Upload
buitu
View
233
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PANDANGAN DUNIA DALAM NOVEL LE TOUR DU MONDE
EN QUATRE-VINGTS JOURS KARYA JULES VERNE:
TINJAUAN STRUKTURALISME GENETIK
LUCIEN GOLDMANN
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra
Prodi Sastra Prancis
Oleh
Ika Octafia Saputri
2311410006
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ASING
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
ii
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang
panitia ujian skripsi,
hari : Kamis
tanggal : 7 Agustus 2014
Mengetahui:
Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Dosen Pembimbing,
Dr. Zaim Elmubarok, M. Ag Ahmad Yulianto, S.S, M.Pd
NIP 197103041999031003 NIP 197307252006041001
iii
iii
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan sidang panitia ujian skripsi
Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri
Semarang pada,
hari : Rabu
tanggal : 13 Agustus 2014
Panitia Ujian Skripsi
Ketua, Sekretaris,
Dr. Abdurrachman Faridi, M.Pd Ai Sumirah Setiawati, S.Pd, M.Pd
NIP 195301121990021001 NIP 197601292003122002
Penguji I,
Suluh Edhi Wibowo, S.S, M.Hum
NIP 197409271999031002
Penguji II, Penguji III,
Dra. Anastasia Pudji T., M.Hum Ahmad Yulianto, S.S, M.Pd
NIP 196407121989012001 NIP 197307252006041001
iv
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya,
Nama : Ika Octafia Saputri
NIM : 2311410006
Prodi : Sastra Prancis
Jurusan : Bahasa dan Sastra Asing
Fakultas : Bahasa dan Seni
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul “Pandangan Dunia
Dalam Novel Le Tour Du Monde En Quatre-Vingts Jours Karya Jules Verne:
Tinjauan Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann” yang saya tulis dalam
rangka memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana ini benar-benar
merupakan hasil karya saya sendiri. Skripsi ini saya hasilkan setelah melalui
proses penelitian, bimbingan, diskusi, dan pemaparan atau ujian. Semua kutipan,
baik yang diperoleh secara langsung maupun tidak langsung, telah disertai
identitas sumbernya dengan cara yang sebagaimana lazimnya dalam penulisan
karya tulis. Dengan demikian, walaupun tim penguji dan pembimbing skripsi ini
membubuhkan tanda tangan sebagai keabsahannya, seluruh isi karya ilmiah ini
tetap menjadi tanggung jawab saya sendiri.
Demikian, pernyataan ini saya buat agar dapat digunakan seperlunya.
Semarang,
Yang membuat pernyataan,
Ika Octafia Saputri
NIM 2311410006
v
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Dua puluh tahun dari sekarang
Anda pasti akan menyesal karena
tidak berani mengambil risiko
untuk melakukan hal yang Anda
inginkan. Pergi jelajahi dunia,
tinggalkan zona nyaman Anda.
Bertualanglah dengan cara Anda
sendiri. Jelajahi. Bermimpilah.
Telusurilah” - Mark Twain.
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan
kepada:
1. Bapak Ibu tercinta sebagai
wujud dharma bakti ananda
atas kasih sayang yang telah
diberikan.
2. Almamater Universitas Negeri
Semarang.
vi
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah dan karunia-
Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Pandangan Dunia Dalam Novel Le Tour
Du Monde En Quatre-Vingts Jours Karya Jules Verne: Tinjauan
Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann” dapat terselesaikan dengan baik.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana
Sastra di Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas
Negeri Semarang.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik
tanpa adanya dukungan dan bimbingan dari semua pihak. Untuk itu penulis
menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Semarang, Prof. Dr. Fathur Rohman, M.Hum yang
telah memberikan kesempatan menuntut ilmu di Universitas Negeri
Semarang.
2. Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum yang
telah memberikan izin dalam penyusunan skripsi ini.
3. Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Dr. Zaim Elmubarok, M.Ag yang
dengan segala kebijakannya di tingkat jurusan telah membantu kelancaran
dalam penyusunan skripsi ini.
4. Pembimbing tunggal, Bapak Ahmad Yulianto, S.S, M.Pd yang telah
membimbing dengan penuh kesabaran, ketelitian dan semangat.
vii
vii
5. Penguji Skripsi Bapak Suluh Edhi Wibowo, S.S, M.Hum dan Ibu Dra.
Anastasia Pudji T., M.Hum atas bimbingan, saran, dan arahan dalam
penyelesaian skripsi ini.
6. Bapak Ibu Dosen serta Staf Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Fakultas
Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang atas bekal ilmu, bimbingan
dan bantuannya.
7. Keluarga tercinta (Bapak Suprapto, Ibu Ici Purwa Handayani, Adik-adikku:
Selin dan Azhar, Mbah Uti, Alm. Mbah Kakung, Tante-tanteku, Om, dan
Sepupu-Sepupuku) atas segala perhatian, kasih sayang, dukungan moral dan
materiil yang selalu diberikan hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
8. Sahabat-sahabat kos (Misky, Tiara, Zizah, Intan, Ika Ayu, Devi, Arum, Tami,
Puri) yang telah menghadirkan banyak keceriaan dan motivasi dalam hidup.
9. Teman-teman Sastra Prancis Unnes angkatan 2010: Rosyid, Vica, Ryan,
Sella, Vita, dan Lisa yang teristimewa.
10. Seluruh teman-teman Sastra dan Pendidikan Bahasa Prancis Unnes atas
segala kebersamaan, semangat, dan keakraban yang telah diberikan selama
masa perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.
11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, bagi para
pembaca pada umumnya dan pecinta karya sastra pada khususnya.
Semarang , Juli 2014
Penulis
viii
viii
SARI
Saputri, Ika Octafia. 2014. Pandangan Dunia Dalam Novel Le Tour du Monde
en Quatre-Vingts Jours Karya Jules Verne: Kajian Strukturalisme
Genetik Lucien Goldmann. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Asing,
Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing:
Ahmad Yulianto, S.S, M.Pd
Kata Kunci: Pandangan Dunia, Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours
Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours merupakan novel petualangan
klasik karya Jules Verne yang ditulis pada akhir abad ke-19. Novel tersebut
bercerita tentang kisah petualangan mengelilingi dunia dalam 80 hari dan
merupakan salah satu bentuk karya sastra yang diciptakan Jules Verne untuk
menggambarkan kehidupan masyarakat dunia dan masyarakat Inggris khususnya
pada saat itu.
Penelitian atas novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours
menggunakan teori Strukturalisme Genetik dari Lucien Goldmann dengan analisis
utama adalah pandangan dunia pengarang. Adapun penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan : 1) struktur karya sastra, 2) fakta kemanusiaan, 3) subjek
kolektif, 4) dialektika, dan terutama 5) pandangan dunia dalam novel Le Tour du
Monde en Quatre-Vingts Jours.
Korpus data penelitian ini adalah novel Le Tour du Monde en Quatre-
Vingts Jours karya Jules Verne. Metode analisis data yang digunakan dalam
penelitian adalah metode deskriptif analitik, sedangkan teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis isi.
Simpulan yang didapat dari penelitian ini adalah : 1) Struktur karya Le
Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours memiliki hubungan dengan struktur sosial
masyarakat Inggris pada saat itu yaitu gambaran sikap orang-orang Inggris
tentang sebuah gagasan perjalanan berkeliling dunia, 2) Terdapat enam fakta
kemanusiaan dalam karya Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours yaitu: fakta
tentang adanya beberapa perkumpulan eksklusif di kota London saat itu; fakta
tentang kebiasaan bangsa Inggris yang suka bertaruh ; fakta tentang tiga kemajuan
teknologi transportasi pada masa itu (Terusan Suez, perhubungan jalur-jalur
kereta api India, selesainya jalur kereta api pertama di Amerika,); fakta tentang
ritual kepercayaan para pengikut Dewi Kali di India ; fakta tentang tradisi upacara
sati di India ; dan fakta tentang kebiasaan kaum Mormon di Amerika yang suka
berpoligami, 3) Subjek kolektif dalam Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours
terdiri atas kaum borjuis dan kaum buruh. Kaum borjuis diwakili oleh Phileas
Fogg bersama rekan-rekannya di Reform Club, sedangkan kaum buruh diwakili
oleh Passepartout, pelayan dari Phileas Fogg, 4) Dialektika dalam Le Tour du
Monde en Quatre-Vingts adalah anggapan bahwa perjalanan mengelilingi dunia
saat itu dapat dilakukan untuk pertama kalinya dalam 80 hari. Namun
negasi/antitesis muncul berupa pertentangan dan pertaruhan atas rencana
perjalanan tersebut. Selanjutnya terbentuklah sintesis bahwa perjalanan
mengelilingi dunia dapat dilakukan dalam 80 hari bahkan kurang, dan 5)
ix
ix
Pandangan dunia dalam Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours adalah
pandangan dunia yang menyangkut tentang persoalan fiksi ilmiah dan futurisme
yang dianut oleh pengarang yaitu Jules Verne. Verne memberikan pandangannya
bahwa perjalanan mengelilingi dunia pada saat itu nantinya akan dapat dilakukan
oleh siapa saja, tidak hanya untuk para penjelajah ataupun para petualang sejati
berkat adanya kemajuan teknologi transportasi. Selain itu, Verne mengungkapkan
pula pandangan tentang dominasi kekuasaan Inggris melalui daerah-daerah koloni
yang dilalui tokoh utama, Phileas Fogg selama perjalanan berkeliling dunia.
Saran yang diberikan dari penelitian ini adalah hasil penelitian diharapkan
dapat memberikan ide bagi mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Asing,
khususnya mahasiswa program studi Sastra Prancis untuk melakukan penelitian
lebih lanjut terhadap novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours dari
berbagai segi, misal dari segi psikologi sastra yang membahas tentang karakter
tokoh dalam novel ataupun dari segi resepsi sastra yang membahas tentang
tanggapan para pembaca.
x
x
LA VISION DU MONDE DANS LE ROMAN LE TOUR DU MONDE EN
QUATRE-VINGTS JOURS PAR JULES VERNE: UNE PERSPECTIVE DU
STRUCTURALISME GÉNÉTIQUE DE LUCIEN GOLDMANN
Ika Octafia Saputri, Ahmad Yulianto
Département des langues et littératures étrangères
Faculté des langues et des arts, Université d'État de Semarang
EXTRAIT
Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours est un roman d‟aventure de
Jules Verne qui a été écrit à la fin du 19ème siècle. Ce roman raconte l‟histoire du
voyage au tour du monde en 80 jours et l‟un des œuvres littéraires de Jules Verne
qui a été écrit pour décrire la société du monde, en particulier la société anglaise
dans son époque.
Cette recherche a pour but de décrire la vision du monde de l‟auteur dans
le roman Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours selon l‟approche du
Structuralisme Génétique de Lucien Goldmann. Cette recherche vise à décrire: 1)
la structure de l'œuvre littéraire, 2) le fait humain, 3) le sujet collectif, 4) la
dialectique, et surtout 5) la vision du monde.
Le corpus de cette recherche est le roman Le Tour du Monde en Quatre-
Vingts Jours de Jules Verne. La méthode d'analyse utilisée dans cette recherche
est la méthode d‟analytique descriptive. Ensuite, la technique d'analyse utilisée
dans cette recherche est la technique d‟analyse de contenu.
La conclusion de cette recherche: 1) La structure de l'œuvre a une relation
avec la structure sociale de la société anglaise à cette époque, c‟est une image de
l'attitude de la société anglaise sur le voyage autour du monde, 2) Il y a six faits
humains dans le roman: le fait sur des nombreuses sociétés à Londres; le fait sur
les habitudes de la société anglaise qui aiment parier; trois faits sur le
développement des moyens de transport et les progrès technologique (la présence
du canal Suez, l‟ouverture de la section de chemin de fer en Inde et l'inauguration
de l'Union Pacific Road en Amérique); le fait sur la rituelle par des adeptes de la
déesse Kali en Inde; le fait sur la tradition de la cérémonie Sutty en Inde; le fait
sur les habitudes des Mormons en Amérique qui favorisent la polygamie, 3) le
sujet collectif dans ce roman se consiste de la classe bourgeoise représentée par
Phileas Fogg avec ses collègues du Reform Club et la classe ouvrière représentée
par Passepartout, le serviteur de Phileas Fogg, 4) La dialectique dans ce roman,
c‟est la croyance que le voyage autour du monde peut être fait en 80 jours. Mais,
la négation / antithèse apparaît sous la forme d'opposition et le pari sur ce voyage.
Ensuite, la synthèse se forme qu‟on peut faire ce voyage en 80 jours ou moins, 5)
la vision du monde dans ce roman, c‟est la vision sur la science-fiction et le
futurisme adoptée par Jules Verne. Verne pense que le voyage autour du monde
serait faisable par n'importe qui, grâce au développement des moyens de transport
et aux progrès technologiques. Verne exprime également son point de vue sur la
xi
xi
domination anglaise représentée par des colonies anglaises traversées pendant le
voyage.
Les mots clés : La Vision du Monde, Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours
xii
xii
RÉSUMÉ
Saputri, Ika Octafia. 2014. La Vision du Monde dans le Roman Le Tour du
Monde en Quatre-Vingts Jours de Jules Verne. Mémoire. Département des
Langues et des Littérature Etrangères. Faculté des Langues et des Arts. Université
d‟Etat de Semarang.
Les mots clés : La Vision du Monde, Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours
1. Introduction
L‟œuvre littéraire est une image des sentiments, des expériences et des
réflexions entre la vie et l'auteur. La littérature présente une image de la vie, et la
vie elle-même est une réalité sociale (Damono 2002:1).
La littérature peut être considérée comme un phénomène social
(Luxembourg 1984: 23) parce que la littérature est écrite dans une période liée
directement aux normes et aux règles de la société de son époque. La littérature
est une institution sociale qui utilise la langue comme le medium (René Wellek et
Austin Warren 1990:109).
Le genre de la littérature qui est souvent considéré comme un reflet de la
réalité de la vie est le roman. Le roman est un genre littéraire qui est considéré le
plus dominant pour présenter les éléments sociaux (Ratna 2008:335). L‟œuvre
littéraire peut aussi refléter le point de vue de son auteur sur de divers sujets qui
sont observés dans l'environnement. L‟image des phénomènes sociaux qui sont
produits dans la société est présentée par l'auteur dans les différentes formes et
genres.
Je choisis le roman de Jules Verne comme l‟objet de recherche, en raison
des caractéristiques et de la vision du monde de l'auteur. Jules Verne est un
écrivain français dont une grande partie de ses œuvres est consacrée à des romans
xiii
xiii
d'aventures et de science-fiction (http://fr.wikipedia.org/wiki/Jules_Verne). Il a
réussi d‟écrire quelque chose qui va devenir une réalité à l'avenir, comme les
aventures des explorateurs, les aventures d‟inventeur, les aventures de la guerre
galactique qui sont devenus une légende pour des adultes et les contes étonnants
pour des enfants (Beaumarchais 2001 : 204).
Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours est l'un des romans populaires
écrit par Jules Verne. Ce roman raconte les aventures du personnage principal,
Phileas Fogg qui parie avec ses collègues du Reform Club qu'il peut faire le tour
du monde en 80 jours. Ce roman a été publié en 1873 et souvent été adapté aux
diverses formes, comme le film, la série de télévision, le théâtre et l'animation. Ce
roman a été reconnu depuis longtemps et ce jour, il mérite d‟appréciation.
2. Théorie
J‟utilise la théorie du Structuralisme génétique. C‟est une théorie qui est
développé par Lucien Goldmann, un philosophe et sociologue Roumain-Français
(Ratna 2008:121). Cette théorie se construite à la réaction de la stagnation du
Structuralisme qui analyse plutôt sur les éléments intrinsèques. Structuralisme
génétique porte aussi l‟attention aux choses en dehors des œuvres littéraires telles
que les conditions sociales qui affectent leur création. Comprendre des œuvres
littéraires basé sur l'approche du Structuralisme génétique n'est pas possible sans
considérer des facteurs sociaux, parce que ces facteurs donnent la cohésion de la
structure d‟œuvre littéraire (Goldmann 1970:585).
Il y a une relation homologue entre la structure de l'œuvre et la structure
sociale qui est reliée par des pensées, des idées, et l'idéologie de l'auteur ce qu‟on
xiv
xiv
appelle la vision du monde. Le Structuralisme génétique est une théorie qui peut
reconstruire la vision du monde. Cette vision n'est pas une réalité, mais plutôt une
réflexion imaginative. Goldmann a déclaré que la littérature est une expression de
la vision du monde imaginaire (Faruk 2012:71).
Cette théorie est fondée sur les éléments intrinsèques et extrinsèques. Dans
les éléments intrinsèques il y ales structures des œuvres, comme: le thème, les
personnages, la séquence, etc. Les éléments extrinsèques dans le Structuralisme
génétique sont partagés en quatre sujets: le fait humain, le sujet collectif, la
dialectique et la vision du monde.
2.1 Les structures des œuvres
a. Le thème
Le thème est un sujet principal dans le roman qui est soulevé par l'auteur. Le
thème dans le roman est large et abstrait car il peut impliquer tous les problèmes
dans la vie.
b. Les personnages
Les personnages selon Abrams (1981:20) sont ceux qui apparaissent dans
un récit ou un drame interprété par le lecteur et ont des qualités morales, certaines
exprimées à travers la parole et l'action. Les personnages peuvent être divisés en
deux : les personnages principaux et les personnages supplémentaires.
c. La séquence
La séquence est une série d'événements dans une histoire qui a de la relation
causale et a une partie intégrante et cohérente.
xv
xv
d. La situation temporelle, spatiale, et sociale
La situation temporelle, spatiale, et sociale signifient le temps, la
géographique, et le contexte social (comme les habitudes, les coutumes, les
traditions, etc.) dans l‟histoire.
e. Le point de vue
Le point de vue est une façon de raconter une histoire. Il y a quatre modes
de transmettre le point de vue selon Schmitt et Viala (1982: 55-59): le mode de
vision externe, le mode de vision interne, le mode de vision par en-dessus, les
modes de vision mêlés.
2.2 Le fait humain
Le fait humain est tous les activités ou les comportements humains tant les
verbales que les physiques qui sont compris par la science. Le fait humain est le
fait historique qui a lieu pour créer des œuvres littéraires. En général, le fait
humain explique la révolution sociale, humanitaire, politique, économique qui
sont décrites par l‟auteur à travers une œuvre littéraire. Le fait humain peut être
divisé en deux types : le fait individuel et le fait social.
2.3 Le sujet collectif
Selon Lucien Goldmann, la définition de sujet collectif est la classe sociale
au sens marxiste, parce que ce groupe est prouvé dans l'histoire comme le groupe
qui a créé une vision complète et globale dans la vie et a influencé le
développement de l'histoire humaine (de la société primitive à la société
xvi
xvi
féodaliste, capitaliste, socialiste) (Faruk 2012:63). Karl Marx divise la société en
deux classes principales : la bourgeoise et l‟ouvrière.
2.4 La dialectique
La méthode dialectique est une méthode qui cherche à comprendre entre les
opinions différentes ou les circonstances contradictoire des unes aux autres. Le
processus dialectique se compose de trois phases. Le mécanisme d‟action de cette
méthode est la thèse, l‟antithèse, et la synthèse. Théoriquement, tous les faits
peuvent être considérés comme une thèse littéraire et a ensuite tient la négation.
Avec la négation, la thèse et l‟antithèse se perdent et se transforment en réalité de
haute qualité, à savoir la synthèse elle-même.
2.5 La vision du monde
La vision du monde est un ensemble d‟idées sociales, religieuses,
philosophiques produite par la classe dominante dans la société. En utilisant cette
analyse, on peut savoir s‟il y a une relation entre la littérature et la société à
travers la vision du monde de l‟auteur qui s‟exprime dans le roman. En
conséquence, les lecteurs savent la vision du monde de l‟auteur.
3. Méthodologie de la Recherche
J‟utilise l‟approche du Structuralisme génétique de Lucien Goldmann dans
cette recherche. Il y a deux sources des données dans cette recherche, ce sont la
source de donnée primaire et la source de donnée secondaire. La source de donnée
primaire est le roman Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours de Jules Verne
publié en 1873 et la source de donnée secondaire est la théorie du Structuralisme
génétique de Lucien Goldmann.
xvii
xvii
La méthode d'analyse utilisée dans cette recherche est la méthode
d‟analytique descriptive. Ensuite, la technique d'analyse utilisée dans cette
recherche est la technique d‟analyse de contenu.
4. Analyse
4.1 Les structures des œuvres
a. Le thème
Le thème principal dans le roman est le récit d‟aventure parce que ce roman
raconte le voyage du personnage principal, Phileas Fogg et son serviteur français,
Jean Passepartout qui font le tour du monde en 80jours.
b. Les Personnages
Il y a quatre personnages principaux dans le roman :
1. Phileas Fogg
Phileas Fogg est l‟héros dans le roman Le Tour du Monde en Quatre-
Vingts Jours. Il a réussit à gagner le pari et il fait le tour du monde seulement pour
prouver que ce projet est faisable. Tout d‟abord, on peut voir le portrait physique
de Phileas Fogg dans la citation suivante :
(1) C'était un homme qui pouvait avoir quarante ans, de figure noble et
belle, haut de taille, que ne déparait pas un léger embonpoint, blond
de cheveux et de favoris, front uni sans apparences de rides aux
tempes, figure plutôt pâle que colorée, dents magnifiques.
2. Passepartout
Passepartout est le nouveau domestique qui est employé par Phileas
Fogg. Il est français. Il est très honnête, loyale et même comique. Il est très
curieux et aime se balader. On peut voir le caractère et le portrait physique de
Passepartout dans la citation suivante :
xviii
xviii
(2) Passepartout était un brave garçon, de physionomie aimable, aux
lèvres un peu saillantes, toujours prêtes à goûter ou à caresser, un être
doux et serviable, avec une de ces bonnes têtes rondes que l'on aime à
voir sur les épaules d'un ami. Il avait les yeux bleus, le teint animé, la
figure assez grasse pour qu'il pût lui-même voir les pommettes de ses
joues, la poitrine large, la taille forte, une musculature vigoureuse, et
il possédait une force herculéenne que les exercices de sa jeunesse
avaient admirablement développée.
