

g. Pekerja yang memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya adalah

sebanyak 58 orang (70.7%).

h. Pekerja dengan personal hygiene yang tidak baik adalah sebanyak 82

orang (100%) .

Page 134: Niswah Afifah-fkik.pdf

116

3. Hasil uji bivariat menunjukkan bahwa variabel usia (pvalue : 0.000), masa

kerja (pvalue : 0.000), riwayat atopi (pvalue : 0.009), dan riwayat penyakit

kulit sebelumnya (pvalue : 0.04) memiliki hubungan dengan kejadian

dermatitis kontak.

B. SARAN

1. Bagi Pengelola Meubel Kayu

a. Dianjurkan untuk menyediakan sarana dan prasarana personal hygiene

yang sesuai dan terjangkau oleh pekerja saat bekerja, seperti

menyediakan sabun pencuci tangan yang sesuai dan penyediaan sarana

pencuci tangan yang dekat dengan pekerja.

b. Dianjurkan untuk meningkatkan disiplin pekerja dengan menerapkan

aturan yang mengharuskan pekerja menjaga personal hygiene dengan

baik dan melakukan pengawasan terhadap berjalannya aturan tersebut.

c. Dianjurkan untuk meningkatkan disiplin pekerja dengan menerapkan

aturan yang mengharuskan pekerja untuk menggunakan alat pelindung

diri (sarung tangan) dengan baik dan melakukan pengawasan terhadap

berjalannya aturan tersebut.

d. Dianjurkan untuk menyediakan alat pelindung diri yang berupa sarung

tangan vinyl dan neoprene untuk melindungi tangan pekerja saat kontak

dengan bahan kimia.

2. Bagi Pekerja

a. Dianjurkan untuk menjaga personal hygiene yang baik dengan cara

mencuci tangan secara benar setelah kontak dengan bahan kimia.

Page 135: Niswah Afifah-fkik.pdf

117

b. Dianjurkan untuk menggunakan alat pelindung diri yang berupa sarung

tangan vinyl dan neoprene untuk melindungi tangan saat kontak dengan

bahan kimia.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Disarankan untuk melakukan uji tempel pada pekerja untuk memperkuat

dugaan dermatitis kontak.

b. Disarankan untuk melakukan uji konsentrasi bahan kimia yang digunakan

oleh pekerla.

Page 136: Niswah Afifah-fkik.pdf

118

DAFTAR PUSTAKA

Agius R. Practical Occupational Medicine.(online). http:// www.agius.com. 2004.

Astono, Sudidan Sudarja, Herliani. Penyakit Kulit di Kalangan Tenaga Kerja Industri Plywood di

Propinsi Kalimantan Selatan. Program Pasca Sarjana Hiperkes Medik Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Cermin Dunia Kedokteran No 136. 2002.

Avivah. Hubungan Antara Pajanan Pestisida dengan Dermatitis Kontak Petani Padi di

Kecamatan Cilamaya Kulon Karawang. Universitas Indonesia. 2005.

Bantas. Materi Presentasi Mata Ajar Anatomi Fisiologi. Universitas Indonesia. 2009

Cahyawati, I Dan Budiono, I. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Dermatitis pada

Nelayan. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Universitas Negeri Semarang. 2011.

Cohen. DE. Occupational Dermatosis, Handbook of Occupational Safety and Health, second edition,

Canada. 1999

Cholis. M. Dermatitis pada Pekerja Karoseri. Majalah Kedokteran Indonesia. 1995.

Cronin E. Contact Dermatitis. Ediburgh London dan New York : Churchill Livingstone. 1980.

Depkes RI. Upaya Kesehatan Kerja Bagi Perajin Kulit, Meubel, Aki Bekas, Tahu dan Tempe,

Batik. Puskesja Sekjen Depkes RI, Jakarta. 2002.

Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional. 1982 dalam Utomo, Suryo Hari. Faktor-

Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak pada Pekerja di Bagian Produksi

dan Quality Control PT. IPPI Tahun 2007. Skripsi. Universitas Indonesia. 2007.

http://diskonews.blogspot.com/2010/12/wisata-furniture-kuno-di-jalan-ciputat.html diakses pada

tanggal 2 Oktober 2012 pukul 10.05 WIB

Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FKUI Jakarta. 2002.