3. Détective Fix
Détective Fix est le rival de Monsieur Fogg. Il est anglais. Il est
persuadé que Fogg est le voleur de la « Bank of England ». Fix suit Fogg dans
tous les destinations pour ne le pas perdre de vue et pour le pouvoir arrêter dans
une colonie anglaise avec un mandat d‟arrestation, puisqu‟il y a une récompense
s‟il a du succès. Regardez la citation suivante :
(3) Cet homme se nommait Fix, et c'était un de ces « détectives » ou
agents de police anglais, qui avaient été envoyés dans les divers ports,
après le vol commis à la Banque d'Angleterre. Ce Fix devait surveiller
avec le plus grand soin tous les voyageurs prenant la route de Suez, et
si l'un d'eux lui semblait suspect, le « filer » en attendant un mandat
d'arrestation.
4. Aouda
Aouda est une jeune princesse indienne qui est sauvé par Passepartout
et Fogg dans la forêt indienne quand elle était condamnée à mort après que son
mari, le rajah du Bundelkund est mort. Elle accompagne Fogg pour trouver des
parents en Europe et pour échapper aux bourreaux. Dans le roman, Verne décrit
une fois Aouda comme la citation suivante :
(4) … C'était une Indienne d'une beauté célèbre, de race parsie, fille de
riches négociants de Bombay. Elle avait reçu dans cette ville une
éducation absolument anglaise, et à ses manières, à son instruction, on
l'eût crue Européenne. Elle se nommait Aouda.
xix
xix
c. La séquence
La séquence dans le roman Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours est la
séquence progressive, parce que l'histoire est racontée dans l'ordre narratif et
chronologique qui se divise en quelques étapes suivantes:
1. La situation initiale : quand les personnages principaux comme Phileas
Fogg et Passepartout soulevés dans l‟histoire avec la situation, le contexte,
le temps qui leur accompagnent.
2. L’élément déclencheur : il y a le vol à la Banque d‟Angleterre et une
nouvelle que le voyage autour du monde peut être fait en 80 jours pour la
première fois.
3. Les nœud : le pari entre Phileas Fogg et les membres du Reform-Club sur le
voyage autour du monde.
4. Le dénouement : le voyage autour du monde avec de nombreuses
aventures.
5. La situation finale : Phileas Fogg a réussi à faire le tour du monde en 80
jours.
d. La situation temporelle, spatiale, et sociale
La situation temporelle : les événements dans le roman Le Tour du Monde
en Quatre-Vingts Jours s‟est passé en 1872. On peut voir dans la citation suivante:
(5) En l'année 1872, la maison portant le numéro 7 de Saville-row,
Burlington Gardens -- maison dans laquelle Sheridan mourut en 1814
--, était habitée par Phileas Fogg…
xx
xx
La situation spatiale : il y a beaucoup de principales villes, pays et
continents décrits dans le roman (Bombay, Calcutta, Hong Kong, Yokohama, San
Francisco, New York, etc.). Regardez la citation suivante:
(6) De Londres à Suez par le Mont-Cenis et Brindisi, …
De Suez à Bombay,…
-- De Bombay à Calcutta,…
-- De Calcutta à Hong-Kong (Chine),…
-- De Hong-Kong à Yokohama (Japon),…
-- De Yokohama à San Francisco,…
-- De San Francisco New York,…
-- De New York à Londres,…
La situation sociale : la société du monde au 19ème siècle, en particulier la
société anglaise et la société qui vivent dans la région traversée par Phileas Fogg
pendant le voyage.
e. Le point de vue
L‟histoire dans le roman Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours est
racontée à travers les modes de vision mêlés. L‟histoire est délivrée par un
narrateur qui sait toutes les actions, les pensées et les sentiments des personnages,
mais aussi par la première personne et la troisième personne. Voici la citation qui
représente la narration d‟un narrateur:
(7) En l'année 1872, la maison portant le numéro 7 de Saville-row,
Burlington Gardens -- maison dans laquelle Sheridan mourut en 1814
--, était habitée par Phileas Fogg…
La citation qui représente la narration de la première personne (le mode de
vision interne) se trouve dans la citation suivante :
(8) … j'ai fait plusieurs métiers. J'ai été chanteur ambulant, écuyer dans
un cirque, faisant de la voltige comme Léotard, et dansant sur la corde
comme Blondin ; puis je suis devenu professeur de gymnastique, afin
de rendre mes talents plus utiles, et, en dernier lieu, j'étais sergent de
xxi
xxi
pompiers, à Paris. J'ai même dans mon dossier des incendies
remarquables… voulant goûter de la vie de famille, je suis valet de
chambre en Angleterre.
Ensuite, la citation qui représente la narration de la troisième personne (le
mode de vision externe) est dans la citation suivante :
(9) … il n'était prodigue de rien, mais non avare, car partout où il
manquait un appoint pour une chose noble, utile ou généreuse, il
l'apportait silencieusement et même anonymement.
4.2 Le fait humain
Il y a six faits humains décrits tout au long de l‟histoire, ce sont : a) le fait
sur des nombreuses sociétés à Londres; b) le fait sur les habitudes du société
anglaise qui aiment parier; c) trois faits sur le développement des moyens de
transport et les progrès technologique (la présence du canal Suez, l‟ouverture de la
section de chemin de fer en Inde et l'inauguration de l'Union Pacific Road en
Amérique); le fait sur la rituelle des adeptes de la déesse Kali en Inde; le fait sur la
tradition de la cérémonie Sutty en Inde; le fait sur les habitudes des Mormons en
Amérique qui favorisent la polygamie.
4.3 Le sujet collectif
Le sujet collectif décrit dans le roman comprend la classe bourgeoise et la
classe ouvrière. La classe bourgeoise est représentée par Phileas Fogg avec ses
collègues du Reform Club. Regardez la citation suivante :
(10) C'étaient les partenaires habituels de Mr. Phileas Fogg, comme lui
enragés joueurs de whist : l'ingénieur Andrew Stuart, les banquiers
John Sullivan et Samuel Fallentin, le brasseur Thomas Flanagan,
Gauthier Ralph, un des administrateurs de la Banque d'Angleterre, --
personnages riches et considérés, même dans ce club qui compte
parmi ses membres les sommités de l'industrie et de la finance.
xxii
xxii
En revanche, la classe ouvrière est représentée par Passepartout, le
serviteur de Phileas Fogg. Regardez la citation suivante :
(11) … j'ai fait plusieurs métiers. J'ai été chanteur ambulant, écuyer dans
un cirque, faisant de la voltige comme Léotard, et dansant sur la
corde comme Blondin ; puis je suis devenu professeur de
gymnastique, afin de rendre mes talents plus utiles, et, en dernier lieu,
j'étais sergent de pompiers, à Paris. J'ai même dans mon dossier des
incendies remarquables… voulant goûter de la vie de famille, je suis
valet de chambre en Angleterre.
4.4 La dialectique
La dialectique dans le roman, c‟est la croyance que le voyage autour du
monde peut être réalisé en 80 jours. Mais, la négation / antithèse apparaît sous la
forme d'opposition et le pari sur ce voyage. Ensuite, la synthèse se forme qu‟on
réussi à voyager en 80 jours ou moins. À ce moment-là quand ce roman a été
écrit, ce voyage était impossible à faire mais aujourd‟hui on peut le réaliser moins
de quatre-vingts jours.
4.5 La vision du monde
La vision du monde dans le roman est la vision de science-fiction et
futurisme adoptée par Jules Verne.
a. La Science-fiction
La Science-fiction est une forme de la littérature basée sur la science. La
science-fiction dans le roman est effectivement projetée sur l'utilisation de la
technologie du transport à cette époque. La présence de chemins de fer, le
paquebot, et le canal de Suez leur permettent de voyager autour du monde.
Regardez la citation suivante :
(12) De Londres à Suez par le Mont-Cenis et Brindisi, railways et
paquebots
xxiii
xxiii
De Suez à Bombay, paquebot
-- De Bombay à Calcutta, railway
-- De Calcutta à Hong-Kong (Chine), paquebot
-- De Hong-Kong à Yokohama (Japon), paquebot
-- De Yokohama à San Francisco, paquebot
-- De San Francisco New York, railroad
-- De New York à Londres, paquebot et railway
Verne exprime également dans le roman un phénomène de science-fiction
en rapport de la ligne du calendrier international. La ligne du calendrier
international est une ligne imaginaire à la surface de la terre qui sert à compenser
l'ajout d'un temps quand on voyage vers l'est à travers différents zones d‟horaires.
Quelqu'un qui va à l‟ouest et passe la ligne du calendrier international, devrait
ajouter un jour de la date et l'heure qu'il croyait avant, tandis que ceux qui vont
vers l'est devrait réduire un jour. Phileas Fogg et Passepartout, par exemple, ils ont
négligé la différence du temps (la ligne du calendrier international) afin qu'ils
pensent à perdre le pari et arriver tard pour retourner à Londres. Regardez la
citation suivante:
(13) …, comment un homme si exact, si méticuleux, avait-il pu commettre
cette erreur de jour ? Comment se croyait-il au samedi soir, 21
décembre, quand il débarqua à Londres, alors qu'il n'était qu'au
vendredi, 20 décembre, soixante dix neuf jours seulement après son
départ ?
Voici la raison de cette erreur. Elle est fort simple.
Phileas Fogg avait, « sans s'en douter », gagné un jour sur son
itinéraire, -- et cela uniquement parce qu'il avait fait le tour du monde
en allant vers l'est, et il eût, au contraire, perdu ce jour en allant en
sens inverse, soit vers l'ouest.
En effet, en marchant vers l'est, Phileas Fogg allait au-devant du
soleil, et, par conséquent les jours diminuaient pour lui d'autant de
fois quatre minutes qu'il franchissait de degrés dans cette direction.
Or, on compte trois cent soixante degrés sur la circonférence
terrestre, et ces trois cent soixante degrés, multipliés par quatre
minutes, donnent précisément vingt-quatre heures, -- c'est-à-dire ce
xxiv
xxiv
jour inconsciemment gagné. En d'autres termes, pendant que Phileas
Fogg, marchant vers l'est, voyait le soleil passer quatre-vingts fois au
méridien, ses collègues restés à Londres ne le voyaient passer que
soixante-dix-neuf fois. C'est pourquoi, ce jour-là même, qui était le
samedi et non le dimanche, comme le croyait Mr. Fogg, ceux-ci
l'attendaient dans le salon du Reform-Club.
b. Le futurisme
Le futurisme est un mouvement littéraire et artistique européen au début du
XXe siècle, qui rejette la tradition esthétique et exalte le monde moderne, en
particulier la civilisation urbaine, la machine et la vitesse
(http://fr.wikipedia.org/wiki/Futurisme).
Le futurisme dans le roman est exprimé aussi par les progrès technologiques
et le développement des moyens de transport. En conséquence, le voyage autour
du monde serait faisable par n'importe qui. Verne en tant que l'auteur est capable
de prédire la prochaine étape dans l'évolution de la technologie humaine. Il a une
grande connaissance et imagination pour voyager plutôt en esprit. Cette vision est
exprimée à travers le personnage principal du roman, Phileas Fogg dans la citation
suivante :
(14) Avait-il voyagé ? C'était probable, car personne ne possédait mieux
que lui la carte du monde. Il n'était endroit si reculé dont il ne parût
avoir une connaissance spéciale. Quelquefois, mais en peu de mots,
brefs et clairs, il redressait les mille propos qui circulaient dans le
club au sujet des voyageurs perdus ou égarés ; il indiquait les vraies
probabilités, et ses paroles s'étaient trouvées souvent comme inspirées
par une seconde vue, tant l'événement finissait toujours par les
justifier. C'était un homme qui avait dû voyager partout, -- en esprit,
tout au moins.
La vision du monde qui s'exprime à travers ce roman est portée non
seulement par les personnages et l‟auteur mais également par tous les motifs
entrecroisés dans une œuvre littéraire. Je trouve que le voyage de Phileas Fogg et
xxv
xxv
Passepartout permet au lecteur de se rendre compte de la puissance coloniale
anglaise. Les personnages principaux dans ce roman sont en effet amenés à
traverser bon nombres de colonies anglaises : Suez, Inde puis Hong Kong, etc.
Regardez la citation suivante :
(15) Mr. Fogg inscrivit ces dates sur un itinéraire disposé par colonnes,
qui indiquait -- depuis le 2 octobre jusqu'au 21 décembre -- le mois, le
quantième, le jour, les arrivées réglementaires et les arrivées
effectives en chaque point principal, Paris, Brindisi, Suez, Bombay,
Calcutta, Singapore, Hong-Kong, Yokohama, San Francisco, New
York, Liverpool, Londres,...
5. La Conclusion
Les structure de l'œuvre (comme le thème, les personnages, la séquence,
etc.) a une relation avec la structure sociale de la société anglaise à cette époque,
c‟est une image de l'attitude de la société anglaise sur le voyage autour du monde.
Le fait humain, c‟est le fait qui parle du contexte historique tout au long de
l‟histoire. Je note qu‟il y a six faits humains qui sont décrits: a) le fait sur des
nombreuses sociétés à Londres; b) le fait sur les habitudes de la société anglaise
qui aiment parier; c) trois faits sur le développement des moyens de transport et
les progrès technologique (la présence du canal Suez, l‟ouverture de la section de
chemin de fer en Inde, et l'inauguration de l'Union Pacific Road en Amérique); d)
le fait sur la rituelle par des adeptes de la déesse Kali en Inde; le fait sur la
tradition de la cérémonie Sutty en Inde; e) le fait sur les habitudes des Mormons
en Amérique qui favorisent la polygamie.
Le sujet collectif dans ce roman se consiste de la classe bourgeoise
représentée par Phileas Fogg avec ses collègues du Reform Club et la classe
ouvrière représentée par Passepartout, le serviteur de Phileas Fogg
xxvi
xxvi
La dialectique dans ce roman : la thèse (le voyage autour du monde peut être
fait en 80 jours), l‟antithèse (le pari sur ce voyage), ensuite la synthèse (on peut
faire ce voyage en 80 jours ou moins)
La vision du monde dans ce roman, c‟est la vision sur la science-fiction et le
futurisme adoptée par Jules Verne. Verne inspire que le voyage autour du monde
serait faisable par n'importe qui, grâce au développement des moyens de transport
et aux progrès technologiques. Verne exprime également son point de vue sur la
domination anglaise représentée par des colonies anglaises traversées pendant le
voyage.
6. Remerciements
Je tiens à remercier mon père, ma mère, mon frère, et ma sœur de me
supporter et de me combler toujours de leur amour. Ensuite, je remercie
également mes professeurs de m‟avoir guidée et de m‟avoir donné un autre point
de vue pour voir la vie. Et finalement, je remercie aussi mes amis de leurs joies et
de leurs bonheurs.
7. Bibliographie
Abrams, M. H. 1981. A Glossary of Literary Terms. Canada: Library of Congress
Cataloging in Publication Data.
Arifin, Winarsih dan Farida Soemargono. 2007. Kamus Perancis-Indonesia.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Astuti, Rahmani. 2008. 80 Hari Keliling Dunia. Jakarta : Serambi.
Beaumarchais, Jean-Pierre de, Daniel Couty. 1988. Anthologie des Littéraires de
Langues Français. Paris: Bordas.
____________. 2001. Dictionnaires des Écrivains de Langues Français. Paris:
Larousse.
xxvii
xxvii
Damono, Sapardi Djoko. 2002. Pedoman Penelitian Sosiologi Sastra. Jakarta:
Depdikbud.
Dini, N.H. 2004. 20000 Mil di Bawah Lautan. Jakarta: Enigma
Esten, Mursal. 1978. Kesusastraan : Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung:
Angkasa.
Faruk. 2012. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Forster, E.M. 1979. Aspek-Aspek Novel diterjemahkan oleh Bagian Pembinaan
dan Pengembangan Sastra dari judul asli Aspects of The Novel. Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Goldman, Lucien. 1981. Method in Sociology of Literature. Oxford: Basil
Blackwell.
________. 1970. The Sociology of Literature: Status and Problem of Method.
New York: Praeger Publisher.
Hadi, Hardono. 1994. Epistemologi (Filsafat Pengetahuan) diterjemahkan dari
judul asli The Philosophy of Knowlwdge. Yogyakarta: Kanisius (Anggota
Ikapi).
Jan van Luxemburg, Mieke Bal dan Willem G. Weststeijn. 1984. Pengantar Ilmu
Sastra. Jakarta: PT Gramedia.
Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Schmitt. M.-P et A. Viala. 1982. Savoir-Lire. Précis de lecture critique, Paris :
Didier.
Sumardjo, Jacob dan Saini K.M. 1991. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Teeuw, A., 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta : Pustaka Jaya.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
http://fr.wikipedia.org/wiki/Futurisme
http://fr.wikipedia.org/wiki/Jules_Verne
http://id.wikipedia.org/wiki/Fiksi_ilmiah
xxviii
xxviii
http://id.wikipedia.org/wiki/Mengelilingi_Dunia_Dalam_80_Hari
http://manybooks.net/titles/vernejuletext97880jr07.html
http://www.academia.edu/5972916/pelajar_Unsur_Intrinsik_dan_Ekstrinsik_Nov
el_Unsur_Intrinsik_dan_Ekstrinsik_Novel
http://www.one.indoskripsi.com
xxix
xxix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ ii
PENGESAHAN ............................................................................................. iii
PERNYATAAN .............................................................................................. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................ v
KATA PENGANTAR ................................................................................... vi
SARI ............................................................................................................... viii
EXTRAIT ........................................................................................................ x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xxix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xxxii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................... 9
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................... 9
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................. 9
1.5. Sistematika Penulisan .............................................................. 10
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1. Strukturalisme Genetik dalam Sastra ....................................... 11
2.1.1 Struktur Karya Sastra ...................................................... 12
2.1.1.1 Tema.................................................................... 13
2.1.1.2 Tokoh dan Penokohan ......................................... 15
xxx
xxx
2.1.1.3 Alur/Plot .............................................................. 16
2.1.1.4 Latar .................................................................... 17
2.1.1.5 Sudut Pandang Penceritaan ................................. 18
2.1.2 Fakta Kemanusiaan ......................................................... 18
2.1.3 Subjek Kolektif ............................................................... 19
2.1.4 Dialektika ........................................................................ 20
2.1.5 Pandangan Dunia ............................................................ 22
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian ................................................................. 24
3.2 Objek Penelitian .......................................................................... 25
3.3 Sumber Data ................................................................................ 25
3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ............................................... 26
BAB 4 MANIFESTASI PANDANGAN DUNIA JULES VERNE DALAM
NOVEL LE TOUR DU MONDE EN QUATRE-VINGTS JOURS
4.1 Struktur Karya Sastra ................................................................... 29
4.1.1 Tema ................................................................................. 29
4.1.2 Tokoh dan Penokohan ...................................................... 30
4.1.3 Alur/Plot ............................................................................. 40
4.1.4 Latar .................................................................................. 44
4.1.5 Sudut Pandang Penceritaan ............................................... 45
4.2 Fakta Kemanusiaan ...................................................................... 47
4.3 Subjek Kolektif ........................................................................... 53
4.4 Dialektika ..................................................................................... 57
xxxi
xxxi
4.5 Pandangan Dunia ........................................................................ 59
BAB 5 PENUTUP
5.1 Simpulan ..................................................................................... 65
5.2 Saran ........................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 68
LAMPIRAN ................................................................................................... 70
xxxii
xxxii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Ringkasan cerita Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours karya Jules Verne
2. Biografi Jules Verne
3. Gambar Peta Perjalanan Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pengertian sastra sangatlah beragam. Berbagai kalangan mendefinisikan
sastra menurut pemahaman mereka masing-masing. Sumardjo dan Saini K.M.
(1991) mendefinisikan sastra sebagai ungkapan pribadi manusia yang berupa
pengalaman, pemikiran, semangat, dan keyakinan dalam suatu bentuk gambaran
konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Sastra atau kesusastraan
adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi
kehidupan manusia (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai medium dan
memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan) (Esten
1978:9).
Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial. Sastra yang ditulis oleh
pengarang pada suatu kurun waktu tertentu pada umumnya langsung berkaitan
dengan norma-norma dan adat-istiadat zaman itu (Luxemburg 1984:23).
Pengarang sebagai penulis karya sastra merupakan bagian dari suatu masyarakat
dan menempatkan dirinya sebagai anggota masyarakat tersebut. Ia merekam
peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan masyarakat melalui karya-
karyanya, baik dalam bentuk prosa, puisi, drama, maupun film. Sastra
menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu
kenyataan sosial (Damono 2002:1). Sastra adalah institusi sosial yang memakai
bahasa sebagai mediumnya (Rene Wellek & Austin Warren 1990:109).
2
Di antara genre utama karya sastra, yaitu puisi, prosa, dan drama, genre
prosalah, khususnya novel, yang dianggap paling dominan dalam menampilkan
unsur-unsur sosial (Ratna 2008:335). Alasan yang dapat dikemukakan, di
antaranya : a) novel menampilkan unsur-unsur cerita yang paling lengkap,
memiliki media yang paling luas, menyajikan masalah-masalah kemasyarakatan
yang juga paling luas, b) bahasa novel cenderung merupakan bahasa sehari-hari,
bahasa yang paling umum digunakan dalam masyarakat (Ratna 2008:335-336).
Novel adalah sebuah cerita prosa fiksional yang panjang, memiliki plot khusus
yang berkembang melalui tindakan, perkataan dan pemikiran dari karakter-
karakter yang terdapat di dalamnya. Novel dalam The American College
Dictionary (Tarigan 1984:164) adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang
tertentu yang melukiskan para tokoh, gerak serta adegan kehidupan nyata yang
representatif dalam suatu alur atau keadaan yang agak tidak beraturan.
Karya sastra termasuk novel dapat pula merefleksikan pandangan dunia
pengarang. Konsep dasar pandangan dunia ialah melihat sudut pandang sang
pengarang tentang realita yang terjadi dalam karya sastra buatannya dengan
beranalogi pada realita yang terjadi di luar karya sastra. Gambaran tentang realita
sosial yang pernah terjadi di masyarakat dihadirkan kembali oleh pengarang
dalam bentuk dan cara yang berbeda. Adapun yang dimaksud dengan pandangan
dunia itu sendiri, tidak lain daripada kompleks menyeluruh dari gagasan-gagasan,
aspirasi-asprasi, dan perasaan-perasaan, yang menghubungkan secara bersama-
sama anggota-anggota suatu kelompok sosial tertentu dan yang
3
mempertentangkannya dengan kelompok-kelompok sosial yang lain (Goldmann
dalam Faruk 2012:65-66).
Karya sastra dalam hal ini novel tentu memiliki banyak aspek, unsur, dan
dimensi. Untuk dapat memahaminya, diperlukan sebuah penelitian sastra dalam
membantu memahami isi cerita dan pesan yang ingin disampaikan pengarang
dalam karyanya. Ratna (2008:13) menyatakan bahwa melakukan suatu penelitian
adalah mengadakan pemahaman terhadap objek sebagaimana diprasyaratkan
melalui keberadaannya, bukan semata-mata pemahaman peneliti, lebih-lebih
pemahaman peneliti yang sudah dibekali dengan teori dan metode tertentu. Teori
dan metode berkembang bersama-sama dengan karya sastra dalam kondisi yang
saling melengkapi.
Peneliti memilih novel karya Jules Verne sebagai objek penelitian karena
keistimewaan dan pandangan dunia sang pengarang. Jules Verne merupakan
seorang pengarang novel berkebangsaan Perancis, yang dikenal sebagai perintis
genre fiksi ilmiah. Fiksi ilmiah adalah suatu bentuk fiksi spekulatif yang terutama
membahas tentang pengaruh sains dan teknologi yang diimajinasikan terhadap
masyarakat dan para individual (http://id.wikipedia.org/wiki/Fiksi_ilmiah,
diunduh pada tanggal 30 Januari 2014 pukul 14.30 WIB).
Perhatian Verne tertuju pada penemuan-penemuan ilmiah, geografi, fisika,
dan matematika, dan di lain pihak, pesonanya tertuju pada tanah-tanah asing dan
perjalanan yang menghasilkan kelahiran sebuah karya romantik kolosal yang
menggabungkan dokumentasi dengan imajinasi yang penuh khayalan dari
kumpulan tulisan-tulisan perjalanan “Voyages Extraordinaire” (Les Enfants du
4
Capitaine Grant (1867-1868), Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours (1873),
Des Ans de Vacances (1888)), petualangan-petualangan penerbangan (Cinq
Semaines en Ballon (1862), De la Térre à la Lune (1865), Robur le Conquérant
(1886)), eksplorasi jurang-jurang bumi-maritim (Voyage au Centre de la Terre
(1876), Vingt Mille Lieues sous les Mers (1869)), tulisan-tulisan sejarahnya
(Michel Strogoff (1876), Notre Contre Sud (1887)) menyajikan campuran
rasionalitas dan emosi (Beaumarchais 1988:1525).
Karya-karya Jules Verne adalah proyeksi penemuan-penemuan baru yang
pada awalnya merupakan bayangan atau idaman, yang ternyata menjadi realita di
abad ke-20 (Dini 2004:vi). Ia berhasil menuliskan sesuatu yang akan menjadi
kenyataan di masa mendatang, seperti petualangan si penjelajah, petualangan para
penemu, petualangan perang galaksi yang menjadi legenda bagi orang dewasa dan
dongeng yang menakjubkan bagi anak-anak (Beaumarchais 2001:204).
Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours merupakan novel karya Jules
Verne yang banyak dikenal. Novel tersebut bercerita tentang kisah petualangan
mengelilingi dunia dalam 80 hari yang dibuat dan berlatar waktu pada tahun 1872.
Cerita bermula dari sebuah surat kabar yang memberitakan bahwa perjalanan
mengelilingi dunia pada saat itu dapat dilakukan untuk pertama kalinya dalam
waktu 80 hari. Sang tokoh utama, Phileas Fogg sangat yakin dapat membuktikan
hal tersebut dengan mengikuti rencana perjalanan yang dikeluarkan oleh surat
kabar. Namun sebaliknya, rekan-rekan Fogg dari Reform Club merasa tidak yakin
dan bertaruh atas rencana perjalanan tersebut. Ditemani oleh pelayan barunya
5
yang setia yaitu Passepartout, Fogg berangkat melakukan perjalanan mengelilingi
dunia dengan banyak petualangan yang terjadi di dalamnya.
Novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours terbit pertama kali pada
tahun 1873 dan telah seringkali diadaptasi dalam berbagai bentuk, seperti film
layar lebar, televisi, teater maupun animasi. Tercatat sebanyak dua kali karya
tersebut telah diangkat ke layar lebar. Pertama, dirilis pada tahun 1956 dengan
judul film Around the World in Eighty Days, dibintangi oleh David Niven dan
Cantinflas, film ini memenangkan lima Piala Oscar dari delapan nominasi. Lantas
yang kedua, pada tahun 2004 ada sebuah gubahan baru lagi Around the World in
80 Days dengan bintang utama Jackie Chan sebagai Passepartout dan Steve
Coogan sebagai Fogg. Pada tahun 1989 ada sebuah serial mini di TV yang
dibintangi antara lain oleh Pierce Brosnan sebagai Fogg, Eric Idle sebagai
Passepartout, dan Peter Ustinov sebagai Fix. BBC bersama dengan Michael Palin
membuat acara Michael Palin: Around the World in 80 Days yang mengikuti rute
dalam buku secara persis. Animasi Around the World in 80 days juga dibuat pada
tahun 1972 oleh studio Kanada Rankin-Bass yang bekerja sama dengan Mushi
dari Jepang sebagai bagian dari serial Festival of Family Classics. Begitu pula
serial kartun satu musim berjudulkan Around the World in 80 days dibuat pada
tahun 1972 oleh Air Programs International dari Australia
(http://id.wikipedia.org/wiki/Mengelilingi_Dunia_Dalam_80_Hari diunduh pada
tanggal 30 Januari 2014 pukul 14.35 WIB ).
Terkait dengan terjemahan, novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts
Jours sudah dua kali diterjemahkan di Indonesia. Pertama, pada tahun 1922 novel
6
tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh R. Moesa Sasradhimedja
dengan judul "Mengelilingi Dunia Dalam 80 Hari" dan diterbitkan oleh Balai
Pustaka(http://id.wikipedia.org/wiki/Mengelilingi_Dunia_Dalam_80_Haridiunduh
pada tanggal 30 Januari 2014 pukul 14.35 WIB).
Sedangkan kedua pada tahun 2008 novel tersebut baru diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia oleh Rahmani Astuti dengan judul “80 Hari Keliling
Dunia” dan diterbitkan oleh Serambi. Adapun penerjemahan Le Tour du Monde
en Quatre-Vingts Jours dalam bahasa Indonesia dilakukan tidak secara langsung
dari karya asli bahasa Perancis, melainkan melalui karya terjemahan bahasa
Inggris yang berjudul Around the World in Eighty Days. Peneliti akan
menggunakan terjemahan terjemahan Rahmani Astuti dalam menginterpretasikan
makna yang terkandung dalam Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours.
Strukturalisme Genetik dipilih sebagai teori dalam penelitian ini. Penelitian-
penelitian menggunakan stukturalisme dianggap hanya menitikberatkan pada
unsur-unsur intrinsik saja tanpa memperhatikan unsur-unsur ekstrinsik karya
sastra. Karya sastra dianggap lepas dari konteks sosialnya. Namun seorang filsuf
dan sosiolog Rumania-Perancis, Lucien Goldmann mengembangkan sebuah teori.
Teori yang berada di bawah payung sosiologi sastra yang kita kenal dengan
Strukturalisme Genetik. Strukturalisme Genetik berfokus pada latar belakang
sejarah terciptanya karya sastra dengan memandang karya sastra dari dua sudut
yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Strukturalisme Genetik percaya bahwa karya sastra
merupakan sebuah struktur. Akan tetapi, struktur itu bukanlah sesuatu yang statis,
melainkan produk dari proses sejarah yang terus berlangsung, proses strukturasi
7
dan destrukturasi yang hidup dan dihayati oleh masyarakat karya sastra yang
bersangkutan (Faruk 2012:56).
Sastra dan masyarakat memiliki hubungan yang mesti dimediasi melalui
pemikiran, gagasan, dan ideologi pengarang yang disebut sebagai pandangan
dunia. Pada dasarnya pengarang akan menyarankan suatu pandangan dunia yang
kolektif. Strukturalisme Genetik dianggap mampu merekonstruksikan pandangan
dunia pengarang yang merupakan bagian kolektif dari masyarakatnya. Pandangan
tersebut bukanlah realitas, melainkan sebuah refleksi yang diungkapkan secara
imajinatif. Goldmann menyatakan bahwa karya sastra merupakan ekspresi
pandangan dunia secara imajiner (Faruk 2012:71). Dengan begitu, hubungan
keduannya bukan semata-mata hubungan material, tetapi dalam kerangka peran
sastra sebagai dokumen dan media komunikasi sosial.
Menurut Goldmann ada lima konsep Strukturalisme Genetik, yaitu fakta
kemanusiaan, subjek kolektif, pandangan dunia, struktur karya sastra dan
dialektika. Peneliti mengawali penelitian dengan mengkaji struktur karya sastra,
kemudian dilanjutkan dengan mengkaji fakta kemanusiaan, subjek kolektif,
dialektika, dan pandangan dunia dalam novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts
Jours.
Hingga saat ini, tercatat sudah banyak penelitian yang menggunakan
pendekatan Strukturalisme Genetik. Salah satu diantaranya adalah skripsi berjudul
“Analisis Strukturalisme Genetik dalam Roman Germinal karya Emile Zola” oleh
Agung Wijayanto guna memperoleh gelar Sarjana Sastra di Program Studi Sastra
Prancis, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang 2010. Penelitian
8
tersebut mendeskripsikan struktur karya sastra, fakta kemanusiaan, subjek
kolektif, pandangan dunia pengarang, dan proses dialektika yang terdapat dalam
roman Germinal karya Emile Zola.
Selain itu peneliti melakukan tinjauan pustaka terhadap penelitian lain guna
memperkaya referensi penelitian. Sebuah tesis berjudul “20000 Mil di Bawah
Lautan sebagai Tanggapan Pembaca Indonesia terhadap Vingt Mille Lieues sous
les mers karya Jules Verne: Tinjauan Resepsi” yang diajukan oleh Niken
Herminningsih sebagai persyaratan mencapai gelar S2 Bidang Ilmu-Ilmu
Humaniora, Program Studi Ilmu Sastra, Universitas Gajah Mada Yogyakarta
2006. Penelitian tersebut menganalisis tanggapan pembaca Indonesia terhadap
Vingt Mille Lieues sous les mers karya Jules Verne menjadi 20000 Mil di Bawah
Lautan oleh Nh. Dini sebagai bentuk resepsi terjemahan dengan memanfaatkan
teori resepsi dan teori terjemahan dalam sastra sebagai bentuk transformasi dari
segi konvensi bahasa, konvensi budaya, dan konvensi sastra.
Penelitian atas novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours pernah
dilakukan oleh Ika Putri Novitawati sebagai bahan skripsi berjudul “Modalitas
pada Roman Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours karya Jules Verne”
sebagai persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Program Studi
Pendidikan Bahasa Prancis, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri
Yogyakarta 2012. Penelitian tersebut mendeskripsikan klasifikasi modalitas,
bentuk-bentuk modalitas, serta makna modalitas dalam roman Le Tour du Monde
en Quatre-Vingts Jours karya Jules Verne.
9
Dengan demikian, penelitian berjudul “Pandangan Dunia dalam novel Le
Tour du Monde en Quatre-vingts Jours karya Jules Verne: Kajian Strukturalisme
Genetik Lucien Goldmann” ini belum pernah dilakukan sebelumnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
Bagaimanakah struktur karya sastra, fakta kemanusiaan, subjek kolektif,
dialektika dan terutama pandangan dunia dalam novel Le Tour du Monde en
Quatre-Vingts Jours dikaji melalui teori Strukturalisme Genetik Lucien
Goldmann?
1.3 Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah
mendeskripsikan struktur karya sastra, fakta kemanusiaan, subjek kolektif,
dialektika, dan pandangan dunia dalam novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts
Jours.
1.4 Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua manfaat penelitian, yaitu manfaat teoritis
dan manfaat praktis. Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk:
1. Menambah pengetahuan pembaca mengenai teori Strukturalisme Genetik
Lucien Goldmann dalam kaitannya dengan dunia sastra.
2. Menambah pengetahuan pembaca tentang kesusastraan Prancis dalam
kaitannya dengan novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours karya
Jules Verne.
10
Adapun secara praktis, manfaat penelitian ini adalah:
1. Memberikan ide bagi mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Asing untuk
menganalisis karya sastra lain dengan menggunakan kajian Strukturalisme
Genetik.
2. Dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dan perbandingan untuk penelitian-
penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan kajian Strukturalisme
Genetik.
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk lebih memudahkan dalam penyusunan skripsi ini, peneliti membuat
sistematika pembahasan sebagai berikut :
BAB 1 berisi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat
Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB 2 berisi Landasan Teori yang digunakan sebagai pedoman penelitian ini
yaitu Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann.
BAB 3 berisi pembahasan Metodologi Penelitian yang meliputi: Pendekatan
Penelitian, Objek Penelitian, Sumber Data, Metode dan Teknik Analisis
Data.
BAB 4 berisi Analisis terhadap novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts
Jours melalui kajian Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann,
terutama pandangan dunia Jules Verne sebagai pengarang dalam novel
Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours.
BAB 5 berisi Penutup, yaitu berupa Simpulan dan Saran.
Kelima Bab ini dilengkapi dengan Daftar Pustaka dan Lampiran-lampiran.
11
BAB 2
LANDASAN TEORI
Fokkema dan Kunne-Ibsch dalam Ratna (2008:2) menyatakan bahwa
penelitian terhadap karya sastra pada umumnya memanfaatkan teori-teori yang
sudah ada. Teori tersebut disebut sebagai teori formal, karena secara formal sudah
ada sebelumnya. Strukturalisme adalah sebuah teori yang telah ada sejak zaman
Aristoteles, tetapi secara terus-menerus diperbaharui sepanjang sejarahnya, dan
memperoleh bentuknya yang lebih sempurna awal abad ke-20. Selama hampir
satu abad, sejak awal abad ke-20 hingga sekarang, tak terhitung jumlah penelitian
dengan memanfaatkan teori yang sama, yaitu Strukturalisme. Aspek-aspek
pembaruannya, baik disadari atau tidak terletak dalam memodifikasikan teori
tersebut yang disesuaikan dengan hakikat objeknya. Strukturalisme Genetik
(Goldmann), Semiotika (Saussure, Pierce), Resepsi (Jauss, Riffaterre, Culler),
Interteks (Kristeva), Dekonstruksi (Derrida), dan Postrukturalisme pada umumnya
(Genette, Chatman, Bakhtin, White, Barthes, Eco, Foucault, Lyotard, Baudillard,
dan sebagainya), merupakan sejumlah teori utama atas dasar pemahaman unsur-
unsur (Ratna 2008:5).
2.1 Strukturalisme Genetik dalam Sastra
Strukturalisme Genetik adalah sebuah teori yang dikembangkan oleh
Lucien Goldmann, seorang filsuf dan sosiolog Rumania-Prancis (Ratna
2008:121). Teori tersebut dimunculkan atas reaksi terhadap stagnasi teori
Strukturalisme yang hanya menganalisis karya sastra dari unsur intristiknya saja.
Strukturalisme dianggap meninggalkan satu aspek penting dalam proses lahirnya
12
suatu karya, yaitu manusia. Manusia sebagai subjek kreator menjadi satu sisi di
luar karya yang penting. Pemahaman yang maksimal terhadap suatu karya akan
tercapai manakala sisi historis (pengarang dan kenyataan sejarah saat karya sastra
diciptakan) dapat diketahui.
Atas dasar kondisi itulah, dengan tetap berlandaskan pada teori
Strukturalisme, Goldmann memunculkan teori Strukturalisme Genetik. Artinya, ia
percaya bahwa karya sastra merupakan sebuah struktur. Akan tetapi, struktur itu
bukanlah sesuatu yang statis, melainkan merupakan produk dari proses sejarah
yang terus berlangsung, proses strukturasi dan destrukturasi yang hidup dan
dihayati oleh masyarakat asal karya sastra yang bersangkutan (Faruk 2012:56).
Dengan demikian secara definitif Strukturalisme Genetik adalah analisis struktur
yang memberikan perhatian terhadap asal usul karya.
Ada lima konsep dalam Strukturalisme Genetik menurut Goldmann, yaitu
struktur karya sastra, fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dialektika, dan
pandangan dunia. Berikut penjelasan dari konsep-konsep tersebut:
2.1.1 Struktur Karya Sastra
Dalam konteks Strukturalisme Genetik, konsep struktur karya sastra
berbeda dari konsep struktur yang umum dikenal. Dalam esainya yang berjudul
“The Epistemology of Sociology” (1981) Goldmann mengemukakan dua pendapat
mengenai karya sastra pada umumnya. Pertama, bahwa karya sastra merupakan
ekspresi pandangan dunia secara imajiner. Kedua, bahwa dalam usaha
mengekspresikan pandangan dunia itu, pengarang menciptakan semesta tokoh-
tokoh, objek-objek, dan relasi-relasi secara imajiner. Dengan berpegang pada hal
13
itu, Goldmann telah mempunyai konsep struktur yang tematik. Pusat perhatiannya
adalah relasi antara tokoh dengan tokoh dan tokoh dengan objek yang ada di
sekitarnya. Oleh karena itu, karya sastra mempunyai struktur yang koheren dan
terpadu (Faruk 2012:71).
Struktur karya sastra, dalam hal ini novel tetap menjadi sesuatu yang
penting. Struktur novel merupakan hal pokok yang harus diketahui dan dianalisis
terlebih dahulu sebelum menganalisis pandangan dunia pengarang. Analisis
struktural merupakan prioritas lain sebelum yang lainnya karena tanpa itu
kebulatan makna intrinsik tidak akan tertangkap (Teeuw 1983:61).
Struktur novel adalah hal-hal pokok dalam novel yang meliputi unsur-unsur
intrinsiknya. Unsur-unsur intrinsik tersebut adalah unsur-unsur yang (secara
langsung) turut serta membangun cerita, yaitu meliputi: cerita, peristiwa, plot,
penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan
sebagainya (Nurgiyantoro 2009:23). Untuk mengkaji unsur intrinsik, peneliti
membatasi pada unsur tema, tokoh dan penokohan, alur/plot, latar, dan sudut
pandang penceritaan.
2.1.1.1 Tema
Tema menurut Schmitt dan Viala (1982) merupakan isotopi kompleks
yang disusun dari beberapa motif di mana motif merupakan isotopi sederhana
dalam unsur-unsur pembentuk cerita. Isotopi adalah suatu bagian dalam
pemahaman yang memungkinkan pesan apapun untuk dipahami sebagai suatu
perlambangan yang utuh (Luxemburg 1984:195).
14
Tema dalam sebuah novel adalah gagasan pokok cerita yang diangkat oleh
pengarang. Tema tersebut bersifat luas dan abstrak karena dapat menyangkut
segala persoalan di kehidupan. Peneliti meyakini bahwa tema dari sebuah novel
dapat diketahui melalui penggolongan jenis novel itu sendiri.
Goldmann yang mendasarkan diri pada teori Lukacs membagi novel
menjadi tiga jenis, yaitu: a) idealisme abstrak, b) romantisme keputusasaan, dan c)
novel-novel pendidikan (Faruk 2012: 75). Novel jenis pertama disebut idealisme
abstrak karena dua hal. Pertama, dengan menampilkan tokoh yang masih ingin
bersatu dengan dunia, novel itu masih memperlihatkan suatu idealisme. Akan
tetapi, karena persepsi tokoh itu tentang dunia bersifat subjektif, didasarkan pada
kesadaran yang sempit, idealismenya menjadi abstrak (Lukacs dalam Faruk
2012:75). Peneliti mencoba memberi contoh novel petualangan yang serupa
dengan cerita Tintin termasuk ke dalam kategori yang demikian. Petualang
semacam Tintin semata-mata mengandalkan dirinya sendiri, mampu mengalahkan
sebuah negara menunjukkan persepsi yang sempit mengenai dunia, persepsi
bahwa dunia mungkin hanya selebar “daun kelor” sehingga mudah ditaklukan dan
dengan demikian diasimilasi ke dalam diri.
Lain halnya dengan novel jenis kedua, yang menampilkan kesadaran hero
(tokoh utama) yang terlampau luas. Kesadarannya lebih luas daripada dunia
sehingga menjadi berdiri sendiri dan terpisah dari dunia. Itulah sebabnya, sang
hero (tokoh utama) cenderung pasif dan cerita berkembang menjadi analisis
psikologis semata-mata. Novel Stasiun atau novel-novel surealistik atau
psikoanalitik bisa dimasukkan ke dalam jenis novel kedua ini (Faruk 2012: 75).
15
Di dalam novel yang semacam ini dunia menjadi sangat luas tak terjangkau
sehingga sang tokoh cukup hidup dalam dunianya sendiri.
Novel pendidikan berada di antara kedua jenis tersebut. Dalam novel jenis
ketiga ini, sang hero (tokoh utama) di satu pihak mempunyai interioritas, tetapi di
lain pihak juga ingin bersatu dengan dunia. Interioritas (identifikasi) adalah sejauh
mana subjek mengetahui objek sesuai dengan kadar pengetahuannya (Hadi
1994:45). Karena ada interaksi antara dirinya dengan dunia, hero (tokoh utama)
itu mengalami kegagalan. Tetapi ia mempunyai interioritas, sehingga ia
menyadari sebab kegagalan itu. Oleh Lucaks novel pendidikan ini disebut sebagai
“kematangan yang jantan”; Bumi Manusia karya Pramoedya merupakan contoh
yang baik bagi jenis novel ini (Faruk 2012: 76).
2.1.1.2 Tokoh dan Penokohan
Tokoh merupakan pelaku dalam cerita. Tokoh cerita menurut Abrams
(1981:20) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau
drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan
tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
tindakan.
Nurgiyantoro (2009: 176) membedakan tokoh dilihat dari segi peranan
atau tingkat pentingnya dalam cerita sebagai tokoh utama dan tokoh tambahan.
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam sebuah cerita
dan menentukan perkembangan alur secara keseluruhan, sedangkan tokoh
tambahan adalah tokoh yang pemunculannya lebih sedikit, tidak sebanyak tokoh
utama. Tokoh tersebut melengkapi, melayani dan mendukung tokoh utama.
16
Terdapat perbedaan antara tokoh dan penokohan. Istilah tokoh menunjuk
pada orang atau pelaku cerita sedangkan penokohan lebih menunjuk pada kualitas
pribadi tokoh seperti sifat, karakter, dan sikap. Penokohan dan karakterisasi
menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu
dalam sebuah cerita (Nurgyantoro 2009: 164-165). Mengetahui karakter tokoh
dalam suatu cerita, dapat dilakukan dengan menggunakan teknik pelukisan tokoh
baik secara langsung maupun tidak langsung. Karakter tokoh tersebut dapat
ditemukan di dalam teks cerita baik melalui perkataan, tindakan, ciri-ciri fisik,
psikologis, maupun sosial tokoh.