Firdaus, U. Dermatitis Kontak Akibat Kerja : Penyakit Kulit Akibat Kerja Terbanyak di

Indonesia. Majalah Kesehatan Masyarakat, Vol. II no.5. 2002.

Florence, Suryani Situmeang. Analisa Dermatitis Kontak Pada Pekerja Pencuci Botol PT. X

Medan Tahun 2008. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. 2008.

Page 137: Niswah Afifah-fkik.pdf

119

Fregert, Sigfird. Contact Dermatitis (Manual of Contact Dermatitis). Yayasan Essentia Medika.

Yogyakarta. 1981.

Gilles L, et all.The Pathophysiologi of Irritant Contac Dermatitis. In: Jackson EM, Goldner R,

editors Irritant Contac Dermatitis. Clinical Dermatology, New York: Marcel Dekker,

1990.

Hamzah, Syafei. Dermatitis Kontak Karena Pestisida. UPF Penyakit Kulit dan Kelamin, Rumah

Sakit Umum Dr. Abdul Muluk, Bandar Lampung. Cermin Dunia Kedokteran No. 107,

1996

http://health.detik.com/read/2012/11/22/122435/2098148/763/kelenjar-keringat-berperanpenting-

sembuhkan-luka-kulit diakses pada tanggal 20 September 2012 pukul 07.44 WIB.

Hogan D. Allergic contact dermatitis. Medicine J. vol 2, no.11. 2001.

http://id.scribd.com/doc/100941637/Penyakit-Kulit-Akibat-Kerja diakses pada tanggal 2 Oktober

2012 pukul 09.44 WIB

Hajsmy.us › Dunia Berita diakses pada tanggal 2 Oktober 2012 pukul 10.12 WIB

Harrianto. Penyakit Akibat Kerja Karena Pajanan Zat Kimia (Buku Ajar Kesehatan Kerja).

Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta. 2008.

Hudyono, J. Dermatosis Akibat Kerja. Majalah Kedokteran Indonesia. 2002.

Indriani, Fitria. Pengaruh Riwayat Atopik Terhadap Timbulnya Dermatitis Kontak Iritan di

Perusahaan Batik Putra Laweyan Surakarta. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Surakarta. 2010.

Jeyaratnam, J dan Koh, David. Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja edisi 1. Penerbit buku

kedokteran EGC. Jakarta.

John, S.C. A Color Handbook of Occupational Dermatology. Manson Publishing. 1998.

Joyce, Ernest. The Technique of Furniture Making (4th

Edition). BT Batsford Ltd, London, 1987).

http://apikayu.wordpress.com/category/teknikal-desain/ diakses pada tanggal 19 Juli 2012

Pukul 08.45 WIB.

Keefner, D.M, dan Curry, C.E., Contact Dermatitis dalam Handbook of Nonprescription

Drugs,12th

Edition.APHA, Washington D.C. 2004.

Page 138: Niswah Afifah-fkik.pdf

120

http://kesehatan123.com/yusri/author/kesehatan-kulit/2011 diakses pada tanggal 2 Oktober pada

pukul 09.28 WIB

Lestari, Fatma dan Utomo, Suryo Hari. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis

Kontak Pada Pekerja Di PT. Inti Pantja Press Industri. Departemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. 2007.

National Institute of Occupational Safety and Health. Occupational and Environment Exposure

of Skin to Chemic. 2006 dalam http://www.mines.edu/outreach/oeesc

Nuraga, Wisnu dkk. Dermatitis Kontak pada Pekerja yang Terpajan Dengan Bahan Kimia di

Perusahaan Industri Otomotif Kawasan Industri Cibitung Jawa Barat. Program Studi

Magister Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Departemen Keselamatan dan Kesehatan

Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. 2008.

Occupational Contact Dermatitis in Australia. Australian Safety & Compensation Council. 2006

Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI).2009

http://www.perdoski.org/index.php/public/information/news-detail/17.

Permana, Made Gede Cahyadi. Dermatitis Kontak Akibat Kerja pada Tukang Cuci Mobil.

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 2010.