2.1.1.3 Alur/Plot
Alur merupakan rangkaian peristiwa yang saling berhubungan berdasarkan
sebab akibat (Forster 1979:72). Schmitt dan Viala (1982:180) menyatakan alur
atau sekuen merupakan rangkaian peristiwa pada suatu cerita yang terjalin secara
beruntun dengan memperhatikan hubungan sebab akibat sehingga merupakan satu
kesatuan yang padu, bulat, dan utuh. Alur berperan penting dalam novel, sebab
tanpa alur maka dapat dipastikan sebuah cerita akan gagal merunut waktu. Alur
yang baik yaitu merunut waktu, akan membuat pembaca mudah dalam memahami
sebuah cerita.
Terdapat beberapa penggolongan alur dalam cerita, diantaranya adalah: a)
Alur maju, yaitu alur atau jalan cerita yang disusun berdasarkan urutan waktu
(naratif) dan urutan peristiwa (kronologis), b) Alur mundur, yaitu alur atau jalan
cerita yang mengembalikan cerita ke masa atau waktu sebelumnya, c) Alur
campuran (flashback), yaitu perpaduan antara alur maju dan alur mundur. Cerita
17
bergerak dari bagian tengah, menuju ke awal, dilanjutkan ke akhir cerita
(http://www.academia.edu/5972916/pelajar_Unsur_Intrinsik_dan_Ekstrinsik_No
vel, diunduh pada tanggal 1 Februari 2014 pukul 15.00 WIB).
Selain itu alur dalam cerita memiliki beberapa tahapan yaitu: a) Tahap
pengenalan, tahap ini dimunculkan dalam sebuah cerita dengan mengenalkan
tokoh, situasi, latar, waktu, dan sebagainya, b) Tahap peristiwa, yaitu tahap
dimunculkannya suatu peristiwa sebagai penggerak cerita, c) Tahap muncul
konflik, tahap dimunculkannya permasalahan yang menimbulkan pertentangan
dan ketegangan antar tokoh, d) Tahap konflik memuncak, tahap
permasalahan/ketegangan berada pada titik paling atas (puncak), e) Tahap
penyelesaian, tahap permasalahan mulai ada penyelesaian (jalan keluar) menuju
ke akhir cerita (http://www.academia.edu/5972916/pelajar_Unsur_Intrinsik_dan_
Ekstrinsik_Novel, diunduh pada tanggal 1 Februari 2014 pukul 15.00 WIB).
2.1.1.4 Latar
Latar merupakan tempat di mana sebuah potongan cerita berlangsung.
Latar dalam sebuah cerita dapat dibedakan menjadi latar tempat, latar waktu, dan
latar sosial. Latar tempat adalah hal yang berhubungan dengan geografis, tempat
peristiwa terjadi dalam karya. Sedangkan latar waktu adalah hal yang
berhubungan dengan historis, saat peristiwa terjadi dalam karya. Menurut Genette
dalam Nurgyantoro (2009:231) latar waktu memiliki makna ganda, yaitu mengacu
pada waktu penulisan cerita dan urutan waktu kejadian yang dikisahkan dalam
cerita. Selanjutnya latar sosial adalah hal yang berhubungan dengan kehidupan
sosial tokoh dalam cerita. Latar sosial berkaitan dengan kebiasaan hidup, adat
18
istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap yang
tercermin dalam kehidupan masyarakat yang kompleks (Nurgyantoro 2009:233).
2.1.1.5 Sudut Pandang Penceritaan
Sudut pandang merupakan cara pandang pengarang dalam menempatkan
dirinya saat bercerita. Terdapat empat teknik penyampaian sudut pandang
menurut Schmitt dan Viala (1982: 55-59), yaitu: a) Teknik sudut pandang dari
luar yaitu sudut pandang dari seorang pengamat peristiwa di luar tokoh yang
terdapat dalam cerita, b) Teknik sudut pandang dari dalam yaitu sudut pandang
dari tokoh dalam cerita, baik melalui subjek orang pertama maupun orang ketiga,
c) Teknik sudut pandang maha tahu yaitu sudut pandang dari seorang narator yang
mengetahui segala tindakan, pikiran, dan perasaan para tokoh sehingga dapat
menceritakan berbagai tindakan dalam waktu dan tempat yang berbeda dengan
bebas, d) Teknik sudut pandang campuran yaitu teknik sudut pandang yang
menggabungkan teknik sudut pandang dari luar, dalam, dan maha tahu.
2.1.2 Fakta Kemanusiaan
Fakta kemanusiaan adalah segala hasil aktivitas atau perilaku manusia baik
yang verbal maupun yang fisik, yang berusaha dipahami oleh ilmu pengetahuan.
Fakta itu dapat berwujud aktivitas sosial tertentu seperti sumbangan bencana
alam, aktivitas politik tertentu seperti pemilu, maupun kreasi kultural seperti
filsafat, seni rupa, seni musik, seni patung, dan seni sastra (Faruk 2012:57).
Fakta kemanusiaan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu fakta
individual dan fakta sosial. Fakta individual merupakan hasil dari perilaku
libidinal seperti mimpi, tingkah laku, dan sebagainya, sedangkan fakta sosial
19
merupakan fakta yang mempunyai dampak dalam hubungan sosial, ekonomi,
maupun politik antar anggota masyarakat. Fakta sosial mempunyai peranan dalam
sejarah, sedangkan fakta individual tidak memilki hal itu (Faruk 2012:57).
Fakta-fakta kemanusiaan tumbuh sebagai respons dari subjek kolektif
maupun individual terhadap situasi dan kondisi yang ada di dalam diri dan di
sekitarnya. Dengan kata lain, fakta-fakta itu merupakan hasil usaha manusia untuk
mencapai keseimbangan yang lebih baik dalam hubungannya dengan dunia
sekitarnya (Faruk 2012:58).
2.1.3 Subjek Kolektif
Subjek kolektif disebut juga subjek transindividual adalah subjek yang
berparadigma dengan fakta sosial (historis). Revolusi sosial, politik, ekonomi, dan
karya-karya kultural yang besar, merupakan fakta sosial (historis) (Faruk
2012:63). Individu dengan dorongan libidonya tidak akan mampu
menciptakannya. Yang dapat menciptakannya hanya subjek transindividual
(Goldmann dalam Faruk 2012:63). Subjek transindividual adalah subjek yang
mengatasi individu, yang di dalamnya individu hanyalah merupakan bagian.
Subjek transindividual bukanlah kumpulan individu-individu yang berdiri sendiri-
sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan, satu kolektivitas.
Subjek kolektif atau transindividual merupakan konsep yang masih sangat
kabur. Subjek itu dapat berupa kelompok kekerabatan, kelompok sekerja,
kelompok teritorial, dan sebagainya. Untuk memperjelasnya, Goldmann
menspesifikasikannya sebagai kelas sosial dalam pengertian marxis sebab baginya
kelompok itulah yang terbukti dalam sejarah sebagai kelompok yang telah
20
menciptakan suatu pandangan yang lengkap dan menyeluruh mengenai kehidupan
dan yang telah mempengaruhi perkembangan sejarah umat manusia sebagaimana
yang terbukti dari perkembangan tata kehidupan masyarakat primitif yang
komunal ke masyarakat feodal, kapitalis, dan kemudian sosialis (Faruk 2012:63).
2.1.4 Dialektika
Di dalam perspektif Strukturalisme Genetik, karya sastra merupakan
sebuah struktur koheren yang memiliki makna. Untuk memahami makna itu
Goldmann mengembangkan sebuah metode yang bernama metode dialektik.
Metode dialektik sesungguhnya tidak berasal dari Goldmann sendiri.
Metode itu telah ada jauh sebelumnya dan dikenal dalam masyarakat ilmu
pengetahuan sebagai metode lingkaran hermeneutik atau ideologi Jerman (Seung
dalam Faruk 2012:78). Prinsip dasar dari metode dialektik adalah pengetahuan
mengenai fakta-fakta kemanusiaan yang akan tetap abstrak apabila tidak dibuat
konkret dengan mengintegrasikannya ke dalam keseluruhan. Sehubungan dengan
itu, Goldmann mengembangkan dua pasangan konsep dalam metode dialektik
yaitu “keseluruhan-bagian” dan “pemahaman-penjelasan” (Faruk 2012:77).
Setiap fakta atau gagasan individual akan berarti jika ditempatkan dalam
keseluruhan, demikian juga keseluruhan hanya dapat dipahami dengan
menggunakan fakta-fakta parsial yang membangun keseluruhan itu. Karena
keseluruhan tidak dapat dipahami tanpa bagian, dan bagian juga tidak dapat
dimengerti tanpa keseluruhan, proses pencapaian pengetahuan dengan metode
dialektik menjadi semacam gerak yang melingkar secara terus-menerus, tanpa
diketahui tempat atau titik yang menjadi pangkal atau ujungnya (Faruk 2012:77-
21
78). Sudut pandang dialektik memandang bahwa tidak ada titik awal yang secara
mutlak sahih dan tidak ada persoalan yang secara final pasti terpecahkan
(Goldmann dalam Faruk 2012:77).
Goldmann dalam Faruk (2012: 79) menjelaskan yang dimaksud dengan
pemahaman adalah usaha pendeskripsian struktur objek yang dipelajari,
sedangkan penjelasan adalah usaha menggabungkannya ke dalam struktur yang
lebih besar. Dengan kata lain, pemahaman adalah usaha untuk mengerti identitas
bagian, sedangkan penjelasan adalah usaha untuk mengerti makna bagian itu
dengan menempatkannya dalam keseluruhan yang lebih besar.
Menurut Goldmann dalam (Faruk 2012:79) teknik pelaksanaan metode
dialektik itu berlangsung sebagai berikut. Pertama, peneliti membangun sebuah
model yang dianggapnya memberikan tingkat probabilitas tertentu atas dasar
bagian. Kedua, ia melakukan pengecekan terhadap model itu dengan
membandingkannya dengan keseluruhan dengan cara menentukan: (1) sejauh
mana setiap unit yang dianalisis tergabungkan dalam hipotesis yang menyeluruh;
(2) daftar elemen-elemen dan hubungan-hubungan baru yang tidak diperlengkapi
dalam model semula; (3) frekuensi elemen-elemen dan hubungan-hubungan yang
diperlengkapi dalam model yang sudah dicek itu.
Untuk mempermudah pemahaman, adapun penjelasan lebih lanjut oleh
Ratna (2008:52-53) tentang metode dialektika sebagai berikut:
Metode dialektika digunakan dengan sangat berhasil oleh Goldmann dalam
strukturalisme genetik. Secara teoritis setiap fakta sastra dapat dianggap
sebagai tesis, kemudian diadakan negasi. Dengan adanya pengingkaran
maka tesis dan antitesis seolah-olah hilang atau berubah menjadi kualitas
fakta yang lebih tinggi, yaitu sintesis itu sendiri. Sintesis kemudian menjadi
tesis kembali, demikian seterusnya, sehingga proses pemahaman terjadi
22
secara terus-menerus. Oleh karena itulah, proses pemahamannya sama
dengan hermeneutika, dalam bentuk spiral, bukan garis lurus.
Hegel yang merupakan filsuf idealis Jerman mengungkapkan pula bahwa
tidak ada satu kebenaran yang absolut karena berlaku hukum dialektik, yang
absolut hanyalah semangat revolusionernya (perubahan/pertentangan atas tesis
oleh anti-tesis menjadi sintesis) (http://id.wikipedia.org/wiki/Dialektik diunduh
pada tanggal 30 Januari 2014 pukul 14.55 WIB).
2.1.5 Pandangan Dunia
Dibandingkan dengan tradisi sosiologi sastra marxis yang ada sebelumnya,
Strukturalisme Genetik Goldmann memperlihatkan kemajuan dalam dua hal.
Pertama, teori tersebut tidak menempatkan karya sastra sebagai cermin pasif
belaka dari struktur sosial, melainkan memperhatikan pula struktur karya sastra itu
sendiri sebagai teks yang koheren dan terpadu. Kedua, teori Goldmann itu
memperlihatkan kecenderungan untuk tidak menghubungkan secara langsung
struktur sosial dengan karya sastra, melainkan melalui mediasi pandangan dunia
pengarang. Pandangan dunialah yang menjadi sumber koherensi antara struktur
karya sastra dengan struktur sosial.
Pandangan dunia merupakan masalah pokok dalam Strukturalisme Genetik.
Identifikasi pandangan dunia dianggap sebagai salah satu ciri keberhasilan suatu
karya (Ratna 2008:125-126). Adapun yang dimaksud dengan pandangan dunia itu
sendiri, tidak lain daripada kompleks menyeluruh dari gagasan-gagasan, aspirasi-
asprasi, dan perasaan-perasaan, yang menghubungkan secara bersama-sama
anggota-anggota suatu kelompok sosial tertentu dan yang mempertentangkannya
dengan kelompok-kelompok sosial yang lain (Goldmann dalam Faruk 2012:65-
23
66). Mengetahui pandangan dunia suatu kelompok tertentu berarti mengetahui
kecenderungan suatu masyarakat, sistem ideologi yang mendasari perilaku sosial
sehari-hari (Ratna 2008:126).
Pandangan dunia sebagaimana dimaksudkan dalam karya sastra, seperti
telah diuraikan di atas, khususnya menurut visi Strukturalisme Genetik berfungsi
untuk menunjukkan kecenderungan kolektivitas tertentu (Ratna 2008:126).
Mengetahui pandangan dunia suatu kelompok tertentu berarti mengetahui
kecenderungan suatu masyarakat, sistem ideologi yang mendasari perilaku sosial
sehari-hari (Ratna 2008:126).
Sebagai suatu kesadaran kolektif, pandangan dunia berkembang sebagai
hasil dari situasi sosial dan ekonomik tertentu yang dihadapi oleh subjek kolektif
yang memilikinya (Goldmann dalam Faruk 2012:67). Karena merupakan produk
interaksi antara subjek kolektif dengan situasi sekitarnya, pandangan dunia tidak
lahir dengan tiba-tiba. Transformasi mentalitas yang lama secara perlahan-lahan
dan bertahap diperlukan demi terbangunnya mentalitas yang baru dan teratasinya
mentalitas yang lama itu (Goldmann dalam Faruk 2012:67).
Dengan demikian, dari berbagai pernyataan di atas dapat disimpulkan
bahwa Strukturalisme Genetik mengukuhkan adanya hubungan antara sastra dan
masyarakat melalui mediasi pandangan dunia atau ideologi yang diungkapkan
pengarang. Teori tersebut telah teruji dan memiliki beberapa konsep yang tidak
dimiliki teori sosial lain, seperti fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dan
pandangan dunia.
24
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi pembahasan Metodologi Penelitian yang meliputi: Pendekatan
Penelitian, Objek Penelitian, Sumber Data, Metode dan Teknik Analisis Data.
3.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
Strukturalisme Genetik. Pendekatan Strukturalisme Genetik dikembangkan atas
dasar penolakan terhadap analisis strukturalisme murni yang hanya menganalisis
karya sastra dari unsur intristiknya saja. Strukturalisme Genetik sekaligus
memberikan perhatian pada hal-hal di luar karya sastra seperti kondisi sosial yang
mempengaruhi lahirnya karya sastra. Pemahaman karya sastra yang didasarkan
atas pendekatan Strukturalisme Genetik tidak mungkin dilakukan tanpa
mempertimbangkan faktor-faktor sosial yang melahirkannya, sebab faktor-faktor
tersebut memberi kepaduan pada struktur karya sastra (Goldmann 1970:585).
Terdapat hubungan homologi (kesamaan) antara struktur karya sastra
dengan struktur sosial yang melahirkannya. Akan tetapi, hubungan homologi
(kesamaan) tersebut, menurut Strukturalisme Genetik, tidaklah bersifat langsung,
melainkan dimediasi oleh apa yang disebut dengan ideologi atau pandangan dunia
pengarang. Pandangan dunia itulah yang pada gilirannya berhubungan langsung
dengan struktur masyarakat.
Adapun yang dimaksud dengan pandangan dunia itu sendiri, tidak lain
daripada kompleks menyeluruh dari gagasan-gagasan, aspirasi-asprasi, dan
perasaan-perasaan, yang menghubungkan secara bersama-sama anggota-anggota
25
suatu kelompok sosial tertentu dan yang mempertentangkannya dengan
kelompok-kelompok sosial yang lain (Goldmann dalam Faruk 2012:65-66).
Kondisi struktural masyarakat dapat membuat suatu kelas yang ada dalam posisi
tertentu dalam masyarakat itu membuahkan dan mengembangkan suatu
pandangan dunia yang khas (Faruk 2012:65). Pendekatan Strukturalisme Genetik
inilah yang dianggap sebagai satu-satunya pendekatan yang mampu
merekonstruksikan pandangan dunia pengarang.
3.2 Objek Penelitian
Objek penelitian ini terdiri atas dua bagian, yaitu objek material dan objek
formal. Objek material adalah objek yang dijadikan sasaran untuk menyelidiki
suatu ilmu, sedangkan objek formal adalah sudut pandang subjek menelaah objek
materialnya (www.one.indoskripsi.com diunduh pada tanggal 30 Januari 2014
pukul 14.15 WIB).
Objek material dalam penelitian sastra dapat meliputi karya-karya sastra itu
sendiri, yakni novel, teks drama, puisi, karya-karya epos kuno, hingga esai.
Sedangkan objek formal dalam penelitian sastra dipandang sebagai unit analisis
atau kajian yang digunakan untuk membedah karya sastra.
Objek material dalam penelitian ini adalah novel Le Tour du Monde en
Quatre-Vingts Jours karya Jules Verne dan objek formal dalam penelitian ini
adalah teori Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann.
3.3 Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua bagian, yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung
26
dalam penelitian ini yaitu novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours karya
Jules Verne.
Sedangkan data sekunder adalah data yang diperlukan untuk mendukung
hasil penelitian ini yang berasal dari literatur, artikel, dan berbagai sumber yang
berhubungan dengan masalah penelitian termasuk teori Strukturalisme Genetik
Lucien Goldmann.
3.4 Metode dan Teknik Analisis Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
analitik. Metode deskriptif analitik dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-
fakta yang kemudian dilanjutkan dengan analisis (Ratna 2008:53).
Adapun teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
isi. Dasar dari pelaksanaan analisis isi adalah penafsiran dan memberikan
perhatian pada isi pesan. Isi dalam analisis isi terdiri atas dua macam, yaitu isi
laten dan isi komunikasi. Isi laten adalah isi sebagaimana dimaksudkan oleh
penulis, sedangkan isi komunikasi adalah isi sebagaimana terwujud dalam
hubungan naskah dengan pembaca (Ratna 2008:48).
Terkait dengan penjelasan di atas, peneliti melakukan analisis data dengan
cara mencari fakta-fakta yang terdapat dalam karya sastra kemudian
menganalisisnya dengan memberi penjelasan lebih lanjut sehingga dapat dengan
mudah dipahami. Adapun penjelasan tentang isi komunikasi, peneliti ungkapkan
bersamaan dengan isi laten yang terdapat dalam karya. Berikut contoh dari
analisis data:
27
(1) No. Data (2) Kutipan dari novel
Passepartout était un brave garçon, de physionomie aimable, aux
lèvres un peu saillantes, toujours prêtes à goûter ou à caresser,
un être doux et serviable, avec une de ces bonnes têtes rondes que
l'on aime à voir sur les épaules d'un ami. Il avait les yeux bleus, le
teint animé, la figure assez grasse pour qu'il pût lui-même voir les
pommettes de ses joues, la poitrine large, la taille forte, une
musculature vigoureuse, et il possédait une force herculéenne que
les exercices de sa jeunesse avaient admirablement développée.
Ses cheveux bruns étaient un peu rageurs…
(3) Terjemahan
Passepartout adalah orang yang baik hati, wajahnya menyenangkan, bibirnya
sedikit menonjol, selalu siap untuk mencicipi, perilakunya lembut dan penuh
pelayanan, kepalanya bulat sempurna seperti yang diharapkan orang ketika dia
bersandar di bahu sahabatnya. Matanya biru, warna kulitnya cerah, mukanya
gemuk sehingga pipi bulatnya dapat dilihatnya sendiri, dadanya lebar, postur
tubuhnya kuat, badannya berotot dan tenaga fisiknya berkembang penuh karena
olahraga yang dilakukannya di masa muda. Rambutnya yang coklat agak
berantakan…
(4) Analisis
Kutipan tersebut menjelaskan tentang bagaimana penggambaran fisik dan sifat
dari Passepartout, salah satu tokoh utama dalam Le Tour du Monde en Quatre-
Vingts Jours. Penggambaran fisik Passepartout mulai dari detail kepala, mata,
kulit, rambut dan sebagainya terlihat pada cuplikan kalimat «… avec une de ces
bonnes têtes rondes… Il avait les yeux bleus, le teint animé, la figure assez
grasse pour qu'il pût lui-même voir les pommettes de ses joues, la poitrine large,
la taille forte, une musculature vigoureuse… Ses cheveux bruns… kepalanya
bulat sempurna… Matanya biru, warna kulitnya cerah, mukanya gemuk
28
sehingga pipi bulatnya dapat dilihatnya sendiri, dadanya lebar, postur
tubuhnya kuat, badannya berotot… Rambutnya coklat…» Sedangkan
penggambaran sifatnya terlihat pada cuplikan « Passepartout était un brave
garçon,… un être doux et serviable,… Passepartout adalah orang yang baik
hati, … perilakunya lembut dan penuh pelayanan ». Dapat dikatakan,
penggambaran fisik Passepartout yang kokoh/kuat tersebut justru terlihat kontras
dengan sikapnya yang lembut, penuh pelayanan, dan baik hati.
29
BAB 4
MANIFESTASI PANDANGAN DUNIA JULES VERNE DALAM NOVEL
LE TOUR DU MONDE EN QUATRE-VINGTS JOURS
Bab ini berisi analisis terhadap novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts
Jours melalui kajian Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann dengan analisis
utama adalah pandangan dunia pengarang. Tahapan awal yang dilakukan peneliti
adalah mengkaji struktur karya sastra, kemudian dilanjutkan dengan mengkaji
fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dialektika, dan pandangan dunia pengarang
yaitu Jules Verne dalam novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours.
4.1 Struktur Karya Sastra
Untuk mengkaji struktur karya sastra, peneliti membatasi pada unsur tema,
tokoh dan penokohan, alur/plot, latar, dan sudut pandang penceritaan.
4.1.1 Tema
Tema dalam Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours adalah tema
petualangan. Sebab novel tersebut bercerita tentang kisah perjalanan mengelilingi
dunia dalam 80 hari dengan banyak petualangan yang terjadi di dalamnya.
Jika mendasarkan diri pada teori Lukacs, maka Le Tour du Monde en
Quatre-Vingts Jours termasuk dalam novel dengan tema idealisme abstrak. Hal
tersebut dikarenakan persepsi sang tokoh utama yaitu Phileas Fogg tentang dunia
bersifat subjektif, didasarkan pada kesadaran yang sempit, sehingga idealismenya
menjadi abstrak.
Petualang semacam Phileas Fogg semata-mata mengandalkan diri sendiri,
mampu mengalahkan sebuah negara, menunjukkan persepsi yang sempit
30
mengenai dunia. Persepsi bahwa dunia mungkin hanya selebar “daun kelor”
sehingga mudah ditaklukan dan dengan demikian diasimilasi ke dalam diri. Hal
tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut:
(1) Je parie vingt mille livres contre qui voudra que je ferai le tour de la
terre en quatre-vingts jours ou moins, soit dix-neuf cent vingt heures
ou cent quinze mille deux cents minutes. Acceptez-vous ?
Saya bertaruh 20000 poundsterling melawan keinginan siapapun,
bahwa saya akan melakukan perjalanan mengelilingi dunia
dalam 80 hari atau kurang, dalam 1920 jam atau 115200 menit.
Apakah kalian setuju ?
Kutipan tersebut menggambarkan bagaimana persepsi Phileas Fogg
tentang dunia yang masih bersifat subjektif. Ia berani bertaruh bahwa dapat
mengelilingi dunia dalam waktu 80 hari bahkan kurang.
4.1.2 Tokoh dan Penokohan
Tokoh yang dibahas dalam penelitian ini adalah tokoh utama. Sebab tokoh
tersebut menentukan perkembangan alur cerita secara keseluruhan. Tokoh utama
dalam Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours adalah Phileas Fogg, Jean
Passepartout, Detektif Fix, dan Aouda.
1. Phileas Fogg
Phileas Fogg adalah tokoh utama dalam Le Tour du Monde en Quatre-
Vingts Jours yang melakukan perjalanan mengelilingi dunia dalam 80 hari. Ia
diperkenalkan pertama kali dalam novel dengan kondisi fisik yang disebutkan
sebagai berikut. Perhatikan kutipan di bawah ini:
(2) C'était un homme qui pouvait avoir quarante ans, de figure noble et
belle, haut de taille, que ne déparait pas un léger embonpoint, blond
de cheveux et de favoris, front uni sans apparences de rides aux
tempes, figure plutôt pâle que colorée, dents magnifiques.
31
Ia tampak seperti pria berusia 40-an, sosoknya mulia dan
tampan, berbadan tinggi, bentuk tubuh bagus, rambut pirang dan
berkumis, dahinya padat tidak berkerut, wajahnya agak pucat,
giginya sangat bagus.
Fisik Phileas Fogg memang bagus, terlihat dari bentuk tubuh, rambut,
dahi serta giginya. Terlebih pada cuplikan «…de figure noble et belle „sosoknya
mulia dan tampan‟» menunjukkan bahwa ia bukanlah golongan dari masyarakat
biasa. Kata « noble » sendiri jika diartikan merujuk pada suatu golongan yaitu
kaum bangsawan. Meskipun seorang bangsawan, pribadi Phileas Fogg tidak
banyak diketahui orang sebagaimana terlihat dalam kutipan di bawah ini :
(3) … Phileas Fogg, personnage énigmatique, dont on ne savait rien,
sinon que c'était un fort galant homme et l'un des plus beaux
gentlemen de la haute société anglaise.
… Phileas Fogg, sosok pribadi misterius, yang tidak banyak
diketahui orang tentang dirinya, kecuali bahwa ia pria yang
sopan dan terhormat di kalangan atas masyarakat Inggris.
Oleh karena pribadinya yang tertutup, Phileas Fogg tinggal sendirian
di rumahnya di Saville Row yang tak pernah dimasuki orang dan hanya memiliki
seorang pelayan rumah yang melayaninya. Perhatikan kutipan berikut:
(4) Phileas Fogg vivait seul dans sa maison de Saville-row, où personne
ne pénétrait. Un seul domestique suffisait à le servir.
Phileas Fogg tinggal sendirian di rumahnya di Saville-row, di
mana tidak seorang pun pernah masuk. Ada seorang pelayan
rumah yang melayaninya.
Hal tersebut semakin membuat kehidupannya penuh misteri dan
mengundang banyak teka-teki. Hidupnya yang sendiri dan bahkan dapat dikatakan
cenderung tertutup menjadikan Phileas Fogg hampir tidak mempunyai hubungan
sosial seperti terlihat pada kutipan berikut:
32
(5) … on comprendra qu'il vécût seul et pour ainsi dire en dehors de
toute relation sociale.
… orang dapat memahami bahwa ia tinggal sendirian dan hampir
tanpa hubungan sosial.
Karakternya digambarkan sebagai orang yang tidak banyak berbicara
(pendiam) dan sikapnya luar biasa tenang. Orang pendiam biasanya cenderung
lebih suka bertindak daripada berbicara seperti halnya Phileas Fogg. Perhatikan
kutipan di bawah ini:
(6) En somme, rien de moins communicatif que ce gentleman. Il parlait
aussi peu que possible, et semblait d'autant plus mystérieux qu'il
était silencieux.
Singkatnya, ia orang yang paling sedikit berkomunikasi. Ia sedikit
berbicara, dan nampaknya menjadi semakin misterius dengan
tingkah lakunya yang tenang.
Phileas Fogg kaya, namun tidak ada seorangpun yang tahu darimana
ia mendapatkan kekayaannya itu. Perhatikan kutipan berikut ini:
(7) Ce Phileas Fogg était-il riche ? Incontestablement. Mais comment il
avait fait fortune, c'est ce que les mieux informés ne pouvaient
dire,...
Apakah Phileas Fogg kaya ? Tidak diragukan lagi. Tapi
bagaimana ia mendapatkan kekayaannya itu, tidak ada
seorangpun yang tahu,…
Sebab Phileas Fogg tidak pernah terlihat di tempat-tempat penting di
London. Apa yang dilakukannya, tidak ada seorangpun yang tahu. Ia hanya
dikenal sebagai anggota Reform Club, tidak lebih dari itu. Perhatikan kutipan di
bawah ini:
(8) … On ne l'avait jamais vu ni à la Bourse, ni à la Banque, ni dans
aucun des comptoirs de la Cité. Ni les bassins ni les docks de
Londres n'avaient jamais reçu un navire ayant pour armateur
Phileas Fogg. Ce gentleman ne figurait dans aucun comité
33
d'administration. Son nom n'avait jamais retenti dans un collège
d'avocats, ni au Temple, ni à Lincoln's-inn, ni à Gray's-inn. Jamais
il ne plaida ni à la Cour du chancelier, ni au Banc de la Reine, ni à
l'Échiquier, ni en Cour ecclésiastique. Il n'était ni industriel, ni
négociant, ni marchand, ni agriculteur. Il ne faisait partie ni de
l'Institution royale de la Grande-Bretagne, ni de l'Institution de
Londres, ni de l'Institution des Artisans,… ni de cette Institution des
Arts et des Sciences réunis,... Il n'appartenait enfin à aucune des
nombreuses sociétés qui pullulent dans la capitale de l'Angleterre,
depuis la Société de l'Armonica jusqu'à la Société entomologique,…
Phileas Fogg était membre du Reform-Club, et voilà tout.
… Kami tidak pernah melihatnya di pasar bursa, di bank atau di
kantor dagang kota. Tidak juga di dermaga yang ada di London,
belum pernah orang mendengar pemilik kapal yang bernama
Phileas Fogg. Pria ini bukanlah anggota dari komite administrasi.
Namanya tidak pernah terdengar di perkumpulan para
pengacara, baik di Temple, Lincoln’s Inn, maupun Gray’s Inn. Ia
tidak pernah membela suatu perkara di Court of Chancery,
Exchequer, Queen’s Bench ataupun di Ecclesiastical Courts.
Phileas Fogg itu juga bukan seorang tuan pabrik, pedagang atau
petani. Ia tidak berperan dalam Royal Institute, London Institute,
Artisan’s Association,… atau Institute of Arts and Sciences. Dia
bukan anggota dari sejumlah perkumpulan yang banyak terdapat
di ibu kota Inggris, mulai dari Harmonic hingga perkumpulan
Entomologists,…
Phileas Fogg adalah anggota dari Reform-Club, itu saja.
Adapun Phileas Fogg yang misterius itu dapat diterima menjadi
anggota Reform Club, sebuah perkumpulan ekslusif yang diperuntukkan bagi
kalangan atas di kota London karena direkomendasikan oleh keluarga Baring,
tempat di mana Phileas Fogg menyimpan uangnya. Perhatikan kutipan berikut:
(9) A qui s'étonnerait de ce qu'un gentleman aussi mystérieux comptât
parmi les membres de cette honorable association, on répondra qu'il
passa sur la recommandation de MM. Baring frères, chez lesquels il
avait un crédit ouvert. De là une certaine « surface », due à ce que
ses chèques étaient régulièrement payés à vue par le débit de son
compte courant invariablement créditeur.
34
Bagaimana mungkin seorang yang misterius itu dapat menjadi
anggota kelompok eksklusif ini, cukup sederhana, ia
direkomendasikan oleh keluarga Baring, yang memiliki tagihan
kredit bersama dengannya. Tagihan-tagihannya secara teratur
dibayar dengan memperhatikan rekeningnya yang sekarang,
yang selalu berkecukupan.
Meskipun demikian, Phileas Fogg merupakan seorang yang baik hati,
tidak pelit dan suka memberi dengan tidak memperlihatkan namanya karena
kepribadiannya yang tertutup itu. Perhatikan kutipan di bawah ini:
(10) … il n'était prodigue de rien, mais non avare, car partout où il
manquait un appoint pour une chose noble, utile ou généreuse, il
l'apportait silencieusement et même anonymement.
… ia bukan orang yang boros, tetapi tidak juga pelit, karena
kapan pun uangnya diperlukan untuk tujuan mulia, bermanfaat,
atau demi kebaikan, ia menyumbang dengan segera secara diam-
diam dan bahkan secara anonim.
Kegemarannya di waktu luang adalah membaca koran dan bermain
kartu. Sangat cocok dengan sifatnya yang pendiam. Perhatikan kutipan berikut:
(11) Son seul passe-temps était de lire les journaux et de jouer au whist.
A ce jeu du silence, si bien approprié à sa nature,...
Satu-satunya kegiatan yang ia lakukan untuk mengisi waktu
luang adalah membaca koran dan bermain kartu. Serasi dengan
sifat pendiamnya,…
Membaca koran dan bermain kartu adalah kegiatan yang tidak
memerlukan banyak gerakan, tidak melelahkan dan bahkan cukup menyenangkan
bagi seorang yang sifatnya pendiam seperti Phileas Fogg.
Phileas Fogg juga dikenal sebagai orang dengan kepribadian serba
pasti. Setiap hari, pada jam-jam yang secara matematis tepat waktu, ia melakukan
suatu hal seperti sudah diperhitungkan sebelum dilakukan. Perhatikan kutipan
berikut:
35
(12) Phileas Fogg avait quitté sa maison de Saville-row à onze heures et
demie, et, après avoir placé cinq cent soixante-quinze fois son pied
droit devant son pied gauche et cinq cent soixante-seize fois son pied
gauche devant son pied droit, il arriva au Reform-Club,...
Phileas Fogg meninggalkan rumahnya di Saville-Row pukul
setengah dua belas, dan setelah menapakkan kaki kanannya di
depan kaki kirinya sebanyak 575 kali, dan kaki kirinya di depan
kaki kanannya sebanyak 576 kali, sampailah ia di Reform
Club,…
Ia begitu tepat waktu dan tidak tergesa-gesa dalam hidup. Phileas
Fogg selalu siap melakukan suatu hal dengan gerak badan dan langkah yang pasti.
Namun tidak pernah melakukan suatu hal yang berlebihan juga. Perhatikan
kutipan berikut:
(13) Phileas Fogg était de ces gens mathématiquement exacts, qui,
jamais pressés et toujours prêts, sont économes de leurs pas et de
leurs mouvements. Il ne faisait pas une enjambée de trop, allant
toujours par le plus court. Il ne perdait pas un regard au plafond. Il
ne se permettait aucun geste superflu. On ne l'avait jamais vu ému
ni troublé. C'était l'homme le moins hâté du monde, mais il arrivait
toujours à temps.
Phileas Fogg adalah orang yang secara matematis tepat, tidak
pernah tergesa-gesa dan selalu siap, irit dalam langkah kaki dan
gerak badan. Ia tidak pernah melangkah terlalu banyak, dan
selalu pergi lewat jalan yang paling singkat. Ia tidak akan melihat
ke atas. Ia tidak membuat gerakan yang berlebihan. Orang tidak
pernah melihatnya terpancing atau terpengaruh. Ia orang paling
tenang di dunia, yang selalu mencapai tempat tujuan pada saat
yang tepat.
Jules Verne pun menyebutnya sebagai orang yang eksentrik
dikarenakan gaya hidupnya yang di luar kebiasaan orang banyak. Perhatikan
kutipan berikut:
(14) S'il dînait ou déjeunait, c'étaient les cuisines, le garde-manger,
l'office, la poissonnerie, la laiterie du club, qui fournissaient à sa
table leurs succulentes réserves ; c'étaient les domestiques du club,
graves personnages en habit noir, chaussés de souliers à semelles de
36
molleton, qui le servaient dans une porcelaine spéciale et sur un
admirable linge en toile de Saxe ; c'étaient les cristaux à moule
perdu du club qui contenaient son sherry, son porto ou son claret
mélangé de cannelle, de capillaire et de cinnamome ; c'était enfin la
glace du club -- glace venue à grands frais des lacs d'Amérique –
qui entretenait ses boissons dans un satisfaisant état de fraîcheur.
Si vivre dans ces conditions, c'est être un excentrique, il faut
convenir que l'excentricité a du bon !
Jika dia makan malam ataupun makan pagi, semua persediaan
yang ada di klub-dapur dan peralatannya, mentega dan hasil
olahan susunya- dikerahkan untuk memenuhi mejanya dengan
makanan paling lezat. Ia dilayani oleh pelayan yang paling andal,
dengan memakai jas berekor, dan sepatu beralas kulit angsa,
yang menyajikan makanan terpilih dalam mangkuk porselen
khusus, dan di atas taplak paling halus; sejumlah poci tempat
minuman berbahan gelas, berbentuk antik, berisi sherry, anggur
pencuci mulut, dan anggur merah yang berbumbu kayu manis;
sementara air minumnya disajikan dingin segar dengan es, yang
dibeli mahal dari danau-danau di Amerika.
Bila hidup dengan pola seperti ini disebut eksentrik, maka harus
diakui bahwa ada sesuatu yang bagus dalam kehidupan eksentrik
ini.
2. Jean Passepartout
Seorang pria asal Prancis yang merupakan pelayan baru dari Phileas
Fogg. Dia digambarkan pertama kali dalam novel dengan keadaan yang
disebutkan sebagai berikut. Perhatikan kutipan di bawah ini:
(15) … Jean, dit Passepartout, un vrai Parisien de Paris, depuis cinq ans
qu'il habitait l'Angleterre et y faisait à Londres le métier de valet de
chambre,…
… Jean, sebut saja Passepartout, seorang Paris sejati, sudah lima
tahun meninggalkan negaranya, tinggal di Inggris dan bekerja
sebagai pelayan,…
37
Sebelum bekerja sebagai pelayan, Passepartout sudah sering berganti-
ganti pekerjaan, berusaha mendapatkan majikan yang cocok dengannya. Hal
tersebut terlihat dalam kutipan berikut :
(16) … pour être franc, j'ai fait plusieurs métiers. J'ai été chanteur
ambulant, écuyer dans un cirque, faisant de la voltige comme
Léotard, et dansant sur la corde comme Blondin ; puis je suis
devenu professeur de gymnastique, afin de rendre mes talents plus
utiles, et, en dernier lieu, j'étais sergent de pompiers, à Paris. J'ai
même dans mon dossier des incendies remarquables… voulant
goûter de la vie de famille, je suis valet de chambre en Angleterre.
… terus terang, saya pernah menjalani beberapa pekerjaan. Saya
pernah menjadi penyanyi keliling, pemain akrobat dalam sirkus,
melentingkan badan seperti Léotard, dan menari di atas tali
seperti Blondin ; selanjutnya saya pernah menjadi pengajar
senam, agar lebih memanfaatkan kemampuan, dan yang terakhir,
saya menjadi petugas pemadam kebakaran di Paris. Saya
mengatasi banyak kebakaran besar… berharap dapat menikmati
kehidupan rumah tangga, saya menjadi pelayan di Inggris.
Penggambaran fisik mulai dari detail kepala, mata, kulit dan sifat
Passepartout dapat dilihat dalam kutipan di bawah ini:
(17) Passepartout était un brave garçon, de physionomie aimable, aux
lèvres un peu saillantes, toujours prêtes à goûter ou à caresser, un
être doux et serviable, avec une de ces bonnes têtes rondes que l'on
aime à voir sur les épaules d'un ami. Il avait les yeux bleus, le teint
animé, la figure assez grasse pour qu'il pût lui-même voir les
pommettes de ses joues, la poitrine large, la taille forte, une
musculature vigoureuse, et il possédait une force herculéenne que
les exercices de sa jeunesse avaient admirablement développée. Ses
cheveux bruns étaient un peu rageurs…
Passepartout adalah orang yang baik hati, wajahnya
menyenangkan, bibirnya sedikit menonjol, selalu siap untuk
mencicipi, perilakunya lembut dan penuh pelayanan, kepalanya
bulat sempurna seperti yang diharapkan orang ketika dia
bersandar di bahu sahabatnya. Matanya biru, warna kulitnya
cerah, mukanya gemuk sehingga pipi bulatnya dapat dilihatnya
sendiri, dadanya lebar, postur tubuhnya kuat, badannya berotot
dan tenaga fisiknya berkembang penuh karena olahraga yang
38
dilakukannya di masa muda. Rambutnya yang coklat agak
berantakan…
3. Detektif Fix
Detektif Fix adalah salah seorang detektif yang ditugasi oleh
kepolisian di Inggris untuk mencari pencuri perampokan bank Inggris. Detektif
Fix mengira bahwa Phileas Fogg adalah pencuri perampokan bank Inggris itu.
Detektif Fix digambarkan dalam novel dengan kondisi yang disebutkan seperti
berikut. Perhatikan kutipan di bawah ini:
(18) Cet homme se nommait Fix, et c'était un de ces « détectives » ou
agents de police anglais, qui avaient été envoyés dans les divers ports,
après le vol commis à la Banque d'Angleterre. Ce Fix devait
surveiller avec le plus grand soin tous les voyageurs prenant la route
de Suez, et si l'un d'eux lui semblait suspect, le « filer » en attendant
un mandat d'arrestation.
Pria ini bernama Fix, salah satu dari “detektif” atau agen polisi
Inggris yang dikirim ke berbagai pelabuhan, setelah terjadinya
pencurian di Bank Inggris. Fix ditugasi untuk mengamat-amati
setiap penumpang yang mengambil jalan melalui Suez, dan jika
salah satu dari mereka tampak mencurigakan, ia akan
“mengikutinya” sampai tiba surat perintah penangkapan.
Penggambaran fisik dan sifat dari detektif Fix tidak banyak
diungkapkan dalam novel seperti terlihat dalam kutipan berikut:
(19) … était un petit homme maigre, de figure assez intelligente,
nerveux, ... A travers ses longs cils brillait un oeil très vif, ... En ce
moment, il donnait certaines marques d'impatience,…
… sosok pria kecil berperawakan kurus, dengan raut muka
cerdik, dan tegang,… melalui bawah alisnya yang selalu
bergerak-gerak sebuah mata berbinar menyipit… Ia baru saja
menunjukkan tanda-tanda ketidaksabaran,…
39
4. Aouda
Aouda adalah seorang putri muda India cantik, yang diselamatkan
oleh Phileas Fogg dan Passepartout ketika dalam perjalanan melintasi hutan India.
Aouda digambarkan dalam novel dengan keadaan yang disebutkan seperti berikut.
Perhatikan kutipan di bawah ini:
(20) … C'était une Indienne d'une beauté célèbre, de race parsie, fille de
riches négociants de Bombay. Elle avait reçu dans cette ville une
éducation absolument anglaise, et à ses manières, à son instruction,
on l'eût crue Européenne. Elle se nommait Aouda.
… Ia adalah seorang putri India yang terkenal cantik dari ras
Parsi, putri dari pedagang kaya di Bombay. Ia dididik dengan
cara Inggris, dan cara hidupnya seperti orang Eropa. Aouda
namanya.
Di usianya yang masih muda, Aouda sudah menjadi seorang janda.
Perhatikan kutipan berikut:
(21) Orpheline, elle fut mariée malgré elle à ce vieux rajah du
Bundelkund. Trois mois après, elle devint veuve…
Seorang yatim piatu, ia dijadikan istri oleh raja Bundelkund yang
sudah tua. Tiga bulan kemudian, ia menjadi seorang janda…
Aouda menjadi janda karena ditinggal oleh suaminya Rajah dari
Bundelkhund yang meninggal. Adapun keindahan paras dan fisik Aouda
diungkapkan dalam novel dengan perumpamaan puitis sebagai berikut. Perhatikan
kutipan di bawah ini:
(22) Lorsque le roi-poète, Uçaf Uddaul, célèbre les charmes de la reine
d'Ahméhnagara, il s'exprime ainsi :
« Sa luisante chevelure, régulièrement divisée en deux parts,
encadre les contours harmonieux de ses joues délicates et blanches,
brillantes de poli et de fraîcheur. Ses sourcils d'ébène ont la forme et
la puissance de l'arc de Kama, dieu d'amour, et sous ses longs cils
soyeux, dans la pupille noire de ses grands yeux limpides, nagent
40
comme dans les lacs sacrés de l'Himalaya les reflets les plus purs de
la lumière céleste. Fines, égales et blanches, ses dents resplendissent
entre ses lèvres souriantes, comme des gouttes de rosée dans le sein
mi-clos d'une fleur de grenadier. Ses oreilles mignonnes aux
courbes symétriques, ses mains vermeilles, ses petits pieds bombés et
tendres comme les bourgeons du lotus, brillent de l'éclat des plus
belles perles de Ceylan, des plus beaux diamants de Golconde. Sa
mince et souple ceinture, qu'une main suffit à enserrer, rehausse
l'élégante cambrure de ses reins arrondis et la richesse de son buste
où la jeunesse en fleur étale ses plus parfaits trésors, et, sous les plis
soyeux de sa tunique, elle semble avoir été modelée en argent pur de
la main divine de Vicvacarma, l'éternel statuaire. »
Ketika raja penyair, Ucaf Uddaul, memuja keindahan Ratu
Ahmehnagara, ia berkata seperti ini:
« Rambutnya yang berkilau terbagi dalam dua bagian,
melingkari lekuk yang harmonis pada pipinya yang putih dan
halus, bersinar terang dan segar. Alis matanya yang hitam
berbentuk dan sama menariknya seperti busur Kama, Dewa
Cinta, dan di balik kibasan kain sutranya yang panjang
berpendar memantulkan kemurniaan, sementara cahaya surga
berenang-renang bagaikan di danau-danau suci Himalaya, dalam
pupil matanya yang hitam pada bola mata yang besar dan jernih.