Pradjawanto, Agus. Perawatan diri http ://www.kreasimahasiswa.page/Keperawatan-Dasar.

diakses pada tanggal 14 Juli 2012 pukul 14.33 WIB

Roebidin, Rachmat. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Dematosis pada Pekerja

Sentra Industri Tahu di Kelurahan Jomblang Kecamatan Candi Sari Kota Semarang.

Tesis. Universitas Muhammadiyah Semarang. 2008.

Ruhdiat, Rudi. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya dermatitis kontakakibat

kerja pada pekerja laboratorium kimia di PT Sucofindo Area Cibitung Bekasi Tahun

2006. Tesis. Universitas Indonesia. 2006.

Sedarmayanti. Tata Kerja dan Produktifitas Kerja. Mandar Maju. Bandung. 1996

Siregar, RS. Dermatosis Akibat Kerja. Bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas

Kedokteran Universitas Sriwijaya/Rumah Sakit Umum Pusat, Palembang. Cermin Dunia

Kedokteran Vol 107. 1996.

Page 139: Niswah Afifah-fkik.pdf

121

Sulistyani, dkk. Pengaruh Riwayat Atopik terhadap Timbulnya Dermatitis Kontak Iritan di

Perusahaan Batik Putra Laweyan Surakarta. Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Surakarta. 2010.

Suma’mur PK. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. PT Gunung Agung. Jakarta. 1989.

Sumantri, Muhammad, dkk. Dermatitis Kontak. Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta. 2008.

Suryani, Febria. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak pada Pekerja

Bagian Processing dan Filling Di PT.Cosmar Indonesia. Tahun 2011

Susanti, Diah Rifqi. Hubungan Pemakaian Alat Pelindung Diri (SarungTangan) Terhadap

Penurunan Kejadian Dermatitis Kontak Iritan pada Pekerja Bagian Penyelesaian Akhir di

CV. Roda Jati Karanganyar. Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2010.

The Prevalence of Occupational Dermatitis amongst Printers In the Midland. HSE UK. 2000.

Trihapsoro, Iwan. Dermatitis Kontak Alergik pada pasien rawat jalan di RSUP Haji Adam

Malik, Medan. Universitas Sumatera Utara, Indonesia, 2003.

Utomo, Suryo Hari. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak pada Pekerja di

Bagian Produksi dan Quality Control PT. Inti Pantja Press Industri Tahun 2007. Skripsi.

Universitas Indonesia. 2007.

Wilde. M.M, dkk. National of Occupational Skin Disease by Dermatologist in The Netherlands.

Occupational Medicine. 2008

Yunus, Muhammad. Pengaruh Keadaan Lingkungan Kerja, Karakteristik Pekerjadan Kadar

Debu Kayu (PM 10) terhadap Kapasitas Vital Paru Pekerja Industri Kecil Meubel di Kota

Banda Aceh Tahun 2010. Universitas Sumatera Utara. 2010.

Page 140: Niswah Afifah-fkik.pdf

KUESIONER PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN

DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA PROSES FINISHING MEUBEL

KAYU DI WILAYAH CIPUTAT TIMUR

TAHUN 2012

Assalamualaikum Wr. Wb

Kuesioner ini merupakan instrumen penelitian. Hasil penelitian ini merupakan

tugas akhir dari peneliti untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).

Untuk itu, saya mengharapkan partisipasi Bapak/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini

secara jujur dan lengkap.

Pengisian kuesioner ini tidak akan berpengaruh terhadap pekerjaan

Bapak/Saudara/i. Jawaban Bapak/Saudara/i dalam kuesioner ini akan dijaga

kerahasiaannya. Atas perhatian dan kerjasama Bapak/Saudara/i saya ucapkan terima

kasih.

Saya menyatakan bahwa saya telah membaca pernyataan diatas, dan saya setuju

untuk menjadi responden dalam penelitian ini.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Ciputat Timur, Agustus 2012

Peneliti Responden

(Niswah Afifah) ( )

Page 141: Niswah Afifah-fkik.pdf

No

Responden

Tanggal

Identitas Responden

Nama :

Alamat :

No. Telp./Hp :

Kuesioner

No Pertanyaan Kode

A Lama Kontak

A1 Berapa lama anda bersentuhan/kontak dengan bahan kimia

dalam satu hari?