Giginya, halus, rata dan putih, berkilau di antara bibir yang
tersenyum seperti tetes embun di kelopak bunga gairah yang
tengah berkembang. Telinganya yang berbentuk halus, tangannya
merah terang, kaki mungilnya, melengkung dan lembut seperti
pucuk teratai, bersinar dengan terang bagaikan mutiara terindah
dari Celon, intan paling berkilau dari Golconda. Pinggangnya
yang kecil dan gemulai, yang dapat dipeluk tangan, membentuk
garis tubuhnya yang bulat dan keindahan dadanya, di mana usia
muda menunjukkan pesona yang dimilikinya, dan di balik lipatan
sutra baju tuniknya, ia seolah seperti dibentuk dari perak murni,
oleh tangan Dewa Vicvacarma, sang pematung abadi. »
4.1.3 Alur/Plot
Alur dalam Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours termasuk alur maju,
sebab jalan cerita disusun berdasarkan urutan waktu (naratif) dan urutan peristiwa
(kronologis) yang terangkum pada bab-bab yang terdapat dalam novel seperti
berikut:
41
Chapitre 1 Phileas Fogg dan Passepartout saling menerima satu sama lain, yang
satu sebagai tuan dan yang satu sebagai pelayan.
Chapitre 2 Passepartout yakin bahwa ia akhirnya menemukan majikan
idamannya.
Chapitre 3 Terjadi sebuah percakapan yang tampaknya akan banyak merugikan
Phileas Fogg.
Chapitre 4 Phileas Fogg membuat terkejut Passepartout, pelayannya.
Chapitre 5 Sebuah nama baru muncul di pasar bursa di London.
Chapitre 6 Detektif Fix menunjukkan ketidaksabaran yang menjadi sifatnya.
Chapitre 7 Sekali lagi percuma menggunakan paspor sebagai alat bantu detektif.
Chapitre 8 Passepartout berbicara dengan ceroboh.
Chapitre 9 Laut Merah dan Samudra Hindia menguntungkan rencana Phileas
Fogg.
Chapitre 10 Passepartout merasa senang sekali dapat keluar meskipun kehilangan
sepatunya.
Chapitre 11 Phileas Fogg membeli sebuah kendaraan unik dengan harga yang
sangat mahal.
Chapitre 12 Phileas Fogg serta teman-temannya berpetualang melintasi hutan
India dan apa yang terjadi setelahnya.
Chapitre 13 Passepartout membuktikan sekali lagi bahwa nasib baik berpihak
pada pemberani.
Chapitre 14 Phileas Fogg menuruni lereng lembah Sungai Gangga yang indah
tanpa pernah berpikir untuk melihatnya.
42
Chapitre 15 Tas berisi uang kertas itu berkurang isinya beberapa ribu
poundsterling lagi.
Chapitre 16 Fix benar-benar tidak mengerti apapun yang dikatakan kepadanya.
Chapitre 17 Menunjukkan apa yang terjadi dalam perjalanan dari Singapura ke
Hong Kong.
Chapitre 18 Phileas Fogg, Passepartout, dan Fix sibuk dengan urusan masing-
masing.
Chapitre 19 Ketika Passepatout terlalu ikut campur atas kepentingan tuannya dan
akibatnya.
Chapitre 20 Fix berhadapan langsung dengan Phileas Fogg.
Chapitre 21 Kapten kapal Tankadere mengambil resiko besar kehilangan hadiah
dua ratus poundsterling.
Chapitre 22 Passepartout mengetahui bahwa dalam keadaan tak sadar, lebih baik
jika kita masih mempunyai uang.
Chapitre 23 Hidung Passepartout menjadi sangat panjang.
Chapitre 24 Fogg dan rombongan melintasi Samudra Pasifik.
Chapitre 25 San Francisco hanya dilihat sekilas pandang.
Chapitre 26 Phileas Fogg dan rombongan menaiki kereta api Pacific Railroad.
Chapitre 27 Passepartout mendengarkan sejarah kaum Mormon pada kecepatan
dua puluh kilometer per jam.
Chapitre 28 Passepartout tidak berhasil membuat orang-orang mendengarkan
pendapatnya.
43
Chapitre 29 Beberapa kejadian yang hanya bisa ditemui di atas jalur kereta api
Amerika.
Chapitre 30 Phileas Fogg hanya menunaikan tugasnya.
Chapitre 31 Detektif Fix membela kepentingan Phileas Fogg.
Chapitre 32 Phileas Fogg berhadapan langsung dengan nasib sial.
Chapitre 33 Phileas Fogg menunjukkan kemampuan dirinya.
Chapitre 34 Phileas Fogg akhirnya tiba di London.
Chapitre 35 Phileas Fogg tidak perlu mengulang perintahnya dua kali kepada
Passepartout.
Chapitre 36 Sekali lagi nama Phileas Fogg berharga mahal di pasar saham.
Chapitre 37 Phileas Fogg tidak mendapatkan apa-apa dari perjalanannya keliling
dunia selain kebahagiaan.
Adapun alur dalam Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours terbagi ke
dalam beberapa tahapan sebagai berikut:
1) Tahap pengenalan : dimunculkannya tokoh cerita seperti Phileas
Fogg dan Passepartout beserta situasi, latar, dan
waktu yang menyertai.
2) Tahap peristiwa : terjadi pencurian di Bank Inggris dan termuat
kabar bahwa perjalanan mengelilingi dunia pada
saat itu dapat dilakukan untuk pertama kalinya
dalam waktu 80 hari.
44
3) Tahap muncul konflik : pertentangan antara Phileas Fogg dan para
anggota Reform Club mengenai perjalanan
mengelilingi dunia.
4) Tahap konflik memuncak : perjalanan Phileas Fogg mengelilingi dunia
dengan banyak petualangan yang terjadi di
dalamnya.
5) Tahap penyelesaian : Phileas Fogg berhasil mengelilingi dunia dalam
waktu 80 hari.
4.1.4 Latar
Latar tempat dalam Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours adalah
tempat-tempat yang dikunjungi Phileas Fogg selama melakukan perjalanan
mengelilingi dunia 80 hari. Berikut gambaran tempat-tempat yang dilalui Phileas
Fog selama perjalanan. Perhatikan kutipan di bawah ini:
(23) De Londres à Suez par le Mont-Cenis et Brindisi, …
De Suez à Bombay,…
-- De Bombay à Calcutta,…
-- De Calcutta à Hong-Kong (Chine),…
-- De Hong-Kong à Yokohama (Japon),…
-- De Yokohama à San Francisco,…
-- De San Francisco New York,…
-- De New York à Londres,…
dari London ke Suez melalui Mont-Cenis dan Brindisi,…
Dari Suez ke Bombay,…
--Bombay ke Calcutta,…
--Calcutta ke Hongkong (Cina),…
--Hongkong ke Yokohama (Jepang),…
--Yokohama ke San Fransisco,…
-- San Fransisco ke New York,…
--New York ke London,…
45
Ada beberapa kota, negara bahkan benua yang menjadi latar perjalanan
keliling dunia Phileas Fogg. Latar waktu dalam Le Tour du Monde en Quatre-
Vingts Jours adalah pada tahun 1872, dimulai dari perjalanan Phileas Fogg
melakukan keliling dunia sampai ia berhasil pulang kembali ke tanah Inggris.
Sedangkan latar sosialnya adalah masyarakat dunia pada abad ke-19, khususnya
masyarakat Inggris dan masyarakat yang tinggal di daerah sekitar yang dilewati
Phileas Fogg selama perjalanan keliling dunia.
Perlu diketahui bahwa Inggris dan masyarakatnya pada saat itu dikenal
sedang mengalami revolusi industri. Periode politiknya cukup stabil, berbagai
penemuan ilmiah yang berkenaan dengan pertanian dan ilmu pengetahuan juga
ditemukan, sektor perbankan maju, peraturan dan penegakan hukum yang
mendukung perdagangan pun cukup modern, serta sistem transportasinya juga
cukup baik.
4.1.5 Sudut Pandang Penceritaan
Penceritaan Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours menggunakan sudut
pandang campuran. Sebab penceritaan disampaikan oleh seorang narator yang
mengetahui segala tindakan, pikiran, dan perasaan para tokoh tetapi juga melalui
subjek orang pertama maupun orang ketiga dalam cerita. Berikut kutipan yang
mewakili penceritaan dari sudut pandang seorang narrator dalam cerita:
(24) En l'année 1872, la maison portant le numéro 7 de Saville-row,
Burlington Gardens -- maison dans laquelle Sheridan mourut en
1814 --, était habitée par Phileas Fogg…
Pada tahun 1872, rumah nomor 7 di Saville-Row, Burlington
Gardens, rumah di mana seorang bernama Sheridan meninggal
dunia tahun 1814, ditinggali oleh Phileas Fogg…
46
Kutipan tersebut menggambarkan penceritaan pengarang yang
menempatkan dirinya sebagai narator dalam cerita. Pengarang terlibat langsung
dalam penceritaan meskipun namanya tidak disebutkan dalam cerita. Sedangkan
penceritaan melalui sudut pandang subjek orang pertama dalam cerita dapat
dilihat pada kutipan di bawah ini:
(25) … j'ai fait plusieurs métiers. J'ai été chanteur ambulant, écuyer dans
un cirque, faisant de la voltige comme Léotard, et dansant sur la
corde comme Blondin ; puis je suis devenu professeur de gymnastique,
afin de rendre mes talents plus utiles, et, en dernier lieu, j'étais
sergent de pompiers, à Paris. J'ai même dans mon dossier des
incendies remarquables… voulant goûter de la vie de famille, je suis
valet de chambre en Angleterre.
… saya pernah menjalani beberapa pekerjaan. Saya pernah menjadi
penyanyi keliling, pemain akrobat dalam sirkus, melentingkan badan
seperti Léotard, dan menari di atas tali seperti Blondin ; selanjutnya
saya pernah menjadi pengajar senam, agar lebih memanfaatkan
kemampuan, dan yang terakhir, saya menjadi petugas pemadam
kebakaran di Paris. Saya mengatasi banyak kebakaran besar…
berharap dapat menikmati kehidupan rumah tangga, saya menjadi
pelayan di Inggris.
Kutipan tersebut menggambarkan penceritaan pengarang yang
menempatkan dirinya sebagai subjek orang pertama. Pengarang terlibat langsung
dalam penceritaan dengan menggunakan kata ganti subjek (saya: je). Penceritaan
melalui sudut pandang subjek orang ketiga dalam cerita dapat dilihat dalam
kutipan berikut:
(26) … il n'était prodigue de rien, mais non avare, car partout où il
manquait un appoint pour une chose noble, utile ou généreuse, il
l'apportait silencieusement et même anonymement.
… ia bukan orang yang boros, tetapi tidak juga pelit, karena
kapanpun uangnya diperlukan untuk tujuan mulia, bermanfaat, atau
demi kebaikan, ia menyumbang dengan segera secara diam-diam dan
bahkan secara anonim.
47
Kutipan tersebut menggambarkan penceritaan pengarang sebagai
subjek orang ketiga. Pengarang berada di luar cerita dengan menggunakan kata
ganti subjek (dia/ia: il)
4.2 Fakta Kemanusiaan
Berikut fakta-fakta kemanusiaan yang terungkap dalam karya Le Tour du
Monde en Quatre-Vingts Jours :
Fakta kemanusiaan pertama yang terungkap dalam Le Tour du Monde en
Quatre-Vingts Jours adalah adanya beberapa perkumpulan eksklusif di kota
London saat itu. Perhatikan kutipan di bawah ini :
(27) Il ne faisait partie ni de l'Institution royale de la Grande-Bretagne,
ni de l'Institution de Londres, ni de l'Institution des Artisans,… ni
de cette Institution des Arts et des Sciences,... Il n'appartenait enfin
à aucune des nombreuses sociétés qui pullulent dans la capitale de
l'Angleterre, depuis la Société de l'Armonica jusqu'à la Société
entomologique,…
Phileas Fogg était membre du Reform-Club, et voilà tout.
Ia tidak berperan dalam Royal Institute, London Institute, Artisans
Institute,… atau Institute of Arts and Sciences. Dia bukan anggota
dari sejumlah perkumpulan yang banyak terdapat di ibu kota
Inggris, mulai dari Harmonic hingga perkumpulan
Entomologists,…
Phileas Fogg, anggota dari Reform-Club, itu saja.
Dari kutipan tersebut terlihat beberapa perkumpulan eksklusif di kota
London seperti Royal Institute, London Institute, Artisans Institute, atau
Institute of Arts and Sciences sampai pada Reform-Club. Fakta ini jelas
merupakan fakta sosial sebab perkumpulan-perkumpulan ekslusif tersebut
mempunyai dampak hubungan sosial antar anggota masyarakat atas Inggris saat
itu.
48
Selanjutnya fakta kemanusiaan kedua yang terungkap dalam Le Tour
du Monde en Quatre-Vingts Jours adalah kebiasaan bangsa Inggris yang suka
bertaruh. Perhatikan kutipan berikut ini:
(28) On sait ce qu'est le monde des parieurs en Angleterre, monde plus
intelligent, plus relevé que celui des joueurs. Parier est dans le
tempérament anglais.
Orang tahu bahwa Inggris adalah tempat orang bertaruh dan
mereka biasanya berasal dari kalangan atas, bukan sekedar
penjudi. Memasang taruhan sudah merasuk ke dalam jiwa orang
Inggris.
Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa orang Inggris memang
suka bertaruh. Bertaruh sudah menjadi kebiasaan mereka dan menjadi perangkai
mereka pula. Tidak hanya kalangan atas, masyarakat umum baik yang menentang
maupun mendukung sesuatu pasti suka bertaruh. Fakta kemanusiaan kedua ini
termasuk ke dalam fakta individual karena merupakan hasil dari perilaku libidinal
manusia yang berupa tingkah laku.
Fakta kemanusiaan ketiga yang terungkap dalam Le Tour du Monde
en Quatre-Vingts Jours adalah tiga kemajuan teknologi transportasi pada masa
itu. Peneliti meyakini bahwa Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours ditulis
pada sebuah masa di mana revolusi industri saat itu sedang berlangsung. Sejarah
mencatat bahwa sesungguhnya revolusi industri berawal di Inggris sekitar tahun
1769 dengan ditemukannya mesin uap oleh James Watt. Inggris mendahului
negara-negara lain dalam hal penggunaan mesin pertanian. Pekerjaan yang semula
dilakukan oleh tangan manusia segera diganti oleh mekanisasi mesin pertanian
yang menghasilkan produk yang jumlahnya jauh lebih besar daripada hasil
pekerjaan manual. Penemuan-penemuan di bidang pertanian inilah yang pada
49
gilirannya memungkinkan penemuan di bidang transportasi lain melalui kanal
sungai, jalan raya dan rel kereta api sampai pada penggunaan batu bara sebagai
bahan bakar. Tercatat ada tiga kemajuan teknologi transportasi yang peneliti
temukan dalam karya Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours yaitu: Terusan
Suez, perhubungan jalur-jalur kereta api di India, serta selesainya jalur kereta api
pertama di Amerika.
Penggambaran tentang adanya terusan Suez dalam cerita terlihat dalam kutipan
berikut:
(29) En attendant l'arrivée du Mongolia, deux hommes se promenaient
sur le quai au milieu de la foule d'indigènes et d'étrangers qui
affluent dans cette ville, naguère une bourgade, à laquelle la grande
oeuvre de M. de Lesseps assure un avenir considérable.
Sambil menunggu kedatangan kapal Mongolia, dua pria berjalan-
jalan di atas dermaga di antara kerumunan penduduk asli dan
orang asing yang tinggal di kota yang dulu merupakan desa tidak
terurus, sekarang berkat usaha M. Lesseps, kota itu berkembang
pesat.
Kutipan tersebut menggambarkan tentang adanya Terusan Suez yang
dahulu diceritakan merupakan sebuah kota kecil tak terurus, kini berubah menjadi
sebuah kota pelabuhan penting yang berkembang pesat di dunia berkat adanya
usaha dari M. Lesseps. Perlu diketahui bahwa Ferdinand Vicomte de Lesseps
adalah seorang insinyur Prancis yang memrakarsai Terusan Suez tersebut.
Terusan ini dibuka pada tahun 1870 dan menghubungkan Pelabuhan Said di Laut
Tengah dengan Suez di Laut Merah. Terusan yang mengizinkan transportasi air
dari Eropa ke Asia tanpa mengelilingi Afrika. Sebelum adanya terusan ini,
beberapa transportasi dilakukan dengan cara mengosongkan kapal dan membawa
barang-barangnya lewat darat antara Laut Tengah dan Laut Merah.
50
Penggambaran tentang perhubungan jalur kereta api di India dapat
dilihat dalam kutipan berikut:
(30) -- En effet, messieurs, ajouta John Sullivan, … que la section entre
Rothal et Allahabad a été ouverte sur le « Great-Indian peninsular
railway », et voici le calcul établi par le Morning Chronicle…
--Benar itu, tuan-tuan, tambah John Sullivan, … jalur antara
Rothal dan Allahabad telah dibuka pada "Great Indian
Peninsular Railway," inilah perhitungan yang dibuat oleh surat
kabar Morning Chronicle…
Kutipan tersebut menggambarkan tentang kabar kebenaran
perhubungan jalur kereta api di India "Great Indian Peninsular Railway" yang
kabarnya sudah selesai pada masa itu dan termuat dalam surat kabar Morning
Chronicle. Sedangkan penggambaran tentang selesainya jalur kereta api pertama
di Amerika terlihat dalam kutipan berikut:
(31) C'est à ce point que se fit l'inauguration de l'Union Pacific Road, le
23 octobre 1867, et dont l'ingénieur en chef fut le général J. M.
Dodge… les feux d'artifice éclatèrent ; là, enfin, se publia, au
moyen d'une imprimerie portative, le premier numéro du journal
Railway Pioneer. Ainsi fut célébrée l'inauguration de ce grand
chemin de fer, instrument de progrès et de civilisation, jeté à travers
le désert et destiné à relier entre elles des villes et des cités qui
n'existaient pas encore.
Di sinilah Union Pacific Railroad diresmikan pada 23 Oktober
1867 oleh insinyur kepala, Jenderal Dodge… kembang api disulut
dan berita tentang Railway Pioneer dicetak dengan mesin cetak
yang dibawa kereta. Semua dimaksudkan untuk merayakan
peresmian jalur kereta yang hebat ini, sebuah peralatan raksasa
yang membuktikan kemajuan dan peradaban manusia,
dibentangkan di atas padang pasir dan ditakdirkan untuk
menghubungkan kota-kota yang bahkan belum ada.
Dari kutipan tersebut terlihat bahwa selesainya jalur kereta api
pertama di Amerika (Union Pacific Railroad) saat itu disambut dengan perayaan
meriah oleh masyarakat setempat dan kabarnya telah termuat dalam surat kabar
51
pula. Fakta-fakta ketiga ini jelas termasuk ke dalam fakta sosial karena
mempunyai peranan dalam sejarah kemajuan teknologi transportasi manusia pada
masa itu.
Fakta kemanusiaan selanjutnya yang terungkap adalah ritual
kepercayaan para pengikut Dewi Kali yang masih terdapat di salah satu provinsi
terpisah di kerajaan Nizam, India. Perhatikan kutipan berikut:
(32) Non loin s'élevaient Ellora et ses pagodes admirables,... C'était sur
cette contrée que Feringhea, le chef des Thugs, le roi des
Étrangleurs, exerçait sa domination. Ces assassins, unis dans une
association insaisissable, étranglaient, en l'honneur de la déesse de
la Mort, des victimes de tout âge, sans jamais verser de sang, et il fut
un temps où l'on ne pouvait fouiller un endroit quelconque de ce sol
sans y trouver un cadavre.
Tidak jauh berdirilah Ellora, dengan pagoda-pagodanyanya yang
anggun,… Di sanalah Feringhea, Ketua Thug, raja para pencekik,
memegang kekuasaannya. Orang-orang jahat ini, yang disatukan
oleh ikatan rahasia, mencekik korban dari setiap usia sebagai
bukti penghormatan mereka terhadap Dewi Kematian, tanpa
menumpahkan darah setetes pun, dan pernah ada suatu masa
ketika di sebagian wilayah ini nyaris tidak dapat dijelajahi tanpa
ditemukan mayat di setiap sudut.
Dari kutipan tersebut terlihat bahwa masih terdapat ritual kepercayaan
mengerikan yang dianut oleh masyarakat India saat itu yang notabene adalah
penganut agama Hindu. Mereka melakukan ritual yaitu melakukan pembunuhan
tanpa menumpahkan darah setetes pun. Pemerintah Inggris dalam hal ini sebagai
penguasa daerah koloni telah berusaha semaksimal mungkin untuk menurunkan
angka pembunuhan tersebut, meskipun beberapa dari mereka masih ada yang
meneruskan ritual tersebut.
Fakta kemanusiaan kelima yang terungkap adalah tradisi upacara sati,
pengorbanan diri manusia secara sukarela yang dilakukan oleh masyarakat India
52
yang masih liar. Tokoh Aouda misalnya, diceritakan harus melakukan tradisi ini
karena ia ditinggal suaminya, Rajah Bundelkund yang meninggal. Perhatikan
kutipan berikut:
(33) -- Un sutty, monsieur Fogg, répondit le brigadier général, c'est un
sacrifice humain, mais un sacrifice volontaire. Cette femme que
vous venez de voir sera brûlée demain aux premières heures du jour.
-- Sati, tuan Fogg, sahut sang jenderal, adalah pengorbanan
manusia, tetapi dilakukan dengan sukarela. Wanita yang baru
saja Anda lihat itu akan dibakar esok hari saat matahari terbit.
Sati adalah upacara pengorbanan diri manusia secara sukarela yang
dilakukan dengan membakar diri atas dasar pengorbanan cinta ataupun fanatisme
agama. Kebiasaan yang tidak manusiawi ini juga sebenarnya telah berusaha
dihentikan oleh pemerintah Inggris, meskipun ada beberapa wilayah di India yang
masih berada dalam perlindungan rajah Hindu merdeka sehingga sulit untuk
dilakukan pencegahan.
Fakta kemanusiaan keenam adalah kebiasaan kaum Mormon di Amerika
yang kabarnya suka berpoligami. Kebiasaan kaum Mormon tersebut diceritakan
dalam novel seperti berikut. Perhatikan kutipan di bawah ini:
(34) … sur le chemin des émigrants qui traversaient l'Utah pour se
rendre en Californie, la nouvelle colonie, grâce aux principes
polygames du mormonisme, prit une extension énorme.
… di atas rute para emigran yang melintasi Utah dalam
perjalanan mereka menuju California, koloni baru itu
berkembang pesat bahkan melebihi harapan sebelumnya, berkat
pelaksanaan poligami oleh kaum Mormon.
Tidak banyak yang diceritakan tentang Mormonisme dalam cerita
kecuali kebiasaan mereka melakukan poligami, yang juga merupakan dasar
keyakinan mereka. Dari fakta keempat hingga fakta keenam tersebut, semuanya
53
termasuk ke dalam fakta individual karena merupakan hasil dari perilaku libidinal
manusia yang berupa kebiasaan serta tingkah laku.
4.3 Subjek Kolektif
Subjek kolektif dalam Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours
digambarkan Jules Verne dalam pemahaman kelas Marxisme. Namun Verne tidak
selalu mengidentikannya dengan pertentangan kelas dan eksploitasi. Seperti telah
diketahui bahwa kelas-kelas sosial dalam pandangan Marxis terdiri atas kaum
borjuis dan kaum buruh. Di dalam Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours,
Verne menggambarkan kaum borjuis diwakili oleh Phileas Fogg bersama rekan-
rekannya di Reform Club yaitu: insinyur Andrew Stuart, bankir John Sullivan dan
Samuel Fallentin, pedagang bir Thomas Flanagan, serta direktur Bank Inggris
Gauthier Ralph. Perhatikan kutipan berikut :
(35) C'étaient les partenaires habituels de Mr. Phileas Fogg, comme lui
enragés joueurs de whist : l'ingénieur Andrew Stuart, les banquiers
John Sullivan et Samuel Fallentin, le brasseur Thomas Flanagan,
Gauthier Ralph, un des administrateurs de la Banque d'Angleterre,
-- personnages riches et considérés, même dans ce club qui compte
parmi ses membres les sommités de l'industrie et de la finance.
Mereka adalah teman-teman Phileas Fogg dalam bermain kartu:
insinyur Andrew Stuart, bankir John Sullivan dan Samuel
Fallentin, pedagang bir Thomas Flanagan, Gauthier Ralph salah
satu direktur Bank Inggris, --semuanya itu orang kaya dan sangat
dihormati, bahkan di dalam klub yang berisi tokoh-tokoh dalam
perdagangan dan keuangan.
Dari kutipan tersebut terlihat bahwa mereka semua adalah kaum borjuis
dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Kaum borjuis adalah kaum yang juga
identik dengan gaya hidup mewah, berpakaian indah, jamuan makan lezat, dsb.
54
Berikut kutipan yang menggambarkan tentang kebiasaan dari kaum borjuis yang
diwakili oleh Phileas Fogg. Perhatikan kutipan di bawah ini:
(36) Là, il prit place à la table habituelle où son couvert l'attendait. Son
déjeuner se composait d'un hors-d'oeuvre, d'un poisson bouilli
relevé d'une « reading sauce » de premier choix, d'un roastbeef
écarlate agrémenté de condiments « mushroom », d'un gâteau farci
de tiges de rhubarbe et de groseilles vertes, d'un morceau de chester,
-- le tout arrosé de quelques tasses de cet excellent thé, spécialement
recueilli pour l'office du Reform-Club.
Maka duduklah ia di meja makan seperti biasa; di atas meja telah
tersaji makanannya. Makanan paginya waktu itu adalah: ikan
goreng dengan kuah, daging bistik dengan jamur, kue berisi
tangkai rabarber (semacam tanam-tanaman) dan kruibes (buah-
buahan) dengan keju chester beserta satu atau dua mangkuk air
teh, yang didatangkan khusus untuk Reform-Club.
(37) S'il dînait ou déjeunait, c'étaient les cuisines, le garde-manger,
l'office, la poissonnerie, la laiterie du club, qui fournissaient à sa
table leurs succulentes réserves ; c'étaient les domestiques du club,
graves personnages en habit noir, chaussés de souliers à semelles de
molleton, qui le servaient dans une porcelaine spéciale et sur un
admirable linge en toile de Saxe ; c'étaient les cristaux à moule
perdu du club qui contenaient son sherry, son porto ou son claret
mélangé de cannelle, de capillaire et de cinnamome ; c'était enfin la
glace du club -- glace venue à grands frais des lacs d'Amérique –
qui entretenait ses boissons dans un satisfaisant état de fraîcheur.
Jika dia makan malam ataupun makan pagi, semua persediaan
yang ada di klub-dapur dan peralatannya, mentega dan hasil
olahan susunya- dikerahkan untuk memenuhi mejanya dengan
makanan paling lezat. Ia dilayani oleh pelayan yang paling andal,
dengan memakai jas berekor, dan sepatu beralas kulit angsa,
yang menyajikan makanan terpilih dalam mangkuk porselen
khusus, dan di atas taplak paling halus; sejumlah poci tempat
minuman berbahan gelas, berbentuk antik, berisi sherry, anggur
pencuci mulut, dan anggur merah yang berbumbu kayu manis;
sementara air minumnya disajikan dingin segar dengan es, yang
dibeli mahal dari danau-danau di Amerika.
Dua kutipan tersebut di atas menggambarkan bagaimana kebiasaan
makan dari Phileas Fogg yang tergolong mewah dan menunjukkan bahwa ia
55
adalah golongan dari kaum borjuis. Tidak hanya itu, keadaan rumahnya di Saville
row pun terbilang tidak biasa. Perhatikan kutipan berikut:
(38) … dans la maison de Saville-row… Cette maison propre, rangée,
sévère, puritaine, bien organisée pour le service,... d'une belle
coquille de colimaçon, mais d'une coquille éclairée et chauffée au
gaz, car l'hydrogène carburé y suffisait à tous les besoins de lumière
et de chaleur… au second étage. Des timbres électriques et des
tuyaux acoustiques la mettaient en communication avec les
appartements de l'entresol et du premier étage. Sur la cheminée, une
pendule électrique correspondait avec la pendule de la chambre à
coucher de Phileas Fogg, et les deux appareils battaient au même
instant, la même seconde.
… di dalam rumah di Saville-row… Rumah itu begitu bersih,
amat teratur rapi dan luas, ... rumah itu seperti kerang bekicot,
terang dan hangat oleh gas, dan itu sudah sangat memadai… di
lantai kedua. Bel listrik dan corong bicara menjadi alat
komunikasi dengan lantai bawah, sementara di atas rak di atas
perapian ada jam listrik yang persis sama dengan yang terdapat
di kamar tidur Phileas Fogg, dan keduanya menunjukkan waktu
yang sama persis hingga ke detik-detiknya.
(39) Quant à la garde-robe de monsieur, elle était fort bien montée et
merveilleusement comprise. Chaque pantalon, habit ou gilet portait
un numéro d'ordre reproduit sur un registre d'entrée et de sortie,
indiquant la date à laquelle, suivant la saison, ces vêtements
devaient être tour à tour portés. Même réglementation pour les
chaussures.
Lemari pakaian tuan Fogg yang besar penuh berisi pakaian
dengan selera tinggi. Tiap pasang celana, jaket, dan rompi
memiliki nomor, yang menunjukkan tahun dan musim saat
pakaian itu perlu disiapkan untuk dikenakan. Sistem yang sama
juga diterapkan pada sepatunya.
Dari dua kutipan tersebut di atas juga memperlihatkan bagaimana
keadaan dan perlengkapan rumah di Saville-row memang tertata rapi dan indah,
sebagai tanda bahwa orang yang mendiaminya adalah orang yang teratur dan
berkecukupan dalam hidupnya.
56
Sebaliknya Jules Verne menggambarkan kaum buruh dalam Le Tour
du Monde en Quatre-Vingts diwakili oleh Passepartout. Passepartout adalah
pelayan dari Phileas Fogg. Passepartout bekerja sebagai pelayan setelah sering
berganti-ganti pekerjaan. Perhatikan kutipan berikut:
(40) … j'ai fait plusieurs métiers. J'ai été chanteur ambulant, écuyer
dans un cirque, faisant de la voltige comme Léotard, et dansant sur
la corde comme Blondin ; puis je suis devenu professeur de
gymnastique, afin de rendre mes talents plus utiles, et, en dernier
lieu, j'étais sergent de pompiers, à Paris. J'ai même dans mon
dossier des incendies remarquables… voulant goûter de la vie de
famille, je suis valet de chambre en Angleterre.
… saya pernah menjalani beberapa pekerjaan. Saya pernah
menjadi penyanyi keliling, pemain akrobat dalam sirkus,
melentingkan badan seperti Léotard, dan menari di atas tali
seperti Blondin ; selanjutnya saya pernah menjadi pengajar
senam agar lebih memanfaatkan kemampuan, dan yang terakhir,
saya menjadi petugas pemadam kebakaran di Paris. Saya
mengatasi banyak kebakaran besar… berharap dapat menikmati
kehidupan rumah tangga, saya bekerja menjadi pelayan di
Inggris.
Passepartout sebagai pelayan melakukan pekerjaannya dengan baik. Ia
selalu menuruti perintah tuannya, Phileas Fogg seperti terlihat dalam kutipan
berikut:
(41) A huit heures, Passepartout avait préparé le modeste sac qui
contenait sa garde-robe et celle de son maître ; puis,… il quitta sa
chambre, dont il ferma soigneusement la porte, et il rejoignit Mr.
Fogg.
Pada pukul delapan, Passepartout telah menyiapkan tas ukuran
sedang yang berisi pakaian tuannya dan pakaiannya sendiri ;
lalu… ia menutup pintu kamarnya dengan hati-hati, dan turun
untuk menemui tuan Fogg.
57
4.4 Dialektika
Dialektika dalam Le Tour du Monde en Quatre-Vingts peneliti ungkapkan
dengan kemunculan tesis pertama yaitu: anggapan bahwa perjalanan mengelilingi
dunia dapat dilakukan untuk pertama kalinya dalam 80 hari. Perhatikan kutipan
berikut :
(42) -- En quatre-vingts jours seulement, dit Phileas Fogg.
-- En effet, messieurs, ajouta John Sullivan, quatre-vingts jours,
depuis que la section entre Rothal et Allahabad a été ouverte sur le «
Great-Indian peninsular railway »…
-- Dalam delapan puluh hari, kata Phileas Fogg.
-- Benar itu, tuan-tuan, tambah John Sullivan, hanya delapan
puluh hari, karena sekarang jalur antara Rothal dan Allahabad
di Great Indian Peninsula Railway telah dibuka…
Anggapan tentang perjalanan berkeliling dunia tersebut termasuk
dalam konsep pemahaman Phileas Fogg yang ia kemukakan setelah membaca
kabar tersebut pada surat kabar Morning Chronicle. Walaupun selanjutnya
negasi/antitesis muncul dari salah seorang anggota Reform Club yaitu Andrew
Stuart. Andrew Stuart merasa tidak yakin dengan apa yang diyakini oleh rekan-
rekannya itu dan bertaruh atas rencana perjalanan tersebut. Perhatikan kutipan di
bawah ini:
(43) -- Oui, quatre-vingts jours ! s'écria, Andrew Stuart,… mais non
compris le mauvais temps, les vents contraires, les naufrages, les
déraillements, etc… Même si les Indous ou les Indiens enlèvent les
rails !..., s'ils arrêtent les trains, pillent les fourgons, scalpent les
voyageurs !..., mais je parierais bien quatre mille livres (100 000 F)
qu'un tel voyage, fait dans ces conditions, est impossible.
Ya, dalam delapan puluh hari ! seru Andrew Stuart,… tetapi itu
belum termasuk cuaca buruk, angin yang tidak menguntungkan,
kapal bertabrakan, kecelakaan kereta api dan seterusnya…
Bagaimana bila orang-orang Hindu atau India membongkar
rel !..., kalau mereka menghentikan kereta, menjarah gerbong
58
barang dan melukai penumpang !..., tetapi saya lebih suka
bertaruh empat ribu poundsterling (100000 F) untuk melakukan
perjalanan semacam itu, yang tidak mungkin dilakukan dengan
kondisi demikian.
Bagi Andrew Stuart estimasi 80 hari tersebut belumlah termasuk
dalam keterlambatan, badai, atau segala hal yang dapat menghalangi
keberangkatan maupun perjalanan, sehingga ia benar-benar menolak anggapan
perjalanan berkeliling dunia tersebut.
Namun di akhir cerita terbentuklah sintesis bahwa Fogg ternyata
mampu membuktikan dan berhasil mengelilingi dunia dalam 80 hari. Ia dapat
kembali ke Reform Club setelah melakukan perjalanan berkeliling dunia sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan. Perhatikan kutipan berikut:
(44) … il arriva au Reform-Club. L'horloge marquait huit heures
quarante-cinq, quand il parut dans le grand salon... Phileas Fogg
avait accompli ce tour du monde en quatre-vingts jours !... Phileas
Fogg avait gagné son pari de vingt mille livres !
… ia sampai di Reform Club. Jam menunjukkan pukul 20.45,
ketika ia muncul di aula besar… Phileas Fogg telah
menyelesaikan perjalanannya mengelilingi dunia dalam delapan
puluh hari!... Phileas Fogg memenangkan pertaruhan besar dua
puluh ribu poundsterling !
Gagasan tentang sebuah perjalanan berkeliling dunia pada saat karya
Le Tour du Monde en Quatre-Vingts (1872) ditulis memang terasa sulit bahkan
mustahil untuk dilakukan dalam kurun waktu 80 hari, namun seiring dengan
berjalannya waktu serta kemajuan teknologi transportasi yang terus berkembang,
perjalanan mengelilingi dunia sekarang ini dapat dilakukan dalam 80 hari bahkan
kurang.
59
4.5 Pandangan Dunia
Menemukan pandangan dunia yang dikemukakan pengarang dalam
karyanya adalah inti daripada analisis ini. Analisis pandangan dunia pengarang
diawali dengan mencari makna judul yang terkandung dalam Le Tour du Monde
en Quatre-Vingts Jours yang jika diterjemahkan menjadi Keliling Dunia dalam 80
hari. Judul tersebut mampu mewakili gambaran isi cerita secara keseluruhan
karena mengacu pada peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam karya. Peristiwa-
peristiwa tersebut tentunya adalah petualangan-petualangan yang terjadi selama
perjalanan berkeliling dunia tokoh utama, Phileas Fogg dimulai dari
keberangkatannya di Dover sampai ia kembali pulang ke tanah Inggris.
Di dalam menemukan pandangan dunia, seorang pengarang pada dasarnya
tidak akan menyuarakan pandangan dunianya sendiri, melainkan pandangan dunia
suatu kelompok sosial tertentu di mana ia hidup sebagai anggotanya. Pandangan
dunia tersebut direpresentasikan secara imajinatif karena mampu mereflesikan
nilai-nilai yang tersirat dalam karya. Terkait dengan hal tersebut, maka akan
diungkapkan beberapa paham yang dianut oleh pengarang untuk mengetahui
bagaimana cara pandangannya terhadap dunia seperti berikut:
a. Fiksi Ilmiah
Fiksi ilmiah adalah suatu bentuk fiksi spekulatif yang terutama membahas
tentang pengaruh sains dan teknologi yang diimajinasikan terhadap masyarakat
dan para individual. Fiksi ilmiah merupakan salah satu bentuk aliran dalam sastra
yang berdasarkan pada ilmu pengetahuan. Di dalam karya Le Tour du Monde en
Quatre-Vingts Jours, peneliti menemukan bahwa fiksi ilmiah diproyeksikan oleh
60
Verne melalui penggunaan kemajuan teknologi transportasi pada saat itu. Adanya
kereta api, kapal uap dan terusan Suez dianggap mampu memungkinkan sebuah
perjalanan berkeliling dunia. Perhatikan kutipan berikut:
(45) De Londres à Suez par le Mont-Cenis et Brindisi, railways et
paquebots
De Suez à Bombay, paquebot
-- De Bombay à Calcutta, railway
-- De Calcutta à Hong-Kong (Chine), paquebot
-- De Hong-Kong à Yokohama (Japon), paquebot
-- De Yokohama à San Francisco, paquebot
-- De San Francisco New York, railroad
-- De New York à Londres, paquebot et railway
dari London ke Suez melalui Mont-Cenis dan Brindisi, dengan
kereta api dan kapal uap
Dari Suez ke Bombay dengan kapal uap
--Bombay ke Calcutta dengan kereta api
--Calcutta ke Hongkong (Cina), dengan kapal uap
--Hongkong ke Yokohama (Jepang) dengan kapal uap
--Yokohama ke San Fransisco, dengan kapal uap
-- San Fransisco ke New York, dengan kereta api
--New York ke London, dengan kapal uap dan kereta api
Dari kutipan tersebut terlihat bahwa penggunaan alat transportasi seperti
kereta api, kapal uap serta terusan Suez dianggap mampu mempersingkat jarak
dan waktu sehingga memungkinkan sebuah perjalanan berkeliling dunia dapat
dilakukan.
Verne sebagai pengarang mengungkapkan pula sebuah fenomena fiksi
ilmiah yang berkaitan dengan batas penanggalan internasional. Batas penanggalan
internasional adalah suatu garis khayal di permukaan bumi yang berfungsi untuk
mengimbangi penambahan waktu ketika seseorang bepergian menuju ke arah
timur melalui berbagai zona waktu. Seseorang yang bepergian ke arah barat dan
melewati garis batas penanggalan internasional harus menambah satu hari dari
61
tanggal dan waktu yang mereka percayai sebelumnya, sedangkan mereka yang
menuju ke arah timur harus mengurangi satu hari. Phileas Fogg dan Passepartout
misalnya, diceritakan telah mengabaikan batas penanggalan internasional tersebut
sehingga mereka berpikir telah kalah dalam taruhan dan terlambat pulang kembali
ke London seperti terlihat dalam kutipan berikut:
(46) …, comment un homme si exact, si méticuleux, avait-il pu
commettre cette erreur de jour ? Comment se croyait-il au samedi
soir, 21 décembre, quand il débarqua à Londres, alors qu'il n'était
qu'au vendredi, 20 décembre, soixante dix neuf jours seulement
après son départ ?
Voici la raison de cette erreur. Elle est fort simple.
Phileas Fogg avait, « sans s'en douter », gagné un jour sur son
itinéraire, -- et cela uniquement parce qu'il avait fait le tour du
monde en allant vers l'est, et il eût, au contraire, perdu ce jour en
allant en sens inverse, soit vers l'ouest.
En effet, en marchant vers l'est, Phileas Fogg allait au-devant du
soleil, et, par conséquent les jours diminuaient pour lui d'autant de
fois quatre minutes qu'il franchissait de degrés dans cette direction.
Or, on compte trois cent soixante degrés sur la circonférence
terrestre, et ces trois cent soixante degrés, multipliés par quatre
minutes, donnent précisément vingt-quatre heures, -- c'est-à-dire ce
jour inconsciemment gagné. En d'autres termes, pendant que
Phileas Fogg, marchant vers l'est, voyait le soleil passer quatre-
vingts fois au méridien, ses collègues restés à Londres ne le voyaient
passer que soixante-dix-neuf fois. C'est pourquoi, ce jour-là même,
qui était le samedi et non le dimanche, comme le croyait Mr. Fogg,
ceux-ci l'attendaient dans le salon du Reform-Club.
…, bagaimana mungkin orang yang demikian tepat waktu dan
kritis itu dapat membuat kesalahan satu hari? Bagaimana ia
dapat beranggapan bahwa ia tiba di London pada hari Sabtu, 21
Desember, padahal sesungguhnya ia tiba pada hari Jumat,
tanggal 20, hari ke-79 sejak ia berangkat?
Berikut alasan dari kesalahan ini. Sangatlah sederhana.
Tanpa ragu lagi, Phileas Fogg telah untung satu hari dalam
perjalanannya, dan ini sebenarnya karena ia terus bergerak ke
62
arah timur, sebaliknya, ia akan kehilangan satu hari bila ia
bergerak ke arah berlawanan, yaitu ke barat.
Perjalanannya ke arah timur membawanya menuju ke arah
matahari, dan rentang hari menjadi berkurang empat menit
baginya ketika ia melintasi satu derajat ke arah timur. Panjang
keliling bumi adalah 360 derajat; dan jumlah derajat ini,
dikalikan empat menit, tepat menghasilkan 24jam, -- yaitu
keuntungan satu hari yang diperoleh tanpa sadar. Dengan kata
lain, selama Phileas Fogg bergerak ke timur, ia melihat matahari
melewati garis bujur sebanyak 80 kali, sedangkan teman-
temannya di London hanya melihat matahari melewati garis
bujur 79 kali. Itulah sebabnya mereka menunggunya di Reform
Club pada hari Sabtu, bukan pada hari Minggu, seperti yang
diduga Mr. Fogg.
b. Futurisme
Futurisme adalah suatu paham yang percaya bahwa masa mendatang akan
lebih baik, dalam arti lebih modern, lebih konkrit, bahkan manusia diyakini akan
mampu menguasai jagad raya dengan teknologi yang dimiliki nantinya. Futurisme
merupakan gerakan awal dari lahirnya modernisme yang juga dipengaruhi oleh
revolusi industri. Di dalam karya Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours,
peneliti menemukan bahwa futurisme yang diungkapkan Verne adalah perjalanan
mengelilingi dunia pada saat itu nantinya akan dapat dilakukan oleh siapa saja,
tidak hanya untuk para penjelajah ataupun para petualang sejati berkat adanya
kemajuan teknologi transportasi. Verne sebagai pengarang memang dikenal
mampu meramalkan tahap berikutnya dalam kemajuan teknologi manusia dan
memiliki daya imajinasi tinggi. Ia dikenal berpengetahuan luas, suka bepergian ke
manapun walaupun hanya dengan menggunakan akal pikirannya. Hal tersebut
terungkapkan dalam karya melalui perwujudan karakter tokoh utama, Phileas
Fogg seperti terlihat dalam kutipan berikut:
63
(47) Avait-il voyagé ? C'était probable, car personne ne possédait mieux
que lui la carte du monde. Il n'était endroit si reculé dont il ne parût
avoir une connaissance spéciale. Quelquefois, mais en peu de mots,
brefs et clairs, il redressait les mille propos qui circulaient dans le
club au sujet des voyageurs perdus ou égarés ; il indiquait les vraies
probabilités, et ses paroles s'étaient trouvées souvent comme
inspirées par une seconde vue, tant l'événement finissait toujours
par les justifier. C'était un homme qui avait dû voyager partout, --
en esprit, tout au moins.