…………….jam/hari

[ ]

B Frekuensi Kontak

B1 Berapa kali anda bersentuhan dengan bahan kimia tersebut

dalam 1 hari?

………………x/hari

[ ]

C Usia

C1 Pada tanggal, bulan, dan tahun berapa anda lahir?

Tanggal…….., bulan…………………., tahun………… [ ]

D Jenis Pekerjaan

Jenis Pekerjaan apa yang sedang anda lakukan?

a. Penghalusan

b. Pendempulan

c. Pemutihan

[ ]

Page 142: Niswah Afifah-fkik.pdf

d. Pemlituran

e. Pengecatan

f. Pengkilapan

E Riwayat Atopi

E1 Apakah anda pernah menderita salah satu penyakit yang

bersifat keturunan seperti asma, rhinitis alergi, dermatitis atopi,

serta konjungtivitis alergi?

1. Ya

2. Tidak

Jika “ya” langsung ke pertanyaan F1, jika “tidak” lanjut ke

pertanyaan E2.

[ ]

E2 Apakah salah satu keluarga anda pernah menderita salah satu

penyakit yang bersifat keturunan seperti asma, rhinitis alergi,

dermatitis atopi, serta konjungtivitis alergi?

1. Ya

2. Tidak

[ ]

F Riwayat Penyakit Kulit

F1 Apakah sebelumnya anda pernah mengalami

penyakit/peradangan pada kulit?

1. Ya

2. Tidak

Jika “ya” lanjut ke pertanyaan F2, jika “tidak” langsung ke

pertanyaan G1

[ ]

F2 Bagaimana tanda dan gejala penyakit/peradangan kulit yang

pernah anda alami?

(jawaban boleh lebih dari satu)

a. Gatal ( )

b. Rasa terbakar ( )

c. Kemerahan ( )

[ ]

Page 143: Niswah Afifah-fkik.pdf

d. Bengkak ( )

e. Lepuh kecil pada kulit ( )

f. Kulit mengelupas ( )

g. Kulit kering ( )

h. Kulit bersisik ( )

i. Penebalan pada kulit ( )

F3 Pada bagian mana anda mengalami penyakit kulit tersebut?

a. Telapak tangan ( )

b. Punggung tangan ( )

c. Lengan tangan ( )

d. Sela jari tangan ( )

e. Wajah ( )

f. Leher ( )

g. Punggung ( )

h. Kaki ( )

i. Lainnya ……………………….

[ ]

F4 Bagaimana cara anda mengobati penyakit kulit tersebut?

a. Tidak melakukan pengobatan

b. Melakukan pengobatan

Alasan : …………………………………………………..

[ ]

G Riwayat Alergi

G1 Apakah anda pernah mengalami alergi pada kulit?

1. Ya

2. Tidak

Jika “ya” lanjut ke pertanyaan G2, jika “tidak” langsung ke

pertanyaan H1.

[ ]

G2 Apakah penyebab alergi tersebut?

a. Bahan kimia

b. Debu

[ ]

Page 144: Niswah Afifah-fkik.pdf

c. Logam

d. Tanaman

e. Obat

f. Lainnya ………………………………….

G3 Pada bagian mana anda mengalami alergi tersebut?

a. Telapak tangan ( )

b. Punggung tangan ( )

c. Lengan tangan ( )

d. Sela jari tangan ( )

e. Wajah ( )

f. Leher ( )

g. Punggung ( )

h. Kaki ( )

i. Lainnya ……………………….

[ ]

G4 Bagaimana cara anda mengobati penyakit kulit tersebut?

a. Tidak melakukan pengobatan

b. Melakukan pengobatan

Alasan : …………………………………………………..

[ ]

H Masa Kerja

H1 Kapan anda mulai bekerja di meubel kayu ini?

Bulan……………………, tahun………………….

H2 Apakah sebelumnya anda pernah bekerja di tempat lain?

1. Ya

2. Tidak

Jika “ya” lanjut ke pertanyaan H3.

[ ]

H3 Dimana anda bekerja sebelumnya?

a. Meubel kayu ( )

b. Lainnya, sebutkan…………..

[ ]

H4 Berapa lama anda bekerja ditempat tersebut? ………….. [ ]

Page 145: Niswah Afifah-fkik.pdf

H5 Apakah ditempat kerja anda sebelumnya ada kemungkinan

anda kontak dengan bahan kimia?

1. Ya

2. Tidak

[ ]

Lembar Observasi (dilakukan oleh peneliti)

Personal Hygiene Kode

1 Pekerja mencuci tangan dengan air bersih dan sabun setelah

melakukan pekerjaan?

1. Ya

2. Tidak

[ ]

2 Pekerja mencuci tangan dengan benar?

1. Ya

2. Tidak

[ ]

3 Pekerja mengeringkan tangan setelah mencuci tangan?

1. Ya

2. Tidak

[ ]

4 Pekerja mengeringkan tangan menggunakan pengering/lap

khusus tangan?

1. Ya

2. Tidak

[ ]

6 Pakaian pekerja bersih dari bahan kimia?

1. Ya

2. Tidak

[ ]

Page 146: Niswah Afifah-fkik.pdf

Lembar Pemeriksaan Fisik

No :

Nama :

Tanggal Anamnesis/Pemeriksaan Lokasi

Dermatitis Diagnosis

Paraf &

Nama Dokter

1. Keluhan utama (gejala klinis) :

a. Gatal

b. Kemerahan

c. Pembengkakan

d. Vesikel/bullae

e. Kulit kering bersisik

f. Fissura (kulit pecah-pecah)

g. Exudat (cairan bening / darah)

h. Krusta/pengeringan dari krusta

i. Lichenifikasi (kulit menghitam, mengkilap)

j. Sidik jari tidak tampak

k. Hiperkeratosis (kapalen)

l. Kerusakan kuku-kuku jari

m. Infeksi

Page 147: Niswah Afifah-fkik.pdf

2. Riwayat keluhan :

a. Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan : ya/tidak

b. Apakah berkurang / hilang bila libur atau tidak kerja : ya/tidak

c. Bertambah bila terus menerus bekerja dalam beberapa hari tanpa istirahat :

ya/tidak

3. Tipe Kulit Pekerja

a. Tebal

b. Tipis

4. Pengeluaran keringat pekerja

a. Berkeringat

b. Tidak Berkeringat

Diisi oleh peneliti

A Hasil Diagnosis Dermatitis Kontak oleh Dokter Kode

A1 1. Tidak Dermatitis Kontak

2. Dermatitis Kontak [ ]

Page 148: Niswah Afifah-fkik.pdf

Daily Activity Recall

No Waktu Kegiatan Keterangan

1. Frekuensi Kontak :

2. Lama Kontak :

Page 149: Niswah Afifah-fkik.pdf

HASIL UJI STATISTIK

A. Uji Normalitas Data

B. Analisis Univariat ( Distribusi Frekuensi )

Page 150: Niswah Afifah-fkik.pdf

C. Analisis Bivariat

1. Uji T-test Independent

a. Lama Kontak dengan Dermatitis Kontak

b. Usia dengan Dermatitis Kontak

Page 151: Niswah Afifah-fkik.pdf

2. Uji Mann Whitney

a. Frekuensi Kontak dengan Dermatitis Kontak

b. Masa Kerja dengan Dermatitis Kontak

Page 152: Niswah Afifah-fkik.pdf

3. Uji Chi Square

a. Riwayat Alergi dengan Dermatitis Kontak

b. Riwayat Atopi dengan Dermatitis Kontak

Page 153: Niswah Afifah-fkik.pdf

c. Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya dengan Dermatitis Kontak

Page 154: Niswah Afifah-fkik.pdf

d. Personal Hygiene

Page 155: Niswah Afifah-fkik.pdf

FOTO DERMATITIS KONTAK

Page 156: Niswah Afifah-fkik.pdf

FOTO DERMATITIS KONTAK

Page 157: Niswah Afifah-fkik.pdf

FOTO DERMATITIS KONTAK

Page 158: Niswah Afifah-fkik.pdf

FOTO DERMATITIS KONTAK

Page 159: Niswah Afifah-fkik.pdf

FOTO DERMATITIS KONTAK

Page 160: Niswah Afifah-fkik.pdf

FOTO DERMATITIS KONTAK