Apakah ia sering bepergian? Mungkin saja, karena tidak ada
seorang pun yang mengenal dunia dengan lebih baik sepertinya.
Tidak ada tempat terpencil yang seolah tidak ia kenal dengan
amat baik. Ia sering membetulkan, dengan kata-kata yang
ringkas dan jelas, ribuan sangkaan yang diajukan oleh anggota
kelompok sebagai dugaan yang salah dan tidak pernah terdengar
di kalangan penjelajah; ia menunjukkan kemungkinan-
kemungkinan yang benar, dan sepertinya dikaruniai kemampuan
meramal, karena sering ada kejadian-kejadian yang
membenarkan prediksinya. Ia seorang pria yang pasti telah
menjelajah ke mana-mana,--paling tidak secara mental.
Selain pandangan dunia tersebut di atas, perjalanan keliling dunia yang
dilakukan Phileas Fogg dalam novel juga sebenarnya telah membawa para
pembaca pada sebuah supremasi kekuasaan Inggris pada masa itu. Sebuah lukisan
kekaisaran Britania Raya yang ingin digambarkan oleh seorang bukan dari bangsa
Inggris. Verne menggambarkan betapa luasnya kekuasaan Inggris saat itu melalui
daerah koloni yang dilalui Fogg selama perjalanan keliling dunia. Daerah koloni
tersebut antara lain adalah: Suez, India, Singapura, Hong Kong, dsb. Perhatikan
kutipan berikut:
(48) Mr. Fogg inscrivit ces dates sur un itinéraire disposé par colonnes,
qui indiquait -- depuis le 2 octobre jusqu'au 21 décembre -- le mois,
le quantième, le jour, les arrivées réglementaires et les arrivées
effectives en chaque point principal, Paris, Brindisi, Suez, Bombay,
Calcutta, Singapore, Hong-Kong, Yokohama, San Francisco, New
York, Liverpool, Londres,...
64
Tuan Fogg mencatat tanggal-tanggal di agenda perjalanan yang
terbagi dalam kolom-kolom, yang menunjukkan -- dari tanggal 2
Oktober sampai 21 Desember -- bulan, hari, tanggal, kedatangan-
kedatangan yang diperkirakan dan yang sesungguhnya di tiap
tempat penting, Paris, Brindisi, Suez, Bombay, Calcutta,
Singapura, Hong Kong, Yokohama, San Francisco, New York,
Liverpool, London,…
Dari kutipan tersebut di atas terlihat bahwa daerah/tempat-tempat
yang dilalui Fogg selama perjalanan keliling dunia merupakan daerah koloni
Inggris yang dapat menunjukkan bahwa Inggris mendominasi di dalam karya Le
Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours.
65
BAB 5
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan analisis permasalahan yang terdapat dalam novel Le Tour du
Monde en Quatre-Vingts Jours melalui kajian Strukturalisme Genetik Lucien
Goldmann, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut :
Pertama, struktur karya Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours
memiliki hubungan dengan struktur sosial masyarakat Inggris pada saat itu yaitu
gambaran sikap orang-orang Inggris tentang sebuah gagasan perjalanan
berkeliling dunia.
Kedua, terdapat enam fakta kemanusiaan dalam karya Le Tour du Monde
en Quatre-Vingts Jours yaitu: fakta tentang perkumpulan eksklusif di kota
London saat itu seperti Royal Institute, London Institute, Artisans Institute,
Institute of Arts and Sciences sampai pada Reform-Club ; fakta tentang kebiasaan
bangsa Inggris yang suka bertaruh ; fakta tentang tiga kemajuan teknologi
transportasi pada masa itu seperti Terusan Suez, perhubungan jalur-jalur kereta
api di India, serta selesainya jalur kereta api pertama di Amerika (Union Pacific
Railroad) ; fakta tentang adanya ritual kepercayaan para pengikut Dewi Kali di
India ; fakta tentang tradisi upacara sati, pengorbanan diri manusia secara sukarela
yang dilakukan oleh masyarakat India ; fakta tentang kebiasaan kaum Mormon di
Amerika yang suka berpoligami.
Ketiga, subjek kolektif dalam Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours
terdiri atas kaum borjuis dan kaum buruh. Kaum borjuis diwakili oleh Phileas
66
Fogg bersama rekan-rekannya di Reform Club yaitu: insinyur Andrew Stuart,
bankir John Sullivan dan Samuel Fallentin, pedagang bir Thomas Flanagan, serta
direktur Bank Inggris Gauthier Ralph. Sedangkan kaum buruh diwakili oleh
Passepartout, pelayan dari Phileas Fogg.
Keempat, terdapat dialektika dalam Le Tour du Monde en Quatre-Vingts
yang diawali dengan anggapan bahwa perjalanan mengelilingi dunia saat itu dapat
dilakukan untuk pertama kalinya dalam 80 hari. Selanjutnya negasi/antitesis
muncul dari salah satu anggota Reform Club, Andrew Stewart yang berupa
pertentangan dan pertaruhan atas rencana perjalanan tersebut. Kemudian
terbentuklah sintesis bahwa perjalanan mengelilingi dunia dapat dilakukan dalam
80 hari bahkan kurang.
Kelima, pandangan dunia dalam Le Tour du Monde en Quatre-Vingts
Jours merupakan pandangan dunia yang menyangkut tentang persoalan fiksi
ilmiah dan futurisme yang dianut oleh pengarang yaitu Jules Verne. Verne
memberikan pandangannya bahwa perjalanan mengelilingi dunia pada saat itu
nantinya akan dapat dilakukan oleh siapa saja, tidak hanya untuk para penjelajah
ataupun para petualang sejati berkat adanya kemajuan teknologi transportasi.
Verne mengungkapkan pula pandangan tentang dominasi kekuasaan Inggris saat
itu melalui daerah-daerah koloni yang dilalui tokoh utama, Phileas Fogg selama
perjalanan berkeliling dunia.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil analisis novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts
Jours, maka dapat disampaikan saran sebagai berikut:
67
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan ide kepada mahasiswa
jurusan Bahasa dan Sastra Asing, khususnya mahasiswa program studi Sastra
Prancis untuk melakukan penelitian lebih lanjut terhadap novel Le Tour du Monde
en Quatre-Vingts Jours dari berbagai segi, misal dari segi psikologi sastra yang
membahas tentang karakter tokoh dalam novel ataupun dari segi resepsi sastra
yang membahas tentang tanggapan para pembaca.
68
DAFTAR PUSTAKA
Abrams, M. H. 1981. A Glossary of Literary Terms. Canada: Library of Congress
Cataloging in Publication Data.
Arifin, Winarsih dan Farida Soemargono. 2007. Kamus Perancis-Indonesia.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Astuti, Rahmani. 2008. 80 Hari Keliling Dunia. Jakarta : Serambi.
Beaumarchais, Jean-Pierre de, Daniel Couty. 1988. Anthologie des Littéraires de
Langues Français. Paris: Bordas.
______________________ . 2001. Dictionnaires des Écrivains de Langues
Français. Paris: Larousse.
Damono, Sapardi Djoko. 2002. Pedoman Penelitian Sosiologi Sastra. Jakarta:
Depdikbud.
Dini, N.H. 2004. 20000 Mil di Bawah Lautan. Jakarta: Enigma
Esten, Mursal. 1978. Kesusastraan : Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung:
Angkasa.
Faruk. 2012. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Forster, E.M. 1979. Aspek-Aspek Novel diterjemahkan oleh Bagian Pembinaan
dan Pengembangan Sastra dari judul asli Aspects of The Novel. Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Goldman, Lucien. 1981. Method in Sociology of Literature. Oxford: Basil
Blackwell.
________. 1970. The Sociology of Literature: Status and Problem of Method.
New York: Praeger Publisher.
Hadi, Hardono. 1994. Epistemologi (Filsafat Pengetahuan) diterjemahkan dari
judul asli The Philosophy of Knowlwdge. Yogyakarta: Kanisius (Anggota
Ikapi).
Jan van Luxemburg, Mieke Bal dan Willem G. Weststeijn. 1984. Pengantar Ilmu
Sastra. Jakarta: PT Gramedia.
Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
69
Schmitt. M.-P et A. Viala. 1982. Savoir-Lire. Précis de lecture critique, Paris :
Didier.
Sumardjo, Jacob dan Saini K.M. 1991. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Teeuw, A., 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta : Pustaka Jaya.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
http://id.wikipedia.org/wiki/Fiksi_ilmiah, diunduh pada tanggal 30 Januari 2014
pukul 14.30 WIB
http://id.wikipedia.org/wiki/Mengelilingi_Dunia_Dalam_80_Hari, diunduh pada
tanggal 30 Januari 2014 pukul 14.35 WIB
http://manybooks.net/titles/vernejuletext97880jr07.html, diunduh pada tanggal 30
Desember 2013 pukul 14.40 WIB
http://www.academia.edu/5972916/pelajar_Unsur_Intrinsik_dan_Ekstrinsik_Nov
el, diunduh pada tanggal 1 Februari 2014 pukul 15.00 WIB
http://www.one.indoskripsi.com, diunduh pada tanggal 30 Januari 2014 pukul
14.15 WIB
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/7/7f/Around_the_World_in_Eig
hty_Days_-_map.jpg, diunduh pada tanggal 1 Februari 2014 pukul 14.15
WIB
70
LAMPIRAN
Ringkasan Cerita Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours
Cerita bermula pada 2 Oktober 1872 saat Phileas Fogg, seorang pria kaya
raya di Inggris tengah mempersiapkan diri seperti biasa untuk pergi ke Reform
Club dan bermain kartu bersama teman-temannya. Sebelum berangkat, ia bertemu
dengan pelayan barunya terlebih dahulu yaitu Passepartout yang segera bekerja
untuknya. Selama bermain kartu, Phileas Fogg dan teman-temannya
membicarakan tentang hal pencurian yang terjadi di Bank Inggris dan
kemungkinan si pencuri yang dapat dengan cepat melarikan diri.
Fogg yang berpikir pada saat itu, mengatakan bahwa sangatlah mungkin
bagi siapa saja, termasuk si pencuri untuk bepergian jauh. Apalagi sebuah surat
kabar telah memberitakan bahwa perjalanan mengelilingi dunia saat itu dapat
dilakukan untuk pertama kalinya dalam 80 hari. Fogg merasa sangat yakin dapat
membuktikan hal tersebut, meskipun rekan-rekannya di Reform Club
menganggap apa yang diyakininya itu adalah hal gila dan mustahil untuk
dilakukan. Maka terjadilah perdebatan di antara mereka dan diadakanlah taruhan
sebesar 20.000 poundsterling. Fogg menerima taruhan dan memastikan ia akan
mendapatkan uang tersebut jika berhasil mengelilingi dunia dalam 80 hari dan
kembali ke Reform Club pada tanggal 21 Desember tepat pukul 20.45.
Fogg berangkat malam itu juga naik kereta api dari Dover bersama
Passepartout, pelayannya dan membawa setengah dari kekayaannya 20.000
poundsterling. Mereka melewati Paris, Alpen, Turin dan tiba di Brindisi untuk
menaiki kapal “Mongolia” menuju Bombay.
71
Sementara itu di tempat lain, seorang detektif Inggris bernama Fix tengah
berada di Suez untuk menunggu kedatangan surat perintah penangkapan. Fix
sedang mencari pencuri perampokan bank dan meyakini Fogg adalah pencuri dari
perampokan bank Inggris itu. Maka ketika ia melihat Fogg dan Passepartout
hendak melanjutkan perjalanan di Suez, ia memutuskan untuk mengikuti mereka
sampai tiba surat perintah penangkapan.
Passepartout, tidaklah seperti Fogg, ia mengagumi tempat-tempat yang
eksotis yang mereka kunjungi. Di Bombay, Passepartout memasuki pagoda
Malabar Hill yang sebenarnya dilarang untuk orang-orang nasrani. Tiga pendeta
langsung menunjukkan kemarahannya dan memukuli Passepartout. Passepartout
pun berusaha melarikan diri dan setelah itu bersama tuannya, Fogg menaiki kereta
api menuju Calcutta yang masih diikuti oleh Fix.
Di tengah perjalanan menuju Calcutta, tiba-tiba kereta api terhenti oleh
pembangunan jalur kereta api yang ternyata belum selesai. Fogg akhirnya
membeli Kiouni, gajah seharga 2000 poundsterling sebagai ganti kereta api dan
menyewa seorang pemandu India yang membantu mereka dalam menyeberangi
hutan. Mereka berjalan dengan cepat sampai malam hari tiba dan berhenti ketika
ada sebuah prosesi khusus di mana terdapat penjaga, pendeta, mayat dan seorang
wanita yang terlihat lemah tak berdaya. Itu adalah “sati”, sebuah upacara
pengorbanan manusia secara sukarela. Seorang Raja dari Bundelkhund meninggal
dunia dan wanita muda yang menjadi istrinya itu akan dibakar sehari setelahnya.
Fogg dan Passepartout ingin sekali menyelamatkan wanita muda itu, meskipun
mereka tahu bahwa hal itu dapat membahayakan nyawa mereka. Maka pagi hari
72
setelah orang-orang India melihat bagaimana mayat sang Raja bangkit, yang
sebenarnya adalah Passepartout, mereka semua sangat terkejut. Passepartout pun
tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, ia langsung saja mengangkat wanita muda
yang bernama Aouda itu untuk diselamatkan dan ikut dalam perjalanan mereka.
Sebelum dapat melanjutkan perjalanan ke Hong Kong, para rombongan
diberhentikan lagi oleh seorang polisi yang membawa mereka ke pengadilan
Calcutta. Passepartout dituduh telah mengotori pagoda Malabar Hill sebelumnya
karena telah masuk tanpa izin. Dia dijatuhi hukuman lima belas hari penjara dan
denda 300 poundsterling. Namun agar tidak kehilangan waktu perjalanan, Fogg
memutuskan untuk menawarkan sejumlah jaminan sehingga mereka dapat
meninggalkan pengadilan dan dengan segera menaiki kapal “Rangoon” menuju
Hong Kong, yang masih selalu diikuti oleh Fix.
Setelah tiba di Hong Kong, Fogg berpikir ia sudah ketinggalan kapal
“Carnatic” yang menuju Yokohama. Namun sang kapten kapal memberitahu
bahwa kapal tersebut belumlah berangkat. Karena ada perbaikan, kapal baru
berangkat esok hari. Sambil menunggu keberangkatan, Fogg dan Aouda mencari
Jeejeh, keluarga Aouda yang kabarnya tinggal di Hong Kong, namun ternyata
sudah pindah ke Eropa, kemungkinan besar di Belanda, sehingga Fogg
memutuskan untuk membawa Aouda ikut dalam perjalanannya ke Eropa.
Fix putus asa mempertahankan Fogg di Hong Kong karena mereka sudah
berada di koloni Inggris yang terakhir, namun surat perintah penangkapan belum
juga tiba. Di sebuah kedai, di mana orang-orang mengkonsumsi opium, Fix
mengajak Passepartout minum dan bercerita tentang hal pencurian bank dan
73
tentang tuannya yang diduga adalah perampok bank tersebut, yang berusaha
melarikan diri dengan dalih berkeliling dunia. Fix berharap Passepartout bersedia
membantunya, namun Passepartout tetaplah setia pada tuannya. Ia tidak ingin
membantu Fix karena baginya Fix adalah utusan yang dikirim oleh anggota
Reform Club untuk memata-matai perjalanan tuannya.
Kapal “Carnatic” yang menuju Yokohama sebenarnya telah selesai
diperbaiki dan malam itu dipercepat keberangkatannya. Namun ketika
Passepartout hendak memberi tahu kabar tersebut pada tuannya, ia malah jatuh
tertidur karena terlalu banyak mengkonsumsi opium dan minuman keras yang
diberikan oleh Fix. Passepartout tidak lama kemudian sadarkan diri dan berhasil
mencapai kapal “Carnatic”, namun ia tidak berhasil memberi tahu tuannya.
Sehari setelahnya, Fogg mengetahui bahwa kapal “Carnatic” yang menuju
Yokohama telah pergi dan ia kehilangan Passepartout. Dia bertemu dengan
seorang kapten kapal lain yang dapat membantunya mengejar kapal “Carnatic”
dengan kapal kecil bernama “Tankadere”.
Sampai di Yokohama Passepartout dan Fogg dapat bertemu kembali dan
mereka melanjutkan perjalanan menaiki kapal “General Grant” untuk sampai ke
San Francisco pada 3 Desember. Fix yang sudah mempunyai surat perintah
penangkapan di tangannya sangatlah tidak berdaya, ia sudah tidak lagi berada di
koloni Inggris dan masih tetap mengikuti Phileas Fogg.
Tiba di Amerika mereka menaiki kereta api menyeberangi benua itu, namun
harus terhenti selama tiga jam karena ada sebuah parade. Ketika sampai di dekat
pos militer Amerika, para penumpang diserang oleh bangsa Sioux. Fogg yang
74
sangat berani saat itu berhasil menghentikan kereta api sampai di stasiun Kearney
saat prajurit Amerika akhirnya datang membantu. Setelah berjuang, Passepartout
dan beberapa penumpang malah ditahan dan dijadikan sandera. Fogg dan prajurit
berhasil menyelamatkan mereka meski perjalanan menjadi terhitung terlambat 20
jam. Kemudian mereka dengan segera naik kereta luncur ke Omaha dan setelah
itu menaiki kereta api dari Chicago ke New York.
Tiba di New York mereka terlambat dan tertinggal oleh kapal “Cina” yang
menuju Liverpool. Mereka menaiki kapal lain tujuan Bordeaux, Perancis dan
Fogg membayar 2000 poundsterling untuk itu. Selama perjalanan, Fogg mengunci
sang kapten kapal di kabin dan mengambil alih seluruh kendali kapal. Persediaan
batubara tinggal sedikit dan dia menghancurkan alat kelengkapan kayu untuk ia
gunakan sebagai pengganti bahan bakar.
Pada akhirnya sampailah mereka di Queenstown, Irlandia. Dari sana mereka
menaiki kereta api menuju Dublin dan dari Dublin mereka menaiki perahu menuju
Liverpool. Sesampainya di Liverpool, Fogg malah ditangkap dan dijebloskan ke
penjara oleh Fix di kantor polisi setempat. Di kantor polisi itu beberapa jam
kemudian Fogg dibebaskan karena perampok bank yang sesungguhnya telah
tertangkap. Fogg, Passepartout dan Aouda dengan segera naik kereta api
kecepatan tinggi menuju London, tetapi sayangnya mereka terlambat tiba lima
menit dan hilanglah semua taruhan itu. Mereka bertiga pulang ke rumah Fogg dan
Fogg menyendiri selama sehari.
Sehari setelahnya, Fogg meminta maaf pada Aouda karena telah
membawanya berkeliling dunia. Ia menanyakan apakah Aouda bersedia menikah
75
dengannya dan Aouda pun menerima. Maka Fogg segera menyuruh Passepartout
untuk memanggil pendeta agar dapat melaksanakan pernikahan esok hari.
Namun yang terjadi ternyata sang pendeta tidak bersedia menikahkan
mereka, karena esok adalah hari Minggu. Passepartout lalu sadar bahwa hari itu
masih hari Sabtu tanggal 21 Desember dan belum pukul 20.45. Perjalanan mereka
ke timur sebenarnya telah membuat waktu berjalan lebih awal sehari. Maka
Passepartout pun berlari pulang memberitahu tuan Fogg untuk pergi ke Reform
Club. Fogg berhasil sampai di Reform Club tepat pukul 20.45 dan memenangkan
pertaruhan sebesar 20000 poundsterling, namun dikarenakan biaya perjalanan
yang sangat tinggi, ia hanyalah untung sedikit yaitu selain menikah dengan Aouda
dan menjadi sangat bahagia.
76
Biografi Jules Verne
Jules Verne lahir dari keluarga pelaut di Nantes, Prancis pada tahun 1828.
Pada usia muda, ia berusaha lari dari rumah dan bekerja di dunia pelayaran
sebagai awak kabin, tetapi kemudian ditemukan dan dikembalikan pada
keluarganya. Verne kemudian dikirim ke Paris untuk belajar ilmu hukum, tetapi
setelah tiba di Paris, dengan segera ia tertarik dengan dunia teater. Tidak lama
kemudian ia menulis naskah drama dan nyanyian opera, dan naskahnya yang
pertama diterbitkan tahun 1850. Ketika ia menolak desakan ayahnya untuk
kembali ke Nantes dan membuka praktik hukum, uang sakunya dihentikan, ia pun
terpaksa hidup dari menjual naskah cerita dan menulis artikel.
Verne menggabungkan bakatnya sebagai penutur cerita yang eksotik dengan
minatnya pada hasil-hasil penemuan ilmiah yang mutakhir. Ia banyak
menghabiskan waktu di perpustakaan Paris untuk belajar ilmu geologi, astronomi,
dan teknik. Tidak lama kemudian ia menghasilkan naskah cerita imajinatif seperti
Cinq Semaines en Ballon (1863) dan Voyage au Centre de la Terre (1864), yang
segera meledakkan popularitasnya di seluruh dunia. Setelah De la Térre à la Lune
(1865), Verne menerima banyak sekali surat dari para penjelajah yang berharap
dapat ikut serta dalam ekspedisi ke bulan berikutnya. Kemampuan Verne
meramalkan tahap berikutnya dalam kemajuan teknologi manusia, dan rasa ingin
tahunya pada masa kecil, menuntunnya menghasilkan karya Vingt Mille Lieues
sous les Mers (1869) dan Michel Strogoff (1876).
Buku-bukunya membuat Verne kaya dan terkenal. Pada 1876 ia membeli
kapal uap besar, yang dilengkapi dengan ruang kabin tempat ia dapat menulis
77
dengan lebih nyaman daripada di tepi pantai. Ia berlayar dari satu pelabuhan
Eropa ke pelabuhan lain dan diperlakukan sebagai orang penting ke mana pun ia
pergi. Buku-bukunya banyak diterjemahkan, dijadikan naskah drama dan
kemudian difilmkan. Ia meninggal di Amiens tahun 1905.
78
Gambar Peta Perjalanan Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours
Sumber:http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/7/7f/Around_the_World
_in_Eighty_Days_-_map.jpg